• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN METODE LATIHAN (DRILL) PADA PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN DIRI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPAKAIAN ANAK CEREBRAL PALSY KELAS V DI SLB NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN METODE LATIHAN (DRILL) PADA PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN DIRI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPAKAIAN ANAK CEREBRAL PALSY KELAS V DI SLB NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA."

Copied!
264
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN METODE LATIHAN (DRILL) PADA PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN DIRI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERPAKAIAN ANAK CEREBRAL PALSY KELAS V DI SLB NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Rijal Nurdiana NIM. 11103241016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri”

(6)

PERSEMBAHAN

Seiring rasa hormat dan kerendahan hati,

Sebuah karya ini kupersembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku : Bapak Hadri Supriadi, BA dan Ibu Aah Marpuah, S.Pd. 2. Almamaterku, Universitas Negeri Yogyakarta.

(7)

PENGGUNAAN METODE LATIHAN (DRILL) PADA PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN DIRI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERPAKAIAN ANAK CEREBRAL PALSY KELAS V DI SLB NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA

Oleh Rijal Nurdiana NIM 11103241016

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengembangan diri berpakaian melalui penggunaan metode latihan (drill) pada anak cerebral palsy kelas V di SLB Negeri 1 Bantul Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan desain penelitian Kemmis dan McTaggart yang terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus.Subjek penelitian terdiri dari tiga orang anak cerebral palsy kelas V di SLB Negeri 1 Bantul Yogyakarta.Pengumpulan data dilakukan dengan tes kemampuan berpakaian, observasi, dan dokumentasi sebagai data pelengkap.Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan metode latihan (drill) dapat meningkatkan kemampuan berpakaian anak cerebral palsy kelas V di SLB Negeri 1 Bantul Yogyakarta.Ketiga subjek antusias dan bersemangat mengikuti pembelajaran pengembangan diri berpakaian. Subjek selalu memperhatikan dan mengikuti instruksi guru untuk latihan memakai pakaian secara bertahap dan berulang-ulang sehingga kemampuan pengembangan diri berpakaian subjek menjadi meningkat. Hal tersebut dibuktikan dengan meningkatnya hasil tes kemampuan berpakaian yang telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal yaitu 60%. Peningkatan kemampuan pengembangan diri berpakaian anak cerebral palsy dapat dilihat dari persentase pencapaian yang diperoleh pada kemampuan pra tindakan (pre-test), post-test siklus I, dan post-test siklus II. Subjek AM pada kemampuan pra tindakan (pre-test) persentase pencapaian 53%, meningkat menjadi 67% pada post-test siklus I, meningkat lagi menjadi 75% pada post-test siklus II. Subjek DP pada kemampuan pra tindakan (pre-test) persentase pencapaian 45%, meningkat menjadi 63% pada post-test siklus I, meningkat lagi menjadi 73% pada post-test siklus II. Subjek MF pada kemampuan pra tindakan (pre-test) persentase pencapaian 43%, meningkat menjadi 55% pada post-test siklus I, meningkat lagi menjadi 65% pada post-test siklus II.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, innayah dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Penggunaan Metode Latihan (Drill) Pada Pembelajaran Pengembangan Diri Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpakaian Anak Cerebral Palsy Kelas V Di SLB Negeri 1 Bantul Yogyakarta” tahun ajaran 2014/2015 dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.Penulisan dan penelitian tugas akhir skripsi ini dilaksanakan guna melengkapi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan di Fakutas IlmuPendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa keberhasilan ini bukanlah keberhasilan individu semata, namun berkat bantuan dan bimbingan dari semua pihak, oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat.

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dari masa awal study sampai dengan terselesaikannya tugas akhir skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian.

(9)

4. Bapak Dr. Edi Purwanta, M.Pd. selaku dosen pembimbing I dan Ibu Nurdayati Praptiningrum, M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan tugas akhir skripsi ini.

5. Ibu Dr. Mumpuniarti, M.pd. selaku penasehat akademik yang telah memberikan semangat sehingga penulis mampu memenuhi janji tertulis. 6. Seluruh bapak dan ibu dosen pembina PLB FIP UNY yang telah memberikan

bimbingan, sehingga penulis memperoleh keterampilan untuk melayani ABK. 7. Bapak Muh. Basuni, M.Pd.selaku Kepala SLB Negeri 1 Bantul yang telah

memberikan izin penelitian.

8. Ibu Nanik Hayati, M.Pd.I selaku guru kelas V di SLB Negeri 1 Bantul yang telah memberikan bantuan dan kerjasama serta kesediaannya memberikan informasi.

9. Bapak dan Ibu guru jurusan tunadaksa SLB Negeri 1 Bantul yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi. 10.Kedua orang tua tercinta, Bapak Hadri Supriadi, dan Ibu Aah Marpuah,

kakakku Andriana dan Indriani, kakak iparku Sri Mulyati dan Dilla Okbanillah, serta kedua ponakanku tercinta Ghaida Nur Amalia dan Lauzah Hafsha Dzikrina terimakasih atas semua pengertian, kerja keras, kasih sayang, dukungan sertado’anya.

(10)

bisa disebutkan satu persatu terima kasih telah memberikan saran, semangat dan sumbangan pemikiran sehingga dapat terselesaikannya tugas akhir skripsi ini.

12.Teman-teman satu angkatan PLB kelas A 2011, terima kasih atas dukungan, kebersamaan, dan kenangan selama ini, kita lanjutkan perjuangan kita.

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.

(11)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... ...i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ..ii

HALAMAN PERNYATAAN ... .iii

HALAMAN PENGESAHAN ... .vi

HALAMAN MOTTO ... ..v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... .viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... .xiv

DAFTAR GAMBAR ... ...xv

DAFTAR LAMPIRAN ... .xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Kegunaan Penelitian ... 9

G. Batasan Istilah ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Anak Cerebral Palsy ... 11

1. Pengertian Anak Cerebral Palsy ... 11

2. Karakteristik Anak Cerebral Palsy ... 13

B. Kajian Tentang Pembelajaran Pengembangan Diri Berpakaian ... 16

1. Pengertian Pembelajaran Pengembangan Diri Berpakaian ... 16

(12)

3. Pembelajaran Pengembangan Diri Berpakaian Anak Cerebral Palsy ... 20

4. Evaluasi Pembelajaran Pengembangan Diri Anak Cerebral Palsy ... 22

C. Kajian Tentang Metode Latihan (Drill) ... 25

1. Pengertian Metode Latihan (Drill) ... 25

2. Kelebihan dan Kelemahan Metode Latihan (Drill) ... 27

3. Tujuan Metode Latihan (Drill) ... 28

4. Pelaksanaan Metode Latihan (Drill) ... 30

D. Kerangka Pikir ... 32

E. Hipotesis ... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 35

B. Desain Penelitian ... 36

C. Setting Penelitian ... 48

1. Tempat Penelitian ... 48

2. Waktu Penelitian ... 48

D. Subjek Penelitian ... 49

E. Teknik Pengumpulan Data ... 50

1. Observasi ... 50

2. Tes Kemampuan Berpakaian ... 51

3. Dokumentasi ... 52

F. Instrumen Penelitian ... 53

1. Panduan Observasi ... 54

2. Panduan Tes Kemampuan Berpakaian ... 56

G. Kriteria Keberhasilan ... 58

H. Uji Validitas Instrumen ... 58

I. Teknik Analisa Data ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 63

C. Deskripsi Kemampuan Pra Tindakan ... 65

(13)

1. Perencanaan Siklus I ... 70

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I ... 71

3. Deskripsi Hasil Post-test dan Observasi pada Tindakan Siklus I ... 78

4. Refleksi dan Hambatan Siklus I ... 91

E. Deskripsi Data Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 93

1. Perencanaan Siklus II ... 94

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 94

3. Deskripsi Hasil Post-test dan Observasi pada Tindakan Siklus II ... 102

4. Refleksi Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 113

F. Pembuktian Hipotesis ... 115

G. Pembahasan Hasil Penelitian ... 117

H. Keterbatasan Penelitian ... 121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 122

B. Saran ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 124

(14)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1.Waktu dan kegiatan penelitian ... 49 Tabel 2. Kisi-kisi observasi pengembangan diri berpakaian ... 55 Tabel 3. Kisi-kisi tes kemampuan berpakaian... 57 Tabel 4. Hasil tes kemampuan pra tindakan pengembangan diri berpakaian anak

cerebral palsy ... 66 Tabel 5. Hasil post-test kemampuan berpakaian anak cerebral palsy kelas V

setelah diberikan tindakan siklus I ... 79 Tabel 6. Hasil post-test kemampuan berpakaian anak cerebral palsy setelah

diberikan tindakan siklus II ... 103 Tabel 7. Data hasil pre-test, post-test siklus I, dan post-test siklus II kemampuan

berpakaian anak cerebral palsy kelas V di SLB Negeri 1 Bantul ... 114 Tabel 8. Hasil kemampuan pra tindakan (pre-test), post-test siklus I, post-test

(15)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Alur pikir ... 34 Gambar 2. Desain penelitian tindakan kelas ... 36 Gambar 3.Grafik kemampuan pra tindakan (pre-test) anak cerebral palsy kelas v

di SLB Negeri 1 Bantul. ... 69 Gambar 4. Grafik peningkatan kemampuan berpakaian anak cerebral palsy pasca

tindakan (post-test) siklus I ... 81 Gambar 5. Grafik peningkatan kemampuan berpakaian anak cerebral palsy pasca

tindakan (post-test) siklus II ... 105 Gambar 6.Grafik hasil tes kemampuan berpakaian pra tindakan (pre-test), pasca

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Instrumen tes kemampuan berpakaian ... 128

Lampiran 2. Pedoman observasi siswa ... 130

Lampiran 3. Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus I ... 132

Lampiran 4. Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II ... 148

Lampiran 5. Hasil tes kemampuan pra tindakan ... 164

Lampiran 6. Hasil tes pasca tindakan siklus I ... 170

Lampiran 7. Hasil tes pasca tindakan siklus II ... 176

Lampiran 8. Hasil observasi siswa siklus I ... 182

Lampiran 9. Hasil observasi siswa siklus II ... 212

Lampiran 10. Surat keterangan uji validitas Instrumen ... 242

Lampiran 11. Foto kegiatan ... 243

Lampiran 12. Surat izin penelitian FIP UNY ... 245

Lampiran 13. Surat izin penelitian secretariat daerah... 246

Lampiran 14. Surat izin penelitian BAPPEDA Bantul ... 247

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cerebral palsy merupakan salah satu jenis anak tunadaksa, yang menurut klasifikasinya termasuk anak tunadaksa yang mengalami gangguan pada sistem cerebral. Cerebral palsy is not a disease, but rather, a nonprogressive and noninfectious condition that effects body movement and

muscle coordination (Smith dan Tyler, 2010:305). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa cerebral palsy bukanlah suatu penyakit, melainkan kondisi nonprogressive dan tidak menular sehingga mempengaruhi gerakan tubuh dan koordinasi otot. Menurut Mohammad Efendi (2006:118) “cerebral palsy merupakan kelainan yang menyebabkan adanya gangguan pada aspek motorik karena adanya disfungsi otak”. Kelainan yang paling menonjol pada anak cerebral palsy yakni pada aspek motoriknya, akan tetapi juga mengalami gangguan penyerta lainnya seperti keterbatasan pada kemampuan sensorik, kecerdasan, gangguan bicara, komunikasi, serta gangguan emosi.

(18)

Kemandirian tidak tumbuh dengan sendirinya, akan tetapi diperlukan usaha dari masing-masing individu. Kemandirian merupakan salah satu kebutuhan penting bagi manusia, tidak terkecuali dengan anak cerebral palsy. Sependapat dengan Yusuf Hadi Miarso (2004:595) menjelaskan bahwa “kemampuan untuk mandiri ini penting karena keberhasilan dalam kehidupan akan diukur dari kesanggupan bertindak dan berpikir sendiri, tidak tergantung kepada rang lain”. Meskipun memiliki keterbatasan motorik, anak cerebral palsy masih dapat diajarkan atau dilatih untuk mengurus dirinya sendiri dengan keterampilan sederhana, yang dimaksudkan agar anak dapat mandiri, sehingga tidak bergantung pada orang lain.

Pembelajaran pengembangan diri merupakan program khusus di sekolah luar biasa. Pembelajaran pengembangan diri merupakan proses penyampaian informasi atau pengetahuan dimana terjadi interaksi antara guru dengan siswa dalam mengamati dan memahami sesuatu yang dipelajari untuk mencapai tujuan. Tujuan tersebut berupa kemampuan mengurus dirinya sendiri atau melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri agar tidak bergantung pada orang lain dan dapat hidup seperti orang pada umumnya. Aktivitas sehari-hari yang dimaksud adalah kebiasan-kebiasaan rutin yang biasa dilakukan seseorang seperti berpakaian, makan, istirahat, memelihara kesehatan, kemampuan untuk buang air kecil dan besar di tempat tertentu (kamar mandi, WC).

(19)

diri; dalam hal menolong diri seperti berpakaian, makan, minum dan toileting”. Bagi anak normal, hal tersebut sangat mudah, namun bagi anak cerebral palsy hal ini perlu diajarkan, dan dipraktekan. Berpakaian merupakan salah satu kegiatan pengembangan diri yang tidak mudah dilakukan oleh anak cerebral palsy. Hal ini dikarenakan anak cerebral palsy mengalami permasalahan motorik yang berdampak pada kesulitan berpakaian. Tujuan dari pembelajaran pengembangan diri berpakaian pada anak cerebral palsy yaitu agar dapat mengenakan pakaian sendiri sehingga tidak bergantung pada orang lain.

Berpakaian merupakan suatu rangkaian mulai dari memasukan tangan ke lubang lengan pakaian sampai memeriksa kembali apakah setiap kancing sudah masuk pada lawannya (merapikan pakaian). Merapikan pakaian dalam kegiatan ini memasukan semua kancing tepat pada lubang kancing lawannya dan lengan baju sejajar. Pada anak cerebral palsy kegiatan pengembangan diri berpakaian bukan merupkan hal yang mudah, hal ini dikarenakan anak cerebral palsy mempunyai keterbatasan dalam kemampuan motorik.

(20)

motorik yang dimiliki anak cerebral palsy tersebut membuat pembelajaran ini membutuhkan kesabaran dan adanya variasi dan kombinasi metode.

Berpakaian merupakan rangkaian kegiatan pengembangan diri yang sangat kompleks dibanding dengan kegiatan lainnya. Dalam kegiatan tersebut anak cerebral palsy membutuhkan koordinasi anggota gerak dan kemampuan anggota badan lainnya. Koordinasi ini meliputi koordinasi antara anggota gerak tangan, mata, serta melibatkan kemampuan untuk mengetahui sisi kanan dan sisi kiri. Dibandingkan dengan anak normal, dalam berpakaian anak cerebral palsy membutuhkan waktu yang lama. Kegiatan berpakaian pada dasarnya dapat diajarkan oleh orangtua di rumah maupun guru di sekolah.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di SLB 1 Bantul pada bulan Agustus 2014, diketahui bahwa orangtua masih mengalami kesulitan dalam mengajarkan memakai pakaian kepada anak. Kondisi anak cerebral palsy yang kompleks dengan gangguan motoriknya membuat orangtua mengalami kesulitan dalam mengajarkan anak berpakaian, sehingga dalam mengenakan pakaian anak masih belum mandiri dan lebih bergantung pada orang lain. Disisi lain, anak memiliki gerakan motorik tak terkendali dan gerakan yang kaku.

(21)

dan mengancingkan pakaian. Terbukti pada saat kancing baju yang dipakai anak ada yang lepas, anak belum mampu membetulkan kancing baju yang lepas tersebut secara benar dan mandiri, masih di bantu oleh orang lain.

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti dan wawancara dengan guru kelas saat pembelajaran pengembangan diri berpakaian di kelas V SLB Negeri 1 Bantul, guru tidak menjelaskan tentang tata cara atau langkah-langkah berpakaian secara detail. Setelah pembelajaran pengembangan diri berpakaian selesai, guru mengingatkan siswa tentang apa yang sudah diajarkan. Selain anak cerebral palsy kelas V di SLB Negeri 1 Bantul belum mengenal bagian-bagian pakaian seperti bagian depan dan belakang pakaian, bagian lengan kanan dan kiri, kerah, kancing, dan lubang kancing serta belum mengetahui tata cara berpakaian yang baik dan benar.

(22)

Peneliti mendiskusikan masalah rendahnya kemampuan anak dalam hal pengembangan diri khususnya berpakaian dengan guru kelas. Dari hasil diskusi, peneliti dan guru memberikan upaya pemecahan masalah dalam meningkatkan kemampuan berpakaian anak cerebral palsy dengan menerapkan metode latihan atau (drill) tata cara berpakaian secara bertahap dan berulang-ulang dengan tujuan memperbaiki dan mengajarkan tata cara ataupun langkah-langkah berpakaian yang baik dan benar pada anak. Tindakan yang akan dilakukan terkait dengan masalah pengembangan diri khususnya bina diri berpakaian anal cerebral palsy adalah dengan metode latihan (drill).

(23)

bagaimana cara berpakaian secara berulang-ulang. Latihan yang dilakukan secara berulang-ulang diharapkan anak lebih terampil dalam berpakaian seiring berjalannya waktu.

Penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain yang dilakukan oleh Aulia Widya Putri (2012) dalam penelitiannya berjudul “Peningkatan Keterampilan Mencuci Rambut Anak Tunagrahita Kategori Sedang Melalui Metode Latihan (Drill)”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui adanya peningkatan keterampilan mencuci rambut dengan penggunaan metode latihan (drill). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penerapan metode latihan (drill) dapat meningkatkan keterampilan mencuci rambut anak tunagrahita kategori sedang.

(24)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Pengetahuan anak tentang bagian-bagian pakaian dan cara berpakaian yang baik dan benar masih kurang.

2. Tata cara atau langkah-langkah berpakaian belum diajarkan secara detail. 3. Kemampuan pengembangan diri berpakaian anak cerebral palsy masih

rendah, sehingga masih bergantung pada orang lain.

4. Metode yang digunakan dalam pembelajaran pengembangan diri khususnya pengembangan diri berpakaian kurang tepat.

C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada masalah yaitu kemampuan pengembangan diri berpakaian anak cerebral palsy kelas V di SLB Negeri 1 Bantul masih rendah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: “apakah penggunaan metode latihan (drill) dapat meningkatkan kemampuan pengembangan diri berpakaian anak cerebral palsy kelas V di SLB Negeri 1 Bantul Yogyakarta?”.

E. Tujuan Penelitian

(25)

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sacara teoritis dan praktis. Adapun manfaat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan menambah khasanah keilmuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan luar biasa, terutama yang berhubungan dengan pembelajaran pengembangan diri khususnya pengembangan diri berpakaian bagi anak cerebral palsy.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa hasil penelitian ini dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pengembangan diri berpakaian.

b. Bagi guru maka penelitian ini sebagai salah satu rujukan untuk merencanakan proses pembelajaran, serta salah satu bahan refleksi dalam meningkatkan pembelajaran pengembangan diri khususnya berpakaian.

c. Bagi sekolah sebagai bahan pertimbangan sekolah dalam penetapan kebijakan pelaksanaan kurikulum sekolah dengan pemanfaatan metode dalam pembelajaran pengembangan diri.

G. Definisi Operasional

(26)

yang lebih tinggi dari apa yang telah telah dipelajari sebelumnya. Latihan yang praktis, mudah dilakukan serta teratur melaksanakannya membantu anak dalam meningkatkan penguasaan keterampilan.

2. Pembelajaran pengembangan diri berpakaian adalah serangkaian kegiatan melatih dan mengajarkan anak tentang keterampilan berpakaian dengan pembinaan dan latihan terencana dan terprogram terhadap individu/anak yang membutuhkan layanan khusus, yaitu individu yang mengalami kesulitan mengurus diri, dalam hal ini yaitu berpakaian. Sehingga dengan ini anak cerebral palsy dapat berkatifitas sehari-hari tanpa bantuan, dengan tujuan meminimalisir dan atau menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktifitasnya khususnya memakai pakaian. Pakaian yang digunakan dalam pengembangan diri berpakaian adalah kemeja berkancing.

(27)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Tentang Anak Cerebral palsy 1. Pengertian Anak Cerebral palsy

Anak cerebral palsy merupakan individu dengan gangguan fisik. Adanya gangguan fisik tersebut yang menurut penggolongannya anak cerebral palsy tergolong anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem cerebral. Menurut A. Salim Choiri (1995: 36) “Menurut asal katanya terdiri atas dua kata yaitu cerebral, cerebrum, yang berarti otak, dan palsy yang berarti kekakuan”. Menurut Hallahan, Kaufman, dan Pullen (2009:494) “cerebral palsy is not a disease. It’s a nonprogressive neurological injury. It’s a disorder of muscle control and coordination

caused by injury to brain before or during birth or in early childhood”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa cerebral palsy bukan merupakan suatu penyakit, melainkan adanya kerusakan syaraf yang tidak dapat disembuhkan. Ketidakteraturan hubungan dan pengendalian otot yang disebabkan oleh kerusakan pada otak sebelum atau selama dilahirkan atau di awal masa kanak-kanak.

(28)

adanya kelainan pada sistem gerak. Menurut Martin (Hallahan & Kauffman, 2009:498).

“Cerebral palsy is a disorder of movement and posture. It is caused by a brain injury that occurred before birth, during birth, or during the first few years after birth. The injury hinders the brain’s ability to control the muscles of the body properly. The brain tells our muscles how to move and controls the tension of the muscles. Without the proper messages coming from the brain, infants with cerebral palsy have difficulty learning basic motor skills such as crawling, sitting up, or walking.”

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa cerebral palsy adalah kelainan gerakan dan postur tubuh. Ini dikarenakan luka pada otak yang terjadi sebelum kelahiran, selama kelahiran atau beberapa tahun setelah kelahiran. Kerusakan dalam otak merintangi kemampuan untuk mengontrol ketepatan otot tubuh. Otak memerintah otot bagaimana menggerakan dan mengontrol ketegangan otot. Tanpa tepatnya pesan yang datang dari otak, anak dengan kondisi cerebral palsy akan memiliki kesulitan dalam belajar, melakukan kemampuan gerak dasar seperti merangkak, duduk, dan berjalan. Berdasarkan pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa cerebral palsy merupakan suatu kondisi kelainan gerak dan postur tubuh yang disebabkan kerusakan-kerusakan pada otak yang akan menganggu aktifitas motorik anak.

(29)

motorik, menyebabkan anak cerebral palsy mengalami gangguan dalam mengontrol gerak, hal ini mengakibatkan beberapa kesulitan seperti duduk, berjalan, dan melakukan aktivitas pengembangan diri.

2. Karakteristik Anak Cerebral Palsy

Karakteristik anak cerebral palsy berhubungan dengan kelainan atau gangguan yang ditimbulkannya. Musjafak Assjari (1995:66) mengemukakan “Karakteristik anak tunadaksa secara khusus dapat dibedakan dari sudut kelainan (1) system cerebral dan (2) system musculus skeletal”. Subjek yang mengalami kelainan sistem cerebral adalah anak cerebral palsy . Secara spesifik anak cerebral palsy mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Gangguan Motorik

(30)

b. Gangguan Sensoris

Anak cerebral palsy sering ditemui menderita gangguan sensoris. Gangguan sensoris yang dimaksudkan yaitu kelainan penglihatan, pendengaran, dan kemampuan kesan gerak raba.

c. Tingkat Kecerdasan

Anak cerebral palsy memiliki tingkat kecerdasan yang berentang, hal ini dipengaruhi oleh letak kerusakan pada otak dan berat ringannya kerusakan otak. Menurut Hardman (Musjafak Assjari, 1995:68), sebagian cerebral palsy , sekitar 45% mengalami kelatarbelakangan mental, 35% mempunyai tingkat kecerdasan normal dan di atas rata-rata sedangkan sisanya sedikit di bawah rata-rata. Kecerdasan merupakan modal utama untuk seorang anak menerima pembelajaran.

d. Kemampuan Persepsi

Sebagian anak cerebral palsy mengalami kelainan persepsi dikarenakan kesalahan menafsirkan dan menganalisis rangsang yang diterima otak melalui syaraf sensoris. Syaraf penghubung dan jaringan syaraf otak pada anak cerebral palsy mengalami gangguan atau kerusakan sehingga proses persepsi terganggu.

e. Kemampuan Kognisi

(31)

menghambat kemampuan anak dalam menyimpan, menganalisis, dan mengaplikasikan pengetahuan yang susah di dapat.

f. Kemampuan Berbicara

Anak cerebral palsy mengalami gangguan bicara disebabkan oleh kelainan motorik otot-otot bicara dan kurangnya proses interaksi dengan lingkungan. Otot-otot bicara yang lumpuh atau kaku seperti lidah, bibir, dan rahang bawah akan menganggu pembentukan artikulasi yang benar.

g. Simbolisasi

Simbolisasi merupakan bentuk tertinggi dari kemampuan mental dan memerlukan konsentrasi secara abstrak. Pada anak cerebral palsy simbol yang diterima melalui pendengaran, penglihatan tidak dapat dimengerti dengan baik dikarenakan rusaknya jaringan syaraf penghubungnya.

h. Emosi dan Penyesuaian Sosial

(32)

B. Kajian Tentang Pembelajaran Pengembangan Diri Berpakaian 1. Pengertian Pembelajaran Pengembangan Diri Berpakaian

Pembelajaran pengembangan diri diajarkan atau dilatihkan pada anak berkebutuhan khusus mengingat dua aspek yang melatar belakanginya. Latar belakang yang utama yaitu aspek kemandirian yang berkaitan dengan aspek kesehatan, dan latar belakang lainnya yaitu berkaitan dengan kematangan sosial budaya. Beberapa kegiatan rutin yang perlu diajarkan meliputi kegiatan keterampilan mandi, makan, menggosok gigi, dan ke kamar kecil (toilet) merupakan kegiatan yang erat kaitannya dengan aspek kesehatan seseorang. Kegiatan atau keterampilan bermobilisasi (mobilitas), berpakaian, dan merias diri (grooming) selain berkaitan dengan aspek kesehatan juga berkaitan dengan aspek sosial budaya (Rini Hildayani, 2007:69).

Pembelajaran bina diri adalah serangkaian kegiatan pembinaan dan latihan yang dilakukan oleh guru professional dalam pendidikan khusus, secara terencana dan terprogram terhadap individu yang membutuhkan layanan khusus, sehingga dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan tujuan meminimalisasi ketergantungan terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas (Rini Hildayani, 2007:72). Pendapat lain dikemukakan oleh Gunarhadi (2005: 120)

(33)

Berdasarkan pengertian di atas dapat ditegaskan bahwa pembelajaran pengembangan diri ialah suatu kegiatan pembinaan dan latihan yang dilakukan secara terencana dan terprogram terhadap individu yang memerlukan layanan khusus. Dalam pembelajaran pengembangan diri siswa diberikan suatu keterampilan yang berkaitan dengan mengurus dirinya sendiri dengan tujuan agar anak dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain. Dari beberapa pembelajaran pengembangan diri terdapat pembelajaran pengembangan diri berpakaian, yaitu pembelajaran yang mengajarkan anak cerebral palsy mengenai kemandirian melakukan keterampilan memakai pakaian.

(34)

Pakaian (busana) menurut bahasa adalah segala sesuatu yang menempel pada tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Menurut istilah, busana adalah pakaian yang kita kenakan setiap hari dari ujung rambut sampai ujung kaki beserta segala perlengkapannya, seperti tas, sepatu, dan segala macam perhiasan/aksesoris yang melekat padanya. Berpakaian merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena kalau tidak berpakaian, maka orang akan menganggap gila atau tidak sopan. Untuk membantu anak dalam meningkatkan kemampuan berpakaian, maka memerlukan waktu dan kesabaran dari orang tua.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pengembangan diri berpakaian adalah suatu rangkaian kegiatan mengajarkan anak bagaimana cara mengenakan pakaian untuk menutupi tubuh atau sesuatu yang menempel pada tubuh. Pembelajaran pengembangan diri berpakaian harus diterapkan pada anak cerebral palsy yang mengalami kesulitan dalam mengurus diri yaitu memakai pakaian. Sehingga dengan ini mereka dapat beraktivitas sehari-hari tanpa bantuan, dengan tujuan meminimalisir dan atau menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitasnya khususnya dalam mengenakan pakaian.

2. Tujuan Pembelajaran Pengembangan Diri Berpakaian Anak Cerebral palsy

(35)

Maria J. Wantah (2007:13), pembelajaran bina diri diberikan agar anak dapat:

a. Hidup secara mandiri dan mampu menyesuaikan diri di tengah-tengah kehidupan keluarga.

b. Menyesuaikan diri dalam pergaulan dengan teman sebaya, baik di sekolah maupun di masyarakat.

c. Menjaga kebersihan dan kesehatan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain.

d. Mengurus keperluan dirinya sendiri dan dapat memecahkan masalah sederhana.

e. Membantu orangtua dalam mengurus rumah tangga, baik dalam kebersihan, ketertiban, dan pemeliharaan dalam rumah tangga.

(36)

Pembelajaran pengembangan diri berpakaian sebagai proses belajar untuk melatih dan mengajari anak cerebral palsy tentang hal yang berhubungan dengan kemandirian anak dalam kehidupan sehari-hari. Kartini Kartono (2005: 243) menyatakan bahwa “kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri sendiri di atas kaki sendiri, dengan keberanian dan tanggung jawab sendiri”. Sedangkan menurut Gendon Barus dalam Purwaka Hadi (2005: 267) kemandirian atau autonomy berarti kemampuan untuk memerintah diri sendiri, atau mengatur kepentingan sendiri. Oleh karena itu, anak cerebral palsy harus diberikan kesempatan untuk belajar secara optimal, kapan saja, dan dimana saja sehingga kemandirian anak dapat terlatih. Penerapannya terwujud dengan memberikan kesempatan pada anak cerebral palsy untuk mendengarkan, melihat, mengamati, dan melakukannya. Tujuan pembelajaran pengembangan diri berpakaian adalah agar anak cerebral palsy dapat melakukan keterampilan mengurus dirinya sendiri dengan mandiri tanpa bantuan orang lain dan agar anak bertanggungjawab pada hal yang berhubungan dengan dirinya sendiri, sebagai contoh ialah melakukan keterampilan berpakaian.

(37)

a. Mengenalkan bagian-bagian pakaian kepada anak yaitu bagian depan, bagian belakang, lubang lengan pakaian, kancing dan lubang kancing serta krah pakaian.

b. Memasukan tangan kanan ke lubang lengan bagian kanan pakaian. c. Memasukan tangan kiri ke lubang lengan bagian kiri pakaian,

kemudian menarik baju ke depan dan membetulkan letak bahu baju serta membetulkan krah.

d. Memasukan biji kancing ke lubang kancing pakaian yang sejajar secara berurutan dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas.

e. Memastikan setiap kancing masuk ke lubang yang sejajar.

Menurut Maria. J Wantah (2007:192) melatih anak untuk mengenakan kemeja yaitu mengikuti langkah-langkah berikut:

a. Mengambil kemeja.

b. Memperhatikan model kemeja. c. Membuka kancing kemeja.

d. Anak memasukan tangan kanan ke lubang lengan bagian kanan, dan memasukan tangan kiri ke lubang lengan bagian kiri.

e. Anak merapikan kemeja dengan mempertemukan kelim bawah bagian kanan dan kiri sehingga menjadi sejajar.

f. Anak mengancingkan kancing kemeja ke lubang yang sejajar secara berurutan dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas.

(38)

khusus yang berbeda-beda sesuai dengan potensi dan kapasitas yang dimiliki, tetapi pada dasarnya yang pertama harus diperhatikan adalah guru harus membuat anak mengerti bagaimana cara memakai pakaian yang benar.

(39)

Pelaksanaan evaluasi pada anak berkebutuhan khusus yang juga berarti dapat dilakukan pada anak cerebral palsy menurut (Deddy Kustawan: 2010) dapat dilakukan melalui : tes tertulis, observasi, tes kinerja, penugasan, tes lisan, dan penilaian portofolio. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa evaluasi pembelajaran adalah suatu proses dalam memberikan nilai atau penentuan nilai berdasarkan dengan pertimbangan ataupun kriteria tertentu yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode evaluasi, diantaranya tes tertulis, observasi, tes kinerja dan lain sebagainya. Menurut Slamet Riadi, dkk (1984: 137) fungsi evaluasi adalah:

1) Petunjuk untuk bimbingan perkembangan murid seorang demi seorang, 2) Untuk mengetahui letak kelemahan dan kekuatan segi belajar murid pada umumnya, 3) Petunjuk untuk keperluan seleksi, pengelompokkan atau untuk penentuan keberhasilan seorang muruid, 4) Sebagai dasar untuk memperbaiki program pengajaran pada kurikulum sekolah.

Berdasarkan fungsi evaluasi yang telah diungkapkan, maka pelaksanaan evaluasi tidak semata-mata untuk menilai hasil belajar siswa, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk angka. Akan tetapi evaluasi dapat berfungsi sebagai indikator pencapaian siswa terkait dengan pemahaman materi, yang kemudian dapat digunakan sebagai rujukan dalam memberikan pembelajaran kepada siswa. Pelaksanaan evaluasi juga sebagai proses refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

(40)

aktifitas yang dilakukan subjek untuk dapat menyelesaikannya dengan baik dan benar. Evaluasi tes kinerja atau perbuatan ini berupa tes kemampuan berpakaian baik sebelum diberikan tindakan maupun setelah diberikan tindakan.

Menurut Sumiati dan Asra (2009: 204) terdapat tiga alat pada tes kinerja atau perbuatan untuk mengevaluasi yaitu “(1) daftar tugas yang harus diselesaikan; (2) bahan serta alat yang diperlukan; (3) lembaran pengamatan untuk mengamati siswa menyelesaikan tugas.” Sedangkan masih menurut Sumiati dan Asra (2009: 58) dikatakan bahwa “dicapainya keterampilan yang diperoleh seseorang ditandai oleh adanya kemampuan menampilkan bentuk-bentuk gerakan tertentu dalam melakukan suatu kegiatan.” Oleh karenanya, penilaian yang dilakukan dalam tes kemampuan berpakaian dalam penelitian ini didasarkan pada kemampuan anak melakukan kegiatan berpakaian. Kemampuan anak dalam melakukan langkah-langkah berpakaian sesuai urutan latihan yang ada di dalam metode latihan (drill) dibuat kedalam indikator-indikator dimana dalam setiap indikator tersebut diberikan skoring. Semakin tinggi capaian subjek di dalam indikator ketercapaian melakukan aktivitas maka semakin tinggi skor yang diberikan. Teknik penilaian akhir yang diberlakukan yaitu jumlah skor yang diperoleh subjek dibagi dengan jumlah total skor kemudian dikalikan 100.

(41)

lebih besar dari hasil pra tindakan serta hasil pasca tindakan lebih dari atau sama dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan yaitu 60% dari keseluruhan materi yang diberikan. Apabila kemampuan berpakaian anak meningkat, dengan mampu melakukan kegiatan berpakaian sesuai urutan yang ada dalam metode latihan (drill) secara mandiri dan memenuhi kriteria ketuntasan minimal sebesar 60%, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode latihan (drill) pada pembelajaran pengembangan diri dapat meningkatkan kemampuan berpakaian anak cerebral palsy kelas V di SLB Negeri 1 Bantul Yogyakarta.

C. Kajian Tentang Metode Latihan (Drill) 1. Pengertian Metode Latihan

Menurut Wina Sanjaya (2007:150) mengemukakan bahwa “metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana pembelajaaran yang sudah disusun agar tujuan dapat tercapai secara optimal”. Salah satu metode yang digunakan dalam proses pembelajaran ialah metode latihan atau (drill). Sugihartono, (2007:82) mengemukakan bahwa “metode latihan atau drill merupakan metode penyampaian materi melalui upaya penanaman terhadap kebiasaan-kebiasaan tertentu”. Melalui penanaman terhadap kebiasaan-kebiasaan-kebiasaan-kebiasaan tertentu ini diharapkan siswa dapat menyerap materi secara optimal.

(42)

mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tingkat dari apa yang telah dipelajari”. Metode drill sebagai metode mengajar merupakan cara mengajar dengan memberikan latihan secara berulang –ulang terhadap apa yang telah diajarkan guru sehingga diperoleh pengetahuan dan keterampilan tertentu. Hal tersebut sejalan dengan teori belajar behaviorisme yaitu pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan (Heri Rahyubi, 2012: 16). Selain itu, sejalan pula dengan hukum latihan (law of exercise) yang dikemukakan oleh Thorndike (dalam Evarini Siregar dan Hartini Nara, 2011: 29) “jika respon terhadap stimulus diulang-ulang, maka akan memperkuat hubungan antara respon dengan stimulus, sebaliknya jika respon tidak digunakan, hubungan dengan stimulus semakin lemah”. Metode drill cocok untuk mengajarkan keterampilan motorik maupun keterampilan mental. Sebagai sebuah metode, drill adalah cara memberlajarkan siswa untuk mengembangkan kemahiran dan keterampilan serta dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan (Abdul Majid, 2013:214).

(43)

mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang telah dipelajari siswa sehingga memperoleh suatu keterampilan tertentu. Metode ini menekankan upaya pembentukan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada proses pengulangan kegiatan atau perbuatan tertentu. Dengan begitu anak cerebral palsy dilatih untuk melakukan pengembangan diri berpakaian secara berulang-ulang sehingga anak terampil dan mandiri dalam menggunakan pakaian dan tidak bergantung pada orang lain. 2. Kelebihan dan Kelemahan Metode Latihan (Drill)

Metode latihan memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan ketika di terapkan dan digunakan dalam proses pembelajaran. Haryanto, dkk (2003:42) terdapat kelebihan dan kekurangan metode latihan, sebagai berikut:

a. Kelebihan Metode Latihan

1) Anak mendapatkan kecakapan motorik, seperti menulis, melafalkan huruf, membuat dan menggunakan alat-alat.

2) Anak mendapatkan kecakapan mental seperti perkalian, penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan tanda-tanda atau simbol.

3) Membentuk kebiasaan sehingga dapat menambah kecepatan dan ketepatan pelaksanaan.

(44)

5) Menumbuhkan rasa percaya diri anak karena berhasil memperoleh keterampilan khusus yang berguna untuk kehidupan sehari-hari. 6) Guru dapat memperhatikan tindakan dan perbuatan peserta didik

saat pembelajaran berlangsung. b. Kelemahan Metode Latihan

1) Menghambat inisiatif karena anak lebih diarahkan pada satu kebiasaan tertentu.

2) Latihan yang dilakukan secara berulang-ulang menyebabkan anak mudah bosan.

3) Membentuk kebiasaan yang kaku karena anak lebih banyak ditujukan untuk memberikan respon secara otomatis.

(45)

3. Tujuan Metode Latihan (Drill)

Menurut Roestiyah N.K. (2001:125) tujuan metode drill sebagai berikut: a. Memiliki keterampilan motoris/gerak; seperti menghafal kata-kata,

menulis, menggunakan alat/membuat suatu benda; melaksanakan gerak dalam berolahraga

b. Mengembangkan kecakapan intelek, seperti mengalikan, membagi, menjumlahkan, mengurangi, menarik akar dalam hitung mencongkak, mengenal benda/bentuk dalam pelajaran matematika, ilmu pasti, ilmu kimia, tanda baca dan sebagainya.

c. Memiliki kemampuan menghubungkan antara sesuatu keadaan dengan hal lain, seperti hubungan sebab akibat banyak hujan-banjir; antara tanda huruf dengan bunyi –ng –ny dan sebagainya; penggunaan lamban/simbol di dalam peta dan lain-lain.

(46)

pembelajaran berpakaian yang telah dipelajari. Anak cerebral palsy menjadi lebih terampil dalam berpakaian.

4. Pelaksanaan Metode Latihan (Drill) pada Pembelajaran Pengembangan Diri Berpakaian.

Kesuksesan pelaksanaan teknik metode latihan (drill) perlu memperhatikan langkah-langkah yang disusun. Dengan demikian latihan diharapkan akan betul-betul bermanfaat bagi anak untuk menguasai kecakapan tertentu. Roestiyah N.K. (2001:127) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan metode latihan yaitu:

a). Tujuan harus dijelaskan kepada siswa sehingga selesai latihan mereka diharapkan dapat mengerjakan dengan tepat sesuai apa yang diharapkan. b). Tentukan dengan jelas kebiasaan yang dilatihkan sehingga siswa mengetahui apa yang harus dikerjakan. c). Lama latihan harus disesuaikan dengan kemampuan siswa. d). Selingilah latihan agar tidak membosankan. d). Perhatikan kesalahan-kesalahan umum yang dilakukan siswa untuk perbaikan secara classical.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, agar pelaksanaan latihan atau drill dapat berjalan dengan lancar, maka perlu memperhatikan hal-hal berikut:

a. Perlu adanya penjelasan apa yang menjadi tujuan, sehingga setelah selesai latihan siswa dapat mengerjakan sesuatu sesuai yang diharapkan guru.

(47)

Penerapan metode latihan (drill) pada pembelajaran pengembangan diri berpakaian ialah sebagai berikut:

a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa yaitu tentang pembelajaran pengembangan diri berpakaian.

b. Guru memberikan penjelasan ataupun petunjuk pada anak mengenai bagian-bagian pakaian seperti menjelaskan bagian dalam dan bagian luar pakaian, bagian lengan kiri dan kanan, serta bagian kancing maupun lubang kancing pakaian.

c. Guru memberikan penjelasan kepada siswa mengenai langkah-langkah yang harus dikerjakan siswa pada saat pembelajaran pengembangan diri berpakaian yaitu:

1) Mencari lubang lengan bagian kiri dan kanan pakaian kemudian memasukan tangan kanan dan kiri ke lubang lengan pakaian. 2) Menarik pakaian ke atas sampai ke bahu, kemudian membetulkan

krah pakaian sebagaimana mestinya.

3) Merapikan pakaian dengan mempertemukan kelim bawah pakaian bagian kanan dan kiri sehingga menjadi sejajar.

4) Memegang kancing pakaian dengan tangan kanan untuk sisi kanan dan tangan kiri untuk sisi kiri.

5) Mencari lubang kancing pakaian yang sejajar dengan biji kancing. 6) Memasukan biji kancing ke lubang kancing pakaian.

(48)

d. Setelah mendengarkan penjelasan guru dan melihat contoh tahapan-tahapan memakai pakaian, secara berulang-ulang siswa diinstruksikan untuk berlatih memakai pakaian sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah dijelaskan.

e. Guru memberikan kegiatan selingan, supaya siswa tidak merasa bosan ketika pembelajaran pengembangan diri berpakaian berlangsung. f. Jika ada kesalahan yang dilakukan siswa ketika pembelajaran

pengembangan diri berpakaian berlangsung, guru segera melakukan perbaikan.

D. Kerangka Pikir

Anak cerebral palsy mengalami gangguan pada aspek motorik yang menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari yang berdampak pada terhambatnya kemandirian anak. Salah satu kegiatan sehari-hari yang sulit dilakukan oleh anak cerebral palsy yaitu pengembangan diri, tidak terkecuali pengembangan diri berpakaian. Berpakaian merupakan suatu keterampilan yang perlu diajarkan tidak terkecuali kepada anak cerebral palsy. Oleh karena itu, peneliti memilih metode latihan (drill) untuk dapat melatih anak cerebral palsy agar dapat melakukan pengembangan diri berpakaian dengan mandiri tanpa bantuan orang lain.

(49)

pengembangan diri berpakaian pada anak cerebral palsy, semua latihan yang diberikan ditunjukan untuk memberikan pengajaran dalam prasyarat dasar bagi kehidupan anak sehari-hari. Dalam melakukan apapun, manusia dituntut oleh suatu cara atau aturan tertentu, juga dalam hal berpakaian. Peneliti memilih metode latihan karena metode latihan merupakan metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang sampai anak paham dan terbiasa dengan apa yang dipelalajarinya sehingga anak dapat melakukannya dengan mandiri.

(50)
[image:50.612.260.416.74.428.2]

Gambar 1. Alur Pikir Penelitian E. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang telah diuraikan, maka dapat diajukan penarikan hipotesis penelitian yaitu metode latihan (drill) dapat meningkatkan kemampuan pengembangan diri berpakaian pada anak cerebral palsy kelas V di SLB Negeri 1 Bantul Yogyakarta.

Anak Cerebral Palsy

Kemampuan Pengembangan Diri Berpakaian Rendah

Anak Dilatih untuk Melakukan Pengembangan

Diri Berpakaian secara berulang-ulang

Melalui Metode Latihan (Drill) Keterampilan

Pengembangan Diri Berpakaian Anak Cerebral

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian tindakan kelas (classroom action research). Suharsimi Arikunto (2007:3) mengemukakan bahwa “penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama-sama”. Zaenal Aqib, dkk. (2009:3) mengemukakan bahwa “pendekatan tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat. Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditegaskan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu penelitian yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

(52)

pengembangan diri berpakaian pada anak cerebral palsy. Peneliti mencoba untuk mengadakan pembelajaran pengembangan diri berpakaian dengan baik dan benar untuk anak cerebral palsy melalui metode latihan (drill) di SLB Negeri 1 Bantul, agar anak cerebral palsy tersebut dapat melakukan pengembangan diri berpakaian dengan baik, secara mandiri sehingga tidak bergantung pada orang lain.

B. Desain Penelitian

[image:52.612.234.440.348.495.2]

Desain yang digunakan peneliti dalam penelitian ini mengacu pada prosedur penelitian dari Kemmis dan McTaggart yaitu rencana, tindakan, pengamatan dan refleksi. Proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Model Penelitian Spiral Kemmis dan McTaggart (Sumber: Suharsimi Arikunto, 2010:132)

(53)

Sikus I :

1. Perencanaan I 2. Tindakan I 3. Pengamatan I 4. Refleksi I

Siklus II:

1. Revisi perencanaan II 2. Tindakan II

3. Pengamatan II 4. Refleksi II

Berdasarkan desain penelitian di atas, maka ke empat tahapan diatas dapat diuraikan peneliti sebagai berikut:

1. Perencanaan

Tahap perencanaan penelitian diawali dengan observasi dan diskusi dengan guru kelas. Observasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan anak cerebral palsy yang akan dijadikan subjek dalam penelitian. Hal tersebut berguna untuk menyusun langkah-langkah kegiatan dalam pembelajaran pengembangan diri berpakaian dengan menggunakan metode latihan (drill). Tujuan dari diskusi yang dilakukan oleh peneliti dengan guru kelas adalah untuk menemukan kesepakatan dalam menyusun rencana kegiatan pembelajaran pengembangan diri berpakaian dengan menggunakan metode latihan (drill). Adapun hasil diskusi antara peneliti dengan guru kelas dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Melakukan diskusi mengenai metode latihan (drill) sebagai metode pembelajaran pengembangan diri berpakaian.

(54)

untuk mengetahui kemampuan pengembangan diri berpakaian anak cerebral palsy.

c. Menyusun instrumen tes kemampuan berpakaian untuk mengetahui kemampuan subjek sebelum dan sesudah diberikan tindakan.

d. Mengukur kemampuan siswa dengan melakukan pre test tentang kemampun pengembangan diri berpakaian anak sebelum diberikan tindakan.

e. Menyusun RPP dengan materi pembelajaran pengembangan diri berpakaian.

f. Membuat lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran pengembangan diri berpakaian.

g. Menetapkan kriteria keberhasilan tindakan yaitu kemampuan pengembangan diri berpakaian anak cerebral palsy mencapai KKM (kriteria ketuntasan minimal) sebesar 60%.

h. Waktu yang ditentukan adalah semester II tahun ajaran 2014/2015 selama satu bulan setengah.

2. Tindakan

(55)

diri berpakaian. Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran pengembangan diri berpakaian dengan penggunaan metode latihan sebagai berikut:

a. Pertemuan 1 1) Kegiatan Awal

Siswa kelas V dikondisikan untuk mengikuti pembelajaran. Sebelum pembelajaran dimulai guru dan siswa membaca do’a terlebih dahulu. Selanjutnya dilanjutkan dengan menyiapkan alat/bahan pembelajaran, kemudian guru melakukan apersepsi seputar materi yang akan diberikan. Guru memberikan penjelasan mengenai pentingnya berpakaian dalam kehidupan sehari-hari. 2) Kegiatan Inti

a) Guru terlebih dahulu memberikan penjelasan atau petunjuk pada anak tentang beberapa ciri atau bagian-bagian pakaian yang berkancing yaitu menjelaskan bagian depan dan belakang pakaian, bagian lengan kiri dan kanan, kerah, serta bagian kancing dan lubang kancing.

b) Siswa memperhatikan saat guru menjelaskan tentang ciri atau bagian-bagian pakaian berkancing.

c) Anak diinstruksikan untuk menyebutkan dan menujukan bagian-bagian pakaian sampai semua hafal.

(56)

e) Selanjutnya anak diinstruksikan untuk menyebutkan dan menunjukan bagian lengan kiri dan lengan kanan pakaian, f) Anak diinstruksikan untuk menyebutkan dan menunjukan

bagian kancing dan lubang kancing pakaian.

g) Apabila anak mengalami kesulitan guru memberikan bantuan atau petunjuk seperlunya.

h) Anak melakukan kegiatan ini secara berulang-ulang sampai anak hafal menyebutkan dan menunjukan bagian-bagian pakaian. Guru selalu mendampingi pada saat latihan berlangsung.

3) Kegiatan Penutup

a) Guru menyimpulkan materi yang telah diajarkan dengan meminta siswa menyebutkan kembali bagian-bagian pakaian. b) Guru memberikan tugas dengan meminta anak untuk belajar di

rumah tentang belajar mengenakan baju, untuk persiapan pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

c) Kegiatan pembelajaran ditutup dengan membaca doa dan mengucapkan salam.

(57)

Kegiatan awal dilakukan dengan mengkondisikan siswa untuk masuk ke dalam kelas, duduk dengan rapi dan siap untuk mengikuti pembelajaran. Sebelum pembelajaran dimulai guru dan siswa membaca doa terlebih dahulu. Selanjutnya guru meminta anak untuk mengulas kembali materi yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya.

2) Kegiatan Inti

Proses belajar mengajar dalam pengembangan diri berpakaian masih sama seperti tindakan yang diberikan pada pertemuan pertama hanya materinya saja berbeda. Materi pada pertemuan kedua ini berupa latihan memakai pakaian yaitu mencari lubang lengan bagian kanan pakaian, memasukan tangan kanan ke lubang lengan bagian kanan pakaian, mencari lubang lengan bagian kiri pakaian, memasukan tangan kiri ke lubang lengan bagian kiri pakaian dan menarik pakaian ke atas sampai ke bahu kemudian membetulkan krah pakaian. Proses pembelajaran pada pertemuan ke II adalah sebagai berikut:

a) Guru mencontohkan terlebih dahulu pada anak bagaimana langkah-langkah memakai pakaian sesuai urutan latihan.

(58)

mencari lubang lengan bagian kiri pakaian, memasukan tangan kiri ke lubang lengan bagian kiri pakaian selanjutnya menarik pakaian ke atas sampai ke bahu, kemudian membetulkan krah pakaian sebagaimana mestinya.

c) Kegiatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang sampai anak dapat melakukan tahapan atau langkah-langkah berpakaian secara mandiri sesuai dengan urutan latihan.

3) Kegiatan Penutup

a) Guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

b) Guru memberikan tugas kepada anak untuk belajar mengenakan pakaian sendiri di rumah tanpa bantuan orang lain.

c) Pembelajaran pengembangan diri berpakaian diakhiri dengan membaca do’a bersama-sama dan mengucapkan salam.

c. Pertemuan 3 1) Kegiatan Awal

a) Siswa dikondisikan untuk masuk ke dalam kelas dan siap untuk mengikuti pembelajaran.

b) Sebelum pembelajaran dimulai, guru bersama siswa membaca do’a terlebih dahulu.

(59)

seputar materi yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya.

d) Guru menjelaskan materi yang akan diberikan yaitu tata cara atau tahap-tahap mengancingkan pakaian.

2) Kegiatan Inti

a) Guru meminta anak untuk mempraktekan kembali tahapan-tahapan memakai pakaian sesuai dengan urutan latihan yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya.

b) Kemudian guru mencontohkan tahapan-tahapan mengancingkan pakaian yaitu dengan merapikan pakaian dengan mempertemukan kelim bagian bawah pakaian bagian kanan dan kiri sehingga menjadi sejajar, memegang kancing pakaian dengan tangan kanan dan memegang lubang kancing dengan tangan kiri, selanjutnya mencari lubang kancing pakaian yang sejajar dengan biji kancing, memasukan biji kancing ke lubang kancing dan mengambil biji kancing pakaian dengan tangan kiri. c) Siswa diminta untuk mempraktekan tahapan-tahapan

mengancingkan pakaian sesuai urutan latihan yang telah dicontohkan oleh guru.

(60)

e) Apabila siswa mengalami kesulitan, guru memberikan bantuan atau petunjuk seperlunya.

3) Kegiatan Penutup

a) Guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.

b) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk belajar mengenakan pakaian sendiri di rumah.

c) Pembelajaran pengembangan diri berpakaian ditutup dengan berdo’a bersama-sama dan mengucapkan salam.

d. Pertemuan 4 1) Kegiatan Awal

Siswa dikondisikan untuk masuk ke dalam kelas, duduk dengan rapi dan siap untuk melakukan pembelajaran. Sebelum pembelajaran pengembangan diri dimulai guru dan siswa membaca do’a terlebih dahulu. Selanjutnya menyiapkan alat/ bahan pembelajaran yaitu pakaian berkancing yang akan digunakan dalam latihan. Guru melakukan tanya jawab seputar kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh siswa serta mengulas kembali materi yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya.

(61)

Pelaksanaan pembelajaran pengembangan diri berpakaian pada pertemuan ke IV ini kegiatannya masih sama seperti pelaksanaan tindakan sebelumnya dengan materi keseluruhan mengenai langkah-langkah mengenakan pakaian sesuai tahap-tahap yang telah ditentukan.

a) Sebelum praktik memakai pakaian dan mengancingkan pakaian, guru menjelasakan terlebih dahulu bagian-bagian pakaian dan melakukan tanya jawab terhadap siswa.

b) Guru mencontohkan kembali tata cara memakai pakaian dan mengancingkan pakaian dengan mendemonstrasikannya di depan kelas.

c) Siswa diminta untuk mempraktekan memakai pakaian dan mengancingkan pakaian sesuai dengan urutan latihan yang telah diajarkan oleh guru.

d) Guru melakukan tanya jawab kembali kepada siswa mengenai bagian-bagian pakaian, kemudian meminta siswa untuk melakukan kegiatan memakai pakaian dan mengancingkan pakaian secara berulang-ulang sampai anak dapat mengenakan pakaian, mengenal bagian-bagiannya serta mengingat tahapan-tahapannya.

e) Guru memberikan pujian kepada anak jika anak berhasil melakukan kegiatan latihan berpakaian dengan benar.

(62)

a) Guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan kembali materi yang telah diajarkan.

b) Guru memberikan tugas kepada anak yaitu meminta anak untuk latihan berpakaian di rumah tanpa bantuan dari orang lain. c) Sebelum mengakhiri pembelajaran guru mengajak anak untuk

bernyanyi lagu anak-anak supaya anak merasa gembira.

d) Pembelajaran diakhiri dengan membaca do’a bersama-sama dan mengucapkan salam.

e. Pertemuan 5

Pertemuan ke lima, siswa mempraktekan latihan berpakaian tahap pertama sampai tahap terakhir yang ada dalam metode latihan pembelajaran pengembangan diri berpakaian. Pada pertemuan kelima sebelum proses pembelajaran berakhir dilakukan post-test terlebih dahulu. Post-test ini untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpakaian anak setelah diberikan tindakan pada siklus ke I.

3. Pengamatan

(63)

keaktifan anak saat proses pembelajaran berlangsung, kemampuan anak dalam melakukan tahap-tahap berpakaian, serta perhatian anak saat penjelasan langkah-langkah atau tata cara berpakaian

Peneliti melakukan pengamatan secara cermat tentang penggunaan metode latihan (drill) pada pembelajaran pengembangan diri agar dapat membantu anak dalam berpakaian melalui latihan yang dilakukan secara berulang-ulang pada anak dimana peneliti ikut terlibat langsung dalam kegiatan subjek untuk mencari informasi yang mendalam.

4. Refleksi

Refleksi merupakan kegiatan mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan atau terjadi, dengan cara menganalisis, memaknai, dan sebagai dasar untuk menentukan langkah berikutnya. Refleksi dilakukan oleh peneliti bersama guru sebagai pelaksana atau penyaji pelajaran. Melalui proses refleksi mendalam dapat menghasilkan dan ditarik kesimpulan yang tepat dan sesuai. Berdasarkan hasil evaluasi siklus I maka harus diidentifikasi kembali apakah terjadi peningkatan ataupun tidak ada peningkatan sama sekali. Jika belum ada peningkatan maka membuat rencana baru untuk dilakukan tindak lanjut pada siklus ke II. 5. Perencanaan Tindak Lanjut

(64)

kekurangan-kekurangan dalam praktek pembelajaran. Hubungan anggota dalam tim kolaborasi bersifat kemitraan, sehingga kedudukan peneliti dengan guru adalah sama untuk memikirkan persoalan yang akan diteliti dalam penelitian. Dengan demikian peneliti dituntut harus bisa terlibat langsung dalam penelitian tindakan kelas ini.

C. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SLB Negeri 1 Bantul yang berlokasi di jalan Wates, KM. 3 Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. Di sekolah tersebut terdapat 5 jurusan yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan autis. Sekolah tersebut memiliki jenjang pendidikan dari tingkat TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB.

Keadaan lingkungan fisik SLB Negeri 1 Bantul sangat baik, hal ini terlihat dari gedung sekolah, tata ruang, dan pemeliharaan ruangan yang baik. Ketersediaan sarana dan prasarana sudah cukup memadai dan lengkap. Dalam penelitian ini akan mengambil subjek yaitu siswa cerebral palsy kelas V yang berjumlah 3 orang anak. Karakteristik subjek yang diambil sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam pengembangan diri berpakaian.

(65)
[image:65.612.147.502.204.535.2]

Waktu yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian ini dari bulan Januari sampai dengan Februari 2015. Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 tahun ajaran 2014/2015. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

Tabel 1. Waktu dan kegiatan penelitian Waktu

Penelitian Kegiatan Penelitian

Minggu 1 1. Persiapan dan melakukan observasi kemampuan anak sebelum diberikan tindakan.

2. Melakukan pre-test untuk mengetahui kemampuan berpakaian anak cerebral palsy.

Minggu 2 Melaksanakan tindakan siklus I pertemuan 1, 2, dan 3 dengan sekali pertemuan 2 jam pelajaran dan satu jam pelajaran 2x35 menit.

Minggu 3 1. Melaksanakan tindakan siklus I pertemuan 4 dan 5. 2. Melakukan post-test siklus I

3. Mengadakan refleksi setelah pelaksanaan siklus I untuk mengetahui hasil peningkatan dan membuat perencanaan untuk tindakan siklus II

Minggu 4 Melaksanan tindakan siklus II pertemuan 1, 2, dan 3 dengan sekali pertemuan 2 jam pelajaran dan satu jam pelajaran 2x35 menit.

Minggu 5 1. Melaksanakan tindakan siklus 4 dan 5. 2. Melakukan post-test siklus II

3. Mengadakan refleksi setelah pelaksanaan tindakan siklus II untuk mengetahui hasil peningkatan kemampuan

berpakaian anak cerebral palsy

D. Subjek Penelitian

(66)

adalah siswa SLB Negeri 1 Bantul yang berjumlah 2 orang anak dengan kriteria:

1. Anak cerebral palsy yang duduk di kelas V.

2. Anak mengalami gangguan motorik dan spastic atau kekakuan pada tangan hal ini diketahui dari hasil rekam medis, sehingga menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam pengembangan diri berpakaian.

3. Pengetahuan anak tentang bagian-bagian pakaian dan tata cara berpakaian yang baik dan benar masih kurang dilihat dari hasil tes kemampuan awal sebelum diberikan tindakan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2010:308) mengatakan bahwa “teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data”. Penelitian ini menggunakan beragam jenis teknik pengumpulan data, dimana masing-masing dari teknik yang digunakan memberikan cara memperolah data yang berlainan. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

(67)

indera”. Menurut Ngalim Purwanto (2006:149) “observasi dapat dilakukan dengan teknik dan alat alat khusus seperti blangko, check list, atau daftar isian yang telah dipersiapkan sebelumya”. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan. Sugiyono (2007: 310) menjelaskan bahwa dalam observasi berpartisipasi, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti terlibat langsung di tengah-tengah kegiatan subjek saat pembelajaran pengembangan diri berpakaian berlangsung. Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yaitu mencatat aktivitas subjek dengan lembar pengamatan yang telah ditetapkan yaitu ketertarikan subjek terhadap penggunaan metode latihan (drill) pada pembelajaran pengembangan diri berpakaian, keaktifan anak saat proses pembelajaran berlangsung, kemampuan anak dalam melakukan langkah-langkah berpakaian, serta perhatian anak saat penjelasan langkah-langkah atau tata cara berpakaian.

2. Tes Kemampuan Berpakaian

(68)

dan post-test) Husein Umar (2005: 52). Pada penelitian tindakan kelas ini, sebelum diberikan tindakan berupa penggunaan metode latihan (drill) siswa terlebih dahulu diberikan tes. Tes yang diberikan sebelum tindakan dikenal dengan pre-test. Tes yang digunakan dalam penelitian ini ialah tes lisan dan tes perbuatan atau tes performance dengan melihat anak secara langsung ketika memakai pakaian. Melalui tes ini, peneliti memperoleh informasi mengenai kemampuan awal subjek dalam melakukan kegiatan berpakaian. Setelah mengetahui kemampuan awal subjek, peneliti melakukan penyusunan rencana tindakan yang akan diberikan pada semua subjek. Selanjutnya, peneliti melakukan tindakan berupa penggunaan metode latihan (drill) pada pembelajaran pengembangan diri untuk meningkatkan kemampuan berpakaian. Setelah pemberian tindakan selesai, selanjutnya dilakukan post-test atau tes pasca tindakan siklus pertama. Post-test ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan berpakaian anak setelah diberikan tindakan berupa penggunaan metode latihan (drill) pada pembelajaran pengembangan diri berpakaian.

3. Dokumentasi

(69)

Menurut Sugiyono (2009: 329) “pengumpulan data dengan teknik dokumentasi merupakan pencatatan peristiwa yang sudah lalu, yang biasanya berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang”. Pengumpulan data dengan metode dokumentasi diusahakan agar peneliti bekerja berdasarkan fakta yang ada atau objektif. Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data-data melalui catatan tertulis berupa arsip yang berhubungan dengan data diri siswa, rencana pelaksanaan pembelajaran, serta foto-foto selama proses pembelajaran pengembangan diri berpakaian berlangsung.

F. Instrumen Penelitian

(70)

1. Panduan Observasi

Peneliti menggunakan panduan observasi sebagai instrumen pendukung. Panduan observasi merupakan sebuah pedoman yang sudah terperinci sedemikian rupa sesuai dengan tindakan yang sudah dirancang dalam bentuk lembar observasi, sehingga pengamat mengamati aktivitas yang dilakukan siswa dengan memberi tanda yang telah disepakati. Lembar observasi ini dibuat oleh peneliti untuk mempermudah dalam mengamati aktivitas siswa dalam proses pembelajaran pengembangan diri berpakaian dengan menggunakan metode latihan.

(71)
[image:71.612.138.502.108.666.2]

Tabel 2. Kisi-kisi instrumen observasi siswa pada pembelajaran pengembangan diri berpakaian.

No Sub Variabel Indikator Pengamatan Butir No Jumlah Butir

1.

2.

3.

4.

Ketertarikan subjek terhadap penggunaan metode latihan (drill) pada pembelajaran pengembangan diri berpakaian.

Kemampuan subjek dalam melakukan langkah-langkah berpakaian yang ada dalam metode latihan (drill)

Keaktifan subjek dalam proses pembelajaran pengembangan diri berpakaia

Perhatian subjek saat penjelasan langkah-langkah berpakaian yang ada dalam metode latihan (drill).

1) Anak tertarik untuk mengikuti pembelajaran menggunakan metode latihan (drill) dalam pembelajaran pengembangan diri berpakaian.

2) Anak mengajukan pertanyaan terkait pembelajaran pengembangan diri berpakaian dengan menggunakan metode latihan (drill).

3) Anak tidak tertarik mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode latihan (drill).

1) Anak mengalami kesulitan dalam mempraktekan langkah-langkah berpakaian sesuai tahapan-tahapan yang ada dalam metode latihan (drill)

2) Anak membutuhkan bantuan dalam mempraktekan langkah-langkah

Gambar

Gambar 1. Alur Pikir Penelitian
Gambar 2.  Model Penelitian Spiral Kemmis dan McTaggart
Tabel 1. Waktu dan kegiatan penelitian
Tabel 2. Kisi-kisi instrumen observasi siswa pada pembelajaran pengembangan diri berpakaian
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

 Median line left of center and long right.

[r]

Copyright © 2008 Pearson Education, Inc., publishing as Pearson Benjamin Cummings... The Endoplasmic Reticulum:

Kota dilaksanakan dengan menghadirkan Bupati/Walikota, Ketua Tim Penggerak PKK tingkat Kabupaten/Kota, tokoh masyarakat, pimpinan ormas Islam tingkat Kabupaten/Kota, peserta

[r]

Informasi yang dibutuhkan pada data tersebut adalah tentang perjalanan waktu dan bagaimana perjalanan waktu dapat mempengaruhi sisi kehidupan tokoh, kehidupan

Sehubungan dengan telah selesainya koreksi aritmatik yang dilakukan oleh Pokja V Unit Layanan.. Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Musi Banyuasin