1
PENELITIAN ASPEK KONSERVASI BAHAN GALIAN
DI WILAYAH BEKAS TAMBANG DI PANGARAYAN
KABUPATEN KAMPAR, RIAU
Rudy Gunradi
Kelompok Program Penelitian Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi
ABSTAK
Kegiatan suatu usaha pertambangan yang telah berhenti oleh sebab habisnya cadangan ekonomis maupun karena masalah lainnya seringkali meninggalkan bahan galian yang mungkin masih memiliki potensi ekonomis.
Lokasi penelitian termasuk kedalam Kabupaten Kampar. Secara geografis terletak antara 100o 39’ 59” – 100o 56’ 18” BT dan antara 0o 15’ 27” – 0o 30’ 57” LU.
Di aliran S. Rambai, S. Pinggir dan S. Lo telah dilakukan penambangan timah oleh PT. Timah dan rakyat. Wilayah pertambangan PT. Timah lebih terkonsentrasi di hulu S. Rambai dan di hulu S. Pinggir, sedangkan di hilir S. Pinggir dan S. Lo di sekitar Desa Koto Ranah penambangan dilakukan oleh rakyat.
Di hulu S. Rambai pada wilayah bekas penambangan PT. Timah jumlah aluvial tersisa hanya 30% dan di aliran S Pinggir dan S. Lo sampai dengan Desa Koto Ranah jumlah aluvial sisa penambangan rakyat sekitar 50%.
Hasil analisis mineralogi butir dari konsentrat dulang menunjukkan jumlah rata-rata butir kasiterit di dalam aluvial di ketiga aliran sungai tersebut sebesar 154,41 gr/m3 dan di dalam tailing sisa pengolahan sebesar 48,423 gr/m3.
Hasil evaluasi sumberdaya tereka kasiterit di dalam endapan aluvial sisa penambangan di Hulu S. Ranah, S. Pinggir dan S. Lo disekitar Desa Koto Ranah sebesar 123,9 ton dan kasiterit di dalam tailing sisa pengolahan sebesar 45,4 ton.
Mineral ikutan ekonomis yang terdapat dalam endapan aluvial dan tailing seperti zirkon jumlahnya relatif sedikit dan tidak ekonomis untuk diusahakan.
LATAR BELAKANG
Kegiatan suatu usaha pertambangan yang
telah berhenti oleh sebab habisnya cadangan
ekonomis maupun karena masalah lainnya
dan ditambang dengan produksi yang besar
seringkali meninggalkan bahan galian yang
mungkin masih memiliki potensi ekonomis
pada saat sekarang maupun pada masa
mendatang. Pada umumnya usaha
pertambangan tidak mengolah bahan galian
lain dan mineral ikutan, sehingga tidak
memperhatikan peningkatan nilai tambah
suatu bahan galian pada suatu lokasi
tambang. Disamping pada kegiatan
pertambangan yang resmi, kondisi ini umum
terjadi pada kegiatan Penambangan Tanpa
Izin (PETI) karena cara mengelola bahan
galian tidak secara sistematis dan optimal
sesuai dengan kaidah konservasi bahan
galian.
satu kegiatan untuk memperoleh data
tentang penerapan aspek-aspek konservasi
pada pengelolaan bahan galian di Indonesia.
Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui
kondisi sumberdaya dan pemanfaatan bahan
galian di daerah tersebut secara tepat dan
optimal.
Maksud dari penelitian ini yaitu melakukan
inventarisasi potensi bahan galian pada
bekas tambang di daerah penelitian dengan
tujuan agar bahan galian tersebut dapat
dimanfaatkan secara optimal dan
berkelanjutan sesuai dengan kaidah
konservasi bahan galian dan berguna bagi
kepentingan masyarakat luas.
LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian termasuk kedalam
Kabupaten Kampar, dengan jarak ± 100 km
dari Kota Pekanbaru. Secara geografis
terletak antara 100
o39’ 59” – 100
o56’
18” BT dan antara 0
o15’ 27” – 0
o30’ 57”
LU. Daerah penelitian dapat dicapai dengan
cara menggunakan pesawat terbang reguler
dari Jakarta-Pekanbaru atau kendaraan roda
empat/bis dari Bandung, dilanjutkan dengan
kendaraan roda empat dari Pekanbaru ke
lokasi penelitian.
. Peta lokasi dapat dilihat pada Gambar1.GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN
Geologi
Hasil pemetaan penyelidik terdahulu geologi daerah penelitian disusun oleh batuan yang umurnya bervariasi dari Paleozoikum hingga Resen.
Bagian terbesar daerah kegiatan merupakan suatu seri batuan sedimen berumur Permo-Karbon yang sebagian mengalami malihan derajat rendah. Seri batuan ini merupakan suatu endapan marine shelf sediments yang
membentuk pegunungan berarah NW-SE dimana setempat-setempat diisi oleh endapan
sedimen berumur endapan sedimen berumur Tersier.
Formasi yang tertua yaitu Formasi Bohorok (Pub) yang disusun oleh batupasir wacke dan konglomerat. Selanjutnya secara menjari diendapkan Anggota Tanjung Pauh (Pkut) yang didominasi oleh batuan malihan berupa muskovit, klorit dengan lineasi yang kuat.
Intrusi batuan granitik yaitu Granit Ginti (MPlgt) dan Granit Pulaugadang (Mplpg) diduga terjadi pada masa Mesozoikum. Di lapangan pengaruh intrusi ini dapat terlihat dengan adanya gejala malihan sentuh pada batuan yang diterobosnya yaitu batuan sedimen yang berumur Permo-Karbon. Garnit Ginti berupa granit dan pegmatit turmalin dan Granit Pulaugadang terdiri dari granit berfoliasi dan granit genes.
Sesudah suatu perioda yang ditandai dengan adanya pengangkatan, perlipatan intrusi batuan beku serta erosi batuan Pra-Tersier kemudian disusul oleh pembentukan batuan sedimen berumur Tersier yang diawali dengan pengendapan breksi dan konglomerat pada bagian dasarnya.
Seri batuan sedimen Tersier dimulai dari yang tertua yaitu Formasi Pematang (Tipe) yang berumur antara Eosen-Oligosen dicirikan oleh satuan batuan breksi-konglomerat dengan sisipan batupasir, batulempung, batulanau dan dan batulumpur, formasi ini diendapkan dalam lingkungan pengendapan air tawar.
Di atas Formasi Pematang diendapkan secara tidak selaras Formasi Sihapas (Tms) yang berumur Miosen Bawah dan satuan batuan yang membentuknya terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau, batulanau dan serpih. Lingkungan pengendapan pada formasi ini bervariasi mulai dari fluviatile, Iacrustine,
deltaic hingga neritic.
3 dicirikan dengan adanya fosil foram dan
plankton.
Formasi Petani (Tup) yang berumur Pliosen diendapkan diduga tidak selaras di atas Formasi Telisa yang dibentuk oleh satuan batuan serpih dengan sisipan batupasir dan batulanau, formasi ini diendapkan dalam lingkungan pengendapan yang bervariasi dari fluviatile hingga litoral.
Batuan vulkanik (Qtv) berkomposisi antara andesit dan basalt diduga berumur Mio-Pliosen, batuan ini menutupi Formasi Bohorok dan Formasi Sihapas.
Batuan Kuarter umumnya berupa endapan aluvial yang terdiri dari kerikil, pasir dan lempung. Peta geologi regional daerah kegiatan dapat dilihat pada Gambar 2
Mineralisasi di daerah kegiatan dapat dibagi menjadi dua jenis mineralisasi yaitu mineralisasi sulfida dan mineralisasi oksida.
Mineralisasi sulfida terdiri dari mineral-mineral pirit, galena dan kalkopirit. Mineralisasi pirit sangat umum dijumpai pada daerah-daerah yang mengalami gangguan tektonik seperti oleh perlipatan atau sesar. Mineralisasi-mineralisasi pirit ini umumnya didapati mengisi retakan-retakan pada batuan sebagai generasi epigenetik.
Mineralisasi oksida yang utama adalah kasiterit, mineralisasi ini berasosiasi dengan urat-urat kuarsa-kasiterit yang mengisi rekahan-rekahan pada pada Granit Ginti. Gejala ubahan yang teramati pada daerah sekitar kontak urat-urat tersebut di antaranya ialah greisenisasi, pengersikan dan kaolinisasi.
Bahan Galian
Bahan galian yang cukup potensial yang terdapat di daerah penelitian dan sudah dikenal sejak jaman Belanda adalah timah aluvial.
Sebaran endapan aluvial hanya terbatas sepanjang aliran sungai yang relatif kecil. Dari pengamatan di lapangan di bagian hulu sungai lebar endapan aluvial sekitar 200 m dan di bagian hilir 300 m.
Ketebalan endapan aluvial di hulu sungai bervariasi antara 1 - 2 m, dan di hilir sungai sungai bervariasi antara 2 - 3 m, tergantung posisi ketinggian endapan aluvial tersebut diendapkan.
Untuk mengetahui jumlah sumber daya/ cadangan timah dan recovery penambangan maupun pengolahan di daerah penelitian telah dilakukan penyontohan endapan aluvial dan tailing pengolahan dengan cara pendulangan dan selanjutnya dianalisis mineralogi butirnya.
Wilayah pertambangan PT. Timah lebih terkonsentrasi di hulu S. Rambai dan di hulu S. Pinggir, sedangkan di hilir S. Pinggir dan S. Lo di sekitar Desa Koto Ranah penambangan dilakukan oleh rakyat. Di Hulu S. Rambai di wilayah bekas penambangan PT. Timah, endapan aluvial yang tersisa sebesar 30% dan di aliran S. Pinggir dan S. Lo bekas penambangan rakyat sebesar 50%.
PT. Timah melakukan penambangan tahun 1972 dan setelah itu penambangan dilakukan oleh beberapa kelompok penambang secara ilegal. Karena cadangan sulit untuk ditingkatkan dan saat itu harga timah merosot tajam, maka penambangan timah di daerah penelitian terhenti.
EVALUASI
Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, wilayah pertambangan PT. Timah lebih terkonsentrasi di hulu S. Rambai dan di hulu S. Pinggir, sedangkan di hilir S. Pinggir dan S. Lo di sekitar Desa Koto Ranah penambangan dilakukan oleh rakyat. Di Hulu S. Rambai di wilayah bekas penambangan PT. Timah, endapan aluvial yang tersisa sebesar 30% dan di aliran S. Pinggir dan S. Lo bekas penambangan rakyat sebesar 50%. Ketebalan endapan aluvial di hulu sungai bervariasi antara 1 - 2 m, dan di hilir sungai sungai bervariasi antara 2 - 3 m, tergantung posisi ketinggian endapan aluvial tersebut diendapkan.
Program Map Info untuk dapat dihitung jumlah sebaran aluvial dan tailing (Gambar 4). Dari hasil analisis mineralogi butir diketahui konsentrasi rata-rata kasiterit yang terdapat pada endapan aluvial dan tailing.
Hasil perhitungan dari data tersebut di atas dapat diketahui sumber daya kasiterit yang terdapat pada masing-masing aliran sungai seperti terlihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.
Tabel 4.1. Perhitungan Jumlah Aluvial dan Tailing di Wilayah Bekas Tambang
Daerah Luas
Tabel 4.1. Jumlah Sumber Daya Tereka Kasiterit di Wilayah Bekas Tambang
Daerah
JUMLAH 123,925 45,452
Mineral ikutan ekonomis yang terdapat dalam endapan aluvial dan tailing seperti zirkon jumlahnya relatif sedikit, hasil analisis mineralogi butir mineral zirkon hanya ditemukan di 4 lokasi yaitu di lokasi KMP 5 P, KMP 7 P, KMP 8 P dan KMP 25 P. Hasil analisis mineral zirkon dalam konsentrat dulang terbesar hanya di lokasi KMP 25 P sebesar 0,013 kg/m3, jumlah mineral zirkon sebesar tersebut masih sangat kecil dibandingkan konsentrasi rata-rata mineral zirkon yang ekonomis untuk ditambang yaitu sebesar 2 kg/m3.
Pola dan sistim penambangan terutama pada penambangan kasiterit oleh rakyat yang ada tidak sistimatis dan tidak didasarkan hasil eksplorasi yang baik yang menyebabkan banyak lokasi bukaan tambang yang tidak berhasil dan banyak menyisakan bahan galian tertinggal.
Disamping itu menyebabkan kerusakan lingkungan berupa kerusakan bentang alam, tingginya tingkat pelumpuran sungai.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian aspek konservasi bahan
galian di wilayah bekas tambang di daerah
penelitian dapat ditarik kesimpulan :
1.
Potensi endapan timah terletak di aliran
S. Rambai, S. Pinggir dan S. Lo di
sekitar Desa Koto Ranah.
5
3.
Potensi endapan timah di daerah ini
terbatas, mengingat endapan aluvial
sebagai tempat kedudukan edapan timah
relatif sedikit karena berada di hulu-hulu
sungai.
4.
Di hulu S. Rambai pada wilayah bekas
penambangan PT. Timah jumlah aluvial
tersisa hanya 30% dan di aliran S
Pinggir dan S. Lo sampai dengan Desa
Koto Ranah jumlah aluvial sisa
penambangan rakyat sekitar 50%.
5.
Hasil analisis mineralogi butir dari
konsentrat dulang menunjukkan jumlah
rata-rata butir kasiterit di dalam aluvial
di ketiga aliran sungai tersebut sebesar
154,41 gr/m
3dan di dalam tailing sisa
pengolahan sebesar 48,423 gr/m
3.
6.
Hasil evaluasi sumberdaya tereka
kasiterit di dalam endapan aluvial sisa
penambangan di Hulu S. Ranah, S.
Pinggir dan S. Lo disekitar Desa Koto
Ranah sebesar 123,9 ton dan kasiterit di
dalam tailing sisa pengolahan sebesar
45,4 ton.
7.
Mineral ikutan ekonomis yang terdapat
dalam endapan aluvial dan tailing seperti
zirkon jumlahnya relatif sedikit dan
tidak ekonomis untuk diusahakan.
8.
Banyaknya butir kasiterit pada tailing
sisa pengolahan rakyat, menggambarkan
sistim pengolahan yang tidak sempurna
(recovery pengolahan rendah), salah
satunya diakibatkan oleh disain sluice
box yang tidak sempurna.
9.
Pola dan sistim penambangan terutama
pada penambangan timah oleh rakyat
yang ada tidak sistimatis dan tidak
didasarkan hasil eksplorasi yang baik
yang menyebabkan banyak lokasi
bukaan tambang yang tidak berhasil dan
banyak menyisakan bahan galian
tertinggal. Disamping itu menyebabkan
kerusakan lingkungan berupa kerusakan
bentang alam, tingginya tingkat
pelumpuran sungai.
10.
Pada saat ini areal di sekitar potensi
endapan timah dikembangkan menjadi
perkebunan sawit, kondisi ini
mempersulit pengembangan
pertam-bangan timah di daerah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrohman, 1973, Laporan Pendahuluan Endapan Bijih Timah Putih di Daerah Pasir Pangarayan, Rokan dan Bangkinang, Provinsi Riau, Dinas Eksplorasi, Seksi Mineral Logam, Direktorat Geologi, No. G.E. 1053.
Bambang Setiawan, Endang Suwargi, 1983, Prospek Timah dan Minerl Logam Lainnya di Daerah Lipat Kain – Muara Mahat, Kabupaten Kampar Provinsi Riau, Direktorat Geologi.
Brouwer, H. A. , 1915, On The Granitic Area Of Rokan ( Middle Sumatera) a Contact Phenomenon In the Surrounding Schist, Proc. Koninkl. Akad Wetensch, Amsterdam 17, 1190 - 1902
Clarrke M. C.G., W. Kartawa, A. Djunudin, E. Suganda, M. Bagdja, 1982, Peta Geologi Lembar Pakanbaru, Sumatera, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Mertosono & G. A. S. Nayoan, 1974, The Tertiary Basinal Area of Central Sumatera, PT. Caltex dan Pertamina
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
7 Gambar 3. Peta Lokasi Penyontohan