• Tidak ada hasil yang ditemukan

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI

Cara hidup manusia pada awalnya adalah berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain. Aktivitas sehari-harinyapun hanya mencari makan untuk bertahan hidup seperti berburu atau mencari ikan di sungai dengan menggunakan peralatan yang sangat sederhana. Aktivitas ini berhenti bila matahari terbenam. Jadi pada malam hari total dipergunakan untuk beristirahat. Tempat beristirahatnyapun sangat sederhana dan dimana saja asal memungkinkan seperti di gua-gua atau di atas dahan pohon yang kuat. Selain sebagai tempat istirahat juga dimanfaatkan sebagai tempat berlindung dari serangan binatang buas dan serangan alam seperti hujan, angin ribut, panas terik matahari, dan lain-lain.

Lambat laun manusia mulai belajar bertani. Lahan pertanian dibuat dengan menebang hutan. Bila kesuburan tanah sudah dirasa berkurang, mereka pindah ke tempat lain dan menebang hutan lagi untuk dijadikan lahan pertanian yang baru. Manusia pada era ini sudah mulai menetap di suatu tempat tapi dalam jangka waktu yang tidak begitu lama. Manusia mulai membuat hunian yang bersifat semi permanen seperti gubuk, rumah panggung, dan lain-lain. Bahan-bahan diambil dari lingkungan sekitarnya. Seperti rangka dan dan dinding dibuat dari kayu dan bambu, balai-balai untuk tempat tidur dibuat dari bambu, dan atap dipakai daun-daunan seperti daun alang-alang, ijuk, daun kelapa, dan lain-lain.

Setelah manusia mahir dalam bertani dan mulai mengenal sistem pertanian, manusia mulai menyadari dirinya sebagai mahkluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Mulailah manusia menjalin interaksi dengan sesamanya. Interaksi ini mengubah cara hidup manusia dari individu menjadi mahkluk yang hidup secara berkelompok. Perubahan cara hidup ini membawa perubahan pula pada hunian mereka. Manusia mulai menetap di suatu tempat dalam jangka waktu lama. Maka dibuatlah hunian yang sifatnya jangka panjang walaupun masih dengan bahan-bahan yang didapat dari lingkungan sekitarnya. Hunian yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan sekaligus tempat bersosialisasi yang disebut rumah. Rumah-rumah tersebut membentuk suatu pola perumahan yang menempati suatu wilayah yang disebut pemukiman. Masing-masing pemukiman mempunyai konsep yang berbeda-beda mulai dari aturan tentang kehidupan,

(2)

aturan tata ruang, sistem kepercayaan, dan lain-lain yang kesemuanya ini mereka yakini dan diwarisi secara turun-temurun sehingga menjadi suatu tradisi. Bertitik tolak dari tradisi tersebut muncullah sistem hunian yang disebut rumah atau pemukiman tradisional.

Secara umum konsep kehidupan yang menjunjung tradisi atau bersifat tradisional adalah keterbukaan, kekerabatan dan kepercayaan yang bersifat religius. Mulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga, antar keluarga (tetangga), dan kumpulan keluarga (warga). Keterbukaan diwujudkan dalam sedikitnya bahkan tidak adanya batas-batas antar rumah. Bila ada, temboknya sangat rendah. Ini untuk memudahkan mereka berinteraksi dengan rumah di sebelahnya. Kekerabatan diwujudkan dengan adanya ruang-ruang bersama seperti dalam lingkup keluarga ada ruang keluarga, atau dalam lingkup yang lebih luas lagi yaitu adanya tempat pertemuan antar warga, pemandian umum, pasar, dan lain-lain. Kepercayaan yang bersifat religius diwujudkan dengan adanya aturan-aturan tata ruang dan tempat suci bersama.

* Rumah dan Pemukiman Tradisional

Rumah dan pemukiman tradisional biasanya terdapat di daerah pedalaman. Daerah pedalaman tersebut ada yang di dataran tinggi atau pegunungan dan ada yang di dataran rendah. Dari segi fisik rumah tradisional yang ada di pegunungan pada umumnya sangat sederhana. Segala aktivitas sehari-hari dilakukan dalam satu ruang mengingat cuaca di pegunungan sangat dingin. Perapian dibuat satu ruang dengan ruang tidur. Selain untuk memasak juga untuk menghangatkan badan dan ruangan. Di atas perapian dibuat tempat untuk menyimpan kayu bakar. Di atas tempat tidur dibuat kolong sebagai ruang untuk menyimpan barang-barang. Teras dibuat secukupnya hanya sebagai ruang penghubung antara ruang luar dengan ruang dalam. Antar rumah tidak terdapat tembok pembatas. Jalan lingkungan berfungsi ganda yaitu sebagai jalur lalu lintas sekaligus sebagai ruang interaksi antar warga.

