• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panduan Penolakan Resusitasi (Dnr)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Panduan Penolakan Resusitasi (Dnr)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI (DNR) PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI (DNR)

A.

A. LATAR BELAKANGLATAR BELAKANG

Trauma merupakan salah satu kasus yang paling banyak terjadi dan Trauma merupakan salah satu kasus yang paling banyak terjadi dan  paling

 paling sering sering menyebabkan menyebabkan kematian. kematian. Bahkan Bahkan trauma trauma menjadi menjadi pencetuspencetus meningkatnya angka kematian pada orang dewasa. Penyebab trauma ini meningkatnya angka kematian pada orang dewasa. Penyebab trauma ini  juga

 juga semakin semakin kompleks kompleks seiring seiring berkembangnya berkembangnya teknologi teknologi dan dan industri,industri, mulai yang paling sederhana seperti luka tusuk, kecelakaan kendaraan mulai yang paling sederhana seperti luka tusuk, kecelakaan kendaraan  bermotor

 bermotor dengan dengan kecepatan kecepatan tinggi tinggi yang dapat yang dapat berupa berupa trauma trauma tumpul tumpul atauatau trauma penetrasi, kecelakaan pesawat terbang di ketinggian beberapa trauma penetrasi, kecelakaan pesawat terbang di ketinggian beberapa kilometer dari permukaan laut, hingga pada trauma balistik karena trauma kilometer dari permukaan laut, hingga pada trauma balistik karena trauma senjata mesin yang canggih pada akhirnya bisa menyebabkan cardiac senjata mesin yang canggih pada akhirnya bisa menyebabkan cardiac arrest. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan, terutama kondisigawat arrest. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan, terutama kondisigawat darurat yang semakin rumit, sehingga membutuhkan pendekatan darurat yang semakin rumit, sehingga membutuhkan pendekatan multidisipliner yang berorientasi pada manajemen trauma.

multidisipliner yang berorientasi pada manajemen trauma.

WHO memprediksi akan terjadi peningkatan angka kematian sebesar WHO memprediksi akan terjadi peningkatan angka kematian sebesar 40% yang disebabkan oleh kasus trauma didunia antara

40% yang disebabkan oleh kasus trauma didunia antara tahun 2002 sampaitahun 2002 sampai 2030. Kasus kecelakaan lalu lintas juga diperkirakan meningkat drastis 2030. Kasus kecelakaan lalu lintas juga diperkirakan meningkat drastis dari 1,2

dari 1,2 juta di juta di tahun 20tahun 2002 menjadi 02 menjadi 1,9 1,9 juta di juta di tahun 2tahun 2020. (sebastian 020. (sebastian V.V. Demyttenaere, 2009). Seiring dengan meningkatnya angka kejadian ini Demyttenaere, 2009). Seiring dengan meningkatnya angka kejadian ini tentu saja angka kematian dan kecacatan semakin meningkat yang pada tentu saja angka kematian dan kecacatan semakin meningkat yang pada akhirnya akan meningkat pula angka keter

akhirnya akan meningkat pula angka ketergantungan.gantungan.

Demikian halnya pada negara-negara berkembang, khususnya Demikian halnya pada negara-negara berkembang, khususnya indonesia, dengan disediakannya kendaraan murah bagi masyarakat maka indonesia, dengan disediakannya kendaraan murah bagi masyarakat maka akan semakin menambah kepadatan lalu lintas yang tentunya beresiko akan semakin menambah kepadatan lalu lintas yang tentunya beresiko terjadinya kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat. Fenomena ini terjadinya kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat. Fenomena ini akan sangat merugikan jika tidak diikuti dengan keijakan yang tepat dari akan sangat merugikan jika tidak diikuti dengan keijakan yang tepat dari  pemerintah.

 pemerintah. Untuk Untuk itulah itulah manajemen manajemen trauma trauma indonesia indonesia juga juga harus harus didi tingkatkan seiring dengan meningkatnya kasus trauma yang ada.

tingkatkan seiring dengan meningkatnya kasus trauma yang ada.

