PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DAN
KORUPSI DI DUNIA PENDIDIKAN
Moh. Rosyid
Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus
Abstract: Awareness of the government in tackling corruption with a variety of efforts starts from the publication of legislation, the establishment of institutions that extra anti rasuwah irm and perpetrators of corruption, but the data corruption remains vibrant. Even it still leaves the problem that corruption still increases so it needs more earlier effort education, not only the legal extra-irm aspects. This raises concerns over corrupt behavior covered not only the politicians and law enforcement, but also penetrated in academia. This is a reality that must be pursued in real terms. Anti-corruption education should be realized that comes from a combination of curriculum initiated by education experts as well the idea of law enforcement that comes from real experience. The combination of both is expected to bring the concept of anti-corruption education right. The importance of anti-anti-corruption education is an investment and understanding of the learners that corruption is not just a crime but anti-human action. The education should be early on the value of age in education and escorted bench with a family environment and an ideal educational environment that has been the creation of life in accordance with the sacred teachings of every religion and culture are valuable.
Key words: law enforcement, education, and corruption
A. Latar Belakang Penulisan
Freedom House yakni organisasi nonpemerintah/nirlaba terkemuka di Amerika yang meriset dan mengadvokasi di bidang
demokrasi, kemerdekaan politik, dan HAM. Dalam laporan Countries
Asean, yakni Indonesia, Malaysia, Myanmar, Kamboja, Vietnam, dan untuk ketiga kalinya bagi Indonesia. Indonesia disorot khusus karena telah terjadi penurunan kebebasan pers dengan peningkatan insiden serangan terhadap para wartawan, kepemimpinan media mengerucut pada kelompok tertentu yang jumlahnya semakin sedikit. Indonesia juga dinilai tidak sungguh-sungguh memberantas korupsi dan menyedot sumber daya alam secara serampangan, dan adanya oligarkhi ekonomi yang memanipulasi kebijakan pemerintah. Skor Indonesia pada penegakan hukum dari 3,17 pada 2010 menjadi 2,60 tahun 2012. Skor kebebasan sipil merosot dari 3,64 menjadi 3,09, skor pada tindak antikorupsi dan transparansi melorot dari 2,96 menjadi 2,80. Skor akuntabilitas dan suara publik naik dari 3,54 menjadi 4,22 berada di bawah angka 5 yakni standar minimal pemerintahan demokrasi yang dianggap efektif (Kompas, 19 September 2012, hlm.1). Berdasarkan Indeks Persepsi
Korupsi (IPK), menurut survey Transparency International, skor IPK
Indonesia adalah 3, beranjak dari 0,2 dari sekor tahun lalu (membaik). Indonesia menempati peringkat ke-100 (menyamai Argentina, Benin, Burkina Faso, Djibouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko, Sao Tome and Prince, Suriname, dan Tanzania) dari 183 negara. Skor tersebut masih di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand (Kompas, 2 Desember 2011, hlm.4). Pada Era Reformasi, semangatnya diwujudkan dengan perlawanan terhadap korupsi sebagaimana produk reformasi 1998 adalah Tap MPR Nomor XI/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), UU Pengadilan Tipikor, UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dsb.
Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga
pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa (extra-ordinary).
pendidikan wajib belajar agar menjadi warga terdidik yang berkarakter akhlakul karimah dan cerdas. Berdasarkan Konvensi PBB, hanya ada tiga isu kejahatan yang termasuk dalam indikator terorganisasi dan membutuhkan badan khusus yakni korupsi, narkoba, dan terorisme. Artikel ini membahas tentang peran pendidikan dalam mengantisipasi terjadinya tindak korupsi.
Akan tetapi, agenda pemberantasan korupsi pasca-tumbangnya rezim Orde Baru, menurut Syawawi, korupsi tetap saja bergeming. Di tingkat global, penilaian atas upaya pemberantasan korupsi selalu
menempati urutan sebagai negara korup. Hasil survey Corruption
Perception Index (CPI) pada 1998, Indonesia menempati urutan ke-80 dari 85 negara yang disurvei dengan skor 2,0. Pada 2008, penilaian CPI atas kerja pemberantasan korupsi di Indonesia hanya bergeser sedikit menjadi 2,6 dan menempati posisi ke-126 dari 180 negara yang disurvei. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2010 menempati urutan ke-110 dari 178 negara dengan nilai 28. Pada 2011 menduduki peringkat ke-100 dari 182 negara dengan nilai 30. Pada 2012 turun menjadi ke-118 dari 176 dengan nilai 32. Indeks perilaku antikorupsi Indonesia meningkat dari 3,55 pada 2012 menjadi 3,63 pada 2013, tetapi hasil survei BPS (Badan Pusat Statistik), masih banyak masyarakat yang permisif (cuek) terhadap perilaku korupsi. Pada 2013, posisi Indonesia menurut CPI dengan skor 32 (0-100; 0: sangat korup, 100: sangat rendah) atau naik menjadi ke-114 dari 177 negara dengan nilai masih 32. Dengan demikian, dalam jangka waktu 15 tahun, Indonesia masih dipersepsikan sebagai negara yang tidak serius dalam memberantas korupsi. Problem korupsi di Indonesia mayoritas berasal dari sektor politik, misalnya DPR dan kepala daerah. Rekomendasi CPI, untuk memberantas korupsi di Indonesia yang harus di-reform adalah parlemen dan parpol (2013:6).
Berdasarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, BPS mendapat tugas melakukan survei perilaku antikorupsi terhadap 10 ribu rumah tangga di 49 kota dan 121 kabupaten di 33 provinsi pada 1-15 November 2013. Hasil survey, 24 persen responden permisif terhadap perilaku korupsi, 76 persen responden menyatakan kurang wajar atau tidak wajar jika seorang istri tidak mempertanyakan asal-usul uang pemberian suami di luar
Upaya Indonesia dalam mendorong transparansi dan pemberantasan
korupsi menjadi panutan sejumlah Negara di Asia Pasiik. Indonesia
dianggap berhasil dalam upaya pemberantasan korupsi degan membuat
UU serta lembaga yang menangani korupsi. Indonesia telah meratiikasi
Konvensi PBB melawan korupsi (United Nations Convention Against Corruptionn/UNCAC). Oleh karena itu, dalam sidang tahunan Forum
Parlemen Asia Pasiik (APPF) di Puerto Vallarta, Meksiko, Senin 13
Januari 2014, Parlemen Indonesia diminta memaparkan langkah dan upaya yang sudah dilakukan dalam memberantas korupsi. Terdapat enam pilar strategi nasional pemberantasan korupsi (1) pembentukan dan penguatan sistem pencegahan; peningkatan penegakan hukum; pelaksanaan reformasi hukum di tingkat nasional dan internasional; pengembalian aset yang dilarikan ke luar negeri; penguatan kerja sama di tingkat daerah, nasional, dan internasional, dan pengembangan
mekanisme pelaporan tingkat daerah (Kompas, 15 Januari 2014, hlm.3).
B. Landasan Teori 1. Deinisi Korupsi
Deinisi korupsi tertuang dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 yang
tindak pidana korupsi digolongkan kejahatan yang penanganannya secara luar biasa.
Dengan demikian, lembaga pendidikan sudah sepatutnya memberikan wadah pencerahan bagi pendidik dan peserta didik agar memahami dan mendalami apa yang disebut korupsi. Harapannya, peserta didik tidak menjadi korup dan ikut menegakkan hukum.
2. Konsep Pendidikan
Dasar pelaksanaan pendidikan nasional di antaranya dalam UU Nomor 20 Tahun 2003. UU ini disahkan oleh Pemerintah RI semasa Presiden Megawati Soekarno Putri pada 8 Juli 2003. Pasal 1 (1) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Deinisi tersebut menandaskan bahwa unsur
yang dikembangkan bagi peserta didik di antaranya adalah kekuatan spiritual keagamaan, dengan harapan tujuan pendidikan tergapai yakni untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3). Korupsi merupakan karakter yang tak berakhlak mulia dan tidak bertanggung jawab.
3. Peta Data Koruptor Penegak Hukum
ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial PN Bandung ditangkap KPK beserta uang Rp 200 juta. Pada 21 Desember 2011 dituntut 13 tahun dan divonis 6,5 tahun pada 30 Januari 2012, (4) Heru Krisbandono, hakim Pengadilan Tipikor Pontianak, ditangkap KPK beserta uang Rp 150 juta. Pada 14/2/2013 dituntut 10 tahun dan divonis 6 tahun pada 18 Maret 2013, (5) Kartini Marpaung, hakim Pengadilan Tipikor Semarang ditangkap KPK beserta uang Rp 150 juta. Pada 14 Maret 2013 dituntut 15 tahun dan divonis 8 tahun pada 18 April 2013, (6) Setyabudi Tejocahyono Wakil Ketua PN Bandung ditangkap KPK di Bandung beserta uang Rp 150 juta. Pada 25 November 2013 dituntut 16 tahun.
Jaksa yang ditangkap tangan KPK (1) Cirus Sinaga, mantan asisten pidana khusus Kejati Jateng yang memeras dan merintangi
penyidikan kasus maia hukum yang melibatkan Gayus Tambunan.
Pada 29 September 2011 dituntut 6 tahun dan divonis 5 tahun pada 25 Oktober 2011, (2) Dwi Seno Wijanarko, jaksa di Kejati Kota Tangerang menerima uang hasil pemerasan dari seorang pegawai BUMN. Pada 22 Oktober 2011 dituntut 2 tahun dan divonis 1,5 tahun pada 20 September 2011, (3) Sistoyo, Kepala Subbag Pembinaan Kejaksaan Negeri Cibinong menerima uang suap terkait penipuan yang disidangkan di PN Cibinong. Pada 15 Juni 2012 dituntut 6,5 tahun dan divonis 6 tahun pada 20 Juni 2012, (4) Subri Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, NTB ditangkap KPK karena menerima uang suap terkait perkara pengurusan pemalsuan dokumen. Pada 15 Desember 2013 ditetapkan sebagai tersangka.
dan mobil pada 2011. Tersangka pada 27/5/2012. Pengacara yang korup (1) Adner Sirait, pengacara PT Sabar Ganda dalam perkara banding sengketa tanah seluas 9,9 ha di Cengkareng, Jakbar dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; penyuapan terhadap hakim PT TUN DKI. Pada 5/10/2010 dituntut 5 tahun dan divonis 4,5 tahun pada 25 Oktober 2010, (2) Mario Cornelio Bernardo pengacara yang membantu kasus hukum PT Grand Wahana Indonesia, suap kepada pegawai MA Djodi Supratman untuk memenangkan kasus penipuan pengurusan izin pertambangan di Kab. Kampar, Riau, dituntut 5 tahun pada 25/11/2013, (3) Susi Tur Andayani pengacara pembela Amir Hamzah dan H Kasmin yang kalah pada Pilkada Kab. Lebak, Banten,
sebagai tersangka pada 28 November 2013 (Kompas, 16/12/2013,
hlm.1). Mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI yang membidangi energi dari FPDI-P, Emir Moeis divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan oleh hakim Tipikor Jakarta pada Senin 14 April 2014. Terpidana terbukti menerima hadiah 357.000 dollar AS dari Alstom Power Inc AS dan Murbeni Inc Jepang terkait
proyek PLTU Tarahan, Lampung tahun 2004 (Kompas, 15/4/2014).
5. Data Koruptor Kepala Daerah
Gubernur yang terjerat kasus korupsi antara lain,
No Nama/Asal Gubernur Kasus Korupsi Vonis
1.
Dana bagi hasil PBB 2006 Rp 20,16 M
Divestasi saham PT Kaltim Prima Coal di SP3 28/5/2013
Proyek mobil pemadam kebakaran Rp 5,463 M
APBD Kab.Langkat 2000-2007 Rp 31 M
5. wewenang izin usaha hasil hutan
Suap penanganan Pilkada Lebak,
Banten dan korup alat kesehatan di Banten
Ditahan KPK 14/6/2013
Ditahan KPK 20/12/2013
(Kompas, 21/12/2013, hlm.1).
Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah menetapkan Bupati Karanganyar Hj. Rina Iriani Sri Ratnaningsih, M.Hum berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print 37/0.3/Fd.1/11/2013 tanggal 13 November sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana subsidi Perumahan Griya Lawu Asri tahun 2007-2008 sebesar Rp 11,13 miliar dari Kementerian Perumahan Rakyat. Kemenpera mengucurkan bantuan sebesar Rp 35 miliar untuk pembangunan dan perbaikan rumah sederhana bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Desa Jeruksawit, Kecamatan Gondangrejo, Karanganyar. Dana tersebut tak semua tersalurkan, diduga untuk kepentingan pribadi sang bupati. Peran Rina adalah
merekomendasikan tanpa melalui veriikasi, kerugian Negara sebesar
Rp 18.409.769.656 (Suara Merdeka, 15/11/2013, hlm.1).
Tabel Koruptor Bupati/Walkot dan Wabup se-Jateng
No Jabatan Jenis Korupsi dan Kerugian Negara
pembangunan pasar Brebes, Rp 5 M APBD 2003
Pembagian dana purnatugas DPRD 1999-2004, Rp 796 juta APBD 2004
Jalan lingar Slawi, Rp 3,9 M
2 th penjara
1,5 th penjara
4.
Pengadaan buku paket APBD 2003/2004, Rp 8,7 M Penyelewengan APBD 2006 Rp 1,6 M , pemotongan dana Bandes 2006
Penyalahgunaan DAU, DTT, DPD BPD Kendal Rp 47 M APBD 2003
Pembobolan APBD 2004 Rp 5,5 M, pengadaan buku perpus APBD 2004 Rp 4,6 M
Korupsi APBD 2006 Rp 2,5 M
Fee rekanan buku SD/MI 2004 Rp 620 jt
Korup dana komunikasi APBD 2004 Rp 5 M
ABT 2003 Rp 6,9 M, pengadaan buku ajar 2003 Rp 3,7 M
Pengembalian 40 sepeda motor DPRD 99-2004 Rp 470 juta
Dana bantuan Pemilu 2004 Rp 6,5 M, dana pendidikan putra DPRD Rp 1,8 M Mobil damkar 2003 Rp 786,5 jt pengadaan buku 2004/2005 Rp 7,3 M APBD 2005 Rp 6,8 M penjara utk kasus APBD
PN Purworejo memvonis 1 th
16.
M. Zakir, Walkot Tegal
Sri Sadoyo Harjo Migoeno, Wabup Karanganyar
Kotot Kusmanto, Wabup Pati
Ganti rugi Tanah Polsek Tegal Selatan 97/98, proyek Dasawisma 98/99, PDK dan Ketenagakerjaan 97/98 Rp 73,3 juta
Penyalahgunaan APBD 2003-2010 Rp 42,5 M Korup APBD 2004-2008 Rp 21,8 M dan Sistem Informasi Pemerintah Desa (SIPD) Rp 6,8 M
APBD 2003 pos biaya LPJ 2002 dan bantuan pihak ketiga Rp 1,9 M
Pembangunan stadion Madya Rp 11 M, buku paket 2003 Rp 2 M, DTT Rp 470 jt, alat berat 2006 dan asuransi jiwa APBD 2002-2004
APBD 2001-2002 Rp 2,9 M
APBD 2003 biaya LPj 2002 dan bantuan pihak ketiga Rp 1,9 M
Vonis 2 th penjara
Pidana Penjara 7 th oleh MA
Suara Merdeka, 11/11/2013, hlm.10.
miliar melalui alokasi dana tak terduga yang belum disahkan dicairkan di Bank BTN untuk pendirian PT Rembang Bangkit Sejahtera Jaya (RBSJ) dalam bentuk usaha SPBU dan perkebunan. Namun dana untuk RSBJ mengalir ke CV Karya Mina Putra dan PT Amir Hajar Kilisi (AHK) selaku perusahaan milik keluarga Salim. Dana itu untuk membeli tanah seluas 47.421 m seharga Rp 1,4 miliar, tetapi dana yang dikeluarkan RSBJ mencapai Rp 2,2 miliar. Tim jaksa menilai telah terjadi kesepakatan seolah-olah RSBJ membeli tanah dari PT AHK. Lalu, AHK membangun SPBU senilai Rp 3,7 miliar dan
mengoperasikan SPBU dengan dana RSBJ (Kompas, 19/2/2014).
Pada sidang perdananya di Pengadilan Tipikor Semarang Selasa 18/2/2014 Salim didakwa memaksakan pencairan dana dari pos dana tak terduga APBD Rembang yang dilakukan pada November 2006. Pencairan menyalahi Permendagri Nomor 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 48 (2) penggunaan dana tak terduga adalah untuk kepentingan tak terduga seperti bencana alam, bencana sosial, dan pengembalian kelebihan penerimaan daerah tahun sebelumnya. Akan tetapi, penyertaan modal itu untuk penyertaan modal ke perusahaan PT RSBJ. Pencairan dana sempat tersendat karena perbedaan pendapat. Saat itu Salim mengatakan bahwa ‘Saya ini Bupati, saya pemilik modal. Jadi saya bisa mengatur. Sudah cairkan saja’ (Suara Merdeka, 19/2/2014).
MA dan 16 Februari 2014 Endang ditangkap di rumahnya di Jalan S.Parman No.10 Semarang sebagai buron dan disel di LP Perempuan
Semarang (Suara Merdeka, 17/2/2014). KPK menetapkan Wali Kota
Tegal periode 2008-2013 Ikmal Jaya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait tukar guling (ruilslag) tanah Pemkot Tegal dengan CV Tri Daya Pratama tahun anggaran 2012. Ikmal diduga membiarkan atas pengalihan tanah yang telah ditetapkan untuk pembangunan
kepentingan umum sehingga Negara dirugikan Rp 8 miliar (Suara
Merdeka, 15/4/2014). Mantan Bupati Karanganyar Jawa Tengah, Rina Iriani Sri Ratnaningsih dieksekusi ke LP Kelas II A Wanita Semarang pada Selasa, 18 November 2014 diduga korupsi dana subsidi Kementerian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera) untuk
proyek Griya Lawu Asri Karanganyar tahun 2007 dan 2008 (Suara
Merdeka, 19 November 2014). Majelis kasasi MA yang diketuai Artidjo Alkostar akhir Maret 2014 memidanakan mantan Sekda Tapanuli Selatan Rahudman 5 tahun penjara, pidana tambahan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 480.495.500 subsider 1 tahun kurungan. Putusan didasarkan atas kasasi jaksa atas pembebasan Rahudman dari dakwaan korupsi dan tunjangan penghasilan aparatur pemerintah desa (TPAPD) Kabupaten Tapanuli
Selatan tahun anggaran 2005 senilai Rp 2,07 miliar (Kompas,
16/4/2014). Keterangan: DAU : Dana Alokasi Umum, DTT: Dana Tak Tersangka, DPD:Dana Pinjaman Daerah, ABT:Anggaran Biaya Tambahan, Damkar: Pemadam kebakaran, PDK: Penanggulangan Dampak Kekeringan
6. Koruptor Akademisi
UNJ Rp 45 miliar, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Rp 50 miliar,
dan Unsri Rp 75 miliar (Kompas, 20 Juni 2012, hlm.5). Hasil
pemanggilan belum diperoleh datanya oleh penulis. Mantan Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Edy Yuwono, mantan Pembantu Rektor IV Budi Rustomo, mantan Kepala UPT Percetakan Winarto Hadi diduga melakukan tindak pidana korupsi Rp 2,15 miliar atas kerja sama antara Unsoed sebagai Badan Layanan Umum (BLU) dengan PT Aneka Tambang (Antam)Tbk. Pada 2011 Unsoed sebagai BLU menerima dana CSR sebesar Rp 5,856 miliar untuk pemberdayaan masyarakat dengan mengembangkan pertanian, peternakan, dan perikanan terpadu di kawasan bekas tambang di Desa Mugangsari Kecamatan Grabag Purworejo. Berdasarkan investigasi BPKP Jateng, fasilitas yang tak ada berupa gudang pakan, sumur untuk peternakan itik, kandang bibit sapi, bak air, biosida, kamar mandi umum, dan kolam ikan. Fasilitas tersebut dananya mengalir pada ketiga terdakwa, termasuk pada Asisten Senior Manager Posmining PT Antam, Suatmadj. Ada kesepakatan bila dana cair maka Suatmadji
akan mendapat komisi 10 persen (Suara Merdeka, 28/11/2013,
hlm.12). Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Kamis 3/4/2014 memvonis 2 tahun dan 6 bulan penjara mantan Rektor Unsoed. Edy Yuwono terbukti tindak korupsi proyek kerja sama penggunaan dana CSR PT Aneka Tambang Rp 5,8 miliar yang merugikan Negara Rp 2,154 miliar. Edy juga dihukum mengembalikan uang senilai Rp 133.702.100 dan membayar denda Rp 50 juta atau subside 2 bulan penjara. Vonis tersebut terdakwa melakukan banding. Mantan Pemantu Rektor IV Budi Rustomo dan mantan kepala Unit Pelaksana Teknis Percetakan Unsoed Winarto Hadi. Budi membayar uang pengganti Rp 81.300.000, Winarto Rp
135.212.000 subsider 3 bulan penjara (Kompas, 4/4/2014).
malam 17 November 2014 ditahan Kejati Jateng di LP Kedungpane Semarang. Sebelumnya, Joko menjalani sidang perdananya Senin 17 November 2014 atas kasus dugaan korupsi pengadaan sarana prasarana indoor Gelanggang Olahraga (GOR) Kridanggo, Salatiga. Dugaannya, dana yang digunakan untuk pengawasan sebesar Rp 49,7 juta tapi yang dibayarkan hanya Rp 4,4 juta untuk PPN, sisanya sebesar Rp 45 juta diduga digunakan untuk pribadi. Kerugian Negara
dalam kasus ini Rp 583,9 juta (Suara Merdeka, 18 November 2014).
Data di atas menegaskan bahwa korupsi sudah tidak mengenal batas
profesi, persoalannya, penegak hukum yang kekeh menindaknya
dicoba dilemahkan, bagaimana kelanjutannya?
C. Pembahasan
1. Penelikungan terhadap KPK
Beragam upaya menenggelamkan peran KPK dalam pemberantasan korupsi. Pertama, pemerintah menyerahkan RUU Tipikor pada DPR yang substansinya tidak mengakui eksistensi KPK dan Pengadilan Tipikor. Kewenangan KPK dibatasi hanya penuntutan seperti kewenangan yang dimiliki lembaga antirasuh saat ini. Sejumlah anggota DPR menyetujui revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang
KPK karena KPK dianggap sebagai lembaga ad hoc (sementara). Pada
yang dilakukan penyidik, (7) penyitaan harus seizin hakim, (8) penyadapan harus seizin hakim, (9) penyadapan (dalam keadaan mendesak) dapat dibatalkan hakim, (10) putusan bebas tak dapat dikasasi pada MA, (11) putusan MA tak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi, dan (12) ketentuan pembuktian terbalik tak diatur. Dengan demikian, RUU KUHAP terkesan meniadakan KPK dan pengadilan tipikor. Hal ini dapat dilihat tidak adanya penyebutan lembaga lain di luar kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan (negeri, tinggi, dan MA) (Suara Merdeka, 5/2/2014, hlm.2).
KPK meminta pemerintah dan DPR menunda pembahasan revisi Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab UU Hukum Acara Pidana (KUHAP). Bila revisi dilanjutkan dan tuntas, KPK bisa bubar karena sifat kejahatan luar biasa berupa tindak pidana korupsi, terorisme, narkotika, dan pelanggaran HAM tereliminasi sehingga lembaga seperti KPK, PPATK, dan BNN tak relevan lagi atau bisa dikatakan lembaga bubar bila kejahatan luar biasa itu dipaksakan masuk ke buku II KUHP. KPK mengusulkan agar delik korupsi dan delik kejahatan luar biasa lainnya diatur dalam UU tersendiri agar
lex specialis kelihatan. KPK memberikan catatan keberatan dalam RUU KUHP melalui surat yang disampaikan pada presiden dan DPR
pada Rabu, 29/2/2014 (Suara Merdeka, 20/2/2014). Lima catatan
KPK berupa sifat kejahatan luar biasa pada korupsi bisa tereliminasi,
tak ada tempat aktivitas penyelidikan, suap dan gratiikasi tak lagi
menjadi delik korupsi, penyitaan harus izin hakim pendahuluan,
dan waktu penahanan dipersingkat (Kompas, 20/2/2014). KPK
memenuhi undangan Kemenkum HAM pada Rabu, 5 Maret 2014 bahwa KPK menyetujui pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP dengan sejumlah persyaratan di tengah kurangnya waktu efektif pembahasan kedua RUU di DPR sehingga sulit membahas seluruh pasal. DPR periode 2009-2014 akan reses 6 Maret s.d 10 Mei 2014. Dengan demikian, agar mendahulukan pembahasan revisi KUHP yang berisi hukum materiil dibanding KUHAP yang berisi hukum
formil. KPK mengharap dilibatkan pembahasan kedua RUU (Suara
Merdeka, 6/3/2014).
dan KUHAP dengan empat alasan (1) masa kerja DPR periode 2009-2014 hanya sekitar 145 hari kerja lagi, di sisi lain jumlah pasal dan daftar isian masalah yang dibahas 1.169 hal, materi yang dibahas kompleks melibatkan banyak pemangku kepentingan dan berdampak luas pada struktur hukum dan HAM, (2) untuk kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dan HAM, (3) partisipasi dan pelibatan masyarakat tak optimal dalam pembahasan, (4) beberapa UU yang
di produk dengan buru-buru selalu meninggalkan masalah (Suara
Merdeka, 25 Februari 2014). Meskipun demikian, Ketua DPR (Marzuki Ali) menyatakan tetap meneruskan pembahasan revisi bersama pemerintah karena UU yang lama merupakan produk warisan kolonial Belanda selama 68 tahun yang tak mampu membuat sistem hukum Indonesia. Belanda sendiri sudah meninggalkan sistem hukum sejak dulu. Indonesia harus memiliki sistem hukum yang sesuai dengan kondisi bangsa dan Negara, sebagai penyempurnaan atas kelemahan yang ada dalam UU KUHP dan KUHAP yang berlaku saat ini. Keberatan yang diajukan KPK akan menjadi pertimbangan, sehingga pasal-pasal yang dinilai akan melemahkan lembaga antirasuah bisa
diperbaiki bersama (Suara Merdeka, 24/2/2014). Menkumham
Amir Syamsuddin di Jakarta pada Senin 24/2/2014 menyatakan, pemerintah menjamin tak akan melemahkan KPK dalam pembahasan RUU KUHP. Revisi tetap dilanjutkan karena sudah menjadi bagian pembangunan hukum nasional ke depan. RUU KUHP dan KUHAP
merupakan ketentuan hukum umum (lex generalis) sehingga tak
menghilangkan kewenangan KPK untuk menyelidiki, menyidik, dan menuntut sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 dan UU Nomor 20 Tahun 2001 yang merupakan ketentuan hukum
khusus (lex specialis). RU KUHP memberi keleluasaan pada produk
UU di luar KUHP mengatur hukum acaranya masing-masing. Dengan demikian, KPK dapat menyadap tanpa izin pengadilan, sesuai Pasal
39 (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 (Kompas, 25 Februari 2014).
2. Peta Pelaku Korupsi
masyarakat. Polri juga dituntut lebih tegas dalam menegakkan hukum dan menindak kelompok anarkis yang memaksakan kehendaknya
dengan jalan kekerasan (Kompas, 2 Juli 2012, hlm.1). Polri juga
dituntut mencegah dan memberantas semua bentuk KKN (Suara
Merdeka, 2 Juli 2012, hlm.2). Meskipun demikian, pemberantasan korupsi sebagai amanah reformasi tidak menunjukkan hasil yang memuaskan karena korupsi hampir merata di semua lembaga negara. Mengapa ini terjadi? Menurut Piliang gerakan pemberantasan korupsi bertujuan memutus relasi sosial korupsi dan jejaring korupsi serta menghapus mental korupsi pada setiap komponen bangsa di setiap lembaga. Realitanya aparat sebagai subyek yang bersih, jujur, terpercaya, dan amanah justru menjadi reproduksi relasi korupsi (Piliang, 2012:6).
Korupsi dianggap sebagai penyakit sosial yang harus dilawan secara bersama-sama. Kejelekan korupsi disimbolkan oleh publik dengan sosok tikus, yang menggerogoti modal pembangunan dan membahayakan bangsa. Negara kita telah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai wujud pelaksanaan amanat UU Nomor 31 Tahun 1999. Pembentukan KPK sejak 29 Desember 2003 dijadikan ’algojo’ untuk menerkam koruptor kelas kakap. KPK sepanjang tahun 2013 berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 1,19 triliun, Rp 1,17 triliun berasal dari pengembalian kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi antara lain berupa uang
pengganti dan rampasan. Sisanya dari pendapatan gratiikasi yang
ditetapkan KPK menjadi milik Negara. Pada 2013, KPK menangani 70 perkara tindak pidana korupsi, 10 kali operasi tangkap tangan (OTT), meski tahun 2008 ada 4 OTT, 2009 ada 2 OTT, 2010 hanya 1 OTT. KPK juga tidak lagi mengembangkan pengusutan kasus perkara impor kereta rel listrik dari Jepang dan suap pencairan dana percepatan
pembangunan infrastruktur daerah di Kemenakertrans (Kompas,
kasus 176, kerugian Negara Rp 2,1 triliun, jumlah tersangka 441 orang. Semester II 2010 jumlah kasus 272, kerugian Negara Rp 1,2 triliun, jumlah tersangka 726 orang. Pada 2011 jumlah kasus 436, kerugian Negara Rp 2,1 triliun, jumlah tersangka 1053 orang. Pada 2012 jumlah kasus 401, kerugian Negara Rp 10,4 triliun, jumlah tersangka 877 orang. Pada 2013 semester I jumlah kasus 293, kerugian Negara Rp 5,7 triliun, jumlah tersangka 677 orang. Semester II jumlah kasus 267, kerugian Negara Rp 1,6 triliun, jumlah tersangka 599 orang. Dalam 3 tahun terakhir berdasarkan riset ICW, pemberantasan korupsi masih belum bergeser dari sektor infrastruktur, keuangan daerah, dan pendidikan dengan sidang pengadaan jasa dan barang (Kompas, 3 Februari 2014, hlm.3).
KPK pun telah menggandeng Kemendikbud dengan membentuk modul pendidikan antikorupsi dari SD hingga PT sebagai wujud pemberantasan terhadap korupsi yang direncanakan realisasinya pada tahun ajaran 2013/2014 dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Begitu pula pencegahan terhadap (calon) koruptor dengan dicanangkannya laporan harta kekayaan pejabat serta wajib melaporkan bagi PNS dan semua pengiriman uang berapa pun dari dan ke luar negeri pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mulai Januari 2014. Hal ini tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, terutama Pasal 23 ayat 1 huruf C. PPATK selama Januari 2003-November 2013 menyerahkan 3.224 laporan, 2.415 hasil analisis kepada penyidik (Polri, Kejaksaan Agung, KPK, BNN, dan Dirjen Pajak) yang berisi petunjuk adanya transaksi keuangan mencurigakan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan 809 disimpan dalam database PPATK karena analisis yang tidak atau belum adanya indikasi mencurigakan atau tindak pidana tertentu dan untuk analisis berikutnya terhadap keterkaitan dengan data yang akan atau sedang dianalisis. Tidak ditemukannya indikasi mencurigakan karena
underlying transaction atau tujuan dilakukannya transaksi sudah
jelas, transaksi tidak signiikan, dan kasus sudah inkrah (berkekuatan
hukum tetap) (Suara Merdeka, 4 Januari 2014, hlm.2). Kemendikbud
bentuk ’kantin kejujuran’ di beberapa sekolah agar anak didik tidak menjadi koruptor.
3. Peran Pendidikan dalam Penanggulangan Korupsi Dini
Ruh pendidikan yang dapat dijadikan penangkal korupsi di antaranya adalah pendidikan karakter. Terdapat tiga fungsi pendidikan karakter/nilai (1) seleksi terhadap nilai yang terdapat
dalam ilsafat dengan menempatkan ahli pendidikan karakter untuk menata kerangka berpikir ilosois untuk mengartikulasikan nilai
unggul, (2) seleksi terhadap nilai dalam ilmu pengetahuan dengan menempatkan ahli pendidikan nilai untuk selalu cermat dalam menelaah perkembangan ilmu pengetahuan dan implikasinya terhadap ilmu pengetahuan, dan (3) seleksi terhadap nilai dalam teori pendidikan dengan menempatkan ahli dan praktisi pendidikan nilai untuk cermat dan memilih teori pendidikan yang sesuai kebutuhan penyadaran nilai dan pribadi yang berjati diri.
harapan mewujudkan nasionalisme akan terwujud dengan baik. Munculnya pendidikan karakter karena pendidikan masih terfokus pada kecerdasan akademik, diukur dengan nilai dan kelulusan yang bersifat numerik. Meskipun tingginya nilai/angka hasil tes/ujian bukan jaminan peserta didik piawai menjadi ilmuwan sejati yakni memegang etika dan menjadi ilmuwan, bahkan terpenuhinya lahan pekerjaan karena kualitas diri.
4. Dukungan Penindakan Korupsi
Gerakan masif pemberantasan korupsi melalui pendekatan represif dengan sasaran utama sebagai strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi (Stranas PPK) berdasarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2012. Tujuan Stranas PPK adalah menurunkan tingkat korupsi dan mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan terbebas dari korupsi dengan indikator keberhasilan berupa peningkatan indeks persepsi korupsi (IPK). Indeks ini merupakan agregat dari penggabungan beberapa indeks yang dihasilkan beberapa lembaga. Indeks itu mengukur tingkat persepsi korupsi sektor publik, yakni korupsi yang dilakukan pejabat negara dan politisi.
Penilaian Political and Economic Research Consultant (PERC)
tahun 2009 IPK Indonesia 8,32, pada 2010 menjadi 9,07, pada 2011 menjadi 9,27, dan tahun 2012 sebesar 9,27. Transparency International (TI) menilai, IPK Indonesia pada 2009 dan 2010 sebesar 2,9 dan tahun 2011 sebesar 3, pada 2012 dan 2013 menjadi 3,2. Skor IPK Indonesia versi TI menempati 70 persen Negara di dunia atau 63
persen Negara di Asia Pasiik yang memiliki skor IPK di bawah 5,0. Skor
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi. Pasal 41 (3) masyarakat berhak dan bertanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Hingga tahun 2012, KPK sudah menangani 283 kasus korupsi,
terbanyak adalah kasus penyuapan (bribery), pengadaan barang dan
jasa (procurement), penyalahgunaan APBN/APBD, gratiikasi, dan
pemerasan. Menurut Wakil Menkumham, Denny Indrayana (saat itu) ada 5 aspek pendukung antikorupsi (1) sistem bernegara yang lebih demokratis, (2) regulasi antikorupsi membaik berupa UU Tipikor, UU KPK, UU Pencucian Uang, dan Perpres pelarangan TNI berbisnis, (3) institusi korupsi yang membaik dengan eksisnya KPK, Pusat Pelayanan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Mahkamah Konstitusi (MK), (4) kebebasan pers, dan (5) meningkatnya partisipasi publik
berupa eksisnya LSM ICW dan lain-lain (Kompas, 23 Mei 2012,
hlm.1).
5. Format Pendidikan Antikorupsi
Pemberantasan korupsi selama ini lebih difokuskan pada penegakan hukum yang membutuhkan waktu lama. Menurut Widoyoko, perlu pula mengedepankan pencegahan, pendidikan, dan perbaikan sistem pengawasan. Presiden harus memastikan instruksinya dijalankan oleh birokrat (bawahannya) dengan monitoring, memanfaatkan lembaga pengawas internal sebagai sumber informasi untuk penegakan hukum seperti BPK, BPKP, dan inspektorat (2014:7). Format pendidikan anti-korupsi inilah yang perlu dikembangkan. Bila hal ini dilakukan dengan penuh tanggung jawab maka peristiwa tragis operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Prof. Rubi Rubiandini karena menerima suap menyentak publik tak terjadi. Rektor ITB Ahmaloka menyatakan permintaan maaf secara terbuka terhadap khalayak terkait penangkapan Rubi, meski gelar profesor Rubi sudah tak berlaku sejak Rubi berkiprah di
BP Migas, Wamen ESDM, dan Kepala SKK Migas sejak 2010 (Suara
Terpencil tahun 2009-2010 senilai Rp 322,4 juta dengan hukuman 2 tahun penjara, denda sebesar Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 322,4 juta subsider 6 bulan kurungan. Hukuman lebih ringan dibanding tuntutan tim jaksa yang menuntut 8 tahun penjara, denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti kerugian Negara lebih dari Rp 1,799 miliar (Kompas, 1 Maret 2014).
ketidakmampuannya menahan godaan nafsu dan kehidupan yang megah.
Dengan demikian, modul dan tata cara praktis pemahaman atas korupsi, dampak korupsi, dan cara menjauhi perilaku korup menjadi bahan pendalaman yang harus didiskusikan oleh ahli pendidikan di bidang kurikulum dan lainnya dengan praktisi hukum, khususnya di bidang korupsi dalam bentuk yang mudah dipahami bagi peserta didik sesuai jenjang pendidikan, terutama bagi anak usia dini. Bila hanya mengandalkan konsep ahli pendidikan, dikhawatirkan tidak ‘mendatar’ tapi melangit.
D. Penutup
DAFTAR PUSTAKA
Husein, Harun. Pemilu Serentak Vs Pilkada Serentak. Republika, 25
Maret 2013.
Piliang, Yasraf Amir. Tembok Besar Korupsi. Kompas, 23 Mei 2012.
Sauri, Sofyan dan Achmad Hufad. 2007. Pendidikan Nilai dalam Ilmu
dan Aplikasi Pendidikan. Bagian 3. UPI: Bandung.
Syawawi, Reza. “15 tahun Melawan Korupsi”. Kompas, 12 Desember
2013.
Widyopramono, R. Pendekatan Represif Plus. Suara Merdeka, 17
Desember 2013.
Widoyoko, J Danang. Prospek Pemberantasan Korupsi. Kompas, 27