• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01499

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01499"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 MANAJEMEN E-TRAINING UNTUK

MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

Dra. Yari Dwikurnaningsih, M.Pd. yari_bkuksw@yahoo.com Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

ABSTRACT

Beberapa hasil penelitian menunjukkan, masih banyak guru BK yang kurang profesional dan kualitas kinerja yang kurang memuaskan. Hasil Uji Kompe-tensi Guru Bimbingan dan Konseling (Guru BK) oleh Kemendikbud tahun 2012, rata-rata skor uji kompetensi guru BK pada aras nasional adalah 45. Salah satu upaya meningkatkan kompetensi guru adalah melalui pelatihan. Pelatihan untuk guru, sebagian besar masih dilaksanakan secara konvensional, yang memiliki banyak kelemahan dan kendala. Makalah ini disusun berdasarkan kajian terhadap beberapa hasil penelitian tingkat internasional dan nasional, serta kajian teori tentang kompetensi guru BK, manajemen pelatihan serta e-learning. Tujuan yang ingin dicapai adalah mendapatkan solusi terhadap kendala pelatihan agar program peningkatan kompetensi guru BK dapat efesien dan efektif. Hasil kajian ini menemukan satu solusi yaitu pelatihan berbasis e-learning atau e-training. E-training merupakan bentuk pelatihan berbasis WEB yang bisa diakses melalui internet sehingga pembelajar dapat belajar secara on-line ditempat mereka masing-masing. E-training memungkinkan guru-guru mengikuti pelatihan tanpa harus secara fisik pergi ke tempat pelatihan, tidak meninggalkan tugas-tugas di sekolah-nya, dapat belajar tanpa terikat waktu dan dapat belajar sesuai kecepatan mereka masing-masing serta efesien. Manajemen pelatihan meliputi peren-canaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Desain pela-tihan memperhatikan prinsip-prinsip: (1) pembuatan naskah atau storyboard; (2) tampilan; (3) interaksi; (4) kontrol; (5) bentuk; (6) susunan; (7) materi pelatihan;

(8) monitoring online, (9) evaluasi proses dan hasil secara online.

Kata kunci: manajemen pelatihan, e-learning, e-training, kompetensi guru BK

A. Latar Belakang Masalah

Kualitas pendidikan ditentukan oleh banyak hal, seperti kurikulum, sarana prasarana, dukungan orang tua dan masyarakat, maupun political will dari pemerintah. Namun guru sebagai ujung tombak pendidikan merupakan pihak yang dianggap paling menentukan. Guru dianggap sebagai faktor yang paling banyak mempengaruhi mutu pendidikan agar dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, muncul berbagai usaha untuk me-ningkatkan profesionalitas guru, ter-masuk di dalamnya Guru Bimbingan dan Konseling. Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari kegiatan pendidikan dalam setiap satuan pen-didikan sehingga kegiatan layanan BK tidak terlepas dari kegiatan unsur atau bidang pendidikan lainnya. Layanan bimbingan dan konseling dilaksanakan sebagai upaya membantu siswa agar berkembang optimal dan dapat menye-suaikan diri, serta dapat mengaktu-alisasikan kemampuan-kemampuannya (Prayitno, 1994:241). Pelaksanaan laya-nan bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan secara fungsional sangat menentukan. Layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan dengan baik akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian tujuan-tujuan pendidikan. Oleh karena itu, bim-bingan dan konseling merupakan jantung pelaksanaan pendidikan, karena layanan bimbingan dan konseling merupakan pusat dan nadi berlangsungnya proses pendidikan (Suherman, dkk, 2008:viii).

(2)

se-2 cara optimal. Mengingat pentingnya pe-ran bimbingan dan konseling dalam membantu siswa mencapai tugas-tugas perkembangan-nya, diperlukan Guru BK yang menguasai kompetensi Guru BK sehingga mampu menjalankan tugasnya secara profesional.

Pada sisi lain, beberapa penelitian menunjukkan guru BK kurang profe-sional. Penelitian yang dilakukan oleh Murad (2005), banyak ketidakpuasan pengguna layanan konseling ditujukan pada kinerja guru pembimbing yang tidak profesional. Kurnaningsih (2010) me-nyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa kinerja guru BK di suatu kota di Jawa Tengah, yang diukur dari pe-laksanaan tugasnya, 59,6% Guru BK memiliki kinerja sedang, agak rendah dan rendah. Hajati (2010) memaparkan hasil penelitiannya terhadap Guru Bim-bingan dan Konseling di wilayah Jakarta Timur bahwa sebagian besar konselor sekolah kurang menguasai kompetensi teoritik pada keseluruhan rumpun kompetensi.

Bukti lain yang menunjukkan kurangnya profesionalitas guru BK adalah hasil Uji Kompetensi bagi Guru Bimbingan dan Konseling bersertifikat pendidik, yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2012, pada aras nasional diperoleh rerata skor 45. Penelitian lain yaitu penelitian yang dilakukan Ekstrom, et al (2004) terhadap 600 konselor sekolah yang tergabung dalam American School Counselor Association (ASCA), menunjukkan bahwa dari 39 macam kegiatan yang berkaitan dengan ases-men, hanya 9 kegiatan yang dilakukan lebih dari 80% responden. Hasil pene-litian tersebut menunjukkan bahwa kurangnya kemampuan guru BK dalam melaksanakan tugasnya, tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga guru BK di tingkat internasional.

Salah satu upaya untuk meningkat-kan kompetensi guru BK adalah melalui pelatihan. Kegiatan pelatihan yang sela-ma ini dilaksanakan sela-masih dalam bentuk tatap muka atau konvensional, dimana guru bertemu langsung dengan fasilitator pelatihan. Penelitian yang dilakukan oleh

Widodo, et al. (2006) terungkap bahwa pelatihan yang konvensional berhadapan dengan beberapa permasalahan terkait kemampuan pemberi layanan dan kondisi geografis Indonesia. Jumlah guru yang harus mendapatkan layanan peningkatan kompetensi jauh lebih besar dibanding dengan lembaga-lembaga pe-nyelenggara pelatihan. Akibatnya hanya sedikit sekali guru yang mendapatkan kesempatan mengikuti program pela-tihan. Bahkan banyak guru yang belum berkesempatan mengikuti kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan kompetensinya. Apabila sistem pelatihan dan kegiatan sejenis masih meng-gunakan model konvensional niscaya peningkatan kompetensi guru akan sulit dicapai secara menyeluruh.

Berdasarkan paparan latar belakang masalah tersebut, perma-salahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana menga-tasi kendala pelatihan untuk mening-katkan kompetensi guru BK. Adapun tujuannya mendapatkan solusi terhadap kendala pelatihan agar program pening-katan kompetensi guru BK dapat efesien dan efektif. Manfaat yang dapat diper-oleh yaitu memberikan sumbangan ter-hadap upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kom-petensi guru BK agar upaya tersebut dapat berhasil guna.

B. Metode

Metode yang digunakan adalah kajian pustaka, yaitu mengkaji teori-teori dan hasil penelitian yang terkait dengan variabel yang dibahas dalam makalah ini, dengan cara menghimpun pustaka dan hasil penelitian yang relevan, menelaah, menganalisis, mensintesis, menilai dan menemukan ide atau gagasan baru.

C. PEMBAHASAN 1. Manajemen Pelatihan

(3)

3 beings and other resources.” (Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari peren-canaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lain). Manajemen men-cakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upaya terbaiknya mela-lui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Salah satu bidang garapan manajemen adalah manajemen sumber daya manusia. Mondy and Noe (2005) memaparkan bahwa pengembangan SDM merupakan salah satu fungsi utama dalam manajemen SDM, antara lain melalui pelatihan. Marwansyah (2010) menjelaskan bahwa terdapat sejumlah fungsi manajemen sumber daya manu-sia, yakni perencanaan, rekrutmen dan seleksi, pengembangan, kompensasi, keselamatan dan kesehatan kerja, hubungan industrial, dan penelitian sum-ber daya manusia. Pendapat tersebut sejalan dengan Noe (2010:5) yang men-jelaskan bahwa praktik manajemen sumber daya manusia meliputi aktivitas menganalisis dan merancang pekerjaan, menetapkan kebutuhan sumber daya, menarik karyawan yang potensial, me-milih karyawan, mengajarkan kepada karyawan tentang cara melaksanakan pekerjaan dan mempersiapkan mereka di masa akan datang, pemberian peng-hargaan atau kompensasi, mengevaluasi kinerja karyawan, serta menciptakan lingkungan kerja yang positif.

Pelatihan Guru BK merupakan upaya yang direncanakan untuk mening-katkan kompetensi Guru BK meliputi kompetensi pedagogik, profesional, ke-pribadian dan sosial. Melalui pelatihan tersebut diharapkan Guru BK memper-oleh pengetahuan, keterampilan dan si-kap yang diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya seperti melakukan analisis kebutuhan siswa, menyusun program BK, melaksanakan program, mengad-ministrasikan kegiatan layanan dan

mengevaluasi program yang telah dilaksanakan.

Penyusunan program pelatihan perlu disiapkan secara matang oleh tena-ga yang berwenang dentena-gan bantuan tenaga ahli dalam bidangnya. Proses perancangan pelatihan perlu mengacu pada pendekatan sistematis untuk mengembangkan program pelatihan. Noe, et al (2010) menyajikan enam langkah proses perancangan pelatihan yaitu: (1) penilaian kebutuhan yang meliputi analisis organisasi, analisis indi-vidu dan analisis tugas; (2) memastikan para karyawan untuk pelatihan dengan melihat sikap-sikap dan motivasinya serta keterampilan-keterampilan dasar; (3) menciptakan lingkungan pembela-jaran meliputi identifikasi tujuan-tujuan pembelajaran dan hasil-hasil pelatihan, materi, praktik, umpan balik, pengamatan terhadap orang lain dan mengatur serta mengkoordinasikan program; (4) memastikan pergantian pelatihan yaitu strategi manajemen diri dan dukungan dari rekan kerja dan manajer; (5) memilih metode-metode pelatihan dan (6) mengevaluasi program pelatihan yaitu identifikasi hasil-hasil pelatihan dan pe-rancangan evaluasi serta analisis man-faat biaya. Pelatihan akan berhasil dengan baik apabila menggunakan metode yang tepat. Metode yang dapat digunakan dalam pelatihan guru yaitu On-The-Job Training yatitu pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja sesungguhnya dan Off-The-Job Training yaitu pelatihan yang memberikan kepada individu-individu keahlian dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk menunaikan pekerjaan pada waktu yang terpisah dari waktu kerja reguler mereka. (Simamora, 2006; Handoko, 2008:110).

2. E-learning dan E-training

(4)

4 meninggalkan tugas-tugas mereka, jarak pelatihan yang jauh dari tempat kerja, dan kesempatan yang sangat terbatas bagi guru untuk mengikuti pelatihan.

Teknik lain yang dapat digunakan dalam off-the-job training adalah pela-tihan melalui internet atau sering juga disebut e-training. E-training dikembang-kan berdasardikembang-kan konsep dasar E-learning atau online learning yang meng-acu pada instruksi atau pengiriman materi pembelajaran oleh komputer melalui internet atau intranet.

E-learning atau electronic learning adalah proses pembelajaran yang memanfaatkan segala media elektronik khususnya internet. Naidu (2006:10) menjelaskan bahwa: “E-learning is commonly referred to the intentional use of networked information and communications technology in teaching and learning. A number of other terms are also used to describe this mode of teaching and learning. They include online learning, virtual learning, distributed learning, network and webbased learning. Fundamentally, they all refer to educational processes that utilize information and communications technology to mediate asynchronous as well as synchronous learning and teaching activities.” Pendapat tersebut mengandung arti bahwa e-learning meru-pakan proses pendidikan yang menggu-nakan teknologi informasi dan komuni-kasi (TIK) untuk memediasi kegiatan-kegiatan belajar mengajar baik synchronous maupun yang asynchronous. Model synchronous me-nunjuk pada pembelajaran berbantuan TIK yang dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan, sedang asynchronous merupakan proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam waktu yang tidak harus bersamaan. Penggunaan model asynchronous dalam pelatihan lebih nguntungkan bagi guru karena me-mungkinkan guru dapat belajar sesuai dengan waktu atau kesempatan yang dimilikinya.

Dietinger (2003:23) menjelaskan keuntungan e-learning adalah: “(1) Independence of learning place; (2) Free choice of learning time and speed

and just-in-time learning; (3) Fast distribution and dissemination of new information to many people; (4) Adaptive learning; (5) Multimedia and interactive learning is motivating and ensures learning success; (6) Not only result but the whole learning process can be supervised and the learner’s performance and progress tracked.” Pendapat Dietinger tersebut dapat dipahami bahwa e-learning memiliki beberapa kelebihan yaitu proses pembelajaran tidak tergantung pada tempat pembelajaran sehingga pembela-jaran dapat dilaksakan dimana saja dan di tempat yang berbeda-beda, pendistri-busian dan penyebaran informasi baru kepada banyak orang secara cepat karena didistribusikan secara digital yang hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja dalam mendistribusikannya, dapat menerapkan pembelajaran adaptif dimana peserta didik dapat belajar se-suai dengan kecepatanya masing-masing, sesuai dengan gaya belajarnya dan sesuai dengan waktu yang dimi-likinya. Keuntungan lain e-learning adalah dapat menyajikan model pembe-lajaran berbasis multimedia dan interaktif yang dapat memotivasi peserta didik dalam belajar, supervisi tidak hanya dapat melalui hasil yang dicapai namun selama proses pembelajaran, kemajuan serta performa peserta didik.

E-training merupakan proses pelatihan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memediasi kegiatan-kegiatan belajar mengajar baik synchronous maupun yang asynchronous. Pelatihan secara online dapat mengurangi biaya dan sangat efektif karena pelatihan tidak terikat pada waktu dan tempat tertentu. Guru dapat secara fleksibel mengatur waktu mereka sendiri dalam mengikuti pelatihan dan tidak harus pergi ke suatu tempat untuk mengikuti pelatihan ter-sebut.

(5)

kemam-5 puan guru BK dalam menggunakan komputer dan internet untuk mengakses informasi berada pada kategori sangat tinggi. Semua sekolah sudah memiliki fasilitas komputer dan internet, serta sebagian besar guru BK memiliki fasilitas komputer atau laptop dan internet di rumahnya. Hasil penelitian tersebut me-nunjukkan bahwa ada potensi pelak-sanaan pelatihan guru melalui internet. Effendi dan Zhuang (2005:4) mema-parkan bahwa meningkatnya penggu-naan internet sekitar 100% setiap tahun memberikan andil cukup besar dalam kemajuan penggunaan e-learning. Soekartawi (2007:13) memaparkan bahwa e-training menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan karir, baik mereka yang ingin belajar tetapi tidak punya waktu atau mereka yang ingin belajar tetapi lokasi tempat tinggalnya berjauhan dengan sumber belajar. Effendi dan Zuang (2005:2) menjelaskan bahwa praktik pelatihan yang masih konvensional tidak mampu menyediakan pelatihan yang dibutuhkan karyawan secara efektif. Mereka masih berjuang dengan keterbatasan dana, jumlah pelatih, waktu dan fasilitas ruang kelas.

Salah satu bagian e-learning adalah materi pelatihan yang akan disajikan sesuai dengan kebutuhan pe-serta. Dalam hal ini, diperlukan desain instruksional yang baik agar sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam program pelatihan. Desain materi untuk e-learning tentu berbeda dengan desain untuk pembelajaran di kelas. E-learning pada produk akhir berupa naskah atau storyboard yang berisi apapun yang terjadi di layar komputer dan materi yang menawarkan beberapa fungsi berbeda dibandingkan dengan pelatihan di kelas. Effendi dan Zhuang (2005:94) menjelaskan bahwa beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendesain materi pelatihan e-learning adalah tampilan, interaksi, kontrol, bentuk dan susunan.

Tampilan meliputi: (1) Background atau latar belakang yang ditampilkan harus menarik secara visual, tetapi jangan sampai mengganggu konsentrasi pembelajar. Oleh karena itu perlu dipilih

gambar yang halus dan warna yang tidak terlalu kuat atau mencolok agar tidak mengganggu tulisan di materi pelatihan. Warna yang kuat akan membuat silau dan melelahkan mata; (2) Apabila dilengkapi dengan grafik, dapat dibuat grafis 2 dimensi atau 3 dimensi. Perlu dibuat berwarna yang menarik dan bila bisa membuat grafik yang 3 dimensi dapat menambah kesan hidup dan dekat dengan peserta. Untuk menambah kesan dekat dengan dunia nyata, dapat ditam-bahkan foto sehingga peserta akan me-rasa pelatihan benar-benar dapat diaplikasikan; (3) Kesan mendalam dan natural terhadap materi pelatihan dapat ditimbulkan oleh suara baik musik, suara narator atau original sound. Untuk mem-berikan hasil terbaik, dapat meng-gunakan video karena video akan mem-berikan gambar hidup yang menampilkan kondisi nyata materi yang dipelajari, menmpilkan animasi, suara, musik dan original sound sekaligus.

Interaksi atau hubungan timbal balik sangat diperlukan dalam proses pembelajaran atau pelatihan, baik interaksi antara fasilitator dengan peserta maupun peserta dengan peserta. Inte-raksi akan memudahkan penguasaan terhadap materi yang dipelajari serta memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga peserta tidak bosan. Interaksi dalam e-learning dapat dibuat dengan berbagai variasi tampilan dan kegiatan bagi pembelajar sehingga pembelajar dapat melakukan respon, inisiatif, bertanya, bahkan sharing pengalaman dengan peserta lain.

(6)

6 sudah menguasai topik tersebut; (b) PANEL atau user interface, dalam me-nyajikan suatu topik atau pokok bahasan, harus ada panel untuk mengontrol maju mundurnya halaman. Materi harus dilengkapi pula dengan tombol panel dimana peserta akan berhenti sementara dan keluar dari pembelajaran kapanpun; (c) HELP, akan menolong peserta apabila tidak mengetahui tombol yang harus ditekan dengan melihat menu help atau pertolongan dengan menekan tom-bol help atau tanda tanya.

Bentuk. Materi e-learning dapat dikembangkan dengan berbagai macam bentuk agar menarik dan tidak membosankan peserta pelatihan. Kemasan materi tersebut dapat berupa bacaan/teks, simulasi, permainan, animasi, video dan kemasan lainnya yang membuat e-learning menjadi mudah dipahami dan menyenangkan.

3. Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling

Richard E. Boyatzis, 1982:23; Klemp, 1980 (dalam Sudarmanto, 2009:46) menjelaskan bahwa kom-petensi adalah karakteristik-karakteristik yang berhubungan dengan kinerja unggul dan effektif di dalam pekerjaan. Pendapat tersebut mengandung makna bahwa kompetensi berkaitan dengan karakteristik-karakteristik yang dimiliki individu yang menentukan kualitas kinerja seseorang. Semakin baik karak-teristik yang dimiliki, semakin baik kinerja seseorang. Menurut Finch & Crunkilton, 1972 (dalam Mulyasa, 2004:38) kom-petensi adalah penguasaan terhadap tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan karakteristik pribadi seperti perilaku, motivasi, pola pikir, merasa, bertindak dan karakteristik lainnya yang diperlukan dalam me-laksanakan pekerjaan yang dapat diukur dengan standar tertentu. Kompetensi bukan kondisi yang dibawa sejak lahir namun dapat ditingkatkan melalui proses

pendidikan, pelatihan dan pengem-bangan sumber daya manusia.

Kompetensi yang harus dimiliki atau dikuasai oleh seseorang untuk melaksanakan pekerjaan tertentu, diru-muskan dalam suatu standar yang merupakan patokan atau ukuran yang digunakan untuk mengetahui kompetensi seseorang. Standar kompetensi konselor menurut Suparlan (2005:93) adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau diper-syaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan seorang konselor agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai dengan bidang tugas, kualifikasi dan jen-jang pendidikan.

National Association for College Admission Counseling (2000) menge-mukakan pernyataan tentang kompetensi konselor yang dijabarkan dalam 8 (delapan) rumusan kompetensi. Dalam rumusan tersebut diungkapkan bahwa seorang konselor hendaknya menguasai kompetensi dalam memberikan layanan konseling dan memiliki keterampilan berkomunikasi, membantu pengem-bangan prestasi siswa, memfasilitasi siswa agar dapat berkembang optimal, memahami dan memberikan layanan berdasarkan perbedaan budaya, me-nampilkan perilaku etis, profesional dan bertanggung jawab, kemampuan me-ngembangkan, mengumpulkan, meng-analisa dan menginterpretasi data, melakukan advokasi, serta menyusun program bimbingan secara keseluruhan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor (SKAKK), menjelaskan bahwa kompe-tensi konselor ditata ke dalam 4 (empat) kompetensi pendidikan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 (Depdiknas 2008:7). Oleh karena itu, rumusan kompetensi konselor secara utuh dapat dipetakan dan dirumuskan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional.

(7)

7 sehingga dalam merencanakan program pelatihan, hal yang harus diperhatikan adalah mengetahui penguasaan kom-petensi konselor sesuai dengan SKAKK. Analisis kebutuhan pelatihan dapat dilakukan melalui uji kompetensi untuk mengetahui kelemahan-kelemahan penguasaan pada kompetensi tertentu. Berdasarkan kelemahan tersebut, diran-cang topik-topik dan materi pelatihan untuk meningkatkan penguasaan kompe-tensi pada guru.

Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian tersebut, salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mening-katkan kompetensi guru BK adalah melalui pelatihan dengan menggunakan internet atau E-training. E-training dapat dilaksanakan mengingat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat tersebar luas dan mening-katnya penggunaan internet yang mencapai 100% setiap tahun. Di samping itu, saat ini sebagian besar guru sudah mampu menggunakan komputer dan mengakses informasi melalui internet, dan sebagian besar sekolah sudah mempunyai fasilitas komputer yang terhubung dengan internet.

Pelaksanaan e-training dapat efesien dan efektif apabila dilakukan manajemen yang baik. Manajemen e-training dilakukan dengan optimalisasi fungsi-fungsi manajemen pelatihan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kegiatan pada perencanaan meliputi: (1) identifikasi kebutuhan pelatihan; (2) merumuskan tujuan pelatihan; (3) mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pelatihan; (4) mengembangkan WEB pelatihan; (5) mengembangkan panduan dan (6) merencanakan biaya pelatihan. Pada kegiatan pengorganisasian perlu dilakukan pengorganisasian panitia, peserta, fasilitator, administrator WEB pelatihan, dan sarana prasarana. Pelaksanaan e-tranining terdiri dari: (1) kegiatan pra-pelatihan; (2) pelaksa-naan; (3) kegiatan pasca pelatihan. Ke-giatan monitoring dilaksanakan selama kegiatan pelatihan berlangsung,

sedang-kan evaluasi dilakusedang-kan untuk proses dan hasil pelatihan.

Pengembangan WEB e-training perlu memperhatikan aspek-aspek tampilan, interaksi, kontrol dan bentuk. Tampilan WEB dibuat menarik dengan gambar-gambar, foto, grafik, serta warna yang sesuai. Pada aspek interaksi, meskipun pelatihan dilakukan secara online, perlu memanfaatkan fasilitas yang menyediakan terjadinya interaksi antara fasilitator dengan peserta dan peserta dengan peserta. Bentuk materi yang disajikan dibuat bervariasi agar menarik dan tidak membosankan.

D. Kesimpulan

Banyak guru BK belum menguasai kompetensi yang dipersyaratkan seperti yang dirumuskan dalam Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru BK sudah banyak di-lakukan, namun masih banyak menemui kendala-kendala, terutama kendala waktu, kesempatan, tempat dan biaya pelatihan. Untuk mengatasi kendala tersebut, ada solusi yang dapat dila-kukan yaitu penggunaan internet dalam pelatihan atau e-training atau pelatihan secara online, dimana guru dan fasilitator tidak harus bertemu secara tatap muka, namun menggunakan fasilitas internet. Penggunaan internet dalam pelatihan akan memberikan kesempatan yang lebih luas, belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing, belajar di tempat kerja tanpa meninggalkan tugas-tugas sekolah dan waktu belajar yang lebih fleksibel. Agar e-training dapat di-laksanakan secara efesien dan efektif, perlu dilakukan manajemen yang baik, dengan menggunakan fungsi-fungsi ma-najemen pelatihan. Fasilitas yang perlu disiapkan dalam e-training adalah WEB pelatihan yang pengembangannya perlu memperhatikan aspek-aspek tampilan, interaksi, kontrol dan bentuk.

Daftar Pustaka

(8)

8 Dissertation for the Award of the Academic Degree Doctor of Technical Sciences at Graz University of Technology. Austria: Institute for Information Processing and Computer Supported New Media (IICM).

Depdiknas. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Jakarta: Depdiknas.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2012. Hasil Uji Kompetensi Guru BK. http.www.Kemendikbud.go.id

Effendi, Empy dan Hartono Zhuang. 2005. E-learning, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi Offset.

Ekstrom, Ruth B, et al. 2004. A Survey of Assessment and Evaluation Activities School Counselors. Professional School counseling, 10962409, Oct2004, Vol. 8, Issue 1.

Hajati, Kartika. 2010. Model Program Peningkatan Kompetensi Konselor Sekolah Menengah Atas Berbasis Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Disertasi. Tidak diterbitkan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Handoko, Hani. 2008. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UGM.

Kurnaningsih, Yari Dwi. 2010. Perbedaan Kinerja Guru BK yang sudah Sertifikasi dengan yang Belum Sertifikasi. Salatiga: Prodi Bimbingan dan Konseling UKSW.

Kurnaningsih, Yari Dwi. 2012. Kemampuan Guru BK dalam Menggunakan Teknologi Informasi dan komunikasi. Salatiga: Prodi Bimbingan dan Konseling UKSW.

Marwansyah. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kedua. Bandung: Alfabeta.

Moeni, Hosein. 2008. “Identifying Needs: A Missing Part in Teacher Training Program.” International Journal of Media, Technology and Lifelong Learning. 4 (1): 1-12.

Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep. Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Naidu, Som. 2006. E-learning. A Guidebook of Principles, Procedures and Practices. New

Delhi: Commonwealth

Educational Media Center for Asia.

NACAC. 2000. Statement on Counselor Competencies. Alexandria: National Association for College Admission Counseling.

Nedler, L. 1982. Designing Training Programs: The Critical Events Model. Philippines: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.

Noe, Raymond. A. et al. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia Mencapai Keunggulan Bersaing. Translated by Wijaya, D. 2010. Jakarta: Salemba Empat. Prayitno. 1994. Dasar-dasar Bimbingan

(9)

9 Simamora, Henry.2006. Manajemen

Sumber Daya Manusia. Jogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Sudarmanto. 2009. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM. Teori, Dimensi Pengukuran, dan Implementasi dalam Organisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soekartawi.2007. Merancang dan Menyelenggarakan E-learning. Yogyakarta: Ardana Media.

Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat.

Terry dan Leslie. 2009. Dasar-Dasar Manajemen. Translated by G.A. Ticoalu. Jakarta: Bumi Aksara.

Usman, Husaini. 2009. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa rasio O/U serbuk simulasi bahan bakar DUPIC awal telah memenuhi batasan yang diijinkan yaitu 2,00 sampai 2,13 sedangkan untuk pelet sinter masih

peningkatan sarana dan prasarana infrastuktur pertanian 100 % Distannak 4 Pengembangan Sejuta Ternak (Peningkatan Produksi Peternakan) Peningkatan Produksi Hasil

Naiknya angka produksi ini disebabkan karena ramalan luas panen mengalami peningkatan sebesar 5,23% dibandingkan tahun 2014 dan produktivitas padi meningkat sebesar

Kitosan memberikan perlindungan yang baik terhadap bahan inti dan dapat mengikat senyawa bioaktif yang ada pada bahan inti, sementara maltodekstrin memiliki

Kesulitan melihat adalah seseorang walaupun sudah menggunakan kacamata masih mengalami kesulitan atau gangguan melihat apabila jarak minimal 30 cm dan dengan

open order Buy dan Sell (atau secara bersamaan) di mata uang yang sama (jumlah lot yang sama pula) dengan tanpa diclose salah satu posisinya, teknik ini digunakan untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gliserol terhadap karakteristik edible film dan konsentrasi yang terbaik yang ditambahkan dalam pembuatan

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor