HUBUNGAN PENYULUHAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN PERILAKU REMAJA PUTRI PADA SAAT MENSTRUASI
DI SMU CUT NYAK DHIEN LANGSA TAHUN 2014
TESIS
Oleh
CUT RITA ZAHARA 127032283/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE RELATIONSHIP BETWEEN PERSONAL HYGIENE AND THE BEHAVIOR OF FEMALE TEENAGERS DURING THEIR
MENSTRUAL PERIOD AT CUT NYAK DHIEN AND JAYASENIOR HIGH SCHOOLS LANGSA
IN 2014
THESIS
By
CUT RITA ZAHARA 127032283/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
HUBUNGAN PENYULUHAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN PERILAKU REMAJA PUTRI PADA SAAT MENSTRUASI
DI SMU CUT NYAK DHIEN LANGSA TAHUN 2014
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
CUT RITA ZAHARA 127032283/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : HUBUNGAN PENYULUHAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN PERILAKU REMAJA PUTRI PADA SAAT MENSTRUASI DI SMU CUT NYAK DHIEN LANGSA TAHUN 2014
Nama Mahasiswa : Cut Rita Zahara Nomor Induk Mahasiswa : 127032283
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (
Ketua Anggota
Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah Diuji
pada Tanggal : 21 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs. Heru Santoso, M.S, Ph.D
PERNYATAAN
HUBUNGAN PENYULUHAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN PERILAKU REMAJA PUTRI PADA SAAT MENSTRUASI
DI SMU CUT NYAK DHIEN LANGSA TAHUN 2014
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar magister di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Desember 2014
ABSTRAK
Hygiene menstruasi merupakan komponen hygiene perorangan yang memegang peran penting dalam menentukan status kesehatan, khususnya terhindar dari infeksi alat reproduksi. Pemilihan penyuluhan pada remaja mengenai personal hygiene saat menstruasi sangatlah penting dalam meningkatakan pengetahuan dan sikap remaja mengenai kesehatan reproduksinya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan penyuluhan tentang personal hygiene dengan perilaku remaja putri pada saat mentruasi.
Jenis penelitian adalah quasi eksperimen dengan rancangan Non Equivalent Control Group. Varibel dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan. Populasi adalah seluruh remaja putri di SMU Cut Nyak Dhien Langsa sebanyak 102 orang dan SMU Jaya Langsa sebanyak 65 orang. Sampel berjumlah 84 orang terdiri dari 42 orang kelompok perlakuan dan 42 orang kelompok kontrol dengan teknik simple random sampling. Analisis data menggunakan uji wilcoxon dengan data tidak berdistribusi normal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata pengetahuan, sikap dan tindakan sebelum dan sesudah penyuluhan. Ada perbedaan pengetahuan (p=0,0001), sikap (p=0,0001) dan tindakan (p=0,0001) remaja putri tentang personal hygiene saat menstruasi pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah penyuluhan. Pada kelompok kontrol tidak ditemukan perbedaan pengetahuan, sikap dan tindakan.
Diharapkan remaja putri dapat menerapkan dan menjaga personal hygiene pada saat mentruasi dengan rutin dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah juga dapat menambah kurikulum untuk kesehatan reproduksi serta pengembangan program keputrian dan UKS sekolah sebagai tempat memperoleh sumber informasi dalam menyadari pentingnya menjaga kebersihan organ genetalia eksterna secara dini.
ABSTRACT
Menstrual hygiene is a component of individual hygiene that plays an important role in determining her health status, especially being prevented from reproductive infections. The choice of extension on personal hygiene during menestrual period for the female teenagers to improve their knowledge and attitude towards their reproductive health is very important. The purpose of this study was to find out the relationship between extension on personal hygiene and the behavior of female teenagers during menstrual period.
The research variables of this quasi experimental study with non-equivalent control group design were knowledge, attitude and action. The population of this study was all of 102 female teenagers studying at high school Cut Nyak Dhien Langsa and 65 female teenagers studying at high school Jaya Langsa. The sample for this study were 84 female teenagers consisting of 42 for treatment group and 42 for control group selected through simple random sampling technique. The data obtained were analyzed through Wilcoxon tests with the data which were not normally distributed.
The result of this study showed that the knowledge, attitude and action had an average increase before and after extension. There was a difference between knowledge (p = 0.001), attitude (p = 0.001) and action (p = 0.001) of the female teenagers on the personal hygiene during menstrual period in the treatment group before and after the extension. The difference between knowledge, attitude and action were not found in the control group.
The female teenagers are expected to routinely keep their personal hygiene during their menstrual period in their daily life. The school should also add reproductive health and keputrian development program into its curriculum and the school health unit is functioned as the resources of information in realizing the importance of earlier maintaining the hygiene of external genetalia organ.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Hubungan Penyuluhan tentang Personal Hygiene dengan Perilaku Remaja Putri pada Saat Menstruasi di SMU Cut Nyak Dhien Langsa Tahun 2014”
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan
bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc.(CTM)., Sp.A, (K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam
4. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D dan Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes, selaku
Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,
mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari
pengajuan judul hingga penulisan Proposal ini selesai.
5. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si dan Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M
selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi
kesempurnaan penulisan tesis ini.
6. Kepala Sekolah SMU Cut Nyak Dhien Langsa beserta seluruh staf pegawai yang
telah membantu melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
7. Para Dosen dan Staf di Lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Ayahanda T. Anwar Bahrum
dan Ibu Rosmini serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril
serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.
9. Teristimewa buat suami tercinta Syarbaini dan berkat merekalah penulis
termotivasi untuk menyelesaikan studi ini.
10.Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam
penyusunan tesis ini.
11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Desember 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Cut Rita Zahara, lahir pada tanggal 19 September 1981 di
Kota Bakti, kecamatan sakti kabupaten Aceh Pidie Provinsi Aceh, beragama Islam,
bertempat tinggal di Jalan T. Chik Ditunong No. 95 Kp Jawa Tengah Langsa.
Penulis merupakan anak dari pasangan ayahanda T. Anwar Bahrum dan ibunda
Rosmini AB, anak ketiga dari empat bersaudara.
Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri Kp jeumpa (19
95), SMP Negeri No.3 Langsa (1998 ), SMU Cut Nyak Dhien Langsa (2001),
Diploma III Kebidanan Politeknik Banda Aceh (2004), Program Studi D-IV Bidan
Pendidik di Politeknik Medan (2010) dan tahun 2012 – 2014 Penulis menempuh
pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat
studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Pada tahun 2005 penulis bekerja di Rumah Sakit Umum Langsa sebagai
tenaga Honorer dan pada tahun 2006 diangkat menjadi PNS di Rumah Sakit Umum
DAFTAR ISI
2.2 Personal Hygiene saat Mensturasi ... 12
2.2.1 Siklus Menstruasi ... 16
2.2.2 Mekanisme Terjadinya Perdarahan Haid ... 16
2.2.3 Dampak Personal Hygiene Remaja ... 18
2.3 Penyuluhan Kesehatan ... 19
2.3.1 Tujuan Penyuluhan Kesehatan ... 20
2.3.2 Faktor-faktor Keberhasilan Penyuluhan Kesehatan ... 21
2.3.3 Metode Penyuluhan ... 22
2.4 Perilaku Remaja... 27
2.4.1 Pengetahuan ... 27
2.4.2 Sikap ... 31
2.4.3 Tindakan atau Praktik (Practice) ... 33
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 43
3.4.1 Data Primer ... 43
3.4.2 Data Sekunder ... 43
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 46
3.5.1 Variabel Penelitian ... 46
4.3 Gambaran Pengetahuan Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum Intervensi ... 50
4.4 Gambaran Sikap Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Konstrol Sebelum Intervensi ... 54
4.5 Gambaran Tindakan Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol sebelum Intervensi ... 59
4.6 Uji Normalitas ... 63
4.7 Hubungan Penyuluhan tentang Personal Hygiene dengan Perilaku (Pengetahuan) Remaja Putri pada saat Menstruasi ... 63
4.8 Hubungan Penyuluhan tentang Personal Hygiene dengan Perilaku (Sikap) Remaja Putri pada saat Menstruasi ... 66
4.9 Hubungan Penyuluhan tentang Personal Hygiene dengan Perilaku (Tindakan) Remaja Putri pada saat Menstruasi ... 68
BAB 5. PEMBAHASAN ... 71
5.1 Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan ... 71
5.2 Gambaran Sikap Remaja Putri tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan 73
5.3 Gambaran Tindakan Remaja Putri tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan ... 75
5.4 Perbedaan Pengetahuan Remaja Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan ... 76
5.6 Perbedaan Tindakan Remaja Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Penyuluhan ... 82
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
6.1 Kesimpulan ... 86
6.2 Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 89
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Distribusi Perhitungan Besar Sampel Penelitian di SMU Cut Nyak Dhien dan SMU Jaya Langsa ... 42
3.2 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Butir Instrumen Variabel Pengetahuan ... 44
3.3 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Butir Instrumen Variabel Sikap ... 45
3.4 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Butir Instrumen Variabel Tindakan 45
4.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 50
4.2 Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Pengetahuan Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum Intervensi ... 51
4.3 Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Pengetahuan Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sesudah Intervensi ... 52
4.4 Distribusi Kategori Pengetahuan Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi ... 53
4.5 Gambran Frekuensi Item Pernyataan Sikap Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum Intervensi ... 54
4.6 Gambaran Frekuensi Item Pernyataan Sikap Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sesudah Intervensi ... 55
4.8 Gambaran Frekuensi Item Pernyataan Tindakan Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum Intervensi ... 59
4.9 Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Tindakan Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sesudah Intervensi ... 61
4.10 Distribusi Kategori Tindakan Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi ... 62
4.11 Uji Normalitas Kelompok Perlakuan dan Kontrol pada Variabel Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sebelum dan Sesudah Pemberian Perlakuan ... 63
4.12 Hasil Uji Wilcoxon Pengetahuan Siswi pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol ... 64
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden pada Kelompok Perlakuan di SMU Cut Nya Dhien ... 65
4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden pada Kelompok Kontrol di SMU Jaya Langsa ... 65
4.3 Distribusi Frekuensi Sikap Responden pada Kelompok Perlakuan di SMU Cut Nyak Dhien ... 67
4.4 Distribusi Frekuensi Sikap Responden pada Kelompok Kontrol di SMU Jaya Langsa ... 67
4.5 Distribusi Frekuensi Tindakan Responden pada Kelompok Perlakuan di SMU Cut Nyak Dhien ... 69
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kusioner Penelitian ... 93
2. Daftar Nama Remaja Putri ... 97
3. C-Survey ... 99
4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 101
5. Hasil Statistik ... 106
6. Dokumentasi saat Penelitian ... 108
7. Surat Izin Melakukan Penelitian ... 113
ABSTRAK
Hygiene menstruasi merupakan komponen hygiene perorangan yang memegang peran penting dalam menentukan status kesehatan, khususnya terhindar dari infeksi alat reproduksi. Pemilihan penyuluhan pada remaja mengenai personal hygiene saat menstruasi sangatlah penting dalam meningkatakan pengetahuan dan sikap remaja mengenai kesehatan reproduksinya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan penyuluhan tentang personal hygiene dengan perilaku remaja putri pada saat mentruasi.
Jenis penelitian adalah quasi eksperimen dengan rancangan Non Equivalent Control Group. Varibel dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan. Populasi adalah seluruh remaja putri di SMU Cut Nyak Dhien Langsa sebanyak 102 orang dan SMU Jaya Langsa sebanyak 65 orang. Sampel berjumlah 84 orang terdiri dari 42 orang kelompok perlakuan dan 42 orang kelompok kontrol dengan teknik simple random sampling. Analisis data menggunakan uji wilcoxon dengan data tidak berdistribusi normal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata pengetahuan, sikap dan tindakan sebelum dan sesudah penyuluhan. Ada perbedaan pengetahuan (p=0,0001), sikap (p=0,0001) dan tindakan (p=0,0001) remaja putri tentang personal hygiene saat menstruasi pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah penyuluhan. Pada kelompok kontrol tidak ditemukan perbedaan pengetahuan, sikap dan tindakan.
Diharapkan remaja putri dapat menerapkan dan menjaga personal hygiene pada saat mentruasi dengan rutin dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah juga dapat menambah kurikulum untuk kesehatan reproduksi serta pengembangan program keputrian dan UKS sekolah sebagai tempat memperoleh sumber informasi dalam menyadari pentingnya menjaga kebersihan organ genetalia eksterna secara dini.
ABSTRACT
Menstrual hygiene is a component of individual hygiene that plays an important role in determining her health status, especially being prevented from reproductive infections. The choice of extension on personal hygiene during menestrual period for the female teenagers to improve their knowledge and attitude towards their reproductive health is very important. The purpose of this study was to find out the relationship between extension on personal hygiene and the behavior of female teenagers during menstrual period.
The research variables of this quasi experimental study with non-equivalent control group design were knowledge, attitude and action. The population of this study was all of 102 female teenagers studying at high school Cut Nyak Dhien Langsa and 65 female teenagers studying at high school Jaya Langsa. The sample for this study were 84 female teenagers consisting of 42 for treatment group and 42 for control group selected through simple random sampling technique. The data obtained were analyzed through Wilcoxon tests with the data which were not normally distributed.
The result of this study showed that the knowledge, attitude and action had an average increase before and after extension. There was a difference between knowledge (p = 0.001), attitude (p = 0.001) and action (p = 0.001) of the female teenagers on the personal hygiene during menstrual period in the treatment group before and after the extension. The difference between knowledge, attitude and action were not found in the control group.
