• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIAPAN MENIKAH ISTRI DAN PERKEMBANGAN ANAK PADA KELUARGA DENGAN ISTRI YANG MENIKAH MUDA DAN DEWASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KESIAPAN MENIKAH ISTRI DAN PERKEMBANGAN ANAK PADA KELUARGA DENGAN ISTRI YANG MENIKAH MUDA DAN DEWASA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KESIAPAN MENIKAH ISTRI DAN PERKEMBANGAN ANAK PADA KELUARGA DENGAN ISTRI YANG MENIKAH MUDA

DAN DEWASA

Marital Readiness Of Wife And Child Development Aged 3-5 Years Within Family Whose Wife Married At Young And Adult

Nurlita Tsania, Euis Sunarti, Diah Krisnatuti ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, kesiapan menikah istri dan perkembangan anak usia 3-5 tahun pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa. Desain penelitian yang digunakan adalah retrospective study dan cross sectional pada 120 contoh dari keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa yang baru memiliki anak pertama berusia 3-5 tahun. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada beberapa karakteristik keluarga seperti jarak usia antara suami dan istri dan kejadian kehamilan yang tidak diinginkan. Satu dari empat wanita yang menikah muda memiliki riwayat kehamilan di luar nikah. Tingkat kesiapan menikah pada istri yang menikah muda lebih rendah dibandingkan dengan kesiapan menikah istri yang menikah di usia dewasa. Perbedaan nyata tersebut terdapat pada dimensi kesiapan sosial, emosi dan moral. Perkembangan anak tidak berbeda nyata antara kedua kelompok, namun secara keseluruhan perkembangan anak pada keluarga dengan istri yang menikah muda terkategori sedang dan pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa terkategori baik. Berdasarkan penelitian ini diharapkan institusi pemberdayaan keluarga lebih gencar dalam mensosialisasikan aspek kesiapan menikah, usia ideal menikah, kesehatan reproduksi remaja, dan perkembangan anak kepada para remaja ditingkat sekolah menengah atas maupun perguruan tinggi.

Kata kunci: kesiapan menikah, perkembangan anak, menikah muda ABSTRACT

This study aimed to analyze the differences family characteristics, marital readiness of wife and development of children aged 3-5 years in a family with a wife who married young and adult. The design of study was retrospective and cross-sectional on a sample of 120 families with a wife who married young and adult who recently had her first child aged 3-5 years. The results showed there were significant differences in some family characteristics such as age gap between husband and wife and the incidence of unwanted pregnancies. 1 in 4 women who married young had a history of pregnancy out of wedlock. Marital readiness of wife who married young is lower than wife who married in adulthood. . There is a noticeable difference in the dimension of social, emotional and moral readiness of wife. Child development was not significantly different between two groups, but overall child development in family with mom married at young was in middle categorized and the other group (married at adult) was in

(2)

high categorized. According to this study is expected to family empowerment institution to be more frequent in socialization ascpect of marital readiness, ideal age of marriage, reproduction health, and child development for adolcesent in senior high school and university.

Keywords: marital readiness, child development, early marriage

PENDAHULUAN

Sebesar 1,62 persen anak perempuan berusia 10-17 tahun di Indonesia berstatus kawin dan pernah kawin. Sebagian kecil dari jumlah tersebut, 1,54 persen diantaranya berstatus kawin dan 0,08 persen berstatus cerai (cerai hidup dan cerai mati) (BPS 2011). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, karena dalam usia yang sangat muda anak-anak tersebut sudah mengalami perceraian baik cerai hidup maupun cerai mati (KPP dan PA 2012). Selain itu, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyebutkan angka fertilitas remaja pada kelompok usia 15-19 tahun mencapai 48 dari 1.000 kehamilan. Angka rata-rata itu jauh lebih tinggi dibandingkan temuan SDKI 2007 yaitu 35 dari 1.000 kehamilan. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang masih berusia muda justru meningkat.

Keutuhan perkawinan harus selalu dijaga, pasangan calon suami istri harus mempunyai bekal yang cukup agar siap dan mampu menghadapi segala kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga (Arjoso 1996), salah satunya adalah faktor usia. Keadaan perkawinan antara seseorang yang menikah pada usia yang belum matang dengan seseorang yang usia sudah matang, akan menghasilkan kondisi rumah tangga yang berbeda. Emosi, pikiran dan perasaan seseorang di bawah usia masih labil, sehingga tidak bisa mensikapi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam rumah tangga dengan dewasa, melainkan dengan sikap yang lebih menonjolkan arogansi yaitu sifat yang mementingkan egonya masing-masing. Dampak dari menikah dini lainnya adalah akan sulit memperoleh keturunan yang berkualitas, abortus, perceraian, tidak ada kesiapan untuk berkeluarga, tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan (Maryanti dan Septikasari 2009; Munir 2003; KPP dan PA 2012).

Memasuki jenjang pernikahan berarti calon pasangan harus siap dengan tugas dan peran baru yang tidak mudah utamanya dalam mengasuh anak. Kehadiran buah hati seringkali menimbulkan masalah tersendiri dalam sebuah keluarga baru apabila tidak ada penyesuaian yang baik antara suami dan istri, terlebih ketika pasangan tersebut belum memiliki kesiapan menikah yang baik. Pasangan harus memiliki cara yang disepakati bersama mengenai segala hal yang berhubungan dengan perencanaan yang berkaitan dengan anak dan cara pengasuhan (Fowers dan Olson 1989). Salah satu faktor penting dalam membuat keputusan untuk menikah dan penentu dalam kepuasan pernikahan adalah kesiapan menikah (Holman et al. 1997). Kesiapan menikah sangat penting untuk dipelajari karena hal ini merupakan dasar dalam membuat keputusan dengan siapa akan menikah, kapan harus menikah, kenapa harus menikah dan perilaku penundaan pernikahan (Larson dan Lamont 2005).

(3)

Penelitian yang mengkaji dampak pernikahan dini terhadap perkembangan anak sudah cukup banyak dilakukan di Negara-negara berkembang. Sekalipun demikian, penelitian ini mencoba untuk mengkaji perbedaan tingkat kesiapan menikah istri dan perkembangan anak pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa di wilayah perkotaan yang masih cukup jarang dikaji. Wilayah perkotaan yang identik dengan kemajuan di bidang pendidikan, ekonomi dan sosial nyatanya berdasarkan SDKI (2012) menunjukkan peningkatan jumlah wanita menikah berusia 15-19 tahun menjadi 32 persen dari 26 persen pada tahun 2007. Hal ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di pedesaan, dimana pada tahun 2012 angka pernikahan dini menurun menjadi 58 persen dibandingkan lima tahun sebelumnya yang mencapai angka 61 persen. Oleh karena itu, penelitian ini akan dilakukan di Kota Depok, Jawa Barat yang menunjukkan tingginya angka perceraian pada kelompok wanita usia umur 20-24 tahun yaitu sebesar 3,30. Diperkirakan, tingginya angka perceraian perempuan berumur muda tersebut karena ketidaksiapan mereka dalam menjalani perkawinan (BPS 2010).

TUJUAN PENELITIAN

Menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, kesiapan menikah istri dan perkembangan anak usia 3-5 tahun pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa.

MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran akan tingkat kesiapan menikah istri yang menikah muda dan dewasa di wilayah perkotaan. Penelitian ini dapat dijadikan landasan agar program sosialisasi pendewasaan usia perkawinan lebih detail meningkatkan aspek kesiapan menikah yang relatif masih rendah di beberapa wilayah. Selain itu, remaja juga bisa belajar untuk semakin mantap mempersiapkan diri sebelum memutuskan untuk menikah karena konsekuensi menikah tanpa persiapan akan berdampak juga pada perkembangan anak. Sebagai orang tua juga diharapkan semakin peka akan aspek-aspek yang perlu diajarkan kepada buah hati agar semakin siap ketika berencana akan menikah.

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu dan retrospective study, yaitu penggalian informasi di masa lalu. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu di Kelurahan Ratu Jaya dan Kelurahan Bojong Pondok Terong, Kecamatan Cipayung, Kota Depok. Pengumpulan data primer dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2014.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anak pertama usia 3-5 tahun yang dikelompokkan menjadi dua yaitu:

(4)

(1) keluarga dengan istri yang menikah usia muda (2) keluarga dengan istri yang menikah usia dewasa

Responden Penelitian ini adalah ibu. Responden tinggal di kawasan kelurahan Bojong Pondok Terong dan Ratu Jaya, Kecamatan Cipayung. Pada kelurahan Bojong Pondok Terong dipilih 9 RW, sedangkan kelurahan Ratu Jaya di pilih 7 RW secara purposive. Pemilihan RW tersebut didasarkan atas data jumlah keluarga muda terbanyak yang diperoleh berdasarkan Data Kependudukan Kelurahan. Jumlah contoh dalam penelitian ini sebanyak 120 keluarga. Pengambilan contoh dilakukan secara stratified nonproportional random sampling dengan membedakan dua strata contoh yang menikah muda dan dewasa dengan masing-masing kelompok berjumlah 60 orang. Pembedaan ini didasarkan usia ideal bagi wanita menikah program Pendewasaan Usia Perkawinan BKKBN. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data kependudukan dan data monografi lokasi penelitian yang diperoleh dari Kantor Kelurahan dan Kecamatan setempat. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner yang meliputi karakteristik sosial-demografi keluarga (usia menikah, usia dan tingkat pendidikan, lama menikah, lama pacaran dan kehamilan di luar nikah) dan karakteristik ekonomi keluarga (pekerjaan dan pendapatan); kesiapan menikah istri; dan perkembangan anak (motorik kasar, motorik halus, bahasa pasif, bahasa aktif, kognitif, kemandirian dan kemampuan sosial).

Kesiapan menikah terdiri dari tujuh aspek yaitu kesiapan intelektual, moral, emosi, sosial, individu, finansial, dan mental. Instrumen ini merupakan hasil modifikasi Sunarti et al. (2012) yang dikembangkan dari indikator Personal Value Scale (Scott 1965) untuk kesiapan intelektual; Goleman (2007) untuk kesiapan emosi dan sosial; dan Rapaport dalam Duvall (1971) untuk indikator kesiapan individu, finansial dan mental. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kesiapan menikah telah reliable dengan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,671. Perkembangan anak diukur dengan menggunakan instrumen Bina Keluarga Balita (BKB) dari BKKBN dengan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,813.

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik keluarga (usia suami istri, usia menikah suami dan istri, jarak usia antara suami dan istri, lama menikah, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan perkapita), karakteristik anak (jenis kelamin dan usia anak), kesiapan menikah istri dan perkembangan anak.

2. Uji beda digunakan untuk melihat perbedaan karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesiapan menikah istri dan perkembangan anak pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa. Uji beda dilakukan menggunakan Independent Sample T-test.

(5)

HASIL PENELITIAN Karakteristik Keluarga

Di tinjau dari segi pendidikan, hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara lama pendidikan suami dan istri pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa. Rata-rata lama pendidikan suami pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa mencapai 11 tahun sedangkan lama pendidikan suami pada keluarga dengan istri yang menikah muda berada dibawahnya. Lama pendidikan istri pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa lebih lama dibandingkan yang menikah muda.

Tabel 5 Sebaran rata-rata dan uji beda berdasarkan karakteristik keluarga KARAKTERISTIK

KELUARGA

USIA MENIKAH P-VALUE

Muda Dewasa

Rata-rata Rata-rata

Pendapatan Perkapita (Rp/bln) Rp. 782.667 Rp. 796.500 0,879 Jarak Usia Suami Dan Istri (tahun) 5,6 3,8 0,020*

Lama pendidikan suami (tahun) 10,6 10,9 0,375

Lama pendidikan istri (tahun) 9,8 10,5 0,153

Usia suami (tahun) 30,1 33,6 0,001**

Usia istri (tahun) 24,5 29,9 0,000**

Usia suami dan usia istri berbeda secara nyata pada kedua kelompok penelitian. Rata-rata usia suami pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa lebih tua (34 tahun) dibandingkan rata-rata usia suami pada keluarga dengan istri yang menikah muda (30 tahun). Hal yang sama juga terlihat pada karakteristik istri yang menunjukkan rata-rata usia istri lebih tua pada keluarga dengan istri yang menikah di usia dewasa. Selain itu, jarak usia suami istri antara kedua kelompok penelitian ini pun berbeda secara nyata (p=0,020). Rata-rata jarak usia antara suami dan istri pada keluarga dengan istri yang menikah muda ternyata jauh lebih besar hampir mencapai enam tahun dibandingkan pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa yaitu hanya sekitar empat tahun. Rata-rata pendapatan perkapita antara keluarga dengan istri yang menikah muda lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pendapatan perkapita keluarga dengan istri yang menikah dewasa yaitu masih dibawah Rp. 800.000, sekalipun tidak berbeda nyata (Tabel 5).

Pekerjaan Suami dan istri

Pekerjaan suami pada kedua kelompok penelitian cukup variatif. Pada keluarga dengan istri yang menikah muda, jenis pekerjaan suami terbanyak berprofesi sebagai wiraswasta, buruh, dan karyawan. Sedangkan pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa, jenis pekerjaan suami terbanyak berprofesi sebagai karyawan, wiraswasta, dan buruh. Sebagian besar istri baik pada keluarga dengan istri yang menikah muda ataupun dewasa berprofesi sebagai ibu rumah

(6)

tangga. Sisanya ada yang berprofesi sebagai guru, wiraswasta, karyawan dan pembantu rumah tangga.

Kehamilan di Luar Nikah

Tabel 6 menunjukkan perbedaan nyata (p=0,007) terhadap jumlah kejadian kehamilan di luar nikah pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa alasan istri menikah muda dapat disebabkan karena sudah terjadi kehamilan sebelum menikah.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan kehamilan di luar nikah Kehamilan di

luar nikah

Usia Menikah Istri Total

Muda (%) Dewasa (%) %

Tidak 78,3 95,0 86,7

Iya 21,7 5,0 13,3

Median ± std 0,22 ± 0,41 0,05 ± 0,22 0,13 ± 0,34

P-value 0,007**

Median kejadian kehamilan di luar nikah pada keluarga dengan istri yang menikah muda sebesar 0,22. Hal ini berarti ada satu dari empat istri yang menikah muda telah hamil terlebih dahulu sebelum menikah. Pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa, kejadian kehamilan di luar nikah lebih rendah (0,05) dibandingkan pada keluarga dengan istri yang menikah muda. Hal ini berarti ada satu dari dua puluh istri yang menikah di usia dewasa memiliki riwayat kehamilan di luar nikah.

Karakteristik Anak Usia Anak

Tabel 7 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara usia anak pada kedua kelompok penelitian. Rata-rata usia anak pada keluarga dengan istri yang menikah muda hampir berusia dua tahun sedangkan pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa adalah lebih dari dua tahun. Secara keseluruhan, rata-rata usia anak adalah 47,88 bulan.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan usia anak (bulan)

Usia Anak Usia menikah istri Total

Muda (%) Dewasa (%) %

Usia 3-4 tahun 56,7 50,0 53,3

Usia 4-5 tahun 43,3 50,0 46,7

Rata-rata ± std 47,28 ± 8,42 48,48 ± 8,18 47,88 ± 8,29

Min - maks 36-67 bulan

(7)

Jenis Kelamin Anak

Secara keseluruhan, jumlah anak yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan yang berjenis kelamin laki-laki. Pada keluarga dengan istri yang menikah muda muda jumlah anak yang berjenis kelamin perempuan juga lebih banyak dibandingkan yang berjenis kelamin laki-laki, sedangkan pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa, jumlah anak sama untuk jenis kelamin perempuan dan laki-laki.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin anak Jenis Kelamin

Anak

Usia Menikah Istri Total

Muda (%) Dewasa (%) %

Laki-laki 48,3 50,0 49,2

Perempuan 51,7 50,0 50,8

Kesiapan Menikah

Kesiapan menikah terdiri dari tujuh aspek kesiapan yang terdiri dari kesiapan intelektual, sosial, emosi, moral, individu, finansial dan mental. Kesiapan menikah menjadi indikator kesuksesan sebuah keluarga. Tabel 9 menunjukkan rata-rata pencapaian kesiapan menikah antara keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p=0,010) rata-rata pencapaian kesiapan menikah antara kedua kelompok penelitian. Rata-rata pencapaian kesiapan menikah pada keluarga dengan istri yang menikah muda lebih rendah (63 persen) dibandingkan dengan pencapaian kesiapan menikah pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa (67 persen). Selain itu, hal ini sekaligus memperlihatkan bahwa tingkat kesiapan menikah istri di kedua kelompok masih relatif rendah karena pencapaiannya masih dibawah 70 persen.

Tabel 9 Sebaran rata-rata pencapaian kesiapan menikah istri

Kesiapan menikah Usia menikah istri P-value

Muda Dewasa Kesiapan intelektual 48,6 49,9 0,742 Kesiapan sosial 73,3 82,6 0,002** Kesiapan emosi 62,8 68,3 0,032* Kesiapan moral 71,5 78,8 0,008** Kesiapan individu 65,8 68,3 0,393 Kesiapan finansial 45,6 52,9 0,061 Kesiapan mental 71,1 68,9 0,691

Kesiapan menikah istri 62,7 67,1 0,010*

Aspek kesiapan menikah yang memperlihatkan perbedaan nyata antara kedua kelompok penelitian diantaranya aspek kesiapan sosial, emosi dan moral. Hal ini menunjukkan bahwa kesiapan sosial, emosi dan moral istri yang menikah pada usia dewasa lebih baik dibandingkan dengan istri yang menikah muda

(8)

sedangkan untuk aspek kesiapan intelektual, individu, finansial dan mental tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kedua kelompok penelitian.

Kesiapan Intelektual

Terdapat enam item pernyataan untuk mengukur kesiapan intelektual. Secara umum, istri yang menikah muda dan dewasa pada penelitian ini memiliki kesiapan intelektual yang tergolong rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa memiliki nilai pencapaian yang rendah untuk mengikuti perkumpulan budaya, membaca buku ilmu pengetahuan, mengikuti peristiwa yang menggemparkan dunia dan perkembangan dunia politik. Keseluruhan pencapaian untuk item pernyataan tersebut masih dibawah 50 persen. Kesiapan intelektual seperti memiliki rasa ingin tahu dan mencari berita terbaru pada kedua kelompok penelitian ini, nilai pencapaiannya sudah lebih dari 50 persen. Rasa ingin tahu justru lebih tinggi pada contoh yang menikah muda yaitu sebesar 73 persen sedangkan pada contoh yang menikah dewasa sebesar 70 persen (Tabel 10) walaupun tidak berbeda secara nyata.

Tabel 10 Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan intelektual istri

Kesiapan Sosial

Kesiapan sosial diukur dengan tujuh item pernyataan. Dari ketujuh item pernyataan kesiapan sosial, keseluruhan responden dari kedua kelompok memiliki pencapaian yang lebih dari 50 persen. Hanya satu item dimana terdapat perbedaan yang cukup nyata diantara kedua kelompok penelitian ini yaitu item “sudah cukup umur untuk menikah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menikah muda menyatakan mereka sudah cukup umur ketika menikah sebesar 50 persen dan sisanya sebesar 50 persen lagi menyatakan bahwa sesungguhnya ketika menikah mereka belum cukup umur. Hal ini berarti setengah dari keseluruhan responden yang menikah muda menyadari bahwa sesungguhnya mereka belum cukup siap dalam hal usia ketika menikah.

Kesiapan Intelektual Muda Dewasa P-value

48,6 50 0,742

Memiliki rasa keingintahuan yang tinggi untuk mendalami suatu hal

73,3 70,0 0,688

Mengikuti perkumpulan budaya sebagai upaya untuk melestarikan budaya

20,0 11,7 0,215

Mencari berita untuk mendapatkan berita terbaru 86,7 88,3 0,785

Membaca buku mengenai ilmu pengetahuan 40,0 50,0 0,275

Akan mengikuti peristiwa yang menggemparkan dunia, saya akan mengikuti kejadian tersebut hingga selesai

45,0 45,0 1,000

(9)

Tabel 11 Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan sosial istri

Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa istri yang menikah dewasa lebih suka menarik diri dari lingkungan baru dibandingkan istri yang menikah muda. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan perbedaan yang nyata (p=0,002) terhadap kesiapan sosial antara istri yang menikah muda dan dewasa. Hal ini menyatakan bahwa kesiapan sosial pada istri yang menikah dewasa memiliki kesiapan sosial yang lebih baik dibandingkan dengan istri yang menikah di usia muda (Tabel 11).

Kesiapan Emosi

Terdapat sepuluh item pernyataan yang digunakan untuk mengukur kesiapan emosi. Dari sepuluh item pernyataan tersebut, delapan item pernyataan memiliki pencapaian yang lebih dari 60 persen pada kedua kelompok penelitian.

Tabel 12 Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan emosi istri

Kesiapan sosial Muda Dewasa P-value 73,3 82,6 0,002**

Sudah cukup umur untuk menikah 50,0 95,0 0,000**

Kurang cepat dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut

35,0 26,7 0,327

Lebih suka menarik diri dari lingkungan baru 6,7 20,0 0,032*

Menyapa duluan saat ada tetangga baru 86,7 86,7 1,000

Mengesampingkan kepentingan untuk mencapai kepentingan bersama

61,7 71,7 0,249

Melarang teman untuk bergaul dengan orang lain 10,0 6,7 0,513

Kesan pertama terhadap orang lain tercermin dari penampilan

33,3 21,7 0,155

Kesiapan emosi Muda Dewasa P-value 62,8 68,3 0,032*

Dikhianati oleh pasangan, tidak merasa kecewa 3,3 3,3 1,000

Tidak menggerutu saat marah 20,0 21,7 0,824

Jika pasangan diganggu oleh orang lain, maka tidak langsung menghampiri orang yang menganggu pasangan

60,0 83,3 0,004**

Tidak merokok jika stress 95,0 95,0 1,000

Mendapat dukungan dari keluarga disegala aktivitas 86,7 90,0 0,573

Dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu 68,3 75,0 0,422

Jika ada teman yang mengganggu pekerjaan, maka tidak akan menyuruhnya pergi

83,3 90,0 0,287

Tidak melempar barang dan berteriak jika merasa kesal dengan beban pekerjaan

75,0 83,3 0,265

Saat berbeda persepsi dengan teman, maka segera menyamakan persepsi kami

56,7 56,7 1,000

(10)

Dari sepuluh item pernyataan tersebut, delapan item pernyataan memiliki pencapaian yang lebih dari 60 persen pada kedua kelompok penelitian. Item lainnya yaitu ketika dikhianati pasangan tidak akan merasa kecewa dan tidak menggerutu ketika marah memiliki pencapaian yang tidak lebih dari 30 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden akan kecewa ketika dikhianati dan menggeruru ketika marah. Hal lainnya yang berbeda nyata antara kedua kelompok penelitian adalah pada istri yang menikah muda ketika menghadapi kasus dimana pasangan diganggu oleh orang lain, mereka lebih banyak yang akan langsung menghampiri orang yang telah mengganggu pasangan (40 persen) dibandingkan pada istri yang menikah dewasa (hanya sebesar 16,7 persen). Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan perbedaan yang nyata (p=0,032) terhadap kesiapan emosi antara istri yang menikah muda dan dewasa. Hal ini menyatakan bahwa kesiapan emosi pada istri yang menikah dewasa memiliki kesiapan emosi yang lebih baik dibandingkan dengan istri yang menikah di usia muda (Tabel 12).

Kesiapan Moral

Tabel 13 menunjukkan secara umum kesiapan moral istri yang menikah muda lebih rendah dibandingkan istri yang menikah dewasa (p=0,008). Lebih dari 50 persen responden yang menikah muda maupun yang menikah dewasa selalu menolong orang lain meskipun orang tersebut tidak menyukai mereka, tidak akan mencela orang lain, selalu memikirkan perasaaan orang lain, selalu berkata jujur kepada semua orang, dapat mengontrol perasaannya, tidak pernah mengambil barang orang lain, tidak pernah melakukan bullying kepada junior dan tidak pula suka membeberkan rahasia orang lain. Selain itu, terdapat lebih dari 50 persen contoh dikedua kelompok penelitian yang pernah menyontek.

Tabel 13 Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan moral istri

Kesiapan moral Muda Dewasa P-value 71,5 78,8 0,008** Selalu menolong orang lain meskipun orang tersebut

tidak menyukai

76,7 88,3 0,094

Saat ada orang yang dicela, tidak akan ikut mencelanya 70,0 83,3 0,086

Memikirkan perasaan orang lain 90,00 90,0 1,000

Tidak pernah menyontek saat ujian 63,3 60,0 0,710

Selalu berkata jujur kepada semua orang 56,7 71,7 0,088

Dapat menyembunyikan perasaan saat senang maupun sedih

46,7 65,0 0,044*

Saat teman terlibat dalam suatu masalah yang di ketahui tidak akan menceritakan masalah tersebut sejauh pengetahuan akan masalah tersebut dan tetap akan menceritakan apa yang di ketahui

65,0 68,3 0,701

Tidak pernah mengambil barang orang 98,3 95,0 0,314

Tidak suka menggunakan barang orang tanpa izin 91,7 93,3 0,732

Tidak pernah melakukan bulliying terhadap junior 86,7 93,3 0,227

(11)

Kesiapan Individu

Kesiapan individu diantaranya dilihat dari aspek telah mengenal pasangan dengan baik sebelum menikah hingga telah memiliki pengetahuan tentang perkembangan anak. Hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 14 menunjukkan bahwa tak lebih dari 27 persen pada istri yang menikah muda dan 35 persen pada istri yang menikah dewasa yang telah hidup mandiri sebelum menikah. Sebagian besar dari mereka masih hidup bersama-sama dengan orang tua sebelum menikah. Selain itu, tak lebih dari 40 persen dari istri yang menikah muda dan dewasa yang menyatakan bahwa mereka telah memeriksakan kesehatan reproduksinya sebelum menikah. Hal ini menunjukkan jumlah yang cukup rendah, mengingat pemeriksaan kesehatan pranikah adalah penting untuk dilakukan.

Tabel 14 Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan individu istri

Kesiapan Mental

Tabel 15 menunjukkan bahwa kesiapan mental pada istri yang menikah muda mencapai 71 persen sedangkan pada istri yang menikah dewasa sekitar 69 persen. Lebih dari 50 persen istri yang menikah muda maupun yang menikah di usia dewasa telah menyiapkan diri untuk hidup dalam keterbatasan setelah menikah, telah memikirkan bagaimana cara membagi penghasilan yang didapatkannya, telah memikirkan jika kehidupan keluarganya tidak seperti yang

Kesiapan individu Muda Dewasa P-value

66,8 70,3 0,393 Sebagai satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga

besar

15,0 15,0 1,000

Pasangan yang sudah dipilih merupakan pasangan yang seperti diharapkan

86,7 86,7 1,000

Sudah memiliki waktu yang cukup untuk mengenal pasangan

91,7 93,3 0,732

Sudah merasa mengenal pasangan dengan baik sebelum menikah

83,3 88,3 0,436

Memiliki pengetahuan tentang berkeluarga 70,0 76,7 0,413

Memiliki pengetahuan mengenai cara menstimulasi anak dengan benar

61,7 70,0 0,340

Memiliki pengetahuan tentang perkembangan anak 66,7 70,0 0,698

Anda akan mengurangi kesenangan pribadi setelah menikah

78,3 86,7 0,233

Membiasakan diri untuk melakukan pekerjaan rumah tangga

93,3 98,3 0,253

Memeriksakan kesehatan reproduksi sebelum menikah

36,7 38,3 0,852

Sebelum menikah, pasangan telah membicarakan mengenai jumlah anak yang diinginkan

61,7 51,67 0,273

Sebelum menikah telah hidup mandiri 26,7 35,0 0,327

Memiliki keyakinan akan mendapatkan pekerjaan yang layak karena keterampilan yang dimiliki

(12)

diharapkan, juga telah menyiapkan diri untuk kemungkinan hubungan yang kurang baik dengan mertua maupun ketika pasangan melakukan perilaku yang kurang sesuai selama pernikahan dan memiliki anak yang tidak sesuai harapan. Hasil uji beda menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata antara kedua kelompok penelitian pada aspek kesiapan mental.

Tabel 15 Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan mental istri

Kesiapan Finansial

Kesiapan finansial diukur dengan delapan item pernyataan. Lebih dari 50 persen contoh pada kedua kelompok penelitian telah memiliki pekerjaan tetap, memiliki investasi emas, memiliki pengetahuan cara mengelola uang dan memiliki jejaring yang banyak sebelum menikah.

Tabel 16 Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan finansial istri

Namun, pada aspek memiliki tabungan, rumah sendiri, memiliki kendaraan sendiri dan memiliki pendapatan sampingan pada kedua kelompok penelitian menunjukkan jumlah pencapaian yang masih dibawah 50 persen.

Kesiapan Mental Muda Dewasa P-value

71,1 68,9 0,691 Telah menyiapkan diri untuk hidup dalam keterbatasan

setelah menikah

76,7 68,3 0,311

Telah memikirkan bagaimana cara membagi penghasilan yang didapatkannya untuk dirinya, keluarganya, juga untuk keluarga besar

80,0 83,3 0,640

Telah memikirkan jika kehidupan keluarganya tidak seperti yang diharapkan

81,7 70,0 0,138

Telah menyiapkan diri untuk kemungkinan hubungan yang kurang baik dengan

mertua (misalnya mendapatkan sindiran)

65,0 61,7 0,708

Telah menyiapkan diri jika

pasangan melakukan perilaku yang tidak sesuai selama pernikahan

71,7 68,3 0,693

Telah menyiapkan diri jika memiliki anak tidak seperti yang diharapkan

51,7 61,7 0,273

Kesiapan finansial

Muda Dewasa P-value

45,2 52,9 0,061

Sebelum menikah memiliki pekerjaan tetap 58,3 75,0 0,053

Sebelum menikah sudah memiliki rumah sendiri 10,0 5,0 0,302

Sebelum menikah memiliki tabungan 38,3 48,3 0,273

Sebelum menikah memiliki investasi emas atau perhiasan

56,7 65,0 0,370

Sebelum menikah sudah memiliki kendaraan sendiri 21,7 26,7 0,526

Memiliki pengetahuan cara mengelola keuangan 55,0 68,3 0,135

Memiliki jejaring yang banyak 85,0 90,0 0,412

(13)

Artinya masih sangat terbatas, istri yang telah memiliki rumah, kendaraan dan pendapatan sampingan sebelum menikah (Tabel 16). Tabel 16 menunjukkan bahwa secara umum kesiapan finansial masih relatif rendah pada kedua kelompok penelitian yaitu masih kurang dari 60 persen. Hal ini menunjukkan kesiapan finansial masih menjadi masalah baik pada istri yang menikah muda maupun dewasa.

Kesiapan Menikah

Secara keseluruhan, pada kedua kelompok penelitian, kesiapan menikah istri mayoritas terkategori sedang (di atas 60 persen). Tak sedikit juga dari contoh yang kesiapan menikah mereka terkategori rendah. Hanya sebagian kecil saja yang sudah terkategori baik atau tinggi.

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kategori kesiapan menikah

Kesiapan Menikah Usia Menikah Istri Total

Muda (%) Dewasa (%) % Rendah (0-60%) 38,3 21,7 30,0 Sedang (60-80%) 60,0 71,7 65,8 Tinggi (80-100%) 1,7 6,7 4,2 Rata-rata ± std 62,68 ± 9,46 67,12 ± 9,18 64,90 ± 9,55 Min - maks 39,98-84,75 P-value 0,010** Perkembangan Anak

Perkembangan anak dalam penelitian ini dilihat dalam beberapa dimensi perkembangan yaitu motorik (kasar dan halus), bahasa (aktif dan pasif), kecerdasan, kemandirian dan sosial. Tabel 18 menunjukkan bahwa anak dari kedua kelompok penelitian telah mencapai lebih dari 50 persen tugas perkembangan anak. Pencapaian tertinggi terdapat pada perkembangan kemampuan sosial anak. Rata-rata pencapaian kemampuan sosial anak pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan keluarga dengan istri yang menikah di usia dewasa sudah lebih dari 90 persen.

Tabel 18 Sebaran rata-rata perkembangan anak menurut dimensi perkembangan

Perkembangan Anak

Usia Menikah Istri P-value

Muda Rata-rata ± SD Dewasa Rata-rata ± SD Motorik 73,5 ± 21,0 76,9 ± 19,2 0,350 Komunikasi 82,3 ± 19,3 86,5 ± 14,7 0,187 Kecerdasan 75,1 ± 24,6 81,8 ± 16,9 0,082 Kemandirian 57,1 ± 34,2 59,6 ± 33,5 0,687 Sosial 91,1 ± 20,2 94,4 ± 13,9 0,296 Total 76,3 ± 14,3 80,8 ± 12,03 0,071

Selain itu, rata-rata pencapaian terendah ada pada dimensi kemandirian, tak lebih dari 60 persen anak pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan

(14)

dewasa yang mampu memenuhi dimensi kemandirian. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak pada keluarga dengan istri yang menikah muda lebih banyak yang memiliki perkembangan dengan kategori sedang (sekitar 52 persen). Anak pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa sebagian besar (55 persen) memiliki perkembangan dengan kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang menikah pada usia dewasa mayoritas memiliki anak dengan perkembangan baik (Tabel 19).

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan perkembangan anak Perkembangan

Anak

Usia Menikah Istri Total

Muda (%) Dewasa (%) % Rendah (0-60%) 10,0 8,3 9,2 Sedang (60-80%) 51,7 36,7 44,2 Tinggi (80-100%) 38,3 55,0 46,7 Min - maks 28,57-100 PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa kesiapan menikah istri yang menikah muda lebih rendah dibandingkan istri yang menikah pada usia dewasa. Istri yang menikah muda adalah istri yang menikah dibawah usia 21 tahun. Batasan usia ini didasarkan atas rekomendasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang menetapkan batas ideal menikah bagi perempuan adalah diatas 20 tahun (BKKBN 2008). Hasil penelitian ini semakin menguatkan bahwa wanita berusia dibawah 21 tahun hendaknya menunda pernikahan hingga usia yang lebih dewasa dikarenakan kesiapan menikah yang relatif masih rendah.

Seorang individu yang masih muda pada umumnya masih belum memiliki kriteria kesiapan untuk menikah. Beberapa penelitian menunjukkan pernikahan pada saat remaja diketahui lebih rentan terhadap perpisahan dan perceraian dibandingkan mereka yang lebih dewasa karena ketidaksiapan mereka untuk menikah. Selain itu, pernikahan dini juga akan membatasi otonomi seseorang, seringkali menghambat pencapaian pendidikan, membatasi kesempatan pekerjaan maupun keamanan secara finansial, seringkali belum memiliki kedewasaan yang dibutuhkan untuk membesarkan anak, mengurangi kemampuan ibu dalam mengasuh anak dengan baik, kemungkinan untuk mengulangi kehamilan, jarang melakukan konsultasi kesehatan selama hamil, tidak memiliki rumah sendiri (Duvall 1971; National Human Services Assembly 2013; Guilbert 2013; Fears 2014; Isaranurug et al. 2006; Mulyana dan Ridwan 2009; Fadlyana dan Larasaty 2009).

Perbedaan nyata antara kesiapan menikah istri yang menikah muda dengan dewasa ternyata tidak konsisten dengan hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata atas perkembangan anak pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa. Perkembangan anak pada kedua kelompok penelitian relatif sama dan tergolong baik. Hal ini bertentangan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa perkembangan anak dari ibu yang menikah muda akan lebih rendah dibandingkan ibu yang menikah pada usia yang lebih dewasa. Anak-anak yang terlahir dari ibu yang masih remaja cenderung untuk memiliki berat badan lahir rendah, prematur, mengalami kematian di usia balita, memiliki

(15)

indikator kesehatan dan sosial yang rendah, skor kemampuan bahasa yang lebih rendah dan masalah dalam perilaku (Fears 2014; Isaranurug et al. 2006; Dilworth 2006; Logsdon and Koniak-Griffin 2004; Spencer 2001).

Rendahnya kemampuan dan perkembangan anak pada keluarga dengan istri yang menikah muda dapat disebabkan karena remaja yang sudah menjadi ibu belum siap dan merasa tertekan dengan banyaknya tanggungjawab yang harus mereka jalankan sehingga mengabaikan fungsi pengasuhan. Beberapa penelitian menunjukkan banyaknya tanggung jawab dan kehamilan pada usia muda menjadi faktor risiko terjadinya depresi pada remaja yang menikah muda (Ahmed et al. 2013). Remaja yang sudah mengalami kehamilan atau bersiap menjadi ibu muda diketahui tiga kali lebih berisiko memiliki gaya insecure attachment seperti kemarahan dan ketakutan dibandingkan mereka yang lebih dewasa ketika hamil. Insecure attachment adalah faktor risiko terhadap depresi baik ketika hamil maupun sesudah anak lahir (Fugueiredo et al. 2006). Pernikahan di usia muda akan mengurangi kemampuan ibu dalam mengasuh anak dengan baik (National Human Services Assembly 2013; Guilbert 2013).

Tidak adanya perbedaan tingkat perkembangan anak pada keluarga dengan ibu yang menikah muda dan dewasa dapat disebabkan karena variabel usia anak, tingkat pendidikan ibu dan pendapatan perkapita pada kedua kelompok penelitian sama-sama baik (tidak berbeda nyata). Perkembangan anak disebabkan oleh banyak faktor, tidak semata dipengaruhi oleh usia ibu saat menikah namun dipengaruhi oleh kondisi sosiodemografi, pengasuhan, stimulasi kedua orang tua, pendidikan ibu, dukungan keluarga besar dsb (Dewanggi et al. 2012; Hastuti et al. 2011; Hastuti 2009; Hastuti et al. 2010; Latifah et al. 2009).

Dalam penelitian ini, sekalipun usia menikah ibu muda namun karena pendidikan ibu relatif baik, usia anak juga terus bertambah, suami dan keluarga besar memberikan dukungan kepada ibu dalam pengasuhan maka perkembangan anak dapat menjadi baik pula. Gueorgueiva et al. 2001 menunjukkan hal yang sejalan bahwa masalah yang timbul pada anak-anak dari ibu yang remaja bukan hanya disebabkan oleh usia ibu yang masih muda namun dipengaruhi oleh beberapa faktor sosiodemografi lainnya. Tidak adanya perbedaan yang cukup signifikan pada perkembangan anak diketahui karena ibu (baik yang menikah muda maupun dewasa) sama-sama memiliki pengetahuan dan pengalaman membesarkan dan mengasuh anak yang relatif sama, perbedaan yang terjadi lebih karena dukungan dari lingkungan sekitar anak yang berbeda-beda (Lemonda et al.; Sanders dan Morawska 2008; Dilworth 2006). Dukungan dari keluarga memiliki pengaruh positif yang kuat pada ibu yang menikah pada usia muda. Nenek bisa menjadi pengganti peran ibu ketika ibu masih berusia muda dan belum berpengalaman dalam mengasuh anak (Keys 2008).

Penelitian ini menunjukkan terdapat satu dari empat istri yang menikah di usia muda memiliki riwayat kehamilan di luar nikah. Penelitian ini semakin menguatkan bahwa salah satu penyebab tingginya pernikahan dini di perkotaan diakibatkan kehamilan diluar nikah. Kehamilan di luar nikah merupakan akibat dari perilaku seksual berisiko pranikah. Dorongan seksual yang tidak terkontrol dengan baik, khususnya pada masa remaja, dapat mendorong terjadinya perilaku seks bebas yang dapat menyebabkan kehamilan (Fatimah dan Cahyono 2013). Remaja hamil yang menikah dalam kondisi sudah hamil terlebih dahulu belum memiliki persiapan yang baik untuk menjalani perkawinan (Ngantung et al. 2012).

(16)

Pada remaja yang hamil di luar nikah mengalami sebuah kecemasan terhadap nasib masa depan janin yang ada di dalam kandungannya (Uyun dan Saputra 2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah diantaranya gaya hidup, tempat tinggal dan ketidakharmonisan keluarga (Sarwono 2003; Banun dan Setyorogo 2013).

Hasil penelitian menunjukkan jarak usia antara suami dan istri pada keluarga dengan istri yang menikah muda lebih besar dibandingkan pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh UNICEF pada beberapa Negara di dunia yaitu perbedaan jarak usia antara suami dan istri memberikan implikasi kepada dinamika kekuatan dalam rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan pola umum pada wanita usia 20-24 yang memiliki suami lebih tua 5 tahun darinya akan cenderung untuk menikah sebelum usia 18 tahun (UNICEF 2005).

Kesiapan menikah yang relatif masih rendah pada kedua kelompok penelitian, terlebih pada istri yang menikah muda menunjukkan semakin diperlukannya peningkatan upaya pendewasaan usia perkawinan oleh berbagai institusi yang bergerak di bidang keluarga. Upaya pendewasaan usia perkawinan salah satunya bisa dilakukan dengan memberikan kemudahan akses pendidikan kepada remaja putra dan putri baik di pedesaan dan perkotaan. Pernikahan muda berhubungan dengan rendahnya pencapaian pendidikan. (Ahmed et al. 2013; Fears 2014; Isaranurug et al. 2006). Pendidikan lebih tinggi yang diterima perempuan akan menurunkan kecenderungan keinginan menikah pada usia muda. Meningkatkan akses terhadap pendidikan baik laki-laki dan juga perempuan akan mengurangi gender gaps pada pendidikan dan hal ini merupakan strategi penting untuk mengakhiri praktek pernikahan dini (UNICEF 2005). Selain itu, upaya sosialisasi berupa seminar, konseling maupun diskusi teman sebaya terkait kesiapan menikah sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan remaja akan pentingnya kesiapan menikah terhadap stabilitas perkawinan dan juga tumbuh kembang anak.

SIMPULAN

Secara umum, terdapat perbedaan nyata antara karakteristik keluarga dan tingkat kesiapan menikah istri pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa. Karakteristik keluarga yang berbeda nyata diantaranya jarak usia suami dan istri, usia suami, usia istri dan riwayat kehamilan di luar nikah. Jarak usia suami istri lebih besar pada keluarga dengan istri yang menikah muda dimana suami memiliki usia 5,6 tahun lebih tua dibandingkan istri sedangkan pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa hanya 3,8 tahun. Disamping itu, istri yang menikah muda memiliki riwayat kehamilan diluar nikah yang lebih besar dibandingkan istri yang menikah dewasa. Istri yang menikah pada usia dewasa memiliki kesiapan menikah yang lebih baik dibandingkan istri yang menikah muda. Kesiapan sosial, emosi dan moral istri yang menikah muda lebih rendah dibandingkan istri yang menikah dewasa. Perbedaan nyata terhadap kesiapan menikah istri pada kedua kelompok penelitian, ternyata tidak sama halnya dengan perkembangan anak. Perkembangan anak tidak berbeda nyata diantara kedua kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan anak tidak semata dipengaruhi oleh usia menikah ibu tapi juga oleh faktor sosiodemografi lainnya.

Gambar

Tabel 5  Sebaran rata-rata dan uji beda berdasarkan karakteristik keluarga
Tabel 8  Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin anak
Tabel 10 Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan intelektual istri
Tabel 12  Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan emosi istri
+4

Referensi

Dokumen terkait

Artinya, informan adalah penonton yang aktif, karena mereka tak hanya menikmati tayangan ini secara gamblang, tetapi juga mampu membaca makna dari teks yang disajikan pada acara

Berkatilah semua orang yang terlibat dalam perayaan Hari Orang Muda Katolik, berikanlah kami hari-hari yang cerah, sukacita dan penuh berkah, lindungilah persiapan, pelaksanaan

OM Berasal dari Kata AUM atau singkatan dari kata ANG UNG dan MANG yang merupakan aksara suci dari Tuhan yang Maha Esa dalam wujud Dewa Trimurti (Brahma = Ang, Wisnu = Ung, dan Siwa

public class tampilmateri3 extends AppCompatActivity { String mtrJson = "";.

[r]

kepala madrasah menunjuk perwakilannya untuk mengikuti kegiatan tersebut tanpa di pungut biaya. Demikian atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan

pada ujung beberapa buah yang tidak terselubungi.Namun dalam penelitian ini efektivitas penggunaan kantung plastik berukuran besar tampak tidak lebih baik daripada

Peningkatan kemampuan memberi penjelasan pada siswa kelas eksperimen terbukti secara signifikan lebih tinggi di banding kontrol, hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran