• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN PAPARAN BAYU-31 AGUSTUS 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAHAN PAPARAN BAYU-31 AGUSTUS 2016"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL DALAM

SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN

INDONESIA

DR. BAYU DWI ANGGONO

(2)

OUTLINE

a. Klasifikasi Peraturan Negara

b. Teori Kuasa Mengatur Peraturan Perundang-undangan

c. Kuasa Mengatur oleh Eksekutif

d. Jenis Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk

eksekutif

e. Klasifikasi Peraturan Direktur Jenderal sebagai

Peraturan Perundang-undangan

(3)

KONDISI FAKTUAL

• Selain Peraturan Menteri, dalam sistem perundang-undangan Indonesia sejak lama telah dikenal keberadaan Peraturan Direktur Jenderal (bahkan Sebelum dibentuknya UU 10/2004):

a.Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor AP.005/3/13/DPRD/94 tentang Petunjuk Teknis Persyaratan Pelayanan Minimal Kapal Sungai, Danau dan Penyeberangan

b.Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor : F.749-IZ.03.02-749 Tahun 1989 tentang Pelaksanaan Pengeluaran Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI) bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri.

c.Keputusan. Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 537/PJ./2000 tentang Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu.

(4)

KLASIFIKASI PERATURAN NEGARA

• Peraturan negara (staatsregelings) adalah peraturan-peraturan tertulis yang diterbitkan oleh instansi resmi, baik dalam pengertian lembaga maupun dalam pengertian pejabat tertentu. Peraturan yang dimaksud meliputi Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Instruksi, surat edaran, pengumuman, surat keputusan, dan lain-lain.

• Peraturan negara (staatsregelings) atau keputusan dalam arti luas (besluiten) dapat dibagi dalam 3 (tiga) kelompok yakni:

(1) Wettelijk regeling (peraturan perundang-undangan), seperti UUD, undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan daerah, peraturan desa, dan lain-lain;

(2) Beleidsregels (peraturan kebijakan), seperti instruksi, surat edaran, pengumuman dan lain-lain;

(5)

TEORI KUASA MENGATUR

• Dari cabang-cabang kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif, yudikatif pada dasarnya yang diberikan kuasa mengatur melalui pembentukan peraturan perundang-undangan adalah cabang

kekuasaan legislatif dan eksekutif.

• Lembaga legislatif merupakan organ utama pembentuk produk legislatif (meskipun dalam kasus Indonesia dibentuk dengan persetujuan bersama Presiden sebagai kepala eksekutif), sementara lembaga eksekutif bertindak sebagai lembaga sekunder dalam pembentukan peraturan perundang-undangan (utamanya peraturan di bawah undang-undang).

(6)

ARGUMENTASI PERLUNYA EKSEKUTIF DIBERIKAN

KUASA MENGATUR

1. Materi muatan UU lebih sering meletakkan hal-hal yang

prinsip dan umum saja.

2. Perkembangan kewajiban negara kesejahteraan

3. Kewajiban pemerintah memberikan layanan sosial dan

mewujudkan kesejahteraan sosial

4. Menunjang perubahan masyarakat yang semakin cepat dan

kompleks diperlukan percepatan pembentukan hukum.

(7)

PERDEBATAN KUASA MENGATUR OLEH EKSEKUTIF

• Bagi Sarjana Hukum tata negara yang konvensional dan memegang teguh prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power) melarang adanya penyerahan kekuasaan legislatif kepada lembaga lain yaitu eksekutif.

• John Locke (1960):

Legislator can have no power to transfer their authority of making laws and place it in other hands

• Konstitusi AS Pasal 1 Bagian 1: “All legislative power herein granted shall be vested in a congress of the United States

• Di AS perdebatan ini diselesaikan dengan praktik pembentukan peraturan delegasi harus memperoleh justifikasi atas legitimasi demokrasi yang sebelumnya diperoleh juga oleh UU asalnya.

(8)

TEORI KEWENANGAN PEMBENTUKAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

• Kewenangan mengatur dan membentuk peraturan perundang-undangan dibatasi oleh dua kekuasaan yaitu atributif dan delegatif.

Atribusi kewenangan (attributie van wetgevingbevoegdheid) adalah pemberian kewenangan membentuk peraturan oleh Grondwet (UUD) atau oleh Wet (Undang-Undang) kepada suatu lembaga negara atau lembaga pemerintahan baik di tingkat pusat atau daerah.

Delegasi kewenangan (delegatie van wetgevingbevoegdheid) adalah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.

(9)

JENIS

POVOUIR REGLEMENTE

Peraturan

Delegasi/Peraturan

Pelaksanaan

(

Verordung

Satzung

) dan Peraturan Otonom (

autonome satzung)

Peraturan

Delegasi/Pelaksanaan

adalah

peraturan

perundang-undangan di bawah UU yang dibentuk sebagai

akibat

adanya

pelimpahan

kewenangan

membentuk

peraturan yang dilakukan oleh peraturan

undangan yang lebih tinggi kepada peraturan

perundang-undangan yang lebih rendah (bersumber dari kewenangan

delegasi).

Peraturan Otonom adalah peraturan perundang-undangan di

bawah UU yang dibentuk atas dasar pemberian kewenangan

membentuk peraturan oleh

Grondwet

(UUD) atau oleh

Wet

(10)

LEMBAGA YANG BERWENANG MEMBENTUK

PERATURAN DELEGASI UU

Melihat sistem Pemerintahan Indonesia

Sistem Pemerintahan Indonesia menempatkan Presiden

sebagai pemegang kekuasaan Pemerintahan tertinggi (Pasal

4 ayat (1) UUD 1945).

Pasal 5 ayat (2) UUD 1945:

Presiden

menetapkan peraturan

pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana

mestinya .

Makna Pasal 5 ayat (2) UUD 1945: a. Peraturan Pemerintah

sebagai peraturan delegasi dari UU; dan b. dibentuk oleh

Presiden.

(11)

PRAKTIK PENDELEGASIAN OLEH UU

• Sebagian terbesar UU mendelegasikan kewenangan pengaturan selanjutnya kepada Peraturan Pemerintah (PP), tetapi ada pula yang memberikan delegasi langsung kepada Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah Provinsi, ataupun Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Bahkan, Undang-Undang tentang Perpajakan sejak dulu juga biasa memberikan delegasi untuk pengaturan lebih lanjut langsungkepada Direktur Jenderal Pajak.

• Peraturan Menteri atau direktur jenderal mendapat perintah langsung dari UU adalah hal yang kurang tepat mengingat ciri khas ini adalah ciri negara yang menggunakan sistem parlementer

(12)

KLASIFIKASI PERATURAN DIREKTUR

JENDERAL

• Peraturan Direktur Jenderal pada dasarnya masuk kategori peraturan pelaksana (verordung satzung) yang dibentuk sebagai akibat adanya pelimpahan kewenangan membentuk peraturan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam hal ini adalah Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri.

• Oleh karena masuk kategori peraturan pelaksana maka Peraturan Direktur Jenderal tidak dianggap sah sebagai peraturan perundang-undangan apabila dibentuk tanpa didasarkan atas delegasi kewenangan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(13)

BELEIDSREGEL

(PERATURAN KEBIJAKAN)

• Pengertian peraturan kebijakan adalah ketentuan (rules bukan law) yang dibuat pemerintah sebagai administrasi negara yang pelaksanaan wewenang tersebut tidak didasarkan karena wewenang perundang-undangan (delegasi atau atribusi) tetapi didasarkan asas kebebasan bertindak (beleidsvrijheid atau beoordelings vrijheid) atau lazim disebut freies Ermessen.

• Ciri Peraturan kebijakan:

a. Peraturan Kebijakan (tidak termasuk) salah satu bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan, meskipun dalam banyak hal nampak (menampakkan gejala) sebagai peraturan perundang-undangan);

b. Pelaksanaan kebijakan tersebut tidak dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dikarenakan pembuat peraturan kebijakan tidak mempunyai kewenangan perundang-undangan (baik atribusi maupun delegasi).

(14)

IMPLIKASI PERATURAN KEBIJAKAN

Hamid S. Attamimi mengemukakan bahwa terhadap suatu

peraturan kebijakan betapapun dikatakan berbeda dengan

peraturan perundang-undangan dalam kenyataannya ia

dirasakan

“mengikat”

juga secara umum

algemene

bindelend”

karena masyarakat yang terkena peraturan itu

tidak dapat berbuat lain kecuali mengikutinya

.

Misal suatu juklak pelaksanaan tender hanya berisi ketentuan

mengenai tata cara administrasi negara melaksanakan

tender, tetapi ketentuan-ketentuan dalam Juklak secara tidak

langsung akan mengenai calon peserta tender,

(15)
(16)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL SEBAGAI

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

• Penjelasan tentang “Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya” dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 adalah: Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti : Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya, harus dengan tegas berdasar dan bersumber pada

peraturan perundangan yang lebih tinggi.

• Dalam Pasal 4 ayat (2) TAP MPR Nomor III/MPR/2000 disebut jenis peraturan perundang-undangan lainnya : “Peraturan atau keputusan Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, menteri, Bank Indonesia, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang termuat dalam tata urutan peraturan perundang-undangan ini”.

(17)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL SEBAGAI

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

• Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011:

UUD 1945; Ketetapan MPR; UU/Perpu; PP; Perpres; Perda Provinsi; dan Perda Kabupaten/Kota.

• Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011: Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, KY, BI, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

(18)

KONSEKUENSI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

SEBAGAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pertama:

Perlu diatur tentang tahapan perencanaan,

penyusunan,

pembahasan,

pengesahan

atau

penetapan, dan pengundangan Peraturan Direktur

Jenderal sebagaimana dilakukan dalam pembentukan

peraturan

perundang-undangan

lainnya

(aspek

kepastian prosedur).

Kedua:

Perlu diatur tentang kewajiban melakukan

Pengharmonisasian bagi rancangan Peraturan Direktur

Jenderal

(19)

KONSEKUENSI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

SEBAGAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Keempat:

Agar setiap orang mengetahuinya, maka Peraturan

Dirjen harus diundangkan. Peraturan Dirjen diundangkan

dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Kelima:

Peraturan Direktur Jenderal dapat menjadi obyek

pengujian di MA. Sesuai Pasal 24A ayat (1) UUD 1945.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 03 P/HUM/2010 Tentang

Permohonan Hak Uji Materiil Terhadap Peraturan Direktorat

Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik

Indonesia No. DJ.I/PP.00.9/973/2009, Tentang Tata cara

Pengajuan Usul Penetapan Jabatan Guru Besar/Profesor Di

PTAI.

(20)

TERIMA KASIH

Referensi

Dokumen terkait

maka Pejabat Pengadaan Dinas Perhubungan Komunikasi Informasi dan Telematika Aceh Tahun Anggaran 2014 menyampaikan Pengumuman Pemenang pada paket tersebut diatas sebagai berikut

Bukti kontrak untuk Pengalaman Sejenis dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir dan Pengalaman paling sedikit 1 (satu) pekerjaan dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir

[r]

Penjelasan dan ayat diatas memberikan pengertian bahwa Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia dari yang paling kecil hingga yang paling besar dan dari

Manakala, kajian yang difokuskan kepada syarikat-syarikat kecil dalam industri pembinaan telah dilakukan oleh (Kamal dan Flanagan, 2014; Surienty et al.,.. 2011); Chuan et

kamera dan menyetel switch daya ke ON, jumlah gambar yang dapat direkam (jika Anda melanjutkan memotret menggunakan pengaturan saat ini) akan ditampilkan di monitor LCD.. La in

Perbandingan Komunikasi Krisis Oleh Media Massa dalam Insiden Kecelakaan Tur Penerbangan Sukhoi Superjet 100 di Indonesia (Analisis Framing Berita dalam Surat Kabar Harian

Hal ini terjadi selama periode pada saat terjadinya reorgenerasi, termasuk adanya pergantian pimpinan baru. Jika manajer merasa harus melaporkan kerugian, maka ia