ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN NAFKAH
OLEH ISTRI KEPADA KELUARGA (STUDI KASUS DI
KELURAHAN SEMOLOWARU KECAMATAN
SUKOLILO KOTA SURABAYA)
SKRIPSI
OLEH
Deni Setiawan
NIM.C71212133
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga
SURABAYA
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN NAFKAH
ISTERI KEPADA KELUARGA (STUDI KASUS DI
KELURAHAN SEMOLOWARU KECAMATAN
SUKOLILO KOTA SURABAYA)
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syari’ah
Oleh : Deni Setiawan NIM. C71212133
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari'ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga SURABAYA
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Nafkah Oleh
Istri Kepada Keluarga (Studi Kasus Di Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya)”. ini merupakan hasil penelitian lapangan untuk menjawab pertanyaan: 1. Bagaimana istri memberikan nafkah (lebih dominan dari suami) terhadap keluarga di Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya ? 2. Bagaimana analisis yuridis terhadap pemberian nafkah oleh istri kepada keluarga di Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya ?
Data penelitian dihimpun dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui pengumpulan data dengan teknik wawancara dan observasi. Selanjutnya data yang telah dihimpun diatur dan disesuaikan dengan akar permasalahnnya kemudian dianalisis menggunakan teori pola pemikiran deduktif. Adapun metodenya adalah deskriptif analisis verifikatif yaitu teknik analisa dengan cara mengambarkan data tentang pemberian nafkah oleh istri terhadap keluarga dan diverifikasi dengan mengunakan teori hukum islam yakni Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan UU Perkawinan Tahun 1974.
Dalam hasil penelitian, bahwa seorang suami tidak bisa memberikan nafkah kepada keluarga dikarenakan adanya faktor-faktor, diantaranya : tingkat pendidikan antara istri dengan suami. kurangnya peran suami dalam hal nafkah, pengaruh perasaan seorang istri sebagai pemberi nafkah terhadap keharmonisan dalam rumah tangga. Seorang istri yang lebih dominan dalam hal nafkah dari pada suami membuat keharmonisan keluarganya berkurang. Istri yang merasa beban tanggung jawabnya bertambah membuat istri tersebut memiliki perasaan kesal dan jengkel kepada suami. Akan tetapi suami juga tidak semerta-merta meniggalkan tanggung jawabnya sebagai pemberi nafkah keluarga. Suami tetap membantu kebutuhan keluarga meskipun dengan adanya faktor yang membuat suami tidak bisa memenuhi nafkah keluarga sepenuhnya. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 80 Ayat 6, Pasal 77 Ayat 2 dan Undang- undang Perkawinan Tahun 1974 Pasal 31 Ayat 1, Pasal 33 Ayat 1. Memperbolehkan seorang istri membantu menafkahi keluarga. Akan tetapi kewajiban utama dalam menafkahi keluarga adalah suami. Dan istri hanya berkewajiban membantu suami. Namun akan tetapi penghasilan istri lebih besar dari suami, hal itu akan menyebabkan timbulnya konflik dalam keluarga. Diantaranya istri tidak patuh dan taat kepada suami.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ...i
PERNYATAAN KEASLIAN ...ii
PENGESAHAN ...iii
MOTTO ...iv
PERSEMBAHAN ...v
KATA PENGANTAR ...vii
ABSTRAK ...x
DAFTAR ISI ...xi
DAFTAR TRANSLITERASI ...xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ...11
C. Rumusan Masalah ...12
D. Kajian Pustaka...12
E. Tujuan Penelitian ...16
F. Kegunaan Hasil Penelitian ...16
G. Definisi Operasional ...17
H. Metode Penelitian ...18
I. Sistematika Pembahasan ...22
BAB II PEMBERIAN NAFKAH DALAM KELUARGA MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Hak dan Kewajiban Suami Istri ...24
2. hak dan kewajiban suami ...27
3. hak dan kewajiban istri ...30
B. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam (KHI) ...32
C. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Undang- undang Perkawinan Tahun 1974 ...37
D. Pemberian Nafkah dalam Keluarga ...40
1. Pemberian nafkah menurut hukum islam ...40
2. Pemberian nafkah menurut hukum positif ...42
3. Pengertian nafkah ...43
4. Peran istri kaitanya dengan nafkah ...45
5. Peran suami kaitanya dengan nafkah……….46
BAB III PENELITIAN MENGENAI ISTRI MEMBERIKAN NAFKAH (LEBIH DOMINAN DARI SUAMI) TERHADAP KELUARGA DI KELURAHAN SEMOLOWARU KECAMATAN SUKOLILO KOTA SURABAYA A. Gambaran Umum Kelurahan Semolowaru ...49
B. Deskripsi tentang Istri Memberikan Nafkah (Lebih Dominan dari Suami) terhadap Keluarga ...52
C. Dampak Pemberian Nafkah oleh Keluarga terhadap Keluarga ...55
BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN NAFKAH OLEH ISTERI KEPADA KELUARGA MENURUT (KHI) DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN TAHUN 1974 A. Analisis Faktor Penyebab Istri Memberikan Nafkah (Lebih Dominan dari Suami) terhadap Keluarga di Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya ...59
2. Kurangnya peran suami dalam hal nafkah ...65
3. Pengaruh perasaan seorang istri sebagai pemberi nafkah terhadap keharmonisan dalam rumah tangga ...68
B. Analisis Yuridis terhadap Pemberian Nafkah oleh Istri kepada Keluarga di Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya menurut Perpektif (KHI) dan Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 ...73
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...79
B. Saran ...80
DAFTAR PUSTAKA ...81
BIODATA PENULIS ...82
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang
laki-laki dan perempuan yang bukan mahram serta menimbulkan hak dan
kewajiban antara keduanya. Dengan kata lain, perkawinan menimbulkan peranan
dan tangggung jawab suami dan istri dalam keluarga, baik masing-masing
maupun sendiri-sendiri.1 Dalam pandangan shara, perkawinan itu diperintahkan,
diperbolehkan, dan terkadang diharuskan dengan tujuan untuk mendapatkan
keturunan, mendirikan sebuah keluarga, dan untuk melindungi dan menjaga
kelestarian masyarakat.2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan menjelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa.3 Dan dalam Undang-undang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 3
1 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), 337.
2
tentang dasar-dasar perkawinan menjelaskan bahwa perkawinan bertujuan untuk
mewujutkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah.4
Disamping itu perkawinan merupakan ikatan yang sangat kuat antara suami
istri. Selain itu dengan perkawinan seseorang akan terpelihara kehormatannya
dalam keluarga dan masyarakat. Sebagaimana Alquran surah Annisa’ ayat 21:
Artinya: Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagi suami istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.
Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin ) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-nya) lagi Maha mengetahui. (Q.S. Annur: 32)6
Seperti mahluk lainya, manusia juga bebas mengikuti nalurinya dalam
berhubungan dengan lawan jenisnya. tetapi, untuk membedakan antara manusia
dengan hewan ataupun mahluk lainya serta demi menjaga martabat dan
4 Pasal 3 Undang-undang Kompilasi Hukum Islam.
3
kehormatan manusia, maka Allah Swt mengadakan hukum sesuai dengan
martabat tersebut. Dengan demikian, hubungan antara laki-laki dan perempuan
diatur secara terhormat berdasarkan kerelaan suatu ikatan perkawinan.
Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh masyarakat sejak zaman dahulu,
sekarang dan masa yang akan datang sampai akhir zaman. Perkawinan juga
merupakan pertemuan dua hati yang berbeda yang akan saling melengkapi satu
sama yang lain dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang. Adalah salah satu
cara atau solusi yang tepat dalam upaya mengembangkan keturunan yang
didasarkan pada agama.7
Pernikahan merupakan jalan yang sangat mulia untuk mengatur kehidupan
rumah tangga sekaligus sebagai jalan untuk melanjutkan keturunan. Karena
begitu pentingnya tujuan pernikahan, maka Islam memberi banyak peraturan
untuk menjaga keselamatan dari pernikahan sekaligus melindungi hak dan
kewajiban suami istri dalam perkawinan itu sendiri. Dengan mengetahui hak dan
kewajiban suami istri, diharapkan bagi pasangan suami istri dapat saling
menyadari tentang pentingnya melaksanakan hak dan kewajiban. Sehingga dapat
bekerja sama menggapai sebuah keluarga sakinah, mawadah, rahmah. Tujuan
perkawinan yang mulia adalah membina keluarga bahagia, kekal, abadi
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka terdapat pengaturan mengenai hak
dan kewajiban suami istri masing-masing. Apabila terpenuhi, maka dambaan
4
suami istri dalam kehidupan berumah tangga akan dapat terwujud karena didasari
rasa cinta dan kasih sayang.8
Hak dan kewajiban suami salah satunya memberikan nafkah kepada
istrinya. Pengertian nafkah sendiri adalah pemberian dari suami yang diberikan
kepada istri setelah adanya suatu akad pernikahan. Nafkah wajib karena adanya
akad yang sah, penyerahan diri istri kepada suami, dan memungkinkan untuk
terjadinya bersenang-senang. Syari’at mewajibkan nafkah atas suami kepada
istrinya. Nafkah hanya diwajibkan atas suami karena tuntutan akad nikah dan
karena keberlangsungan bersenang-senang sebagaimana istri wajib taat kepada
suami, selalu menyertainya, mengatur rumah tangga, mendidik anak-anaknya. Ia
tertahan untuk melaksanakan haknya, “Setiap orang yang tertahan untuk hak
orang lain dan manfaatnya, maka nafkahnya atas orang yang menahan
karenanya”. Yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah seluruh kebutuhan dan
keperluan istri yang berlaku menurut keadaan dan tempat, seperti makanan,
pakaian, rumah, dan sebagainya.9
Kedudukan suami dalam keluarga adalah sebagai kepala keluarga. Yang
mana suami wajib memberikan nafkah baik rumah, sandang, maupun pangan. Istri
berperan sebagai ibu rumah tangga yang mengatur keuangan dalam rumah tangga
yang diperoleh dari nafkah yang diberikan oleh suami kepada istri.
8 Sulaiman Rasyid, Fikih Islam, (Jakarta: Sinar Baru Al Gesindo), 374.
5
Nafkah yang seharusnya menjadi tanggung jawab suami tidaklah
sepenuhnya dilaksanakan oleh suami. di Kelurahan Semolowaru, Kecamatan
Sukolilo, Kota Surabaya terdapat seorang istri yang mencari nafkah dan menjadi
tulang punggung dikarenakan pendapatan seorang suami tidak bisa memenuhi
kebutuhan keluarga. Seorang istri tersebut bekerja sebagai wanita karir disebuah
perkantoran, istri yang melihat suaminya tidak mendapatkan pekerjaan, sehingga
istri tersebut membuatkan sebuah usaha kepada suaminya. Sehingga dapat
dikatakan suami tersebut tidak melalaikan kewajibanya menafkahi keluarga, akan
tetapi karena keadaan yang membuat suami tersebut tidak bisa menafkahi
keluarganya secara penuh. Istri yang bekerja sebagai wanita karir disebuah
perkantoran memiliki gaji yang tentunya lebih besar dari hasil yang diperoleh
suami, sehingga membuat didalam keluarga tersebut kurang harmonis dan sering
adanya percecokan di dalamnya. Dan wanita tersebut tidak taat dan patuh
suaminya.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 79 Kompilasi Hukum Islam (KHI)
berbunyi : “(1) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga; (2) Hak
dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dengan masyarakat.”10
Faedah terbesar dalam suatu pernikahan ialah untuk menjaga dan
memelihara perempuan, sebab seorang perempuan, apabila ia sudah menikah,
6
maka nafkahnya (biaya hidupnya) wajib ditanggung oleh suaminya. Dengan
adanya pernikahan maka suami wajib menafkahi istrinya baik nafkah lahir
maupun batin. Kewajiban suami adalah pembimbing, terhadap istri dan rumah
tangganya, akan tetap mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang
penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama. Suami wajib melindungi istrinya
dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.
Jika seorang istri tinggal bersama suaminya, maka sang suamilah yang
menanggung nafkahnya dan bertanggung jawab mencukupi kebutuhannya, yang
meliputi makanan, pakaian dan sebagainya. Maka dalam hal ini istri tidak perlu
menuntut nafkah, karena suami wajib memenuhi kebutuhan istri. Dan ketika
suami meninggalkan istri tanpa memberikan nafkah serta tanpa alasan yang
dibenarkan, maka istri berhak meminta kebutuhan nafkah yang meliputi
makanan, pakaian, dan tempat tinggal, lalu pihak hakim menetapkan kebutuhan
nafkah untuk istri. Dan bagi suami harus menjalankan keputusan hakim itu, jika
dakwaan terhadapnya terbukti.11
Salah satu Tujuan dari rumah tangga adalah agar pasangan suami istri bisa
saling mengerti, memahami mana yang menjadi wewenang dari masing-masing.
Sesuai dengan Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang kewajiban suami
yang berbunyi :
7
1. Suami adalah pembimbing, terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi
mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh
suami istri bersama.
2. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya.
3. Sesuai dengan penghasilanya suami menanggung:
a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri.
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan
anak.
c. Biaya pendidikan bagi anak.
Dalam Pasal 79 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang kedudukan seorang
suami yang berbunyi : “Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah
tangga”.12 Dan dalam Pasal 83 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang kewajiban
istri yang berbunyi :
1. Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada
suami didalam dan dibenarkan oleh hukum islam.
2. Istri menyelengarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari
dengan sebaik-baiknya.
8
Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 mengenai hak dan kewajiban
suami istri di Pasal 31 yang berbunyi : “suami adalah kepala keluarga dan istri
adalah ibu rumah tangga”. Serta di Pasal 34 yang berbunyi :
1. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya.
2. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
3. Jika suami atau istri melalaikan kewajibanya masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama. 13
Tujuan dari suatu perkawinan juga dijelaskan dalam Pasal 3 yang berbunyi “
perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawadah, rahmah”. Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa suatu
perkawinan itu bukan hanya soal mengenai suatu ikatan antara suami istri untuk
selalu hidup bersama, akan tetapi juga menjelaskan mengenai pentingnya saling
memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pasangan. Ketika dalam
perkawinan itu antara pasangan suami istri tidak bisa saling memenuhi apa yang
seharusnya menjadi hak dan kewajiban mereka. Maka akan mengakibatkan
konflik dalam hubungan rumah tangga pasangan suami istri tersebut. Seperti
ketika seorang suami yang tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga dengan baik
maka istri akan merasa bahwa apa yang seharunya menjadi haknya tidak dipenuhi
suami. apalagi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang diperlukan keluarga
9
semakin lama semakin banyak. Seperti mengenai kebutuhan belanja dan juga
kebutuhan yang diperlukan anak semakin tinggi terkadang membuat suami
merasa berat dalam pemenuhan kewajiban nafkah keluarga. Apalagi dengan
pendapatan yang sedikit membuat suami harus pasrah dengan keadaan yang ada.
Sehingga banyak dalam keluarga tersebut sering terjadi pertukaran kewajiban
menafkahi keluarga. Seorang istri yang seharusnya mempunyai kewajiban
mengurus kebutuhan dapur dan juga anak-anaknya, kini harus juga mengurus
perekonomian keluarga. Dalam hal ini istri mencari nafkah untuk kebutuhan
rumah tangganya. Sedangkan Seorang suami yang seharusnya berkewajiban
memberikan nafkah malah lalai dengan kewajibanya. Sehingga yang terjadi
kebanyakan istri yang menafkahi keluarga.
hal ini juga terjadi dalam satu keluarga yang bertempat tinggal di Kelurahan
Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya. Dimana seorang suami kurang
bisa memenuhi kewajibanya menafkahi keluarga dikarenakan pendapatan yang
kurang layak, nanum suami masih berusaha mencari nafkah untuk keluarganya.
Sehingga dari penghasilan suami yg kurang layak, membuat istri membantu
untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Akan tetapi seorang istri yang bekerja
diperkantoran yang pendapatan perbulanya diatas tiga juta perbulan sedangkan
suami yang hanya bekerja sebagai penjual warung kopi yang pendapatanya
perharinya dibawah seratus lima puluh ribu membuat istri lebih dominan dalam
10
Mengakibatkan sering kali adanya percecokan antara keduanya bahkan istri tidak
patut dan taat lagi kepada suami. Serta adanya faktor perasaan dari istri yang
merasa beban pekerjaannya bertambah, yaitu mengurus pekerjaan rumah tangga
dan anak-anaknya istri juga harus menafkahi keluarga juga harus membantu
suami memenuhi nafkah keluarga. Sehingga istri merasa marah pada suami. Hal
ini juga dapat menimbulkan tidak harmonisnya keluarga.
dari permasalahan tersebut menimbulkan beberapa dampak negatif maupun
dampak positif. Dampak negatifnya ialah membuat keluarganya tidak harmonis,
sedangkan dampak positifnya membuat kebutuhan keluarga suami istri terpenuhi.
Dari hal tersebut seharusnya seorang istri tetap patuh dan taat kepada
keluarganya karena ketika seorang istri tidak lagi patuh dan taat kepada suami
maka istri tersebut akan berdosa. Sebaliknya juga seorang suami juga harus tahu
apa yang menjadi kewajibanya. Suami harus terus berusaha dan tidak pantang
menyerah untuk mencukupi kebutuhan tersebut.
Dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, dan dengan adanya
pengamatan penulis mengenai permasalahan di atas, maka penulis merasa tertarik
untuk membahas serta mengungkapkan dan mengatakan dalam bentuk skripsi
yang berjudul : “Analisis Yuridis terhadap Pemberian Nafkah oleh Istri kepada
Keluarga (Studi Kasus di Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota
11
B.Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat
diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :
1. Istri memberikan nafkah (lebih dominan dari suami) terhadap keluarga di
Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya.
2. Hak dan kewajiban suami istri menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan
Undang-undang Perkawinan Tahun 1974.
3. Analisis yuridis terhadap pemberian nafkah oleh istri kepada keluarga di
Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya.
4. Dampak pemberian nafkah oleh istri dalam keluarga di Kelurahan
Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya.
Dari identifikasi masalah di atas, agar penelitian ini maksimal maka penulis
akan batasi pada permasalahan sebagai berikut :
1. Istri memberikan nafkah (lebih dominan dari suami) terhadap keluarga di
Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya.
2. Analisis yuridis terhadap pemberian nafkah oleh istri kepada keluarga di
12
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan
sebelumnya, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana istri memberikan nafkah (lebih dominan dari suami) terhadap
keluarga di Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya ?
2. Bagaimanakah analisis yuridis terhadap pemberian nafkah oleh istri kepada
keluarga di Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya ?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkasan tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang dilakukan tidak merupakan pengulangan atau
duplikat dari penelitian yang telah ada14:
Pertama ; Sri Rahayu, dengan judul skripsi “ Pengaruh Istri sebagai Pencari
Nafkah Utama terhadap Kehidupan Rumah Tangga dalam Perpektif Hukum Islam
(Studi Kasus di Dusun Jolupo, Desa Banjarsari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten
Temanggung)”. Skripsi ini menjelaskan bahwa sejatinya seorang suami
mempunyai kewajiban untuk memenuhi nafkah keluarga sedangkan istri
mempunyai kewajiban utama mengatur rumah tangga dengan sebaik-baiknya.
Tetapi dalam hal ini seorang istri yang harus memenuhi nafkah keluarganya. Hal
14 Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya: UIN Sunan
13
ini disebabkan karena suami kurang bertanggung jawab dan lalai dengan
kewajibanya. Pokok permasalahan ini adalah apa saja pengaruh istri sebagai
pencari nafkah utama terhadap kehidupan rumah tangga, kemudian bagaimana
pengaruh istri sebagai pencari nafkah utama terhadap kehidupan rumah tangga
dalam perpektif hukum islam. Penelitian ini mengunakan teknik kuantitatif
bersifat dekriptif analisis.15 Yang membedakan antara kajian pustaka terdahulu
dengan penelitian ini adalah kajian pustaka terdahulu menjelaskan pengaruh istri
sebagai pencari nafkah utama terhadap kehidupan rumah tangga. Hukum islam
yang digunakan analisis yuridis, alquran dan pendapat ulama. Sedangkan skripsi
yang disusun penulis mengunakan analisis (KHI) dan Undang-undang Perkawinan
Tahun 1974. Maka sekripsi yang dibuat oleh penulis berbeda dengan kajian
pustaka terdahulu karena sekripsi ini menjelaskan mengenai suami yang kurang
bisa menafkahi keluarga bukan suami yang lalai dalam menafkahi keluarga.
Kedua ; Siti Fadhilatur Rohma,dengan judul skripsi “ Tinjauan Hukum
Islam terhadap Peranan Istri sebagai Tulang Punggung Keluarga (Studi Kasus
Keluarga TKW di Desa Arjowilangon Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang)”.
