Di susun Oleh :
NURMALINA
106011000146
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
MTs. Darul Ma’arif
Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk
Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh :
NURMALINA 106011000146
Mengetahui
Dosen Pembimbing
Dra. Hj. Djunaidatul Munawarah, M. Ag 19580918 198701 2 001
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
ii
telah diajukan dalam sidang Munaqosah pada tanggal 16 Maret 2011, skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program
Strata 1 (S1) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Jakarta, 16 Maret 2011
Panitia Sidang Munaqosah
Ketua Panitia
Tanggal Tanda Tangan
Bahrissalim, M.Ag.
NIP. 1968030.199803.1.002 ... ...
Sekretaris
Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag.
NIP. 19670328.20000 3.1.001 ... ...
Penguji I
Dr. Muhammad Dahlan, M. Hum ... ... NIP. 150.29.4450
Penguji II
Bahrissalim, M.Ag.
NIP. 1968030.199803.1.002 ... ...
Mengetahui : Dekan,
iii
Tempat/Tgl Lahir : Jakarta/20 April 1989
NIM : 106011000146
Fakultas :Tarbiyah dan Keguruan
Jurusan : PAI
Judul Skripsi : Peran Guru Agama Islam dalam Membentuk
Akhlakul Karimah Siswa-Siswi MTs. Darul Ma’arif
Dosen Pembimbing : Dra. Hj. Djunaidatul Munawarah M. Ag
Dengan ini saya menyatakan:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah
saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka
saya bersedia menerima sangsi yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Februari 2011
Mahasiswa Ybs.
Materai 6000
Nurmalina
iv Siswi MTs. Darul Ma’arif
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan apa saja peran guru agama
Islam dalam membentuk akhlakul karimah siswa di MTs. Darul Ma’arif. Guru
adalah orang yang mendidik, membimbing dan ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak dalam membentuk akhlakul karimah, guru bukan hanya seseorang yang berdiri didepan kelas untuk transfer ilmu, akan tetapi guru juga menjadi contoh dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan masyarakat maupun keluarga. Sedangkan peran adalah keseluruhan tingkah laku yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan akhlakul karimah siswa maka penulis menyarankan kepada pihak sekolah untuk menjadikan akhlak sebagai orientasi utama dan pertama didalam penilaian dengan diimbangi oleh kapasitas intelektual anak didik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif analisis yaitu menganalisa data dan informasi yang penulis peroleh dari hasil penelitian kemudian memaparkannya secara sistematis dan rasional. Aspek dalam penelitian ini adalah peran guru agama Islam dalam membentuk akhlakul karimah siswa di MTs. Darul Ma’arif dan perilaku siswa dalam lingkungan sekolah baik terhadap guru maupun terhadap teman.
Penulis menggunakan tekhnik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam mendeskripsikan hasil wawancara penulis menggunakan observasi dan dokumentasi sebagai penguat terhadap data yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap peran guru agama Islam dalam membentuk akhlakul karimah siswa.
v
Puji syukur kehadirat Allah SWT Sang Pencipta dan Penguasa Alam yang
telah melimpahkan kasih sayang, pemberi segala potensi dalam diri manusia.
Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW seorang yang di
utus oleh Ilahi yang menjadi suri tauladan manusia sepanjang jalan kehidupan.
Dengan cinta dan kasihnya yang tulus Beliau telah menunjukkan kepada jalan
kebenaran dan kebahagiaan yang diridhai-Nya.
Alhamdulillah berkat bantuan dan petunjuk dari semua pihak baik secara
moril maupun materil, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini walaupun masih
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan selesainya skripsi ini, penulis tidak
lupa mengucapkan terima kasih pada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M. A. Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Bahrissalim M. Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Safiudin Shidiq, M. Ag. Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dra. Hj. Djunaidatul Munawarah, M. Ag. Dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
5. H. Antung Abdullah. Kepala MTs. Darul Ma’arif Jakarta yang telah
memberikan izin dalam penelitian skripsi.
6. Semua pihak yang ada di MTs. Darul Maarif yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah membantu sehingga penelitian skripsi ini dapat diselesaikan.
7. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis haturkan
dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua Orang Tua penulis yang
vi
8. Adik Abu sofyan tercinta dan sepupu-sepupu tersayang, yang telah
memberikan motivasi kepada penulis.
9. Bapak pimpinan beserta para staff Perpustakaan Utama, Perpustakaan
Fakulatas Tarbiyah dan Keguruan, atas segala kemudahan yang diberikan
kepada penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung penyelesaian
skripsi ini.
10. Ivand Nurdin atas semangat dan dorongan yang tidak pernah berhenti
mengalir, karenanya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat penulis (Rukoyah, Ela, Rara, Ikah, Rika, Fitri) yang telah
memberikan semangat bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.
12. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan
Pendidikan Agama Islam, khususnya kelas D angkatan 2006 yang tidak
disebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan pahala
dari rahmat Allah SWT dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan umumnya bagi para pembaca. Amin ya robbal alamiin.
Jakarta, 10 Maret 2011
vii
Abstrak ... iv
Kata pengantar ... v
Daftar isi ... vii
Daftar Tabel dan Lampiran . ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 1
B. Masalah penelitian ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI MENGENAI PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK SISWA A. Guru Agama ... 8
1. Pengertian Guru ... 8
2. Kedudukan dan Peran Guru ... 11
3. Sikap dan sifat guru yang baik ... 14
4. Syarat-syarat Guru ... 16
B. Akhlak ... 19
1. Pengertian Akhlak ... 19
2. Pembentukan Akhlak ... 21
3. Aspek Akhlak ... 24
4. Metode Pembentukan Akhlak di Sekolah ... 25
C. Peran guru agama Islam dalam membentuk akhlakul karimah siswa ... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian ... 31
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
viii
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran umum MTs. Darul Ma’arif ... 36
B. Peran Guru Agama Islam dalam Membentuk Akhlakul Karimah Siswa ... 45
C. Penyadaran Akhlak Siswa MTs Darul Ma’arif ... 46
D. Akhlak Siswa ... 55
E. Analisis ... 65
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
ix
Tabel 2 Data guru dan pelajaran yang di ajarkan ...38
Tabel 3 Status kepegawaian guruMTs. Darul Ma’arif ...38
Tabel 4 Jumlah siswa MTs. Darul Ma’arif ...41
[image:10.595.116.525.81.471.2]1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Menurut undang-undang Republik Indonesia No. 20 Th 2003 tentang
sistem pendidikan nasional disebutkan pengertian pendidikan sebagai berikut:
“ Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang berakhlak paling mulia.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad)1
Ibnu Qayyim menuturkan : keseluruhan isi agama Islam merupakan
akhlak. Jadi, barang siapa yang akhlaknya lebih luhur daripada dirimu, berarti
ia memiliki derajat agama yang lebih tinggi daripada dirimu".
