• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISOLASI DAN KARAKTERISASI PARSIAL BAKTERI PELARUT FOSFAT DARI GUANO GUA KAMPRET DAN UJI KEMAMPUANNYA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISOLASI DAN KARAKTERISASI PARSIAL BAKTERI PELARUT FOSFAT DARI GUANO GUA KAMPRET DAN UJI KEMAMPUANNYA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

82

ISOLASI DAN KARAKTERISASI PARSIAL BAKTERI PELARUT FOSFAT DARI GUANO GUA KAMPRET DAN UJI KEMAMPUANNYA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN

Steven Taniwan, Dwi Suryanto, Isnaini Nurwahyuni Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Jln. Bioteknologi No. 1, Kampus USU, Medan 20155

[email protected]

Abstrak

Bakteri pelarut fosfat merupakan bakteri yang mampu melarutkan fosfat yang tidak tersedia menjadi tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman. Studi tentang isolasi dan karakterisasi parsial bakteri pelarut fosfat dari guano gua kampret dan uji kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman telah dilakukan. Dua isolat bakteri pelarut fosfat berhasil diisolasi dan keduanya berasal dari kelompok bakteri Gram positif, yaitu ST02 dan ST03. Isolat bakteri diuji pada benih tanaman cabai merah selama 30 hari. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan bakteri ST03 sebesar 5,96 cm. Rata-rata pertambahan jumlah daun terbanyak diperoleh dari perlakuan kontrol pupuk (TSP) sekitar 24 helai dan diikuti oleh kontrol guano sekitar 6 helai. Rata-rata berat basah tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan bakteri ST03 sebesar 4,71 gram. Rata-rata berat kering tertinggi juga diperoleh dari perlakuan bakteri ST03 sebesar 0,72 gram.

Kata kunci: bakteri pelarut fosfat, cabai, guano, gua kampret Pendahuluan

Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara makro yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, namun kandungannya di dalam tanaman lebih rendah dibandingkan nitrogen (N), kalium (K), dan kalsium (Ca). Fosfor yang diserap tanaman tidak direduksi, melainkan berada di dalam senyawa-senyawa organik dan anorganik dalam bentuk teroksidasi (Salisbury dan Ross, 1995).

Fosfor mempunyai peranan dasar dalam reaksi enzim yang tergantung pada fosforilasi. Fosfor merupakan bagian yang penting dari inti sel, yang diperlukan dalam pembagian sel dan perkembangan jaringan meristem pada titik tumbuh tanaman. Tanaman yang kekurangan fosfor mengakibatkan sistem perakaran menjadi kerdil. Demikian juga, tanaman yang kekurangan fosfor mengakibatkan daun dan pembentukan cabang serta buah berkurang, warna daun menjadi hijau keabu-abuan kusam, dan timbul pigmen merah pada bagian dasar daun. (Winangun, 2005).

Tanaman menyerap fosfor dari tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama dalam bentuk H2PO4- dan HPO42- yang terdapat dalam larutan tanah (Havlin et al. 1999).Ketersediaan fosfat di dalam tanah pada umumnya terbatas. Pada tanah asam (pH < 5), sebagian besar fosfat difiksasi oleh Fe dan Al menjadi Fe-fosfat dan Al-fosfat. Pada tanah dengan pH yang tinggi (pH > 7), fosfat akan terikat menjadi Ca-fosfat (Cunningham dan Kuiack, 1992).Adanya pengikatan-pengikatan fosfat tersebut menyebabkan

pupuk fosfat yang diberikan tidak efisien, sehingga perlu diberikan dalam takaran tinggi. Pemberian pupuk fosfat ke dalam tanah diketahui hanya 10-30% yang dapat diserap oleh tanaman, sedangkan sisanya 70-90% akan terjerap diantara koloid tanah dan tinggal sebagai residu dalam tanah (Buckman dan Brady, 1956; Jones, 1982).

Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan kelompok bakteri tanah yang memiliki kemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap tanaman. Pelarutan ini dapat disebabkan oleh adanya sekresi asam organik bakteri tersebut seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, tartarat, ketobutirat, suksinat, dan sitrat (Subba-Rao, 1982). BPF merupakan bakteri yang bersifat non patogenik dan termasuk dalam kategori bakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Bakteri tersebut mampu menghasilkan vitamin dan fitohormon yang dapat memperbaiki pertumbuhan akar tanaman dan meningkatkan serapan hara (Widawati et al. 2010).Mikroorganisme pelarut fosfat diketahui terdiri atas bakteri (Taha et al. 1969), fungi (Khan & Bhatnagar, 1997) dan sedikit aktinomiset (Rao et al. 1982; Chen et al. 2002). Beberapa genus bakteri pelarut fosfat yang telah diketahui antara lain Bacillus, Pseudomonas, Mycobacterium, Micrococcus, Flavobacterium, Escherichia, Brevibacterium spp., Serratia spp., Alcaligenes spp., Achromobacter spp.,

(2)

83 dan Thiobacillus sp. (Motsara, 1995; Gunarto dan Nurhayati, 1994).

Salah satu sumber bakteri pelarut fosfat diperkirakan dapat berasal dari guano. Guano merupakan bahan yang berasal dari timbunan kotoran kelelawar atau burung laut yang mengandung fosfat tinggi dan dijadikan sebagai cadangan batuan fosfat alam di kawasan karst (Screiner et al. 1938; Taylor, 1953; Kotabe, 1987; Kasno, 2009). Berdasarkan asalnya, guano dibagi menjadi dua jenis yaitu guano burung laut (sea-bird guano), dan guano kelelawar (bat guano). Sea-bird guano adalah guano yang berasal dari kotoran burung laut, sedangkan bat guano adalah guano yang berasal dari kotoran kelelawar (Kotabe, 1987).

Aplikasi BPF diketahui mampu meningkatkan produksi tanaman. Ahmad dan Jha (1982) menginokulasikan B. megaterium dan B. circulans pada tanaman kedelai. Kedua bakteri tersebut dapat meningkatkan produksi kedelai berturut-turut sebanyak 7 dan 10% jika digunakan pupuk TSP, serta meningkatkan 34 dan 18% jika digunakan batuan fosfat. Pada tanaman tebu, penggunaan bakteri pelarut P (P. putida dan P. fluorescens) dapat meningkatkan bobot kering tanaman sebesar 5-40% dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P asal TSP sebanyak 60-135% (Premono, 1994). Penelitian Setiawati (1998) pada tanaman tembakau, aplikasi bakteri pelarut P dapat meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman. Hidayati dan Wijaya (2009) menginokulasikan bakteri pelarut fosfat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman karet. Hasil penelitian menunjukkan inokulasi bakteri pelarut fosfat yang dikombinasikan dengan dosis pupuk dapat meningkatkan berat kering tanaman karet. Pal (1998) melaporkan bahwa bakteri pelarut P (Bacillus sp.) pada tanah yang dipupuk dengan batuan fosfat dapat meningkatkan jumlah dan bobot kering bintil akar serta hasil biji pada beberapa tanaman.

Penelitian lain tentang bakteri pelarut fosfat diantaranya oleh Kasmita (2010) yang melakukan isolasi bakteri pelarut fosfat dari beberapa sampel tanah di Bogor dan Nusa Tenggara yang memperoleh 29 jenis isolat dengan indeks pelarutan tertinggi yaitu 1,78 dan 1,80. Ruwandani (2014) juga mengisolasi bakteri pelarut fosfat asal guano di gua anjani, Jawa Tengah dan memperoleh 48 isolat dengan indeks pelarutan tertinggi yaitu 1,41. Di Sumatera Utara penelitian tentang BPF masih sangat sedikit, dan belum ada laporan penelitian BPF yang berasal dari guano kelelawar. Dalam penelitian ini dilakukan isolasi dan uji kemampuan BPF dari guano kelelawar dalam meningkatkan performa tanaman.

Bahan dan Metode Pengambilan Sampel

Sampel guano dari Gua Kampret, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara diambil secara acak dengan metode Purposive Random Sampling di 3 titik dengan menggunakan sekop steril.Sampel guano dimasukkan ke dalam plastik steril. Derajat keasaman guano diukur di laboratorium.

Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat

Sebanyak 10 gram guano dari setiap sampel guano dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer yang berisi 90 mL medium Pikovskaya (Rao et al. 1982; Gaur, 1981) cair pH 6.8, digoyang dengan menggunakan shaker pada kecepatan 120 rpm selama 7-10 hari pada suhu ambien, kemudian dibuat serial pengenceran sampai 10-4. Sebanyak 50 μL dari pengenceran 10-3 dan 10-4 diteteskan di atas permukaan medium Pikovskaya padat secara steril, kemudian disebar merata menggunakan batang penyebar. Kultur diinkubasi selama 2-3 hari pada suhu ambien. Adanya pertumbuhan bakteri pelarut fosfat (BPF) ditandai dengan zona berwarna terang jernih atau zona bening di sekeliling koloni. Koloni-koloni bakteri yang menghasilkan zona bening selanjutnya dimurnikan dengan metode cawan gores dan disimpan di dalam medium agar-miring Pikovskaya.

