PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU
NOMOR 10 TAHUN 2013
TENTANG
KRITERIA DAN MEKANISME PENETAPAN WILAYAH
PERTAMBANGAN RAKYAT DI KABUPATEN BURU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BURU,
Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 26 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, perlu menetapkan Kriteria dan Mekanisme
Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat;
b. bahwa penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat ini
dimaksudkan sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah
untuk memberikan Izin Pertambangan Rakyat kepada
Koperasi, Kelompok dan Perorangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Kriteria dan Mekanisme Penetapan
Wilayah Pertambangan Rakyat;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1958 tentang
Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 22 Tahun
1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I
Maluku (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1957 Nomor 79) sebagai Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 61,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1617);
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan
Perpu Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Tahun 2004 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4374) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004
tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4401);
3. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru
dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 174, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3895)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Maluku
Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara
Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3961);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5111) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5282);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5112);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Buru Nomor 03 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan di Kabupaten
Buru (Lembaran Daerah Kabupaten Buru Tahun 2012
Nomor 03);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Buru Nomor 09 Tahun 2012
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Pertambangan dan Energi Sumber Daya Mineral
Kabupaten Buru (Lembaran Daerah Kabupaten Buru
Tahun 2012 Nomor 09);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BURU
dan
BUPATI BURU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG KRITERIA DAN MEKANISME
PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah
sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah;
2. Daerah adalah Daerah Kabupaten Buru;
3. Bupati adalah Bupati Buru;
4. Menteri Kehutanan adalah Menteri yang diserahi tugas dan tanggung
jawab di bidang Kehutanan;
5. Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral adalah Menteri yang diserahi
tugas dan tanggung jawab di bidang Energi Sumber Daya dan Mineral;
7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Buru;
8. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Buru;
9. Dinas Pertambangan dan Energi Sumber Daya Mineral adalah Dinas
Pertambangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Buru;
10. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumber Daya
Mineral Kabupaten Buru;
11. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara
yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan
serta kegiatan pasca tambang;
12. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam yang memiliki
sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan Kristal teratur atau
gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau
padu;
13. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral
dan batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang;
14. Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disebut WP adalah Wilayah yang
memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terkait dengan
batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari rencana
tata ruang Nasional;
15. Wilayah Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disebut WPR adalah
bagian dari Wilayah Pertambangan tempat dilakukan kegiatan usaha
pertambangan rakyat;
16. Masyarakat adalah masyarakat yang berdomisili disekitar lokasi operasi
penambangan;
BAB II
WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT
Pasal 2
WPR adalah bagian dari Wilayah Pertambangan tempat dilakukan kegiatan
usaha pertambangan rakyat.
Pasal 3
(1) Bupati dalam menetapkan WPR terlebih dahulu mengumumkan secara
(2) WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada diwilayah tanah
hak milik, tanah negara, Hak Guna Usaha, Hak Pengelolaan Lahan, Hak
Pakai dan/atau dalam kawasan hutan :
a. Bila areal WPR berada di dalam kawasan hutan harus mendapat
izin prinsip dan izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan sesuai
Peraturan Perundang-undangan;
b. Bila areal WPR berada di tanah hak milik masyarakat harus
mendapat persetujuan dari pemilik;
c. Bila areal WPR berada dalam tanah adat harus mendapat
persetujuan masyarakat adat;
(3) Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan
tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan
sebagai WPR.
(4) Penetapan WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih
lanjut dengan Keputusan Bupati.
Pasal 4
Untuk menetapkan suatu WPR harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau
diantara tepi dan tepi sungai;
b. Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman
maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
c. Merupakan endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. Luas Maksimal WPR 25 (dua puluh lima) hektar;
e. Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang;
f. Tidak tumpang tindih dengan Wilayah Usaha Pertambangan dan Wilayah
Pencadangan Negara;
g. Merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah Kabupaten Buru;
h. Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah
dikerjakan sekurang- kurangnya 15 (lima belas) tahun;
Pasal 5
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (1) dilakukan dikantor
desa/kelurahan dan kantor/instansi terkait, dilengkapi dengan peta situasi
yang menggambarkan lokasi, luas dan batas serta daftar koordinat dan
dilengkapi daftar pemegang hak atas tanah yang berada dalam WPR.
Pasal 6
Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat oleh Bupati wajib memuat :
b. Lokasi WPR;
c. Batas-batas dan daftar titik koordinat WPR;
d. Gambar dan peta lokasi WPR sesuai sistem informasi Wilayah
Pertambangan mineral;
Pasal 7
(1) Penetapan WPR sebelum ditetapkan oleh Bupati terlebih dahulu
dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
dikoordinasikan kepada Pemerintah Provinsi.
(2) Konsultasi Bupati dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk
mendapat pertimbangan.
(3) Koordinasi kepada Pemerintah Provinsi untuk mendapatkan pertimbangan
berkaitan dengan data dan informasi yang dimiliki oleh Pemerintah
Provinsi.
Pasal 8
Penetapan WPR sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 disampaikan secara
tertulis oleh Bupati kepada Menteri ESDM dan Gubernur.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Buru.
Ditetapkan di Namlea
pada tanggal 30 Desember 2013
BUPATI BURU,
ttd
RAMLY I. UMASUGI
Diundangkan di Namlea
pada tanggal 30 Desember 2013
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN BURU,
ttd
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU
NOMOR 10 TAHUN 2013
TENTANG
KRITERIA DAN MEKANISME PENETAPAN WILAYAH
PERTAMBANGAN RAKYAT DI KABUPATEN BURU
I. UMUM
Bahwa berdasarkan semangat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah dimana potensi sumber daya alam yang ada dalam
wilayah Kabupaten merupakan kekayaan daerah sepenuhnya dapat dikelola
langsung oleh Pemerintah Kabupaten.
Seiring dengan semangat Undang-Undang diatas maka Pemerintah
telah mengeluarkan kebijakan dengan menetapkan Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang mana
dengan keberadaan Undang-Undang ini diharapkan agar pengelolaan
sumber daya alam dapat dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta berkeadilan agar
memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat.
Berdasarkan pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara memerintahkan kepada
Bupati/Walikota memberikan IPR diutamakan kepada penduduk setempat
baik perorangan maupun kelompok dan/atau koperasi serta pasal 26
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 maka dibentuk Peraturan Daerah
tentang Kriteria dan Mekanisme Penetapan WPR.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas.
Pasal 2
Cukup Jelas.
Pasal 3
Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan tepi dan tepi sungai adalah daerah
akumulasi pengayaan mineral sekunder (pay streak) dalam suatu
meander sungai.
Pasal 5
Cukup Jelas.
Pasal 6
Cukup Jelas.
Pasal 7
Cukup Jelas.
Pasal 8
Cukup Jelas.
Pasal 9
Cukup Jelas.