PEMBIASAAN AKHLAKUL KARIMAH “MENGUCAP SALAM
DAN BERJABAT TANGAN KEPADA GURU
” DI SMP MA’ARIF
NU HASANUDIN SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
RINDAH SHOFIANA D91212175
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURURAN
Abstrak
Rindah Shofiana, D91212175. 2016. Pembiasaan Akhlakul Karimah “Mengucap Salam dan Berjabat Tangan Kepada Guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya. Skripsi Jurusan Pendididikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri SunanAmpel Surabaya.
Pembimbing: Dr. A. Yusam Thobroni, M. Ag.
Kata kunci: Pembiasaan Akhlakul Karimah, Mengucap Salam dan Berjabat Tangan
Melalui skripsi ini, penulis ingin mengetahui pembiasaan akhlakul
karimah “mengucap salam kepada guru dan berjabat tangan” di SMP Ma’arif NU
Hasanudin Surabaya. Dengan dua rumusan masalah yaitu: (1) bagaimana
pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru”
di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya (2) bagaimana dampak adanya
pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru”
di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan fenomenologi yang bersifat deskriptif yaitu berupa data-data yang tertulis atau lisan dari orang-orang yang berkaitan dalam penelitian ini. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi serta kuisioner.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pembiasaan akhlakul
karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU
Hasanudin Surabaya sudah cukup dilaksanakan dengan baik meskipun belum maksimal dan perlu diperbaiki lagi. Terdapat tanggapan positif dari guru dan peserta didik dengan adanya pembiasaan ini yaitu peserta didik menjadi lebih sopan terhadap guru dan peserta didik tidak canggung senyum, sapa, salam jika berjumpa dengan guru baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini membuktikkan bahwa dengan adanya pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” memberikan manfaat yang besar bagi siapa saja yang terkait.
Akhirnya sebagai tindak lanjut dari skripsi ini maka harus ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu tentang perlunya memaksimalkan kegiatan tersebut sehingga menjadikan peseta didik lebih terbiasa dalam berakhlakul
karimah “mengucap salam dan berjabat tangankepada guru”
.
Surabaya, 07 Januari 2016
Daftar Isi
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 8
C.Tujuan Penelitian ... 9
D.Kegunaan Penelitian ... 9
E. Definisi Operasional ... 10
F. Penelitian Terdahulu ... 11
G.Sistematika Pembahasan ... 12
BAB II KAJIAN TEORI A.Pembiasaan ... 14
B.Akhlakul Karimah ... 17
2. Indikator Akhlakul Karimah Menurut Agama... 20
3. Akhlak Perspektif Islam ... 22
4. Akhlakul Karimah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah... 23
5. Objek Akhlak ... 27
6. Ciri-Ciri Berakhlakul Karimah ... 29
7. Pentingnya Penanaman Akhlak Sejak Dini ... 30
C.Mengucap Salam dan Berjabat Tangan ... 31
1. Pengertian Mengucap Salam dan Berjabat Tangan ... 31
2. Keutamaan Mengucap Salam dan Berjabat Tangan ... 34
3. Adab Mengucap Salam ... 36
4. Adab Berjabat Tangan ... 37
D.Pembiasaan Akhlakul Karimah “Mengucap Salam dan Berjabat Tangan Kepada Guru” ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 43
B. Kehadiran Peneliti ... 46
C. Lokasi Penelitian ... 46
D. Sumber Data... 47
E. Teknik Pengumpulan Data ... 48
F. Teknik analisis data... 50
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMP Ma’ari NU Hasanudin Surabaya
1. Latar Belakang ... 54
2. Tinjauan Geografis ... 56
3. Struktur Organisasi ... 56
4. Visi Misi ... 58
5. Kurikulum ... 59
6. Keadaan Pendidik, Tenaga Kependidikan, Peserta Didik ... 63
7. Keadaan Sarana Prasana ... 65
8. Program Kegiatan Khas ... 66
B. Penyajian Data 1. Wawancara ... 66
a. Pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya ... 67
b. Dampak adanya pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya ... 70
C. Analisis Data
1. Analisis pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan
berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya ... 77
2. Analisis dampak adanya pembiasaan akhlakul karimah
“mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP
Ma’arif NU Hasanudin Surabaya ... 86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 91
B. Saran ... 92
DAFTAR PUSTAKA
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN LAMPIRAN – LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna di antara
makhluk ciptaanNya yang lain di alam semesta ini, karena manusia dilengkapi
dengan akal. Yang dengan akal itu manusia dapat mengembangkan segala
potensinya melalui bimbingan pengajaran dan latihan melalui suatu proses
pendidikan.
Islam sebagai agama wahyu yang memberi bimbingan kepada manusia
mengenai semua aspek hidup dan kehidupannya, dapat diibaratkan seperti
jalan raya yang lurus dan mendaki, memberi peluang kepada manusia yang
melaluinya sampai ke tempat yang dituju, tempat tertinggal dan mulia.
Sebagai agama wahyu terakhir, agama Islam merupakan satu sistem akidah
dan syari’ah serta akhlak yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam
berbagai hubungan.1
Sifat hakiki manusia adalah “homo religius”,2
yaitu makhluk beragama
yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran
yang bersumber dari agama, sekaligus sebagai rujukan sikap dan perilakunya.
1
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h. 50
2
2
Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 172 yang berbunyi:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan). (Qs. al-A’raf : 172)
Sebagaima dipahami bahwa para remaja berkembang secara intergral,
dalam arti fungsi-fungsi jiwanya saling mempengaruhi secara organik.
Karenanya sepanjang perkembangannya membutuhkan bimbingan
sebaik-baiknya dari orang yang lebih dewasa dan bertanggung jawab terhadap jiwa
para remaja yang menurut kodratnya terbuka terhadap pengaruh di luar.
Namun tidak jarang para remaja mengambil jalan pintas untuk mengatasi
kemelut batin yang mereka alami itu. Pelarian batin ini terkadang mengarah ke
perbuatan negatif dan merusak, seperti kasus narkoba, tawuran antar pelajar,
maupun tindak kriminal merupakan bagian dari kegagalan para remaja dalam
menemukan jalan hidup yang dapat menentramkan gejolak batinnya. Sehingga
3
tingkah laku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang
berlaku, maka tingkah laku dinilai buruk dan ditolak.3
Menurut al-Qabisi pendidikan anak-anak merupakan hal yang sangat
penting dalam rangka menjaga keberlangsungan bangsa dan Negara dan ini
merupakan upaya yang amat strategis. Dalam mengajar seorang guru harus
memiliki keluasan ilmu dan berakhlak mulia dan tekun beribadah, yang
berimplikasi dalam pengajarannya, inilah faktor keberhasilan seorang guru
dalam mengajar. Seorang guru harusnya tidak hanya paham teori, akan tetapi
lebih pada pelaksanaan teori tersebut atau praktiknya dalam kehidupan
sehar-hari.4 Sebagaimana telah kita ketahui bahwa pendidikan adalah usaha sadar
untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangankan
menurut Rama Yulis pendidikan diartikan sebagai bimbingan atau pertolongan
yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar
menjadi dewasa.5
Ibnu sina berpendapat bahwa ilmu pendidikan itu sangat penting karena
ilmu pendidikan merupakan satu asas dalam pendidikan Islam. Selain itu,
orang tua dan guru memberikan penekanan pendidikan akhlak kepada anak – anak, karena hal itu bertujuan untuk membentuk adab dan akhlak yang baik.
3
Jalaluddin, Psikologi Agama, edisi revisi 2005, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2005), h. 267
4
Ranchman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2013), h. 65
5
4
Pendidik juga perlu memberi contoh yang baik kepada anak-anak karena
mereka adalah golongan pertama yang perlu diberi pendidikan. Hal ini karen
anak-anak akan melihat tingkah laku orang dewasa yang berada di
sekelilingnya. Setiap pendidik perlulah member pendidikan akhlak
sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Saw. Ibn Sina mengatakan bahwa
kehidupan itu adalah akhlak, tiada kehidupan tanpa akhlak (perilaku
individu).6 Disamping itu, pada hakekatnya pendidikan merupakan kebutuhan
yang utama bagi manusia, yang dimulai sejak manusia lahir sampai meninggal
dunia, bahkan manusia tidak akan menjadi manusia yang berkepribadian
utama tanpa melalui pendidikan.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa pendidikan adalah usaha sadar
untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangankan
menurut Rama Yulis pendidikan diartikan sebagai bimbingan atau pertolongan
yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar
menjadi dewasa.7
Dengan demikian pendidikan adalah proses yang terdiri dari usaha-usaha
yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap si terdidik, baik berupa
bimbingan, pengarahan, pembinaan ataupun latihan yang tujuannya adalah
6
Ranchman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, ibid, h. 95 – 97 7
5
membawa si terdidik kearah terbentuknya kepribadian yang utama baik
jasmani maupun rohani bagi perjalanan hidupnya di masa yang akan datang.
Sedangkan arti dari pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap
pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah
mengarahkan, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.8
Pendidikan dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mencetak manusia
yang hanya memiliki kecerdasan saja, tapi juga berusaha mencetak manusia
yang berakhlakul mulia. Ia tidak akan menepuk dada atau bersifat arogan
(congkak) dengan ilmu yang dimiliki, sebab ia sangat menyadari bahwa ia
tidak pantas bagi dirinya untuk sombong bila dibandingkan dengan ilmu yang
dimiliki Allah. Malah ilmu yang ia miliki pun serta yang membuat dia pandai
adalah (berasal) dari Allah. Apa bila Allah berkehendak. Dia bisa mengambil
ilmu dan kecerdasan yang dimiliki makhluk-Nya (termasuk manusia) dalam
waktu seketika.9
Dengan demikian pendidikan Islam merupakan pendidikan yang melatih
peserta didik sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terhadap
kehidupan. Langkah-langkah dan keputusan mereka diatur oleh nilai-nilai
etika Islam. Dalam hal ini dapat ditempuh melalui bimbingan jasmani dan
rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Adapun tujuan dari
8
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), Cet. Ke-1, h. 10 9
6
pendidikan Islam yaitu mewujudkan insan kamil dengan pola taqwa. Insan
kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang
secara wajar dan normal karena ketaqwaaan kepada Allah SWT. dan ini
mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu berguna bagi dirinya dan
masyarakat serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran
Islam dalam hubungannya dengan Allah dan sesamannya, dapat mengambil
manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan
hidup di dunia dan akhirat nanti.10
Berbudi pekerti luhur atau berakhlak mulia merupakan salah satu
komponen dari tujuan pendidikan Islam. Sedangkan pendidikan akhlak atau
yang lebih dikenal dengan pendidikan aqidah akhlak adalah salah satu mata
pelajaran yang merupakan rumpun dari pendidikan agama Islam. Akhlak
secara terminology diartikan sebagai suatu sifat yang tertanam dalam jiwa
yang mendorongnya untuk melakukan perbutaan tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan.11
Setiap muslim di mana pun ia berada harus mempunyai akhlak yang luhur
(akhlakul karimah). Al-Qur’an dan Hadits menjadi dasar dan sumber akhlak
yang mulia. Oleh karena akhlak yang mulia membedakan antara orang Islam
dan bukan Islam, maka tidak ada pilihan lain bagi setiap pemimpin atau
seorang manajer Islam wajib memnpunyai, menghargai pempraktekkan akhlak
10
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), Cet. Ke-3, h. 28 11
7
ini. Perusahaan atau lembaga kemasyarakatan milik muslim harus dikelola
berdasarkan prinsip akhlak yang luhur.
Dengan demikian, agama Islam adalah akhlakul karimah, dan benar-benar
autoritatif, karena agama ini adalah agama akhir zaman untuk seluruh umat
manusia, yang berdasarkan fitrah. Dengan kata lain, agama Islam bersifat
universal. Universal berarti sesuai dengan kebutuhan umat manusia, dalam
semua keadaan dan sepanjang zaman.12
Melihat definisi akhlak tersebut maka pendidikan akhlak perlu dilakukan
sejak dini karena jika kita keliru dalam mendidik anak maka yang tertanam
dalam jiwa merekapun perbuatan yang keliru pula. Agar pendidik dapat
menanamkan akhlak yang baik kepada peserta didik maka diperlukannya
metode yang baik. Banyak sekali macam-macam metode yang dipergunakan
guru dalam melangsungkan kegiatan belajar mengajar. Seorang guru pun juga
harus memiliki cara yang sesuai untuk mewujudkan tujuan yang akan dicapai.
Menurut penulis cara yang sesuai digunakan untuk menanamkan akhlak
yang baik kepada peserta didik adalah dengan menggunakan pembiasaan yang
positif, melalui cara ini, peserta didik dilatih untuk membiasakan diri hingga
mampu membiasakan diri berakhlak yang mulia sesuai dengan syari’at Islam.
Penanaman akhlak dengan pembiasaan memberikan dampak yang besar
kepada peserta didik, seperti mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru.
12
Aminuddin, dkk, Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Agama
8
Dewasa ini peserta didik banyak yang mengabaikan hal seperti ini, berbagai
alasan mereka utarakan, seperti malu. Hal ini terlihat sepele namun sangat
besar dampaknya kepada keta’dziman peserta didik terhadap gurunya. Dengan
adanya pembiasaan akhlakul karimah mengucap salam kepada guru dan
berjabat tangan peserta didik akan terbiasa taat jika berjumpa dengan guru dan
memiliki rasa sopan santun yang tinggi .
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis memilih judul skripsi
dengan judul PEMBIASAAN AKHLAKUL KARIMAH “MENGUCAP
SALAM DAN BERJABAT TANGAN KEPADA GURU” DI SMP
MA’ARIF NU HASANUDIN SURABAYA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya ?
2. Bagaimana dampak adanya pembiasaan akhlakul karimah “mengucap
9
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pembiasaan akhlakul karimah “mengucap salam dan
berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya. 2. Untuk mengetahui dampak adanya pembiasaan akhlakul karimah
“mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di SMP Ma’arif NU
Hasanudin Surabaya.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian dalam skripsi ini adalah, sebagi berikut :
1. Bagi peneliti :
Sebagai bahan pembelajaran bagi peneliti serta menambah dan
mengembangkan pengetahuan, wawasan luas terkait dengan pembiasaan
akhlakul karimah “mengucap salam dan berjabat tangan kepada guru” di
SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya.
2. Bagi Guru :
Guru dapat mengembangkan atau menanamkan pembiasaan akhlakul
karimah kepada peserta didik, sehingga peserta didik mampu berperilaku
sopan dan berbakti kepada guru.
3. Bagi Peserta didik :
Peserta didik dapat berupaya untuk selalu membiasakan diri berakhlakul
10
E. Definisi Operasional
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengertian dalam judul
penelitian ini, maka penulis tegaskan beberapa istilah yang terdapat dalam
judul ini, yaitu sebagai berikut :
1. Pembiasaan : Kegiatan yang dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan untuk melatih anak agar
memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang
umumnya berhubungan dengan pengembangan
kepribadian anak seperti emosi, disiplin, budi
pekerti, kemandirian, penyesuaian diri, hidup
bermasyarakat, dan lain sebagainya.13
2. Akhlakul Karimah : Watak, tabi’at, kebiasaan, perangai, aturan.14
Sikap yang melekat pada diri seseorang secara
spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau
perbuatan yang baik.15
3. Mengucap Salam : Ucapan untuk mendoakan keselamatan kepada
yang diucapkan.
4. Berjabat Tangan : Meletakkan telapak tangan pada telapak tangan
13
Ramli, Pembelajaran Anak Usia Dini,
//ramlimpd.blogspot.com/2010/10/pembelajaran-untuk-anak-usia-dini.html. diakses 09/07/2015, 21;20.
14
Aminuddin, dkk, Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Agama
Islam, ibid, h.93
15
11
orang lain dan ditahan beberapa saat, selama
rentang waktu yang cukup untuk
menyampaikan salam.16
5. Peserta didik : Merupakan anak didik atau anak yang sedang
tumbuh dan berkembang baik fisik maupun
psikologi untuk mencapai pendidikannya
melalui lembaga pendidikan atau sekolah.17
F. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini penulis memaparkan penelitian terdahulu yang
relevan dengan permasalahan. Setelah peneliti mencari informasi tentang
kesamaan judul yang akan peneliti bahas, sejauh ini peneliti tidak menemukan
judul yang benar-benar relevan dengan penelitian ini.
Peneliti menemukan judul yang membahas tentang pembiasaan dan juga
akhlakul karimah diantaranya yaitu “Penerapan Metode Pembiasaan Pada
Pendidikan Agama Islam di MI AL-Muthmainah Bulak Surabaya” dan
“Peran Guru Mata Pelajaran Aqidah Akhlak dalam Meningkatkan Al-Akhlak
Al-Karimah pada Peserta didik Kelas VIII di MTs. Darussalam Taman
Sidoarjo.
16
http://muslimah.or.id/fikih/seputar-jabat-tangan.html, diakses 09/07/2015, 20;30. 17
12
G. Sistematika Pembahasan
Pada bab pertama berisi Pendahuluan, yang terdiri dari gambaran secara keseluruhan (global) meliputi latar belakang, rumusan masalah, definisi
operasional, tujuan dan kegunaan penelitian, penelitian terdahulu dan
sistematika pembahasan.
Bab kedua berisi kajian pustaka atau landasan teori yang terdiri dari empat sub bab. Sub bab pertama berisi teori pembiasaan.
Sub bab kedua merupakan tinjauan tentang akhlakul karimah, meliputi
pengertian akhlakul karimah, indikator akhlakul karimah menurut agama,
akhlak perspektif Islam, akhlakul karimah dalam al-qur’an dan as-sunnah, objek akhlak, ciri-ciri berakhlakul karimah, pentingnya penanaman akhlak
sejak dini.
Sub bab ketiga berisi tentang mengucap salam dan berjabat tangan
meliputi, pengertian mengucap salam dan berjabat tangan, keutamaan
mengucap salam dan berjabat tangan.
Sub bab keempat berisi tentang pembiasaan akhlakul karimah
“mengucap salam kepada guru dan berjabat tangan”.
Pada bab ketiga berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, subjek penelitian, kehadiran peneliti, lokasi
penelitian, jenis data, sumber data, metode pengumpulan data.
Bab keempat merupakan laporan hasil penelitian yang terdiri dari gambaran
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembiasaan
Pembiasaan mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan
manusia, karena dengan kebiasaan, seseorang mampu melakukan hal-hal
penting dan berguna tanpa menggunakan energy dan waktu yang banyak.
Anak adalah amanah orang tuanya. Hatinya yang bersih adalah permata
berharga dan murni, yang kosong dari setiap tulisan dan gambar.
Untuk melaksanakan tugas atau kewjiban secara benar dan rutin terhadap
anak / peserta didik diperlukan pembiasaan. Misalnya agar anak / peserta didik
dapat melaksanakan shalat secara benar dan rutin maka mereka perlu
dibiasakan shalat sejak masih kecil, dari waktu ke waktu. Itulah sebabnya kita
perlu mendidik mereka sejak dini/kecil agar mereka terbiasa dan tidak merasa
berat untuk melaksanakannya ketika mereka sudah dewasa. Sehubungan itu
tepatlah pesan Rasulullah kepada kita agar melatih / membiasakan anak untuk
melaskanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan memukulnya
(tanpa cedera/bekas) ketika mereka berumur sepuluh tahun atau lebih apabila
15
pengertian kesabaran, dan ketelatenan orang tua, pendidik, dan da’i terhadap
anak / peserta didiknya.17
Pembiasaan harus dimulai dengan upaya yang sungguh-sungguh untuk
memaksakan diri, bahkan bila perlu membuat-buat aktivitas yang dinilai baik
dengan tujuan membentuk watak, bukan karena kemunafikan. Imam
Al-Ghazali menasehati seseorang yang angkuh agar membiasakan diri melakukan
aktivitas yang dilakukan oleh mereka yang bermoral dan dinilai memiliki
status sosial yang tinggi. Al-Ghazali misalnya juga menganjurkan agar selalu
mengelus-elus kepala anak yatim, karena kebiasaan tersebut akan melahirkan
keterampilan yang diulang-ulang dan yang dilakukan dengan sadar sehingga
membentuk watak , yaitu kegiatan yang dilakuakan secara otomatis akibat
dorongan jiwa yang sangat dalam. Keterkaitan antara akhlak mulia dan adat
kebiasaan ini dijelaskan Al-Ghazali dalam pernyataan bahwa berakhlak mulia
/ terpuji berrati menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah
digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela
tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukannya
dan mencintainya.18
Metode berasal dari bahasa latin “meta” yang berarti melalui dan “hodos”
yang berarti jalan atau cara. Dalam bahasa arab metode disebut “tariqah”
17
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, ibid, h.19 18
Asaduddin luqmam, Pengembangan Pendidikan Katakter Melalui Metode Pembiasaan
Dan Keteladanan, Cendekia, (Jurnal Pendidikan Islam, Vol.12 No. 1 Januari – Juni 2014),
16
artinya jalan, cara, sistem atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu.
Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu
cita-cita.19
Sedangkan kata pembiasaan berasal dari kata dasar “biasa” yang berarti
sebagai sedia kal, sebagai yang sudah-sudah, tidak menyalahi adat, atau tidak
aneh. Kata “membiasakan” berarti melazimkan, mengadatkan, atau
menjadikan adat. Dan kata “kebiasaan” berarti suatu yang telah biasa
dilakukan atau adat.20 Jadi kata pembiasaan berasal dari kata dasar “biasa”
yang memperoleh imbuhan prefiks “pe” dan sufiks “an”, yang berarti proses
membiasakan, yang pada akhirnya akan menghasilakan suatu kebiasaan atau
adat. Atau pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara
berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan seseorang.
Karena metode ini berintikan pengalaman yang dilakukan terus-menerus,
maka menurut Ahmad Tafsir metode pembiasaan ini sangat efektif untuk
menguatkan hafalan-hafalan pada anak didik dan menanamkan sikap
beragama. Pembiasaan dalam pendidikan hendaknya dimulai sedini mungkin.
Peserta didik yang dibiasakan untuk melakukan kebaikan-kebaikan, maka
dengan sendirinya mereka akan terbiasa melakukan kebaikan-kebaiakan itu
ketika berada diluar komunitas dimana proses pembiasaan telah dilakukan.
Demikian juga dengan membiasakan mereka untuk menjauhi sifat-sifat buruk
19
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2005), h.123 20
17
dan tercela dilingkungan tempan belajar, tentunya peserta didik akan enggan
dan merasa malu dengan sendirinya ketika akan melakukan keburukan itu
meskipun diluar lingkungan tempat ia belajar.
B. Akhlakul Karimah
1. Pengertian Akhlakul Karimah
Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab (akhlaqun), jamak dari
(khlaqah, yakhluqu, kholaqun), yang secara etimologi berasal dari “budi
pekerti, tabiat, perangkai, adat kebiasaan, perilaku, dan sopan santun”.
Menurut Zahrudin AR, kata “akhlak” yang dikaji dari pendekatan
etimologi mengatakan bahwa perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab,
jama’ dari bentuk mufrad-nya “khuluqun” yang menurut logat diartikan
budi pekerti, perangkai tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut
mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan “Khalaqun” yang
berarti kejadian, serta erat hubungan “khaliq” yang berarti pencipta, dan
“makhluk” yang berarti yang diciptakan.21 Bahkan Ishak Sholih
menyatakan bahwa “kata akhlak yang berasal dari bahasa Arab itu
mengandung segi-segi persamaan dengan kata-kata khaliq dan kata
makhluq. Hal ini berarti bahwa antara khaliq dengan makhluk terdapat
kesamaan.22
21
Zahrudin AR., Pengantar Ilmu Akhlak, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.1 22
18
Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, artinya
tingkah laku, perangkai, tabiat. Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah
daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan
tanpa dipikir dan direnungkan lagi. Dengan demikian, akhlak pada
dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan
diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Apabila perbuatan spontan
yang baik atau akhlaqul al-karimah. Sebaliknya apabila yang disebut
akhlak yang buruk atau akhlakul al-mazmumah. Baik dan buruk akhlak
didasarkan kepada sumber nilai, yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul.23
Menurut Ibn Miskawaih akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran (lebih dahulu). Sedangkan menurut Al-Ghazali
akhlak adalah Sesuatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir
berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada
pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang
baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia disebut akhlak
yang baik, dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut
disebut akhlak yang buruk. 24 Sementara Ahmad amin mendefinisikan
bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya,
kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak.
23
Azyumardi Azra, dkk., Pengantar Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta : Departemen Agama RI, 2002), h.203
24
19
Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia
setelah imbang, sedangkan kebiasaan merupakan perbuatan yang
diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan
kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan ini
menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan besar inilah yang
bernama akhlak.25
Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi
akhlak sebagaimana tersebut di atas tidak ada yang saling bertentangan,
melaikan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa
yang Nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah,
tanpa memerlukan pemikiran lagi, dan sudah menjadi kebiasaan.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling
melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam
perbuatan akhlak, yaitu : pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang
telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiannya; kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat
melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak
sadar, hilang ingatan, tidur atau gila; ketiga, bahwa perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang timul dari dalam diri orang yang mengerjakannya,
tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah
25
20
perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan, dan keputusan yang
bersangkutan; keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang
dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena
bersandiwara; dan kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan
akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan
karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang
atau karena ingin mendapat suatu pujian. 26
Akhlakul karimah (akhlak terpuji) adalah sikap sederhana dan lurus
sikap sedang tidak berlebih-lebihan, baik perilaku, rendah hati, berilmu,
beramal, jujur, tepaiti janji, amanah, istiqamah, berkemauan, berani, sabar,
syukur, lemah lembut, berharap dan cemas, taqwa, malu, zuhud, tawakal
kepada Allah, pemaaf dan bertoleransi, kasih sayang, cinta kasih adil.27
Akhlakul karimah juga dapat diartikan sebagai sikap yang melekat pada
diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau
perbuatan yang baik.28
2. Indikator Akhlakul Karimah Menurut Agama
Perilaku manusia yang ditunjukkan oleh sifat- sifat dan gerak
kehidupan sehari – hari. Manusia sebagai makhluk individu dan sebagai
26
Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, ibid, h.128 27
Aminuddin, dkk., Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Agama
Islam, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006), h.97
28
21
makhluk sosial, tidak berhenti berperilaku. Setiap hari, perilaku manusia
berubah – ubah meskipun manusia dapat membuat perencanaan untuk
bertindak rutin.
Penting untuk direnungkan manusia dalam menjalankan kehidupan
ini, tentang terminology yang hitam putih mengenai perilaku baik dan
buruk. Mengenai akhlak terpuji dan tercela. Manusia wajib mengerti dan
memahami makna baik dan buruk. Sesuatu yang baik menurut manusia
belum tentu baik menurut Allah SWT. Demikian juga sebaliknya sesuatu
yang buruk menurut manusia, belum tentu buruk menurut Allah SWT. Hal
tersebut bisa dialami semua manusia, karena pada dasarnya akal pikiran
manusia dan kemampuan intelegensinya sangat luas.
Indikator pertama dari perbuatan yang baik adalah sebagai berikut :
a. Perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.
b. Perbuatan yang mendatangkan kemaslakhatan dunia akhirat.
c. Perbuatan yang meningkatkan martabat dimata Allah SWT.
d. Perbuatan yang menjadi tujuan dari syari’at Islam. Yaitu memelihara
agama Allah, akal, jiwa, keturutan dan harta kejayaan.29
29
22
3. Akhlak Perspektif Islam
Jika akhlak dikaitkan dengan kata Islam, maka akan berbentuk akhlak
Islami. Secara sederhana, akhlak Islami diartikan sebagai akhlak yang
berdasarkan ajaran agama Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata
Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam menempati posisi sifat.
Dengan demikian, akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan
mudah, disengaja, mendarah daging, dan sumbernya berdasarkan pada
ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami
juga bersifat universal.30
Dari definisi tersebut pula dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
menjabarkan akhlak universal diperlukan bantuan pemikiran akal manusia,
dan kesempatan sosial yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.
Menghormati kedua orang tua, misalnya adalah akhlak yang bersifat
mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana bentuk dan cara menghormati
orang tua itu dapat dimanifestasikan oleh hasil pemikiran manusia. Jadi
akhlak Islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong,
membangun peradaban manusia, dan mengobati penyakit sosial dari jiwa
dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Artinya adalah bahwa akhlak Islam
mengarahkan manusia pada jalan menuju fase kemanusiaan yang tinggi
30
23
untuk mencapai kematangan peradaban yang bersumber pada ketentuan
Ilahi. 31
4. Akhlakul Karimah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
Al-Qur’an membahas semua nilai-nilai akhlak tanpa terkecuali.
Ayat-ayatnya tidak meninggalkan satu pun permasalahan yang
berhubungan dengan akhlak. Setiap dimensi yang berkaitan dengan akhlak
terdapat di dalamnya baik berbentuk perintah, larangan maupun berbentuk
anjuran, baik mengenai akhlak terpuji maupun mengenai perilaku
tercela.32
“Sesungguhnya Al Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan)
yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala
yang besar”. (Al-Israa’ : 9)
Maksudnya bahwa Al-Qur’an membimbing dan memberikan
petunjuk kepada manusia menuju jalan yang lebih lurus dan lebih selamat
yang membuat mereka memperoleh keberuntungan hakiki di dunia dan
akhirat.
31
Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, ibid, h.130 32
24
Petunjuk Al-Qur’an menuju jalan yang lurus dapat membuahkan
hasil bagi manusia jika mereka berpegang teguh kepada ajaran – ajaran
yang terkandung di dalamnya. Hal ini disebabkan karena di dalamnya
dijelaskan tentang nilai – nilai akhlak mulia yang harus dimiliki manusia
dan perilaku-perilaku tercela yang harus mereka jauhi.33 Semua petunjuk
yang terkandunga di dalam Al-Qur’an menuntut manusia untuk berakhlak
mulia, dan seluruh kandungan Al-Qur’an tersebut adalah petunjuk dari
Allah. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menganjukan manusia untuk berakhlak
mulia sangat banyak, diantaranya yaitu ;34
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (An-Nisaa’; 36)
33
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, ibid, h.178 34
25
Ayat diatas menjelasan tentang perintah untuk berbuat baik kepada
siapa saja, tidak memandang status sosial atau adanya deskriminasi. Ayat
lain yang menjelaskan tentang perintah berbuat kebajikan kepada orang
yang beriman kepada Allah SWT, yaitu :
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang-orang-orang yang
bertakwa.” (Al-Baqarah : 177)
Sama halnya dengan perintah berakhlakul karimah yang dijelaskan
dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Hadis Nabi Saw. juga memerintahkan orang
26
manusia untuk berbuat kebajikan, amar ma’ruf ataupun yang
menganjurkan manusia untuk menghias diri mereka dengan akhlak yang
baik, kesemuanya itu termasuk hadis yang mengajak akhlak mulia.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan
sanadnya dari Abu Umamah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,
نِمْؤُم َتْنَأَف كُتئِ يَس َكْتَءاَسَو َكُتََسَح َكْترَس اَذِإ
“Jika kebaikanmu membuatmu senang dan perbuatanmu yang
buruk membuatmu merasa bersedih, maka kamu adalah seorang
mukmin.”
Hadits ini mengandung arti bahwa sesungguhnya seseorang tidak
bisa dikatakan beriman sebelum ia merasa bahagia tatkala melakukan
suatu kebaikan dan merasa sedih tatkala melakukan sesuatu perbuatan
dosa.
Hadits-hadits yang menganjurkan kemuliaan dan keluhuran sangat
banyak, sehingga di sini penulis hanya akan menyebutkan sebagian saja
sekedar sebagai contoh dan sebagai dalil, sebagaimana ayat-ayat
Al-Qur’an yang telah penulis sebutkan sebelumnya. Di antara hadits-hadits
tersebut ada yang mengajak untuk berakhlak mulia secara umum dan ada
pula yang mengajak pada amalan-amalan tertentu yang dikategorikan
27
Adapun hadits-hadits yang mengajak untuk berakhlak mulia antara
lain ; Hadits yang diriwayatkan al-Bazzar dengan sanadnya dari Anas bin
Malik r.a. bahwa Rasulullah saw, bersabda,
ًاقُلُخ ْمُهُ َسْحَأ اًناَِْْإ َِِْْمْؤُمْلا َلَمْكَأ نإ
,
ْ بَيَل ِقُلُْْا َنْسُح نِإَو
َةَجَرَد ُغُل
ِةَاصلاَو ِمْوَص لا
“Sesungguhnya orang mukmin yang paling sempurna imannya
adalah yang mempunyai akhlak terbaik. Dan bahwa akhlak yang baik itu
derajatnya menyamai puasa dan shalat”.
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dengan sanadnya dari
Sa’ad bin Abi Waqqas r.a bhawa Rasulullah saw. Bersabda,
اَهَفِساَفَس َُرْكَيَو ِقَاَخَْْا َِِاَعَم ٌبَُُِوَءَام َرُكْلَا بُُِ ِْْرَك ه نِإ
“Sesungguhnya Allah itu Maha Dermawan dan mencintai orang
-orang yang dermawan. Dia menyukai akhlak yang mulia dan membenci
perilaku tercela”.35
5. Objek Akhlak
Dari segi objeknya akhlak terbagi atas akhlak kepada Allah (khaliq)
dan akhlak kepada makhluk. Akhlak kepada makhluk terdiri atas akhlak
35
28
kepada sesama manusia dan kepada selain manusia. Akhlak kepada
sesama manusia terdiri atas :
a. Akhlak kepada Rasulullah SAW
Akhlak kepada Rasulullah seperti mencintai Rasulullah secara
tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.
b. Akhlak kepada diri sendiri
Perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari
pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.
c. Akhlak kepada keluarga dan kerabat
Akhlak kepada kedua orang tua, anak, suami, istri, sanak
saudara, kerabat yang berbeda agama keluarga, karib kerabat dan
lain-lain.
d. Akhlak kepada tetangga dan masyarakat
Saling mengunjungi, saling membantu diwaktu senggang,
memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat, saling menolong dalam melakukan kebajikan dan takwa.
e. Akhlak kepada makhul selain manusia (lingkungan hidup)
Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga
dan memanfaatkan alam, terutama hewani dan nabati, untuk
29
makhluk dan menggali potensi alam seoptimal mungkin demi
kemaslahatan manusia dan alam sekitarnya.36
f. Akhlak kepada guru
Banyak cara yang dapat dilakukan seorang siswa dalam rangka
berakhlak terhadap guru, diantaranya yaitu : menghormati dan
memuliakannya menurut cara yang wajar dan dilakukan karena Allah,
senyum, sapa, salam jika berjumpa, berupaya menyenangkan hatinya
dengan cara yang baik, dll.37
6. Ciri-ciri Berakhlakul Karimah
Berdasarkan pengertian diatas, terdapat beberapa ciri dalam perbuatan
akhlak Islami, yaitu :
a. Perbuatan yang tertanam kuat dalam jiwa yang menjadi kepribadian
seseorang.
b. Perbuatan yang dilakukan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan
c. Perbuatan itu merupakan kehendak diri yang dibiasakan tanpa paksaan
d. Perbuatan itu berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan al-Hadis
36
Ibid., h.98-99 37
30
e. Perbuatan itu untuk berperilaku terhadap Allah, manusia, diri sendiri
dan makhluk lainnya.38
7. Pentingnya Penanaman Akhlak Sejak Dini
Dalam rangka menyelamatkan dan memperkokoh aqidah dan Islamiah
anak, pendidikan anak harus diimbangi dengan pendidikan akhlak yang
mamadai.39 Dalam al-Qur’an sendiri banyak ayat yang menyindir,
memerintahkan atau menekankan pentingnya akhlak bagi setiap hamba
Allah yang beriman. Maka dalam rangka mendidik akhlak dalam diri
anak-anak, selain harus diberikan keteladanan yang tepat, juga harus
ditunjukkan tentang bagaimana harus menghormati dan seterusnya.
Pendidikan akhlak merupakan hal yang memiliki kedudukan sangat
penting dan tinggi dalam pendidikan dan pembinaan Islam. Hal ini sesuai
dengan tujuan Rasul sebagai guru dan pendidik manusia yang sangat
agung dan mulia yakni untuk membina dan mendidik akhlak manusia.40
Dari beberapa uraian diatas, akhlakul karimah merupakann hal yang
sangat perlu ada pada diri setiap orang. Dianjurkannya berakhlakul
karimah telah dijelaskan dalam Al-qur’an dan As-sunnah. Adanya
akhlakul karimah pada diri seseorang menjadikan orang tersebut
38
Ibid., h.94 39
M. Nipan Abdul Halim, Anak Saleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2001), h.108
40
31
berkepribadian Islami sesuai al-qur’an dan as-sunnah. Maka sudah jelas
seorang muslim sepatutnya memiliki akhlakul karimah dalam dirinya dan
diterapkan dalam kehidupan di dunia sebagai bekal di kehidupan akhirat
kelak.
C. Mengucap Salam dan Berjabat Tangan 1. Pengertian Salam dan Berjabat Tangan
Adapun “Assalam” itu sendiri mempunyai makna tersendiri yang
disebutkan oleh para ulama’; sebagian mereka (para ulama) mengatakan
“Assalam” adalah nama Allah SWT, jika seseorang mengucapkan
“Assalamu ‘Alaihi” berarti dia mengucapkan nama Allah atas kamu yang
bermakna “Semoga kamu berada dalam lingdungan Allah SWT”.
Sebagian mereka (para ulama’) juga mengatakan “Assalam” bermakna
keselamatan, jadi makna ucapan “Assalamu ‘Alaihi” adalah “keselamatan
untukmu”.
Imam Nawawi ra. mengatakan, ketahuilah bahwa memulai salam
hukumnya adalah sunnah dan menjawab salam hukumnya adalah wajib.
Jika orang yang mengucapkan salam terdiri dari sekelompok orang
(jama’ah) maka berlaku bagi mereka hukum sunnah kifayah yang berarti
jika salah satu dari mereka mengucap salam, maka sunnah salam tersebut
menjadi hak mereka seluruhnya. Jika orang yang disalami adalah satu
32
disalami adalah sekelompok orang (jama’ah) maka hukum menjawab
salam bagi mereka menjadi fardlu kifayah, yang berarti jika salah
seseorang dari mereka sudah menjawab salam, maka terputuslah dosa atau
kesalahan bagi yang belum menjawab salam.41
Mengucap salam adalah ucapan untuk mendoakan keselamatan
kepada yang diucapkan. Sedangkan berjabat tangan adalah meletakkan
telapak tangan pada telapak tangan orang lain dan ditahan beberapa saat,
selama rentang waktu yang cukup untuk menyampaikan salam.42
Allah Yang Maha Kuasa berfirman,
Artinya : Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.
Hal ini berarti ketika seseorang memberi anda perhatian, anda
seharusnya membalas dengan ucapan yang lebih baik atau setidaknya
sama baiknya. Dapat kita lihat bahwa tak satu pun agama atau komunitas,
yang memiliki ungkapan doa yang lengkap dan baik dengan kata-kata
41
http://www.darussalaf.or.id/nasehat/meraih-keutamaan-dengan-menebar-salam, diakses 15/12/2015, 08:18
42
33
yang indah pada saat saling bertemu satu sama lain, kecuali Islam. Dan
do’a ini adalah : “Assalamu’alai-kum warahmatullahi wa barakatuh”.
Atau cukup dengan : “Assalamu’alai-kum,” yang telah mencakup di
dalamnya doa kesehatan dan keselamatan hidup, kekayaan, anak-anak dan
istri, dan kedamaian di dunia ini dan di akhirat. Orang yang mendapat
salam menjawab : “Wa’alai-kum salam,” (dan kesejahteraan untuk anda
juga).
Menjabat tangan dan memeluk pada saat datang dan pergi disebut
musafah dan muaqinah. Ini bisa terjadi di rumah seseorang atau di jalan;
di mana pun atau kapan pun tempat dan waktunya, Muslim salin
menyalami satu sama lain dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum wa
rahmatullah wa barakatuh”. Terkadang mereka saling berjabat tangan
dengan satu atau kedua belah tangan pada saat mereka bertemu.
Berjabat tangan dan memeluk adalah tanda dari keramahan mereka
dan menandakan hati yang penuh dengan kasih sayang, yang dimiliki
seorang muslim kepada saudaranya sesama muslim dan ini akan
menghilangkan penyakit yang ada di dalam hati mereka, satu sama lain. 43
43
34
2. Keutamaan Salam dan Berjabat Tangan
Umat Islam adalah umat yang mendapatkan keutamaan dari Allah
STW di banding umat lainnya, dengan keutamaan itu derajat mereka
diangkat oleh Allah SWT di dunia dan akhirat. Setiap ajaran Islam
mengandung keutamaan begitu juga salam. Diantara keutamaan salam dan
berjabat tangan yaitu ;
a. Pahala yang sangat banyak bagi setiap yang mengucapkan salam
Dalilnya adalah dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:
َوَُو َملَسَو ِهْيَلَع َُا ىلَص َِا ِلوُسَر ىَلَع رَم ًاُجَر نَأ َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع
ْيَلَع م َاَس َلاَقف ٍسِلََْ ِِ
ْمُك
”
َرَخآ لُجَر رَم ُُ ٍتاََسَح ُرْشَع َلاَقف
َرَخآ لُجَر رَمَف ًةََسَح َنوُرْشِع َلاَقف َِا ُةََْْرَو ْمُكْيَلَع م َاَس َلاَقف
ًةََسَح َنوُث َاَث َلاَقف ُهُتاَكَرَ بَو َِا ُةََْْرَو ْمُكْيَلَع م َاَس َلاَقف
…
خا
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang pemuda melewati Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, sedang dalam keadaan
duduk disebuah Majelis. Maka Pemuda ini mengucapkan
“Assalamu’alaikum”, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan : “bagi dia 10 kebaikan”. Lalu lewat Pemuda yang lain dan mengatakan : “Assalamu’alaikum wa rahmatullah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan : “Bagi dia 20 kebaikan”
kemudian lewat lagi Pemuda yang lainnya mengatakan :
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu” Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam mengatakan :”Bagi dia 30 kebaikkan” (HR.
35
b. Meyebarkan salam merupakan sebab yang bisa membuat seseorang
mulim saling mencintai dan sebab yang mengantarkan kepada Al
Jannah (Surga),
Dalilnya adalah:
ِشَمْعَْا ِنَع عيِكَوَو َةَيِواَعُم وُبَأ اََ ثدَح َةَبْيَش َِِأ ُنْب ِرْكَب وُبَأ اََ ثدَح
هيلع ه ىلص َِا ُلوُسَر َلاَق َلاَق َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ٍحِلاَص َِِأ ْنَع
َل ملسو
اوباَََ ََح اوُِمْؤُ ت َلَو اوُِمْؤُ ت ََح َةََْا َنوُلُخْدَت
.
َلَوَأ
ْمُكَْ يَ ب َمَاسلا اوُشْفَأ ْمُتْبَ باَََ ُوُمُتْلَعَ ف اَذِإ ٍءْىَش ىَلَع ْمُكلُدَأ
ُ
اور
ملسم
َ
“Abu Bakr bin Abi Syaibah telah menceritakan kepada kami, Abu Mu’awiyah telah menceritakan kepada kami dan Waki’dari al-A’masy dari Abi Sholih dari Abi Hurairah, dia berkata, bahwa Rasulullah saw berkata: Kalian tidak akan masuk Jannah sampai kalian beriman dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan apa yang bisa membuat kalian saling mencintai? Para Shahabat berkata: Tentu ya Rasulullah, maka nabi menjawab: Sebarkanlah salam diantara kalian.”44
c. Mengucap salam dan berjabat tangan menggugurkan dosa
Hudzaifah Ibnul Yaman -Radiallahu anhu-:
ْتَرَ ثاََ ت ُهَحَفاَصَف ِِدَيِب َذَخَأَو ِهْيَلَع َملَسَف َنِمو ٍمْلا َيِقَل ْاَذِإ َنِمو ٍمْلا نِإ
ِرَجشلا ُقَرَو ُرَ ثاََ تَ ي اَمَك اَُُاَياَطَخ
44
Abu al-Husain Muslim Bin al-Hujaj Bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Jami’u
al-Shahih al-Musamma al-Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Jabal, tth), Juz 1, h. 53. CD Software
36
"Sesungguhnya seorang mukmin apabila bertemu dengan mukmin lain kemudian mengucakan salam kepadanya, dan mengambil tangannya lalu menjabatnya maka berguguranlah dosanya seperti dedaunan berguguran."
Berbagai penjelaskan tentang mengucap salam dan berjabat tangan
diatas, memberikan cerminan bagi seorang muslim, yang dimana di
sunnahkannya memberikan salam kepada sesama muslim jika berjumpa
dimanapun dan kapanpun. Hal ini sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an
maupun As-Sunnah. Banyak manfaat yang kita dapatkan dari mengucap
salam dan berjabat tangan, sebagaimana telah dijelaskan dalam teori
keutamaan mengucap salam dan berjabat tangan diatas. Maka, sudah
selayaknya kita sebagai seorang muslim dapat mengaplikasikan kebiasaan
mengucap salam dan berjabat tangan jika berjumpa dengan muslim yang
lain, sehingga kita dapat merasakan manfaat dari akhlakul karimah
tersebut baik di dunia maupun di akhirat kelak.
3. Adab Mengucap Salam
a. Jika ada yang mengucapkan salam kepada kita sedang kita dalam
kondisi sendiri, maka kita wajib menjawabnya karena menjawab salam
dalam kondisi tersebut hukumnya adalah fardu ‘ain.
b. Jika salam diucapkan pada suatu rombongan atau kelompok, maka
37
c. Jika salah satu dari kelompok tersebut telah menjawab salam yang
diucapkan kepada mereka, maka sudah cukup.
d. Jika hukum memulai salam adalah sunnah (dianjurkan) namun untuk
kelompok hukumnya sunnah kifayah,
e. Mengucap salam dan menjawab salam dengan ucapan
Assalamualaikum, atau Assalamualaikum Warahmatullah, serta
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh bukan dengan ucapan
lain ataupun di singkat dalam mengucapannya.
f. Jika sudah ada yang mengucapkan maka sudah cukup.Dari Ali bin Abi
Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sudah
mencukupi untuk suatu rombongan jika melewati seseorang, salah satu
darinya mengucapkan salam.”
g. Mengucap salam disertai dengan berjabat tangan.
4. Adab Berjabat Tangan
a. Mengucap salam dan berjabat tangan atas kemauan sendiri, tanpa ada
yang memerintah.
b. Bagi wanita yang bukan muhrimnya, cukup memberikan
penghormatan dengan mengankat kedua tangan tanpa mencium
kening.
38
d. Menundukkan kepala sedikit tanpa membungkukkan badan ketika
bersalaman, karena ditakutkan menyebabkan kesombongan.
e. Tidak sampai menimbulkan sikap mengagungkan orang yang dicium
tangannya
f. Tidak menimbulkan sikap merendahkan diri di hadapan orang yang
dicium karena kemuliaan dan kedudukan dalam agama dan bukan
karena dunianya
g. Orang yang dicium tidak menjulurkan tangannya kepada orang yang
mencium (keterangan Syaikhul Islam Ibn Taimiyah)
h. Perbuatan mencium tangan tersebut tidaklah menyebabkan ulama
tersebut merasa sombong dan merasa lebih baik daripada yang lain
serta menganggap dirinyalah yang paling hebat berbanding yang lain.
i. Perbuatan mencium tangan tersebut tidak menyebabkan hilangnya
sunnah Nabi yang sudah diketahui seperti sunnah bersalaman.
Bersalam atau berjabat tangan adalah satu amal yang dianjurkan
berdasarkan perbuatan dan sabda Nabi. Bersalaman tangan adalah salah
satu sebab gugurnya dosa-dosa orang yang melakukannya sebagaimana
terdapat dalam beberapa hadis. Oleh itu, tidak sepatutnya sunnah
berjabat tangan ini ditinggalkan kerana mengejar suatu amalan yang
hanya berstatus mubah (dibolehkan).” 45
45
39
D. Pembiasaan Akhlakul Karimah Mengucap Salam Dan Berjabat Tangan
Pembentukan moral, karakter atau intrenalisasi nilai atau penanaman
afeksi tidak cukup hanya diajarkan lewat kognisi saja. Kognisi menurut
Krathwohl hanya memberikan konstribusi yang kecil pada pembentukkan
afeksi. Aspek afeksi dalam penanamannya memerlukan praktek langsung,
mereka perlu dibiasakan tentang nilai-nilai tertentu yang akan ditanamkan.
Seringkali aspek ini terlupakan oleh para pendidikan dan ahli pendidikan.
Pendidikan seringkali mengambil jalan instant sehingga secara otomatis
meniadakan pembiasaan. Tradisi dan karakter dapat dibentuk melalui latihan
dan pembiasaan. Ketika suatu praktek sudah terbiasa dilakukan, berkat
kebiasaan, maka akan menjadi habit bagi yang melakukannya kemudian akan
menjadi ketagihan, dan pada waktunya menjadi tradisi yang sulit untuk
ditinggalkan.46
Pembiasaan anak didik untuk selalu berupaya berbuat sopan terhadap
orang lebih tua adalah suatu tugas bagi setiap pendidik. Tujuan dari
pembiasaan itu sendiri adalah agar peserta didik terbiasa yang kemudian dapat
tertanam dalam pola pikir mereka sehingga apa-apa yang telah diajarkan dapat
menjadi pondadi ilmu mereka pada tahap belajar selanjutnya.
46