Karakterisasi Morfologi dan Biokimia Bakteri Pelarut Fosfat

Bakteri pelarut fosfat (BPF) hasil isolasi kemudian dikarakterisasi secara morfologi dengan melakukan pengamatan terhadap koloni bakteri meliputi bentuk, tepian, elevasi, dan warna koloni, lalu dilakukan pewarnaan Gram, dan selanjunya diuji biokimia metabolisme bakteri. Uji biokimia dilakukan meliputi uji hidrolisa pati, uji gelatin, uji TSIA, uji SCA, SIM, dan uji katalase.

Pengujian Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan Fosfat

Pengujian kemampuan BPF dalam melarutkan fosfat dilakukan dengan memasukkan20 μL larutan fisiologis 0.85% ke dalam tabung Eppendorf. Sebanyak 1 ose kultur isolat BPF yang telah ditumbuhkan pada medium Pikovskaya padat, dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang telah berisi larutan fisiologis dengan menggunakan tusuk gigi, lalu dihomogenkan. Sebanyak 10 μLsuspensi bakteri diambil menggunakan mikropipet kemudian diteteskan di atas medium Pikovskaya padat secara aseptis, dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan selama 7 hari inkubasi dengan mengamati bentuk, tepian, elevasi, dan

(3)

84 warna. Kemampuan isolate mearutkan fosfat ditunjukkan dengan zona bening di sekitar koloni. Uji Aplikasi BPF Pada Benih Tanaman Cabai Merah

Sebanyak 20 mL suspensi biakan BPF (OD600≈0,5) dicampurkan dengan 1 kg tanah dan kompos steril. Sebanyak 10 benih tanaman ditanam di dalam polibag yang berisi 500 gram tanah. Kontrol negatif (kontrol (-)) adalah benih tanaman yang tidak diberi bakteri pelarut fosfat. Kontrol positif (kontrol (+)) adalah benih tanaman yang diberi pupuk TSP, dan guano. Perlakuan yaitu benih tanaman ditambahkan dengan bakteri pelarut fosfat. Perlakuan benih ditambah dengan BPF juga dilakukan untuk melihat apakah BPF tersebut bersifat patogen bagi tanaman. 30 hari setelah tanam diamati benih tanaman yang mati, tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah, dan berat kering, serta jumlah BPF pada tanah diukur sebelum dan sesudah perlakuan. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan batas terbawah bagian batang yang tepat pada permukaan tanah, sedangkan batas teratas dihitung hingga ujung daun yang diluruskan ke atas sejajar batang (Sitompul & Guritno, 1995). Pengukuran berat basah dilakukan dengan menimbang tanaman dari masing-masing perlakuan dengan neraca digital. Pengukuran berat kering dilakukan dengan cara menimbang berat kecambah yang telah dikeringkan dengan oven pada suhu 75oC

selama 24 jam. Setelah ditimbang, kecambah kemudian kembali dikeringkan dengan oven dan ditimbang hingga diperoleh berat kering yang konstan.

Hasil Dan Pembahasan

Derajat Keasaman Sampel Guano

Sampel guano yang diperoleh memiliki pH 5,8; 6,3; dan 6,5. pH asam tersebut dapat disebabkan karena bakteri pelarut fosfat menghasilkan asam-asam organik yang kemudian dikeluarkan ke substrat guano untuk melarutkan fosfat yang terkandung di dalamnya. Menurut Subba-Rao (1994), banyak bakteri dan jamur yang merupakan pelarut potensial dari fosfat yang terikat. Bakteri pelarut fosfat diketahui mereduksi pH substrat dengan mensekresi sejumlah asam organik seperti asam format, asetat, propionat, laktonat, glikolat, fumarat, dan suksinat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti pula dengan penurunan pH (Subba-Rao, 1982). Penelitian oleh Kasmita (2010) menunjukkan bahwa bakteri pelarut fosfat mampu menurunkan pH media cair hingga 4,6 pada hari ke-6.

Karakteristik Isolat Bakteri dari Guano

Lima isolat bakteri berhasil diisolasi dari guano menggunakan media Pikovskaya padat. Isolat bakteri memiliki karakteristik morfologi koloni, sel, dan Gram seperti terlihat pada Tabel 1 berikut Tabel 1. Karakteristik Morfologi dan Sifat Gram Bakteri Isolat dariGuano

Isolat

Bakteri Bentuk Morfologi Koloni Tepi Elevasi Warna Bentuk Morfologi Sel Penataan Gram ST01 Irregular Lobate Flat Kemerahan Putih Basil Strepto -

ST02 Circular Entire Flat Krem Basil Strepto +

ST03 Circular Entire Flat Putih Basil Diplo +

ST04 Rhizoid Lobate Flat Krem Basil Diplo -

ST05 Irregular Undulate Flat Putih Basil Diplo -

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa isolat bakteri dari guano menunjukkan bentuk, tepi dan warna koloni yang berbeda-beda. Berdasarkan morfologi sel, semua isolat memiliki bentuk sel basil (batang) dengan 2 isolat memiliki penataan streptobasil, dan 3 isolat memiliki penataan diplobasil. Dari hasil pewarnaan Gram, diketahui bahwa 3 isolat bersifat Gram negatif, dan hanya isolat ST02 dan ST03 yang bersifat Gram positif. Penelitian sebelumnya oleh Kasmita (2010) memperoleh 29 isolat bakteri perlarut fosfat dari beberapa sampel tanah di Bogor, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara

Timur (NTT) dengan 28 diantaranya merupakan kelompok bakteri Gram negatif, dan hanya 1 yang merupakan kelompok bakteri Gram positif.

Bakteri hasil isolasi dikarakterisasi biokimia. Karakterisasi sifat biokimia yang dilakukan meliputi uji hidrolisis pati, uji hidrolisis gelatin, uji sitrat, uji hidrogen sulfida dan fermentasi gula, uji motilitas, dan uji katalase. Hasil pengujian menunjukkan isolat bakteri memiliki karakteristik biokimia yang berbedadan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

(4)

85

Tabel 2. Karakteristik Biokimia Bakteri Isolat Guano Isolat

Bakteri

Uji Biokimia Hidrolisis

Pati Hidrolisis Gelatin Sitrat Hidrogen Sulfida Motilitas Katalase

ST01 + + - + + +

ST02 - - - + + +

ST03 - - - -

ST04 - + + + - +

ST05 + + - + + +

Keterangan : (+) = uji positif ; (-) = uji negatif

Dari hasil pengujian karakterisasi biokimia yang dilakukan, kelima isolat bakteri menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Perbedaan karakteristik biokimia dari masing-masing isolat menunjukkan bahwa isolat bakteri tersebut berbeda.

Uji katalase terhadap kelima isolat bakteri menunjukkan bahwa 4 isolat terlihat mampu menghasilkan enzim katalase, ditandai dengan terbentuknya gelembung setelah ditetesi dengan H2O2 3%, sedangkan isolat ST03 tidak membentuk gelembung udara di sekitar koloni. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian oleh Marista et al. (2013) dan Silitonga et al. (2013) yang memperoleh bakteri pelarut fosfat dengan karakteristik uji katalase positif untuk semua isolat.

Menurut Lay (1994), identifikasi mikroorganisme merupakan salah satu hal yang sangat penting. Identifikasi bakteri dapat didasarkan

pada morfologi, sifat biakan, dan sifat biokimia bakteri. Ciri-ciri lain seperti sifat pewarnaan, pola pertumbuhan koloni, reaksi pertumbuhan pada karbohidrat dan penggunaan asam amino sangat membantu dalam identifikasi mikroba. Selain itu, hasil pengujian ini dapat digunakan untuk spesifikasi mikroorganisme dan untuk membuktikan bahwa isolat tersebut berbeda.

Kemampuan Pelarutan Fosfat Secara Kualitatif Kemampuan isolat dalam melarutkan fosfat ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar koloni (Gambar 1). Hasil uji kemapuan isolat dalam melarutkan fosfat dinyatakan sebagai positif jika terlihat zona bening di sekitar koloni, dan negatif jika isolat tidak menunjukkan zona bening di sekitar koloni (Tabel 3).

Tabel 3.Kemampuan Melarutkan Fosfat isolat No Kode Isolat Kemampuan Melarutkan Fosfat

1 ST01 Tidak terlihat zona bening

2 ST02 Terlihat zona bening

3 ST03 Terlihat zona bening

4 ST04 Tidak terlihat zona bening

5 ST05 Tidak terlihat zona bening

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa hanya isolat bakteri ST02 dan ST03 yang mampu melarutkan fosfat anorganik yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni bakteri. Kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat anorganik dapat disebabkan

oleh adanya aktivitas enzim fosfatase. Enzim fosfatase yang dihasilkan tersebut kemudian digunakan untuk melarutkan trikalsium fosfat yang terkandung di dalam media, sehingga terbentuk zona bening di sekitar koloni bakteri.

Gambar 1. Pembentukan Zona Bening di Sekitar Koloni Bakteri Pada Media Pikovskaya Padat Setelah Diinkubasi Selama 7 hari Pada Suhu Ambien

(5)

86 Uji Aplikasi Bakteri Pelarut Fosfat pada Benih Tanaman Cabai Merah

Pengujian bakteri pelarut fosfat pada benih tanaman cabai merah menunjukkan hasil yang bervariasi (Gambar 2). Hasil pengamatan yang dilakukan setelah 30 hari menunjukkan bahwa benih tanaman cabai yang diberi perlakuan bakteri ST02 memiliki rata-rata pertambahan tinggi sebesar 5,33 cm, sedangkan tanaman yang diberi perlakuan bakteri ST03 memiliki rata-rata pertambahan tinggi sebesar 5,96 cm. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri

pelarut fosfat mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman bila dibandingkan dengan tanaman pada perlakuan kontrol negatif dan perlakuan kontrol positif guano. Perlakuan dengan penambahan pupuk kimia TSP diketahui memberikan hasil rata-rata pertambahan tinggi yang paling besar yaitu 7,08 cm (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan bakteri pelarut fosfat dalam menyediakan unsur P bebas masih tergolong kurang bila dibandingkan dengan pupuk kimia TSP.

Gambar 2. Perbedaan benih tanaman cabai setelah 30 hari dengan perlakuan (a) Kontrol negatif (b) Kontrol positif pupuk TSP (c) Kontrol positif guano (d) Bakteri ST02 (e) Bakteri ST03

Gambar 3. Grafik rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada setiap perlakuan Hasil penelitian oleh Silitonga et al. (2013)

(6)

87 hingga 3,8 cm setelah 70 hari bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan bakteri pelarut fosfat dalam penelitian ini cukup tinggi karena pengamatan benih tanaman cabai dilakukan setelah 30 hari.

Grafik rata-rata pertambahan jumlah daun dapat dilihat pada Gambar 4. Rata-rata pertambahan jumlah daun tertinggi pada perlakuan bakteri adalah ST03, yaitu sebesar 5,03, akan tetapi hasil ini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol pupuk, yaitu sebesar 24,33. Perlakuan ST02 dan ST03 mempunyai nilai rata-rata pertambahan jumlah daun yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol negatif. Bila diperhatikan lebih lanjut, perlakuan ST03 memiliki berat kering daun yang lebih tinggi bila

dibandingkan dengan semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan bakteri ST03 memiliki hasil yang lebih bagus daripada perlakuan lainnya, karena meskipun memiliki pertambahan jumlah daun yang tergolong rendah, daun yang dihasilkan cenderung lebih besar dan luas sehingga memiliki berat yang lebih tinggi. Ukuran daun yang lebih besar dan luas akan menghasilkan kecepatan tumbuh yang cenderung lebih tinggi pula. Menurut Fitter dan Hay (1992), jumlah luas daun menjadi penentu utama kecepatan pertumbuhan. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian dimana daun-daun yang mempunyai luas yang lebih besar akan mempunyai pertumbuhan yang lebih besar pula (Marjenah, 2001).

Gambar 4. Grafik rata-rata pertambahan jumlah daun pada setiap perlakuan Grafik rata-rata berat basah benih tanaman cabai

setelah diberi perlakuan selama 30 hari dapat dilihat pada Gambar 5. Berat basah tertinggi yang diperoleh yaitu dari perlakuan bakteri ST03 sebesar 4,71 gram. Berat basah tanaman dengan perlakuan ST03 mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada tanaman

dengan penambahan pupuk kimia TSP. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Silitonga et al. (2013) yang melaporkan bahwa bakteri pelarut fosfat mampu meningkatkan berat basah tanaman hingga 0,95 gram bila dibandingkan dengan kontrol.

(7)

88

Gambar 5. Grafik rata-rata berat basah tanaman pada setiap perlakuan Grafik rata-rata berat kering untuk setiap perlakuan

dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil berat kering dengan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan ST03. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri pelarut

fosfat mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman secara umum sehingga diperoleh berat kering yang lebih tinggi.

Gambar 6. Grafik rata-rata berat kering setiap perlakuan

Kepadatan sel bakteri pelarut fosfat sebelum dan sesudah aplikasi dihitung dengan menggunakan metode Standard Plate Count (SPC) pada media

Pikovskaya padat. Hasil pengukuran jumlah bakteri sebelum dan sesudah aplikasi dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Jumlah Bakteri Sebelum dan Sesudah Aplikasi

Kode Isolat Jumlah Sel Bakteri Sebelum Diaplikasikan (CFU/ml) Jumlah Sel Bakteri Setelah Diaplikasikan (CFU/ml)

ST02 1 x107 2 x107

ST03 2 x107 6 x107

Dari Tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa

jumlah bakteri ST02 dan ST03 sebelum aplikasi yaitu 1 x10

7dan 2 x107CFU/mL, sedangkan jumlah sel bakteri setelah diaplikasikan selama 30 hari

(8)

89 berturut-turut sejumlah 2 x107 dan 6 x107CFU/mL. Pertambahan jumlah sel bakteri pelarut fosfat sebelum dan sesudah perlakuan ini dapat dikatakan cukup rendah bila dibandingkan dengan penelitian oleh Marista et al. (2013) yang memperoleh jumlah bakteri pelarut fosfat hingga 7,9 x108CFU/mL. Kesimpulan

Dari hasil penelitian diperoleh dua isolat bakteri pelarut fosfat dari guano gua kampret Hasil pengujian pada benih tanaman cabai menunjukkan bahwa bakteri ST03 lebih mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan ST02. Daftar Pustaka

Ahmad, N., K.K. Jha. 1982. Effect of Phosphate Solubilizer on Dry Matter Yield of and Phosphorus Uptake by Soybean. J. Indian Soc. Soil Sci. 30: 105-106.

Alexander, M. 1978. Introduction to Soil Microbiology. 2nd Edition. Willey Eastern Limited. New Delhi.

Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1956. The Nature and Properties of Soils. 5thedition. Macmillan : New York.

Cattelan, A.J., P.G. Hartel, and J.J. Fuhrmann. 1999. Screening for Plant Growth-promoting Rhizobacteria to Promote Early Soybean Growth. Soil Sci. Soc. Am. J. 63(1).670-1.680. Chen, X., J. J. Tang, Z. G. Fang, and S. Hu. 2002.

Phosphate-Solubilizing Microbes in Rhizosphere Soils of 19 Weeds in Southeastern China. Journal of Zhejiang University Science 3: 355-361.

Cunningham, J. E. and C. Kuiack. 1992. Production of Citric and Oxalic Acids and Solubilization of Calcium Phosphate by Penicillium bilaii. Applied Environmental Microbiology 58: 1451-1458.

Fitter, A.H., dan Hay, R.K.K. 1992. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.

Gaur, A.C. 1981. Phosphomicroorganism and Varians Transformation in Compost Technology. FAO Project Field Document 13: 106-111. Geretsen, F. C. 1948. The Influence of Microorganism

on the Phosphorus Uptake by The Plant. Plant Soil 1:51-81.

Glick, B.R. 1995. The Enhancement of Plant Growth by Free-living Bacteria.Can. J. Microbiol. 4: 109-117.

Gunarto, L. dan L. Nurhayati. 1994. Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri Pelarut Fosfat Pada Tanah-Tanah di Indonesia. Makalah Disampaikan Pada Seminar Tahunan 1994 Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balai

Penelitian Tanaman Pangan Bogor, 29-30 Maret 1994.

Havlin, J. L., J. D. Beaton, S. L. Tisdale, and W. L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management. 6th edition. Prentice Hall : New Jersey. Hidayati, U. dan T. Wijaya. 2009. Pemanfaatan

Bakteri Pelarut Fosfat Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Karet. Jurnal Penelitian Karet. 27(1): 42-50.

Illmer, P., Barbato, A., and Schinner, F. 1995. Solubilization of Hardly-Soluble AlPO4 with P-solubilizing Microorganisms. Soil Biol. Biochem. 27:265-270

Jones, U. S. 1982. Fertilizers and Soil Fertility. 2nd edition. Reston Publication. Reston, Virginia. Kasmita, R. 2010. Isolasi, Karakterisasi, dan Identifikasi Molekuler Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) dari Beberapa Sampel Tanah di Bogor, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Kasno, A. Sri Rochayati, dan Bambang Hendro Prasetyo. 2009. Deposit, Penyebarandan Karakteristik Fosfat Alam. Bogor : Balai Penelitian Tanah Press.

Khan, J. A. and R. M. Bhatnagar. 1997. Studies on Solubilization of Insoluble Phosphates by Microorganisms. Solubilization of Indian Phosphate Rocks by Aspergillus niger and Penicillium sp. Fertilization Technology. 14:329-333.

Kloepper, J.W. 1993. Plant Growth Promoting Rhizobacteria as BiologicalControl Agents. Soil Microbial Ecology, Applications in Agricultural and Environmental Management. Marcel Dekker, Inc. New York. p. 255-274.

Kloepper, J.W., W. Mahaffee, J.A. Mcinroy, and P.A. Backman. 1991. Comparative Analysis of Isolation Methods for Recovering Root Colonizing Bacteria from Roots. Plant Growth-Promoting Rhizobacteria – Progress and Prospects. p. 252-255.The Second International Workshop on PGPR. Interlaken, Switzerland, October 14-19, 1990.

Kotabe, H. 1987. Present Situation and Future of Phosphate Resources. Gypsum and Lime. 210: 307-316

Kundu, B. S. and A. C. Gaur. 1980. Establishment of Nitrogen Fixing and Phosphate Solubilizing Bacteria in Rhizosphere and Their Effect on Yield and Nutrient Uptake of Wheat Crop. Plant Soil 57: 223-230.

Lamer, M. 1957. The World Fertilizer Economy. Stanford University Press : Stanford.

(9)

90 Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium.

Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Lifshitz, R., J.W. Kloepper, M. Kozlowski, C. Simonson, J. Carlson, E.M.Tipping, and I. Zaleska. 1987. Growth Promotion of Canola(rapeseed) Seedlings by a Strain of Pseudomonas putida UnderGnotobiotic Conditions. Can. J. Microbiol. 33: 390-395.

Marista, E., Khotimah, S., Linda, R. 2013. Bakteri Pelarut Fosfat Hasil Isolasi dari Tiga Jenis Tanah Rizosfer Tanaman Pisang Nipah (Musa paradisiaca var. nipah) di Kota Singkawang. JurnalProtobiont. 2(2): 93-101. Marjenah. 2001. Pengaruh Perbedaan Naungan di

Persemaian Terhadap Pertumbuhan dan Respon Morfologi Dua Jenis Semai Meranti. Jurnal Ilmiah Kehutanan “Rimba Kalimantan”. 6(2): 9-20.

Motsara, M. R., P. Bhattacharyya dan B. Srivastava. 1995. Biofertilizer Technology, Marketing, and Usage : A Sourcebook-cum-Glossary. Fertilizer Development and Consulation Organization.

Pal, S. S. 1998. Interaction of an Acid Tolerant Strain of Phosphate Solubilizing Bacteria with a Few Acid Tolerant Crops. Plant Soil. 198: 169-177.

Ponmurugan, P. dan C. Gopi. 2006. In Vitro Production of Growth Regulators and Phosphate Activity by Phosphate Solubilizing Bacteria. African Journal of Biotechnology. 5(4) : 348.

Premono, E. M. 1994. Jasad Renik Pelarut Fosfat, Pengaruhnya Terhadap P Tanah dan Efisiensi Pemupukan P Tanaman Tebu. [Disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Rao, A.V., B. Venkateswarin, and P. Kami. 1982. Isolation of Phosphate Dissolving Soil Actinomycetes. Curr. Sci. 51: 1117-1118. Ruwandani, M. N. 2014. Isolasi, Karakterisasi, dan

Identifikasi Bakteri Pelarut Fosfat Dari Guano di Gua Anjani, Jawa Tengah. [Skripsi]. Universitas Negeri Yogyakarta.

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB Press : Bandung.

Schreiner, O., A. R. Merz, and B. E. Brown. 1938. Fertilizer Materials. In Soils and Men. United States Government Printing Office : Washington DC.

Setiawati, T. C. 1998. Efektifitas Mikroba Pelarut P Dalam Meningkatkan Ketersediaan P dan Pertumbuhan Tembakau Besuki Na-Oogst (Nicotiana tabacum L.). [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Silitonga, D.M., Priyani, N., dan Nurwahyuni, I. 2013. Isolasi dan Uji Potensi Isolat Bakteri Pelarut

Fosfat dan Bakteri Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) Terhadap Pertumbuhan Kedelai (Glycine max L.) Pada Tanah Kuning. Jurnal Saintia Biologi. 1(2): 35-41.

Sitompul, S.M., dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Smith, J. H., F.E. Allison and D. A. Soulides. 1961. Evaluation of Phospobacterin as Soil Inoculant. Soil Sci. Soc. Proc. 25: 109-111. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen

Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Subba-Rao, N.S. 1982. Advanced of Agricultural Microbiology. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi.

Subba-Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Taha, S. M., S. A. Z. Mahmoud, A. H. El-Damaty, and A. M. Abd. El-Hafez. 1969. Activity of Phosphate Dissolving Bacteria in Egyptian Soils. Plant Soil. 31(1): 149-160.

Taylor, G. V. 1953. Nitrogen Production Facilities in Relation to Present and Future Demand. Academic Press Inc : New York.

Tenuta, M. 2006. Plant Growth Promoting Rhizobacteria: Prospect for Increasing Nutrient Acquisition and Disease Control.72-77.

Thakura, D., Talukdar, N.C., Goswami, C., Hazarika, Boro, R.C., 2004. Characterization and Screening of Bacteria from Rhizosphere of Rice Grown in Acidic Soils of Assam. Current Science. 86: 978-985.

Tisdale, S. L. and W. L. Nelson. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. The Macmillan Company : New York.

Widawati, Suliasih, dan A. Muharam. 2010. Pengaruh Kompos yang Diperkaya Bakteri Penambat Nitrogen dan Pelarut Fosfat Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kapri dan Aktivitas Enzim Fosfatase dalam Tanah. Jurnal J. Hort. 20(3): 207-215.

Winangun, Y. W. 2005. Membangun Karakter Petani Organik Sukses Dalam Era Globalisasi. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.

Gambar

Tabel 3.Kemampuan Melarutkan Fosfat isolat  No  Kode Isolat  Kemampuan Melarutkan Fosfat
Gambar 2. Perbedaan benih tanaman cabai setelah 30 hari dengan perlakuan (a) Kontrol negatif (b) Kontrol  positif pupuk TSP (c) Kontrol positif guano (d) Bakteri ST02 (e) Bakteri ST03
Grafik  rata-rata  pertambahan  jumlah  daun  dapat dilihat pada Gambar 4. Rata-rata pertambahan  jumlah daun tertinggi pada perlakuan bakteri adalah  ST03, yaitu sebesar 5,03, akan tetapi hasil ini masih  tergolong  rendah  bila  dibandingkan  dengan  per
Gambar 5. Grafik rata-rata berat basah tanaman pada setiap perlakuan  Grafik rata-rata berat kering untuk setiap perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengetahui pengaruh pemberian isolat bakteri asam laktat, bakteri fotosintetik anoksigenik dan bakteri pelarut fosfat yang disiram ke

Hasil menunjukkan bahwa bakteri pelarut fosfat (BPF) ditambah bakteri penambat nitrogen (BPN) paling mampu dalam meningkatkan bobot basah, tinggi, kadar nitrogen (N) dan kadar

S e t e l a h d i l a k u k a n p e m u r n i a n didapatkan isolat bakteri pelarut fosfat sebanyak 75 isolat murni, dari 75 isolat yang didapat, setelah dilakukan

Fosfobakterin kemudian diketahui memberikan hasil yang paling baik pada tanah- tanah netral sampai basa dengan kandungan bahan organik tinggi (Smith et al. Aplikasi bakteri

KOMPOSISI MEDIA PIKOVSKAYA DAN REAGEN

S e t e l a h d i l a k u k a n p e m u r n i a n didapatkan isolat bakteri pelarut fosfat sebanyak 75 isolat murni, dari 75 isolat yang didapat, setelah dilakukan

Dari 13 tanah daerah perakaran tanaman obat didapat 71 isolat Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) dan diidentifikasi menjadi 10 jenis BPF yang didominasi oleh bakteri Azotobacter sp

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Isolasi bakteri pelarut fosfat dari sampel tanah disekitar perakaran tanaman cabai merah di Kabupaten Timor Tengah Utara TTU diperoleh 20 isolat..