1
Dari hadist di atas dijelaskan di antara hal yang paling mulia bagi
manusia sesudah iman dan ibadah kepada Allah ialah akhlak yang mulia
(Akhlakul Karimah). Dengan akhlak yang mulia terciptalah kemanusiaan
manusia dan perbedaannya dengan hewan.2
Di dalam undang-undang tersebut dicantumkan juga tentang tujuan
pendidikan nasional sebagai berikut :
Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ini usaha dan sekaligus tujuan pendidikan nasional yang menjadikan
tugas dari guru agama sebagai pemegang peran utama, menjadi guru
dibutuhkan kepribadian yang baik dan berakhlakul karimah, guru adalah
ujung tombak dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha
pembentukan akhlakul karimah. Akhlak guru mempunyai pengaruh yang
besar sekali pada akhlak-akhlak siswa. Karena guru menjadi contoh teladan
bagi siswa, sebab itu haruslah guru berpegang teguh dengan ajaran agama,
serta berakhlak mulia, berbudi luhur, dan penyayang kepada siswanya.3
Profesi guru berperan sebagai pendidik. Mendidik itu sebagian
dilakukan dalam bentuk mengajar, memberikan dorongan, memuji,
menghukum, memberi contoh, dan membiasakan. Guru juga bertugas : (1)
wajib menemukan pembawaan yang ada pada siswa dengan berbagai cara
seperti wawancara, observasi, pergaulan dan angket. (2) berusaha menolong
siswa mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan
pembawaan yang buruk agar tidak berkembang. (3) mengadakan evaluasi
2
Sudirman Tebba, Manusia Malaikat, (Yogyakarta : Cangkir Geding, 2005), cet. 1, h. 67 3
setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan siswa berjalan dengan
baik.4
Ironisnya, selama ini pelaksanaan pendidikan akhlak masih terbatas
hanya pada aspek kognisi untuk pembekalan pengetahuan siswa. Hal ini
nampak jelas pada proses pembelajaran maupun pada evaluasi pendidikan
yang lebih terbatas pada penyerapan pengetahuan. Guru di depan kelas lebih
banyak mengajarkan pengetahuan, belum sampai pada menciptakan situasi
pendidikan yang mendorong tertanamnya nilai-nilai untuk membentuk akhlak
siswa. Padahal sebenarnya tugas guru bukan hanya sebatas itu, akan tetapi ia
juga harus dapat memperbaiki pendidikan akhlak yang telah diterima siswa,
baik dalam keluarga maupun masyarakat sekitarnya, sekaligus mengadakan
pendidikan ulang (re-education) terhadap apa yang telah diterima siswa
dimasa sebelumnya. Tugas tersebut merupakan kewajiban utama guru, karena
ajaran agama Islam membimbing manusia agar memperbaiki akhlak diri
pribadi dan masyarakatnya. Lingkungan masyarakat yang rusak agar segera
diubah akhlaknya, sehingga perbuatan dan perilakunya baik.
Masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan
pendidikan, karena banyak dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan
bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Ada pula pendapat
yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan,
pembinaan dan perjuangan keras yang sunguh-sungguh.
Pada kenyataannya di lapangan, usaha-usaha pembinaan akhlak
melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode
terus dikembangkan, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa
terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah
dan Rasulnya, hormat kepada Ibu-Bapak, sayang kepada sesama makhluk
Tuhan.
Dewasa ini telah terjadinya dekadensi akhlak siswa, tata kesopanan
peserta didik yang kurang dan perilakunya tidak sesuai dan bertentangan
4
dengan nilai-nilai moral yang berlaku di sekolah. Seperti melecehkan
gurunya, berkata buruk, mencela, mengejek dan melawan guru (fisik atupun
non-fisik), melanggar disiplin sekolah, merokok, berambut gondrong,
membolos, berkelahi, pacaran, narkoba yang terus mengalami peningkatan
yang tajam terutama dalam lingkungan sekolah jumlahnya mencapai 45 %,5
tawuran antar sekolah, dan tindakan-tindakan yang bersifat kriminalitas
lainnya. Oleh sebab itu perlunya peran aktif dari berbagai kalangan terkait,
untuk bersama-sama mengentaskan problematika akhlak siswa, tentu dalam
hal ini guru di tuntut lebih berperan ekstra dalam proses pembentukan akhlak
siswa agar mereka tidak terperangkap dalam jurang bencana yang teramat
dalam, Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina.6
Salah satu peran guru, terutama guru agama adalah memberikan
contoh dan teladan yang baik kepada para siswanya. Contohnya dalam hal
memberikan pelajaran kepada siswa, sikap guru dan penyampaiannya yang
baik tentu akan membuat siswanya nyaman dalam proses belajar mengajar di
sekolah. Kenyamanan tersebut memberikan efek positif, misalnya siswa
mudah menangkap pelajaran, siswa tidak bosan dengan penyampaian guru,
atau siswa akrab dengan guru. Sebaliknya sikap dan cara penyampaian guru
yang tidak baik, tidak ramah, bermuka masam bahkan marah-marah tentu
akan mengganggu proses pembelajaran siswa, terlebih lagi guru menjadi
tidak berwibawa, dibenci dan dijauhkan, maka sikap dan penyampaian
seorang guru sangat berpengaruh pada proses pembelajaran dan pembentukan
akhlak siswa.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk
meneliti dan membahas masalah akhlak tersebut di dalam skripsi dengan
judul : “PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH SISWA-SISWI MTS. DARUL MA’ARIF.”
5
______, Keadaan Darurat atau Siaga Remaja Jakarta Pemakai Narkoba, (Jakarta: Koran anak Indonesia, 2006)
6
B.
Masalah Penelitian
1.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis
dapat mengidentifikasi beberapa masalah yang terdapat pada judul di atas,
antara lain :
a. Kurang efektifnya rumpun pelajaran Agama Islam dalam
pembelajaran akhlakul karimah.
b. Aspek tujuan pembelajaran akhlak belum tercapai secara afektif dan
psikomotorik, tetapi masih terkonsentrasi pada aspek kognitif.
c. Kemauan dan kemampuan guru dalam membentuk akhlakul karimah
siswa.
d. Belum optimalnya pembelajaran budaya Islami di lingkungan sekolah.
e. Peran guru dalam membentuk akhlakul karimah bagi siswa.
f. Masih ditemukan beberapa pelanggaran moral dikalangan siswa.
g. Faktor pendukung dan penghambat dalam upaya pembentukan akhlak
siswa.
2.
Pembatasan Masalah
Untuk menghindari perbedaan persepsi serta pengarahan
permasalahan yang terlalu meluas maka permasalahan dalam penelitian ini
peneliti batasi sebagai berikut :
a. Peranan guru :
a) Pendidik yang mengarahkan siswa agar dapat membentuk perilaku
yang baik.
b) Pembimbing yang berkewajiban memberikan contoh yang baik
kepada siswa supaya mereka dapat mempertinggi perilaku yang baik.
c) Pengajar dengan cara mengajar, memberi dorongan, memberi
contoh, memuji dan membiasakan siswa.
d) Kemauan dan kemampuan seorang guru dalam membina akhlak
siswa.
3.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas dan
untuk memfokuskan kajian permasalahan dalam skripsi ini penulis
membatasi permasalahannya adalah :
a. Apa saja peran yang dilakukan guru agama Islam dalam membentuk
akhlakul karimah siswa?
b. Bagaimana akhlak siswa dalam berinteraksi dengan guru dan teman di
sekolah?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan dari penulisan skrpsi ini adalah sebagai berikut :
a. Mendeskripsikan peran guru dalam membentuk akhlakul karimah
siswa.
b. Mendeskripsikan tingkat keefektifan peran yang dilakukan guru dalam
membentuk akhlakul karimah bagi siswa.
2. Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah :
a. Diharapkan skripsi ini dapat memberikan dorongan kepada semua
lembaga-lembaga pendidikan untuk lebih memberikan perhatian kepada
mata pelajaran Agama Islam khususnya tentang akhlakul Karimah.
b. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis dan sebagai
bahan rujukan bagi mereka yang ingin membahasa topik yang berkaitan
dengan masalah ini.
c. Bagi guru agar mengetahui tugas dan tanggung jawab yang diembannya
dalam membentuk akhlakul karimah siswa.
d. Sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam rangka turut serta
mempersiapkan generasi yang memiliki pribadi yang berpola pikir
islam, berakhlakul karimah serta berguna bagi agama nusa dan bangsa.
Dalam usaha untuk memperoleh data-data dan informasi mengenai
dengan menggunakan penelitian lapangan (Feld Research), yakni
mengadakan penelitian lapangan untuk mengumpulkan dan mendapatkan data
yang jelas.
Adapun untuk menjelaskan permasalahan dalam skripsi ini penulis
menggunakan metode deskriftif analisis, yaitu menganalisa data dan
informasi yang penulis peroleh dari hasil penelitian kemudian
8
BAB II
LANDASAN TEORI MENGENAI PERAN
GURU AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK
AKHLAKUL KARIMAH SISWA
A.
Guru Agama
Kegiatan pembelajaran merupakan suatu kondisi yang sengaja
diciptakan, dan gurulah yang menciptakan guna membelajarkan siswa. Dari
kedua belah pihak ini akan lahir interaksi edukatif dengan mempersiapkan
siswa agar beriman kepada Allah dan berakhlak mulia, membimbingnya
untuk mencapai kematangan berfikir dan keseimbangan psikis, serta
mengarahkannya agar membekali diri dengan berbagai ilmu dan keterampilan
yang bermanfaat. maka semua komponen diperankan secara optimal guna
mencapai tujuan pendidikan, maka untuk mencapai kesuksesan yang
diharapkan, peran guru amatlah penting di samping harus ada usaha dari
siswa itu sendiri.
Berikut akan penulis jelaskan mengenai pengertian guru agama Islam
serta perannya dan pembinaan akhlak siswa.
1
. Pengertian Guru Agama
Dalam kamus bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai orang yang
pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar.1 Kata Guru yang dalam
1
bahasa Arab disebut mu’allim dan dalam Bahasa inggris teacher itu
memang memiliki arti sederhana, yakni seseorang yang pekerjannya
mengajar orang lain.2
Menurut Ahmad Tafsir pendidik adalah siapa saja yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan anak.3 Menurut WJS Poerwadarminta yang
dikutip oleh Abuddin Nata guru adalah orang yang mendidik.4 Pengertian
ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan
kegiatan dalam bidang mendidik.
Abudin Nata mendefinisikan guru adalah seseorang yang
memberikan bimbingan, arahan dan ajaran.5 Tugas pendidik dalam
pandangan Islam secara umum ialah mendidik, yaitu mengupayakan
perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik,
kognitif maupun potensi afektif.6
Dalam undang-undang No 14 tahun 2005 dijelaskan bahwa : Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah.7
Dari pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa guru
adalah orang yang mendidik, membimbing dan ikut bertanggung jawab
dalam membantu anak-anak dalam membentuk akhlakul karimah. Guru
bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan
materi pengetahuan tertentu, akan tetapi merupakan anggota masyarakat
yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan
2
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, suatu pendekatan baru, (Bandung: Remaja Rosdakrya offset, 1996), cet 3, h. 223
3
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persefektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) cet 4, h.74
4
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Gaya Media Pratama, 2005) h.113 5
Abudin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2001), h. 84
6
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persefektif Islam, h.74
7
perkembangan anak didiknya menjadi dewasa dan menjadi anggota
masyarakat yang bertanggung jawab.
Orang yang menerima amanat orang tua untuk mendidik anak itu
disebut guru. Namun guru bukan hanya penerima amanat dari orang tua
untuk mendidik anaknya, melainkan dari setiap orang yang memerlukan
bantuan untuk dididiknya. Sebagai pemegang amanat, guru bertanggung
jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya. Allah swt menjelaskan :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.(Qs.
An-nisa : 58)8
Jadi predikat guru yang melekat pada seseorang didasarkan atas
amanat yang diserahkan orang lain kepadanya. Tanpa amanat itu,
seseorang tidak akan disebut guru.
Sedangkan pengertian agama adalah kebenaran yang bersumber
dari wahyu Tuhan mengenai berbagai hal kehidupan manusia dan
lingkungannya. Agama dapat mempertinggi akal pikiran perseorangan dan
memimpin supaya berfikiran waras dan cerdas tentang kejadian alam
semesta. Agama adalah obor yang menerangi seseorang untuk menempuh
jalan kebaikan serta mengatur perhubungannya dengan Khaliknya, dan
perhubungan dengan keluarga dan masyarakatnya.9 Secara terminologi
dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, agama di artikan aturan atau tata
8
Al-qur’an dan terjemahnya
9
cara hidup hubungan manusia dengan Tuhan dan sesamanya.10 Dalam
kamus besar Bahasa Indonesia agama adalah kepercayaan kepada Tuhan.11
Menurut Abdurrahman An-Nahlawi Islam berarti berserah diri kepada
Allah.12
Dengan demikian agama Islam adalah Agama Allah yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad saw, untuk diteruskan kepada umat
manusia mengenai berbagai hal tentang kehidupan manusia dan
lingkungannya. Serta agama fitrah dan agama amalan, agama rohani dan
perasaan, agama logika dan fikiran, agama masyarakat dan peraturan.13
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa guru agama Islam
adalah tenaga pengajar yang memiliki tugas dan tanggung jawab bidang
agama yang tidak hanya mengajar tetapi berfungsi sebagai pendidik dan
seseorang atau pendidik yang bertanggung jawab dalam membimbing anak
untuk membentuk akhlakul karimah. Selain itu, guru agama mempunyai
peran yang penting dalam membentuk akhlak siswa bukan hanya sekedar
menyampaikan materi yang diajarkan akan tetapi, seorang guru juga harus
dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat
melihat contoh dari guru tersebut.
2. Kedudukan dan Peran guru agama
Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai pengajar, tetapi
juga sebagai pendidik dan sekaligus sebagai pembimbing yang
memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Salah satu hal
yang menarik pada ajaran Islam yaitu penghargaan Islam yang sangat
tinggi terhadap guru.
Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan
kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi dan Rasul, dikatakan
seperti itu karena guru selalu terkait dengan ilmu pengetahuan, sedangkan
Islam amat menghargai pengetahuan, pengetahuan itu didapat dari belajar
10
______, definisi-pengertian agama, dalam blogspot.com 11
Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern , h.3 12
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di rumah, sekolah, dan masyarakat, (Jakarta : Gema Insani, 1995), h. 24
13
dan mengajar, yang belajar adalah calon guru, dan yang mengajar adalah
guru. Karena itu, Islam memuliakan guru.
Dalam mengajar guru memiliki tujuan, hal ini meliputi
perkembangan aspek-aspek akhlakul karimah yang diharapkan terjadi pada
peserta didiknya, seperti : pengetahuan, pengertian, sikap, kebiasaan,
keterampilan, budi pekerti, dan cita-cita.14
Peranan (role) guru artinya keseluruhan tingkah laku yang harus
dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru.15
Guru mempunyai peranan yang amat luas, baik di sekolah,
keluarga maupun masyarakat. Di sekolah guru berperan sebagai pengajar
dan pendidik, di dalam keluarga guru berperan sebagai family educator
sedangkan di masyarakat guru berperan sebagai social developer (pembina
masyarakat), dan social motivator (pendorong masyarakat).
Di bawah ini ada beberapa pendapat mengenai peran seorang guru :
Menurut Abdurrahman An-nahlawi dalam bukunya yang berjudul
Pendidikan Islam di rumah, sekolah dan masyarakat mengatakan bahwa
guru memiliki dua fungsi yaitu : 1) Fungsi penyucian: artinya seorang guru
pembersih diri, pemelihara diri, pengembang serta pemelihara fitrah
manusia, 2) Fungsi pengajaran: artinya seorang guru berfungsi untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan agar siswa menerapkan seluruh
pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.16
Menurut Abuddin Nata peran yang dilakukan guru demikian luas,
guru di tuntut agar berperan sebagai informator, motivator, instruktur.17
Menurut Adams dan Dickley peran guru di sekolah sesungguhnya sangat luas, meliputi: 1. Guru sebagai pengajar (Teacher as an instructor), 2. Guru sebagai pembimbing (Teacher as a counsellor), 3. Guru sebagai ilmuwan (Teacher as a scientist), 4. Guru sebagai pribadi (Teacher as a person), 4. Guru sebagai
14
Departemen Agama, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, (Jakarta, 2005), h. 36
15
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), h. 165
16
Abdurrahman An-nahlawi, Pendidikan Islam di rumah,sekolah dan masyarakat, (Jakarta : Gema Insani, 1995), h. 170
17
penghubung (Teacher as a communicator), 5. Guru sebagai pembangun (Teacher as a constructor).18
Peran guru dapat digambarkan melalui bagan berikut :
Bagan Tugas Guru
Sumber : Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : Rosdakarya.1990), h.6
Bagan di atas tampak bahwa guru mempunyai peranan yang sangat
penting dalam upaya membentuk, mengarahkan dan membina siswa
18
Departemen Agama, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, h. 71
Tugas Guru Meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup
Mendidik
Profesi
Meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi Mengajar
Mengembangkan keterampilan dan penerapannya Melatih
Menjadi orang tua kedua
Kemanusiaa Transformasi diri
Auto identifikasi
Mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral pancasila
Kemasyarakatan
sehingga ia mampu membentuk akhlakul karimah siswa baik di sekolah
maupun di masyarakat.
Menurut S. Nasution tugas guru sebagai pendidik profesional
adalah: a) guru sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan b)
guru sebagai model, guru tersebut menjadi contoh dalam kehidupan
sehari-hari, bagaimana guru bersikap dalam lingkungan sekolah, keluarga dan
masyarakat. c) guru menjadi model sebagai pribadi, apakah ia berdisiplin,
cermat berfikir dan mencintai pelajarannya.19
Menurut Ag. Soejono tugas guru adalah: a) Wajib menemukan
pembawaan pada siswa dengan berbagai cara seperti pendekatan guru
kepada siswa. b) Berusaha menolong siswa mengembangkan pembawaan
yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak
berkembang. c) memberikan bimbingan jika siswa menemui kesulitan
dalam mengembangkan potensinya.20
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peran dan fungsi
guru tidak hanya membimbing siswa saja, melainkan mendidik, mengajar,
serta menjadi contoh bagi siswa. Mampu mengembangkan potensi siswa,
menjadi informator dan motivator siswa dan menjadi sosok yang baik
dalam lingkungan sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat.
3.
Sikap dan Sifat-Sifat Guru yang Baik
Mengajar adalah suatu usaha yang sangat kompleks, sehingga
sukar menentukan bagaimanakah sebenarnya mengajar yang baik. Ada
guru yang mengajar baik kepada Taman Kanak-kanak akan tetapi
menemui kegagalan di kelas-kelas tinggi SD, dan sebaliknya ada guru
besar yang pandai mengajar kepada mahasiswa akan tetapi tidak sanggup
menghadapi murid-murid di kelas SD. Sikap Guru yang baik dikutip oleh
Prof. Dr. S. Nasution adalah :
1. Guru yang baik memahami dan menghormati murid.
2. Guru yang baik menghormati bahan pelajaran yang diberikannya. Ia harus menguasai bahan itu sepenuhnya jangan
19
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, h.115 20
hanya mengenal isi buku pelajaran saja. Melainkan juga menyukainya serta mangetahui pemakaian dan manfaatnya bagi kehidupan anak dan manusia umumnya.
3. Guru yang baik menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran.
4. Guru yang baik menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu.
5. Guru yang baik memberi pengertian dan bukan hanya kata-kata belaka. Salah satu penyakit yang terbesar di sekolah ialah verbalisme, yakni anak mengenal kata-kata tetapi tidak menyelami artinya, anak dapat mengatakan pelajaran di luar kepala, akan tetapi tidak memahami isinya.
6. Guru menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan murid.21
Menurut Parker dalam bukunya yang berjudul keberanian mengajar dijelaskan bahwa guru yang baik memiliki kapasitas untuk menjalin hubungan yang utuh di antara mereka sendiri, pelajaran mereka, dan siswa-siswa mereka.22
Menentukan apakah guru itu baik sangat sukar, oleh sebab itu
mengajar baik ditentukan oleh macam-macam faktor yang setiap kali
berlainan. Walaupun seorang guru mengajar baik di satu kelas, anak-anak
setiap tahun berbeda dari tahun-tahun yang lalu, sehingga tidak dapat
dipakainya setiap tahun cara-cara yang sama.
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan, setiap guru
berkewajiban mencintai tugasnya yang mulia dengan kesadaran
pengabdian hidupnya terhadap manusia, bangsa dan negara yang diridhai
oleh Allah SWT.
Untuk mencapai hal-hal tersebut, maka di bawah ini tata cara yang
wajib diamalkan oleh seorang guru dalam jabatannya.
Hubungan guru dengan murid :
1. Guru selaku pendidik, hendaknya selalu menjadikan suri teladan bagi
siswa.
21
S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara) h. 8-11
22
2. Berikanlah pujian karena pujian menyebabkan siswa memahami guru
sebagai seorang yang sangat berperikemanusiaan dan untuk itu
selayaknya dihargai.23
3. Menyayangi dan memperingatkan siswanya bahwa tujuan menuntut
ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.24
Ciri-ciri guru yang paling disukai peserta didik, di dalam buku Didaktik Asas-asas Mengajar dijelaskan, Seorang guru profesional harus: (1)Suka membantu dalam pekerjaan sekolah, menerangkan pelajaran dan tugas dengan jelas serta mendalam dan menggunakan contoh-contoh sewaktu mengajar. (2)Riang, Gembira, mempunyai perasaan humor dan suka menerima lelucon atas dirinya. (3)Bersikap akrab seperti sahabat, merasa seorang anggota dalam kelompok kelas. (4)Menunjukkan perhatian pada murid dan memahami mereka. (5)Berusaha agar pekerjaan sekolah menarik, membangkitkan keinginan belajar. (6)Tegas, sanggup menguasai kelas, membangkitkan rasa hormat pada murid.(7)Tidak pilih kasih, tidak mempunyai anak kesayangan. (8)Tidak suka memarahi, mencela, mengejek, menyindir. (9)Betul-betul mengajarkan sesuatu kepada murid yang berharga bagi mereka.(10)Mempunyai pribadi yang menyenangkan.25
Jadi dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri guru yang baik adalah
seorang guru yang dapat memahami dan menghormati murid, tidak suka
mengomel, mempunyai pribadi yang menyenangkan dan dewasa. Serta
dapat menunjukkan perhatian kepada murid.
1.
Syarat-Syarat Guru
Kalau kita perhatikan apa yang telah diuraikan tentang pengertian
guru agama Islam, sifat-sifat guru, serta peran sebagai seorang guru
tidaklah mudah. Menurut Abdurrahman An-nahlawi, ada beberapa syarat
seorang guru yang perlu diperhatikan guru, yaitu:
1) Seorang guru hendaknya mengajarkan ilmunya dengan sabar. 2) Seorang guru ketika menyampaikan ilmunya kepada anak didik,
seorang guru harus memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang dia ajarkan dalam kehidupan pribadinya.
23
Thomas Gordon, Guru yang Efektif, (Jakarta : Rajawali, 1986) cet.2., h. 4 24
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persefektif Islam, h.83 25
3) Seorang guru senantiasa meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan kajiannya.
4) Seorang guru dituntut cerdik dan terampil dalam menciptakan metode pengajaran yang variatif serta sesuai dengan situasi. 5) Seorang guru dituntut mampu bersikap tegas dan meletakkan
sesuatu sesuai proporsinya sehingga dia akan mampu mengontrol dan menguasai siswa.
6) Seorang guru dituntut untuk memahami psikologi anak, psikologi perkembangan, dan psikologi pendidik sehingga ketika guru mengajar, dia akan memahami dan memperlakukan ana didiknya sesuai kadar intelektual dan kesiapan psikologisnya.
7) Seorang guru dituntut untuk peka terhadap fenomena kehidupan sehingga dia mampu memahami berbagai kecenderungan dunia beserta dampak dan akibat bagi peserta didik, terutama dampak dalam pola pikir mereka.26
Soejono menambahkan syarat guru yang dikutip oleh Ahmad
Tafsir, adalah : (1) Umur harus sudah dewasa, (2) tentang kemampuan
mengajar, (3) ia harus ahli, dan (4) harus berdedikasi tinggi.
Sebagaimana pula dijelaskan pada peraturan pemerintah Republik Indonesia No 14 tahun 2005 tentang kompetensi yang harus dimiliki guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan b. Pemahaman terhadap peserta didik
c. Pengembangan kurikulum atau silabus d. Perancangan pembelajaran
e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran
g. Evaluasi hasil belajar, dan
h. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian, kemampuan pribadi ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Beriman dan bertakwa b. Berakhlak mulia c. Arif dan bijaksana
26
d. Demokratis e. Mantap f. Berwibawa g. Stabil h. Dewasa i. Jujur j. Sportif
k. Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, dan
l. Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:
a. Berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun
b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik
d. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, dan
e. Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Kompetensi professional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
a. Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
b. Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.27
Menurut Al-Ghazali pendidik harus mempunyai sifat kasih sayang
terhadap siswa, melakukan aktifitas karena Allah swt, mampu membrikan
nasehat yang baik kepada siswa, mampu mengarahkan siswa kepada hal
yang positif, mengetahui intelektualitas siswa, dan mampu menumbuhkan
kegairahan siswa terhadap ilmu yang dipelajarinya.28
27
Peraturan Pemerintah RI nomor 74 Tahun 2008, Guru, (Jakarta: BP. Cipta Jaya, 2009) 28
Dari pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa seorang
guru di harapkan memiliki syarat-syarat, ada beberapa syarat yang harus
dimiliki seorang guru, diantaranya kemampuan dalam mengajar siswa,
karena jika guru tidak memiliki kemampuan dalam mengajar di
khawatirkan akan menjerumuskan siswa kepada hal-hal yang negatif, guru
diharapkan mempunyai sifat kasih sayang terhadap siswa, karena sifat
kasih sayang ini pada akhirnya akan melahirkan keakraban dan
ketentraman belajar selain itu harus memiliki kompetensi guru menurut
Undang-undang No 14 tahun 2005 yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional dan sosial..
B.
Akhlak
1.
Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jama dari “khuluqun” ( )
yang menurut bahasa diartikan : budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat. Dan akhlakul karimah adalah budi pekerti mulia atau tingkah laku
mulia.29
Ibnu Atsir mendefinisikan akhlak berarti dien, tabiat dan sifat,
hakikatnya adalah batin manusia, yaitu jiwa dan kepribadiannya.30
Secara istilah (terminologis ) Imam Al-Ghazali mendefinisikan :
“akhlak sebagai sifat yang tertanam di dalam jiwa yang menimbulkan
bermacam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan”.31
29
Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), cet 3, h.1 30
Fariq bin Qasim Abnuz, Bengkel Akhlak, (Jakarta: Darul Falah, 2003), cet 2, h. 13 31
Ada beberapa pendapat ahli dalam mendefinisikan akhlak sebagai
berikut:
Al-Jahizh mengatakan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa
seseorang yang selalu mewarnai setiap tindakan dan perbuatannya, tanpa
pertimbangan ataupun keinginan.32
Tebba mengutip pendapat Hamzah ya’qub dalam bukunya Manusia
Malaikat :
1. Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara yang baik dan
buruk, antar yang terpuji dan yang tercela dan tentang perkataan atau
perbuatan manusia lahir dan bathin.
2. Pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk
serta ilmu yang mengatur pergaulan manusia dalam bermasyarakat.33
Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak adalah kebiasaan
kehendak. Kehendak adalah ketentuan dari beberapa keinginan manusia
setelah bimbang, sedangkan kebiasaan merupakan perbuatan yang
diulang-ulang sehingga mudah melakukannya, jika kehendak itu dibiasakan
melakukan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak.34
Pendapat seorang filosof muslim yang bernama Ibnu Maskawaih,
mendefinisikan akhlak secara luas sebagai berikut:
“akhlak adalah kondisi kejiwaan saat seorang manusia tergerak
melakukan sesuatu dengan tanpa berfikir terlebih dahulu. Dan ini terbagi
dua bagian yaitu : tabiat dan kebiasaan”.35
32
Mahmud Al-Mishri Abu Ammar, Ensiklopedia Akhlak Muhammad saw, (Jakarta : Pundi Akasara, 2009), cet 1, h. 6
33
Sudirman Tebba, Manusia malaikat, (Yogyakarta : Cangkir Geding, 2005), cet. 1, h. 66 34
Ahmad Amin, Ilmu Akhlak, Terj Farid Ma’ruf (Jakarta : Bulan Bintang, 1975) cet. viii, h. 62
35
Betapapun semua definisi akhlak di atas berbeda rumusannya,
tetapi sebenarnya tidak berjauhan maksudnya yaitu sifat, perangai, tabiat,
perilaku yang tertanam dalam diri seseorang, yang dapat membedakan
antara yang baik dan buruk. serta sebagai media yang memungkinkan
adanya hubungan baik antara Khaliq dengan makhluk dan antara makhluk
dengan makhluk.
2.
Pembentukan Akhlak
Pribadi manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha
pembentukan melalui kebiasaan. Jika manusia terbiasa berbuat jahat, maka
ia akan menjadi orang yang jahat. Sebaliknya jika manusia membiasakan
diri dengan cara bertingkah laku yang mulia, maka ia dapat membentuk
pribadi yang mulia.
Pendidikan Akhlak adalah roh dan tujuan utama pendidikan Islami.
Ketika memberikan pendidikan akhlak terhadap anak-anak, berarti kita
membiasakan anak untuk berakhlak mulia dan menjauhkannya dari akhlak
tercela dan mengembangkan anak supaya menjadi manusia yang sempurna
akhlaknya, dimana ia akan menjadi kunci pembuka kebaikan dan kunci
penutup kejahatan.36
Dalam hal membentuk dan membina tingkah laku dan etika anak
merupakan suatu kewajiban agama yang lazim bagi setiap pendidik
berdasarkan dalil dari Al-Qur’an dan Allah memerintahkan baik berbentuk
pengajaran, perlindungan dan peribadatan.37
Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena
akhlak adalah insting yang dibawa manusia sejak lahir. Dengan pandangan
seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa
dibentuk dan diusahakan. Selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan
36
Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Seni Mendidik Anak 2, ( Kairo : Dar At-Tauzi wa
An-Nasyar Al-Islamiyah, 2001), cet.1, h. 50 37
bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan, perjuangan
keras dan sungguh-sungguh.
Kelompok yang mendukung pendapat yang kedua ini umumnya
datang dari ulama-ulama Islamyang cenderung pada akhlak. Ibnu
Miskawih, Ibnu Sina, Al-Ghazali dan lain-lain termasuk kepada kelompok
yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil usaha.
Akhlak adalah bagian integral dari Islam, sebagaimana halnya iman
dan ibadah. Artinya orang yang beriman harus beribadah dan berakhlak
mulia. Seorang muslim tidak lengkap keislamannya bila hanya beriman
dan beribadah, tetapi tidak berakhlak mulia. Sebaliknya, kalau orang
berakhlak tanpa iman, maka akhlaknya mempunyai dasar yang kuat.
Tanpa iman orang tidak memiliki pegangan hidup dalam menjalankan
akhlaknya.38
Di dalam ajaran Islam, akhlak tidak dapat dipisahkan dari Iman.
Iman merupakan pengakuan hati, sedangkan akhlak pantulan dari Iman
berupa perilaku, ucapan dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan
akhlak butuh keimanan dalam perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran
dan hanya karena Allah swt.
Pembinaan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan
pelaksanaan rukun Iman dan rukun Islam, karena ajaran Islam tentang
keimanan sangat berkaitan erat dengan mengerjakan serangkaian amal
saleh dan perbuatan yang terpuji. Sedangkan mengenai rukun Islam sudah
jelas mengandung konsep pembinaan akhlak. Di antaranya ialah tunduk
kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai pengamalan dari rukun Islam yang
pertama, shalat dapat mencegah perbuatan yang keji dan munkar,
mengeluarkan zakat dapat membersihkan diri dari sifat kikir, puasa dapat
melatih kesabaran, dan haji dapat menghindarkan diri dari kejahatan dan
permusuhan.
38
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi anak dalam proses
pembentukan akhlak siswa. Faktor yang mempengaruhi pembentukan
akhlak pada diri seseorang adalah:
Pertama, faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat
berupa kecenderungan, bakat, akal, keturunan/keluarga merupakan
pendidikan yang utama bagi pembentukan akhlak anaknya. Yang
dilakukan oleh orang tuanya biasanya si anak mengikutinya. Oleh karena
itu peran orang tua sangat mempengaruhi watak dan karakter
anak-anaknya dan jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau
kecenderungan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang tersebut
akan menjadi baik.
Kedua, faktor dari luar, yaitu faktor lingkungan, lingkungan
masyarakat maupun lingkungan sekolah. Dari kedua faktor ini faktor
pergaulan/lingkunganlah yang sangat dominan pengaruhnya dalam
pembentukan karakter atau akhlak. Jika pembinaan yang diberikan kepada
anak itu baik, maka baiklah anak itu. Begitu juga sebaliknya, jika
pendidikan yang diberikan kepada anak itu tidak baik, maka buruklah
akhlak anak itu, seperti orang tua dahulu bilang siapa yang bergaul dengan
penjual minyak wangi maka akan dapat wanginya dan siapa yang bergaul
dengan tukang las maka akan terkena percikan apinya.
Ahmad amin dalam bukunya yang berjudul Ilmu Akhlak
berpendapat bahwa faktor lingkunganlah yang sangat berpengaruh dalam
mempengaruhi seseorang yakni sampai 80%.
Singgih D. Gunarsa mengutip pendapat Anastasih dalam bukunya
yang berjudul Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, di katakan
bahwa kadang-kadang lingkungan sangat kecil pengaruhnya tapi ada
masa-masa dimana pengaruhnya sangat besar. Seperti peristiwa traumatis
(goncangan jiwa), terjadi dalam waktu yang singkat akan tetapi,
menimbulkan reaksi dan akibat yang mungkin lama.39
39
Maka dapat disimpulkan bahwa faktor keturunan saja tidak
menentukan munculnya suatu ciri tingkah laku seorang anak, karena masih
ada faktor lain yaitu lingkungan yang paling berpengaruh dalam
pembentukan tingkah laku seorang anak.
3.
Aspek Akhlak
Akhlak merupakan kebiasaan kehendak. kehendak adalah
ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang, sedangkan
kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah
melakukannya, jika kehendak itu bila dibiasakan sesuatu maka
kebiasaannya itu disebut akhlak.
Yang termasuk kedalam aspek akhlak adalah:
1. Batiniyah, merupakan akhlak yang tidak tampak yaitu :
a. Instinct: suatu sifat yang dapat menimbulkan perbuatan untuk
mencapai tujuan tertentu dengan berfikir terlebih dahulu tanpa
adanya latihan. Misalnya seorang ibu yang berusaha menjaga
anaknya dan membesarkannya dengan memberikannya sandang,
pangan dan papan. Instinct disini yaitu kekuatannya mendorong hal
yang baik yaitu menjaga dan membesarkan anaknya.40
b. Kehendak: sebagai penggerak manusia sehingga akan timbul
perbuatan dari hasil kehendak tersebut. Kehendak ini kadang
menjadi pendorong dan kadang menjadi penolak yakni mendorong
manusia supaya berbuat terkadang mencegah kekuatan tersebut.
Misalnya ketika seorang anak sedang menulis, lalu ia merasakan
lapar, seketika itu juga ia berhenti menulis dan menuju ke meja
makan untuk makan. Kehendak disini yaitu ketika anak tersebut
merasa lapar dan ingin makan.
c. Suara hati: kekuatan untuk memerintahkan melakukan kewajiban
dan melarang melakukan suatu perbuatan. Misalnya seorang abid
terfikir untuk mencuri, akan tetapi ia menyadari bahwa mencuri itu
40
perbuatan dosa, maka kekuatan dalam hatinya melarang melakukan
pencurian, jadi disini suara hati itu adalah larangan mencuri.
2. Dzahiriah, merupakan akhlak yang nampak yaitu: Kebiasaan, suatu
perbuatan yang di ulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan. Hal
ini terjadi karena adanya faktor kesukaan hati melakukan perbuatan
tersebut sehingga dapat melahirkan perbuatan yang diinginkan.
Dapat disimpulkan bahwa suara hati itu terbentuk karena adanya
kehendak, dan kehendak tersebut timbul karena adanya instinc, ketiga hal
ini akan terbentuk menjadi akhlak (perilaku), dan semua ini dapat
terbentuk apabila seseorang yang memiliki iman. Karena dikatakan bahwa
orang mu’min yang sempurna imannya pasti memiliki akhlak yang paling
mulia.
4.
Metode Pembentukan Akhlak di Sekolah
Mendidik akhlak termasuk pekerjaan yang sangat penting, karena
anak-anak adalah amanat bagi kedua orang tuanya. Jika anak dibiasakan
melakukan kebaikan maka baiklah dia, jika anak itu dibiasakan melakukan
keburukan maka anak tersebut menjadi buruk pula.
Anak-anak mempunyai pikiran yang terbatas, pengalaman yang
sedikit dan percobaan yang kurang. Mereka hidup dengan akal pikirannya
dalam alam yang nyata, yang dapat mereka ketahui dengan salah satu
panca indera. Mereka belum dapat memikitkan soal maknawi,
soal-soal abstrak dan hukum-hukum yang umum. Bahkan mereka belum dapat
memikirkan dalil-dalil dan teori yang dalam seperti Ilmu kalam dan
Filsafat.
Anak-anak itu sangat perasa, mempunyai perasaan halus, mudah
terpengaruh begitu juga sifat anak-anak yang suka mencontoh dan meniru.
Ditirunya apa-apa yang dilihatnya, dicontohnya kelakuan orang tuanya
atau teman sejawatnya.
Pendidikan agama khususnya akhlak yang akan diberikan kepada
sifat-sifatnya, berikan pendidikan agama dalam bidang yang praktis, berupa
amal perbuatan dan akhlak yang mulia dan kelakuan yang baik, sebaiknya
diberikan berupa kisah-kisah, seperti cerita keagamaan, riwayat
pembesar-pembesar Islam dan sebagian kisah-kisah Al-Qur’an yang mudah
dimengerti oleh mereka serta sesuai pula dengan kebutuhannya.41
Perhatian Islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini
dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus
didahulukan daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah
akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya
akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh
kehidupan manusia lahir dan bathin. Perhatian Islam dalam pembinaan
akhlak selanjutnya dapat dianalisis pada muatan akhlak yang terdapat pada
seluruh aspek ajaran Islam. Ajaran Islam tentang keimanan misalnya
sangat berkaitan erat dengan mengerjakan serangkaian amal salih dan
perbuatan terpuji. Iman yang tidak disertai dengan amal salih dinilai
sebagai iman yang palsu, bahkan dianggap sebagai kemunafikan. Allah
berfirman :
Dan antara manusia (orang munafik) itu ada yang mengatakan: "Kami
beriman kepada Allah dan hari kemudian," padahal mereka itu
sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah : 8)
Ayat di atas menunjukkan dengan jelas bahwa iman yang
dikehendaki Islam bukan iman yang hanya sampai pada ucapan dan
keyakinan, tetapi iman yang disertai dengan perbuatan dan akhlak yang
mulia, seperti tidak ragu-ragu menerima ajaran yang dibawa Rasul, mau
memanfaatkan harta dan dirinya untuk berjuang di jalan Allah. Ini
menunjukkan bahwa keimanan harus membuahkan akhlak dan juga
41
memperlihatkan bahwa islam sangat mendambakan terwujudnya akhlak
yang mulia.
Pembinaan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan
pelaksanaan rukun Islam. Hasil analisis Muhammad Al-Ghazali terhadap
rukun Islam yang lima telah menunjukkan dengan jelas, bahwa dalam
rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan akhlak.
Rukun Islam yang pertama adalah mengucapkan dua kalimat
syahadat, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bersaksi
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Orang yang tunduk dan
patuh pada aturan Allah dan Rasul-nya sudah dapat dipastikan akan
menjadi orang yang baik.
Rukun Islam yang kedua adalah mengerjakan shalat lima waktu.
Shalat yang dikerjakan akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan
yang keji dan munkar.
Rukun Islam yang ketiga, yaitu zakatjuga mengandung didikan
akhlak, yaitu agar orang yang melaksanakannya dapat membersihkan
dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri, dan membersihkan
hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin. Muhammad
Al-Ghazali mengatakan bahwa hakikat zakat adalah untuk membersihkan jiwa
dan mengangkat derajat manusia ke jenjang yang lebih mulia.
Islam juga mengajarkan ibadah puasa sebagai rukun Islam yang
keempat, bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dalam
waktu yang terbatas tetapi lebih dari itu merupakan latihan menahan diri
dari keinginan melakukan perbuatan keji yang dilarang.
Rukun Islam yang kelima adalah ibadah haji. Dalam ibadah haji
inipun nilai pembinaan akhlaknya lebih besar lagi dibandingkan dengan
nilai pembinaan akhlak yang ada pada ibadah dalam rukun Islam lainnya.
Hal ini bisa dipahami karena ibadah haji ibadah yang dalam Islam bersifat
komprehensif yang menuntut persyaratan yang banyak, yaitu disamping
bersabar dalam menjalankannya dan mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit, serta rela meninggalkan tanah air, harta kekayaan dan lainnya.
Ada beberapa cara dalam pembentukan akhlakul karimah, Yaitu :
1. Pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara terus
menerus. Imam Ghazali mengatakan bahwa manusia itu pada dasarnya
dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan. Jika
manusia terbiasa berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang yang jahat,
begitupun sebaliknya jika manusia dibiasakan berbuat baik, maka ia
akan menjadi orang yang baik.
2. Melalui keteladanan, akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya
dengan pelajaran, instruksi dan larangan. Menanamkan sopan santun
memerlukan pendidikan yang panjang. Pendidikan itu tidak akan sukses
jika disertai pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.42
Al-Ghazali juga menekankan tentang metode dalam membentuk
akhlakul karimah, ia menganjurkan agar anak-anak dijauhkan dari
temannya yang berperangai buruk, karena dikhawatirkan anak tersebut
juga berperangai buruk. Seorang anak juga tidak boleh dibiasakan manja,
bersenang-senang, memperoleh kelezatan hidup, karena dampaknya akan
tidak baik di kemudian hari.
Cara agar anak tidak bermain yang tak berguna atau hanya
bersenda gurau adalah membiasakan anak pada waktu senggang untuk
membaca, terutama membaca Al-Qur’an dan riwayat-riwayat hadist,
menghafalkan syair-syair yang mengandung kecintaan kepada orang yang
berhak dicintai. Membiasakan melakukan peribadatan seperti bersuci,
shalat, berpuasa pada bulan Ramadhan, diajarkan tentang ilmu syariah, dan
diajarkan bahwa dunia ini tidak kekal, akhirat lah yang mempunyai
kekekalan abadi.
Seorang anak harus dibiasakan rendah hati dan memuliakan setiap
orang yang bergaul dengannya, tutur katanya lemah lembut, tidak meludah
dihadapan orang lain, tidak meletakkan kaki di atas kakinya, tidak
42
meletakkan telapak tangan di bawah dagunya, tidak menaruh kepala pada
lengannya, karena hal ini menunjukkan sifat malas. Mendengarkan dengan
baik tatkala orang lain yang lebih tua berbicara, berdiri untuk orang yang
derajatnya lebih tinggi dan diberinya tempat yang lapang.
Dapat dilihat dari metode di atas bahwa metode pendidikan akhlak
itu dapat mendidik anak sebagai perangai pribadinya, watak dan
kebiasaan-kebiasaannya sebagai individu bahkan meletakkan dasar-dasar
yang wajib dilaluinya dalam interaksinya dengan orang lain.
C.
Peran Guru Agama Islam dalam Pembentukan Akhlakul
Karimah Siswa
Guru agama Islam memiliki peranan khusus yang signifikan, peran
yang dilakukan guru yaitu sebagai:
a. Pembimbing: guru sebagai pembimbing siswa dalam hal membentuk
akhlak dengan cara penyadar jiwa siswa, jika siswa melakukan kesalahan
peran guru adalah membimbing siswa agar tidak melakukan kesalahan
lagi dan memeri tahu dampak yang terjadi jika melakukan kesalahan.
b. Pendidik: guru mendidik siswa dengan cara meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup, seperti nilai-nilai akhlak dalam
kehidupan, bersikap baik terhadap orang lain, menghormati yang lebih
tua dan menghargai yang lebih muda.
c. Teladan: guru sebagai teladan atau contoh bagi siswa, perilaku yang guru
lakukan merupakan teladan, maka guru tidak boleh membiasakan siswa
melakukan atau berperilaku buruk. Ini perlu disadari oleh guru sebab
perilaku guru akan mempengaruhi anak didik.
d. Pembiasaan: Metode pembiasaan berjalan bersama-sama dengan metode
keteladanan, sebab pembiasaan itu dicontohkan oleh guru. Guru sebagai
tokoh teladan dalam mencontohkan sikap teladannya, seperti
pengulangan, jika guru setiap masuk kelas mengucapkan salam, itu dapat
diartikan sebagai usaha membiasakan.
e. Pengawas: guru juga berperan sebagai pengawas, mengawasi siswa yang
berada di luar kelas maupun di dalam kelas. Jika siswa melakukan
kesalahan maka guru seharusnya menegur dan menasehati, apabila
kesalahn tersebut terulang kembali maka guru patut memberikan sanksi
sesuai dengan kesalahan siswa tersebut.
f. Pengajar: selain menjadi pembimbing, teladan dan pengawas peran guru
paling penting yaitu menjadi pengajar, guru melakukan transformasi ilmu
baik ilmu umum maupun ilmu agama, guru dapat melakukan penanaman
nilai akhlak dalam diri siswa dalam proses pembelajaran, dengan cara
bertutur kata lembut, tidak memaki siswa, menghormati siswa, dan
mengucap salam ketika masuk kelas.
Dengan demikian dapat disimpulkan peranan keteladanan guru,
pembimbing, pembiasaan, pengawasan dan pengajaran berpengaruh besar
terhadap perilaku siswa sebagai penerus bangsa. Melalui poses yang kontinyu
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai masalah dan hal-hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan penelitian yang meliputi metodologi penelitian, waktu dan tempat
penelitian, aspek penelitian, tekhnik pengumpulan data, dan tekhnik pengolahan
analisa data.
A.
Metodologi Penelitian
Segala sesuatu untuk mencapai target yang diinginkan memerlukan
metode. Demikian halnya dengan penelitian, juga memerlukan metode agar
cara kerja yang ingin dihasilkan terarah dengan baik. Adapun penelitian ini
menggunakan metode diskriftif analisis, yaitu memaparkan secara mendalam
dengan apa adanya secara obyektif sesuai dengan data yang dikumpulkan.
Menurut Moleong, data dalam penelitian deskriftif adalah data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini
disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang
dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah
diteliti.1
1
Untuk mendapatkan data-data dalam penulisan ini, tekhnik yang
digunakan oleh peneliti antara lain :
1. Penelitian Lapangan (Field Research): yakni untuk memperkuat data
secara teoritis untuk memperoleh informasi pada responden yang terkait
dengan judul sehingga diperoleh data yang valid dan dapat dipertanggung
jawabkan.
2. Studi kasus, Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu
masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang
mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi berupa dokumen,
catatan-catatan selam proses penelitian.
B.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Mts. Darul ma’arif, Jl. Fatmawati,
Kelurahan Cipete-Selatan, Kecamatan Cilandak, Kota Jakarta, dan waktu
penelitian ini dilangsungkan pada bulan Januari-Februari 2011
C.
Aspek Penelitian
Aspek dalam penelitian yang berjudul “Peran Guru Agama Islam
dalam Membentuk Akhlakul Karimah Siswa MTs. Darul Ma’arif” adalah sebagai berikut:
1. Peran guru agama Islam dalam membentuk akhlakul karimah siswa di
MTs. Darul Ma’arif.
2. Perilaku siswa dalam lingkungan sekolah baik terhadap guru maupun
terhadap teman.
Adapun definisi dari kedua variabel dari penelitian ini adalah:
Peran guru yang dimaksud mencakup proses penyelenggaraan
pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Selanjutnya dilakukan
anlisis terhadap peran guru berdasarkan indikator-indikator berikut ini:
a. Keteladanan guru didalam kelas maupun luar kelas.
c. Perilaku yang dibiasakan guru didepan siswa
Sedangkan perilaku siswa yaitu dalam kesadaran siswa terhadap:
1. Kemauan melakukan pembiasaan yang dilakukan guru.
2. Kesadaran menerapkan perilaku baik dalam lingkungan sekolah.
3. Ketepatan waktu ketika datang kesekolah.
4. Kemauan melaksanakan tata tertib yang sudah dibuat pihak sekolah.
Berdasarkan definisi tersebut, maka aspek peran guru dalam
membentuk akhlakul karimah siswa diukur dari data-data yang diperoleh
melalui wawancara dengan kepala sekolah dan guru agama Islam mengenai
proses membentuk akhlakul karimah. Adapun aspek perilaku siswa dalam
berperilaku diukur melalui wawancara kepada siswa dan pengamatan penulis.
D.
Sumber Data
Data-data dalam penelitian ini didapat dari sumber-sumber data berikut:
1. Fenomena peran yang dilakukan oleh guru agama Islam dalam membentuk
akhlakul karimah siswa
2. Kepala sekolah
3. Guru agama Islam
4. Siswa
5. Dokumen
E.
Tekhnik Pengumpulan Data
Suatu penelitian memerlukan data dan informasi yang berguna untuk
bahan pemecahan masalah yang ditemukan dalam penelitian tersebut, untuk
itu diperlukan tekhnik pengumpulan data yang tepat agar penelitian mencapai
tujuan yang diinginkan.
Untuk memperoleh data dari penelitian ini penulis menggunakan
1.
Observasi
Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan
pengamatan langsung secara sistematis terhadap obyek yang sedang
diteliti. Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan data yang berkaitan
dengan keadaan lokasi obyek penelitian, yaitu pelaksanaan kegiatan
siswa-siswi MTs. Darul Ma’arif.
2.
Wawancara
Wawancara adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara dari
terwawancara dalam mengumpulkan data dan informasi dengan cara
memberikan pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk lisan secara terstruktur
dan sistematis.2
Wawancara digunakan oleh peneliti untuk memperoleh informasi
langsung dari sumbernya. Informasi tersebut didapat dari komunikasi
dengan sumber data melalui dialog secara lisan secara langsung. Dalam
peneliltian ini peneliti mewawancarai kepala sekolah untuk mendapat
informasi data tentang sejarang berdirinya sekolah, visi-misi, keadaan
sekolah, keadaan guru dan hal lain seputar masalah yang menyangkut
dalam penelitian ini.
Selain itu, peneliti mewawancarai guru agama Islam untuk
memperoleh informasi data mengenai perannya dalam membentuk
akhlakul karimah siswa dan kegiatan yang berhubungan dengan upaya
peningkatan akhlakul karimah siswa. Peneliti juga mewawancarai
beberapa siswa untuk mendapatkan informasi data tentang keselarasan
data yang didapat dari sumber data lainnya.
3.
Dokumen
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan da