Makalah OB 5
Makalah OB 5
“
“Pengaruh Kondisi/Penyakit Sistemik dan Obat
Pengaruh Kondisi/Penyakit Sistemik dan Obat
Terhadap Sekresi Saliva”
Terhadap Sekresi Saliva”
Disusun Oleh :
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Kelompok 2
Nabila Putri (04031181520 Nabila Putri (04031181520003)003) Rahmasari Zuleika Rahmasari Zuleika (04031181520(04031181520004)004) Siti DevitaSiti Devita Utami (04031381520056)Utami (04031381520056) Niswa Mardhiyah (040313815
Niswa Mardhiyah (04031381520057)20057)
Dosen Pembimbing :
Dosen Pembimbing :
drg. Shanty Chairani, M.Si drg. Shanty Chairani, M.Si
Program Studi Pendidikan Dokter Gigi
Program Studi Pendidikan Dokter Gigi
Fakultas KedokteranUniversit
Fakultas KedokteranUniversitas
as Sriwijaya
Sriwijaya
2017
KONDISI SISTEMIK 1. Stres
Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental yang mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Pada kondisi stress biasanya orang tersebut mengalami mulut kering atau merasakan viskositas saliva yang lebih kental. Hal ini terjadi karena pada saat stress akan terjadi peningkatan glutamate dan penurunan gamma aminobutyric acid (GABA) yang menyebabkan terjadinya transmisi impuls saraf ke hipotalamus. Stres akan merangsang hipotalamus untuk mengaktifkan sympathetic adrenal medullary (SAM) dan hypothalamic-pituitary-adrenal axis (HPA) axis. Aktivasi SAM merupakan aktivasi yang melalui sistem saraf simpatis dan medula adrenal. Hipotalamus akan merangsang sistem saraf simpatis dan dari saraf preganglion simpatis akan merangsang medula adrenal. Kerja Saraf simpatis ini akan mengalami peningkatan sehingga memicu terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah yang juga berpengaruh terhadap berkurangnya pasokan darah ke kelenjar saliva. Hal ini akan menyebabkan terjadinya apoptosis sel asinar
dan menurunnya produksi saliva. 2. Posisi tubuh
Pengaruh posisi tubuh terhadap laju alir saliva dikaitkan dengan mekanisme kerja pembuluh darah dan gaya gravitasi yang dialami pada saat :
Posisi berdiri, mekanisme kerja jantung lebih meningkat dibandingkan pada posisi berbaring, hal ini dikarenakan pada posisi berdiri terjadi perlawanan terhadap gaya gravitasi
sehingga kecepatan denyut jantung akan meningkat. Peningkatan denyut jantung yang terus menerus akan dikontrol oleh saraf otonom parasimpatik sebagai upaya penstabilan denyut jantung. Dengan meningkatnya kerja saraf parasimpatik akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan pasokan darah ke saliva akan bertambah sehingga produksi saliva pun
akan mengalami peningkatan.
Posisi berbaring, gaya gravitasi yang diterima oleh tubuh cendrung rendah, sehingga saraf yang akan bekerja agar terjadinya stabilitas denyut jantung adalah saraf simpatis yang nantinya akan mempengaruhi berkurangnya produksi saliva.
3. Kehamilan & Menoupause
Kehamilan merupakan suatu kondisi sistemik yang menyebabkan terjadinya perubahan hormonal dalam tubuh. Pada wanita hamil, akan mengalami peningkatan hormone estrogen dan progesteron. Peningkatan hormone estrogen ini mempengaruhi sekresi saliva pada ibu hamil yang mengalami hipersalivasi. Proses hipersalivasi yang terjadi pada ibu hamil disebabkan oleh adanya reseptor esterogen pada sel asinar yaitu estrogen receptor betha sehingga akan terjadi ikatan antara hormone estrogen dengan reseptornya yang memicu peningkatan kerja saraf parasimpatik yang pada akhirnya akan membuat konsentrasi saliva menjadi encer dan laju alr saliva mengalami peningkatan. Untuk wanita menoupause mekanisme kondisi sistemik terhadap saliva berkebalikan dengan kondisi kehamilan.
4. Merokok
Efek rokok pada beberapa bagian tubuh tidak hanya akibat bahan kimia yang terkandung di dalam rokok itu sendiri, namun komponen panas dan senyawa-semyawa jasil pembakaran rokok tersebut pun dapat mempengaruhi fungsi normal sel. Rongga mulut menjadi orang pertama yang terpapar oleh rokok dan asapnya, sehingga rokok dapat juga mempengaruhi
fungsi normal sel yang terdapat di dalam rongga mulut termasuk saliva sebagai cairan yang terdapat di dalam rongga mulut.
Pada penelitian Rad et al. Menyebutkan bahwa merokok dapat menurunkan jumlah saliva yang berfungsi sebagai pelindung mukosa rongga mulut dan juga mengandung anti bakteri. Kanwar et al. Juga menyebutkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara laju aliran saliva perokok dan non perokok, terlebih pada perokok yang telah mengkonsumsi rokok dalam waktu yang lama. Konsumsi rokok yang lama juga dapat mengurangi sensitivitas dari reseptor rongga mulut, sehingga refleks stimulasi sekresi saliva juga akan menurun dan akan berdampak pada penurunan laju sekresi saliva.Senyawa aldehid yang terdapat di dalam rokok ataupun di dalam asap rokok dapat langsung merusak sel, dan juga mempengaruhi pH dari saliva. Komponen rokok yang bersifat asam dapat merusak system buffer bikarbonat dan menyebabkan kehilangan bikarbonat yang cukup banyak sehingga akan didapatkan derajat keasaman pada cairan saliva yang meningkat. Rokok yang mengandung radikal bebas juga dapat merusak protein-protein yang terdapat pada permukaan sel.
5. Alcoholism
Alkohol adalah zat psikoaktif. Minum( via plasma) alkohol sehingga konsentrasi alcohol juga ditemukan di dalam darah menyebabkan terjadinya metabolism aldehid dimana ROS dan As. Lemak bebas akan mengakibatkan stress oksidativ yang membuat apoptosis sel asinar dan laju alir saliva menurun.
6. Mouth breathing
Mouth breathing (bernafas dari mulut) merupakan suatu kebiasaan buruk yang dilakukan dengan bernafas melalui mulut dan kebiasaan ini menjadi salah satu faktor etiologi terjadinya maloklusi. Mouth breathing dapat disebabkan baik secara fisiologis maupun kondisi anatomis, dapat juga bersifat transisi ketika disebabkan karena obstruksi nasal.2 Pada orang dengan kebiasaan mouth breathing ini akan mengalami xerostomia karena laju alir saliva lebih rendah dibandingkan dengan laju evaporasi yang terjadi di dalam rongga mulut.
7. Keracunan merkuri
Keracunan merkuri dapat berpengaruh pada sekresi saliva. Mekanismenya adalah, merkuri menginaktivasi S-Adrenosy;-metionin yang sangat dibutuhkan dalam katabolisme catecholamin, dimana catecholamin , yaitu senyawa yang menghasilkan ephineprine oleh kelenjar adrenal dan dilepaskan ujung saraf simpatis tidak dapat terdegradasi yang dapat menyebabkan akumulasi epineprine,akibatnya otak dipacu bekerja terus menerus untuk menghasilkan saliva, dimana bila hal ini terjadi dapat menimbulkan hipersalivasi.
8. Radiasi
Pasien yang terpapar radiasi akan menyebabkan terjadinya kerusakan DNA. Kerusakan DNA dapat menginduksi PUMA dan BAX dimana interaksi keduanya dapat menyebabkan apoptosis. Hipofungsi Kelenjar Saliva sebagai implikasi terjadinya apoptosis sel dapat menyebabkan gangguan mastikasi, komorespetor lidah untuk menerima makanan dan minuman akan menurun atau terjadinya kegagalan respon saliva. Hipofungsi saliva dapat menyebabkan hilangnya sel endotel, sel saraf untuk induksi sekretori dan kerusakan sel epitel asinat sekretori.
PENYAKIT SISTEMIK 1. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi yang disebabkan oleh gangguan pada sekresi insulin atau gangguan kerja insulin atau keduanya. Tubuh pasien dengan diabetes mellitus tidak dapat memproduksi atau tidak dapat merespon hormon insulin yang dihasilkan oleh organ pankreas, sehingga terjadi resistensi insulin. Kondisi tersebut yang merupakan faktor etiologi yang menyebabkan terjadinya xerostomia pada pasien DM.