The female teenagers are expected to routinely keep their personal hygiene during their menstrual period in their daily life. The school should also add reproductive health and keputrian development program into its curriculum and the school health unit is functioned as the resources of information in realizing the importance of earlier maintaining the hygiene of external genetalia organ.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan reproduksi bukan hanya masalah individu yang bersangkutan,
tetapi menjadi perhatian bersama, karena dampaknya luas menyangkut berbagai
aspek kehidupan dan menjadi parameter kemampuan negara dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Kesehatan reproduksi
mendapat perhatian kusus secara global, pada tahun 1994 di Kairo Mesir, diadakan
Konperensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan yang di ikuti oleh
sekitar 180 negara, termasuk indonesia. Di tingkat Internasional itu disepakati definisi
Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara
utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecatatan dalam suatu hal yang
berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Pinem, 2009).
Remaja berasal dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau menjadi
dewasa. Masa peralihan dari masa anak – anak dengan masa dewasa disebut masa
remaja. Menurut World Health Organization (WHO) masa remaja dimulai pada usia
antara 12 sampai 24 tahun. Di Indonesia yang disebut remaja menurut Departemen
Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan pada masa tersebut
terjadi proses pematangan fisik maupun psikologis (Dariyo, 2004).
Masa remaja disebut juga masa puberitas, merupakan masa transisi yang unik
perubahan organnobiologis yang cepat dan tidak seimbang dengan perubahan mental
emosional (kejiwaan). Keadaan ini dapat membuat remaja bingung. Oleh karena itu
perlu perhatian, bimbingan dan dukungan dari lingkungan disekitarnya sehingga
remaja dapat tumbuh dan berkembang nenjadi manusia dewasa yang sehat baik
jasmani, mental maupun psikososial (Pinem, 2009). Organ reproduksi menunjukkan
perubahan yang dramatis pada saat pubertas, dimulai dengan pertumbuhan folikel
primodial ovarium yang mengeluarkan hormon estrogen. Pengeluaran hormon ini
menumbuhkan tanda seks skunder yang salah satunya terjadi pengeluaran darah
menstruasi pertama yang disebut dengan menarche.
Kata menstruasi berasal dari bahasa latin yang berarti bulan, dan sering
disebut dengan istilah mens atau haid. Menstruasi adalah terjadinya perdarahan
melalui vagina yang bersifat fisiologis karena luruhnya lapisan endometrium dari
dinding rahim. Pada siklus menstruasi endometrium dipersiapkan secara teratur
untuk menerima ovum yang telah dibuahi setelah terjadi ovulasi dibawah pengaruh
hormon ovarium yaitu estrogen dan progesteron. Saat menstruasi perawatan
organ-organ reproduksi sangatlah penting terutama kebersihan daerah kewanitaan, karena
saat menstruasi pembuluh darah dalam rahim mudah terkena infeksi (Kusmiran,
2011).
Alat kelamin wanita berhubungan langsung dengan dunia luar melalui liang
senggama, saluran mulut rahim, rongga/ruang rahim, saluran telur (tuba fallopi) yang
bermuara didalam ruang perut. Karena hubungan langsung ini maka infeksi alat
hygiene, sehingg infeksi pada bagian luarnya secara berkelanjutan dapat berjalan
menuju ruang perut. Dalam bentuk infeksi selaput dinding perut (peritonitis). Sistem
pertahanan dari alat kelamin wanita cukup baik yaitu mulai dari sistem asam-basanya,
pengeluaran lendir yang selalu mengalir kearah luar menyebabkan bakteri dibuang
dan dalam bentuk mentruasi. Meskipun demikian infeksi sering terjadi dikarenakan
kurangnya perawatan pada alat kelamin wanita.
Angka kejadian infeksi saluran reproduksi (ISR) tertinggi di dunia adalah
pada usia remaja (35%-42% ) dan dewasa remaja (27%-33%). Prevalensi ISR pada
remaja di dunia tahun 2006 yaitu : kandidiasis (25%-50%), vaginosis bekterial
(20%-40%), dan trikomoniasis (5%-15%). Diantara negara-negara di Asia Tenggara, wanita
indonesia lebih rentan mengalami ISR yang dipicu iklim Indonesia yang panas dan
lembab (Puspitaningrum, 2010). Jumlah kasus ISR di Jawa Timur seperti candidiasis
dan servisitis yang terjadi pada remaja putri sebanyak 86,5% ditemukan di Surabaya
dan malang. Penyebab tertinggi dari kasus tersebut adalah jamur candida albican
sebanyak 77% yang senang berkembang biak dengan kelembapan tinggi seperti pada
saat mentruasi. Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan
meningkat yang memudahkan pertumbuhan jamur (Kasdu, 2008). Perempuan yang
memiliki riwayat ISR mempunyai dampak buruk untuk masa depannya seperti:
kemandulan, kangker leher rahim, dan kehamilan di luar kandungan (Rahayu, 2011).
Penyebab utama penyakit ISR yaitu imunitas lemah (10%), perilaku kurang
hygiene pada saat menstruasi (30%), dan lingkungan yang tidak bersih serta
Menurut data pusat statistik (BPS) dan Bappenas tahun 2010, sebagian besar dari 63
juta jiwa remaja di Indonesia rentan berprilaku tidak sehat (Aisyaroh, 2010). Perilaku
buruk dalam menjaga hygiene pada saat mentruasi dapat menyadari pencetus
timbulnya ISR (Ratna, 2010). Hasil penelitian Ariyani tentang aspek biopsikososial
hygiene mentruasi siswa SMP di Jakarta tahun 2009 bahwa remaja putri yang
memiliki perilaku menjaga kebersihan genetalia saat mentruasi yang baik hanya
17,4%. Remaja putri yang melakukan perilaku hygien pada saat menstruasi akan
terhindari dari ISR dan merasa nyaman beraktivitas sehari-hari (Kissanti, 2008).
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan upaya harus dilakukan secara
komprehensif berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Promosi kesehatan
untuk masalah kesehatan ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor perilaku dan
non perilaku (fisik, sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya). Untuk faktor perilaku
upaya yang dilakukan dapat melalui dua pendekatan, yakni: pendidikan (education)
dan paksaan atau tekanan (coersion). Dalam rangka pembinaan dan peningkatan
perilaku kesehatan masyarakat, pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih
tepat dikarenakan pendidikan merupakan upaya agar remaja berperilaku atau
mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan,
memberikan informasi, memberi kesadaran dan sebagainya. Dengan demikian
pendidikan kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau
masyarakat sangat penting untuk terus dilakukan karena mempunyai pengaruh positif
Untuk mencapai tujuan pendidikan kesehatan perlu alih pengetahuan dan alih
tehnologi tentang cara kerja, penggunaan alat bantu dalam melaksanakan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat, cara pendekatan ke masyarakat merupakan hal-hal
yang memegang peranan penting mencapai keberhasilan. Cara bekerja sambil belajar
(learning by doing), pemahaman dan penghayatan tentang pendidikan kesehatan
kepada masyarakat dan peran pendidik kesehatan (tenaga penyuluh) sebagai anggota
dari tim kesehatan masyarakat desa dapat langsung diterapkan. Karena pendidikan
kesehatan yang berjalan sendiri tidaklah ada artinya. Pendidikan kesehatan baru ada
artinya jika dilaksanakan bersama program kesehatan dan yang terbaik adalah jika
pendidikan kesehatan dilaksanakan bersama program kesehatan dan masyarakat
(Ali,2010).
Salah satu metode pendidikan kesehatan adalah melalui pendidikan teman
sebaya, yang merupakan suatu bentuk pendidikan yang dilakukan oleh penyuluhan.
Penyuluhan merupakan metode pendididkan kesehatan yang bertujuan meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh dan bersama masyarakat
agar dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber
daya masyarakat dalam upaya kesehatan, sesuai dengan sosial budaya setempat.
Upaya penyuluhan dapat dilakukan dengan menggunakan media cetak seperti leaflet,
ataupun elektronik seperti pemutaran video, maupun media ruang. Dalam hal ini
media digunakan untuk membuat suasana yang kondusif terhadap perubahan perilaku
Pemilihan penyuluhan pada remaja mengenai personal hygiene saat
menstruasi sangatlah penting dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja
mengenai kesehatan reproduksinya. Pemberian penyuluhan nantinya sangat
diharapkan sebagai metode dalam mengubah perilaku remaja yang selama ini tidak
sadar akan kepentingan kebersihan personal hygiene menjadi sadar dan memahami
pentingnya perilaku menjaga kebersihan personal hygiene. Adapun tujuan dari
penyuluhan kesehatan reproduksi kepada remaja adalah menumbuhkan kesadaran dan
memberi motivasi para remaja untuk memperhatikan kesehatan reproduksi mereka
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan.
Pengetahuan seseorang tentang sesuatu dapat menyebabkan perubahan perilaku
(Notoatmodjo, 2010). Tingkat pengetahuan yang kurang dikarenakan beberapa hal,
yaitu penyampaian informasi yang kurang tepat atau kurang lengkap, sumber
informasi yang salah, dan penyampaian informasi yang berlebihan sehingga
menimbulkan sikap diskriminan di kalangan remaja tentang menstruasi
(Sarwono, 2006).
Penerapan pendidikan kesehatan melalui metode promosi kesehatan secara
umum sangat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan siswa tentang kesehatan
reproduksi untuk mereduksi penyimpangan seks, dan terjaganya kesehatan reproduksi
mereka secara utuh, karena siswa adalah kelompok usia yang sangat rentan terhadap
segala informasi yang menyimpang, dan cenderung cepat untuk mengadopsinya.
Kebutuhan informasi kesehatan reproduksi bagi remaja SMU sangat mutlak
kesehatan di sekolah. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa remaja SMU relatif
sedikit memperoleh informasi dari guru di sekolahnya. Hasil penelitian Ramdani dan
Dewi (1996) terhadap 113 siswa SMP di Yogyakarta. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa bagi remaja putri orang tua merupakan sumber informasi
mengenai menstruasi, sedangkan bagi remaja putra sumber informasi mengenai
mimpi basah adalah teman. Informasi tentang kehamilan juga tidak sama antara
remaja putri dan remaja putra. Majalah, surat kabar, rubrik konsultasi ternyata banyak
diminati oleh remaja perempuan untuk memuaskan keingintahuan mengenai resiko
tinggi hubungan seksual. Informasi yang sering digunakan adalah guru, teman dan
majalah. Keadaan ini memberikan suatu fenomena bahwa peran guru dalam
pemberian informasi kesehatan reproduksi sangat penting.
Hasil studi pendahuluan di SMU Cut Nyak Dhien Langsa jumlah Remaja
putri sebanyak 102 siswi dan dilakukan wawancara 20 siswi pada kelas III dengan
hasil hanya 2 orang siswi yang tahu tentang personal hygiene saat menstrusi dan 18
yang lain tidak tahu tentang personal hygiene saat mentruasi. Hal ini disebabkan
berbagai faktor yaitu kurangnya pengetahuan tentang personal hygiene pada saat
menstruasi baik dari institusi maupun dari orang tua.
Berdasarkan data di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “hubungan penyuluhan tentang personal hygiene dengan perilaku
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi masalah pada penelitian ini
adalah bagaimana hubungan penyuluhan tentang personal hygiene dengan perilaku
remaja putri pada saat mentruasi Di SMU Cut Nyak Dhien Langsa Tahun 2014.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan penyuluhan tentang personal
hygiene dengan perilaku remaja putri pada saat mentruasi Di SMU Cut Nyak Dhien
Langsa Tahun 2014.
1.4 Hipotesis Penelitian
Ada hubungan penyuluhan tentang personal hygiene dengan perilaku remaja
putri pada saat mentruasi Di SMU Cut Nyak Dhien Langsa Tahun 2014.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Langsa agar lebih aktif dalam
memberikan informasi/penyuluhan berkitan dengan kesehatan remaja putri
2. Bahan masukan bagi pendidikan agar dapat mengadakan seminar di sekolah agar
menambahkan pengetahuan bagi remaja putri kususnya tentang personal hygiene
3. Bahan masukan bagi remaja putri agar sering mencari informasi tentang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Remaja
Remaja adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial
(Dariyo, 2004). Perkembangan pada remaja putri ditandai dengan adanya menstruasi
(menarche). Menstruasi pertama menandakan bahwa remaja putri sudah siap untuk
hamil (Sarwono, 2006). Masa remaja merupakan suatu proses tumbuh kembang yang
berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanan-kanak kedewasa
muda.
Menurut Pieter dan Lubis (2010) kata remaja berasal dari bahasa Latin
adolescentia yang berarti remaja yang mengalami kematangan fisik, emosi, mental
dan sosial. Piaget dalam Hurlock (2004) mengatakan bahwa masa remaja ialah masa
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana individu tidak lagi merasa di
bawah tingkatan orang dewasa akan tetapi sudah dalam tingkatan yang sama.
Menurut Pardede (2002) masa remaja merupakan suatu fase perkembangan
yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi
dari masa anak kemasa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik,
mental, emosional dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua kehidupan.
Menurut Soetjiningsih (2004), perkembangan fisik termasuk organ seksual
maupun pada anak perempuan akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja
secara keseluruhan. Perkembangan seksual tersebut sesuai dengan beberapa fase
mulai praremaja, remaja awal, remaja menengah, sampai pada remaja akhir.
1. Pra Remaja
Masa praremaja adalah suatu tahap untuk memasuki tahap remaja yang
sesungguhnya. Pada masa praremaja ada beberapa indikator yang telah ditentukan
untuk menentukan identitas jender laki-laki atau perempuan. Beberapa indikator
tersebut ialah indikator biologis yang berdasarkan jenis kromosom, bentuk gonad
dan kadar hormon. Ciri-ciri perkembangan seksual pada masa ini antara lain
perkembangan fisik yang masih tidak banyak berbeda dengan sebelumnya. Pada
masa praremaja ini mereka sudah mulai senang mencari tahu informasi tentang
seks dan mitos seks baik dari teman sekolah, keluarga atau dari sumber lainnya.
Penampilan fisik dan mental secara seksual tidak banyak memberikan kesan yang
berarti.
2. Remaja Awal
Merupakan tahap awal (permulaan), remaja sudah mulai tampak ada
perubahan fisik yaitu fisik sudah mulai matang dan berkembang. Pada masa ini
mereka sudah mulai mencoba melakukan onani (masturbasi) karena telah
seringkali terangsang secara seksual akibat pematangan yang dialami.
Rangsangan ini diakibatkan oleh faktor internal yaitu meningkatnya kadar
testosterone pada laki-laki dan estrogen pada remaja perempuan. Sebagian dari
mereka justru selama atau sesudah merasakan kenikmatan tersebut kemudian
merasa kecewa dan merasa berdosa.
3. Remaja Menengah
Pada masa remaja menengah, para remaja sudah mengalami pematangan
fisik secara penuh yaitu anak laki-laki sudah mengalami mimpi basah sedangkan
anak perempuan sudah mengalami haid. Pada masa ini gairah seksual remaja
sudah mencapai puncak sehingga mereka mempunyai kecenderungan
mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik. Namun demikian,
perilaku seksual mereka masih secara alamiah. Mereka tidak jarang melakukan
pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang mereka mencari kesempatan
untuk melakukan hubungan seksual. Sebagian besar dari mereka mempunyai
sikap yang tidak mau bertanggungjawab terhadap perilaku seksual yang mereka
lakukan.
4. Remaja Akhir
Pada masa remaja akhir, remaja sudah mengalami perkembangan fisik
secara penuh, sudah seperti orang dewasa. Mereka telah mempunyai perilaku
seksual yang sudah jelas dan mereka sudah mulai mengembangkannya dalam
bentuk pacaran.
Permasalahan gangguan kesehatan reproduksi yang sering ditemukan pada
remaja saat menstruasi, yaitu pemakaian pembalut dalam rentang yang sangat lama,
menyebabkan terganggunya sirkulasi oksigendi area organ reproduksi yang dapat
menyebabkan iritasi (Winerungan, 2013).
2.2. Personal Hygiene saat Menstruasi
Mentruasi adalah pendarahan vagina secara berkala akibat terlepasnya lapisan
endometrium uterus. Fungsi mentruasi normal merupakan hasil interaksi antara
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada
jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium merupakan peranan
penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam mengatur
perubahan-perubahan siklus maupun lama siklus mentruasi (Hasyim, 2004).
Mentruasi atau haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai
pelepasan (deskuamasi) endometrium (Proverawati dan Misaroh, 2009).
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya
perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis. Personal hygiene saat menstruasi adalah tindakan untuk memelihara kesehatan
dan kebersihan pada daerah kewanitaan pada saat menstruasi (Pribakti, 2008).
Hygiene menstruasi merupakan komponen hygiene perorangan yang
memegang peran penting dalam menentukan status kesehatan, khususnya terhindar
dari infeksi alat reproduksi. Oleh karena itu pada saat menstruasi seharusnya
perempuan benar-benar dapat menjaga kebersihan organ reproduksi secara “ekstra”
menimbulkan mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan virus yang berlebih
sehingga dapat mengganggu fungsi organ reproduksi (Indriastuti, 2009).
Salah satu perilaku yang sangat ditekankan bagi perempuan yang tengah
mengalami menstruasi adalah pemeliharaan kebersihan diri. Untuk menjaga
kebersihan dan kesehatan, idealnya penggunaan pembalut selama menstruasi harus
diganti secara teratur 2 sampai 3 kali sehari atau setiap 4 jam sekali, apabila jika
sedang banyak-banyaknya. Setelah mandi atau buang air, vagina harus dikeringkan
dengan tissu atau handuk agar tidak lembab. Selain itu pemakaian celana dalam
hendaknya bahan yang terbuat dari yang mudah menyerap keringat, sedangkan
hygiene adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan
mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit
(Indriastuti, 2009).
Hygiene menstruasi kemungkinan besar dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi. Sebagian besar dari mesyarakat di Indonesia
mempercayai mitos-mitos saat menstruasi. Minimnya pengetahuan dan wawasan
masyarakat menjadikan mereka berpola pikir yang mengada-ada, yang kemudian
berkembang menjadi mitos. Meskipun secara medis, mitos yang berkembang tersebut
tidak alamiah, kenyataannya banyak masyarakat yang masih percaya dengan berita
yang mengada-ada tersebut (Andira, 2010).
Perilaku lain yang kurang dari perawatan hygiene menstruasi adalah malas
mengganti pembalut. Beberapa penyakit yang mudah hinggap pada wanita adalah
wanita dalam masa menstruasi. Salah satu penyebabnya yaitu bakteri yang
berkembang pada pembalut (Andira, 2010).
Mulyati (2007), cara membersihkan daerah kewanitaan adalah :
1. Membasuh tangan dengan sabun, sebelum dan sesudah memegang daerah
kewanitaan
2. Membasuh daerah kewanitaan dengan air bersih
3. Membasuh dari arah depan ke belakang setelah buang air kecil/buang air besar
untuk mencegah masuknya mikroorganisme dari anus
4. Hindari penggunaan tissue toilet terlalu sering
5. Hindari pembalut yang menyebabkan iritasi
Cara perawatan vaginal dan ginekologi yang baik menurut Sheldon (1986)
adalah:
1. Mandi setiap hari dengan sabun dan air hangat .jangan pakai sabun yang
mengandung zat-zat kimia tertentu .pada waktu mencuci, renggangkan bibir
vagina dan bersihkan baik-baik, jangan lupa membersihkan daerah clitoris,
douche (penyemprotan) sesungguhnya tidak perlu.
2. Sesudah buang air besar, bersihkan daerah dubur dari depan kebelakang. Anus
letaknya dekat pembukaan vagina, maka cara pembersihan yang kurang baik bias
memindahkan bakteri dari dubur dan kotoran kedalam vagina atau saluran
3. Dikamar mandi umum, sebaiknya pakai penutup tempat duduk toilet yang dapat
langsung kamu buang sesudah kamu pakai sendiri. Jangan lupa cuci tangan
sesudahnya.
4. Vulva harus cukup mendapatkan udara dan harus selalu kering. Lebih baik pakai
celana dalam yang terbuat dari kain katun, karena nilon tidak menghisap air dan
tidak tembus udara yang diperlukan untuk aliran udara bebas ke bagian luar alat
kelamin.
5. Selama haid, gantilah pembalut sesering mungkin. Minimal 2x sehari, meskipun
jumlah darah hanya sedikit.
6. Selama ovulasi ada pengeluaran cairan dari vagina lebih dari biasanya.
Kadang-kadang ada pendarahan. Ini disebabkan oleh produksi estrogen yang meningkat
disertai perubahan hormon-hormon tertentu. Mencuci dengan air dan sabun
sudah cukup.
7. Jangan pakai deodoran khusus untuk daerah vagina. Ini tambah merangsang dan
sama sekali tidak ada gunanya. Karena deodorant itu sendiri bisa menimbulkan
infeksi
8. Jangan lupa memeriksakan diri secara teratur. Gejala yang lain daripada yang
biasa terjadi sehari-hari, misalnya:pengeluaran luaran lender dari vagina, bau
ataupun tidak bau, haid yang banyak dan berkepanjangan, perdarahan diantara
9. Berusahalah selalu menambah pengetahuanmu, mengenal tubuhmu, segala fungsi
dan anatominya. Banggalah akan segala milikmu ini, suatu pemberian alami
yang indah sekali.
2.2.1. Siklus Menstruasi
Pada wanita siklus menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari, walaupun hal
ini berlaku umum, kadang-kadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 30 hari.
Biasanya menstruasi rata-rata terjadi 5 hari, kadang-kadang menstruasi juga dapat
terjadi sekitar 2 hari sampai 7 hari. Umumnya darah yang hilang akibat menstruasi
adalah 10 ml hingga 80 ml perhari tetapi biasanya dengan rata-rata 35 ml perharinya
(Proverawati dan Misaroh, 2009).
2.2.2. Mekanisme Terjadinya Perdarahan Haid
Ditinjau dari segi medis mekanisme perdarahan haid dari seorang wanita ini
terjadi selama lebih kurang satu minggu, diakibatkan oleh pengaruh aktivitas
hormonal tubuh dan dapat disertai dengan timbulnya beberapa keluhan yang
menyertainya, yaitu keputihan, perasaan nyeri atau panas (terutama disekitar perut
bagian tengah-bawah dan kemaluan), ketidakstabilan emosi, lemas, tidak bergairah,
dan penambahan atau penurunan nafsu makan (Hendrik, 2006).
Mekanisme terjadinya perdarahan haid secara singkat dapat dijelaskan melalui
proses-proses yang terjadi dalam satu siklus haid yang terdiri atas empat fase, yaitu :
1. Fase Proliferasi
Dinamakan juga fase folikuler, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu (masa)
uterus berakfitas menumbuhkan lapisan endometriumnya yang mulai pulih dan
dibentuk pada fase regenerasi atau pascahaid.
2. Fase Luteal
Dinamakan juga fase sekresi atau fase prahaid, yaitu suatu fase yang
menunjukkan waktu (masa) ketika ovarium beraktivitas membentuk korpus
luteum dari sisa-sisa folikel-folikel matangnya (folikel de Graaf) yang sudah
mengeluarkan sel ovumnya pada saat terjadinya ovulasi dan menghasilkan
hormone progesterone yang akan digunakan sebagai penunjang lapisan
endometrium uteri untuk bersiap-siap menerima hasil konsepsi (jika terjadi
kehamilan) atau melakukan proses deskuamasi dan penghambatan masuknya sel
sperma (jika tidak terjadi kehamilan). Pada hari ke-14 (setelah terjadinya proses
ovulasi) sampai hari ke-28, berlangsung fase luteal.
3. Fase Menstruasi
Dinamakan juga fase deskuamasi atau fase haid, yaitu suatu fase yang
menunjukkan waktu (masa) terjadinya proses deskuamasi pada lapisan
endometrium uteri disertai pengeluaran darah dari dalam uterus dan dikeluarkan
melalui vagina.
4. Fase Regenerasi
Di namakan juga fase pasca haid, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu
(masa) terjadinya proses awal pemulihan dan pembentukan kembali lapisan
endometrium uteri setelah mengalami proses deskuamasi sebelumnya.
menstruasi tersebut, lapisan endometriun uteri juga melepaskan hormone
prostaglandin E2 dan F2a, yang akan mengakibatkan berkontraksinya lapisan
miometrium uteri sehingga banyak pembuluh darah yang terkandung di
dalamnya mengalami vasokontriksi, akhirnya akan membatasi terjadinya proses
perdarahan haid yang sedang berlangsung.
2.2.3 Dampak Personal Hygiene Remaja
Keluhan yang dialami oleh remaja adalah gatal-gatal pada daerah kemaluan
saat menstruasi. Gatal-gatal saat menstruasi ini disebut juga dengan pruritus vulvae.
Pruritus vulvae adalah iritasi atau rasa gatal disekitar vulva dan lubang vagina yang
bisa terjadi pada malam hari. Pruritus vulva bisa disebabkan oleh adanya keputihan
pada vagina (Misery, 2010). Banerjee dan Chazal (2006) menyatakan bahwa
penyebab umum pruritus vulvaginal adalah infeksi fungi (jamur), sedangkan Harris
(1996) menjelaskan bahwa kebanyakan wanita mengalami keputihan berulang dan
iritasi vulva bukan karena infeksi jamur atau penggunaan pembalut tersebut, namun
disebabkan oleh penggunan sabun yang berlebihan pada vagina. Namun, sebagian
besar mereka menginformasikan bahwa hal ini terjadi karena efek sabun, krim, lotion,
panty-liners, pakaian, panas, iritasi dan perawatan iritasi vagina.
Hal ini sesuai dengan teori menurut Pribakti (2008) bahwa salah satu dampak
yang bisa terjadi bila tidak menjaga kebersihan tubuh diantaranya muncul bau khas
dari daerah vagina, karena dinding vagina serta leher rahim mengeluarkan cairan.
Apabila cairan ini berwarna putih atau kekuningan adalah sehat dan normal.
Biasanya para wanita maupun remaja putri mengalami keputihan pada saat menjelang
haid dan sesudah haid.
2.3 Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan adalah proses perubahan perilaku dikalangan masyarakat agar
mereka tahu, mau dan mampu melakukan perubahan demi tercapainya peningkatan
produksi, pendapatan atau keuntungan dan perbaikan kesejahteraannya
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Vandenban dan Hawkins (1999) penyuluhan adalah keterlibatan
seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan
membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang
benar.
Penyuluhan kesehatan sama dengan pendidikan kesehatan masyarakat (Public
Heslth Education), yaitu suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan
kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa
dengan adanya pesan tersebut atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang
kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat
berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan
tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran (Notoatmodjo,
2007).
Penyuluhan kesehatan juga suatu proses, dimana proses tersebut mempunyai
menuju tercapainya tujuan pendidikan yakni perubahan perilaku dipengaruhi oleh
banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping
masukannya sendiri juga metode materi atau pesannya, pendidikan atau petugas yang
melakukannya,dan alat-alat bantu atau alat peraga pendidikan. Agar dicapai suatu
hasil optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama secara harmonis. Hal
ini berarti, bahwa untuk masukan (sasaran pendidikan) tertentu, harus menggunakan
cara tertentu pula, materi harus juga disesuaikan dengan sasaran, demikian pula alat
bantu pendidikan disesuaikan. Untuk sasaran kelompok, metodanya harus berbeda
dengan sasaran masa dan sasaran individu (Notoatmodjo, 2010)
2.3.1 Tujuan Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan
seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau
mempengaruhi perilaku manusia baik secara individu, kelompok maupun masyarakat
untuk meningkatkan kesadaran akan nilai kesehatan sehingga dengan sadar mau
mengubah perilakunya menjadi perilaku hidup sehat (Muninjaya, 2004). Tujuan
penyuluhan adalah mengubah perilaku masyarakat ke arah perilaku sehat sehingga
tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal, untuk mewujudkannya,
perubahan perilaku yang diharapkan setelah menerima pendidikan tidak dapat terjadi
sekaligus. Oleh karena itu, pencapaian target penyuluhan dibagi menjadi tujuan
jangka pendek yaitu tercapainya perubahan pengetahuan, tujuan jangka menengah
yang akan mengubah perilaku ke arah perilaku sehat, dan tujuan jangka panjang
adalah dapat menjalankan perilaku sehat dalam kehidupan sehari-harinya.
2.3.2 Faktor-faktor Keberhasilan Penyuluhan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2007) Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
keberhasilan penyuluhan kesehatan pada sasaran adalah sebagai berikut :
1. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandangan seseorang terhadap informasi
baru yang diterima maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi didapatnya.
2. Tingkat Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam
menerima informasi baru
3. Adat Istiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal yang
tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat menghargai dan
menganggap sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
4. Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-orang
yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan masyarakat dengan
5. Ketersediaan Waktu Masyarakat
Waktu menyampaikan informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas
masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.
2.3.3 Metode Penyuluhan
Menurut Notoatmodjo (2007), metode penyuluhan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal.
Metode yang dikemukakan antara lain :
1. Metode Penyuluhan Perorangan (Individual)
Dalam penyuluhan kesehatan metode ini digunakan untuk membina perilaku baru
atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau
inovasi. Dasar digunakan pendekatan individual ini karena setiap orang
mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan
penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari pendekatan ini antara lain :
a. Bimbingan dan Penyuluhan
Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap
masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu penyelesaiannya.
Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh
pengertian akan menerima perilaku tersebut.
b. Wawancara
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.
Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi
menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau
akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat,
apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2. Metode Penyuluhan Kelompok
Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus mengingat besarnya
kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok
yang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu
metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran penyuluhan. Metode ini
mencakup :
a. Kelompok besar, yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode
yang baik untuk kelompok ini adalah ceramah dan seminar.
b. Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang.
Metode yang cocok untuk kelompok ini adalah diskusi kelompok, curah
pendapat, bola salju, memainkan peranan, permainan simulasi.
3. Metode Penyuluhan Massa
Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada masyarakat yang
sifatnya massa atau public. Oleh karena sasaran bersifat umum dalam arti tidak
membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status ekonomi, tingkat
pendidikan dan sebagainya, maka pesan kesehatan yang akan disampaikan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pada
umumnya bentuk pendekatan masa ini tidak langsung, biasanya menggunakan
melalui media massa, simulasi, dialog antara pasien dan petugas kesehatan,
sinetron, tulisan dimajalah atau koran, bill board yang dipasang di pinggir jalan,
spanduk, poster dan sebagainya.
Menurut Mubarak (2007), macam-macam metode belajar yang dapat
digunakan dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat adalah:
1. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan
komunikasi lisan. Metode ceramah ekonomis dan efektif untuk keperluan
penyampaian informasi dan pengertian. Metode ceramah hanya cocok:
a. Untuk menyampaikan informasi.
b. Bila bahan ceramah langka.
c. Kalau organisasi sajian harus disesuaikan dengan sifat penerima.
d. Bila perlu membangkitkan minat.
e. Kalau bahan cukup diingat sebentar.
f. Untuk memberi pengantar atau petunjuk bagi format lain.
Kelemahan metode ceramah yaitu, pembicaraan hanya satu arah,
membosankan, materi yang terlalu panjang susah dimengerti dan peserta didik yang
pasif.
2. Metode Tanya-jawab
Dalam proses belajar-mengajar, bertanya memegang peranan yang penting,
sebab pertanyaan yang tersusun baik dengan teknik pengajuan yang tepat akan:
b. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap masalah yang sedang
dibicarakan.
c. Mengembangkan pola berpikir dan belajar aktif siswa, sebab berpikir itu sendiri
adalah bertanya.
d. Menuntut proses berpikir siswa, sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa
agar dapat menentukan jawaban yang baik.
e. Memusatkan perhatian murid terhadap masalah yang sedang dibahas.
f. Memberi kesempatan murid untuk mengajukan pertanyaan.
g. Merangsang motivasi murid dalam proses belajar.
h. Meningkatkan proses dalam pengajaran.
i. Membangkitkan minat dan dapat menilai penguasaan murid tentang bahan
pelajaran.
j. Mendorong berpikir untuk memecahkan masalah.
Kelemahan metode ini yaitu, sering peserta menjadi tegang dan takut, tidak
mudah untuk membuat pertanyaan.
3. Metode Demostrasi
Metode demostrasi merupakan metode mengajar dengan memperagakan suatu
kejadian dengan bantuan alat dan media untuk mempermudah diterimanya informasi
dari pembicara/pengajar. Kelebihan metode ini adalah penyampaian lebih jelas , lebih
menarik dan peserta dapat lebih aktif. Sedangkan kelemahan metode ini yaitu,
memerlukan keterampilan khusus pengajar, harus tersedia fasilitas yang memadai
4. Kerja Kelompok sebagai Salah Satu Strategi Belajar Mengajar
Kerja kelompok adalah salah satu strategi belajar mengajar yang memiliki
kadar Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Tetapi pelaksanaannya menuntut kondisi
serta persiapan yang jauh berbeda dengan format belajar mengajar yang
menggunakan pendekatan ekspositori, misalnya ceramah. Bagi mereka yang belum
terbiasa dengan penggunaan metode ini, dan masih terbiasa dengan pendekatan
ekspositorik, memerlukan waktu untuk berlatih.
5. Discovery sebagai Salah Satu Strategi Belajar Mengajar
Menurut Sund dalam Mubarak(2007), discovery adalah proses mental dimana
siswa mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksud proses mental
tersebut antara lain, mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitik beratkan studi
individual, manipulasi objek-objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat
generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep atau suatu komponen dari praktek
pendidikan yang sering disebut sebagai heuristic teaching, yakni suatu tipe
pengajaran yang meliputi metode-metode yang didesain untuk memajukan rentang
yang luas dari belajar aktif, berorientasi pada proses, membimbing diri sendiri
(self-directed), inkuiri, dan modal belajar reflektif. Semua strategi yang merangsang siswa
untuk menyelidiki sendiri lebih lanjut tanpa bantuan guru digolongkan heuristic
Strategi discovery adalah suatu metode yang unik dan dapat disusun oleh guru
dalam berbagai cara yang meliputi pengajaran keterampilan inkuiri dan pemecahan
masalah (problem solving) sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan.
6. Metode Simulasi sebagai Salah Satu Strategi Belajar Mengajar
Simulasi adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang
dimaksudkan, dengan tujuan agar orang itu dapat mempelajari lebih mendalam
tentang bagaimana orang itu merasa dan berbuat seperti apa adanya.
Metode simulasi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran melalui kegiatan
praktek langsung tentang pelaksanaan nilai-nilai penerapan pengetahuan dan
keterampilan yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Simulasi adalah tiruan
atau perbuatan yang hanya pura-pura saja (dari fakta simulate yang artinya pura-pura
atau berbuat seolah-olah, dan simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura-pura
saja. Kelemahan metode ini yaitu, membutuhkan persiapan yang matang,
membutuhkan adaptasi peran dan menyita waktu.
2.4Perilaku Remaja 2.4.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah kesan didalam fikiran manusia sebagai hasil penggunaan
panca indranya. Yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhayul
(superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation) (Mubarak
Berikutnya Wahit dalam Mubarak dkk (2007) mendefinisikan pengetahuan
adalah merupakan hasil mengungat sesuatu hal, termasuk mengingat kembali
kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini
terjadi setelah seseorang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek
tertentu.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni melalui mata dan telinga. Pada dasarnya pengetahuan
terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami
sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat
diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku, teman,
orang tua, guru, radio, televisi, foster majalah dan surat kabar. Pengetahuan yang ada
pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan yang
dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi
manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai
manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), domain kognitif pengetahuan mempunyai 6
(enam) tingkatan, yaitu: 1) tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini ialah mengingat
kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu .tahu. merupakan tingkat
kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan, dan mendefinisikan; 2)
memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari; 3)
aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan
sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau
situasi lain; 4) analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut,
dan masih ada kaitannya satu sama lain; 5) sintesis, yaitu menunjukkan kepada suatu
kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada; 6) evaluasi,
yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Menurut Wilopo dalam Indriastuti (2009), kesehatan reproduksi sebagaimana
tercantum dalam konvensi kependudukan dan pengembangan ICPD tahun 1994 di
Cairo, yakni keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh bukan hanya
tidak adanya penyakit atau kekurangan sesuatu yang berhubungan dengan sistem
reproduksi adalah banyaknya informasi yang diperoleh tentang keadaan seksualitas
sehat, baik secara fisik, psikis dan sosial yang berhubungan dengan fungsi serta
proses sistem reproduksi.
Hasil penelitian Permatasari dkk (2012) di SMA Negeri 9 Semarang
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang
personal hygiene dengan tindakan pencegahan keputihan pada remaja putri. Hal ini
dapat diasumsikan bahwa semakin baik pengetahuan yang dimiliki oleh remaja putri
tentang personal hygiene maka tindakan pencegahan keputihan pada remaja putri
juga akan semakin baik. Sebaliknya jika remaja putri kurang memiliki pengetahuan
tentang personal hygiene maka tindakan pencegahan keputihan juga berlangsung
kurang baik. Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpelihara kebersihan perseorangan dengan baik.
Pengetahuan yang kurang tentunya akan meningkatkan risiko terganggunya
keseimbangan kelembaban di daerah vagina terlebih saat mentsruasi jika perempuan
tidak memperhatikan kebersihan daerah vagina dengan baik akan muncullah beragam
keluhan yang dapat menyebabkan terjadinya iritasi vagina (Winerungan, 2013).
Pemberian pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi terhadap
remaja khususnya remaja yang baru mendapatkan haid pertama (menarche) tentunya
akan berdampak baik dalam mencegah terjadinya iritasi vagina. Banyak pengetahuan
kebersihan organ genetalia yang dapat dilakukan dalam menjaga kebersihan vagina
Menurut Notoatmodjo (2007) tindakan yang didasari pengetahuan akan lebih
langgeng dibandingkan tanpa didasari pengetahuan. Hasil yang didapat dari
penelitian ini ternyata sebagian besar responden sudah memiliki pengetahuan yang
cukup (55,9%) mengenai kebersihan alat kelamin luar dan hal itu tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2011) di SLTP Jakarta Timur
tahun 2003 yang mendapatkan hasil sebagian besar siswi SLTP di sana memiliki
pengetahuan kurang sebanyak (93,4%), dan ada penelitan lain tentang menjaga
kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi yang dilakukan oleh Rejaningsing di
Madrasah Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta tahun 2004 yang mendapatkan hasil
sebagian besar remaja putri disana memiliki pengetahuan baik (53,4%) dan kurang
(46,6%). Perbedaan berbagai hasil tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor
seperti informasi yang bisa didapatkan dari orang tua,teman maupun media-media
sumber informasi yang lainnya.
Pengetahuan remaja perempuan mengenai kesehatan reproduksi cenderung
belum adekuat, ini salah satunya yang menyebabkan mereka memiliki perilaku
kesehatan reproduksi yang kurang sehat, sebab pengetahuan yang positif dan negatif
akan mempengaruhi perilaku seseorang.
2.4.2 Sikap
Menurut Notoatmodjo (2003) sikap adalah reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak
yang tertutup. Dengan kata lain sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Menurut Ahmadi (2004) sikap dibedakan menjadi: a) sikap positif, yaitu:
sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, menyetujui terhadap norma
-norma yang berlaku di mana individu itu beda; b) sikap negatif, yaitu: menunjukkan
penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana
individu itu berbeda.
Menurut Allport dalam (Notoatmodjo, 2007) membagi sikap itu terdiri atas 3
(tiga) komponen pokok yakni :
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana
keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
3. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan
komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah
merupakan ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).
Ketiga komponen tersebut diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh itu, pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
Sikap Menurut Notoatmodjo (2007) adalah reaksi atau respon seseorang yang
masih tertutup terhadap suatu objek, belum merupakan suatu aktifitas akan tetapi
Handayani (2011) ternyata sebagian besar responden memiliki sikap yang kurang
(43.1%) mengenai kebersihan organ genitalia eksterna dan hal itu tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Rejaningsih (2004) di Madrasah Pondok Pesantren
Darunnjah Jakarta sebagian remaja putri disana memiliki sikap positif atau baik
(62,8%) dan negatif atau kurang (37,2%), penelitian lain tentang perawatan
kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi yang dilakukan Ardani (2010) di SMPN
3 Pulau Rakyat Kabupaten Asahan sebagian remaja putri disana memiliki sikap baik
(75,2%), cukup (23,3%) dan kurang (0,8%). Perbedaan berbagai hasil tersebut
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti informasi yang bisa didapatkan dari
orang tua,teman maupun media-media sumber informasi yang lainnya.
2.4.3 Tindakan atau Praktik (Practice)
Tindakan adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf
dan otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti
menulis, mengetik, olah raga dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun
tindakan itu membutuhkan koordinasi gerak teliti dan kesadaran yang tinggi. Dengan
demikian objek yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran
yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.
Menurut Notoatmodjo (2010), praktik atau tindakan ini dapat dibedakan
menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu :
a. Praktik Terpimpin (Guided Response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung