• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.5 Perbedaan Sikap Remaja Sebelum dan Sesudah Dilakukan

Berdasarkan hasil penelitian bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata sikap siswi sebelum dan sesudah penyuluhan yaitu dari 26,42 menjadi 33,45 pada kelompok perlakuan. Hasil uji wilcoxon diperoleh nilai p=0,000, artinya secara

statistik menunjukkan terdapat hubungan sikap dengan penyuluhan, sedangkan pada kelompok kontrol ada sedikit mengalami peningkatan rata-rata yaitu dari 27,19 menjadi 27,35 dengan nilai p=0,978 (>0,05), artinya tidak terdapat perubahan sikap secara signifikan pada kelompok kontrol.

Metode penyuluhan cenderung lebih membawa pembelajar lebih aktif dan menganalisa permasalahan disekitar mereka, dan menemukan solusi dari mereka sendiri. Oleh sebab itu perubahan pengetahuan tentang personal hygiene pada saat menstruasi akan serta merta mengubah sikap remaja tentang hal tersebut.

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesedian untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berprestasi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berprilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek. Kecenderungan ini dapat diperkuat dengan informasi yang lebih jelas tentang objek serta manfaat objek/ide.

Dengan dilakukannya metode penyuluhan tentang personal hygiene pada saat menstruasi remaja akan membuka cara berfikir mereka lebih objektif. Metode penyuluhan akan mengarahkan remaja untuk mengetahui dengan jelas tentang personal hygiene. Sehingga metode penyuluhan akan cenderung mengajak remaja untuk lebih bersikap setuju.

Hasil penelitian yang didapatkan tentang sikap responden bahwa sudah lebih banyak yang bersikap positif terhadap kebersihan alat reproduksi bagian luar. Hal ini dapat dilihat dalam sikap responden dalam menanggapi pernyataan negatif yang disampaikan tentang cara melakukan bilas alat reproduksi.

Menurut Sunaryo (2004) faktor penentu sikap seseorang salah satunya adalah faktor komunikasi sosial. Informasi yang diterima individu tersebut dapat menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut. Positif atau negatif informasi dari proses komunikasi tersebut tergantung seberapa besar hubungan sosial dengan sekitarnya mampu mengarahkan individu tersebut bersikap dan bertindak sesuai dengan informasi yang diterimanya. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang memperoleh informasi dari ibu, iklan dan lain sebagainya ada yang bersikap positif dan ada pula yang negatif.

Sikap positif maupun negatif dapat dipengaruhi oleh pengetahuan yang diperoleh. Seperti yang diungkapkan oleh Shah (2009) bahwa wanita yang tidak memperoleh pengetahuan yang cukup mengenai personal hygiene menstruasi kebanyakan memiliki sikap yang negatif, begitu juga sebaliknya. Kemungkinan beberapa sikap negatif dari hasil penelitian ini dipengaruhi oleh sumber informasi

yang salah yang mereka terima, usia remaja yang masih muda, dimana emosinya masih labil dan cenderung untuk membentuk suatu pemahaman tersendiri terhadap suatu permasalahan.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, bahwa masih banyak responden yang menyatakan setuju bahwa cara membersihkan alat kelamin wanita adalah dari arah belakang (vagina) kedepan. Padahal pernyataan tersebut menunjukkan sikap yang salah. Seperti yang di ungkapkan oleh Czerwinski (1996) untuk mencegah infeksi pada alat reproduksi, harus mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani produk dari menstruasi, tidak menyemprotkan air langsung ke vagina. Membersihkan vagina dari depan ke belakang dengan air bersih jangan menyiram dari belakang atau membersihkan dengan tangan yang telah menyentuh lubang dubur yang banyak mengandung kuman.

Sejalan dengan sebuah penelitian Widyantoro (Indriastuti, 2009), salah satu fenomena perilaku higienis remaja puteri pada saat menstruasi masih rendah, mengenai higienitas menstruasi pada perempuan pengunjung rumah sakit di Subang dan Tangerang mempunyai status higienitas menstruasi yang buruk. Dalam hal higienitas individu, masih terdapat responden yang salah dalam mencuci alat kelaminnya yaitu dari arah belakang ke depan.

Dengan demikian, seseorang yang tidak mempunyai pengetahuan tinggi dalam menghadapi hygiene saat menstruasi akan membentuk sikap negatif pula terhadap penerimaannya. Dengan kata lain sikap positif akan lebih sedikit ditemukan pada responden yang memiliki pengetahuan kurang dibandingkan dengan

pengetahuan baik, sehingga individu akan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang dirasakannya yang akan merugikan dirinya.

5.6 Perbedaan Tindakan Remaja Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan

Hasil analisis bivariat bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata tindakan siswi sebelum dan sesudah penyuluhan yaitu dari 5,92 menjadi 7,03 pada kelompok perlakuan. Hasil uji wilcoxon diperoleh nilai p=0,000, artinya secara statistik menunjukkan terdapat hubungan tindakanp dengan penyuluhan, sedangkan pada kelompok kontrol ada sedikit mengalami penuruna rata-rata yaitu dari 5,83 menjadi 5,80 dengan nilai p=0,705 (>0,05), artinya tidak terdapat perubahan tindakan secara signifikan pada kelompok kontrol.

Pada hasil penelitian terlihat masih banyak siswi yang jarang membersihkan alat kelamin dengan baik, mengeringkan kelamin setelah BAB dan BAK, memastikan kebersihan toilet dan mencuci tangan sebelum menyentuh alat kelamin. Hal tersebut mungkin bersangkutan dengan pengetahuan yang mereka dapatkan masih kurang, sehingga sangat diperlukan untuk memberikan informasi yang benar dan mendalam mengenai hal tersebut.

Setelah dilakukannya intervensi berupa penyuluhan terhadap siswi, ternyata terjadi peningkatan pengetahuan siswi tentang kebersihan alat kelamin. Terbukti pada saat melihat tindakan sesudah intervensi, mereka justru menerapkan apa yang mereka dapatkan dari penyuluhan tersebut.

Hygiene menstruasi merupakan keseluruhan perilaku dalam menjaga kebersihan saat menstruasi. Informasi mengenai hygiene menstruasi sangat penting karena jika tidak diterapkan akan berdampak negatif, yaitu akan menimbulkan infeksi pada alat reproduksi dan jika tidak segera ditangani akan menyebabkan kemandulan, sehingga menurunkan kualitas hidup individu yang bersangkutan.

Sebagian besar siswi juga hanya menggunakan 3 helai pembalut dalam sehari pada saat menstrusi. Penggantian pembalut kurang dari 4 kali sehari saat menstruasi masih kurang baik. Salah satu yang sangat ditekankan bagi perempuan yang tengah mengalami menstruasi adalah pemeliharaan kebersihan diri. Untuk menjaga kebersihan dan kesehatan, idealnya penggunaan pembalut selama menstruasi harus diganti secara teratur minimal mengganti pembalut 4 kali sehari atau lebih baik setiap 4 jam sekali, jika kurang dari 4 kali sehari maka bakteri yang ada dalam darah yang sudah keluar akan lebih mudah berkembangbiak dalam keadaan yang lembab.

Saat sedang haid dan memakai pembalut biasa, tanpa disadari cairan yang sudah diserap pembalut biasa yang sudah bercampur dengan kimia dan bercampur dengan bahan yang tidak steril dari pembalut biasa. Dan saat seorang wanita duduk tanpa disadari, cairan kotor dari pembalut akan keluar kembali karena terkena tekanan dan naik ke atas dan masuk kembali ke organ kewanitaan. Hal ini yang akan menyebabkan infeksi dan timbulnya masalah kewanitaan. Maka perlu dikhawatirkan jika saat memakai pembalut terasa becek/tidak kering. Hal ini berkaitan dengan pernyataan Indriastuti (2009), hygienis adalah pengetahuan, sikap dan tindakan

proaktif untuk memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit.

Sebagian besar siswi suka berganti-ganti merk pembalut, hal ini dapat di lihat pada tempat dimana siswi biasa membeli pembalut seperti di supermarket. Peneliti berasumsi membeli produk pembalut di supermarket lebih banyak pilihan merk dibandingkan jika membeli di tempat seperti kantin sekolah ataupun warung. Selain itu sebagian besar siswi juga menyatakan akan mengganti pembalut yang biasa mereka gunakan dengan yang lain jika pembalut tersebut tidak ada. Tindakan seperti ini tidak terlepas dari informasi mengenai merk pembalut yang mereka terima melalui iklan di televisi ataupun media lainnya.

Sebagian besar siswi telah menggunakan pembalut ketika menstruasi, sebagian besar siswi juga telah menjaga kebersihan kewanitaannya saat menstruasi seperti mengeringkan alat kelaminnya setelah dibasuh dengan air kemudian juga siswi menggunakan cairan pembersih untuk membersihkan alat kelaminnya, sebagian besar juga mengaku akan mengganti celana dalamnya jika sudah ada noda darah.

Menurut PKBI DIY (2000) tindakan tersebut sudah benar, setelah mandi atau buang air, vagina harus dikeringkan dengan tisu atau handuk agar tidak lembab. Selain itu pemakaian celana dalam hendaknya bahan yang terbuat dari yang mudah menyerap keringat. Sebagian besar juga membersihkan pembalut setelah dipakai, dibungkus lalu dibuang dan sebagian besar mengaku selalu mencuci pembalut yang telah dipakai dengan bersih.

Sama seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ariyani (2009) pada siswi Pondok Pesantren di Jakarta yang menyatakan bahwa sebanyak 84 responden atau 97,7% memperlakukan pembalut bekas pakai adalah dengan terlebih dahulu mencucinya, membungkus dan kemudian dibuang ke tempat sampah. Sisanya, sebanyak 2,3 responden hanya membungkusnya dan langsung membuang ke tempat sampah tanpa di cuci terlebih dahulu. Tindakan membuang pembalut ke tempat sampah sudah baik dilakukan, karena dapat menjaga kebersihan lingkungan, tapi jika sebelum dibuang pembalut bekas pakai tidak dicuci ataupun dibungkus, bahkan terkadang pembalut bekas pakai di buang kedalam WC, akan merusak pemandangan dan lingkungan akan terlihat kotor dan rusak.

Upaya untuk menuju reproduksi sehat sudah harus dimulai paling tidak pada usia remaja. Remaja harus dipersiapkan baik pengetahuan, sikap dan tindakannya kearah pencapaian reproduksi yang sehat. Kelompok remaja menjadi perhatian karena jumlah mereka yang besar dan rentan serta mempunyai resiko gangguan terhadap kesehatan reproduksi.

Dokumen terkait