• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar III.7. Jalur sabuk lipatan anjakan bagian tenggara Teluk Cenderawasih.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar III.7. Jalur sabuk lipatan anjakan bagian tenggara Teluk Cenderawasih."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

27

(2)

28 III.2 Stratigrafi Regional

Ciri stratigrafi regional diidentifikasikan dari perbandingan stratigrafi kerak Benua Indo-Australia dan kerak Samudera Pasifik-Caroline. Stratigrafi afinitas benua ditunjukan oleh stratigrafi Kepala Burung (Papua Barat) dan Badan Burung bagian Central Range), sedangkan afinitas samudera ditunjukan oleh stratigrafi Badan Burung bagian utara (Cekungan Irian Utara).

Tiga periode utama sejarah geologi Indonesia Timur dan bagian baratlaut paparan Australia ditandai dengan pembetukan batas Benua Indo-Australia pada Perm dan Mesozoikum Awal. Pembentukan ini merupakan hasil break-up Gondwanaland. Kemudian diikuti oleh periode batas benua pasif yang berlangsung selama Mesozoikum Akhir hingga Tersier, dan menerus sampai Miosen Akhir. Kemudian tumbukan lempeng tektonik yang berlangsung sampai akhir Miosen antara batas Benua Indo-Australia dan busur Asia Tenggara. Selama periode ini, pulau-pulau di Indonesia Timur yang ada saat ini mulai terbentuk.

III.2.1 Stratigrafi Kepala Burung (Papua Barat) dan Badan Burung bagian Central Range

Perbedaan lingkungan pengendapan dari shelf sampai slope dan kemudian kembali menjadi shelf terjadi di Kapur Awal. Endapan Kapur di Paparan Baratlaut dan Papua Barat dicirikan oleh endapan klastik kaya akan lempung. Endapan Tersier dicirikan oleh endapan paparan karbonat (Batugamping New Guinea). Papua Barat memiliki unit batupasir tebal pada umur Kapur dan Tersier Awal. Pada periode ini, batas Benua Indo-Australia pada umumnya sangat stabil dan tidak begitu banyak mengalami perubahan pola sedimentasi. Asal kehadiran batupasir ini tidak terdokumentasikan dengan baik, namun diasumsikan bahwa

(3)

unit ini berasal dari daerah erosional didekatnya sebagai hasil dari tektonik minor lokal.

Stratigrafi Papua dibedakan menjadi sikuen Pra-Tersier dan Tersier, pembagian ini berhubungan dengan sedimentasi pra-tumbukan dan setelah tumbukan. Batuan Pra-Tersier menunjukan ciri yang serupa dengan daerah Misool, Seram dan Arafura, sedangkan sistem Tersiernya pada periode tumbukan mempunyai karakter yang berbeda dan memperlihatkan perubahan fasies yang cepat meskipun berada dalam satu cekungan. Korelasi stratigrafi Papua berdasarkan prinsip sikuen stratigrafi dipublikasikan oleh beberapa peneliti seperti Fraser dkk. (1993), serta Perkins dan Livsey (1993). Sikuen Pra-Tersier dibagi menjadi empat unit utama, yaitu batuan dasar, sikuen Karbon sampai Perm, sikuen Perm sampai Trias Akhir dan sikuen Jura Awal sampai Kapur Awal. Sistem Tersier dibagi menjadi dua sikuen, yaitu sikuen Eosen–Miosen dan Miosen–Resen. Beberapa penulis menyatakan tektonostratigrafi pra-tumbukan di daerah Kepala Burung terjadi selama Pra-Oligosen dan tektonostratigrafi setelah tumbukan terjadi selama Oligosen sampai Resen.

Susunan litologi Kepala Burung periode pra-tumbukan dianggap sebagai bagian dari Benua Indo-Australia, sehingga susunan endapan sedimen periode ini dapat diilustrasikan melalui perkembangan tektonik dan stratigrafi cekungan Benua Indo-Australia bagian utara (Peck dan Soulhol, 1986; dan Henage, 1993). Dua kecenderungan arah cekungan ditemui pada bagian utara kerak benua ini, yaitu cekungan Paleozoikum (600 – 400 jtl) dan cekungan Mesozoikum (sekitar 200 jtl). Hal ini menunjukkan adanya dua periode pemekaran (rifting). Pemekaran Paleozoikum, pemekaran ini tidak diikuti oleh suatu break-up, tetapi oleh penurunan umum dan transgresi laut, membentuk pengendapan sistem rift. Pemekaran Mesozoikum ditunjukkan oleh Formasi Tipuma sebagai endapan syn-rift pada Trias-Jura, diikuti oleh break-up benua dan bergesernya benua India serta pembentukan pengendapan lingkungan pasif margin.

(4)

30

Batuan dasar Kepala Burung terdiri dari metasedimen Paleozoikum yang diterobos oleh granit Perm. Batuan dasar ini tersingkap di daerah Tinggian Kemum. Sedimen klastik Mesozoikum dan suksesi karbonat Tersier menutupi batuan dasar ini. Formasi Kemum berumur Silur-Devon terdiri dari batusabak, filit greywacke, batupasir dan kuarsit yang mengalami metamorfosa derajat rendah selama Devon atau selama awal atau pertengahan Karbon.

Di atas Formasi Kemum diendapkan secara tidak selaras Kelompok Aifam, yang terdiri dari Formasi Aimau, Formasi Aifat, dan Formasi Ainim. Karbonat masif, serpih, batulanau, dan batupasir kuarsitan merupakan ciri endapan Karbon-Perm di daerah Kepala Burung dan sekitarnya. Formasi Aimau diendapkan pada umur Karbon, endapannya berupa batupasir sisipan serpih. Formasi Aifat diendapkan di atas Formasi Aimau, terdiri dari serpih dan napal. Formasi ini memiliki kisaran umur Karbon – Perm. Jenis litologi ini menunjukkan peristiwa transgresi dari laut dangkal menjadi laut dalam, tetapi endapan regeresi ditemukan di bagian atas formasi ini. Formasi Ainim berumur Perm, diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Aifat dengan batuannya berupa perlapisan serpih hitam dan batu pasir, terdapat pula lapisan batubara. Formasi ini mengindikasikan pengendapan pada lingkungan fluviatil non marin – lakustrin.

Formasi Tipuma diendapkan di atas Formasi Ainim pada umur Trias – Jura. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras dengan batuannya meliputi perlapisan antara batupasir dan serpih. Diendapkan pada lingkungan alluvial-kontinental dengan regresi laut. Formasi ini tersingkap di daerah barat Papua, dibatasi oleh tinggian-tinggian tua, dan mengisi graben-graben yang ada.

Kelompok Kembelangan diendapkan di atas Formasi Tipuma. Kelompok ini terdiri dari Formasi Kembelangan Bawah dan Formasi Jass. Formasi Kembelangan Bawah diendapkan pada umur Jura – Kapur, berupa endapan pasir laut dangkal yang berlapis dengan serpih. Formasi Jass diendapkan di atas Formasi Kembelangan Bawah pada umur Kapur, terdiri dari perlapisan batulempung dan serpih lanauan. Formasi Ekmai memiliki umur Kapur

(5)

endapannya terdiri dari endapan batupasir dan serpih, ditemukan di daerah Badan Burung bagian Central Range. Di atas formasi berumur Kapur ini diendapkan Kelompok Batugamping New Guinea yang terdiri dari Formasi Waripi, Formasi Fumai, Formasi Sirga, dan Formasi Kais.

Formasi Faumai diendapkan pada umur Eosen dengan batuannya berupa batugamping. Formasi Sirga memiliki umur Oligosen Akhir – Miosen Awal, formasi ini diendapkan di atas Formasi Fumai. Formasi Sirga terdiri dari endapan batugamping. Formasi Kais terendapkan pada umur Miosen Awal – Miosen Tengah, dengan litologinya berupa batugamping dengan banyak dijumpai pecahan koral.

Formasi Klasafet diendapkan di atas Formasi Kais yaitu diendapkan pada umur Miosen Akhir. Formasi Steenkool mulai diendapkan pada umur Pliosen, terdiri dari perlapisan antara serpih dan batupasir. Formasi Sele diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Steenkool pada umur Pleistosen. Endapan Formasi Sele terdiri dari konglomerat, batupasir, dan batulempung.

Kolom stratigrafi daerah ini ditunjukkan pada Gambar III.8. Stratigrafi ini menggambarkan perbandingan dan korelasi antara stratigrafi Kepala Burung, Leher Burung, dan Badan Burung bagian Central Range.

(6)

32

Gambar III.8. Korelasi dan perbandingan stratigrafi Kepala Burung, Leher Burung dan Badan Burung bagian Central Range (Sapiie, 2000).

(7)

III.2.2 Stratigrafi Badan Burung bagian utara

Stratigrafi Papua Utara ditunjukkan oleh stratigrafi afinitas kerak Samudera Pasifik-Caroline. Pengisian sedimen pada cekungan-cekungan terus berlangsung sampai Tersier, kecuali pada Miosen Akhir terjadi pengendapan hiatus secara regional. Hiatus ini menghasilkan ketidakselarasan besar. Ketidakselarasan menandai dasar Formasi Mamberamo dan bagian atas Formasi Makats. Cekungan di daerah utara Badan Burung ini dikenal dengan nama Cekungan Irian Utara (McAdoo dan Haebig, 1999).

Beberapa carbonate buildups lokal terbentuk karena adanya perubahan fasies secara lateral. Sedimen-sedimen ini merupakan Formasi Auwewa, Darante, dan Makats. Setelah hiatus, penegendapan Formasi Mamberamo terus berlangsung tanpa terganggu sampai terjadinya ketidakselarasan kecil pada masa sekarang. Stratigrafi regional daerah Papua Utara tidak didefinisikan dengan baik dan hubungan fasies lateralnya kurang dapat ditemui dalam observasi singkapan. Hampir semua sumber sedimen berasal dari selatan, pertama dari pembentukan busur magmatik masif dan kemudian dari pengangkatan orogen tumbukan. Volkanik klastik mungkin dapat ditemui pada bagian bawah Formasi Auwewa dan Makats, tetapi bukti menunjukan bahwa erosi bagian benua dari pembentukan orogen di selatan memberikan sejumlah besar sedimen masuk ke Formasi Mamberamo.

Stratigrafi Badan Burung bagian utara secara umum terdiri dari batuan ofiolit dan volkanik Tersier yang ditumpangi batuan sedimen Tersier. Batuan dasar Pra-Tersier meliputi batuan volkanik basa-intermedier, ofiolit, sekis, basalt, gabro, dan batuan ultrabasa serpentinit. Batuan hasil genanglaut Eosen-Oligosen yang terdiri dari batuan klastik kasar-halus, klastik karbonat, serta klastik volkanik berada tidak selaras di atas batuan Pra-Tersier. Batuan genanglaut berikutnya yaitu Formasi Makats yang meliputi batuan klastik halus yang berselingan dengan batugamping pada tinggian hasil pengangkatan Miosen Tengah di Central Range.

(8)

34

Formasi Auwewa diendapkan pada Paleosen-Oligosen Akhir, semakin ke selatan ketebalan formasi ini semakin bertambah. Formasi Auwewa meliputi Anggota Batugamping Biri berumur Paleosen dan diatasnya diendapkan Anggota Volkanik Auwewa berumur Oligosen Awal.

Formasi Darante berumur Oligosen Akhir-Miosen Tengah, diendapkan tidak selaras di atas Formasi Auwewa. Formasi Darante meliputi batugamping kalkarenit yang mengandung rijang, batugamping terumbu dengan sisipan breksi volkanik maupun batupasir tufaan. Formasi Makats berumur Miosen Tengah - Miosen Akhir diendapkan tidak selaras di atas Formasi Darante, meliputi lapisan konglomerat tebal, batupasir greywacke-subgreywacke, batulanau, dan serpih. Formasi Mamberamo berumur Miosen Akhir-Holosen terdiri dari:

 Anggota B meliputi lapisan sedimentasi distal bersifat turbidit meliputi batulanau, napal, serpih dengan lingkungan pengendapan laut dangkal-dalam. Batugamping terumbu diendapkan di tepi maupun tinggian terutama pada bagian barat cekungan. Anggota B di bagian selatan meliputi batugamping kalkarenit, napal, dan fosilan di bagian bawah, sedangkan perselingan batupasir, batulempung, dan napal di bagian atas.  Anggota C meliputi lapisan konglomerat tebal, batupasir subgreywacke,

batulanau, dan serpih. Di bagian selatan meliputi batupasir gampingan fosilan yang berubah menjadi batugamping berlapis. Anggota ini terletak tidak selaras di atas Anggota B yang berumur Pliosen.

 Anggota D meliputi serpih dan batupasir halus bersifat turbidit distal diendapkan pada lingkungan laut dalam selama fase genanglaut. Bagian selatan dicirikan perselingan batulempung lignitan dengan batulanau pasiran fosilan, dan lapisan tipis batubara berumur Pleistosen yang menunjukkan lingkungan pengendapan laut dangkal.

 Anggota E meliputi konglomerat, batupasir, batulanau, serpih, dan lignit (Holosen). Bagian selatan dicirikan oleh greywacke-subgreywacke dengan sisipan batulanau dan batulempung. Bagian utara dicirikan oleh batupasir karbonatan dengan beberapa cangkang moluska maupun tetumbuhan.

(9)

Kolom stratigrafi daerah ini ditunjukkan pada Gambar III.9 (Wascmuth dan Kunst, 1986) dan Gambar III.10 (McAdoo dan Haebig, 1999).

Perbandingan stratigrafi daerah yang mengelilingi Teluk Cenderawasih (Gambar III.11) digambarkan dengan korelasi atau perbandingan stratigrafi Kepala Burung, Leher Burung, dan Badan Burung bagian Central Range oleh Sapiie (2001) dan stratigrafi Cekungan Irian Utara oleh McAdoo dan Haebig (1999).

(10)

36

Gambar III.9. Stratigrafi afinitas kerak Samudera Pasifik-Caroline daerah Mamberamo (Wascmuth dan Kunst, 1986)

(11)

Gambar III.10 . Stratigrafi afinitas kerak Samudera Pasifik-Caroline daerah Cekungan Irian Utara (McAdoo dan Haebig, 1999).

(12)

38

(13)

III.3 Evolusi Cekungan Daerah Lepas Pantai Teluk Cenderawasih

Cekungan pada daerah Teluk Cenderawasih berada pada wilayah deformasi kompleks, yaitu zona tumbukan Lempeng Benua Indo-Australia dan Lempeng Samudera Pasifik-Caroline. Sedimen yang mengisi cekungan dicirikan oleh sikuen-sikuen pasca-tumbukan berumur Pliosen sampai Plistosen. Ketebalan sedimen di cekungan mencapai 6.500-7.000 m di lepas pantai dan 8.000 m di daratan.

Pergerakan Lempeng Benua Indo-Australia ke arah utara dan Lempeng Samudera Pasifik-Caroline ke arah barat mengakibatkan suatu konvergensi miring (oblique), dan menghasilkan zona tumbukan dengan Busur Melanesia selama akhir Miosen/Pliosen. Zona sesar mendatar mengiri Zona Sesar Yapen mengakomodasi sebagian besar komponen timur-barat dari konvergen lempeng, sedangkan Sesar Waipoga dan Sesar Wandaman mengakomodasi pemendekan kerak antara New Guinea Mobile Belt dan Kepala Burung.

Selama Pliosen sampai Plistosen, tumbukan menghasilkan pola struktur berjenis thin-skin di utara New Guinea dan utara Papua, serta menyebabkan perkembangan wilayah cekungan di sepanjang sisi suture. Napal Sumboi yang berumur Miosen Akhir - Pliosen dan Konglomerat Ansus yang berumur Pliosen-Pleistosen (Pietres dkk., 1983) berkembang di barat Pulau Yapen. Endapan klastik Formasi Kurudu diendapkan di lingkungan laut dangkal dan onlap pada batuan dasar ke arah timur Pulau Yapen. Selama akhir Miosen sampai Plistosen Tengah, endapan klastik regresi Formasi Mamberamo terakumulasi di teluk, pada lingkungan laut dalam sampai dekat pantai. Batugamping terumbu berkembang selama periode Plio-Plistosen (ekivalen Formasi Hollandia).

Selama Pliosen, penurunan dasar cekungan berasosiasi dengan tektonik kompresi yang dihasilkan oleh tekanan yang tinggi dari lapisan serpih dan timbulnya diapir (Williams dan Amiruddin, 1983). Pengangkatan regional terjadi pada akhir

(14)

40

Plistosen, kemudian diendapkan endapan klastik Formasi Koekoendoeri pada lingkungan transisi sungai-laut. Konvergensi miring antara Lempeng Benua Indo-Australia dan Samudera Pasifik-Caroline menyebabkan pembentukan ciri struktur kompresi atau sesar mendatar. Sesar anjakan, sesar mendatar, mulai terbentuk bersamaan. Lipatan yang terbentuk sejajar dengan sesar pada umumnya merupakan sinklin besar dan antiklin yang ditekan oleh sesar mendatar.

Referensi

Dokumen terkait

(5) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian hasil Layanan Informasi Pertanahan secara Elektronik dengan Sertipikat Hak atas Tanah maka pemohon dapat meminta klarifikasi secara

Sejumlah besar orang Yahudi mendengar, bahwa Yesus ada di sana dan mereka datang bukan hanya karena Yesus, melainkan juga untuk melihat Lazarus, yang telah dibangkitkan-Nya dari

Dalam program pengembangan kegiatan wisata Kabupaten Samosir, pengembangan unsur wisata budaya dan sejarah beserta dengan atraksi budaya dapat menjadi pilihan dikarenakan

Gambar 12 menyajikan logical framework (logframe) RAN-PG Multi-sektor dengan peran Kementerian dan Lembaga secara lebih rinci. Semua K/L terkait mempunyai goal atau dampak

Tidak ada tindakan yang perlu diambil dalam melakukan penawaran umum dari Instrumen Keuangan tersebut di wilayah yuridiksi lainnya, kecuali disebutkan di dalam prospektus

Kesan-kesan buruk lain : Tiada kesan yang penting atau bahaya kritikal yang diketahui.

54 Studi Pengaruh Ukuran Partikel dan Penambahan Perekat Tapioka Terhadap Karakteristik Biopelet Dari Kulit Coklat (Theobroma Cacao L.) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan

Menurut Schumacker dan Lomax (2010, p.2), structural equation modeling (SEM) menggunakan beragam jenis model untuk menggambarkan hubungan diantara variabel laten dan