ANALISIS SEGMENTASI MASYARAKAT URBAN KOTA SURABAYA (Studi pada Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo Lembaga Dakwah NU
Surabaya Tahun 2016-2017)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah
Oleh : Siti Nur Halimah NIM. F12915307
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
ABSTRAK
Berdakwah memahamkan syariat Islam secara tepat kepada umat. Untuk itu perlu pendekatan yang tepat dalam berdakwah, agar jama’ah dapat memahami ajaran dakwah dengan tepat. Apalagi saat ini, lembaga dakwah dihadapkan dengan tantangan dakwah di era globalisasi dan karakteristik masyarakat urban kota Surabaya yang berbeda dengan masyarakat di daerah (pedesaan). Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) merancang program dakwah pada masyarakat urban dengan membentuk Majelis Dzikir Walisongo. Program ini bertujuan untuk optimalisasi kegiatan dakwah pada masyarakat perkotaan, seperti Surabaya. Dalam merancang kegiatan dakwah yang memperhatikan kebutuhan jama’ah, LDNU melakukan proses segmentasi dan memahami karakteristik jama’ah MDW. Kedepan, sesuai dengan tujuan dakwah yang dikembangkan LDNU, akan dibentuk majelis - majelis yang fokus dengan pendekatan dan materi dakwah sesuai dengan karakteristik / kebutuhan jama’ah. Penelitian ini berupaya menganalisa tahapan
segmentasi yang dilakukan manajemen LDNU terhadap jama’ah MDW,
mengetahui preferensi (kecenderungan) produk yang disukai jama’ah terhadap kegiatan MDW dan pendekatan dakwah yang sesuai berdasarkan karakteristik segmen jama’ah MDW. Teori yang digunakan adalah teori segmentasi pasar meliputi pola segmentasi, pendekatan segmentasi post-hoc serta tahapan segmentasi post-hoc. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Dari hasil penelitian menunjukkan pola segmentasi jama’ah MDW adalah segmentasi homogen (pasar ceruk) dengan karakteristik jama’ah yang menyukai produk tausiyah / ceramah agama karena menginginkan manfaat peningkatan spiritual dibandingkan dengan wawasan Islam. Mereka juga menyukai ustad atau da’i yang kompeten dalam berdakwah, pandai membawa suasana sehingga membuat jama’ah merasa lebih dekat kepada Allah. Produk lain seperti istighosah (dzikir dan doa bersama) dan penampilan hadrah tetap disukai namun cenderung bukan merupakan preferensi utama.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... ....... v
MOTTO ... vi
UCAPAN TERIMAKASIH ...vii
ABSTRAK ...x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Identifikasi Masalah ...19
C. Batasan Masalah ...20
D. Rumusan Masalah ...20
E. Tujuan Penelitian ...21
F. Kegunaan Penelitian ...21
G. Penegasan Istilah...21
H. Penelitian Terdahulu ... .25
I. Sistematika Pembahasan ... 27
BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Segmentasi ...30
B. Tujuan Segmentasi... 33
C. Pendekatan Segmentasi...38
E. Tahapan/Proses Segmentasi... 48
BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis dan pendekatan penelitian yang digunakan ...56
B. Subyek dan Obyek penelitian...57
C. Sumber data penelitian...57
D. Teknik pengumpulan data...57
F. Teknik Uji keabsahan data ...59
G. Tabulasi Data, sumber data, teknik pengambilan data ...60
H. Teknik analisis data...61
BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Profil Majelis Dzikir Walisongo...62
B. Tahapan Segmentasi Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo... 65
1. Mencari hubungan Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo dengan produk kegiatan pengajian rutin Majelis Dzikir Walisongo... 65
2. Menetapkan dasar segmentasi yang sesuai dengan kondisi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo ... 85
3. Mendeskripsikan profil atau karakteristik tiap segmen jama’ah Majelis Dzikir Walisongo ... 87
C. Preferensi Jama’ah terhadap program pengajian rutin Majelis Dzikir Walisongo ... 92
D. Pendekatan dakwah yang sesuai untuk jama’ah Majelis Dzikir Walisongo...97
B. Saran dan rekomendasi
penelitian... 107
BAB VI : DAFTAR PUSTAKA ... 110
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Tabel penelitian terdahulu ... 25
Tabel II.1. Pendekatan Segmentasi A-priori dan Post-Hoc ... 36
Tabel II.2. Kerangka teoretik Segmentasi Post-Hoc Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo...54
Tabel II.3.Alternatif dasar segmentasi yang sesuai dengan karakteristik jama’ah
Majelis Dzikir Walisongo...55
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1. Logo Majelis Dzikir Walisongo ... 24
Gambar IV.1. Foto Ustad Edy Rahmatullah M.E.I sedang mengisi pengajian MDW di Masjid Ababil, Graha Astra
Nawa...81
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama dakwah, artinya suatu agama yang mendorong
setiap pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah.1
Islam juga disebut sebagai agama dakwah (din al da’wah), karena mengajak
orang agar mengikuti seruan Nya.2 Sebagaimana firman Allah dalam
Al-Qur’an surat Ali Imron 110:
ۡ ُتنُك
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.Hal ini menunjukkan dakwah mendapat tempat yang sangat penting
dalam ajaran Islam. Meskipun tanggung jawab dakwah berperan penting
dalam kehidupan umat, tidak berarti diperbolehkan memaksakan nilai
dakwah untuk diterapkan. Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu
2
kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan
sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha
mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok
agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan
serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai message yang
disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur paksaan.3 Sehingga, apabila berdakwah tanpa melakukan upaya penyadaran tentu bertentangan dengan
substansi dari kegiatan dakwah sendiri.
Seseorang menerima ajaran Islam melalui jalan dakwah yang berisi
nasehat dan membangun kesadaran akan suatu hal yang baik dan buruk,
yang benar dan yang salah, yang mendatangkan maslahat atau justru
mengakibatkan mudharat. Hal ini sejalan dengan pemikiran Khaidir Khatib
Bandaro yang mengartikan dakwah adalah suatu proses penyelenggaraan,
suatu usaha atau aktifitas yang dilakukan dengan sadar dan sengaja, dengan
upaya meningkatkan taraf nilai hidup manusia yang sesuai ketentuan Allah
dan rasul oleh seseorang atau sekelompok secara sadar dan berencana dalam
bentuk lisan, tulisan, perbuatan dalam upaya menimbulkan pengertian,
kesadaran dan pengalaman terhadap ajaran Islam4. Jamaludin Kafie
berpendapat, bahwa dakwah adalah suatu sistem kegiatan seseorang,
sekelompok, segolongan umat Islam sebagai aktualisasi imaniah yang
dimanifestasikan dalam bentuk seruan, ajakan, panggilan, undangan, dan
3
doa yang disampaikan dengan ikhlas dan menggunakan metode, sistem dan
teknik tertentu agar menyentuh qalbu dan fitrah seseorang, keluarga,
kelompok, massa, dan masyarakat manusia supaya dapat mempengaruhi
tingkah lakunya untuk mencapai tujuan tertentu.5 Dengan demikian, semakin nampak bahwa berdakwah merupakan upaya membangun
kesadaran pada mad’u dimana tidak diperkenankan adanya sistem, metode
ataupun pendekatan dakwah yang “memaksa” kan, sehingga ajaran dakwah
menjadi tidak bernilai pemecahan masalah serta mendatangkan rahmatan lil
alamin.
Pengenalan dan pemahaman syariat Islam kepada umat secara tepat,
diperlukan strategi dakwah yang tepat pula, agar pelaksanaannya dapat
mencapai sasaran yang tepat, maka diperlukan perencanaan dakwah yang
benar-benar berangkat dari hasil pengamatan dan analisis tentang kondisi
obyektif mad’u. Pendekatan dakwah yang tidak tepat, sering memberikan
gambaran dan pendapat yang keliru tentang Islam, sehingga
kesalahlangkaan dalam operasional dakwah.6 Untuk mengantisipasi hal ini, para pelaku dakwah harusnya mampu merancang pendekatan dakwah yang
sesuai dengan mad’u.
Pendekatan dakwah dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang seseorang terhadap proses dakwah. Terdapat tiga pendekatan
5 Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i. Cet 1, (Jakarta :
Amzah, 2008), 20.