Skripsi ini menjelaskan bahwa peranan istri sebagai tulang punggung keluarga di
desa tersebut karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi: Pertama, suami
tidak memiliki pekerjaan tetap. Kedua, suami tidak memiliki pekerjaan sama
15 Sri Rahayu, “ Pengaruh Istri sebagai Pencari Nafkah Utama terhadap Kehidupan Rumah Tangga
14
sekali. Ketiga, suami meninggal dunia. Karena adanya faktor tersebut menjadikan
munculnya inisiatif seorang istri untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga dengan tujuan untuk membantu suami. Namun, jika istri
tersebut bekerja menjadi TKW, maka hal itu tidak sesuai dengan tugas utama
seorang istri. Ia memiliki tugas utama untuk mengurus rumah tangga dan
mendidik anak. Sebagaimana bunyi Hadis Nabi Muhammad saw yang
diriwayatkan Imam Bukhori bahwa istri sebagai penanggung jawab rumah tangga
suami dan anak. Selain itu juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada
Pasal 83 Ayat (2) mengenai kewajiban istri yang berbunyi: Istri
menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan
sebaik-baiknya. Berbeda halnya dengan fakta yang terjadi pada masyarakat
Arjowilangun, para istri lebih memilih bekerja menjadi TKW, karena bagi mereka
bekerja menjadi TKW merupakan solusi yang sangat tepat. Sehingga
menyebabkan para istri tidak dapat menjalankan kewajibannya dalam keluarga.16
Yang membedakan antara kajian pustaka terdahulu dengan penelitian ini adalah
Kajian pustaka terdahulu menjelaskan peran istri sebagai pekerja TKW jadi yang
menjadi obyek penelitian istri yang bekerja sebagai TKW dan analisis yang
digunakan adalah yuridis dan para pakar ilmu fiqh sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh penulis obyek penelitianya mengunakan satu keluarga dan analisis
16 Siti Fadhilatur Rahma, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Peranan Istri sebagai Tulang Punggung
15
yang digunakan mengunakan (KHI) dan Undang-undang Perkawinan Tahun 1974.
Maka sekripsi yang dibuat oleh penulis berbeda dengan kajian pustaka terdahulu
meskipun sama-sama menjelaskan mengenai istri yang memenuhi kebutuhan
keluarga.
Ketiga ; Ahmad Ansori, dengan judul skripsi “Peran Istri Ketika Suami
Lalai Dalam Tanggung Jawabnya pada Istri dalam Perpektif Sosiologi Hukum
Islam (Studi Kasus di Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep)”.
Skripsi ini menjelaskan bahwa sejatinya seorang suami mempunyai kewajiban
untuk memenuhi nafkah keluarga sedangkan istri mempunyai kewajiban utama
mengatur rumah tangga dengan sebaik-baiknya. Tetapi dalam hal ini seorang istri
yang harus memenuhi nafkah keluarganya. Hal ini disebabkan karena suami
kurang bertanggung jawab dan lalai dengan kewajibanya. Penelitian ini
dilakukian dengan mengunakan perpektif hukum sosiologi.17 Yang membedakan
antara kajian pustaka terdahulu dengan penelitian ini adalah Kajian pustaka
terdahulu menjelaskan peran istri ketika suami lalai dalam tanggung jawabnya.
Yang menjadi obyek penelitian adalah suami yang tidak bekerja, kemudian di
analisis dengan sosiologi hukum. sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
penulis ialah suami tetap menafkahi keluarga akan tetapi dengan adanya
faktor-faktor yang membuat tidak bisa menafkahi keluarga secara penuh sedangkan
17 Ahmad Ansori, “Peran Istri Ketika Suami Lalai dalam Tanggung Jawabnya pada Istri dalam
16
analisisnya mengunakan KHI dan Undang-undang Perkawinan Tahun 1974. Maka
sekripsi yang dibuat oleh penulis berbeda dengan kajian pustaka terdahulu karena
sekripsi ini menjelaskan mengenai suami yang kurang bisa menafkahi keluarga
bukan suami yang lalai dalam menafkahi keluarga.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dibuat adalah untuk menjawab pertanyaan
sebagaimana rumusan masalah diatas sehingga nantinya, dapat diketahui secara
jelas dan terperinci tujuan diadakanya penelitian ini. Adapun tujuan tersebut
adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana istri memberikan nafkah (lebih dominan dari
suami) terhadap keluarga di Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota
Surabaya.
2. Untuk mengetahui bagaimana analisis yuridis terhadap pemberian nafkah oleh
istri kepada keluarga di Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota
Surabaya .
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dari dua aspek yaitu :
17
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat
umumnya bagi pembaca dan khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi yang
pemahamannya dikonsentrasikan pada Hukum yang terdapat pada KHI dan
Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 dibidang pemenuhan Hak dan
Kewajiban suami istri.
2. Kegunaan secara praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para
praktisi hukum, khususnya hakim Pengadilan Agama yang menangani
kasus-kasus perdata, khususnya kasus-kasus tentang pemenuhan hak dan kewajiban suami
istri. Serta diharapkan dapat memberikan pertimbangan serta solusi dari
permasalahan di bidang pemenuhan hak dan kewajiban suami istri.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi yang menunjukan apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukanya, apa yang diukur dan bagaimana
mengukurnya. Maksudnya bahwa definisi operasional memuat penjelasan tentang
pengertian yang bersifat operasional dari konsep penelitian sehingga dapat
dijadiakan acuan dalam menelusuri dan menguji konsep tersebut melalui
penelitian.
Penelitian ini berjudul “ Analisis Yuridis terhadap Pemberian Nafkah oleh
18
Sukolilo Kota Surabaya). Untuk memperjelas arah dan tujuan penelitian, serta
memudahkan pemahaman dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan terlebih
dahulu beberapa kata kunci sebagai definisi operasional :
1. Yuridis : yuridis yang dimaksud dalam penelitian ini ialah Kompilasi Hukum
Islam (KHI) yaitu Pasal 80 Ayat 6, Pasal 77 Ayat 2 dan Undang-undang
Perkawinan Tahun 1974 yaitu Pasal 31 Ayat 1, Pasal 33 Ayat 1 tentang
diperbolehkanya seorang istri memberikan nafkah kepada suami.
2. Pemberian nafkah oleh istri kepada keluarga : segala kebutuhan yang di
perlukan oleh keluarga, baik kebutuhan primer maupun sekunder yang
diberikan oleh seorang istri.
H. Metode Penelitian
Supaya dalam pembahasan skripsi yang akan dibahas dapat di pertanggung
jawabkan, maka penulis membutuhkan data yang menunjukan pemberian nafkah
oleh istri kepada keluarga.
1. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :
a. Data mengenai istri memberikan nafkah (lebih dominan dari suami)
dampak dari pemberian nafkah oleh istri kepada keluarga di Kelurahan
19
b. Data mengenai dampak dari pemberian nafkah oleh istri kepada keluarga
di Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya.
c. Data tentang analisis yuridis hukum Islam (KHI) Pasal 80 Ayat 6 dan
Pasal 77 Ayat 2 serta Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 Pasal 31
Ayat 1 dan Pasal 33 Ayat 1 mengenai hak dan kewajiban suami istri serta
mengenai nafkah.
2. Sumber Data
a. Sumber data primer yang digunakan penulis dalam penelitian ini: Data
yang bersumber dari pihak yang terkait secara langsung yaitu pasangan
suami istri sebagai titik poin penelitian ini.
b. Sumber data sekunder yang digunakan penulis dalam penelitian ini: Data
yang digunakan dalam penelitian untuk mendukung dan memperjelas data
primer. Penelitian ini mengunakan data sekunder berupa teori-teori hukum
dari KHI dan Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 serta buku-buku,
segala bentuk referensi baik jurnal, artikel maupun karya tulis lainnya
20
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah :
5. Wawancara (interview), yaitu cara memperoleh data atau keterangan
melalui wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan obyek
penelitian secara langsung.18
6. Observasi merupakan pengamatan langsung dan pencatatan secara
sistematis terhadap fokus permasalahan yang diteliti.19
4. Teknik pengolahan data
a. Editing
Yaitu memeriksa kembali semua data- data yang diperoleh dengan
melilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi
kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lain, keaslian, kejelasan serta
relevansinya dengan permasalahan.20 Teknik ini digunakan penulis untuk
memeriksa kelengkapan data-data yang sudah penulis dapatkan, dan akan
digunakan sebagai sumber-sumber studi dokumentasi.
18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta : Rineka Cipta, 1996),
144.
19 Ibid., 145
21
b. Organizing
Yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumentasi
sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai
dengan rumusan masalah, serta mengelompokan data yang diperoleh.21
Dengan teknik ini diharapkan penulis dapat memperoleh gambaran
tentang “Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Nafkah Oleh Istri Kepada
Keluarga”.
c. Analyzing
Yaitu dapat memberikan analisis lanjutan terhadap hasil editing
dan organizing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber penelitian,
dengan mengunakan teori dan dalil-dalil lainya, sehingga diperoleh
kesimpulan.22
5. Teknik analisis data
Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis data ialah
mengunakan deskriptif analisis verifikatif, yaitu teknik analisa dengan cara
mengambarkan data yang real mengenai pemberian nafkah oleh istri kepada
keluarga, kemudian dianalisis dan diverifikasi dengan mengunakan teori
hukum Islam yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-undang
Perkawinan Tahun 1974.
21Ibid., 154.
22
Adapun dalam menentukan pola pikir, penulis cenderung mengunakan
pola pikir deduktif, artinya memaparkan teori yang bersifat umum terlebih
dahulu baru kemudian dianalisis memakai teori khusus.
I. Sistematika Pembahasan
Pembahasan dalam skripsi ini nantinya terdiri dari lima bab yang
masing-masing mengandung sub-sub, yang mana sub-sub tersebut erat hubungannya
antara satu dengan yang lain. Dari kesatuan sub bab-sub bab tersebut tersusun
integritas pengertian dari skripsi.
Bab pertama diawali dengan pendahuluan yang merupakan desain
penelitian. Bab ini berisi latar belakang, identifikasi dan batasan masalah,
rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,
definisi operasional, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika
pembahasan.
Bab kedua berisi tentang pengertian hak dan kewajiban, hak-hak serta
kewajiban suami istri, teori-teori hukum yang terdapat di Kompilasi Hukum
Islam (KHI) Pasal 77, 78, 79, 80, 81 dan 83 serta Undang- undang Perkawinan
Tahun 1974 Pasal 30, 31, 32, 33, 34 mengenai hak dan kewajiban suami istri,
pemberian nafkah menurut hukum islam, pemberian nafkah menurut hukum
positif, pengertian nafkah, peran suami istri dalam keluarga kaitannya dengan
23
Bab ketiga memuat data penelitian berisi tentang gambaran umum
Kelurahan Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya, penelitian mengenai
istri memberikan nafkah (lebih dominan dari suami) terhadap keluarga, dampak
pemberian nafkah oleh istri kepada keluarga di Kelurahan Semolowaru
Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya.
Bab keempat menjelaskan tentang analisis faktor penyebab terjadinya istri
memberikan nafkah (lebih dominan dari suami) terhadap keluarga di Kelurahan
Semolowaru Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya dan analisis yuridis terhadap
pemberian nafkah oleh istri berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan
Undang-undang Perkawinan Tahun 1974.
Bab kelima yaitu bab penutup yang menyajikan kesimpulan-kesimpulan
yang dilengkapi dengan saran-saran. Selain itu, dalam bab terakhir ini akan
BAB II
PEMBERIAN NAFKAH DALAM KELUARGA MENURUT HUKUM ISLAM
DAN HUKUM POSITIF
A.Hak Dan Kewajiban Suami Istri
1. Pengertian hak dan kewajiban
Apabila akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat dan
rukunya, maka akan menimbulkan akibat hukum. dengan demikian
menimbulkan pula hak dan kewajibannya selaku suami istri dalam
keluarga.1 Secara pengertian hak adalah kekuasaan atau wewenang yang
dimiliki seorang untuk mendapatkan atau berbuat sesuatu.2
Sedangkan yang di maksud dengan hak ialah suatu yang merupakan
milik atau dapat dimiliki oleh suami atau istri yang diperoleh dari hasil
perkawinannya. Hak ini juga dapat hapus apabila yang berhak rela apabila
haknya tidak dipenuhi atau dibayar oleh pihak lain. Adapun yang dimaksud
dengan kewajiban ialah hal-hal yang wajib dilakukan atau diadakan oleh
salah seorang dari suami-istri untuk memenuhi hak dari pihak lain.3
1 Abd. Rahmad Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), 155.
2 J.C.T. Simorangkir, Rudi T. Erwin, J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
60.
3 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty,
25
Menurut C.S.T Cancil hak adalah izin atau kekuasaan yang diberikan
oleh hukum kepada seseorang. Sedangkan menurut Van Apeldoorn hak
adalah hukum yang dihubungkan dengan seseorang manusia atau subyek
hukum tertentu, dengan demikian menjelma menjadi suatu kekuasaan.4
Jika suami istri sama-sama menjalankan tangung jawabnya
masing-masing, maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati, sehingga
sempurnalah kebahagiaan hidup berumah tangga. Dengan demikian, tujuan
hidup berkeluarga akan terwujud sesuai dengan tuntutan agama, yaitu
sakinah, mawadah, rahmah. 5
Dalam (KHI) hak dan kewajiban suami istri adalah :
a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang sakinah, mawadah, rahmah yang menjadi sendi dasar dari
susunan masyarakat.
b. Suami istri wajib saling mencintai, saling menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
c. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara
anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun
kecerdasan dan pendidikan agamanya.
d. Suami istri wajib menjaga kehormatannya.
4 C.S.T. Cancil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka. 1989),
120.
26
e. Jika suami atau istri melalaikan kewajibanya, masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada pengadilan agama.
f. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
g. Rumah kediaman yang di maksud dalam ayat (1), di tentukan oleh
suami istri bersama.6
Dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
menjelaskan mengenai hak dan kewajiban suami istri diantaranya dalam
Pasal 33 “ suami istri wajib saling mencintai, hormat-menghormati, setia
dan memberi bantuan lahir dan batin yang satu kepada yang lain”. Dan di
Pasal 30 “ suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari suatu masyarakat”.
Seorang suami maupun istri yang mencintai dan saling menghormati
tidak mungkin akan mencemarkan nama baik mereka masing-masing.
Sedangkan membuka rahasia orang lain sama hukumnya dengan fitnah
sedangkan fitnah itu lebih berbahaya dari pada pembunuhan. Seorang
suami-istri membuka rahasia masing-masing kepada pihak ketiga berarti
tidak ada lagi unsur hormat-menghormati dan saling memberi bantuan lahir
dan batin.7
27
2. Hak dan kewajiban suami
Suami wajib memenuhi kebutuhan meliputi makanan, pakaian,
tempat tinggal dan lain-lain yang termasuk kebutuhan rumah tangga pada
umumnya. Selain tempat tinggal, maka keperluan rumah tangga yang wajib
dipenuhi oleh sisuami meliputi meliputi : belanja dan keperluan rumah
tangga sehari-hari, b\elanja pemeliharaan kehidupan anak-anak, belanja
sekolah dan pendidikan anak-anak, suami sebagai kepala keluarga.
Menurut hukum Islam, didalam hubungan suami-istri maka suamilah
sebagai kepala keluarga. Pengurus rumah tangga sehari-hari dan pendidikan
anak adalah kewajiban istri. Hal ini disebabkan pada umumnya keadaan
jiwa laki-laki adalah lebih stabil dari wanita, demikian juga dalam hal fisik
laki-laki lebih adalah lebih kuat dari wanita.8
Menurut Wahbah Zuhaili hak kepemimpinan keluarga yang diberikan
kepada suami ini adalah karena seorang suami memiliki kecerdasan, fisik
kuat, serta kewajiban memberikan mahar dan nafkah terhadap istrinya.
Sehingga dalam implementasinya seorang suami adalah kepala rumah
tangga dan istri adalah ibu rumah tangga. Hal yang sama juga dikemukakan
oleh Hamka adalah laki-laki wajib memimpin perempuan, dan kalau tidak
28
dipimpin berdosa. Argumen tersebut dikarenakan laki-laki dilebihkan tuhan
dari pada perempuan.9
Dalam hal ini pembagian hak dan kewajiban disesuaikan dengan
porsinya masing-masing. Bagi pihak yang di dikenakan kewajiban lebih
besar berarti ia akan mendapatkan hak yang lebih besar pula. Sesuai dengan
fungsi dan perannya.10
Dalam Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 Tentang Perkawinan
di jelaskan bahwa kewajiban yang dibebankan oleh Undang-undang ini
terhadap suami adalah kewajiban memberi nafkah.11
Berikut ini adalah hak dan kewajiban yang diperoleh oleh sorang
suami :
a. Istri wajib melayani suaminya.
b. Mendidik anak-anaknya.
c. Istri harus menyambut suaminya dengan senyuman dan wajah yang
berseri.
d. Suami harus memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya dengan
cara baik,meliputi pakaian dan tempat tinggal. 12
9 Paparan dari Wahbah Zuhaili, Kedudukan Perempuan Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1983), 69.
10 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum
Agama, (Bandung: Mandar Maju, 1990), 115-116.
11 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Pradnya
Paramitha, 2014), 547-548.
12 Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensikloedi Islam Kaffa, (Surabaya:
29
Di dalam Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi:
a. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangga, akan tetapi
mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting di
putuskan oleh suami istri bersama.
b. Suami wajib melindungi istrinya dan memberi segala sesuatu
kebutuhan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya.
c. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan
memberi kesempatan mempelajari pengetahuan yang berguna dan
bermanfaat bagi agama, nusa dan agama.
d. Sesuai dengan penghasilannya suami menaggung nafkah pakaian, biaya
rumah tangga, biaya pendidikan bagi anak.
Selain di dalam Pasal 80 di sebutkan juga kewajiban suami istri yaitu
didalam Pasal 130 dan Pasal 34 yang berbunyi :
a. Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai
wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah
pihak.
b. Kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dari dalam
perkawinan.
c. Kelalaian menyebutkan jenis dan jumlah mahar pada waktu akad nikah,
tidak menyebabkan batalnya perkawinan, begitu pula halnya dalam
30
Mahar sebagai kewajiban suami yang dibayarkan kepada istri maka
dalam kaitan ini istri harus tahu menahu dan paham menentukan kadar
jumlah, jenis dan lain-lain sampai apakah dia bisa membebaskan sebagian
atau seluruh mahar.13
3. Hak dan kewajiban istri
Dalam hal ini hak istri ada dua yaitu berupa kebendaan (materi) dan
bukan kebendaan. Yang termasuk dalam kebendaan (materi) adalah
sandang, papan, pangan. Sedangkan bukan kebendaan adalah nafkah batin
(digauli), mendapatkan pendidikan yang layak.
Hak istri menurut Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 dan (KHI)
diantaranya :
a. Istri berhak atas persamaan kewajiban dengan suami
Pada dasarnya istri memunyai persamaan dan kewajiban yang
sama dengan suami dalam pengaturan kehidupan rumah tangga.
Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Perkawinan Tahun
1974 Pasal 31 dan (KHI) Pasal 79 yang menyatakan bahwa “hak dan
kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat”. Sebab hak suami dari istri adalah sama dengan hak istri
dari suami tanpa dibedakan atas pertimbangan jenis kelamin.
31
b. Istri berhak mendapat serta membelanjakan atau mengunakan mahar
dari suaminya.
Suami diwajibkan memberi mahar kepada istri bukan kepada
orang tua perempuan yang dinikahi. Dan kepada orang yang paling
dekat kepadanya, sekalipun tidak dibenarkan menjamah harta benda
istrinya tersebut kecuali dengan ridanya dan kemauanya sendiri. Jika
istri menerima mahar tanpa paksaan dan tipu muslihat. Kalau ia
berikan sebagian maharnya kepadamu maka terimalah dengan baik.
Hal tersebut tidak disalahkan atau dianggap dosa bila istri dalam
memberikan sebagian maharnya karena malu atau takut, maka tidak
halal menerimanya. Selain itu mahar dapat menumbuhkan tali kasih
sayang dan cinta-mencintai.
c. Istri berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal
Dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-undang Perkawinan Tahun
1974 berbunyi “suami wajib melindungi istrinya dan memberikan
segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuanya” dan di dalam (KHI) Pasal 80 Ayat (4) berbunyi
“sesuai dengan penghasilanya suami menanggung nafkah, pakaian dan
tempat kediaman bagi istri, biaya rumah tangga, biaya perawatan dan
biaya pengobatan bagi istridan anaknya.14
32
d. Istri berhak membelanjakan harta
Istri berhak membelanjakan harta pemberian suami guna
melakukan kewajibanya sebagai seorang istri yang baik maka harus
mengatur masalah keperluan sehari-hari. Dan istri berhak
membelanjakan harta pemberian dari suami maupun harta yang
dibawa, diperoleh sebelum adanya perkawinan untuk memenuhi
kebutuhan istri.15
e. Istri berhak mendapatkan perlakuan yang baik dari suaminya
Pasal 33 Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 dan Pasal 77
Ayat (1) dan (2) berbunyi “suami istri wajib saling cinta mencintai,
hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu
kepada yang lain”. Istri dalam mendapatkan perlakuan yang baik dari
suaminya itu diantaranya, seorang wanita bangga akan dirinya seperti
juga seorang pria ia ingin dihormati orang yang lain.16
B. Hak Dan Kewajiban Suami IstriDalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Hak dan kewajiban suami istri Pasal 77:
1. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dan
susunan masyarakat.
33
2. Suami istri wajib salin cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
3. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak
mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun
kecerdasannya dan pendidikan agamanya.
4. Suami istri wajib memelihara kehormatanya.
5. Jika suami atau istri melalaikan kewajibanya masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada pengadilan agama.
Pasal 78 Kompilasi Hukum Islam:
1. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
2. Rumah kediaman yang dimaksud dalam Ayat 1 ditentukan oleh suami istri
bersama.
Kedudukan suami istri Pasal 79 :
1. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.
2. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
34
Kewajiban suami Pasal 80:
1. Suami adalah pembimbing, terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi
mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan
oleh suami istri bersama.
2. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala Sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya.
3. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi
kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama,
nusa dan bangsa.
4. Sesuai dengan penghasilanya suami menanggung:
a. Nafkah, pakaian dan tempat kediaman bagi istrinya.
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri
dan anak.
c. Biaya pendidikan bagi anak
5. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada Ayat 4 huruf a dan
b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istri.
6. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya
sebagaimana tersebut pada Ayat 4 huruf a dan b.
7. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat 5 gugur apabila istri nusyuz.
35
1. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya
atau bekas istri yang masih dalam idah.
2. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama
dalam ikatan perkawinan, atau dalam idah talak atau idah wafat.
3. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari
gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram. Tempat
kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan,
sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.
4. Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya
serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tiggalnya, baik berupa
alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainya. 17
Dalam KHI Pasal 80 dijelaskan dengan jelas kata-kata, ; suami adalah
pembimbing terhadap istri dan rumah tangga, akan tetapi mengenai hal-hal
urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri.
Selanjutnya ada kata melindungi pada Ayat 2 menjelaskan bahwa suami
melindungi istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah
tangga sesuai dengan kemampuan. Kemudian berkenaan dengan kata
menanggung dijelaskan pada Ayat 3 yang berbunyi “ suami wajib
memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberikan
36
kesempatan belajar pengetahuan yang bergunan dan bermanfaat bagi
agama, nusa dan bangsa.
Selanjutnya suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah
tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang
penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama. Selanjutnya kata
menanggung dengan redaksi (a) nafkah pakaiandan tempat kediaman bagi
istri dan (b) yaitu biaya rumah tangga biaya perawatan dan biaya
pengobatan bagi anak. Dengan demikian bunyi-bunyi pasal diatas sangat
terang dan jelas mengadopsi konsep-konsep yang ditawarkan oleh ajaran
Agama. Dan yang ingin dikatakan dalam hal kedudukan suami yang lebih
tinggi dan berkuasa sedangkan istri ditempatkan sebagai pemimpin kedua.
Perlu dicatat alquran hadir sebenarnya dalam upaya memproklamasiakan
keseimbangan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. 18
Menurut Pasal 77 Ayat I dan 2 menyatakan bahwa “suami istri wajib
saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan
lahir batin yang satu kepada yang lain” istri dalam mendapatkan perlakuan
yang baik dari suaminya itu diantaranya, seorang wanita bangga akan
dirinya seperti juga seorang pria ingin dihormati. Suami akan tersinggung
jika dihina, suami merasa senang bila dihormati dan merasa benci kepada
37
orang-orang yang menghinannya. 19 Dan Pasal 83 menyebutkan “istri
menyelengarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan
baik-baiknya” peranan sebagai ibu rumah tangga banyak diterangkan dalam
alquran dan hadits. Sebagai ibu rumah tangga perananya lebih ditekankan
pada usia pembinaan keluarga untuk mewujudkan keluarga bahagia atau
keluarga sakinah. Ibu yang melahirkan, merawat dan memelihara anak.
Peranannya sangat penting dalam mencetak generasi penerus. Sebagai ibu
harus bertanggung jawab dalam mendidik anak agar anaknya menjadi orang
yang beriman dan terhindar dari siksa neraka.20
C.Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Undang-undang Perkawinan Tahun 1974
Pasal 30:
“ Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga
yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat ”.
Pasal 31
1. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
2. Masing-masiang pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
3. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.
19Dedi Jumaidi, Bimbingan Perkawinan , (Jakarta: Phademna Presindo, 2001) , 114-116
38
Pasal 32
1. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
2. Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam Ayat 1 pasal ini ditentukan
oleh suami istri bersama.
Pasal 33
“ Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan
member bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain”.
Pasal 34
1. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya.
2. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik baiknya.
3. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
menajukan gugatan kepada pengadilan agama.21
Sesuai dengan prinsip perkawinan yang terkandung dalam
Undang-undang Perkawinan 1974 di atas, Pasal 31 sangat jelas disebutkan bahwa
kedudukan suami istri adalah sama dan seimbang, baik dalam kehidupan
rumah tangga maupun dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Sedangkan
menurut Yahyah Harahap khusus menyangkut Pasal 31 Ayat 1 merupakan
hal yang sangat wajar mendudukkan suasana harmonis dalam kehidupan
39
rumah tangga. Dan ini merupakan perjuangan emansipasi yang sudah lama
berlangsung.22
Sayuti Thalib berpendapat setidaknya ada lima hal yang sangat penting
dalam keluarga. yang pertama , pergaulan hidup suami istri yang baik dan
tentram dengan rasa cinta mencintai dan santun menyantuni. Artinya
masing-masing pihak wajib mewujudkan pergaulan yang makruf kedalam
rumah tangga ataupun bermasyarakat. Kedua , suami memiliki kewajiban
dalam posisinya sebagai kepala rumah tangga dan istri juga memiliki
kewajiban dalam posisinya sebagai ibu rumah tangga. Ketiga , rumah
kediaman disediakan oleh suami, dan suami istri wajib tinggal dalam satu
kediaman tersebut. Keempat , belanja kehidupan merupakan tanggung jawab
suami, sedangkan istri wajib membantu suami mencukupi biaya hidup
keluarga. kelima , istri bertanggung jawab mengurus rumah tangga dan
membelanjakan biaya rumah tangga yang diusahakan suaminya dengan
cara-cara yang benar, wajar dan dapat dipertanggung jawabkan.
Menurut Martiman hak dan kewajiban suami istri adalah ;
a. Cinta mencintai satu dengan yang lain.
b. Hormat dan menghargai satu sama yang lain.
c. Setia satu sama yang lain.
d. Saling memberi dan menerima bantuan lahir batin satu sama yang lain.
40
e. Sebagai suami berkewajiban mencari nafkah bagi anak-anaknya dan istri,
serta wajib melindungi istri serta memberikan segala keperluan hidup
rumah tangga, lahir batin, sesuai dengan kemampuan.
f. Sebagai istri berkewajiban mengatur rumah tangga sebaik-baiknya.23
D. Pemberian Nafkah Dalam Keluarga
1. Pemberian nafkah menurut hukum Islam
Nafkah termasuk kewajiban suami, maksudnya ialah menyediakan
segala keperluan istri seperti makanan pakaian, tempat tinggal mencari
pembantu dan obat-obatan, apabila suaminya itu kaya kewajiban itu
ditetapkan oleh alquran, sunnah dan ijmak. Seperti firman Allah :
terikat oleh suaminya, dan suaminya berhak penuh untuk menikmati dirinya.
41
Ia wajib taat kepada suaminya, tinggal dirumah suaminya, mengatur rumah
tangga suaminya, mengasuh anak suaminya dan sebagainya.
Dan sebagai penyeimbang atas semua itu, suami wajib untuk
mencukupi kebutuhan istri dan menafkahinya, selama hubungan suami
istrimasih ada antara keduanya dan selama tidak ada kedurhakaan atau sebab
lain yang menghalangi pemberian nafkah.
Adapun syarat-syarat dalam pemberian nafkah :
a. Akad pernikahan yang dilakukan adalah sah.
b. Istri menyerahkan dirinya pada suami.
c. Istri memukinkan suami untuk menikmatinya.
d. Istri tidak menolak untuk berpindah ketempat mana pun yang
dikehendaki suami.
e. Keduanya memiliki kemampuan untuk menikmati hubungan
suami istri.
Nafkah wajib bagi istri selama ia menunaikan berbagai tanggungannya.
Yaitu memenuhi batasan-batasan fitrahnya sebagai istri. Dan ketika seorang
istri itu tidak bisa memenuhi kewajibanya sebagai istri, diantaranya istri
42
Allah, melampau suami dalam tujuan kehidupan rumah tangga maka istri
tidak berhak mendapatkan hak ini.24
Istri wajib bersikap wajar dan tidak berlebihan dalam nafkah, tempat
tinggal, makanan, minuman, dan dalam berpakaian baik untuk mereka
maupun untuk anak-anak mereka. Bukankah hal itu dapat merusak,
sesungguhnya hal itu dapat membuat cemburu, karena sebagian tetangga
kerabat melakukanya. Allah pun telah melarangnya secara tegas. Ketika
nafsu manusia tunduk kepada semua itu, ia akan menghadapi berbagai
kesulitan karena ketamakanya yang tidak mengenal cukup dan batas.25
Adapun suami untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Suami
wajib memenuhi kebutuhan dapur, yakni memenuhi kebutuhan belanja
pokok atau sembako, membiayai pendidikan anak, kesehatan dan
sebagainya. Istri tidak wajib mencari nafkah kalaupun istri bekerja hal itu
harus dilakukan atas izin suami dan sifatnya membantu perekonomian
keluarga. Jika suami tidak menghendaki istri bekerja maka ia harus
mentaatinya.26
2. Pemberian Nafkah Menurut Hukum Positif
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 78 Ayat 1 yang berbunyi “ suami
istri memunyai tempat kediaman yang tetap “. Dan dalam Pasal 81 Ayat 1
24 Dr. Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, (Jakarta: Amza, 2009),
187.
25 Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat Khitbah Nikah dan Talak, (Jakarta: Imprint Bumi Perkasa, 2009), 216.
43
“suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri selama dalam ikatan
perkawinan, atau dalam idah talak atau idah wafat. Tempat kediaman yang
tetap adalah menjadi tanggung jawab suami.
Serta menurut Pasal 80 Ayat 4 Kompilasi Hukum Islam menjelaskan “
sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :
a. Nafkah pakaianh dan tempat kediaman bagi istri.
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri
dan anak.
c. Biaya pendidikan bagi anak.
Dalam Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 menjelaskan
mengenai nafkah suami kepada istri seperti dalam Pasal 34 Ayat 1 yang
berbunyi “suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya”.
3. Pengertian nafkah
Nafkah secara etimologi berarti sesuatu yang dibagi atau diberikan
kepada orang, dan membuat kehidupan orang yang mendapatkanya tersebut
berjalan lancar karena dibagi atau diberikan, maka nafkah tersebut secara
fisik habis atau hilang dari pemiliknya.
Secara terminologi, nafkah itu adalah sesuatu yang wajib diberikan
berapa harta untuk memenihi agar dapat bertahan hidup. Dari pengertian ini
44
papan.27 Namun yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah seluruh
kebutuhan dan keperluan istri yang berlaku menurut keadaan dan tempat,
seperti makanan, pakaian, rumah dan keperluan keluarga.28 Lalu banyaknya
nafkah yang diwajibkan adalah sekedar mencukupi keperluan dan
kebutuhan serta mengingat keadaan dan kemampuan orang yang
berkewajiban.29
Dalam hal ini nafkah dibagi menjadi dua yaitu nafkah materil dan
nafkah non materil, adapun yang termasuk nafkah materil adalah nafkah
pakaianh dan tempat tinggal, biaya rumah tangga, biaya perawatan dan
biaya engobatan bagi istri dan anak-anaknya, biaya pendidikan bagi anak30
Kemudian nafkah non materil adalah berlaku sopan antara suami
maupun istri, memberikan perhatian baik suami maupun istri, berlaku setia,
saling mengingatkan dalam hal kebaikan31.
Dalam Undang-undang Perkawinan tidak didapati istilah nafkah.32
Walaupun tidak ditemukan istilah nafkah tetapi sebelumnya didalam salah
satu pasal di Undang-undang tersebut mengatur tentang masalah nafkah.
Tetapi Undang-undang Perkawinan tersebut tidak mengatur secara khusus
27 Mardani, Hukum Perkawinan Islam: Di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graba Ilmu, 2011), 75. 28 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensido Bnadung Anggota IKAPI, 2012),
421.
29 Ibid., 421.
30 Yusuf Al-Qardawi, Panduan Fikih Perempuan, (Yogjakarta: Salma Pustaka, 2004), 152. 31 Slamet Abidin, Fikih Munakahat I, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 171.
32 Abdul Manan, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Prenada Media,
45
dan rincian tentang masalah nafkah. Masalah nafkah hanya diatur dalam
Pasal 34 Ayat (1) “suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya”.33
Adapun didalam suatu perkawinan terdapat yang namanya hak belanja yaitu
kewajiban suami untuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangga yang
menyangkut kebutuhan pangan. Suami berkewajiban menafkahi istriuntuk
seluruh kebutuhan dapur, yakni memenuhi belanja kebutuhan pokok atau
sembako, membiayai kebutuhan anak, kesehatan, dan sebagainnya.
4. Peran istri kaitanya dengan nafkah
Pada dasarnya peran istri dalam keluarga adalah patuh dan taat
terhadap suami dan mendidik anak-anaknya. Namun dalam perkembangan
zaman istri bukan lagi bertugas untuk menjaga rumah saja namun sekarang
juga istri dapat mengemban tugas sebagai pencari nafkah. Menurut Alquran
setiap suami memunyai kewajiban member nafkah lahir batin kepada istri
dan anak-anaknya. Suami yang tidak mencari nafkah berarti dia tidak
melaksanakan kewajibanya sebagai suami. Artinya, suami berdosa.
Sedangkan bila seorang istri sibuk mencari nafkah, itu tidak dilarang
oleh Agama Islam asal tidak mengorbankan apa yang menjadi kewajiban
dirinya selaku istri dari suaminya atau sebagai ibu terhada anak-anaknya,
dan sepanjang diizinkan oleh suaminya. Dalam kondisi tertentu mungkin
46
saja seorang istri tersebut malah menjadi wajib mencari nafkah, dan dalam
keadaan tertentu seorang suami tidak boleh mencari nafkah, karena suatu
uzur yang dapat di benarkan agama.34
Seorang istri yang bekerja harus dengan rida dari suami. Istri yang
berprofesi sebagai wanita karir harus ikut memikul dari nafkah jika suami
menuntut, karena pekerjaan wanita didasarkan perhitungan maslahat suami.
tentunya tidak diragukan lagi bahwa kesibukan bekerja dan segala
permasalahanya mengambil banyak tenaga istri. Ia pulang kerumah dengan
keadaan lelah dan terpecah pikiran. Ia butuh orang yang menghilangkan
kepayahannya dan menenangkan jiwannya. Suami tidak dapat menemuinya
selain selain hari-hari kerja. Jika kedua pasangan suami istri rida bahwa
harta mereka menyatu maka tidak ada masalah, dan jika suami membiarkan
gajinya dan tetap menanggung nafkanya maka bagi suami pahala.35
5. Peran suami kaitanya dengan nafkah
Nafkah yang wajib diberikan oleh suami kepada istrinya berupa
nafkah lahir dan nafkah batin. Nafkah tersebut wajib dilaksanakan dan
menjadi utang kalau tidak dilaksanakan dengan sengaja. Utang nafkah batin
hendaklah dibayar dengan jalan melakukan perbaikan diri dan perbaikan
sikap kepada istri, sehingga istrisiap memaafkan suaminya dan siap
memberikan pelayanan kepada suaminya dengan penuh keikhlasan dan
34 Miftah Faridl, 150 Masalah Nikah Keluarga, (Jakarta: Gema Insani, 1999), 86.