Manajemen cardiac arrest pada trauma dada khususnya kasus Manajemen cardiac arrest pada trauma dada khususnya kasus tamponade jantung, dan kasus herniasi otak yang berefek pada terjadinya tamponade jantung, dan kasus herniasi otak yang berefek pada terjadinya

(2)

gagal napas karena penekanan pada pons cerebri. Pada kasus-kasus seperti ini sering kali menimbulkan masalah dilema dalam memberikan  pertolongan berupa tindakan resusitasi jantung paru (CPR) untuk membantu mempertahankan kehidupan pasien. Tim medis kesulitan untuk menentukan tindakan yang tepat bagi pasien dengan cardiac tamponade atau cerebral herniation yang berat dan mengalami cardiac arrest. Karena disatu sisi pasien membutuhkan tindakan resusitasi, tetapi prognosis  pasien yang buruk meskipun telah diusahakan untuk dilakukan tindakan resusitasi. Disinilah dibutuhkan pengambilan keputusan yang tepat dari tim medis yang menangani. Namun tim medis sering mengalami kendala dalam menentukan keputusan tindakan, karena belum ada pedoman yang  baku untuk penatalaksaan kasus ini apakah dilakukan resusitasi atau

diberikan label “do not resusitation” yang berarti pasien dianggap sudah

tidak mungkin untuk diberikan pertolongan sehingga tidak perlu mendapatkan tindakan resusitasi. Jadi bagaimana sikap kita jika menghadapi kondisi seperti ini?

B. DEFENISI

1. Resusitasi Jantung Paru merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernapasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali.

2. Resusitasi Jantung Paru atau CPR adalah tindakan pertolongan pertama  pada orang yang mengalami henti nafas dan atau henti jantung karena

sebab sebab tertentu.

3. Resusitasi jantung paru terdiri dari 2 yaitu bantuan hidup dasar dan  bantuan hidup lanjutan yang keduanya tidak dapat dipisahkan

4. Tujuan dari tindakan resusitasi adalah mengembalikan fungsi jantung dan paru agar kembali seperti semula

(3)

C. RUANG LINGKUP

1. Panduan ini mengatur untuk melakukan tindakan resusitasi jantung  paru baik berupa bantuan hidup dasar maupun bantuan hidup lanjutan 2. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien yang mengalami

kegawatan berupa henti jantung atau henti nafas apapun penyebabnya  baik dirawat jalan maupun rawat inap.

3. Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh semua petugas di RS Permata Hati yang telah mendapatkan pelatihan bantuan hidup dasar sedang bantuan hidup lanjutan hanya boleh dilakukan oleh dokter dan  perawat.

4. Panduan ini mengatur bagaimana pelaksanaan resusitasi , team blue code dan penanganan setelah resusitasi berhasil dilakukan.

D. Bantuan Hidup dasar

1. RS Permata Hati memastikan semua petugas yang ada di rumah sakit mampu melakukan bantuan hidup dasar kepada pasien yang mengalami henti jantung dan henti nafas.

2. Setiap petugas sebelum melakukan bantuan hidup dasar diharuskan : a. Memahami tanda tanda henti jantung dan henti nafas

 b. Teknik penilaian pernafasan dan pemberian ventilasi buatan yang  baik dan benar

c. Teknik kompresi yang baik serta frekuensi yang adekuat d. Teknik mengeluarkan benda asing pada obstruksi jalan nafas

3. Bantuan hidup dasar yang dilakukan mengacu pada rekomendasi yang dikeluarkan American Heart Association padatahun 2010 yang dikenal dengan mengambil 3 rantai pertama dari 5 rantai kelansungan hidup yaitu ;

a. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem gawat darurat segera (Early Acces)

 b. Resusitasi jantung segera (Early CPR) c. Defibrilasi segera (Early Defibrilation)

(4)

e. Penanganan terintegrasi pasca henti jantung (Integrated Post cardiac arrest)

4. Rantai kelansungan hidup adalah:

a.  pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi system gawat darurat segera. Apabila ditemukan kejadian henti jantung maka  petugas harus melakukan hal sebagai berikut :

 identifikasi kondisi penderita dan lakukan kontak ke system

gawat darurat

 informasikan sgera kondisi penderita sebelum melakukan RJP

 pada orang dewasa atau sekitar atu menit setelah memberikan  pertolongan RJP pada bayi dan anak

  penilaian cepat pada tanda –  tanda potensial henti jantung  identifikasi henti jantung dan henti nafas

 b. Resusitasi jantung paru segera

Kompresi dada segera dilakukan jika penderita mengalami henti  jantung.Kompresi dada dilakukan dengan melakukan tekanan dengan kekuatan penuh serta berirama di tengah tulang dada. Tekanan ini dilakukan untuk mengalirkan darah serta mengantarkan oksigen ke otak dan otot jantung. Pernafasan  bantuan dilakukan setelah melakukan kompresi dada dengan

memberikan bantuan nafas dalam waktu satu detik sesuai volume tidal dan diberikan setelah dilakukan 30 kompresi dada .

c. Defibrilasi Segera

Defibrilasi sangat penting dalam memperbaiki rantai kelansungan hidup penderita. Waktu antara penderita kolaps dan dilaksanakan defibrilasi merupakan saat kritis.Angka keberhasilan menurun 7-10 % setiap menit keterlambatan penggunaan defibrillator.

d. Perawatan kardiovaskuler lanjutan yang efektif

Pertolongan lebih lanjut oleh tim ACLS merupakan rantai keberhasilan manajemen henti jantung dengan bantuan alat-alat ventilasi, obat untuk mengontrol aritmia dan stabilisasi penderita.

(5)

ACLS memiliki 3 tujuan dalam penyelamatan henti jantung:

 Mencegah terjadinya henti jantung dan mengmaksimalkan

manajemen jalan nafas,pemberian bantuan nafas dan  pemberian obat-obatan

 Terapi penderita yang tidak berhasil dengan defibrilasi

 Memberikan defibrilasi jika terjadi fibrilasi ventrikel,

mencegah fibrilasi berulang dan menstabilkan penderita pasca resusitasi.

e. Penanganan terintegrasi pasca henti jantung

Dalam pedoman RJP yang dikeluarkan AHA tahun 2010 mulai diperkenalhan kepentingan pelayanan sistematis dan  penatalaksanaan multi spesialistik bagi penderita setelah mengalami kembalinya sirkulasi secara spontan (return of spontaneous Circulation)

5. Penatalaksanaan Bantuan Hidup Dasar

Tujuan utama pelaksanaan RJP adalah untuk mempertahankan kehidupan, memperbaiki kehidupan, memperbaiki kesehatan, mengurangi penderitaan dan membatasi disability tanpa melupakan hak dan keputusan pribadi.Dalam pelaksanaannya keputusan untuk melakukan RJP sering kali hanya diambil dalam hitungan detik oleh  penolong yang mungkin tidak mengenal penderita yang mengalami

henti jantung dan tidak mengerti ada permintaan lebih lanjut. Ketika akan melakukan pertolongan, penolong harus mengetahui dan memahami hak penderita serta beberapa keadaanyang mengakibatkan RJP tidakperlu dilakukan yaitu :

a. Ada permintaan dari penderita atau keluarga inti yang berhak secara sah dan ditandatangani oleh penderita atau keluarga  penderita.

 b. Henti jantung pada penyakit dengan stadium akhir yang telah mendapat pengobatan optimal.

(6)

c. Pada neonatus atau bayi dengan kelainan yang memiliki angka mortalitas tinggi misalnya bayi yang sangat premature, anensefali, atau kelainan kromosom

6. Penghentian RJP

a. Penolong sudah melakukan BHD dan BHL secara optimal

 b. Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar  bahan beracun atau mengalami overdosis obat yang menghambat

susunan system syaraf pusat.

c. Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistole yang menetap selama 10 menit atau lebih.

7. Teknik Pelaksanaan BHD

a. Sebelum melakukan BHD penolong memastikan bahwa lingkungan sekitar penderita aman untuk melakukan pertolongan dilanjutkan dengan memeriksa kemampuan respon penderita , sambil meminta pertolongan untuk mengaktifkan system gawat darurat dan menyediakan defibrillator.

 b. Pengecekan pulsasi arteri.

 Pengecekan pulsasi tidak perlu dilakukan bila penderita

mengalami pingsan mendadak, tidak bernafas atau bernafas tidak normal.

Penilaian pulsasi sebaiknya dilakukan kurang dari 10 detik ,jika dalam 10 detik tidak teraba pulsasi maka segera lakukan kompresi dada

 Kompresi dada dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat

dan berirama pada tulang dada dengan frekuensi minimal 100x/menit, kedalaman minimal 5 cm, beri kesempatan dada mengembang sempurna setelah kompresi , seminimal mungkin interupsi dan hindari pemberian nafas bantuan yang berlebihan c. Pembukaan jalan nafas

Dilakukan dengan teknik angkat kepala angkat dagu pada penderita yang diketahui tidak mengalami cedera leher, sedangkan untuk

(7)

yang mengalami cedera leher dilakukan dengan menarik rahang tanpa ekstensi kepala.

d. Pemberian nafas bantuan

Dilakukan setelah jalan nafas aman dengan memperhatikan  pemberian nafas bantuan dalam waktu 1 detik dengan volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding dada, diberikan 2 kali nafas setelah 30 kompresi.

e. Defibrilasi

Hanya dilakukan bila pasien dengan fibrilasi ventrikel dengan kemungkinan keberhasilan semakin berkurang seiring dengan  bertambahnya waktu.

E. Bantuan Hidup Lanjut

1. Untuk membantu pertolongan pada kondisi kegawatan setelah bantuan hidup dasar maka rumah sakit membentuk team bantuan hidup lanjutan yang disebut tim biru (Blue Team)

2. Tim Biru terdiri dari dokter dan perawat terlatih yang bersertifikasi  perawatan intensif atau ACLS

3. Penanggung jawab tim biru adalah kepala SMF anestesiologi

4. Leader dari timbiru adalah dokter umum yang jaga saat kejadian atau  perawat tim biru yang bersertifikat ACLS

5. Pemimpin tim biru bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua dilakukan pada saat yang tepat dengan cara yang tepat dengan memantau dan mengintegrasikan kinerja perorangan semua anggota tim

6. Tugas pimpinan tim adalah

a. Memantau kinerja perorangan dari semua anggota tim  b. Menyokong anggota tim

c. Berkonsentrasi pada penanganan pasien secara komprehensif d. Mengajar dan melatih

e. Memberikan pemahaman

(8)

7. Peranan anggota tim adalah :

a. Siap untuk memenuhi tanggung jawab peranannya  b. Sering mempraktekan pengetahuan tentang algoritma

c. Memiliki pengetahuan mengenai algoritma

d. Bertanggung jawab untuk mencapai keberhasilan e. Melaksanakan perintah pimpinan tim

8. Tim biru terdiri dari 3 tim tim ICU, Tim Anastesi, Tim IGD

9. Untuk kelancaran operasional maka rumah sakit melengkapi  pelaksanaan tim biru dengan alur kerja dan standar prosedur operasional Blue code, SPO BHD, SPO henti jantung henti nafas, SPO intubasi.

10. Bantuan hidup lanjutan mengacu pada algoritma yang dikeluarkan oleh American Heart Association tahun 2010.

F. DOKUMENTASI

Dokumentasi yang dilakukan dalam tindakan resusitasi adalah:

1. Tim biru mencatat segala kejadian , tindakan dan obat-obatan yang diberikan dalam form blue code

2. Perawat dan petugas kesehatan lain yang memberikan layanan asuhan mencatat didalam form catatan terintgrasi

3. Bila pasien tertolong dan memerlukan tindakan perawatan intensif, maka dokter dan perawat mencatat rencana selanjutnya dalam form catatan terintegrasi dan selanjutnya pasien dikirim ke ruang rawat intensif setelah mendapat persetujuan dari keluarga pasien.

4. Bila pasien tidak tertolong dan dinyatakan meninggal harus dicatat kapan pasien tersebut dinyatakan meninggal serta penyebab pasien meninggal didalam form catatan terintegrasi.

Referensi

Dokumen terkait

Sifat khusus dari bentonit adalah kemampuan untuk membentuk gel thixotrophic dengan air, kemampuan untuk menyerap besar jumlah air, dan kapasitas kation tukar

Sanggahan disampaikan secara tertulis dan ditujukan kepada Kepala Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Perpustakaan Nasional RI dengan alamat Jalan Salemba Raya No. Jakarta, 13

(11) Rapat Umum Cabang Luar Biasa adalah Rapat Umum Cabang yang diadakan atas terjadinya pelanggaran AD-ART, Percab dan/atau dalam keadaan yang dianggap

Pada situasi dengan proporsi kedatangan p1 berapapun, weighted rationing strategy selalu menjaga kestabilan service level pada kedua kelas pelanggan, berbeda dengan static dan

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Marinajati, diketahui riwayat paparan pestisida berhubungan dengan kadar monosit, kadar Pb menjadi faktor dominan untuk kadar Hb

Edema perineum adalah adanya pembengkakan pada daerah jahitan perineum karena adanya penimbunan cairan akibat tekanan otot dasar panggul pada saat persalinan dan pada masa

Dengan menggunakan perintah dalam level SQL (Structured Query Language) yang mudah untuk dipahami oleh orang awam, akses terhadap database mudah sekali dilakukan.. Keuntungan

Pendidikan Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004) hlm 26.. Agak disayangkan jika orang tua yang bodoh lebih banyak keturunannya dari pada orang tua yang pandai, jika hukum