(3)

Salah satu contoh denah rumah tradisional pegunungan

Pola pemukiman tradisional di daerah pegunungan memakai acuan letak gunung dan laut. Gunung yang letaknya lebih tinggi merupakan zone utama dan laut merupakan zone nista karena letaknya lebih rendah. Antara gunung dan laut merupakan zone madia yang diperuntukan untuk pemukiman. Tempat suci diletakkan di zone utama. Fasilitas umum yang derajatnya rendah seperti pemakaman dan pemandian umum diletakkan di zone nista. Fasilitas umum yang lain seperti tempat pertemuan warga dan unit-unit pelayanan lainnya diletakkan

pada perempatan pemukiman warga. Perletakan rumah-rumah warga

menyesuaikan dengan topografi setempat dengan membuat terasering dan antara terasering dihubungkan dengan tangga.

Rumah tradisional yang berada di daerah dataran rendah pada umumnya adalah terdiri dari beberapa massa bangunan dalam satu area pekarangan. Masing-masing bangunan mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Bentuk massa adalah segi empat dengan atap seperti pelana. Bangunan-bangunan tersebut diantaranya adalah Sanggah atau Merajan yang fungsinya sebagai tempat pemujaan, Meten fungsinya sebagai ruang tidur, Bale Dangin untuk tempat mengadakan upacara, Balai-balai untuk tempat tidur yang di atasnya terdapat kolong tempat menyimpan barang

Lemari Perapian, di atasnya

dibuat tempat

menyimpan kayu bakar

Gunung Pemukiman & fasilitas pelayanan Pemakaman & pemandian umum Laut Zone Utama Zone Madia Zone Nista

Pola pemukiman tradisional di daerah pegunungan

(4)

Jineng sebagai tempat menyimpan padi, Paon sebagai tempat memasak. Bangunan-bangunan ini diatur dalam suatu pola dalam satu area pekarangan dengan jarak dan besaran tertentu sesuai dengan fungsi dan status sosial pemiliknya. Satu area pekarangan dibatasi oleh tembok pembatas yang disebut tembok penyengker.

Pencerminan konsep tradisional yang bersifat keterbukaan diwujudkan dalam bentuk bangunan yang dominan terbuka dan selalu memiliki teras yang luas. Kekerabatan diwujudkan dengan orientasi masing-masing bangunan yang berorientasi ke dalam (ke halaman) yang membentuk suatu ruang luar yang disebut natah. Tembok pembatas antar rumah dibuat rendah (± 1m) untuk memudahkan berinteraksi dengan tetangga. Kepercayaan yang bersifat religius diwujudkan dalam pembagian zone dalam satu area pekarangan menjadi zone utama, zone madia, dan zone nista. Masing-masing zone dibagi lagi menjadi dibagi lagi menjadi 3 zone. Jadi dalam satu pekarangan terdapat 9 zone dengan acuan penzoningan adalah arah utara dan selatan.

Keterangan :

UU → Utama ning utama adalah zone yang paling utama/suci yang diperuntukkan untuk bangunan pemujaan (Sanggah/Merajan) UM → Utama ning madia adalah zone utama kedua yang diperuntukkan

untuk Bale Meten yang yang berfungsi untuk ruang tidur.

UN → Utama ning nista adalah zone utama ketiga yang diperuntukkan untuk bangunan pemujaan berupa tugu yang ditujukan kepada yang menjaga area pekarangan (Penunggun Karang).

MU → Madia ning utama adalah zone madia yang utama yang diperuntukkan untuk Bale Dangin adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat mengadakan upacara.

UN MN NN UM MM NM UU MU NU U B T S

(5)

MM →Madia ning madia adalah zone yang merupakan ruang kosong (halaman) yang menjadi orientasi masing-masing bangunan. MN → Madia ning nista adalah zone madia yang ketiga yang

diperuntukkan untuk Bale Dauh yang merupakan bangunan yang berfungsi untuk menerima tamu.

NU → Nista ning utama adalah zone Nista yang utama yang diperuntukkan untuk Jineng yaitu bangunan yang berfungsi untuk menyimpan padi.

NM → Nista ning madia adalah zone nista kedua yang diperuntukkan untuk Bale untuk ruang keluarga dan juga diperuntukkan untuk Paon yaitu bangunan yang berfungsi untuk dapur.

NN → Nista ning nista adalah zone yang paling rendah yang diperuntukkan untuk kandang babi.

Contoh denah rumah tradisional di daerah dataran rendah

Dimana bangunan-bangunan didalamnya yaitu : (1) Merajan, (2) Bale Meten, (3) Penunggun Karang, (4) Bale Dangin, (5) Halaman, (6) Bale dauh, (7) Bale Delod,

(8) Jineng, (9) Paon, (10) Angkul-angkul, (11) Tembok Penyengker, (12) Kandang Babi 12 3 2 1 9 8 7 6 5 4 11 10

(6)

Sebagai pintu masuk (entrance) untuk menuju ke area pekarangan dibangun suatu massa yang disebut angkul-angkul yang dibuat menyatu dengan dengan tembok pembatas pekarangan. Antara tembok pekarangan dengan tepi jalan terdapat ruang luar yang disebut telajakan. Telajakan juga merupakan pencerminan keterbukaan dan kekerabatan suatu pemukiman tradisional. Karena telajakan ini difungsikan selain ditanami tanaman peneduh yang rituil juga bisa untuk duduk-duduk di sore hari sehabis bekerja seharian dan berbincang-bincang dengan warga lainnya. Jalan lingkungan terbentuk oleh ruang antara tembok-tembok pekarangan.

Pola pemukiman tradisional di daerah dataran rendah pada umumnya adalah persilangan antara dua jalur utama desa yaitu jalur utara-selatan dan timur-barat yang membentuk perempatan yang disebut Pempatan Agung. Dari persilangan tersebut menghasilkan empat zone. Zone di Timur Laut atau Kaja Kangin adalah zone utama yang diperuntukkan untuk lokasi pura atau puri. Zone di Barat Laut atau kaja Kauh adalah zone madia yang diperuntukkan untuk ruang bersama atau untuk fasilitas pelayanan. Zone di Tenggara atau Kelod Kangin dan di Barat Daya atau Kelod Kauh merupakan zone nista yang masing-masing diperuntukkan untuk fasilitas umum yaitu lapangan dan pasar. Pemukiman dibangun di luar zone-zone tersebut. Di ujung persilangan / Pempatan Agung disediakan ruang buat khusus untuk bangunan bersama.

Pola Pempatan Agung

Di ujung-ujung persilangan terdapat massa-massa diantaranya : di persil Pura/Puri terdapat Bale Bengong, di persil Bale Banjar terdapat Bale Kulkul, di persil pasar

terdapat Pura Melanting dan di persil lapangan terdapat Pohon Beringin

Lapa- ngan a Pura / Puri a Pasar a Bale Banjar a Pemukiman Telajakan Jalan utama U B T S

(7)

* Rumah dan Pemukiman Modern

Perkembangan ke arah masyarakat industri menyebabkan terjadinya proses modernisasi. Dimana pada masa ini manusia memiliki intelektual yang tinggi, produktif, efisien, selalu berpacu dengan waktu, hubungan antar manusia sangat lugas, selalu ingin lebih maju dan individualisme. Semua ini berdampak pada gaya hidup dan sikap mental manusia. Dan ini juga merubah filosofi manusia dalam membangun rumah tinggalnya.

Manusia pada masa ini memerlukan rumah tinggal yang bisa memberi ketenangan untuk menikmati hidup, dan bebas dari gangguan para tamu yang tidak diundang. Rumah juga merupakan sarana pendeklarasian diri yang sukses dalam mengikuti trend modernisasi. Secara arsitektural dicerminkan dalam bentuk rumah tinggal yang cenderung tertutup seakan-akan menolak yang ingin berkunjung, tamu yang tak diharapkan kehadirannya tak mungkin leluasa masuk karena rumah sudah dikelilingi dengan pagar yang tinggi, dan material rumah yang dipergunakan yang serba mewah dan lux.

Pemukiman yang dikategorikan modern adalah pemukiman yang terdapat aksesibilitas yang lengkap dimana terdapat sarana transportasi yang memadai, aman, nyaman, lancar, sehingga kehidupan keluarga menjadi efisien, akses komunikasi yang mudah bagi seluruh keluarga, pemukiman terletak dekat dengan fasilitas umum seperti bandara, terminal, daerah perkantoran, pusat perbelanjaan, atau sarana-sarana istimewa lainnya.

Kondisi lingkungan juga menjadi perhatian bagi pemukiman modern. Seperti jauh dari polusi seperti polusi udara, pabrik dan kendaraan, penataan lingkungan yang asri dan alami, cukup ruang terbuka seperti taman untuk rekreasi keluarga. Prasarana dan sarana yang memadai juga tersedia seperti jalan lingkungan yang berkualitas baik, tempat ibadah, tempat olahraga, pertokoan, sekolah dan lain-lain.

Terbatasnya lahan menjadikan hunian dibuat ke arah vertikal. Seperti banyak dibangun apartemen-apartemen mewah yang lengkap fasilitas-fasilitasnya yang memenuhi kebutuhan manusia akan kenyamanan hidup.

Kemajuan peradaban manusia merupakan jembatan yang dapat merubah falsafah, pandangan dan gaya hidup manusia dan industrialisasi adalah salah satu

(8)

proses ke masyarakat modern. Indikasi inilah yang menyebabkan hunian masyarakat Bali mengalami metamorfosa. Segala sesuatu selalu dituju dan diperuntukkan agar menghasilkan uang. Konsep dan falsafah hunian yang sudah mentradisi secara turun-temurun sudah tidak diterapkan lagi.

Fenomena ini lebih cenderung dialami oleh hunian masyarakat Bali yang ada di daerah dataran rendah. Karena jalur pariwisata mendorong masyarakat Bali mengkomersiilkan huniannya. Rumah berfungsi ganda sebagai art shop. Telajakan berubah fungsi menjadi tempat parkir kendaraan dan ada yang dibangun kios-kios kecil tempat menjual cendera mata. Bahkan telajakan sudah tidak ada sama sekali. Sampai-sampai angku-angkul sebagai entrance rumah sudah tidak terlihat dihalangi oleh bangunan-bangunan untuk tujuan komersiil.

Kemajuan zaman memang bisa merubah segalanya. Tapi perlu diingat bahwa leluhur kita mewarisi tradisi konsep suatu hunian tentu sudah dengan petimbangan yang sangat matang yang sudah mereka analisa kegunaannya berabad-abad lamanya. Bila hanya mengkambinghitamkan kebutuhan ekonomi, sungguh tidak bijak rasanya dengan mengabaikan tradisi leluhur. Kalau sudah menerima karmanya barulah kita menyadari betapa bermanfaatnya tradisi leluhur kita.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan mutu dan membandingkan tahap penanganan kerang sebelum tahap pemasakan di restoran dan pedagang kaki lima khusus

Dengan lebih banyaknya waktu yang dihabiskan di luar untuk bekerja, maka hal ini pun konsisten dengan hasil penelitian, yaitu jika suami memiliki tugas rumah yang

Judul Tesis : HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DAN INTAKE ZAT GIZI DENGAN TINGGI BADAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH (TBABS) PADA DAERAH ENDEMIS GAKY DI KECAMATAN PARBULUAN

1. Setelah mengamati gambar dan melakukan diskusi kelompok tentang bagian- bagian lidah, siswa dapat menyebutkan bagian-bagian lidah dengan tepat... Setelah melakukan diskusi

Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko

tempat kerja yang aman, bersih dan sehat Sebagian besar Rumah Sakit kurang menggalang kemitraan untuk meningkatkan upaya pelayanan yang bersifat Preventif dan Promotif Isu

Junaid Baghdadi merupakan seorang sufi, karenanya ide- idenya tentang ekonomi tergambar dari ajaran- ajaran tasawufnya. Menurutnya, inti dari ajaran tasawuf adalah membuang motivasi

Mengetahui apakah senyawa golongan antrakuinon yang terdapat pada ekstrak etanol daun pacar air yang terdeteksi pada uji KLT yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap