• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR RESIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER

Sekarang aterosklerosis tidak diangap timbul akibat proses penuaan saja. Timbulnya “bercak-bercak lemak” pada dinding arteri koronaria bahkan sejak masa kanak-kanak sudah merupakan fenomena alamiah dan tidak selalu menjadi lesi aterosklerotik.1 Ada banyak faktor yang berkaitan dan mempercepat proses aterogenik pada individu, dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi (Non-Modifiable) a. Usia

Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Pada umur <40 tahun lebih sedikit resikoa terkena PJK, sedangkan pada umur 40- 60 tahun kejadian PJK akan meningkat 5x lipat. Setianto (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari 148 subjek sebanyak 13,5% PJK diderita pasien muda (usia ≤45 tahun) sedangkan 86,5% pasien yang lebih tua (usia >45tahun). 2

b. Jenis Kelamin

Pada umur 20 - 50 tahuan, resiko terjadinya aterosklerosis yang menyebabkan PJK pada laki-laki dibanding perempuan yaitu 3,5 : 1. Perempuan agak relatif kebal terhadap penyakit ini sampai usia setelah

(2)

monopause, karena efek perlindungan estrogen terhadap pembentukan aterosklerosis. Estrogen terbukti dapat meningkatkan HDL dan meningkatkan fungsi endotel sehingga dapat mengurangi terbentuknya ateroma pada dinding pembuluh darah.3 Pada usia 60 sampai 70 tahun atau setelah perempuan mencapai monopause, maka angka kejadian PJK setara antara laki-laki dan perempuan (1:1).2,3

c. Riwayat Penyakit Jantung Koroner dalam keluarga

Pada riwayat PJK didalam keluarga dimana saudara laki-laki atau orang tua menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. Keturunan dari seorang penderita aterosklerosis prematur diketahui menyebabkan perubahan dalam penanda aterosklerosis awal, misalnya reaktivitas arteri brakialis, peningkatan tunika intima arteri karotis dan penebalan tunika media. Penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa adanya riwayat dalam keluarga mencerminkan suatu presdiposisi genetik terhadap disfungsi endotel dalam arteri koronaria.1

2. Faktor yang dapat dimodifikasi (Modifiable) a. Hipertensi

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Peningkatan tekanan darah menyebabkan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri (faktor miokard). Menurut penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pektoris dan miokard infark.1

(3)

Penelitian AHA menyebutkan bahwa faktor resiko PJK yang berhubungan dengan hipertensi pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 6% pada katagori high normal, 13% hipertensi stage I, dan 9% hipertensi stage II - IV. Dan pada jenis kelamin perempuan sebanyak 5% pada katagori high normal, 13% hipertensi stage I, dan 12% hipertensi stage II - IV. Secara keseluruhan perkiraan faktor resiko hipertensi pada wanita dan laki-laki adalah 28% dan 29%. 4

Tabel 1. Faktor resiko hipertensi pada kelompok wanita dan laki-laki pada PJK

Tekanan Darah

Sistolik Diastolik Laki-laki (%) Wanita (%)

Normal <130 <85 72 70

High normal 130-139 85-89 13 5

Hipertensi stage I 140-159 90-99 9 13

Hipertensi stage II - IV ≥160 ≥100 6 12

b. Hiperlipidemia

Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas berasal dari makanan (eksogen) dan dari sintesis lemak (endogen). Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenias lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid

(4)

tidak larut dalam plasma, sehingga lipid terikat pada protein sebagai terikat pada protein sebagai mekanisme transpor dalam serum. Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein : 1) Kilomikron, 2) Lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), 3) Lipoprotein densitas rendah (LDL) dan 4) Lipoprotein densitas tinggi (HDL).1

Istilah hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan / atau trigliserida serum di atas batas normal. Saat ini telah diketahui adanya hubungan antara peningkatan total kolesterol serum dengan peningkatan prematuritas dan keparahan aterosklerosis. The Coronary Primary

Preventional Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kolesterol

yang meningkat dapat menurunkan jumlah kematian akibat infark miokardium.1,4

Menurut AHA, persentase faktor resiko PJK pada peningkatan total kolesterol (>200 mg/dl) sebanyak 27% pada laki-laki ( total kolesterol > 200 – 239 mg/dl yaitu 10% dan total kolesterol ≥240 mg/dl yaitu 17%) dan 34% perempuan ( total kolesterol > 200 – 239 mg/dl yaitu 12% dan total kolesterol ≥240 mg/dl yaitu 22%). 4

Tabel 2. Faktor resiko total kolesterol pada kelompok wanita dan laki-laki pada PJK Laki-laki (%) Perempuan (%) Kolesterol < 200 mg/dl (normal) 78 56 Kolesterol 200-239 mg/dl 10 12 Kolesterol ≥240 mg/dl 17 22

c. Diabetes Melitus Type-II

Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah, termasuk PJK. Pasien dengan

(5)

DM-tipe 2 memiliki plak aterosklerotik yang kaya lipid dan lebih rentan untuk ruptur dibandingkan dengan pasion non-DM. Pembentukan trombus meningkat terjadi pada DM tipe 2 karena meningkatnya aktivitas platelet dan koagulasi. Resistensi insulin pada penderita DM-tipe 2 juga menyebabkan disfungsi dari lapisan endotel dan lapisan otot polos pada pembuluh darah sehingga vasodilator (seperti NO) dan antitrombotik yang dihasilkan oleh sel endotel menjadi berkurang maka pembentukan plak dipembuluh darah meningkat. Sebuah penelitian baru menemukan biomarker baru di DM tipe 2 yang rumit berhubungan dengan PJK yang signifikan meningkat dan berkorelasi positif dengan tingkat PJK stenosis. Biomarker baru ini disebut Osteonectin Secreted Protein Acidic and Rich

in Cysteine (OSPARC), namun OSPARC masih perlu penelitian lebih

lanjut.5

Ada beberapa studi telah dilakukan berkaitan dengan DM tipe 2 sebagai faktor resiko dari PJK.5

Penelitian Tahun % DM sebagai faktor resiko PJK World Health Organization (WHO) 2005 31,5 % The Lebanese Interventional Registry 2008 29% INTERHEART 2009 15%

The Gulf Registry of Acute Coronary Events (Gulf RACE) 2010 38% Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association (ASMIHA) 24th 2015 31,1%

(6)

d. Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan peningkatan lemak tubuh baik di seluruh tubuh maupun di bagian tubuh tertentu. Obesitas ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) di mana pada orang dewasa perbandingan antara berat badan (dalam kg) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam meter) > 30 kg/m2 merupakan kriteria obesitas (Mexitalia, dkk, 2009). Selain itu juga ditetapkan bahwa obesitas sentral adalah lingkar perut > 90 cm pada laki-laki dan > 80 cm pada perempuan. Terjadinya obesitas merupakan dampak dari terjadinya kelebihan asupan energi dibandingkan dengan energi yang diperlukan oleh tubuh sehingga kelebihan asupan energi tersebut disimpan dalam bentuk lemak. Pada penderita obesitas biasanya kadar kolesterol total dan LDL akan meningkat. Obesitas pada orang dewasa berkaitan dengan sindroma metabolik. Sindroma metabolik adalah suatu faktor risiko multipel untuk penyakit kardioserebrovaskular, termasuk PJK.1,7

National Cholesterol Education Programe Adult Treatment Panel

III (NCEPATP III) mengatakan bahwa sindrom metabolik merupakan kumpulan faktor risiko yang keberadaannya bersama-sama meningkatkan kemungkinan atau menjadi faktor risiko yang kuat untuk PJK dan DM.7 Studi Framingham menunjukkan bahwa obesitas memberikan risiko 1,5 kali mendapatkan PJK pada responden yang obesitas dibandingkan yang tidak obesitas.1

e. Merokok

Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko utama PJK di samping hipetensi dan hiperlipidemia. Efek dari rokok terhadap jantung dan pembuluh darah koroner adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya suplai O2 akibat inhalasi CO (Hb lebih kuat mengikat CO

(7)

daripada O2 sehingga terbentuklah carboksi-Hb sekitar 5-10%) serta terjadi perubahan permeabilitas pembuluh darah. Pada keadaan hipoksia jantung mengkompensasi dengan cara meningkatkan kontraktilitas jantung dan vasokonstriksi pembuluh darah. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin menurun.

Penelitian Framingham menyebutkan bahwa kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki perokok 10x lipat lebih besar daripada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4,5x lipat lebih besar daripada bukan perokok. Rokok dapat menyebabkan 25% kematian PJK pada laki dan perempuan di umur <65 tahun atau 80% kematian PJK pada laki-laki umur <45 tahun.1

(8)

f. Stres

Stres yang dimaksud disini adalah stres psikologi individu. Stres psikologi terbagi menjadi dua, yaitu: stres psikologi akut dan stres psikologi kronis. Stres psikologi akut disebabkan oleh stres emosi jangka pendek misalnya kemarahan yang intens. Stres psikologi kronik disebabkan oleh status sosioekonomi rendah, stres pekerjaan, tarikan kronis, isolasi sosial, tekanan, kecemasan dan permusuhan.8 Menurut Sudayasa (2014) dalam penelitian yang telah dilakukan menyebutkan orang yang mengalami stres berisiko terkena PJK 6,25x lebih besar dibanding dengan orang yang tidak mengalami stres.8

Tabel 3. Analisa Faktor resiko stres terhadap kejadian PJK

Terdapat hubungan yang saling berkaitan antara stres dan abnormalitas metabolisme lipid yang menyebabkan resiko terjadinya PJK. Disamping itu juga stres merangsang sistem kardiovaskuler dengan

(9)

dilepasnya katekolamine yang meningkatkan kecepatan denyut jantung dan menimbulkan vasokonstriksi. Stres psikologi mengaktivasi mengaktivasi jalur Hipothalamus-PituitaryAdrenal aksis dimana terjadi pelepasan kortikosteroid dari kelenjar adrenal. Stres juga dapat meningkatkan faktor van Willebrand dan fibrinogen sehingga kesemua itu menjadi faktor predisposisi timbulnya atherosklerosis penyebab Penyakit Jantung Koroner.8

g. Ketidakaktifan fisik

Ketidakaktifan fisik memiliki resiko 30 – 50 % lebih besar untuk mengalami hipertensi. Maka dari itu, ketidakaktifan fisik dapat meningkatkan resiko PJK yang setara dengan hiperlipidemia atau merokok. Latihan aerobik berguna untuk individu yang tidak aktif secara fisik, karena dapat meningkatkan kadar HDL, menurunkan kadar LDL, menurunkan tekanan darah, mengurangi obesitas, mengurangi frekuensi denyut jantung saat istirahat dan konsumsi oksigen miokardium serta menurunkan resistensi insulin.

h. Hiperhomosisteinemia

Homosistein merupakan asam amino yang dihasilkan tubuh secara alamiah dalam jumlah yang kecil. Kadar normalnya adalah 5 – 15 µmol/L. Bila kadarnya tinggi (>15 µmol/L) maka dapat dikatakan hiperhomosistein. Hiperhomosistein berkaitan dengan penyakit ebuluh darah prematur, menyebabkan disfungsi endotel , mencegah fungsi antitrombotik dan mencegah vasodilator pembuluh darah.1

Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Yayhed et al. (2012) menyebutkan bahwa hiperhomosistein memiliki resiko 2x lipat terjadinya Acut Coronary Syndrome (ACS), serta memiliki resiko 3x lipat terjadinya Infark Miokard dibandingkan yang homosisteinnya normal.9

(10)

Tabel 4. Faktor resiko hiperhomositeinemia pada CHD (Coronary Heart Disease), ACS (Acute Coronary Syndrome) dan MI (Miokard Infarc)

(11)

DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Silvia A dan Wilson, Lorraine M. Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC. 2012. pg: 576- 600.

2. Setianto BY, Sari J, Hartopo AB, Gharini PP. Acute Coronary Syndrome in Young Patients at Dr. Sardjito General Hospital. The Journal of Internal

Medicine. 2014. Vol (4):1. pg: 15-22

3. Paranjabe SG, Turankar AV, Wakode SL, Dakhale RN. Estrogen protection against coronary heart disease. Elsevier.2005. pg:725-727

4. Wilson PWF, D’Agostino BL, Levy D, Belanger A.M, Silbershatz H, dan Kannel B.W. Prediction of Coronary Heart Disease Using Risk Factor Categories. American Heart Association. 1998.pg: 1837 – 1847.

5. Al-Nozha MM, Ismail HM, Al-Nozha OM. Coronary artery disease and diabetes melitus. Sciencedirect. 2016. pg: 330 – 338

6. Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association (ASMIHA) 24th. The current and future landscape of cardiovascular disease management. ASEAN Heart Journal. 2015.

7. Mawi, Martiem. Indeks massa tubuh sebagai determinan penyakit jantung koroner pada orang dewasa berusia di atas 35 tahun. Jurnal Universitas

Trisakti. Vol 23(3). 2005.pg: 87-92

8. Sudayasa IP, Subijakto S, Sahrul A. Analisa faktor resiko merokok, stres dan riwayat keluarga yang berhubungan dengan kejadian penyakit jantung koroner. Skripsi. Universitas UHO Fakultas Kedokteran. 2014.

9. Yahyhed et al. Correlation Between Homocysteinemia and Coronary Heart Diseases in African Patients. Science Alert. 2012.

Gambar

Tabel 1. Faktor resiko hipertensi pada kelompok wanita dan laki-laki pada PJK
Tabel 3. Analisa Faktor resiko stres terhadap kejadian PJK
Tabel 4. Faktor resiko hiperhomositeinemia pada CHD (Coronary Heart Disease), ACS (Acute Coronary Syndrome) dan MI (Miokard Infarc)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel 3.1 di bawah, terlihat bahwa nilai- p adalah 0.043 (lebih kecil dari 0.05) maka hasil penelitian ini menolak H0 dan menerima H1 yang berarti bahwa

Çizelge 4’te görüldüğü gibi yıllar itibariyle Organik ve kontrol parselleri arasında verim ve dekara üretim maliyetleri açısından önemli bir fark ortaya

Kondisi ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan layang di Laut Jawa telah mengalami lebih tangkap, sehingga diperlukan adanya strategi pengelolaan dengan mengurangi upaya

hubungan body image dengan self- acceptance (penerimaan diri) pada pasien ulkus diabetikum di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan Tahun 2016 dengan responden 16

Penelitian Ulivia Isnawati Kusuma membahas tentang Regresi Nonparametrik Spline Kuadratik dan Theil dalam Memodelkan Hubungan IHSG Terhadap Inflasi di Indonesia, dalam penelitian

terbesar berada pada proses terakhir yaitu proses pembakaran (1230) sebesar 26,06%. Jenis cacat yang ada pada proses pembakaran 1230 pada metode dust press.

Nah, dapatkah kamu membuat pantun yang makna atau isinya tentang pentingnya menjaga organ peredaran darah agar terhindar dari gangguan kesehatan. Amanat pantun

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan program wajib bagi seluruh mahasiswa kependidikan di Universitas Negeri Semarang (UNNES), yang bertujuan membekali seluruh