Ketika terjadi resistensi insulin maka terdapat beberapa kondisi yang mengalami perubahan sehingga akan mengakibatkan terjadinya xerostomia. Perubahan tersebut berupa peningkatan kadar asam lemak di dalam plasma yang menyebabkan terjadinya infiltrasi lemak ke kelenjar parotis dan kondisi hipergikemia yang secara langsung kedua kondisi ini menyebabkan terjadinya stress oksidatif yang memicu apoptsis sel asinar dan aktivasi AGE-S, RAGE dan protein kinase C yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah yang berakibat pada produksi saliva yang menurun. Selain itu kondisi hiperglikemia juga memicu terjadinya neuropati dimana hal ini akan mengakibatkan terjadinya kelainan saraf otonom yaitu dengan peningkatan kerja saraf simpatik yang secara langsung akan menurunkan laju alir saliva. yang akan menurunkan kinerja kelenjar tersebut dalam memproduksi saliva.
2. HepatitiS C
Delapan puluh persen penderita yang terpajan virus hepatitis C akan mengalami infeksi kronis. Sebagian besar pengalaman menunjukkan gejala minimal atau bahkan tidak menunjukkan gejala sama sekali selama sepuluh tahun pertama infeksi,] meskipun hepatitis C kronis dapat ditandai dengan kelelahan. Hepatitis C menyebabkan sirosis dan kanker hati pada orang yang telah terinfeksi selama bertahun-tahun.Sekitar 10 – 30% orang yang terinfeksi selama lebih dari 30 tahun akan mengalami sirosis.Sirosis lebih banyak terjadi pada orang yang juga terinfeksi hepatitis B atau HIV, pecandu alkohol, dan pada laki-laki.Orang yang mulai terkena sirosis memiliki risiko dua puluh kali lebih besar terkena kanker hati, sebanyak 1-3% per tahun. Pada pecandu alkohol, risiko ini menjadi 100 kali lebih besar.Hepatitis C merupakan penyebab utama pada 27% kasus sirosis dan 25% kasus kanker hati .[
Sirosis hati dapat menyebabkan tekanan darah yang tinggi pada vena yang mengalir ke hati, akumulasi cairan di perut, mudah memar atau berdarah, vena melebar, khususnya di lambung dan esofagus, sakit kuning (kulit menguning), dan kerusakan otak.
Hubungan dengan sekresi saliva
Diketahui bahwa HCV (Hepatitis C Virus) bila telah menjangkit tubuh manusia akan berinteraksi dengan komponen yang bernama IRS-1 (Insulin Receptor Substrate – 1). IRS-1 ini merupakan reseptor insulin yang ada pada otot rangka pada tubuh manusia. Mekanisme dari virus hepatitis C adalah dengan berinteraksi dengan IRS-1 sehingga dapat meniadakan ikatan insulin dengan IRS-1. Konsekuensi dari interaksi HCV dan IRS-1 adalah gagalnya insulin untuk bekerja sebagaimana mestinya, sehingga terjadilah keadaan yang dinamakan hiperglikemia, atau berlebihnya kada gula di dalam darah. Kondisi hiperglikemia pada tubuh akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif yang dapat menyebabkan apoptosismya sel-sel asinar pada kelenjar saliva yang secara langsung dapat menurunkan kemampuan kelenjar saliva untuk mensekresikan saliva dengan normal.
3. Alzheimer
Alzheimer merupakan merupakan suatu penyakit demensia menahun yang secara fisiologi terjadi apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga otak tampak mengerut dan mengecil. Penyakit Alzheimer juga sering dikaitkan dengan terjadinya resistensi insulin di otak sehingga akan memicu terjadinya stress oksidatif yang menyebabkan terjadinya apoptosis sel otak dan saraf. Proses apoptosis sel saraf ini akan menimbulkan kerusakan system saraf otonom dimana kerja saraf simpatik lebih dominan dibandingkan dengan saraf parasimpatis sehingga dengan kondisi penderita Alzheimer mengalami xerostomia.
4. Parkinson
Parkinson adalah salah satu penyakit degeneratif syaraf yang pertama ditemukan pada tahun 1817 (An Essay on the Shaking Palsy) oleh Dr. James Parkinson dengan gejala yang paling sering dijumpai adalah adanya tremor pada saat beristirahat di satu sisi badan,
kemudian kesulitan untuk memulai pergerakan dan kekakuan otot. Menifestasi oral yang sering d alami oleh penderita Parkinson adalah produksi saliva yang rendah, akan tetapi karena pada penyakit ini juga disertai dengan kondisi kekakuan pada otot wajah akan menimbulkan persepsi bahwa penderita Parkinson seakan mengalami hipersalivasi padahal
kondisi ini hanya berupa drolling atau keluarnya saliva dari mulut akibat kondisi otot wajah yang tidak stabil.
5. Bell’s palsy
Bell’s palsy adalah suatu penyakit saraf yang mengenai saraf fasialis (wajah) yang menyebabkan terjadinya kelumpuhan otot-otot salah satu sisi wajah, sehingga wajah menjadi asimetris. Asimetris wajah ini menyebabkan terjadinya drolling pada penderita penyakit ini sehingga terkesan terjadinya hipersalivasi.
6. Stroke
Stroke atau Cerebral Vaculer Accident (CVA) adalah gangguan dalam sirkulasi intracerebral yang berkaitan insuffiency, trombosit, emboli, atau perdarahan. Penyakit serebrovaskuler/stroke menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah otak. Pembuluh darah otak akan mengalami penyumbatan sehingga pasokan oksigen dan nutrisi ke otak akan berkurang dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya kerusakan sel saraf pada otak yang juga secara langsung akan mempengaruhi fisiologis kerja otot yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya kekakuan otot termasuk otot wajah. sama halnya dengan penderita Parkinson, penderita stroke juga mengalami drolling yang menimbulkan perspektif seakan penderita tersebut mengalami hipersalivasi.
7. Penyakit sistemik karena infeksi bakteri TBC
TBC merupakan penyakit infeksi pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri mycrobacterium tuberculosis . Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk proses pengobatannya. Penderita TBC sering disertai dengan kondisi xerostomia. Xerostomia yang terjadi pada penderita TBC terjadi karena infeksi bakteri tbc yang memicu terjadinya pembentukkan granuloma pada kelenjar saliva, sehingga kelenjar saliva akan mengalami pembesaran dan penurunan fungsi kelenjar saliva dalam mensekresikan saliva.
8. Bullimia Nervousa
Bulimia nervosa (BN) digambarkan dengan episode berulang makan berlebihan (binge eating ) dan kemudian dengan perlakuan kompensatori (muntah, berpuasa, beriadah, atau kombinasinya). Makan berlebihan disertai dengan perasaan subjektif kehilangan kawalan ketika makan. Muntah yang dilakukan secara sengaja atau beriadah secara berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar, diuretik, amfetamin dan tiroksin juga boleh terjadi (Chavez dan Insel, 2007). DSM-IV membagikan BN kepada dua bentuk yaitu purging dan nonpurging. Pada tipe purging , individu tersebut memuntahkan kembali makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau enema. Pada tipe nonpurging , individu tersebut menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa atau beriadah secara berlebihan. Gejala lain yang terkait termasuklah inflamasi kronis dan sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar di leher dan di bawah rahang, robekan enamel gigi dan meningkatnya kepekaan dan kerusakan gigi akibat daripada pemaparan terhadap asam perut, penyakit refluks gastroesofagus, intestinal distress dan iritasi
akibat penyalahgunaan obat cuci perut, masalah pada ginjal akibat penyalahgunaan obat diuretik, dan dehidrasi berat karena kekurangan cairan dari tubuh (APA, 2005).
9. GERD (Gastro-esophageal Reflux Disease)
Gastro-oesophageal reflux disease ( GERD ) adalah salah satu kelainan yang sering dihadapi di lapangan dalam bidang gastrointestinal. Penyakit ini berdampak buruk pada kualitas hidup penderita dan sering dihubungkan dengan morbiditas yang bermakna. Berdasarkan Konsensus Montreal tahun 2006 (the Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease : a global evidence-based consensus), penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra-esofagus dan/atau komplikasi (Vakil dkk, 2006). Komplikasi yang berat yang dapat timbul adalah Barret’s esophagus, striktur, adenokarsinoma di kardia dan esofagus.
Hubungan dengan sekresi saliva
Pada penderita GERD, Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme : 1). Refleks spontan pada saat relaksasi LES tidak adekuat, 2). Aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan, 3). Meningkatnya tekanan intra abdomen. Asam yang terdapat didalam lambung akan naik ke esophageal sehingga akan menyebabkan
sensasi terbakar pada dada. Mekanisme yang dilakukan tubuh untuk menetralisir kadar asam yang ada adalah dengan meningkatkan sekresi saliva, dimana saliva akan berfungsi sebagai proteksi.
10. Ektodermal dysplasia
Merupakan penyakit genetik yang juga berhubungan dengan sistem sekresi saliva. Bila terjadi Ektodermal dysplasi ini, maka akan terjadi mutasi gen EDA yang dapat menganggu sinyal FGF (fibroblast growth factor) untuk berproliferasi, dampaknya proliferasi sel epitel ke kelenjar submandibular berkurang, lalu terjadi aplasia/ hypoplasia submandibular yang mengakibatkan sekresi saliva menurun.
PENGARUH OBAT
A. Xerostomia (Mulut Kering)
Xerostomia berasal dari dua kata, xeros yang berarti kering dan stoma yang berarti mulut, yang secara harfiah disebut mulut kering. Xerostomia didefinisikan sebagai keluhan subjektif dari mulut kering yang disebabkan oleh penurunan produksi saliva. Xerostomia adalah kondisi yang berhubungan dengan penurunan penghasilan saliva dan perubahan dalam komposisi saliva seperti saliva menjadi kental. Xerostomia juga berkaitan dengan gangguan mengunyah, gangguan bicara, gangguan pengecapan, halitosis, dan meningkatnya infeksi oral.
Gambar 1.Tanda Xerostomia: A. lidah berfisura dan berlobul ; B. Bibir kering dan pecah-pecah
Xerostomia adalah efek samping yang sering dan signifikan dari obat-obatan yang banyak diresepkan. Xerostomia karena obat merupakan penyebab yang paling umum. Setidaknya ada 500 obat yang dapat menyebabkan xerostomia meliputi obat golongan antikolinergik, antidepresan,antihistamin, obat diuretik, obat antihipertensi, bronkodilator dan
opioid. Xerostomia disebabkan karena adanya antikolinergik atau aksi simpatomimetik. Xerostomia karena obat umumnya terjadi pada pasien lanjut usia yang sedang menjalani pengobatan.1Efek samping obat-obatan terhadap terjadinya xerostomia juga dipengaruhi oleh kombinasi obat, dosis obat dan lama penggunaan obat. Semakin banyak seseorang mengkonsumsi obat-obatan (polifarmasi) atau semakin tinggi dosis obat dan semakin lama penggunaan obat, simtom mulut kering akan semakin parah.
Banyak obat-obatan yang mempengaruhi sekresi saliva dengan meniru aksi sistem syaraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan juga dapatsecara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.
Tabel. 1 : Beberapa Obat yang Diketahui Dapat Menyebabkan Xerostomia.2 1. Antikolinergik/ Agen
antimuskarinik
Atropine, belladona, benztropine, oxybutynin, scopolamine,trihexyphenidyl
2. Agen Diuretik Chlorotiazide, furosemide, hydrochlorothiazide, triamterene
3. Agen Antihipertensi Captopril, clonidine, clonidine/chlorthalidone, enalapril,guanfacine, lisinopril, methyldopa
4. Antidepresan dan Antipsikotik
- Selective serotonin-reuptake inhibitors: citalopram,fluoxetine, paroxetine, sertraline, venlafaxine
- Tricyclic antidepressants: imipramine, amitriptyline,desipramine, nortriptyline
- Monoamine oxidase inhibitors IMAO: phenelzine - Other antidepressants: bupropion,
nefazodone,Mirtazapine
- Typical (first generation) and atypical (second generation)antipsychotics: haloperidol, pimozide, clozapine,olanzapine
5. Antihistamin Astemizole, brompheniramine, chlorpheniramine, diphenhydramine,loratadine, meclizine
Anxiolotik triazolam
7. Muscle Relaxant Agents Cyclobenzaprine, orphenadrine, tizanidine
8. Agen Opioid Analgesik Central nervous system: codeine, meperidine, methadone,pentazocine, propoxyphene, tramadol 9. Agen Antiinflamasi
Nonsteroid
Diflunisal, ibuprofen, naproxen, piroxicam
10. Obat Lainnya - Anorexiants: diethylpropion (amfepramone), sibutramine
- Antiacne agents (retinoids): isotretinoin - Anticonvulsants: carbamazepine
- Antidysrhythmics: disopyramide
- Anti-incontinence agent -anticholinergics-: tolterodine
- Antiparkinsonian agents: carbidopa / levodopa - Bronchial dilators-anticholinergics-: ipratropium - Ophthalmic formulations: brimonidine (alpha-2
adrenergicagonist)
- Smoking cessation agents: nicotine - Adrenergic agents: Amphetamine - Drugs of abuse: MDMA, cannabis
1. Antikolinergik dan Agen Antimuskarinik
Merupakan obat dengan kapasitas untuk mengurangi atau memblokir efek yang dihasilkan oleh asetilkolin pada sistem saraf pusat dan tepi. Secara umum meraka adalah antagonis kompetitif reverisibel dari 2 tipe reseptor asetilkolin dan diklasifikasikan berdasarkan reseptor yang mereka blokir. Sebagian besar agen antikolinergik mempengaruhi reseptor muskarinik yang dapat menyebabkan penurunan sekresi saliva.
Obat golongan antikolinergik merupakan obat parasimpatolitik yang bekerja antagonis pada saraf parasimpatis sehingga sistem saraf simpatis menjadi dominan.Rangsangan parasimpatis berfungsi untuk mengatur sekresi komponen cairan saliva. Dimana rangsangan saraf parasimpatis akan menghasilkan saliva dengan kandungan komponen cairan yang tinggi, tetapi dengan konsentrasi protein
yang rendah, sementara rangsangan saraf simpatis menghasilkan konsentrasi protein yang tinggi, tetapi sedikit saliva. Oleh karena itu, rangsangan simpatis menyebabkan sensasi mulut kering. Dengan adanya kerja obat antikolinergik yang menghambat perlekatan asetilkolin pada reseptor muskarinik-kolinergik saraf parasimpatis, maka
akan terjadi gangguan sekresi cairan saliva yang akhirnya menyebabkan xerostomia. No Pengaruh Merk Dagang Mekanisme
1. SARAF - Atropine - Scopolamine - Benztropine - Oksibutinin
1. Menghambat perlekatan asetilkolin pada reseptor muskarinik-kolinergik
saraf parasimpatis.
2. Kemuadian, akan terjadi gangguan sekresi cairan saliva yang akhirnya menyebabkan xerostomia
2. Antidepresan
Obat antidepresan adalah obat-obatan yang mampu memperbaiki suasana jiwa (mood) dengan menghilangkan atau meringankan gejala keadaan murung. Seperti fluoxetine dengan aksi serotoninergik menderita xerostomia merupakan efek samping yang paling umum dijumpai. Xerostomia juga dijumpai pada jenis antidepresan lain (monoamine-oxidase inhibitors, trisiklik, heterosiklikdan lain-lain) dan antipsikotik,yang kebanyakan diantaranya merupakan agen atikolinergik.
An tidepresan memiliki sifat sebagai antikolinergik. Efek antikolinergik iniberfungsi memblokir sistem parasimpatis dengan menghambat efek asetilkolin pada kelenjar ludah. Pemblokiran saraf parasimpatis dapat mengakibatkan produksi saliva menurun sehingga terjadi xerostomia. Selain efek atikolinergik, antidepresan dapat mempengaruhi aliran saliva serta komposisinya dengan mengganggu fungsi dari sel asini beserta salurannya dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam aliran darah. Berkurangnya aliran saliva dapat diakibatkan oleh berkurangnya aliran darah yang diakibatkan oleh vasokonstriksi dari simpatetik adrenergik.
No Pengaruh Golongan Merk Dagang Mekanisme 1 SEL - SSRI - Citalopram,fluoxe
tine, paroxetine, sertraline,
venlafaxine
Mengganggu fungsi dari sel asini beserta salurannya dan menyebabkan
terjadinya perubahan dalam aliran darah. 2 SARAF - Trisiklik - Imipramine
- Amitriptyline - Desipramine - Nortriptyline Memblokir sistem parasimpatis dengan menghambat efek asetilkolin pada kelenjar ludah. Pemblokiran saraf parasimpatis dapat mengakibatkan produksi saliva menurun sehingga terjadi xerostomia - Tetrasiklik - Imipramine - Amitriptyline - Monoamine oxidase inhibitors (MAOI) - Phenelzine - Antipsikotik Topikal (APG 1) 3. Antihistamin
Obat atau komponen obat yang berfungsi untuk menghalangi kerja zat histamin dan dipakai khususnya untuk mengobati alergi.Beberapa antihistamin, terutama yang merupakan generasi pertama dan beberapa generasi ketiga, misalnya desloratadine, memiliki efek antimuskarinik yang mungkin menyebabkan xerostomia dan sedasi. Generasi antihistamin kedua dan ketiga efektif memblok reseptor H1 tanpa afinitas khusus untuk reseptor muskarinik.
Semua antihistamin mempunyai efek samping antikolinergik sehingga dapat mengurangi sekresi saliva. Keadaan ini juga berlaku untuk beberapa obat yang digunakan untuk perawatan parkinsonism, seperti benzhexol, benztropin dan orphenadrine.
No Pengaruh Golongan Merk Dagang Mekanisme 1. SARAF Antagonis H1 Bromfeniram, prometazin, dimenhidrinat, fexofenadin, loratadin, astemizol, Memblokir sistem parasimpatis dengan menghambat efek asetilkolin pada kelenjar ludah. Pemblokiran
cetirizin saraf parasimpatis dapat mengakibatkan produksi saliva menurun sehingga terjadi xerostomia
4. Antihipertensi
Antihipertensi adalah obat – obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi.Obat antihipertensi seperti inhibitor ACE/ Angiotensin-convertingenzym (captopril dan enalapril) dapat menyebabkan akumulasi mediator radang bradikinin yang bekerja untuk sejumlah besar efek samping. Sebanyak 8% pasien yang mengkonsumsi kaptopril, enalapril dan lisonapril menderita xerostomia.
Obat antihipertensi dapat mempengaruhi aliran saliva secara langsung dan tidak langsung. Bila secara langsung akan mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf autonom atau dengan bereaksi pada proses seluler yang diperlukan untuk saliva. Stimulasi saraf parasimpatis menyebabkan sekresi yang lebih cair dan saraf simpatis memproduksi saliva yang lebih sedikit dan kental. Sedangkan secara tidak langsung akan mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar. (Hadyanto 2009).
No Pengaruh Golongan Merk Dagang Mekanisme 1. SEL β- Blocker - Propanolol
- Karteolol - Pindolol - timolol
Perubahan pada sel asini dimana kalsium disekresi mengubah konsentrasi kelenjar saliva menjadi lebih tinggi dan adanya perubahan osmotik yang mengakibatkan penurunan laju alir saliva. 2. SARAF Agonis Adrenergik (α 2 agonis) - Klonidin - Guanfacine - Metildopa
Meningkatkan kerja sistem saraf simpatik untuk mengeluarkan
neurotransmitter berupa epinerfrin dan norepinerfin untuk berikatan dengan reseptornya menyebabkan
produksi saliva dengan kadar protein yang tinggi >
xerostomia Keterangan :
Pada obat golongan ACE inhibitor seperti enlapril dan kaptopril masih menimmbulkan kontroversi hubungannya dengan sekresei saliva. Penelitian lain yang dilakukan Nederfors, 1995 tentang hubungan Kaptopril terhadap sekresi saliva menunjukkan bahwa adanya peningkatan laju aliran saliva baik yang distimulasi maupun tidak.
B. Sialorrhoea (hipersalivasi; ptialisme)
Bayi sering ngiler tapi ini normal. Keluhan sialorrhoea (kelebihan air liur) jarang terjadi dan mungkin benar hipersekresi saliva yang biasanya disebabkan oleh faktor fisiologis seperti menstruasi atau awal kehamilan, faktor lokal seperti gigi atau lesi inflamasi oral yang, makanan atau obat-obatan (mereka dengan aktivitas kolinergik seperti pilocarpine , tetrabenazine, clozapine), atau dengan intubasi nasogastrik. Dalam beberapa kasus, hipersalivasi jelas tidak disebabkan oleh produksi air liur berlebih tapi oleh ketidakmampuan untuk menelan jumlah normal saliva (sialorrhoea palsu) yang disebabkan oleh disfungsi neuromuskuler (misalnya pada penyakit Parkinson, cerebral palsy, atau ketidakmampuan belajar) atau dengan faring atau esofagus obstruksi, misalnya dengan neoplasma.
Clozapine dan Quetiapine
Hipersalivasi adalah efek samping paradoks clozapine diberikan efek antikolinergik kuat nya. Meskipun beberapa mekanisme yang diusulkan ada, strategi pengelolaan berdasarkan mekanisme tersebut telah menunjukkan kemanjuran minimal sampai saat ini. mekanisme yang diusulkan meliputi clozapine agonis pada M4 reseptor muscarinic, alpha-2 antagonisme melawan aktivitas beta adrenoseptor sekunder pada alpha-1 dan alpha-2 antagonisme dan menurunkan peristaltik laring.
Di antara antipsikotik, clozapine telah diakui dapat mendorong peningkatan dan produksi air liur di awal pengobatan pada 54% dari pasien. Clozapine secara struktural mirip dengan quetiapine dan memiliki profil reseptor luas, yang meliputi aktivitas antagonis di reseptor dopamin (D1, D2, D3, D4), aktivi tas blokade adrenergik pada α1 dan α2 reseptor, dan
antagonisme di serotonin reseptor 5-HT2 dan reseptor histamin H1. Namun, tidak seperti quetiapine, clozapine memiliki kedua sifat agonis dan antagonis pada reseptor muscarinic. Secara khusus, clozapine memiliki aktivitas antagonis di reseptor M1, M2, M3, dan M5, tapi menunjukkan efek agonis pada reseptor M4. Salah satu mekanisme yang diusulkan untuk clozapine pemicu hipersalivasi berfokus pada antagonisme reseptor α2-adrenergik. Melalui blokade stimulasi simpatis, stimulasi parasimpatis yang tersisa dilawan menyebabkan laju aliran saliva yang tinggi. Stimulasi parasimpatis langsung yg melalui efek agonis tersebut pada reseptor M4 juga telah diusulkan untuk menjelaskan hipersalivasi clozapine-diinduksi.
Quetiapine dan clozapine bersama memblokir afinitas pada reseptor α2-adrenergik, sedangkan hanya clozapine memiliki sifat agonis pada reseptor M4. Dengan demikian kita mengusulkan bahwa α2-adrenergik blokade adalah mekanisme untuk hipersalivasi yang disebabkan oleh quetiapine.
Referensi
Rius, Jaume Miranda. Salivary Secretory Disorders, Inducing Drugs and Clinical Management. International Journal of Medical Sciences. 2015; 12(10) : 811-824
Scully C, Felix D H.Oral Medicine — Update for the dental practitioner: Dry mouth and disorders of salivation. British Dental Journal.2005;199(7)
Maher S, Cunningham A, Byrne F. Clozaoine-induced hypersakivation: an estimate pf prevalence, severity and impact on quality of life. The adv psychopharmacol.2016;6(3):178-184
Allen S, Mathews M, Hoffer Z. Quentiapine-induced hypersalivation. J Clin Psychiatry.2007;9(3):233
Rao PV, Reddy AP, Lu X, Dasari S, Krishnaprasad A, Biggs E, et al. Proteomic identification of salivary biomarkers of type-2 diabetes. J Proteome Res.
Motta LJ, Bachiega JC, Guedes CC, Laranja LT, Bussadori SK. Association between halitosis and mouth breathing in children. Clinics (Sao Paulo). Jun 2011; 66(6): 939 – 42.
Guggenheimer J, Moore PA. Xerostomia: etiology, recognition and treatment. J Am Dent Assoc.2003;134:61-69
Scully C, Felix DH. Oral medicine - Update for the dental practitioner. Dry mouth and disorders of salivation. Br Dent J. 2005;199 (7): 423-427.
Grisius MM, Fox PC. Salivary gland diseases. In: Burket’s Oral medicine. Diagnosis and treatment. Eds. Greenberg MS, Glick M., 10th edition, 2003.