POTENSI GAS METAN BATUBARA (COAL BED METHANE)
DI CEKUNGAN OMBILIN, SUMATERA BARAT
Deddy Amarullah, S. Basuki Rahmat, David P. Simatupang
Kelompok Kerja Energi Fosil
S A R I
Batubara di Cekungan Ombilin termasuk kedalam klasifikasi sub bituminus yang nilai kalorinya sekitar 6.300 cal/gr (adb), sebagian telah ditambang dengan cara tambang terbuka dan tambang dalam, namun masih banyak batubara yang tidak bisa ditambang yaitu yang terletak pada kedalaman lebih dari 200 m. Diharapkan dari batubara yang jauh dibawah permukaan dan tidak bisa dieksploitasi bisa diambil gas metan batubara atau coal bed methane (CBM) untuk dimanfaatkan.
Pemboran inti di Air Dingin, menembus lapisan batubara (seam) B pada kedalaman 369,50 m – 371,50 m dan lapisan batubara (seam) C pada kedalaman 380,24 m – 393,80 m. Kandungan gas pada batubara Seam B sebesar 216,32 scf/ton atau 6,13 m3/ton, dan pada batubara Seam C sebesar 355,97 scf/ton atau 10,08 m3/ton. Kandungan gas metan pada batubara Seam B sebesar 84,26 % atau 181 scf/ton, dan pada Seam C sebesar 52,40 % atau 188,31 scf/ton. Dari hasil sampling dipermukaan sumur bor, setelah dua hari selesai pemboran, diperoleh gas sebesar 2000 cc/menit. Komposisi gas yang terkandung didalamnya terdiri dari H2 sebesar 0,7542 %, O2 sebanyak 1,0742 %, N2 sebesar 6,3216 %, CH4 sebesar 91,8085 %, dan CO2 sebesar 0,0415 %.
Berdasarkan hasil evaluasi sebelumnya (ARI,2003), indikasi kandungan gas di Cekungan Ombilin berkisar antara 250 scf/ton – 300 scf/ton. Hal ini menunjukan bahwa gas metan di Cekungan Ombilin berpotensi untuk dikembangkan.
PENDAHULUAN
Kebutuhan energi nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat sedangkan penemuan sumber daya energi konvensional semakin berkurang, untuk mengantisipasi kebutuhan energi tersebut perlu diadakan upaya pencarian sumber daya energi alternatif seperti oil shale dan gas metan batubara atau coal bed methane.
Di Cekungan Ombilin terdapat formasi batuan yang mengandung serpih minyak atau oil shale dan formasi yang mengandung batubara. Serpih minyak terdapat di dalam Formasi Sangkarewang yang menurut Koesoemadinata dan T. Matasak (1981) berumur Paleosen sedangkan menurut P.H. Silitonga dan Kastowo (1995) berumur Eosen-Oligosen.
Formasi pembawa batubara di Cekungan Ombilin oleh Koesoemadinata dan T. Matasak (1981) dinamakan Formasi Sawahlunto yang berumur Eosen sedangkan oleh P.H. Silitonga dan Kastowo (1995) dinamakan Anggota Bawah Formasi Ombilin yang berumur Oligosen.
Penelitian serpih minyak maupun batubara di Cekungan Ombilin telah banyak dilakukan, namun sampai saat ini serpih minyak atau bitumen padat di
wilayah tersebut belum dimanfaatkan, padahal serpih minyak apabila diproses dapat menjadi salah satu sumber minyak. Batubara di Cekungan Ombilin
termasuk kedalam klasifikasi Sub Bituminus yang memiliki nilai kalori sekitar 6.300
cal/gr (adb) dengan tebal lapisan mencapai 8 m, sebagian telah ditambang dengan cara tambang terbuka dan tambang dalam. Masih banyak batubara di Cekungan Ombilin yang sulit dieksploitasi terutama yang terdapat dibagian dalam, diharapkan batubara tersebut bisa dimanfaatkan kandungan gasnya sebagai coal bed methane (CBM).
Tahun 2003, Advanced Resources International Inc (ARI) telah melakukan evaluasi potensi CBM di Cekungan Ombilin, demikian juga LEMIGAS. Namun evaluasi yang dilakukan ARI maupun LEMIGAS hanya berdasarkan data sekunder. Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka dalam makalah ini akan dibahas potensi gas metan batubara atau CBM berdasarkan pengukuran kandungan gas dari hasil pemboran inti di daerah Air Dingin, Sawahlunto, Cekungan Ombilin bagian barat, Provinsi Sumatera Barat.
METODOLOGI
Dari pemboran inti atau core drilling di daerah Air Dingin (AD-01) sampai kedalaman 451 m, ditembus batubara Seam B pada kedalaman 369,50 m – 371,50 m dan Seam C pada kedalaman 380,24 m – 393,80 m. Core batubara dari Seam B dan C dimasukan kedalam beberapa canister yang panjangnya 0,50 m untuk keperluan analisis kandungan gas (gas desorbtion) dan komposisi gas.
Canister-canister tersebut disimpan
disesuaikan dengan temperatur reservoir, selanjutnya secara berkala dilakukan pengukuran volume gas didalam canister dengan menggunakan gelas ukur. Volume gas yang keluar dari canister di plot ke dalam grafik untuk mendapatkan hasil Q1 (gas yang hilang) & Q2 (gas terukur). Setelah pengukuran volume gas (gas desorbtion) selesai hingga dianggap seluruh gas Q2 telah habis, sebagian dari batubara di dalam canister akan di hancurkan dengan menggunakan crusher, sambil mengukur volume gas yang keluar dari batubara tersebut yang disebut sebagai Q3.
Dua hari setelah selesai pemboran dilakukan pengambilan conto gas dari permukaan lubang bor (sumur bor) untuk dianalisis komposisi gasnya. Untuk mengetahui komposisi gas dilakukan analisis dengan menggunakan gas chromatography (GC).
Didalam makalah ini belum membahas gas adsorption, karena saat penulisan makalah belum dilakukan analisis gas adsorption.
ANALISIS DAN HASIL
Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa analisis yang dilakukan untuk membahas potensi gas metan hanya berdasarkan analisis gas desorbtion dan analisis komposisi gas.
Core batubara yang diukur kandungan
gasnya sebanyak 18 canister, terdiri dari 2 canister untuk Seam batubara B dan 16 canister untuk Seam batubara C. Dari hasil
pengukuran volume gas yang kondisinya disesuaikan dengan kondisi standar diperoleh kandungan gas seperti ditampilkan pada tabel 1.
Dari tabel 1 terlihat bahwa kandungan gas yang tertinggi terdapat pada canister 13 yaitu untuk Seam C bagian bawah sebanyak 457,25 scf/ton atau 12,95 m3/ton, sedangkan yang terendah terdapat pada canister 3 untuk Seam B sebesar 197,03 scf/ton atau 5,58 m3/ton. Apabila dirata-ratakan kandungan gas untuk Seam B sebesar 216,32 scf/ton atau 6,13 m3/ton, dan kandungan gas untuk Seam C sebesar 355,97 scf/ton atau 10,08 m3/ton.
Kandungan gas metan yang diperoleh dari hasil perhitungan dan analisis komposisi gas ditampilkan pada tabel 2.
Dari tabel 2 terlihat bahwa kandungan gas metan tertinggi terdapat pada canister 3 yaitu untuk Seam B sebesar 85,87 % atau 169,19 scf/ton, sedangkan yang terendah terdapat pada canister 19 untuk Seam C bagian
bawah sebesar 33,58 % atau 83,02 scf/ton. Apabila dirata-ratakan kandungan gas metan untuk Seam B sebesar 84,26 % atau 181 scf/ton, dan kandungan gas metan untuk Seam C sebesar 52,40 % atau 188,31 scf/ton.
6,3216 %, CH4 sebesar 91,8085 %, dan CO2 sebesar 0,0415 %.
DISKUSI
Endapan batubara didaerah Air Dingin merupakan sumber energi yang potensial untuk dimanfaatkan, namun untuk memanfaatkannya banyak kesulitan karena selain letaknya yang jauh dibawah permukaan, di wilayah tersebut sudah banyak pemukiman. Salah satu solusi agar batubara yang jauh dibawah permukaan bisa dimanfaatkan adalah mengambil gas metan yang terdapat didalamnya.
Dari hasil pemboran, batubara yang cukup tebal diketemukan pada kedalaman 369,50 m – 371,50 m dinamakan Seam B, dan pada kedalaman 380,24 m – 393,80 m dinamakan Seam C. Kandungan gas pada batubara Seam B yang tebalnya 2 m sebesar 216,32 scf/ton atau 6,13 m3/ton, dan kandungan gas pada batubara Seam C yang tebalnya 13,56 m sebesar 355,97 scf/ton atau 10,08 m3/ton. Padahal menurut hasil evaluasi Advanced Resources International Inc (2003) indikasi kandungan gas di Cekungan Ombilin hanya berkisar antara 250 – 300 scf/ton. Kandungan gas metan pada Seam B mencapai 169,19 scf/ton dan pada Seam C mencapai 188,31 scf/ton. Hal ini menunjukan bahwa gas metan di Cekungan Ombilin berpotensi untuk dikembangkan.
Komposisi gas yang diambil dari permukaan sumur bor didominasi oleh
CH4 yaitu sekitar 91,8085 %, sedangkan kandungan CO2 yang sebelumnya oleh
Advanced Resources International Inc (2003) diperkirakan tinggi yaitu sekitar 40 – 70 % ternyata didaerah Air Dingin hanya 0,0415 %.
Sumberdaya gas metan didaerah Air Dingin belum diestimasi karena masih ada beberapa analisis yang belum selesai, tapi berdasarkan kandungan gas metannya sudah dapat diperkirakan bahwa sumber energi alternatif yang layak dikembangkan didaerah Air Dingin adalah gas metan batubara atau CBM.
Namun hasil pengukuran gas metan yang hanya di satu lokasi titik bor saja belum bisa mencerminkan seluruh Cekungan Ombilin. Jadi masih perlu dilakukan pengukuran lagi di beberapa lokasi titik bor.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari pembahasan diatas dapat dibuat beberapa kesimpulan dan saran
sebagai berikut ;
1. Batubara yang dianggap sebagai reservoir untuk CBM terdapat dalam Formasi Sawahlunto yang menurut Koesoemadinata dan T. Matasak (1981) berumur Eosen.
2. Lapisan batubara yang cukup tebal yang ditembus oleh pemboran di lokasi AD-01 Air Dingin adalah Seam B pada kedalaman 369,50 m – 371,50 m, dan Seam C pada kedalaman 380,24 m – 393,80 m.
sebesar 355,97 scf/ton atau 10,08 m3/ton.
4. Kandungan gas metan pada Seam B adalah 169,19 scf/ton dan pada Seam C adalah 188,31 scf/ton.
5. Hasil pengukuran kandungan gas di Air Dingin lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya oleh Advanced Resources International Inc (2003) yang hanya 200 – 300 scf/ton. 6. Dari analisis komposisi gas, kandungan
CH4 merupakan gas yang dominan, yaitu sebesar 91,8085 %, sedangkan kandungan CO2 yang sebelumnya oleh Advanced Resources International Inc (2003) diperkirakan tinggi yaitu sekitar 40 – 70 % ternyata didaerah Air Dingin hanya 0,0415 %.
7. Untuk mengetahui potensi CBM di seluruh Cekungan Ombilin diperlukan pengukuran lagi di beberapa lokasi titik bor.
DAFTAR PUSTAKA
Abouna Saghafi, 2002 : Gas Content of Coal : Definition, Measurement Techniques and Accurasy Issues, Coal Bed Methane Workshop, Jakarta
---, 2002 : Aspect of Coal Reservoir Characterisation, Coal Bed Methane Workshop, Jakarta
Advanced Resources International, Inc, 2003 : Indonesian Coalbed Methane, Task 1-Resources Assessment.
Koesoemadinata R. P., & Matasak Th., 1981 ; Stratigraphy and Sedimentation
Ombilin Basin Central Sumatera (West Sumatera Province), Proceeding, IPA, Tenth Annual Convention.
Koning T.,1985. Petroleum Geology of the Ombilin Intermontane Basin. Indonesian Petroleum Association. 14th annual convntion.
Norwest Resource Consultant Ltd., 1986. Conceptual report Vol. II Geology;
Ombilin II Coal Mine Development and Transportation Project. Submitted to : Ministry of Mines and Energy, Directorate General of Mines.