• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA TUDUNG KEPALA PRIA PADA BUSANA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT GORONTALO NURHAYATI DAWALI NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA TUDUNG KEPALA PRIA PADA BUSANA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT GORONTALO NURHAYATI DAWALI NIM :"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA TUDUNG KEPALA PRIA

PADA BUSANA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT

GORONTALO

JURNAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu pensyaratan dalam mengikuti Ujian Sarjana Pendidikan pada Program Studi S1 Pendidikan Teknik Kriya Fakultas Teknik

Oleh

NURHAYATI DAWALI

NIM : 544 409 029

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK KRIYA

PROGRAM STUDI SI PENDIDIKAN TEKNIK KRIYA

(2)
(3)

BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA TUDUNG KEPALA PRIA PADA BUSANA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT GORONTALO

Nurhayati Dawali, Yus Iryanto Abas, Noval S. Talani

Mahasiswa Teknik Kriya, Dosen Teknik Kriya, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Gorontalo

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data akurat mengenai bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria pada busana adat perkawinan masyarakat Gorontalo. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan metode deskriptif yaitu menguraikan secara utuh berbagai objek dari subjek yang diteliti. Subjek penelitian adalah bentuk, fungsi, dan makna tudung payungo dan paluwala. Objek penelitiannya adalah tudung payungo dan tudung paluwala. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis secara interaktif, melalui tahapan mereduksi data, menyajikan data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa: a) Bentuk tudung payungo meliputi bentuk dasar segi empat, segi tiga, buah bitila, rantai, buah padi dan bulan bintang. Sedangkan pada bentuk tudung paluwala meliputi bentuk segi tiga sama kaki, bulan sabit, daun

bitila, ular naga, bunga rose, dan rantai; b) Fungsi tudung payungo dan paluwala

selain memiliki fungsi secara umum sebagai tudung kepala pada saat akad nikah dan resepsi pernikahan juga memiliki fungsi seni, fungsi aksesoris, dan fungsi estetika; c) Makna tudung payungo terkandung pada empat warna adat daerah Gorontalo yang disebut tilabatayila yaitu warna merah, kuning, hijau, dan ungu juga pada bagian aksesoris. Sedangkan pada tudung paluwala maknanya pada warna hitam pembungkus tudung, dan juga pada bagian aksesoris; d) Perbedaan dan persamaan tudung payungo dan paluwala terdapat pada bentuk dasar, tambi’o, fungsi, dan makna dari setiap tudung payungo dan paluwala.

Kata kunci: Bentuk, Fungsi, Dan Makna Tudung Kepala Pria Payungo dan Paluwala.

PENDAHULUAN

Salah satu karya seni yang ada di Gorontalo adalah pakaian adat. Pakaian adat Gorontalo ada beberapa jenis di antaranya pakaian adat untuk aqikah, pakaian adat khitanan, molondalo, dan pakaian adat perkawinan. Untuk pakaian adat perkawinan ada dua macam yang dipakai pada dua prosesi yaitu prosesi akad nikah dan prosesi resepsi pernikahan. Pakaian adat perkawinan adalah salah satu contoh karya seni yang telah diwarisi secara turun temurun sehingga, telah menjadi budaya lokal masyarakat. Dalam melangsungkan perkawinan, pengantin pria dan wanita mengenakan pakaian adat dan bagi pengantin pria dilengkapi dengan tudung kepala. 2

(4)

Tudung kepala yang dipakai oleh pria ada dua bentuk yang dipakai berdasarkan dua prosesi adat perkawinan tudung kepala yaitu pria pada prosesi akad nikah dan tudung kepala pria pada prosesi resepsi pernikahan. Kedua tudung kepala pria yang dipakai pada dua prosesi yang berbeda itu memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda. Perbedaan bentuk dan fungsi dapat mendorong adanya makna yang berbeda pula. Meskipun terdapat perbedaan tidak menutup kemungkinan akan ada beberapa persamaan jika dilihat dari beberapa bentuk, fungsi, dan makna secara spesifik. Berdasarkan perbedaan dan persamaan bentuk dan fungsi tudung kepala pria secara spesifik maka masyarakat diharapkan mampu melihat dan membedakan, bentuk dan fungsi tudung kepala pria agar bisa menjaga kelestarian budaya daerah.

Dengan demikian penelitian tentang bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria yang merupakan bagian dari pakaian adat perkawinan masyarakat Gorontalo relevan dilaksanakan. Karena peneliti melihat bahwa kedua tudung tersebut memiliki keunikan-keunikan bentuk tudungnya maupun aksesoris yang digunakan disamping penggunaannya pada prosesi adat yang berbeda, yaitu prosesi akad nikah dan resepsi perkawinan.

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan “bagaimana bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria pada busana adat perkawinan Gorontalo?”

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui dan memahami bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria pada busana adat perkawinan masyarakat Gorontalo.

2. Menemukan perbedaan dan persamaan bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria pada busana adat perkawinan masyarakat Gorontalo.

PEMBAHASAN

Konsep Tudung Kepala

Dalam kamus bahasa Indonesia Partanto dan Yuwono (1994:495) “tudung” merupakan sesuatu yang dipakai untuk menutup bagian sebelah atas (kepala atau lubang). Pendapat lain juga dinyatakan oleh Hariana (2008: 87-88) dalam tesis yang berjudul “Busana Adat Perkawinan Suku Gorontalo” bahwa:

“Pada struktur pakaian adat pengantin laki-laki secara umum yang terdiri dari: pakaian bagian atas sebagai penutup kepala untuk pakaian adat paluwala disebut juga

paluwala dan untuk pakaian adat payunga tilabatayila disebut payungo,

Berdasarkan uraian di atas bahwa tudung merupakan penutup kepala dan juga sebagai pakaian bagian atas sebagaimana diungkap Hariana. Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian pada tudung kepala pria yaitu penutup kepala untuk pakaian adat paluwala yang disebut juga tudung paluwala dan untuk pakaian adat payunga tilabatayila yang disebut tudung payungo.

Kategori Bentuk

Margono dan Azis (2010:141) mengemukakan ”Bentuk terjadi melalui penggabungan unsur bidang. Misalnya, sebuah kotak terwujud dari empat sisi bidang yang disatukan. Kesan dan sifat suatu benda lebih ditentukan oleh nada gelap-terang, warna, dan tekstur benda”. Menurut Sanyoto (2009:93) “Kehadiran 3

(5)

bentuk dalam seni rupa tidak terlepas dari peranan garis yang memberi batas ruang, sebagaimana yang terdapat dalam bentuk bidang dua dimensional garis menjadi batas keruangan dengan bidang yang lainnya dan pada bentuk tiga dimensional dibatasi oleh garis imajiner. Maka dalam hal ini, bentuk sangat tergantung dari keberadaan garis yang menentukan identitas dari sebuah bentuk”

Berdasarkan pendapat di atas, bentuk dipengaruhi oleh unsur bidang yang berawal dari garis. Keberadaan garis akan membentuk bidang dua dimensional dan bidang tiga dimensional. Bentuk yang di uraikan di atas terkait dengan obyek penelitian yaitu bentuk tudung kepala pria yang dipakai pada prosesi pernikahan yaitu tudung

paluwala dan payungo. Pada bentuk tudung kepala pria tidak hanya bentuk secara

visual yang akan diteliti, namun peneliti juga akan meneliti lebih detil juga tentang bentuk-bentuk yang menjadi aksesoris tudung kepala tersebut yaitu pada bentuk hiasan.

Bentuk Berupa Titik

Pada tambi’o yang terdapat di tudung payungo dan paluwala dimungkinkan menggunakan motif titik dan juga tidak memiliki motif titik. Menurut Sanyoto (2005:69), ”sebutan yang umum adalah bahwa suatu bentuk dikatakan titik karena ukurannya kecil. Namun, kecil itu sesungguhnya nisbi. Dikatakan kecil manakala obyek tersebut berada pada area yang luas, dan dengan obyek yang sama dapat dikatakan besar manakala diletakkan pada area sempit”.

Dari uraian di atas peneliti dapat menjelaskan bahwa bentuk titik yang ada pada

tambi’o tudung payungo dan paluwala merupakan salah satu unsur untuk membentuk

komposisi bidang dengan dasar berupa titik, karena titik juga dapat berpengaruh terhadap bentuk kreasi suatu obyek.

Bentuk Berupa Garis

Pembentukan suatu obyek tidak lepas dari adanya garis-garis tertentu. Demikian halnya dengan pembentukan tudung kepala pria yaitu paluwala dan payungo serta pada bagian tambi’o yang dibentuk dengan adanya garis. Bentuk berupa garis dapat dinyatakan oleh Sanyoto (2005:74), bahwa:

”Raut garis adalah ciri khas bentuk garis. Raut garis secara garis besar hanya terdiri dari dua macam, yaitu garis lurus dan garis lengkung. Tetapi secara rinci dapat dibedakan antara lain:1) Garis lurus terdiri dari; garis horizontal,garis diagonal, dan garis vertikal. 2) Garis lengkung terdiri dari; garis lengkung kubah, dan lengkung busur. 3) Garis majemuk, terdiri dari; garis zig-zag, garis berombak/lengkung S. 4) Garis gabungan antara garis lurus, lengkung, maupun majemuk”.

Dari beberapa gabungan garis di atas, maka peneliti dapat menjelaskan bentuk, fungsi, dan makna tudung payungo serta paluwala berdasarkan adanya beberapa garis tersebut yang juga membentuk tambi’o pada kedua tudung itu. Peranan garis juga diperlukan untuk mengkomposisikan suatu bidang bentuk yang pada pembentukan tudung payungo dan paluwala serta pada bagian tambi’o. Garis-garis yang terdapat pada bentuk-bentuk obyek penelitian ataupun pada 4

(6)

bagian aksesoris dapat dikomposisikan menjadi sebuah garis yang bisa memberi kesan pada suatu bidang bentuk tertentu. Misalnya, pada tampak depan tudung

payungo dan paluwala, tampak samping kiri dan kanan hingga pada komposisi

aksesoris yang terbentuk pada kedua tudung kepala pria tersebut. Bentuk Berupa Bidang

Pada pembentukan tudung kepala paluwala dan payungo dibangun dengan dasar-dasar bentuk bidang geometri dan non geometri. Hal ini didukung oleh pernyataan Sanyoto (2005:83-84), bahwa:

”Macam-macam bentuk bidang meliputi bidang geometri dan non geometri. Bidang geometri adalah bidang teratur yang dibuat secara matematika, sedangkan non geometri adalah bidang yang dibuat secara bebas. Raut bidang geometri atau bidang yang dibuat secara matematika meliputi segi tiga, segi empat, segi lima, segi enam, segi delapan, lingkaran dan sebagainya”.

Uraian di atas menggambarkan bahwa bentuk bidang geometri dan non geometri merupakan suatu bentuk bidang yang digunakan untuk membentuk tudung payungo

dan paluwala. Bentuk dasar kedua tudung tersebut dapat dibuat berdasarkan bentuk

geometri dan bentuk non geometri, bisa dilihat ketika ada bentuk tudung yang tidak menggunakan dasar bentuk bidang geometri. Bentuk geometri dan non geometri juga berperan pada komposisi suatu bidang bagian tambi’o.

Bentuk Berupa Motif

Pada tudung payungo dan paluwala tentu memiliki motif berdasarkan ketentuan bentuk, fungsi, dan makna tudung itu sendiri. “Motif bidang bisa berupa bidang geometrik, bidang organik, atau gabungan antara keduanya. Motif flora, fauna, dan manusia umumnya ditampilkan dalam bentuk stilasi dan dekoratif” (Margono dan Azis, 2010:71-72).

Berdasarkan pendapat di atas bahwa bentuk berupa motif adalah motif yang yang menjadi tambi’o suatu tudung payungo dan paluwala. Berdasarkan bentuk motif yang menjadi tambi’o dari tudung payungo dan paluwala tersebut maka peneliti dapat menganalisis motif-motif tersebut berdasarkan adanya bentuk, fungsi, dan makna motif itu sendiri bagi tudung payungo dan paluwala.

Unsur Warna

Pada tudung kepala paluwala dan payungo terdapat beberapa warna yang menjadi ciri khas masing-masing tudung kepala pria tersebut sebagai busana adat perkawinan masyarakat Gorontalo. Menurut Kartika (2004:108), “Warna sebagai salah satu elemen atau medium seni rupa, merupakan unsur susun yang sangat penting, baik di bidang seni murni maupun seni terapan. Bahkan lebih jauh dari pada itu warna sangat berperan dalam segala aspek kehidupan manusia….”.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa setiap warna pada benda atau suatu obyek yang ada kaitannya dengan aktifitas manusia tentu 5

(7)

terdapat makna tersendiri. Salah satunya pada beberapa warna yang ada pada tudung

payungo dan paluwala yang memiliki makna berdasarkan tradisi masyarakat

setempat khususnya pada obyek penelitian peneliti yaitu tudung payungo dan

paluwala. Dari kedua tudung itu memiliki penggunaan warna yang berbeda, untuk

tudung paluwala warna menggunakan warna hitam sedangkan tudung payungo mengandung empat warna sebagai warna adat Gorontalo.

Pengertian Makna

Suatu obyek tentu memiliki makna tersendiri seperti makna untuk bentuk-bentuk tudung payungo dan paluwala. Selanjutnya juga makna yang terdapat pada bagian

tambi’o dan warna yang digunakan pada kedua tudung tersebut. Menurut kamus

bahasa Indonesia (dalam Hariana, 2008: 28), ” Kata makna… adalah arti atau maksud, dalam kamus bahasa Inggris ditemukan padanan tentang makna yaitu: (1)

Mean yang artinya bermaksud, berarti, menakdirkan, memaksudkan,

memperuntukkan, dan bersungguh-sungguh; (2) Meaning artinya arti, (3) Meaningful artinya berarti, penuh dengan arti”. Dalam kamus bahasa Indonesia (Dani, 2006: 328) “makna adalah linguistik atau telaah bahasa secara ilmiah, arti atau maksud sesuatu kata”.

Dalam hal ini makna memiliki pengertian tersendiri pada setiap obyek. Peneliti menyimpulkan bahwa makna adalah mengartikan sesuatu yang dianggap penting. Terkait dengan obyek penelitian, peneliti akan mengidentifikasi makna warna, bentuk-bentuk dan tambi’o yang terdapat pada tudung payungo dan paluwala. Misalnya makna dari warna kain yang digunakan pada tudung payungo dan paluwala, makna bentuk dasar tudung payungo dan paluwala, makna motif-motif yang menjadi

tambi’o pada kedua tudung itu.

Pengertian Umum Busana

Penertian secara umum busana menurut Arifah (2003: 1) Secara umum busana…adalah segala sesuatu yang dipasangkan ketubuh manusia mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki, meliputi unsur baju, kain/celana selendang/tutup kepala, sandal/alas kaki, dan unsur aksesoris” (dalam Hariana, 2008:20). Selanjutnya menurut Barnard busana juga adalah “salah satu rentang penandaan yang paling jelas dari penampilan luar, yang dengannya orang menempatkan diri mereka terpisah dari orang lain, dan selanjutnya, diidentifikasi sebagai suatu kelompok tertentu” (dalam Ibrahim, 2006: 46).

Dari uraian di atas, busana merupakan suatu benda yang dipakai oleh manusia mulai dari ujung kepala hingga ujung mata kaki yang memiliki fungsi untuk melindungi ataupun memperindah tubuh. Berdasarkan hal tersebut tudung kepala payungo dan

paluwala yang di pakai oleh pengantin pria merupakan bagian atas dari busana, yakni

busana adat perkawinan masyarakat Gorontalo. METODE PENULISAN

Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Tilote Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang 6

(8)

menghasilkan data bersifat deskriptif. Data-data dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Subjek penelitian ini yaitu bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala payungo dan paluwala. Sementara objek penelitian adalah tudung

payungo dan tudung paluwala. Data yang telah dikumpul dianalisis melalui reduksi

data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian maka, peneliti dapat mendeskripsikan bentuk dan fungsi tudung kepala payungo dan paluwala secara rinci dengan melihat bentuk dasar dari masing-masing tudung payungo dan paluwala dan juga dari segi fungsi dan maknanya.

Deskripsi Tudung Payungo

“Payungo adalah tudung kepala pria yang dipakai pada prosesi akad nikah. Kata

payungo merupakan bahasa daerah Gorontalo dan bahasa Indonesia adalah destar

kepala. Destar kepala adalah kain yang diikat pada kepala” (wawancara bersama Suleman Hunowu 6 september 2013, di Kelurahan Huangobotu). Sementara menurut (wawancara bersama D.K Usman 10 september 2013, di Kelurahan Pulubala)

Payungo adalah sebutan tunggal dan payunga tilabatayila adalah sebutan nama

tudung yang telah digabung, karena tilabatayila merupakan empat warna sebagai warna adat Gorontalo yang ada pada payungo. Empat warna tersebut adalah warna merah, kuning, hijau, dan ungu”.

Berdasarkan dua pendapat informan di atas, bahwa nama tudung untuk pengantin pria yang dipakai pada prosesi akad nikah adalah payungo. Kata payungo merupakan kata tunggal yang memiliki tilabatayila yaitu empat warna adat sehingga untuk menyebutnya lebih lengkap menjadi payunga tilabatayila.

Menurut Daulima “tilabatayila terdiri dari:1. warna merah (merah jambu, merah muda, merah darah babi, oranye), 2. Warna hijau (hijau muda, hijau tua,…), 3. Warna kuning (kuning emas, kuning telur, kuning muda,…), 4. warna ungu (ungu tua, ungu muda,…)” (2006:185).

Keempat warna tilabatayila di atas merupakan warna adat masyarakat Gorontalo yang dipakai pada payungo. Berdasarkan pengamatan terhadap penggunaan keempat warna tilabatayila tersebut terdapat banyak variasi penggunaan warna pada tudung

payungo yaitu ada yang lebih menonjolkan warna merah muda, merah jambu, merah

darah babi dan begitupun dengan warna-warna lainnya seperti warna hijau yang terdiri dari hijau muda dan hijau tua. Begitu pula dengan warna kuning yaitu terdapat warna kuning emas, kuning telur, dan kuning muda. Demikian pula dengan warna ungu.

Bentuk payungo terdiri dari bentuk tampak depan, tampak belakang, tampak atas, tampak bawah, dan tampak samping kiri dan kanan. Pada bagian depan terdapat bentuk segi tiga yaitu jika dilihat secara menyeluruh tapi dalam pembentukan tampak depan payungo, segitiga tersebut merupakan bentuk 7

(9)

dasarnya. Sedangkan bentuk payungo dari tampak atas, bawah, kiri, dan kanan terbentuk lingkaran yang disesuaikan dengan ukuran kepala pria.

Menurut Sanyoto (2005:83-84) ”raut bidang geometri atau bidang yang dibuat secara matematika meliputi segi tiga, segi empat, segi lima, segi enam, segi delapan, lingkaran dan sebagainya”.

Dari uraian bentuk payungo di atas, dapat digambarkan bahwa bentuk payungo dasarnya dibangun dari bentuk segi empat menjadi bentuk segi tiga sebagai ampak depan. Pada bagian bentuk lainnya membentuk lingkaran kepala tudung payungo. Selain bentuk dasar yang telah diuraikan di atas terdapat juga bentuk-bentuk berupa akesoris hiasan yang biasa disebut tambi’o. Tambi’o adalah bahasa daerah Gorntalo yang artinya noda. Tambi’o yang dimaksud pada tudung kepala pria yaitu noda berupa motif kembang yang menghiasi tudung” (Wawancara Abdul Wahab Lihu tanggal 3 November 2013, di Limboto). Menurut Margono (2010:71-72) ” motif bidang bisa berupa bidang geometrik, bidang organik, atau gabungan antara keduanya. Motif flora, fauna, dan manusia umumnya ditampilkan dalam bentuk stilasi dan dekoratif”.

Uraian di atas dapat dijelaskan bahwa tambi’o yang dijadikan hiasan pada tudung kepala payungo merupakan motif dasar flora yaitu berupa buah bitila dan padi. Sedangkan rantai dengan bentuk lonjong dan bulat dengan dasar bentuk geometris. Pada bagian-bagian sisi tertentu payungo maka hiasan tambi’o dikreasikan agar terlihat unik. Untuk bentuk buah padi kini ada yang masih menggunakannya di tudung payungo dan ada pula yang tidak menggunakan buah padi begitu juga bentuk buah bitila.

Deskripsi Tudung Paluwala

“Paluwala adalah salah satu tudung kepala pria yang dipakai pada saat repsi

pernikahan. Kata paluwala merupakan bahasa daerah Gorontalo dan makuta merupakan setengah bahasa Indonesia yang artinya mahkota” (wawancara Suleman Hunowu 6 september 2013, di Kelurahan Huangobotu). “Paluwala juga hanya bisa dipakai oleh olongia (raja) pada masa kerajaan dan nama paluwala hanya berlaku pada masa pemerintahan kerajaan sebelum pemerintah Belanda masuk ke Gorontalo” (wawancara Karmin Delatu 5 oktober 2013, di Bulango Selatan).

Menurut (Wawancara bersama D.K Usman tanggal 10 september 2013, di Kelurahan Pulubala). “paluwala sudah merupakan nama asli dari tudung kepala pria yang dipakai pada resepsi pernikahan sedangkan makuta merupakan nama tudungnya juga tetapi nama tersebut sudah menjadi istilah tudung kepala pria yang dipakai saat resepsi karena sudah ada pengaruh dari penjajahan Belanda”.

Hasil wawancara di atas menggambarkan bahwa nama tudung kepala pria yang dipakai saat resepsi pernikahan disebut paluwala. Kata paluwala merupakan nama asal dari bahasa daerah Gorontalo sedangkan makuta adalah serapan dari bahasa Indonesia mahkota yang dilatari oleh pengaruh penjajahan Belanda sehingga

(10)

Pada paluwala terdapat beberapa bentuk dan hiasan aksesoris yang membentuk

paluwala yaitu bentuk segi tiga sama kaki, bentuk lengkung, bentuk lingkaran, bentuk

tumbuhan yaitu daun bitila yang menempel pada bagian depan tudung kepala

paluwala atau lebih jelasnya dilekatkan pada bagian depan bentuk segi tiga sama kaki

yang menjulang ke belakang, bentuk hewan yaitu ular naga berada pada tampak samping kiri dan kanan tudung kepala paluwala, dan bentuk hiasan/tambi’o berupa kembang bunga rose, bunga melati, cempaka, delapan bintang kecil, dan rantai. Namun, untuk bentuk bunga melati, cempaka, dan hiasan delapan bintang kecil kini sudah tidak ditemukan pada tudung kepala paluwala karena bentuk kembang yang dipakai pada tudung paluwala adalah bentuk bunga rose.

“Bahan-bahan asli yang membentuk paluwala maupun tambi’onya adalah dari bahan suasa ( campuran perak dan emas) dan nggoba ( tembaga, perak, dan emas). Akan tetapi kini tukang rias sudah tidak menggunakan bahan-bahan asli tersebut karena prosesnya dianggap sulit. Oleh karena itu, bahan yang digunakan kini ada yang berupa aluminium, kuningan, kain, dan bahan plastik. Hal ini dikarenakan proses pembuatan bahan aslinya sudah tidak ada karena proses pembuatan bahannya menggunakan potas dan air keras emas. Sehingga kini, untuk bentuk bitila dan naga menggunakan lembaran kuningan, bahkan plastik dan kain juga dapat dikreasikan untuk membentuk bitila dan hiasan ular naga. Hiasan plastik bisa dibeli di pertokoan dan dari daerah lain karena hal tersebut memudahkan para tukang untuk memperoleh bahannya” (wawancara bersama Martha Yusuf 23 November 2013, di Desa Tilote). Dalam kajian bentuk dasar tudung kepala paluwala ini bahwa peneliti dapat mendeskripsikan beberapa pola dasar pembentuk tudung kepala paluwala yang dipakai oleh pria pada resepsi pernikahan. Diantaranya ada bentuk segi tiga sama kaki untuk pembentuk paluwala tampak depan, bentuk lengkung dengan bidang datar menyerupai bentuk setengah lingkaran yang akan membentuk sayap kiri dan kanan pada paluwala. Pada bentuk tampak samping kiri dan kanan inilah yang akan di hiasi dengan bentuk ular naga dan juga bentuk lingkaran sesuai dengan ukuran kepala pria. Deskripsi Fungsi Tudung Payungo Dan Tudung Paluwala

Tudung kepala payungo difungsikan secara umum yaitu sebagai tudung kepala yang dipakai oleh pria pada prosesi perkawinan akad nikah. Selain fungsinya secara umum sedangkan tudung kepala paluwala difungsikan secara umum juga untuk dipakai pada saat resepsi pernikahan. Bentuk-bentuk dan hiasan tambi’o yang ada pada kedua tudung tersebut dapat difungsikan secara khusus diantaranya: Fungsi Seni, Fungsi Aksesoris, dan Fungsi Estetika.

Fungsi Seni

Menurut Ensiklopedia Indonesia, bahwa:“ pengertian seni adalah penciptaan segala hal atau benda yang karena keindahan bentuknya orang senang melihat atau mendengarnya”(dalam Margono dan Aziz, 2010:3). 9

(11)

Berdasarkan hal tersebut tudung kepala payungo dan paluwala berfungsi sebagai benda atau karya seni yang telah diciptakan oleh masyarakat Gorontalo yang memiliki keindahan bentuk tersendiri atau keindahan seni. Menurut Margono dan Aziz (2010:3) mengemukakan bahwa:” Keindahan seni adalah keindahan yang diciptakan manusia. Keindahan di luar ciptaan manusia tidak termasuk keindahan yang bernilai seni, misalnya keindahan pantai di Bali, keindahan gunung Bromo, dan keindahan burung merak. Jadi seni merupakan ciptaan manusia yang memiliki keindahan”.

Fungsi Aksesoris

Pada kedua tudung kepala pria yaitu payungo dan paluwala terdapat bentuk-bentuk sebagai aksesoris yang memiliki makna yang berbeda dari perbedaan bentuk aksesorisnya pula. “Aksesoris adalah pelengkap busana yang berfungsi menambah keserasian berbusana” (Riyanto, 2003:205).

Berdasarkan uraian di atas peneliti dapa menyimpulkan bahwa tudung kepala

payungo dan paluwala merupakan pelengkap dari busana adat perkawinan

masyarakat Gorontalo. Sedangkan bentuk-bentuk berupa hiasan tambi’o buah bitila, buah padi, bulan bintang, dan rantai merupakan aksesorisnya. Sama halnya dengan bentuk-bentuk yang ada pada tudung kepala paluwala terdapat bentuk aksesoris berupa bentuk dungo bitila, ular naga, bunga rose, dan bulan bintang.

Fungsi Estetika

Tudung kepala payungo dan tudung kepala paluwala salah satu benda penciptaan manusia pada masyarakat Gorontalo yang memiliki keindahan atau nilai estetika. Menurut Kartika, (2004:10):

”keindahan dalam arti estetika murni, menyangkut pengalaman estetis dari sesorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang dicerapnya. Sedangkan keindahan dalam arti terbatas, lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang dicerapnya dengan penglihatan, yakni berupa keindahan dari bentuk dan warna secara kasat mata (wadhag)”.

Uraian di atas menggambarkan bahwa dalam pembuatan tudung kepala tersebut serta bentuk-bentuk aksesorisnya sudah merupakan pengalaman estetis bagi seseorang yang membuatnya dan keindahan yang terdapat pada bentuk tudung kepala payungo

dan paluwala ada pada aksesoris hiasan tambi’o dan pada warna kain yang

digunakan.

Pendapat lain mengatakan menurut Kant, bahwa:”ada dua macam nilai estetis… salah satunya nilai estetis atau nilai murni. Oleh karena nilainya murni, maka bila ada keindahan dikatakan murni. Nilai estetis yang murni ini terdapat pada garis, bentuk, warna dalam seni rupa” (dalam Kartika, 2007: 6).

Pada bentuk-bentuk yang ada pada tudung kepala tersebut memiliki nilai estetis murni pada garis-garis yang ada seperti pada garis bentuk segi tiga, persegi panjang, lengkung pada bidang datar dan juga pada komposisi hiasan tambi’o sebagai aksesoris tudung kepala payungo dan tudung kepala paluwala. 10

(12)

Deskripsi Makna Tudung Kepala Payungo Dan Paluwala

Pada bentuk tudung kepala payungo dan paluwala terdapat makna dari masing-masing bentuk berupa makna bentuk dasarnya, makna tambi’o, dan juga makna warna yang ada dari masing-masing tudung payungo dan tudung paluwala.

1) Makna yang terdapat pada tudung kepala payungo adalah terdapat pada tudungnya dan juga pada bentuk aksesoris yaitu buah bitila, rantai pegikat, satu bentuk bulan bintang, dan padi. Dari bentuk tudung kepala payungo dan bentuk buah bitila serta padi bermakna ikatan seorang raja atau pengantin pria yang disatukan dengan pengantin wanita menjadi satu keluarga. Khusus untuk ujung bentuk segi tiga pada tampak depan payungo menjulang ke atas berbentuk huruf Alif bermakna ke Esaan Tuhan. Selain itu warna tilabatayila juga memiliki makna simbolik sebagai tanda empat kerajaan kecil Gorontalo yang terdiri dari empat linula yaitu Bilinggata/ Kota (Ungu), Hunginaa/ Telaga (Hijau), Wuwabu/Tapa (Kuning), dan Lupoyo/Kabila (Merah). Ungu melambangkan kesetiaan dan keanggunan, hijau melambangkan kesuburan, kedamaian, kerukunan, kesejukan dan kesucian agama, kuning melambangkan kemuliaan dan keluhuran budi, dan merah melambangkan keberanian. 2) Makna tudung kepala paluwala yang letaknya menjulang ke atas dan terkulai ke belakang berbentuk bulu unggas yang disebut ”Layi”. Bulu unggas dilambangkan dengan sifat kehalusan dan kelembutan dimana sifat tersebut diharapkan menjadi kepribadian Sang Raja. Layi dimaksudkan menjulang ke atas karena melambangkan huruf Alif yang mengandung makna ke Esaan Tuhan. Selain itu bentuk daun bitila dengan lima helai daun dilambangkan sebagai lima kerajaan besar Gorontalo yaitu:1. Kerajaan Tuwawa (Suwawa), 2. Kerajaan Hulontalo (Gorontalo), 3. Kerajaan Limutu (Limboto), 4. Kerajaan Bulango (Tapa), dan 5. Kerajaan Atingola (Atinggola). Bentuk lain adalah bentuk ular naga yang menggambarkan kewaspadaan dan lambang hukum yang adil dan merata. Bentuk rantai atau rantai yang memberikan makna sebagai pengikat keseluruhan makna tudung dan juga rakyat dengan segala harapannya, dan makna bulan bintang sebagai lambang ada tiga serangkai adat yang mengangkat seorang raja.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa bentuk tudung kepala pria yang dipakai pada prosesi adat perkawinan masyarakat Gorontalo ada dua bentuk yaitu:

1. Bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria yang dipakai pada prosesi adat akad nikah yaitu payungo yaitu:

a) Bentuknya terdapat bentuk dasar segi empat dan segi tiga hingga membentuk tudung kepala dengan bentuk lingkaran juga berdasarkan lingkaran kepala.

(13)

Bentuk lain yang terdapat pada tudung kepala payungo adalah bentuk buah bitila yang di dalamnya terdapat daun bitila, rantai pengikat, bulan bintang, dan bentuk padi sebagai bentuk aksesoris atau tambi’o pada tudung tersebut.

b) Fungsi dari bentuk dasar segi empat dan segi tiga yang telah diuraikan di atas adalah sebagai dasar terbentuknya tudung kepala payungo dan tudung kepala ini merupakan hasil karya seni sehingga fungsinya juga sebagai fungsi seni. Sedangkan bentuk buah bitila dan padi merupakan bentuk yang berfungsi sebagai aksesoris pada tudung kepala tersebut dan tudung kepala payungo serta bentuk aksesorisnya memiliki fungsi estetika dalam seni.

c) Makna yang terdapat pada tudung kepala payungo adalah terdapat pada tudungnya dan juga pada bentuk aksesoris yaitu buah bitila, rantai pegikat, satu bentuk bulan bintang, dan padi. Dari bentuk tudung kepala payungo dan bentuk buah bitila serta padi bermakna ikatan seorang raja atau pengantin pria yang disatukan dengan pengantin wanita menjadi satu keluarga. Khusus untuk ujung bentuk segi tiga pada tampak depan payungo menjulang ke atas berbentuk huruf Alif bermakna ke Esaan Tuhan. Selain itu Warna tilabatayila juga memiliki makna simbolik sebagai tanda empat kerajaan kecil Gorontalo yang terdiri dari empat linula yaitu Bilinggata/ Kota(Ungu), Hunginaa/ Telaga (Hijau), Wuwabu/Tapa (Kuning), dan Lupoyo/Kabila (Merah). Ungu melambangkan kesetiaan dan keanggunan, hijau melambangkan kesuburan, kedamaian, kerukunan, kesejukan dan kesucian agama, kuning melambangkan kemuliaan dan keluhuran budi, dan merah melambangkan keberanian. 2. Bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria paluwala yang dipakai pada resepsi pernikahan yaitu:

a. Bentuk yang ada pada tudung kepala paluwala yang dijadikan dasar bentuknya adalah bentuk segi tiga sama kaki untuk tampak depannya, bentuk lengkung pada bidang datar untuk tampak samping kiri dan kanan, bentuk kupia yang sesuai dengan lingkaran kepala dan juga bentuk daun bitila sebagai aksesoris tampak depan, bentuk naga pada tampak samping kiri dan kanan tudung paluwala yang dihiaskan juga dengan tambi’o bunga rose pada sekeliling daun bitila, bulan bintang, ranai pengikat, dan ular naga.

b. Fungsi dari tudung kepala paluwala terdapat fungsi umum sebagai bagian dari pakaian adat masyarakat Gorontalo untuk pria dan fungsi lainnya adalah fungsi seni, fungsi aksesoris, dan fungsi estetika sama halnya dengan fungsi pada tudung kepala

payungo bahwa bentuk berupa daun bitila, ular naga, bunga rose, bulan bintang, dan

rantai pengikat termasuk pada fungsi seni, aksesoris, dan estetika.

c. Makna tudung kepala paluwala yang letaknya menjulang ke atas dan terkulai ke belakang berbentuk bulu unggas yang disebut ”Layi”. Bulu unggas dilambangkan dengan sifat kehalusan dan kelembutan dimana sifat tersebut diharapkan menjadi kepribadian Sang Raja. Layi dimaksudkan menjulang ke atas karena melambangkan huruf Alif yang mengandung makna ke Esaan Tuhan. Selain itu bentuk daun bitila dengan lima helai daun dilambangkan sebagai lima kerajaan besar Gorontalo yaitu:1. Kerajaan Tuwawa (Suwawa), 2. Kerajaan Hulontalo (Gorontalo), 3. Kerajaan Limutu (Limboto), 4. Kerajaan Bulango (Tapa), dan 5. Kerajaan Atingola (Atinggola). Bentuk lain adalah

(14)

bentuk ular naga yang menggambarkan kewaspadaan dan lambang hukum yang adil dan merata. Bentuk rantai atau rantai yang memberikan makna sebagai pengikat keseluruhan makna tudung dan juga rakyat dengan segala harapannya, dan makna bulan bintang sebagai lambang ada tiga serangkai adat yang mengangkat seorang raja. 3. Perbedaan dan persamaan bentuk, fungsi, dan makna pada tudung kepala payungo

dan paluwala adalah:

a. Perbedaan: Untuk bentuk yang ada pada tudung kepala payungo terdapat bentuk buah bitila, satu bulan bintang, dan padi sebagai aksesorisnya. Sedangkan pada tudung kepala paluwala terdapat daun bitila, ular naga, tujuh bentuk bulan bintang, dan bunga rose. Selain itu penggunaan warna kain juga berbeda, untuk payungo menggunakan empat warna sebagai warna adat Gorontalo yaitu tilabatayila (Merah, kuning, hijau, ungu). Sedangkan pada tudung kepala paluwala menggunakan kain berwarna hitam dengan makna yang berbeda pula.

b. Persamaan: Untuk kedua tudung kepala payungo dan paluwala sama-sama menggunakan aksesoris rantai pengikat dan juga bentuk bulan bintang meskipun jumlah yang dipakai berbeda. Namun, maknanya sama untuk masing-masing tudung tersebut. Selain itu untuk bentuk segi tiga tampak depan dari kedua tudung yang menjulang ke atas mengandung makna yang sama yaitu melambangkan huruf Alif dan bermakna ke Esaan Tuhan. Dilihat dari fungsi tudung secara umum dan khusus juga sama yaitu tudung kepala pria sebagai bagian dari pakaian adat Gorontalo dan kedua tudung tersebut memiliki fungsi seni, fungsi aksesoris, dan fungsi estetika. Saran

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka saran penelitian ini antara lain:

1) Perlunya dokumentasi dan sosialisasi oleh pemerintah daerah sebagai upaya melestarikan budaya Gorontalo.

2) Dibutuhkan penelitian lanjutan yang terkait dengan busana adat secara keseluruhan atau busana adat perkawinan secara khusus untuk memperkaya temuan penelitian yang terkait karya seni dalam budaya Gorontalo.

DAFTAR PUSTAKA

Djakaria, Ibrahim, 2002. Pakaian Adat Gorontalo. Limboto: Tidak Diterbitkan, Dibagikan Hanya Saat Seminar Antar Tokoh Adat.

Daulima, Farha, 2006. Tata Cara Adat Perkawinan (Pada Masyarakat Suku Gorontalo).

Daulima, Farha, dan Hariana. 2009. Mengenal Busana Adat Daerah Gorontalo. Gorontalo: Galeri Budaya Daerah Mbu’i Bungale. 13

(15)

Hariana, 2008. Busana Adat Perkawinan Suku Gorontalo (Tesis). Bandung: Program Studi Desain Institut Teknologi Bandung.

K. Dani. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Dilengkapi Dengan EYD. Untuk SD, SMP, SMU, Mahasiswa & Umum. Surabaya: Putra Harsa.

Kartika, Dharsono Sony, 2004. Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains. Kartika, Dharsono Sony, dkk. 2004. Pengantar Estetika. Bandung: Rekayasa Sains. Kartika, Dharsono Sony, 2007. Pengantar Estetika. Bandung: Rekayasa Sains. Margono, Tri Edy, dan Abdul Aziz. 2010. Mari Belajar Seni Rupa untuk SMP-MTS

kelas VII, VIII, dan IX. Jakarta: Pusat Perbukuan, Kementrian Nasional.

Partanto, Pius A dan Yuwono, Trisno. 1994. Kamus Bahasa Indonesia. Riyanto, Arifah, 2003. Desain Busana. Bandung: YAPEMBO.

Santoyo, Ebdi Sadjiman, 2005. Dasar-dasar Tata Rupa & Desain (Nirmana). Yogyakarta. CV. Arti Bumi Intaran.

Santoyo, Ebdi Sadjiman, 2009. Nirmana, Dasar-dasar Seni dan Desain. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.

Referensi

Dokumen terkait

b. Aspergillus flavus merupakan jenis jamur yang diduga mengkontaminasi saus tomat jajanan salome yang dijual di Taman Nostalgia Kota Kupang. Identifikasi Aspergillus flavus

berapa ban&ak petugas &ang akan anda tugaskan di bagian check in untuk menjamin bah(a penumpang berada dalam sistem 7rata)rata9 tidak lebih dari 1> menit Q

Pieksämäen Vesi, Savonlinnan Vesi ja JJR (Juva-Joroinen-Rantasalmi). Pohjavesialueella on Punkaharjun kunnan varavedenottamo. Kulennoisharju on luokiteltu vesipuitedirektiivin

Apakah pimpinan anda ikut campur tangan dalam memecahkan masalah yang ada di kantor?jika ia, pimpinan anda perna ikut campur tangan dalam memecahkan masalah apa?. K : Ya,

(5 markahlmarks) (b) Huraikan secara ringkas apakah 3 keperluan penting dalam merekabentuk sistem lif dan nyatakan kriteria yang digunakan untuk membuat

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang tidak bermakna antara derajat keparahan sirosis hati menurut klasifikasi Child kelas B

PLN (Persero) Cabang Makassar dalam mengatasi stres kerja yang dihadapi karyawannya untuk senantiasa memberikan perhatian kepada setiap karyawan berupa memberikan kepercayaan agar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan beban kerja perawat dengan angka kejadian low back pain pada perawat di lingkup kerja ruang operasi RSUD Kota