6Mahmuddin, “Strategi Dakwah terhadap Masyarakat Agraris”, Tabligh Edisi XXVII (Juni, 2013),
4
dakwah yaitu pendekatan budaya, pendekatan pendidikan dan pendekatan
psikologis.7 Pendekatan dakwah tersebut diatas seringkali dikategorikan
sebagai pendekatan dakwah yang berfokus pada mad’u. Pendekatan yang
berfokus pada mad’u misalnya pemberian materi dakwah yang sesuai
kebutuhan mad’u, penggunaan metode dan media dakwah yang dapat
menggugah hati mad’u dan sebagainya.8 Penerapan pendekatan ini dapat
berpengaruh signifikan dalam ketercapaian tujuan dalam kegiatan dakwah
di masyarakat.
Selain itu, penggunaan pendekatan dakwah yang sesuai dengan selera
dan kebutuhan mad’u akan menjadi daya tarik tersendiri yang mengantarkan
pada pesatnya perkembangan dakwah saat ini. Apalagi dengan kondisi
masyarakat era globalisasi yang banyak memberikan tantangan bagi
perkembangan dakwah. Globalisasi merupakan zaman dimana arus
informasi mengalir deras ke seluruh penjuru dunia secara simultan tanpa
memandang adanya perbedaan suku, ras maupun budaya serta ruang dan
waktu9. Indikator pesatnya arus globalisasi adalah akses yang semakin mudah terhadap teknologi dan informasi. Tapper mendefinisikan globalisasi
sebagai proses integrasi karakteristik lokal kepada arus global yang
sebagian besarnya dilakukan melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Meskipun secara historis globalisasi dipandang sebagai suatu proses
7A. Sunarto AS, “Kyai dan Prostitusi : Pendekatan Dakwah KH. Muhammad Khoiron Suaeb di
Lokalisasi Kota Surabaya, Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 3, No 2, (Desember, 2013), 358.
8 Ibid, 359.
9 Istina Rakhmawati, Tantangan Dakwah di Era Globalisasi, ADDIN, Vol. 8, No. 2, Agustus 2014,
5
mengintegrasikan perekonomian lokal kepada ekonomi dunia, namun
makna globalisasi merujuk kepada ruang dimana terjadi proses interaksi
global melalui sarana teknologi komunikasi.10 Dengan kata lain, globalisasi
menuntut pelaksanaan kegiatan dakwah untuk menyesuaikan kegiatan
dakwah dengan budaya dan karakteristik masyarakat global.
Berbagai macam media di era globalisasi seakan mencekoki nilai-nilai
yang dibawa dari dunia global, tidak jarang nilai-nilai tersebut bertentangan
dengan ajaran Islam. Seperti misalnya sekulerisme, liberalisme, dan
konsep-konsep turunannya. Globalisasi ketika dimaknai sebagai sebuah
tantangan besar dalam artian sesuatu yang harus dihadapi dan disikapi
dengan berbagai macam strategi, juga akan menimbulkan peluang besar
untuk menciptakan pemikiran dan aksi strategis untuk menghadapinya.
Oleh karena itu, harus disadari bahwa globalisasi adalah sesuatu yang tidak
bisa dihindari oleh masyarakat modern, sehingga yang harus dilakukan
adalah bagaimana memiliki cara-cara yang strategis untuk ikut ambil bagian
dalam era globalisasi tersebut.11 Masalah krusial yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan dakwah di era globalisasi adalah menipisnya ruang
relijiusitas masyarakat dikarenakan pertarungan antara nilai-nilai Islam
dengan nilai-nilai yang dibawa oleh dunia global sebagaimana diuraikan
sebelumnya.
10 H. Tapper, The Potential Risks of The Local in The Global Information society, Journal of Social
Philosophy, 31 April 2000, 434-524
11 Slamet, Dakwah Islam di Tengah Globalisasi Media dan Teknologi Informasi (Jakarta :
6
Pengaruh globalisasi akan semakin tampak nyata di kota-kota besar
termasuk kota Surabaya. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di
Indonesia setelah Ibukota Jakarta. Selain itu, kota Surabaya merupakan
ibukota provinsi Jawa Timur. Masyarakat kota Surabaya merupakan
masyarakat perkotaan atau yang disebut sebagai Urban Community.
Masyarakat perkotaan adalah masyarakat yang anggotanya terdiri dari
berbagai macam manusia dari beragam lapisan atau tingkatan hidup,
pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain. Mayoritas penduduknya hidup
berjenis usaha yang bersifat non agraris.12 Sebagaimana karakteristik masyarakat kota besar, kota Surabaya selain mengalami kemajuan ekonomi,
teknologi dan informasi juga terdapat banyak perilaku menyimpang. Mulai
dari persoalan sex bebas, prostitusi, perjudian, degradasi moral, dan
lain-lain. Hal tersebut mengindikasikan dakwah sudah menjadi kebutuhan
mendesak yang barangkali merupakan jalan satu-satunya untuk
menyelamatkan nilai-nilai agama yang ada di masyarakat.
Berdakwah di konteks masyarakat urban seperti masyarakat kota
Surabaya dan kota besar lainnya bukanlah perkara mudah. Dengan adanya
arus informasi yang dapat terakses 24 jam nonstop melalui jaringan internet,
masyarakat menjadi sangat melek informasi. Sehingga wajar, mereka
menjadi semakin kritis terhadap konsep ajaran Islam yang didakwahkan.
Selain kekritisan terhadap konten materi dakwah yang meningkat,
masyarakat urban di perkotaan juga memiliki banyak tuntutan terhadap
7
lembaga dakwah. Kalau dulu, berdakwah cukup mendengar dan menerima
apa yang disampaikan ulama atau da’i tentang tema dakwah yang
disampaikan (bergantung penguasaan tema tersebut dari da’i). Namun saat
ini masyarakat urban bahkan memilih dan/atau meminta sendiri tema
dakwah yang bagaimana yang ingin mereka kaji. Mereka memilih pengajian
yang memberikan pemenuhan kebutuhan spiritual maupun wawasan
keislaman spesifik pada apa yang menjadi kebutuhan mereka saja.
Kehidupan masyarakat urban yang dekat dengan modernitas juga turut
berperan dalam corak tuntutan mereka pada kegiatan dakwah. Misalnya
mereka yang berasal dari kalangan muslim menengah atas, tentu
menginginkan kegiatan dakwah dilaksanakan di tempat yang nyaman dan
terkesan mewah. Mobilitas masyarakat urban yang tergolong tinggi,
membuat mereka juga menuntut kemudahan dalam mengikuti kegiatan
dakwah, seperti mengkaji wawasan Islam melalui situs dakwah online yang
bisa mereka akses kapanpun mereka memiliki waktu luang.
Salah satu contoh pengajian modern yang memenuhi kebutuhan
masyarakat urban adalah pengajian Bunda Muslimah Az Zahra yang cukup
masyhur di kota Sidoarjo. Pengajian Bunda Muslimah Az Zahra yang
diasuh oleh Ustad Ahmad Muzzaky Al-Hafidz, sering mengadakan
pengajian rutin di Mall Sun City di Sidoarjo. Pengajian yang saat ini telah
diikuti jama’ah ibu-ibu sejumlah 1000 orang tersebut juga kerap
mengenalkan eksistensinya melalui media sosial. Bahkan kelompok
8
kelompok pengajian tersebut memiliki beberapa program tambahan yang
disesuaikan dengan karakteristik jama’ah masyarakat urban yakni program
bhakti sosial, sunatan massal dan pengobatan gratis. Pengelolaannya pun
diatur dengan baik dan profesional sehingga jama’ahnya semakin hari
semakin bertambah.13
Kegiatan dakwah yang relevan dilakukan pada masyarakat urban adalah
dakwah yang berorientasi pada transformasi global dan yang bisa menerima
keadaan zaman serta kemajuan teknologi dalam kehidupan kita, baik
melalui penyadaran, pendidikan, dialog, maupun ilmu pengetahuan agar
mampu menjadi perubahan secara struktural atau kultural yang lebih baik.14 Dengan kata lain, dakwah tidak bisa berkembang hanya dengan metode
konvensional yang sudah tidak lagi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
masyarakat saat ini. Khususnya masyarakat urban seperti kota Surabaya dan
sekitarnya.
Salah satu organisasi dakwah Islam yang sudah lama berdiri di
Indonesia adalah organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi Nahdlatul
Ulama (NU) didirikan sejak 31 januari 1926. Organisasi ini representatif
dari ulama tradisionalis.15 Organisasi NU disebut-sebut sebagai organisasi
terbesar di Indonesia dengan jumlah jama’ah terbanyak di Indonesia.16
13 Lihat kenalkan lewat medsos, anggota capai 1000 orang dalam
https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20160322/282544427425664 diakses pada 17
Mei 2017 (Jawa pos, 22 Maret 2016)
14 Ibid
15 Masykur Hasim, Merakit Negeri Berserakan (Surabaya : Yayasan 95, 2002), 6.
9
Meskipun demikian, tidak membuat organisasi ini berpuas diri sebagai
organisasi Islam terbesar. Dalam perkembangannya, mereka membuat
inovasi pengembangan dakwah agar tetap relevan dengan perkembangan
zaman, menyesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan mad’u nya
khususnya di era globalisasi. Sebagai salah satu contoh misalnya pada tahun
2015, Ketua PCNU Surabaya, Dr H. Achmad Muhibin Zuhri, M.Ag
melakukan sosialisasi kepada pengurus organisasi NU di Surabaya tentang
konsep pengembangan dakwah yang dinamakan NU Urban.
"PBNU sudah memberi amanah kepada kami sebagai NU Kota atau NU Urban yang akan menjadi prototipe NU Kota untuk kota-kota lain," terang Ketua PCNU Surabaya, Dr H Achmad Muhibbin Zuhri M.Ag di Surabaya, Selasa (19/1/2016).17
Lahirnya konsep NU Urban, dilatarbelakangi adanya realitas
masyarakat kota Surabaya sebagai sasaran dakwah NU cabang kota
Surabaya. Kebutuhan masyarakat Surabaya yang metropolis, melek
informasi dan umumnya terpengaruh besar arus globalisasi tentu tidak bisa
disamakan dengan kebutuhan jama’ah di daerah lainnya seperti pedesaan.
Walaupun organisasi ini pada awal perkembangannya memiliki basis
jama’ah kalangan pesantren di pedesaan. Pendekatan dakwah yang
diterapkan haruslah lebih modern, menyesuaikan dengan kebutuhan dan
keinginan jama’ah. Apabila metode yang digunakan tetap sebagaimana
pembinaan kepada basis jama’ah dari kalangan pesantren dan/atau
masyarakat di pedesaan, niscaya masyarakat urban di Surabaya dan
17 Ronny Wicaksono, Canangkan konsep NU urban, PCNU Surabaya buka Hotline Anti-teror, (19
10
sekitarnya tidak akan banyak tertarik untuk mengikuti kegiatan dakwah NU.
Hal ini juga dinyatakan oleh salah satu pengurus, sekretaris LDNU, Ustad
Edy Rahmatullah, M.E.I.,
“Kita tinggal di kota surabaya, masyarakatnya beda dengan di daerah, kalau di daerah masyarakatnya homogen, petani ya petani semua. Kalau di kota kan masyarakatnya heterogen. Mereka bermacam-macam profesi, mau mengaji saja sudah untung. Makanya kita ingin berdakwah ke masyarakat yang seperti itu.”18
Namun uniknya dalam konsep NU Urban yang dicanangkan PCNU
Surabaya nantinya tetap tidak meninggalkan tradisi dakwah ala organisasi
NU dengan tetap menyertakan istighosah, tahlil, diba’ dan semacamnya.19
Penulis juga melakukan konfirmasi kepada pengurus Sebagaimana yakni
Ustad Edy Rahmatullah yang menyatakan,
“Karena masyarakat surabaya adalah masyarakat urban sehingga
pendekatannya ga bisa alamiah dengan pendekatan tradisional saja. Tetapi tetap dipertahankan cara tradisionalnya, sesuai prinsip NU kan memelihara sesuatu yang lama yang baik kemudian mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik.”20
Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Surabaya, salah satu
perangkat departementalisasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi
sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan
dengan bidang dakwah21, diberi tanggung jawab untuk melaksanakan
program NU Urban untuk menyasar secara lebih luas jama’ah dari kota
Surabaya dan sekitarnya. Perbaikan kualitas materi dakwah, metode
18 Edy Rahmatullah, Wawancara, Surabaya, 1 Februari 2017. 19 Ronny Wicaksono, Ibid.
11
dakwah, pembinaan jama’ah menjadi titik fokus pelaksanaan program NU
Urban.
Majelis Dzikir Walisongo adalah salah satu program dakwah LDNU
Surabaya yang dianggap salah satu prototype dakwah masyarakat Urban
yang akan dikembangkan oleh organisasi NU melalui LDNU di Surabaya.
Majelis Dzikir Walisongo merupakan majelis ta’lim pengajian yang
dibentuk oleh organisasi NU dan pelaksanaannya dibawah pengawasan
pengurus LDNU Surabaya. Sebelumnya dakwah organisasi NU hanya
diselenggarakan di level kampung. Jam’iyah NU umumnya hanya
melangsungkan pengajian rutin seperti istighosah, yasin dan tahlil di
kampung-kampung secara berkelompok dan di koordinasi oleh pihak
masjid milik NU atau perseorangan. Pelaksanaannya pun tidak menjadi
kontrol dari organisasi NU baik di tingkat pusat maupun
wilayah/cabang/ranting. Jama’ah pengajian kampung tersebut juga terpecah
menurut lokal wilayah rumah tinggal jama’ah dan tidak saling terhubung.
Pengasuh kegiatan ta’lim dan da’i yang memberikan pengajian juga
merupakan da’i berpaham ahlusunnah wal jama’ah namun bukan berasal
dari lembaga dakwah NU secara formal. Bahkan terkadang dalam
pelaksanaannya, jama’ah mengundang pembicara dari luar organisasi NU
yang memberikan kajian dakwah. Hal ini tentu, tidak sesuai dengan visi misi
dari organisasi dimana pengembangan dakwah harus sejalan dengan paham
organisasi Nahdlatul Ulama. Dengan adanya Majelis Dzikir Walisongo
12
kegiatan dakwah organisasi NU dan secara formal terpantau dibawah
pengawasan lembaga dakwah NU.
Majelis Dzikir Walisongo (MDW) pertama kali dilaksanakan pada
minggu kedua bulan April tahun 2016 yang kemudian selanjutnya
diselenggarakan secara rutin pada setiap minggu kedua dalam setiap bulan.
Jama’ah yang mengikuti Majelis Dzikir Walisongo saat ini sejumlah 200
orang jama’ah. menurut keterangan Ustad Edy Rahmatullah, pengasuh dan
penceramah rutin di MDW, “kalau yg hadir sampai sekarang ada 200 an
orang”.
Sejalan dengan pendapat Bapak Didik Wasonohadi selaku ketua
pengajian Majelis Dzikir Walisongo tentang jumlah jama’ah yang datang di
pengajian.
“yang pertama kita buka satu tahun lalu, tepatnya di bulan april.
Sehingga minggu kemarin itu sebenarnya sudah satu tahun. Awalnya kita buka di pagesangan, tempatnya ustad Helmy, jama’ahnya puluhan orang. Kemudian berkembang, saat ini mencapai 100 bahkan sdh sampai 200 an orang”
Jama’ah yang datang berasal dari anggota jam’iyyah NU yang biasanya
telah mengikuti program pengajian rutin organisasi NU di kampungnya
masing-masing, namun ada juga jama’ah yang merupakan masyarakat
umum (sebelumnya bukan jam’iyyah22). Untuk menarik minat non
jam’iyyah datang ke kegiatan pengajian Majelis Dzikir Walisongo, LDNU
22Sebutan bagi jama’ah Nahdlatul Ulama, telah mengidentifikasi diri sebagai bagian dari anggota
13
menggunakan media, pertama, yakni link dari orang-orang atau kerabat
terdekat jam’iyyah yang belum pernah mengikuti pengajian LDNU tetapi
mau ketika diajak, maka anggota jam’iyyah dihimbau untuk seluas-luasnya
mengenalkan adanya program ini ke masyarakat umum. Kedua,
mengoptimalkan fungsi masjid-masjid NU yang tersebar di seluruh
kecamatan dan kelurahan untuk turut menyosialisasikan adanya pengajian
Majelis Dzikir Walisongo kepada warganya. Ketiga, dengan menghimbau
para ustadz atau da’i LDNU yang apabila memiliki majelis pengajian
dimanapun berada, mereka dihimbau untuk mengenalkan seluas-luasnya
adanya kegiatan Majelis Dzikir Walisongo ini sehingga kegiatan ini juga
dapat diikuti oleh jama’ah majelis mereka.
Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo memiliki beberapa variasi kegiatan
seperti ceramah agama (tausiyah) oleh Ustad yang berasal dari LDNU, doa
bersama, istighosah juga terdapat acara kesenian hadrah yang dibawakan
oleh jama’ah sendiri. Majelis Dzikir Walisongo (MDW) ini kemudian
dibentuk kepengurusan sendiri diluar pengurus LDNU. Terdiri dari ketua
Majelis, wakil, sekretaris dan bendahara yang kemudian menjalankan
program pengajian rutin
Pengurus LDNU memiliki harapan kedepannya, bermula dari
pelaksanaan pengajian Majelis Dzikir Walisongo ini, apabila telah memiliki
cukup banyak jama’ah, konsep dakwah NU urban akan dapat
dikembangkan menjadi lebih sesuai dengan selera masyarakat kota
14
MDW tersebut. Menurut keterangan Ustad Edy Rahmatullah, M.E.I yang
juga merupakan penanggungjawab program pengajian rutin Majelis Dzikir
Walisongo sebagai berikut
“Di Majelis Dzikir Walisongo kan ada macam-macam orang, ada orang bisnis, ada orang yang profesi, ada yang sepuh-sepuh juga. Di grup wa itu saling komunikasi dan tanya jawab. Ini sudah berjalan 10 kali. Harapannya dalam satu tahun ini tersaring kebutuhan mereka apa. Ada yang berkebutuhan ziarah walisongo, sebentar lagi akan diadakan ziarah. ada yang ingin memperbagus bacaan Alqurannya, dengan sendirinya nanti akan terbentuk dari komunitas itu. Ada yang ingin seninya seperti qasidah, di majelis dzikir walisongo malah sudah terbentuk setiap kali pengajian majelis dzikir mereka sudah
menampilkan itu”23
LDNU juga membuatkan grup Whatsapp untuk para jama’ah Majelis
Dzikir Walisongo, dimana grup tersebut berfungsi sebagai media
silaturahmi jama’ah serta media sosialisasi program-program LDNU,
berikut apabila jama’ah ingin mengajukan pertanyaan seputar masalah ke
-Islaman atau materi dakwah maka mereka dapat menanyakannya melalui
grup tersebut dan akan dijawab oleh pembicara atau orang yang memahami
ilmunya dari LDNU.24 Adanya sistem grup Whatsapp tersebut juga
merupakan metode yang dilakukan LDNU untuk melakukan pemetaan
terhadap kebutuhan jama’ahnya secara lebih spesifik. lebih lanjut ustadz
Edy Rahmatullah, M.E.I menyatakan bahwa dari grup Whatsapp tersebut
akan dilakukan pengelompokkan jama’ah Majelis Dzikir Walisongo
berbasis pada kebutuhan mereka terhadap kajian Majelis Dzikir Walisongo.
Harapannya, dengan memahami pengelompokan karakteristik jama’ah
15
tersebut, LDNU dapat lebih baik dalam melayani kebutuhan jama’ah
khususnya membuatkan majelis pendamping guna memenuhi permintaan
dari kelompok-kelompok jama’ah secara lebih spesifik. Misalnya akan
dibuatkan majelis tafsir tersendiri untuk mengakomodir kebutuhan dari
sebagian jama’ah yang menginginkan lebih dalam mengkaji tafsir, dan lain
sebagainya.
Pada awal tahun 2017, mulai diberlakukan sistem jama’ah bertanya
dengan menggunakan sistem SMS, jama’ah yang memiliki uneg-uneg
seputar pertanyaan yang berhubungan dengan nilai-nilai Islam
dipersilahkan untuk mengirimkan sms kepada penanggungjawab pengajian
dari LDNU yang tidak lain adalah sekretaris LDNU, Ustadz Edy
Rahmatullah, M.E.I. Dari sms jama’ah yang masuk nantinya akan diseleksi
dan dipertimbangkan untuk menjadi bahasan kajian rutin Majelis Dzikir
Walisongo. Hal ini, menurut pengurus LDNU, merupakan upaya
manajemen LDNU ingin melayani kebutuhan jama’ah sesuai dengan apa
yang menjadi masalah jama’ah. Pendekatan dakwah yang dikembangkan
akan berpijak pada masalah yang selama ini diresahkan oleh jama’ah dalam
kehidupannya. Dengan demikian, kebutuhan mereka akan terpenuhi oleh
LDNU, jama’ah menjadi puas bahkan rela mereferensikan kepada orang
lain tentang adanya kajian tersebut kepada khalayak yang lebih luas.
Berangkat dari fenomena tersebut, penulis memahami bahwa apa yang
dilakukan LDNU terhadap program Majelis Dzikir Walisongo ini
16
NU. Hermawan Kartajaya mendefinisikan pemasaran sebagai sebuah
disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran,
dan perubahan values dari satu inisiator, kepada stakeholders-nya,
“marketing is a strategic business dicipline that direct the process of
creating, offering, and changing value from one initiator to its
stakeholders.”25 Lebih lanjut, Hermawan menjelaskan bahwa pemasaran
dapat diterapkan untuk setiap entitas “bisnis” baik profit maupun nirlaba.26
Dengan demikian, pemasaran bukan hanya milik perusahaan bisnis atau jasa
yang berorientasi laba. Tetapi dapat juga diterapkan dalam organisasi
nirlaba, sosial dan/atau dakwah seperti organisasi Nahdlatul Ulama.
Kaitannya dengan dakwah, penulis memahami dakwah merupakan salah
satu bentuk produk. Dalam bingkai pemasaran, produk dakwah memiliki
karakteristik seperti produk dalam pemasaran jasa. Kotler dan Keller
menyebutkan, jasa sebagai salah satu bentuk produk didefinisikan sebagai
“setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud
fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.27 Sebagai konsep, jasa atau service bisa berupa organisasi bisnis maupun nirlaba yang
berkecimpung di sektor jasa28 seperti asuransi kesehatan, lembaga penyedia beasiswa, dan lain sebagainya.
25 Hermawan Kartajaya dkk, Markplus on Strategy (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2002), 11. 26 Ibid, 13.
27 Fandy Tjoptono, Pemasaran Jasa : Prinsip, penerapan dan penelitian, (Yogyakarta : ANDI,
2014), 26.
17
Salah satu upaya yang penting dalam tahapan pemasaran termasuk pula
pemasaran jasa adalah menganalisa siapa segmen pasarnya. Segmentasi
pasar adalah salah satu konsep penting dalam literatur perilaku konsumen
dan pemasaran. Bahkan alasan utama untuk mempelajari perilaku
konsumen adalah untuk mengetahui dasar-dasar pensegmentasian yang
efektif, dan sejumlah besar penelitian konsumen yang dilakukan berkaitan
dengan segmentasi.29 Dengan melakukan segmentasi, pemasar dapat memeta dan memahami kebutuhan dan keinginan pasarnya secara lebih
baik.
Segmentasi pasar tidak hanya dapat diterapkan di organisasi profit tetapi
juga dapat diterapkan di organisasi sosial seperti LDNU sebagai lembaga
dakwah. Sejalan dengan pendapat, Kotler dan Levy menyatakan bahwa
pemasaran merupakan aktivitas sosial yang persuasif sehingga dapat
digunakan selain pada organisasi komersial.30 Menurut Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, segmentasi pasar adalah sebuah proses pembagian
pasar menjadi subset konsumen yang lebih sempit sesuai kebutuhan dan
karakteristik yang sama. Jama’ah pengajian Majelis Dzikir Walisongo
merupakan pasar dari lembaga dakwah NU. Dengan adanya segmentasi atau
pengelompokan jama’ah, kedepannya akan lebih mudah untuk merancang
pendekatan dakwah yang tepat sesuai kondisi segmen pasarnya. Dengan
29 J. Paul Peter dan Jerry C. Olson, Consumer Behaviour : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Ed. 4 (Jakarta : Erlangga, 2000), 135.
30 Philip Kotler, Sidney J. Levy, Broadening The Concept Of Marketing, Journal of Marketing,
18
demikian, harapan LDNU untuk semakin baik dalam melayani kebutuhan
jama’ah akan terwujud.
Alasan pentingnya organisasi melakukan segmentasi pasar adalah
Pertama, semakin majunya kehidupan manusia, semakin heterogen
masyarakat, semakin heterogen kebutuhan dan selera masyarakat. Tidak
mungkin ada satu produk yang dapat memuaskan kebutuhan secara tepat.
Kedua, segmentasi akan mencegah perusahaan untuk membuang-buang
sumber dayanya ditempat yang tidak tepat. Segmentasi dapat membantu
organisasi atau perusahaan mengalokasikan sumber dayanya secara tepat
pada tempat yang tepat. Ketiga, sebuah produk mungkin tidak dapat
memuaskan semua golongan masyarakat, tetapi dapat memuaskan satu
golongan masyarakat yang homogen. Dan dengan segmentasi, organisasi
atau perusahaan dapat menemukan segmen-segmen yang dapat dilayani
secara maksimal oleh perusahaan31.
Penulis belum banyak menjumpai adanya realitas lembaga dakwah yang
menerapkan proses segmentasi terhadap jama’ah nya dengan maksud lebih
optimal melakukan pelayanan dalam kegiatan dakwah. Dengan kata lain,
umumnya dakwah seperti pengajian dan ta’lim hanya dilaksanakan ala
kadarnya dan berjalan secara alamiah. Akibatnya, masyarakat tidak lagi
merasa dakwah sebagai solusi atas kebutuhannya, karena pelaksanaan
dakwahpun tanpa mempertimbangkan secara spesifik kebutuhan dan
31 Rambat Lupiyoadi, Manajemen Pemasaran Jasa : Teori dan Praktik (Jakarta : Salemba Empat,
19
keinginan mereka. Apalagi karakteristik masyarakat urban dengan
kompleksitas masalahnya seringkali membutuhkan pemecahan dalam
kegiatan dakwah secara tepat sasaran. Namun apabila lembaga atau
organisasi dakwah mampu melakukan segmentasi pada mad’u nya, niscaya
kegiatan dakwah tidak akan sepi peminat dan akan terus dapat menjawab
tantangan globalisasi dalam konteks masyarakat Urban. Tujuan dakwah
yang berupaya untuk memberikan pencerahan, membangun kesadaran dari
mad’u juga akan lebih mudah tercapai dengan pendekatan dakwah yang
sesuai karakteristik jama’ah.
Bagi Manajemen organisasi NU, khususnya LDNU Surabaya, program
dakwah dengan pemahaman terhadap karakteristik mad’u seperti ini
merupakan hal yang baru diterapkan, setidak-tidaknya di kalangan NU.
Sebelumnya organisasi NU, cenderung belum menaruh perhatian kepada
pendekatan dakwah yang disampaikan kepada mad’u, apakah sudah sesuai
dengan selera jama’ah khususnya di perkotaan atau yang disebut
Masyarakat Urban. Dakwah yang diselenggarakan cenderung mengikuti
apa yang selama ini telah berjalan sebagaimana tradisi ajaran NU yang
banyak berkembang di pesantren dan daerah pedesaan.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang proses
segmentasi jama’ah yang dilakukan LDNU dalam program pengajian rutin
Majelis Dzikir Walisongo.
20
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, penulis
mengidentifikasi beberapa masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik masyarakat Urban kota Surabaya yang
menjadi sasaran dakwah Organisasi NU melalui adanya Majelis
Dzikir Walisongo
2. Bagaimana segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo,
LDNU Surabaya
3. Bagaimana pendekatan dakwah yang tepat digunakan LDNU
berdasarkan hasil segmentasi jama’ah Majelis Dzikir
Walisongo.
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, penulis membuat batasan masalah
penelitian pada segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo LDNU
Surabaya. Serta bagaimana metode dan pendekatan yang tepat digunakan
LDNU berdasarkan hasil segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo.
Penelitian ini difokuskan pada tahun 2016 akhir yakni bulan Agustus 2016
hingga bulan Mei tahun 2017.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana segmentasi masyarakat urban pada Jama’ah Majelis Dzikir
Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017 ?
2. Bagaimana preferensi (kecenderungan) kegiatan yang disukai Jama’ah
dari pengajian Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun
21
3. Bagaimana pendekatan dakwah yang sesuai karakteristik jama’ah
Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017 ?
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui segmentasi masyarakat urban pada jama’ah Majelis Dzikir
Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017
2. Mengetahui preferensi (kecenderungan) kegiatan yang disukai jama’ah
dari pengajian Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun
2016-2017
3. Mengetahui pendekatan dakwah yang sesuai karakteristik jama’ah
Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017
F. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai pengayaan penerapan ilmu pemasaran khususnya segmentasi
pasar dalam lapangan dakwah
2. Memberikan gambaran kepada organisasi atau lembaga dakwah di
Indonesia, khususnya yang berdakwah pada masyarakat urban
(perkotaan) tentang model segmentasi pasar (jama’ah) pada masyarakat
Urban pada bidang dakwah.
G. Penegasan Istilah
Dalam penelitian yang berjudul “Analisis Segmentasi Jama’ah Majelis
Dzikir Walisongo Lembaga Dakwah NU Surabaya Tahun 2016-2017”.
Penulis merasa perlu untuk menegaskan istilah dalam judul, utamanya pada
beberapa kata kunci yang penulis anggap penting sebagai berikut :
22
Segmentasi pasar adalah kegiatan membagi suatu pasar kedalam
kelompok yang berbeda-beda. Masing-masing kelompok tersebut terdiri
dari konsumen yang mempunyai ciri/sifat yang hampir sama.32
Segmentasi merupakan upaya pembagian pasar, saluran atau pelanggan
ke dalam berbagai kelompok dengan kebutuhan yang berbeda.33
Sehingga segmentasi berbicara mengenai pengelompokan dari suatu
obyek sasaran. Dalam dakwah, obyek sasaran diistilahkan dengan
mad’u yang menjadi sasaran dari kegiatan dakwah. Sehingga pelaku
dakwah bertindak sebagai pemasar yang melakukan pengelompokan
mad’u berdasarkan karakteristik tertentu.
2. Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo
Secara etimologi, jamaah berasal dari bahasa arab yang memiliki arti
berkumpul. Misalnya jamaah pasar berarti perkumpulan orang yang ada
di pasar. Jama’ah menurut istilah dapat diartikan sebagai pelaksanaan
ibadah secara. bersama-sama yang dipimpin oleh seorang imam.
Misalnya jama’ah shalat, jama’ah umrah.
Istilah jama’ah merujuk pada sekelompok orang yang mengikuti
kegiatan pengajian / taklim. Mereka memiliki kedudukan sebagai obyek
dakwah pada kegiatan tersebut. Dalam penelitian ini, yang dimaksud
jama’ah adalah sekelompok peserta pengajian Majelis Dzikir
Walisongo yang cukup rutin mengikuti pengajian Majelis Dzikir
23
Walisongo minimal 3 kali kedatangan terhitung sejak Agustus 2016
hingga Mei 2017.
3. Majelis Dzikir Walisongo
Majelis Dzikir Walisongo (MDW) adalah program kajian rutin LDNU
yang berlangsung setiap minggu kedua setiap bulan dan terbuka untuk
umum. Konsep MDW adalah memadukan dzikir dan tausiyah dengan
sentuhan motivasi dan pencerahan kepada ummat agar selalu optimis
dan bersyukur menikmati kehidupan dunia dan menyongsong
kemantapan kehidupan akherat. Untuk mengapresiasi talenta
jamaah, MDW juga menampilkan seni hadrah atau qasidah dari
komunitas anggota jamaah itu sendiri.34 Seni hadrah tersebut ditampilkan setiap kali pengajian MDW diadakan yakni setelah selesai
kegiatan dzikir bersama dan tausiyah.
Majelis Dzikir Walisongo adalah Majelis pengajian yang secara resmi
diselenggarakan oleh manajemen organisasi Nahdlatul Ulama (NU)
cabang Surabaya. Anggota Majelis Dzikir Walisongo adalah para
jam’iyyah dari wilayah sekitar Surabaya, Sidoarjo dan Gresik juga
masyarakat umum. Kisaran jumlahnya 200 orang dan mayoritas anggota
nya adalah wanita.
34 Majelis Dzikir Walisongo, dalam http://www.ldnusurabaya.com/majelis-dzikir-wali-songo/ (27
24
Gambar 1.1.
Logo Majelis Dzikir Walisongo
4. Lembaga Dakwah NU
Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) adalah perangkat
departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai
pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan
dengan bidang dakwah. LDNU bertugas melaksanakan kebijakan
Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut
faham Ahlussunnah wal Jamaah. Struktur LDNU berjenjang mulai
pusat (PBNU), wilayah (PWNU), cabang (PCNU) hingga kecamatan
(MWC) dan ranting (desa/kelurahan). Pengurus LDNU Surabaya
Periode 2015-2020 terdiri atas35 :
Pelindung / Penasehat : KH. Mas Sulaiman
Dr. H. A. Muhibbin Zuhri
Ketua : H. Helmy M. Noor, S.I.P
Sekretaris : Edi Rahmatullah, M.E.I
Analisis Segmentasi Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo Lembaga Dakwah
NU Surabaya Tahun 2016-2017
Penelitian yang dianggap relevan
Judul Deskripsi Penelitian Persamaan Perbedaan
Untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang pembahasan
penulisan tesis ini, maka penulis mendeskripsikan sistematika pembahasan
yang terdiri dari V BAB
28
Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang latar belakang
masalah, batasan dan rumusan masalah yang dikaji, tujuan
penelitian, penelitian terdahulu serta sistematika
pembahasan
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini, penulis menguraikan kajian pustaka untuk
menjawab rumusan masalah penelitian yakni tentang
konsep segmentasi post-hoc. Pembahasannya meliputi
pengertian segmentasi, tujuan segmentasi, pendekatan atau
dasar segmentasi, segmentasi post-hoc dan Tahapan
segmentasi post-hoc.
BAB III : METODE PENELITIAN
Penulis menguraikan metode penelitian yang meliputi jenis
dan pendekatan penelitian, Subyek dan obyek penelitian,
teknik pengumpulan data, teknik uji keabsahan data, teknik
analisa data
BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
Dalam bab ini, penulis menguraikan penyajian data yang
diperoleh dari sumber data lapangan meliputi gambaran
umum profil obyek penelitian yakni program pengajian
rutin Majelis Dzikir Walisongo yang diselenggarakan oleh
manajemen LDNU Surabaya. Kemudian data-data faktual
29
segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo. selanjutnya
penulis juga melakukan interpretasi terhadap temuan data
lapangan dengan teori segmentasi post-hoc untuk
menjawab rumusan masalah penelitian
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan hasil
penelitian yang telah dilakukan dan saran untuk penelitian
30
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Segmentasi
Menurut kotler, strategi pemasaran terdiri atas tiga tahap yakni
segmentasi, targetting, positioning. Segmentasi pasar pada dasarnya adalah
suatu strategi untuk memahami struktur audience, targetting adalah
persoalan bagaimana memilih, menyeleksi dan menjangkau audience yang
menjadi sasaran. Proses selanjutnya adalah melakukan positioning yaitu
suatu strategi untuk memasuki jendela otak konsumen sehingga dapat
membentuk persepsi baik di benak konsumen.1
Eric Berkowitz dan rekannya sebagaimana dikutip oleh Morissan,
mendefinisikan segmen pasar sebagai “dividing up market into distinc
groups that (1) have common needs, (2) will respond similarly to a market
action.” Artinya membagi suatu pasar kedalam kelompok-kelompok yang
jelas yang (1) memiliki kebutuhan yang sama, (2) memberikan respons yang
sama terhadap suatu tindakan pemasaran.2
Pasar terdiri dari pembeli, dan pembeli berbeda dalam berbagai cara.
Pembeli bisa mempunyai perbedaan keinginan, sumber daya, lokasi, sikap
pembelian, dan praktek pembelian. Melalui segmentasi pasar, perusahaan
membagi pasar yang besar dan heterogen menjadi segmen yang lebih kecil
yang dapat dicapai secara lebih efisien dan efektif dengan produk yang
31
sesuai kebutuhan unik mereka. Dengan kata lain, Segmentasi pasar adalah
membagi pasar menjadi kelompok-kelompok kecil dengan kebutuhan,
karakteristik atau perilaku berbeda yang mungkin memerlukan produk atau
bauran pemasaran tersendiri.3
Definisi segmentasi pasar yang paling sering diucapkan para ahli adalah
“suatu proses untuk membagi-bagi dan mengelompok-kelompokkan
konsumen ke dalam kotak-kotak yang lebih homogen”. Karena pasar
sifatnya heterogen, maka akan sulit bagi produsen atau pemasar untuk
melayaninya. Oleh karenanya pemasar harus memilih segmen-segmen
tertentu saja dan meninggalkan bagian pasar yang lainnya. bagian atau
segmen yang dipilih itu adalah bagian yang homogen yang memiliki
ciri-ciri yang sama dan cocok dengan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
tuntutan-tuntutannya.4 Namun pengertian segmentasi tersebut diatas
dipandang oleh Rhenald Kasali, dalam bukunya Membidik Pasar Indonesia,
masih kurang tepat. Sebab membagi pasar yang heterogen ke dalam pasar
yang lebih homogen ternyata tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Lebih lanjut Rhenald mendefinisikan segmentasi adalah proses
mengkotak-kotakkan pasar (yang heterogen) ke dalam kelompok-kelompok “potential
customers” yang memiliki kesamaan kebutuhan dan/atau kesamaan
karakter yang memiliki respon yang sama dalam membelanjakan.5
3 Philip Kotler, Gary Armstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi 12, Jilid 1 (Jakarta : Erlangga,
2008), 225.
4 Rhenald Kasali, Membidik Pasar Indonesia : Segmentasi, Targeting, Positioning, (Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1998), 118-119.
32
Segmentasi adalah salah satu konsep terpenting dalam pemasaran.
Organisasi atau perusahaan jasa memiliki kemampuan yang berbeda untuk
melayani jenis pelanggan yang berbeda.6 Perusahaan yang memahami
kebutuhan pelanggan mungkin akan memilih untuk menerapkan
pendekatan segmentasi berbasis kebutuhan, yang berfokus pada pelanggan
yang menghargai atribut spesifik.7
Menurut Tjiptono, segmentasi pasar memiliki 3 (tiga) macam pola yang
berbeda, yaitu : preferensi homogen, preferensi tersebar dan preferensi
perkelompok.8
1. Preferensi Homogen.
Pasar dimana konsumen memiliki pilihan barang dan jasa yang relatif
sama.
2. Preferensi Tersebar.
Pada pola ini, pilihan pelanggan terhadap barang dan jasa lebih
berbeda-beda. Pilihan dari produk yang diminati oleh konsumen lebih beragam,
yang disesuaikan dengan kepribadiaan masing-masing konsumen.
3. Preferensi Terkelompok
Preferensi Terkelompok merupakan pola yang menunjukkan bahwa
konsumen memiliki preferensi yang berkelompok-kelompok. Konsumen
yang berada dalam kelompok yang sama juga memiliki kesamaan
6 Christopher Lovelock, Jochen Wirtz, Jacky Mussry, Pemasaran Jasa : Manusia, Teknologi dan Strategi, Perspektif Indonesia, Jilid 1, Edisi 7 (Jakarta : Erlangga, 2010), 75.
7 Ibid.
33
preferensi. Artinya konsumen yang berada dalam kelompok yang sama
cenderung memiliki selera yang sama terhadap suatu produk
B. Tujuan Segmentasi
Pada penjelasan sebelumnya diketahui bahwa tujuan melakukan
segmentasi adalah untuk memahami secara lebih efektif efisien tentang
kebutuhan, karakteristik atau perilaku konsumen yang berbeda yang
mungkin memerlukan produk atau bauran pemasaran tersendiri. Setidaknya
ada 5 keuntungan yang diperoleh dengan melakukan segmentasi pasar9 :
1. Mendesain produk-produk yang lebih responsif terhadap kebutuhan
pasar.
Hanya dengan memahami segmen-segmen yang responsif terhadap suatu
stimuli maka anda dapat mendisain produk yang sesuai dengan
kebutuhan/keinginan segmen-segmen ini. Artinya, produk yang
disediakan untuk memenuhi kebutuhan/keinginan pemasar terkadang
tidak memiliki nilai tinggi pada suatu segmen. Namun, bisa jadi sangat
bernilai bagi segmen lainnya, Sehingga pemasar atau organisasi dapat
mengganti dengan disain produk yang lebih sesuai dengan
kebutuhan/keinginan pasar dalam suatu segmen.
2. Menganalisis pasar.
Segmentasi pasar membantu eksekutif mendeteksi siapa saja yang akan
menggerogoti pasar produknya. Artinya, dengan melakukan segmentasi,
34
memudahkan organisasi untuk mendeteksi siapa kompetitornya di
segmen tersebut.
3. Menemukan peluang.
Setelah menganalisis pasar, mereka yang menguasai konsep segmentasi
dengan baik akan sampai pada ide untuk menemukan peluang. Peluang
ini tidak selalu sesuatu yang besar, tetapi pada masanya ia akan menjadi
besar. Ingatlah konsumen perlu “belajar” mengenali sesuatu atau
“mengikuti” orang lain, atau “merasa butuh” terhadap suatu produk.
Artinya, dengan melakukan segmentasi, pemasar atau organisasi dapat
menetapkan peluang untuk menawarkan suatu produk yang sesuai
dengan kebutuhan/keinginan pasar namun sifatnya masih potensial.
Peluang tersebut umumnya belum ditangkap oleh pemasar lain yang
pernah ada, sehingga kemungkinan besar akan membawa keuntungan
besar untuk pemasar di kemudian hari.
4. Menguasai posisi yang superior dan kompetitif.
Mereka yang menguasai segmen dengan baik, umumnya adalah mereka
yang paham betul konsumennya. Mereka mempelajari pergeseran yang
terjadi di dalam segmennya. Artinya, dengan melakukan segmentasi,
pemasar dapat mengetahui perubahan kecenderungan perilaku pasar
pada segmennya.
5. Menentukan strategi komunikasi yang efektif dan efisien. Kalau anda
tahu persis siapa segmen anda, maka anda akan tahu bagaimana
35
segmentasi, pemasar dapat menyesuaikan pola komunikasi persuasif
untuk memasarkan produknya kepada tiap-tiap segmen (dengan
karakternya masing-masing). Cara komunikasi termasuk menetapkan
media yang tepat digunakan untuk mempromosikan produknya.
Rhenald kasali berpendapat bahwa sebagian besar konsep
segmentasi yang dipelajari di Indonesia adalah segmentasi A-priori, yaitu
segmentasi yang dilakukan sebelum suatu produk/jasa/ide diluncurkan
kepada pasar. Dengan cara A-priori, para profesional menunjukkan siapa
sasaran pasarnya, berapa usianya, berapa penghasilannya perbulan, di mana
kelas sosialnya, di mana mereka dapat dijangkau, dan tentu saja bagaimana
perilaku mereka. Biasanya dari hasil segmentasi tersebut dijadikan
pertimbangan memilih satu atau beberapa segmen pasar yang tepat untuk
dikenai usaha pemasaran. Secara umum, konsep segmentasi A-priori
berbicara mengenai segmentasi pasar yang dilakukan sebelum memulai
melakukan pemasaran. Rhenald kemudian menambahkan jenis segmentasi
yang ditujukan untuk perumusan produk atau layanan yang tepat bagi
konsumen yang disebut dengan segmentasi Post-Hoc. Segmentasi Post-Hoc
pada dasarnya adalah segmentasi yang dilakukan setelah
produk/jasa/ide/kampanye dijalankan.10 Segmen dibuat setelah pemasar memilih pasarnya, data pasar yang dimiliki (mengonsumsi produk/jasa/ide)
tersebut kemudian dikumpulkan dan dianalisis sesuai dengan atribut produk
yang dianggap penting. Jadi segmentasi Post-Hoc adalah pendekatan yang
36
berorientasi pada riset dan dikembangkan untuk produk-produk spesifik
pada suatu jangkauan waktu tertentu.11 Pemasar dapat menggunakan geografi atau demografi untuk melakukan segmentasi Post-Hoc namun
yang paling sering adalah menggunakan pendekatan perilaku (behaviours),
survey yang mengukur tentang sikap, kebutuhan-kebutuhan atau manfaat
yang dicari (benefit sought).
Tabel 2.1
Pendekatan Segmentasi Apriori dan Post-hoc
1. Segmentasi A-Priori: “I already know the segment”.
Dasar : demografi, geografi, psikografi
2. Segmentasi Post-Hoc: “I am going to let the customer data show
me the segment”
Dasar : Demografi atau perilaku, Survei-survei tentang sikap,
kebutuhan psikografi atau manfaat, preferensi / pilihan.
Segmentasi disebut juga pemangsaan. Ada dua cara untuk
melanjutkan analisis pemangsaan, yakni pendekatan A-priori atau
Post-hoc.12 Pendekatan A-priori dalam segmentasi pasar pada dasarnya adalah pendekatan berdasarkan atribut konsumen atau mensegmentasikan pasar
menurut karakter konsumen yang homogen misalnya seperti usia,
pekerjaan, perilaku, kelas sosial, dan sebagainya. Sedangkan pendekatan
11 Ibid, 348-349.
12Yoram Wind, “Issues and advances in segmentation research.” Journal of Marketing Research
37
Post-Hoc lebih menekankan pada ciri-ciri produk. Pendekatan produk
sering dikaitkan dengan sikap konsumen. Sikap konsumen yang dipelajari
adalah spesifik terhadap produk-produk tertentu (Attitude toward the
product) sehingga pendekatan Post-Hoc seringkali disebut sebagai
pendekatan segmentasi berdasarkan pendekatan atribut-atribut produk.
Struhl menyebut segmentasi A-priori sebagai pre determined
segmentation. Dan kebanyakan ahli pemasaran bila berbicara tentang
segmentasi pasar umumnya mengacu pada pendekatan A-priori. Bagi
Struhl, pendekatan ini dianggap sebagai penyalahgunaan konsep segmentasi
karena kelompok-kelompok itu dapat melakukan respon yang berbeda-beda
terhadap produk yang berbeda. Dalam hal inilah para ahli segmentasi
mengembangkan segmentasi Post-Hoc.13 Segmentasi Post-Hoc justru dilakukan setelah melakukan kegiatan pemasaran. Bila pemasar ingin
melihat siapa konsumennya yang sebenarnya (actual consumer). Struhl
menyebut teknik Post Hoc ini sebagai market defined segmentation. Dalam
monogramnya, Struhl menulis, “Market defined (Post Hoc) segmentation
tries to identify segments based on actual market investigastions, in
particular, analysis of answer to survey quetions intending to predict
marketplace responses.”14
Adapun pendekatan yang dapat dikembangkan untuk membuat
segmentasi Post-Hoc adalah15 :
13 Rhenald Kasali, ibid, 557. 14 Ibid, 558
38
1. Kuantitas pemakaian produk (usage rates)
2. Pola pemakaian (usage pattern)
3. Manfaat produk (benefit / features desired)
4. Kebutuhan – kebutuhan yang belum terpenuhi (attribute
deficiencies)
C. Pendekatan Segmentasi
Menurut Rambat Lupiyoadi dalam buku Manajemen Pemasaran Jasa,
Pendekatan segmentasi dapat dibagi menjadi 2 yaitu berdasarkan
karakteristik konsumen dan berdasarkan respon konsumen.
1. Segmentasi berdasarkan karakteristik konsumen
a. Segmentasi demografis membagi pasar menjadi kelompok
berdasarkan pada variabel-variabel seperti umur, jenis kelamin, besar
keluarga, siklus kehidupan keluarga, pendidikan, agama, pekerjaan,
dan pendapatan. Faktor demografis merupakan dasar paling populer
untuk membuat segmen kelompok pelanggan. Hal ini karena
kebutuhan konsumen, keinginan, dan tingkat penggunaan seringkali
sangat dekat dengan variabel demografi, dan variabel ini lebih mudah
diukur daripada jenis variabel lainnya
b. Segmentasi berdasarkan psikografis, yakni membagi pembeli
menjadi kelompok berbeda berdasarkan pada perilaku, gaya hidup
39
c. Segmentasi geografis membagi pasar menjadi beberapa unit
berdasarkan kondisi geografis seperti negara, pulau, provinsi, kota,
desa, pantai, pegunungan, atau kompleks perumahan
2. Segmentasi berdasarkan respon konsumen
a. Segmentasi manfaat
Segmentasi manfaat membagi pasar menjadi kelompok menurut
beraneka manfaat yang dicari konsumen. Contoh dari segmentasi ini
ada dalam bisnis hotel. Ada beberapa konsumen yang mencari
manfaat yang berbeda dari hotel. Segmen pertama mungkin mencari
hotel mewah yang sesuai dengan gengsinya, segmen ketiga mencari
hotel dengan pemandangan dan fasilitas wisata yang menyenangkan,
segmen keempat mencari hotel dengan fasilitas bisnis yang memadai
dan seterusnya
b. Segmentasi penggunaan
Segmentasi penggunaan membagi konsumen dalam pengguna berat,
pengguna menengah dan pengguna ringan. Pengguna berat biasanya
hanya memiliki persentase kecil dari seluruh pasar, tetapi memiliki
persentase yang tinggi dari total pembelian
c. Respons promosi
Segmentasi respons promosi mengelompokkan konsumen
berdasarkan bagaimana konsumen merespons bentuk-bentuk
40
terhadap iklan, promosi penjualan, pameran, dan peragaan di dalam
toko.
d. Loyalitas
Pasar dapat disegmentasikan berdasarkan loyalitas konsumen.
Beberapa konsumen benar-benar setia / loyal terhadap satu macam
produk. Kelompok lainnya agak setia, mereka setia terhadap dua
produk atau menyukai suatu produk, tetapi terkadang menggunakan
produk lain. Kelompok lainnya suka pindah / beralih (switching) dari
memfavoritkan satu produk ke produk lain. Kelompok terakhir tidak
menunjukkan loyalitas terhadap merek apapun, mereka menyukai
sesuatu yang baru muncul (switcher)
e. Jasa
Segmentasi berdasarkan jasa berfokus pada apakah penawaran jasa
dapat dibedakan, Apakah sebuah produk membutuhkan level jasa
yang sama. Dan bisakah pengelompokan konsumen diidentifikasikan
dengan permintaan jasa yang sama. Dengan kata lain, segmentasi
berdasarkan jasa membagi pasar menjadi kelompok yang memiliki
kebutuhan terhadap jasa yang berbeda-beda atau tingkatan treatmen
jasa yang dapat dibedakan satu dengan lainnya.
Menurut Kotler, Segmentasi dibagi menjadi empat variabel
41
digunakan adalah variabel geografis, demografis, psikografis, dan
perilaku.16
a. Segmentasi geografis
Segmentasi geografis digunakan untuk mengklasifikasikan
pasar berdasarkan lokasi yang akan mempengaruhi biaya
operasional dan jumlah permintaan secara berbeda. Dalam
segmentasi geografi, pasar dibagi menjadi unit geografis, seperti:
negara, provinsi, kota atau lingkungan. Segmentasi pasar ini
dilakukan dengan mengelompokkan konsumen menjadi bagian
pasar menurut skala wilayah atau letak geografis yang dapat
dibedakan berdasarkan :
1) Wilayah
Dapat diperoleh segmen pasar yang berupa pasar lokal, pasar
regional, pasar nasional, dan pasar luar negeri atau ekspor.
Masing-masing pasar berdasarkan wilayah ini berbeda-beda
potensi dan cara menanganinya.
2) Iklim
Dengan dasar ini, diperoleh segmen pasar yang berupa pasar
daerah pegunungan dan dataran tinggi serta pasar daerah pantai
dan dataran rendah. Masing-masing pasar berdasarkan iklim ini
berbeda kebutuhan, keinginan, dan preferensinya
3) Kota atau desa
42
Dapat diperoleh segmen pasar yang berupa pasar daerah
perkotaan dan pasar daerah desa atau pertanian. Masing-masing
segmen pasar ini berbeda potensi serta motif, perilaku, dan
kebiasaan pembeliannya sehingga membutuhkan cara
penanganan pemasaran berbeda.
b. Segmentasi demografis
Dalam segmentasi demografis, pasar dibagi menjadi
kelompok-kelompok berdasarkan variabel-variabel demografis seperti usia,
ukuran keluarga, siklus kehidupan keluarga, jenis kelamin,
penghasilan, pekerjaan, agama, ras, generasi kewarganegaraan, dan
kelas sosial. Variabel-variabel demografis adalah dasar yang paling
populer untuk membedakan kelompok-kelompok pelanggan. Hal ini
karena kebutuhan konsumen, keinginan, dan tingkat penggunaan
seringkali sangat dekat dengan variabel demografi, dan variabel ini
lebih mudah diukur daripada jenis variabel segmentasi lainnya17 c. Segmentasi psikografis
Segmentasi psikografis, segmen pasar ini dilakukan dengan
mengelompokkan konsumen atau pembeli menjadi bagian pasar
menurut variabel-variabel pola atau gaya hidup (life style) dan
kepribadian (personality). Sebagai contoh, segmen pasar masyarakat
yang bergaya hidup konsumtif dan mewah berbeda dengan segmen
43
pasar masyarakat yang bergaya hidup produktif dan hemat yang
mementingkan kualitas dengan harga yang relatif murah.
d. Segmentasi perilaku
Dalam segmentasi perilaku pasar diklasifikasi dalam kelompok -
kelompok yang dibedakan berdasarkan pengetahuan, sikap,
penggunaan atau respon terhadap suatu produk.
Dalam konteks penelitian ini, Proses segmentasi yang dilakukan
oleh manajemen LDNU pada Majelis Dzikir Walisongo lebih sesuai dengan
konteks penggunaan pendekatan segmentasi post-hoc dibandingkan dengan
pendekatan segmentasi Apriori. Hal ini dikarenakan pengurus LDNU
Surabaya melakukan segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo setelah
menawarkan kegiatan kajian rutin Majelis Dzikir Walisongo sebagai bentuk
produknya. sehingga akan lebih relevan bila penulis memfokuskan pada
penggunaan pendekatan segmentasi Post-Hoc, bukan Apriori.
Merujuk pada istilah penggunaan segmentasi A-Priori dan
Post-Hoc. Pendekatan segmentasi post-hoc dalam konsep segmentasi menurut
Rambat Lupiyoadi sama dengan pendekatan menurut respon konsumen.
Sedangkan dalam konsep segmentasi Kotler, masuk ke dalam pendekatan
segmentasi perilaku dimana didalamnya juga terdapat kegiatan membagi
segmen berdasarkan respon konsumen terhadap suatu produk sebagai salah
satu bentuk perilaku konsumen. Sehingga dalam penelitian ini, penulis
menggunakan pendekatan segmentasi berdasarkan landasan respon
44
berdasarkan manfaat dari program atau kegiatan yang ditawarkan Majelis
Dzikir Walisongo kepada jama’ah.
D. Segmentasi Post-Hoc
1. Kuantitas pemakaian produk (usage rates)18.
Dalam pemasaran barang-barang konsumsi berlaku hukum 80-20.
Artinya, 80 % konsumsi barang-barang tertentu datang hanya dari 20%
konsumen. Ke 20% konsumen ini dalam pemasaran disebut heavy users
(pecandu berat). Misalnya jasa transportasi udara dari Garuda dapat
diduga hanya berasal dari 20% seluruh konsumen penerbangan.
Konsumen ini umumnya adalah orang-orang bisnis yang harus
melakukan kunjungan minimal seminggu dua kali, pulang pagi
Jakarta-Surabaya, Jakarta-Medan, Jakarta-Ujung Pandang, Jakarta-Singapura,
atau lokasi lainnya. sebagian diantara mereka bahkan ada yang
mengunjungi tiga kota sekaligus dalam satu hari penerbangan. Mereka
yang disebut dengan heavy users.
Mereka yang menggunakan produk-produk itu dengan frekuensi
yang tinggi diklasifikasikan sebagai heavy users. Dalam industri jasa
perbankan, diketahui pula bahwa 60% aset yang dimiliki oleh bank-bank
nasional hanya berasal dari sekitar 10% nasabah kelas kakap. Selebihnya
adalah nasabah eceran yang menabung secara harian dalam jumlah
kecil-kecil.
45
Berbagai jenis jasa memang memiliki konsumen yang orangnya
itu-itu saja. Mereka itu-itulah yang disebut dengan heavy users. Prinsip ini
sering tak dipahami produsen karena mereka terjebak dalam
segmen-segmen berdasarkan karakteristik konsumen. Memang benar bahwa
heavy users adalah sangat heterogen. Mereka bisa terdiri dari anak-anak,
remaja hingga orang dewasa dan manula. Lelaki atau perempuan. Yang
berprofesi sebagai dokter atau akuntan.19 2. Pola pemakaian (usage pattern).
Selain frekuensi pemakaian, konsumen suatu produk juga dapat
diklasifikasikan menurut cara bagaimana konsumen menempatkan atau
menggunakan suatu produk. Dalam suatu studi belum lama ini, produsen
pengharum ruangan cair (air freshner) menanyakan kepada konsumennya
dimana benda ini biasanya ditempatkan. Beberapa konsumen mengaku
hanya menempatkan pengharum ruangan di dapur dan di kamar mandi.
Yang lain menempatkannya di kamar tidur dan ruang tamu. Sebagian lagi
di gudang atau ruang kerja. Sementara sisanya menempatkan pula di
kendaraan mereka dan melakukan kombinasi tempat.
Contoh lainnya adalah pola belanja. Ada konsumen yang berbelanja di
pasar tradisional setiap hari, ada yang menggabungkannya dengan
berbelanja di pasar swalayan untuk produk-produk tertentu (seperti
toiletries), ada pula yang sepenuhnya menggunakan pasar swalayan, grosir,
dan sebagainya. Mereka semua memiliki karakter yang berbeda-beda dan