• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis segmentasi masyarakat Urban Surabaya : Studi pada Jama'ah Majelis Dzikir Walisongo Lembaga Dakwah NU Surabaya Tahun 2016-2017.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis segmentasi masyarakat Urban Surabaya : Studi pada Jama'ah Majelis Dzikir Walisongo Lembaga Dakwah NU Surabaya Tahun 2016-2017."

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SEGMENTASI MASYARAKAT URBAN KOTA SURABAYA (Studi pada Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo Lembaga Dakwah NU

Surabaya Tahun 2016-2017)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah

Oleh : Siti Nur Halimah NIM. F12915307

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Berdakwah memahamkan syariat Islam secara tepat kepada umat. Untuk itu perlu pendekatan yang tepat dalam berdakwah, agar jama’ah dapat memahami ajaran dakwah dengan tepat. Apalagi saat ini, lembaga dakwah dihadapkan dengan tantangan dakwah di era globalisasi dan karakteristik masyarakat urban kota Surabaya yang berbeda dengan masyarakat di daerah (pedesaan). Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) merancang program dakwah pada masyarakat urban dengan membentuk Majelis Dzikir Walisongo. Program ini bertujuan untuk optimalisasi kegiatan dakwah pada masyarakat perkotaan, seperti Surabaya. Dalam merancang kegiatan dakwah yang memperhatikan kebutuhan jama’ah, LDNU melakukan proses segmentasi dan memahami karakteristik jama’ah MDW. Kedepan, sesuai dengan tujuan dakwah yang dikembangkan LDNU, akan dibentuk majelis - majelis yang fokus dengan pendekatan dan materi dakwah sesuai dengan karakteristik / kebutuhan jama’ah. Penelitian ini berupaya menganalisa tahapan

segmentasi yang dilakukan manajemen LDNU terhadap jama’ah MDW,

mengetahui preferensi (kecenderungan) produk yang disukai jama’ah terhadap kegiatan MDW dan pendekatan dakwah yang sesuai berdasarkan karakteristik segmen jama’ah MDW. Teori yang digunakan adalah teori segmentasi pasar meliputi pola segmentasi, pendekatan segmentasi post-hoc serta tahapan segmentasi post-hoc. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Dari hasil penelitian menunjukkan pola segmentasi jama’ah MDW adalah segmentasi homogen (pasar ceruk) dengan karakteristik jama’ah yang menyukai produk tausiyah / ceramah agama karena menginginkan manfaat peningkatan spiritual dibandingkan dengan wawasan Islam. Mereka juga menyukai ustad atau da’i yang kompeten dalam berdakwah, pandai membawa suasana sehingga membuat jama’ah merasa lebih dekat kepada Allah. Produk lain seperti istighosah (dzikir dan doa bersama) dan penampilan hadrah tetap disukai namun cenderung bukan merupakan preferensi utama.

(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... ....... v

MOTTO ... vi

UCAPAN TERIMAKASIH ...vii

ABSTRAK ...x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...19

C. Batasan Masalah ...20

D. Rumusan Masalah ...20

E. Tujuan Penelitian ...21

F. Kegunaan Penelitian ...21

G. Penegasan Istilah...21

H. Penelitian Terdahulu ... .25

I. Sistematika Pembahasan ... 27

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Segmentasi ...30

B. Tujuan Segmentasi... 33

C. Pendekatan Segmentasi...38

(8)

E. Tahapan/Proses Segmentasi... 48

BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis dan pendekatan penelitian yang digunakan ...56

B. Subyek dan Obyek penelitian...57

C. Sumber data penelitian...57

D. Teknik pengumpulan data...57

F. Teknik Uji keabsahan data ...59

G. Tabulasi Data, sumber data, teknik pengambilan data ...60

H. Teknik analisis data...61

BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Profil Majelis Dzikir Walisongo...62

B. Tahapan Segmentasi Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo... 65

1. Mencari hubungan Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo dengan produk kegiatan pengajian rutin Majelis Dzikir Walisongo... 65

2. Menetapkan dasar segmentasi yang sesuai dengan kondisi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo ... 85

3. Mendeskripsikan profil atau karakteristik tiap segmen jama’ah Majelis Dzikir Walisongo ... 87

C. Preferensi Jama’ah terhadap program pengajian rutin Majelis Dzikir Walisongo ... 92

D. Pendekatan dakwah yang sesuai untuk jama’ah Majelis Dzikir Walisongo...97

(9)

B. Saran dan rekomendasi

penelitian... 107

BAB VI : DAFTAR PUSTAKA ... 110

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Tabel penelitian terdahulu ... 25

Tabel II.1. Pendekatan Segmentasi A-priori dan Post-Hoc ... 36

Tabel II.2. Kerangka teoretik Segmentasi Post-Hoc Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo...54

Tabel II.3.Alternatif dasar segmentasi yang sesuai dengan karakteristik jama’ah

Majelis Dzikir Walisongo...55

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1. Logo Majelis Dzikir Walisongo ... 24

Gambar IV.1. Foto Ustad Edy Rahmatullah M.E.I sedang mengisi pengajian MDW di Masjid Ababil, Graha Astra

Nawa...81

(12)
(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama dakwah, artinya suatu agama yang mendorong

setiap pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah.1

Islam juga disebut sebagai agama dakwah (din al da’wah), karena mengajak

orang agar mengikuti seruan Nya.2 Sebagaimana firman Allah dalam

Al-Qur’an surat Ali Imron 110:

ۡ ُتنُك

tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Hal ini menunjukkan dakwah mendapat tempat yang sangat penting

dalam ajaran Islam. Meskipun tanggung jawab dakwah berperan penting

dalam kehidupan umat, tidak berarti diperbolehkan memaksakan nilai

dakwah untuk diterapkan. Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu

(14)

2

kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan

sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha

mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok

agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan

serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai message yang

disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur paksaan.3 Sehingga, apabila berdakwah tanpa melakukan upaya penyadaran tentu bertentangan dengan

substansi dari kegiatan dakwah sendiri.

Seseorang menerima ajaran Islam melalui jalan dakwah yang berisi

nasehat dan membangun kesadaran akan suatu hal yang baik dan buruk,

yang benar dan yang salah, yang mendatangkan maslahat atau justru

mengakibatkan mudharat. Hal ini sejalan dengan pemikiran Khaidir Khatib

Bandaro yang mengartikan dakwah adalah suatu proses penyelenggaraan,

suatu usaha atau aktifitas yang dilakukan dengan sadar dan sengaja, dengan

upaya meningkatkan taraf nilai hidup manusia yang sesuai ketentuan Allah

dan rasul oleh seseorang atau sekelompok secara sadar dan berencana dalam

bentuk lisan, tulisan, perbuatan dalam upaya menimbulkan pengertian,

kesadaran dan pengalaman terhadap ajaran Islam4. Jamaludin Kafie

berpendapat, bahwa dakwah adalah suatu sistem kegiatan seseorang,

sekelompok, segolongan umat Islam sebagai aktualisasi imaniah yang

dimanifestasikan dalam bentuk seruan, ajakan, panggilan, undangan, dan

(15)

3

doa yang disampaikan dengan ikhlas dan menggunakan metode, sistem dan

teknik tertentu agar menyentuh qalbu dan fitrah seseorang, keluarga,

kelompok, massa, dan masyarakat manusia supaya dapat mempengaruhi

tingkah lakunya untuk mencapai tujuan tertentu.5 Dengan demikian, semakin nampak bahwa berdakwah merupakan upaya membangun

kesadaran pada mad’u dimana tidak diperkenankan adanya sistem, metode

ataupun pendekatan dakwah yang “memaksa” kan, sehingga ajaran dakwah

menjadi tidak bernilai pemecahan masalah serta mendatangkan rahmatan lil

alamin.

Pengenalan dan pemahaman syariat Islam kepada umat secara tepat,

diperlukan strategi dakwah yang tepat pula, agar pelaksanaannya dapat

mencapai sasaran yang tepat, maka diperlukan perencanaan dakwah yang

benar-benar berangkat dari hasil pengamatan dan analisis tentang kondisi

obyektif mad’u. Pendekatan dakwah yang tidak tepat, sering memberikan

gambaran dan pendapat yang keliru tentang Islam, sehingga

kesalahlangkaan dalam operasional dakwah.6 Untuk mengantisipasi hal ini, para pelaku dakwah harusnya mampu merancang pendekatan dakwah yang

sesuai dengan mad’u.

Pendekatan dakwah dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut

pandang seseorang terhadap proses dakwah. Terdapat tiga pendekatan

5 Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i. Cet 1, (Jakarta :

Amzah, 2008), 20.

6Mahmuddin, “Strategi Dakwah terhadap Masyarakat Agraris”, Tabligh Edisi XXVII (Juni, 2013),

(16)

4

dakwah yaitu pendekatan budaya, pendekatan pendidikan dan pendekatan

psikologis.7 Pendekatan dakwah tersebut diatas seringkali dikategorikan

sebagai pendekatan dakwah yang berfokus pada mad’u. Pendekatan yang

berfokus pada mad’u misalnya pemberian materi dakwah yang sesuai

kebutuhan mad’u, penggunaan metode dan media dakwah yang dapat

menggugah hati mad’u dan sebagainya.8 Penerapan pendekatan ini dapat

berpengaruh signifikan dalam ketercapaian tujuan dalam kegiatan dakwah

di masyarakat.

Selain itu, penggunaan pendekatan dakwah yang sesuai dengan selera

dan kebutuhan mad’u akan menjadi daya tarik tersendiri yang mengantarkan

pada pesatnya perkembangan dakwah saat ini. Apalagi dengan kondisi

masyarakat era globalisasi yang banyak memberikan tantangan bagi

perkembangan dakwah. Globalisasi merupakan zaman dimana arus

informasi mengalir deras ke seluruh penjuru dunia secara simultan tanpa

memandang adanya perbedaan suku, ras maupun budaya serta ruang dan

waktu9. Indikator pesatnya arus globalisasi adalah akses yang semakin mudah terhadap teknologi dan informasi. Tapper mendefinisikan globalisasi

sebagai proses integrasi karakteristik lokal kepada arus global yang

sebagian besarnya dilakukan melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Meskipun secara historis globalisasi dipandang sebagai suatu proses

7A. Sunarto AS, “Kyai dan Prostitusi : Pendekatan Dakwah KH. Muhammad Khoiron Suaeb di

Lokalisasi Kota Surabaya, Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 3, No 2, (Desember, 2013), 358.

8 Ibid, 359.

9 Istina Rakhmawati, Tantangan Dakwah di Era Globalisasi, ADDIN, Vol. 8, No. 2, Agustus 2014,

(17)

5

mengintegrasikan perekonomian lokal kepada ekonomi dunia, namun

makna globalisasi merujuk kepada ruang dimana terjadi proses interaksi

global melalui sarana teknologi komunikasi.10 Dengan kata lain, globalisasi

menuntut pelaksanaan kegiatan dakwah untuk menyesuaikan kegiatan

dakwah dengan budaya dan karakteristik masyarakat global.

Berbagai macam media di era globalisasi seakan mencekoki nilai-nilai

yang dibawa dari dunia global, tidak jarang nilai-nilai tersebut bertentangan

dengan ajaran Islam. Seperti misalnya sekulerisme, liberalisme, dan

konsep-konsep turunannya. Globalisasi ketika dimaknai sebagai sebuah

tantangan besar dalam artian sesuatu yang harus dihadapi dan disikapi

dengan berbagai macam strategi, juga akan menimbulkan peluang besar

untuk menciptakan pemikiran dan aksi strategis untuk menghadapinya.

Oleh karena itu, harus disadari bahwa globalisasi adalah sesuatu yang tidak

bisa dihindari oleh masyarakat modern, sehingga yang harus dilakukan

adalah bagaimana memiliki cara-cara yang strategis untuk ikut ambil bagian

dalam era globalisasi tersebut.11 Masalah krusial yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan dakwah di era globalisasi adalah menipisnya ruang

relijiusitas masyarakat dikarenakan pertarungan antara nilai-nilai Islam

dengan nilai-nilai yang dibawa oleh dunia global sebagaimana diuraikan

sebelumnya.

10 H. Tapper, The Potential Risks of The Local in The Global Information society, Journal of Social

Philosophy, 31 April 2000, 434-524

11 Slamet, Dakwah Islam di Tengah Globalisasi Media dan Teknologi Informasi (Jakarta :

(18)

6

Pengaruh globalisasi akan semakin tampak nyata di kota-kota besar

termasuk kota Surabaya. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di

Indonesia setelah Ibukota Jakarta. Selain itu, kota Surabaya merupakan

ibukota provinsi Jawa Timur. Masyarakat kota Surabaya merupakan

masyarakat perkotaan atau yang disebut sebagai Urban Community.

Masyarakat perkotaan adalah masyarakat yang anggotanya terdiri dari

berbagai macam manusia dari beragam lapisan atau tingkatan hidup,

pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain. Mayoritas penduduknya hidup

berjenis usaha yang bersifat non agraris.12 Sebagaimana karakteristik masyarakat kota besar, kota Surabaya selain mengalami kemajuan ekonomi,

teknologi dan informasi juga terdapat banyak perilaku menyimpang. Mulai

dari persoalan sex bebas, prostitusi, perjudian, degradasi moral, dan

lain-lain. Hal tersebut mengindikasikan dakwah sudah menjadi kebutuhan

mendesak yang barangkali merupakan jalan satu-satunya untuk

menyelamatkan nilai-nilai agama yang ada di masyarakat.

Berdakwah di konteks masyarakat urban seperti masyarakat kota

Surabaya dan kota besar lainnya bukanlah perkara mudah. Dengan adanya

arus informasi yang dapat terakses 24 jam nonstop melalui jaringan internet,

masyarakat menjadi sangat melek informasi. Sehingga wajar, mereka

menjadi semakin kritis terhadap konsep ajaran Islam yang didakwahkan.

Selain kekritisan terhadap konten materi dakwah yang meningkat,

masyarakat urban di perkotaan juga memiliki banyak tuntutan terhadap

(19)

7

lembaga dakwah. Kalau dulu, berdakwah cukup mendengar dan menerima

apa yang disampaikan ulama atau da’i tentang tema dakwah yang

disampaikan (bergantung penguasaan tema tersebut dari da’i). Namun saat

ini masyarakat urban bahkan memilih dan/atau meminta sendiri tema

dakwah yang bagaimana yang ingin mereka kaji. Mereka memilih pengajian

yang memberikan pemenuhan kebutuhan spiritual maupun wawasan

keislaman spesifik pada apa yang menjadi kebutuhan mereka saja.

Kehidupan masyarakat urban yang dekat dengan modernitas juga turut

berperan dalam corak tuntutan mereka pada kegiatan dakwah. Misalnya

mereka yang berasal dari kalangan muslim menengah atas, tentu

menginginkan kegiatan dakwah dilaksanakan di tempat yang nyaman dan

terkesan mewah. Mobilitas masyarakat urban yang tergolong tinggi,

membuat mereka juga menuntut kemudahan dalam mengikuti kegiatan

dakwah, seperti mengkaji wawasan Islam melalui situs dakwah online yang

bisa mereka akses kapanpun mereka memiliki waktu luang.

Salah satu contoh pengajian modern yang memenuhi kebutuhan

masyarakat urban adalah pengajian Bunda Muslimah Az Zahra yang cukup

masyhur di kota Sidoarjo. Pengajian Bunda Muslimah Az Zahra yang

diasuh oleh Ustad Ahmad Muzzaky Al-Hafidz, sering mengadakan

pengajian rutin di Mall Sun City di Sidoarjo. Pengajian yang saat ini telah

diikuti jama’ah ibu-ibu sejumlah 1000 orang tersebut juga kerap

mengenalkan eksistensinya melalui media sosial. Bahkan kelompok

(20)

8

kelompok pengajian tersebut memiliki beberapa program tambahan yang

disesuaikan dengan karakteristik jama’ah masyarakat urban yakni program

bhakti sosial, sunatan massal dan pengobatan gratis. Pengelolaannya pun

diatur dengan baik dan profesional sehingga jama’ahnya semakin hari

semakin bertambah.13

Kegiatan dakwah yang relevan dilakukan pada masyarakat urban adalah

dakwah yang berorientasi pada transformasi global dan yang bisa menerima

keadaan zaman serta kemajuan teknologi dalam kehidupan kita, baik

melalui penyadaran, pendidikan, dialog, maupun ilmu pengetahuan agar

mampu menjadi perubahan secara struktural atau kultural yang lebih baik.14 Dengan kata lain, dakwah tidak bisa berkembang hanya dengan metode

konvensional yang sudah tidak lagi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

masyarakat saat ini. Khususnya masyarakat urban seperti kota Surabaya dan

sekitarnya.

Salah satu organisasi dakwah Islam yang sudah lama berdiri di

Indonesia adalah organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi Nahdlatul

Ulama (NU) didirikan sejak 31 januari 1926. Organisasi ini representatif

dari ulama tradisionalis.15 Organisasi NU disebut-sebut sebagai organisasi

terbesar di Indonesia dengan jumlah jama’ah terbanyak di Indonesia.16

13 Lihat kenalkan lewat medsos, anggota capai 1000 orang dalam

https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20160322/282544427425664 diakses pada 17

Mei 2017 (Jawa pos, 22 Maret 2016)

14 Ibid

15 Masykur Hasim, Merakit Negeri Berserakan (Surabaya : Yayasan 95, 2002), 6.

(21)

9

Meskipun demikian, tidak membuat organisasi ini berpuas diri sebagai

organisasi Islam terbesar. Dalam perkembangannya, mereka membuat

inovasi pengembangan dakwah agar tetap relevan dengan perkembangan

zaman, menyesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan mad’u nya

khususnya di era globalisasi. Sebagai salah satu contoh misalnya pada tahun

2015, Ketua PCNU Surabaya, Dr H. Achmad Muhibin Zuhri, M.Ag

melakukan sosialisasi kepada pengurus organisasi NU di Surabaya tentang

konsep pengembangan dakwah yang dinamakan NU Urban.

"PBNU sudah memberi amanah kepada kami sebagai NU Kota atau NU Urban yang akan menjadi prototipe NU Kota untuk kota-kota lain," terang Ketua PCNU Surabaya, Dr H Achmad Muhibbin Zuhri M.Ag di Surabaya, Selasa (19/1/2016).17

Lahirnya konsep NU Urban, dilatarbelakangi adanya realitas

masyarakat kota Surabaya sebagai sasaran dakwah NU cabang kota

Surabaya. Kebutuhan masyarakat Surabaya yang metropolis, melek

informasi dan umumnya terpengaruh besar arus globalisasi tentu tidak bisa

disamakan dengan kebutuhan jama’ah di daerah lainnya seperti pedesaan.

Walaupun organisasi ini pada awal perkembangannya memiliki basis

jama’ah kalangan pesantren di pedesaan. Pendekatan dakwah yang

diterapkan haruslah lebih modern, menyesuaikan dengan kebutuhan dan

keinginan jama’ah. Apabila metode yang digunakan tetap sebagaimana

pembinaan kepada basis jama’ah dari kalangan pesantren dan/atau

masyarakat di pedesaan, niscaya masyarakat urban di Surabaya dan

17 Ronny Wicaksono, Canangkan konsep NU urban, PCNU Surabaya buka Hotline Anti-teror, (19

(22)

10

sekitarnya tidak akan banyak tertarik untuk mengikuti kegiatan dakwah NU.

Hal ini juga dinyatakan oleh salah satu pengurus, sekretaris LDNU, Ustad

Edy Rahmatullah, M.E.I.,

“Kita tinggal di kota surabaya, masyarakatnya beda dengan di daerah, kalau di daerah masyarakatnya homogen, petani ya petani semua. Kalau di kota kan masyarakatnya heterogen. Mereka bermacam-macam profesi, mau mengaji saja sudah untung. Makanya kita ingin berdakwah ke masyarakat yang seperti itu.”18

Namun uniknya dalam konsep NU Urban yang dicanangkan PCNU

Surabaya nantinya tetap tidak meninggalkan tradisi dakwah ala organisasi

NU dengan tetap menyertakan istighosah, tahlil, diba’ dan semacamnya.19

Penulis juga melakukan konfirmasi kepada pengurus Sebagaimana yakni

Ustad Edy Rahmatullah yang menyatakan,

“Karena masyarakat surabaya adalah masyarakat urban sehingga

pendekatannya ga bisa alamiah dengan pendekatan tradisional saja. Tetapi tetap dipertahankan cara tradisionalnya, sesuai prinsip NU kan memelihara sesuatu yang lama yang baik kemudian mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik.”20

Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Surabaya, salah satu

perangkat departementalisasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi

sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan

dengan bidang dakwah21, diberi tanggung jawab untuk melaksanakan

program NU Urban untuk menyasar secara lebih luas jama’ah dari kota

Surabaya dan sekitarnya. Perbaikan kualitas materi dakwah, metode

18 Edy Rahmatullah, Wawancara, Surabaya, 1 Februari 2017. 19 Ronny Wicaksono, Ibid.

(23)

11

dakwah, pembinaan jama’ah menjadi titik fokus pelaksanaan program NU

Urban.

Majelis Dzikir Walisongo adalah salah satu program dakwah LDNU

Surabaya yang dianggap salah satu prototype dakwah masyarakat Urban

yang akan dikembangkan oleh organisasi NU melalui LDNU di Surabaya.

Majelis Dzikir Walisongo merupakan majelis ta’lim pengajian yang

dibentuk oleh organisasi NU dan pelaksanaannya dibawah pengawasan

pengurus LDNU Surabaya. Sebelumnya dakwah organisasi NU hanya

diselenggarakan di level kampung. Jam’iyah NU umumnya hanya

melangsungkan pengajian rutin seperti istighosah, yasin dan tahlil di

kampung-kampung secara berkelompok dan di koordinasi oleh pihak

masjid milik NU atau perseorangan. Pelaksanaannya pun tidak menjadi

kontrol dari organisasi NU baik di tingkat pusat maupun

wilayah/cabang/ranting. Jama’ah pengajian kampung tersebut juga terpecah

menurut lokal wilayah rumah tinggal jama’ah dan tidak saling terhubung.

Pengasuh kegiatan ta’lim dan da’i yang memberikan pengajian juga

merupakan da’i berpaham ahlusunnah wal jama’ah namun bukan berasal

dari lembaga dakwah NU secara formal. Bahkan terkadang dalam

pelaksanaannya, jama’ah mengundang pembicara dari luar organisasi NU

yang memberikan kajian dakwah. Hal ini tentu, tidak sesuai dengan visi misi

dari organisasi dimana pengembangan dakwah harus sejalan dengan paham

organisasi Nahdlatul Ulama. Dengan adanya Majelis Dzikir Walisongo

(24)

12

kegiatan dakwah organisasi NU dan secara formal terpantau dibawah

pengawasan lembaga dakwah NU.

Majelis Dzikir Walisongo (MDW) pertama kali dilaksanakan pada

minggu kedua bulan April tahun 2016 yang kemudian selanjutnya

diselenggarakan secara rutin pada setiap minggu kedua dalam setiap bulan.

Jama’ah yang mengikuti Majelis Dzikir Walisongo saat ini sejumlah 200

orang jama’ah. menurut keterangan Ustad Edy Rahmatullah, pengasuh dan

penceramah rutin di MDW, “kalau yg hadir sampai sekarang ada 200 an

orang”.

Sejalan dengan pendapat Bapak Didik Wasonohadi selaku ketua

pengajian Majelis Dzikir Walisongo tentang jumlah jama’ah yang datang di

pengajian.

“yang pertama kita buka satu tahun lalu, tepatnya di bulan april.

Sehingga minggu kemarin itu sebenarnya sudah satu tahun. Awalnya kita buka di pagesangan, tempatnya ustad Helmy, jama’ahnya puluhan orang. Kemudian berkembang, saat ini mencapai 100 bahkan sdh sampai 200 an orang”

Jama’ah yang datang berasal dari anggota jam’iyyah NU yang biasanya

telah mengikuti program pengajian rutin organisasi NU di kampungnya

masing-masing, namun ada juga jama’ah yang merupakan masyarakat

umum (sebelumnya bukan jam’iyyah22). Untuk menarik minat non

jam’iyyah datang ke kegiatan pengajian Majelis Dzikir Walisongo, LDNU

22Sebutan bagi jama’ah Nahdlatul Ulama, telah mengidentifikasi diri sebagai bagian dari anggota

(25)

13

menggunakan media, pertama, yakni link dari orang-orang atau kerabat

terdekat jam’iyyah yang belum pernah mengikuti pengajian LDNU tetapi

mau ketika diajak, maka anggota jam’iyyah dihimbau untuk seluas-luasnya

mengenalkan adanya program ini ke masyarakat umum. Kedua,

mengoptimalkan fungsi masjid-masjid NU yang tersebar di seluruh

kecamatan dan kelurahan untuk turut menyosialisasikan adanya pengajian

Majelis Dzikir Walisongo kepada warganya. Ketiga, dengan menghimbau

para ustadz atau da’i LDNU yang apabila memiliki majelis pengajian

dimanapun berada, mereka dihimbau untuk mengenalkan seluas-luasnya

adanya kegiatan Majelis Dzikir Walisongo ini sehingga kegiatan ini juga

dapat diikuti oleh jama’ah majelis mereka.

Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo memiliki beberapa variasi kegiatan

seperti ceramah agama (tausiyah) oleh Ustad yang berasal dari LDNU, doa

bersama, istighosah juga terdapat acara kesenian hadrah yang dibawakan

oleh jama’ah sendiri. Majelis Dzikir Walisongo (MDW) ini kemudian

dibentuk kepengurusan sendiri diluar pengurus LDNU. Terdiri dari ketua

Majelis, wakil, sekretaris dan bendahara yang kemudian menjalankan

program pengajian rutin

Pengurus LDNU memiliki harapan kedepannya, bermula dari

pelaksanaan pengajian Majelis Dzikir Walisongo ini, apabila telah memiliki

cukup banyak jama’ah, konsep dakwah NU urban akan dapat

dikembangkan menjadi lebih sesuai dengan selera masyarakat kota

(26)

14

MDW tersebut. Menurut keterangan Ustad Edy Rahmatullah, M.E.I yang

juga merupakan penanggungjawab program pengajian rutin Majelis Dzikir

Walisongo sebagai berikut

“Di Majelis Dzikir Walisongo kan ada macam-macam orang, ada orang bisnis, ada orang yang profesi, ada yang sepuh-sepuh juga. Di grup wa itu saling komunikasi dan tanya jawab. Ini sudah berjalan 10 kali. Harapannya dalam satu tahun ini tersaring kebutuhan mereka apa. Ada yang berkebutuhan ziarah walisongo, sebentar lagi akan diadakan ziarah. ada yang ingin memperbagus bacaan Alqurannya, dengan sendirinya nanti akan terbentuk dari komunitas itu. Ada yang ingin seninya seperti qasidah, di majelis dzikir walisongo malah sudah terbentuk setiap kali pengajian majelis dzikir mereka sudah

menampilkan itu”23

LDNU juga membuatkan grup Whatsapp untuk para jama’ah Majelis

Dzikir Walisongo, dimana grup tersebut berfungsi sebagai media

silaturahmi jama’ah serta media sosialisasi program-program LDNU,

berikut apabila jama’ah ingin mengajukan pertanyaan seputar masalah ke

-Islaman atau materi dakwah maka mereka dapat menanyakannya melalui

grup tersebut dan akan dijawab oleh pembicara atau orang yang memahami

ilmunya dari LDNU.24 Adanya sistem grup Whatsapp tersebut juga

merupakan metode yang dilakukan LDNU untuk melakukan pemetaan

terhadap kebutuhan jama’ahnya secara lebih spesifik. lebih lanjut ustadz

Edy Rahmatullah, M.E.I menyatakan bahwa dari grup Whatsapp tersebut

akan dilakukan pengelompokkan jama’ah Majelis Dzikir Walisongo

berbasis pada kebutuhan mereka terhadap kajian Majelis Dzikir Walisongo.

Harapannya, dengan memahami pengelompokan karakteristik jama’ah

(27)

15

tersebut, LDNU dapat lebih baik dalam melayani kebutuhan jama’ah

khususnya membuatkan majelis pendamping guna memenuhi permintaan

dari kelompok-kelompok jama’ah secara lebih spesifik. Misalnya akan

dibuatkan majelis tafsir tersendiri untuk mengakomodir kebutuhan dari

sebagian jama’ah yang menginginkan lebih dalam mengkaji tafsir, dan lain

sebagainya.

Pada awal tahun 2017, mulai diberlakukan sistem jama’ah bertanya

dengan menggunakan sistem SMS, jama’ah yang memiliki uneg-uneg

seputar pertanyaan yang berhubungan dengan nilai-nilai Islam

dipersilahkan untuk mengirimkan sms kepada penanggungjawab pengajian

dari LDNU yang tidak lain adalah sekretaris LDNU, Ustadz Edy

Rahmatullah, M.E.I. Dari sms jama’ah yang masuk nantinya akan diseleksi

dan dipertimbangkan untuk menjadi bahasan kajian rutin Majelis Dzikir

Walisongo. Hal ini, menurut pengurus LDNU, merupakan upaya

manajemen LDNU ingin melayani kebutuhan jama’ah sesuai dengan apa

yang menjadi masalah jama’ah. Pendekatan dakwah yang dikembangkan

akan berpijak pada masalah yang selama ini diresahkan oleh jama’ah dalam

kehidupannya. Dengan demikian, kebutuhan mereka akan terpenuhi oleh

LDNU, jama’ah menjadi puas bahkan rela mereferensikan kepada orang

lain tentang adanya kajian tersebut kepada khalayak yang lebih luas.

Berangkat dari fenomena tersebut, penulis memahami bahwa apa yang

dilakukan LDNU terhadap program Majelis Dzikir Walisongo ini

(28)

16

NU. Hermawan Kartajaya mendefinisikan pemasaran sebagai sebuah

disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran,

dan perubahan values dari satu inisiator, kepada stakeholders-nya,

“marketing is a strategic business dicipline that direct the process of

creating, offering, and changing value from one initiator to its

stakeholders.”25 Lebih lanjut, Hermawan menjelaskan bahwa pemasaran

dapat diterapkan untuk setiap entitas “bisnis” baik profit maupun nirlaba.26

Dengan demikian, pemasaran bukan hanya milik perusahaan bisnis atau jasa

yang berorientasi laba. Tetapi dapat juga diterapkan dalam organisasi

nirlaba, sosial dan/atau dakwah seperti organisasi Nahdlatul Ulama.

Kaitannya dengan dakwah, penulis memahami dakwah merupakan salah

satu bentuk produk. Dalam bingkai pemasaran, produk dakwah memiliki

karakteristik seperti produk dalam pemasaran jasa. Kotler dan Keller

menyebutkan, jasa sebagai salah satu bentuk produk didefinisikan sebagai

“setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak

kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud

fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.27 Sebagai konsep, jasa atau service bisa berupa organisasi bisnis maupun nirlaba yang

berkecimpung di sektor jasa28 seperti asuransi kesehatan, lembaga penyedia beasiswa, dan lain sebagainya.

25 Hermawan Kartajaya dkk, Markplus on Strategy (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2002), 11. 26 Ibid, 13.

27 Fandy Tjoptono, Pemasaran Jasa : Prinsip, penerapan dan penelitian, (Yogyakarta : ANDI,

2014), 26.

(29)

17

Salah satu upaya yang penting dalam tahapan pemasaran termasuk pula

pemasaran jasa adalah menganalisa siapa segmen pasarnya. Segmentasi

pasar adalah salah satu konsep penting dalam literatur perilaku konsumen

dan pemasaran. Bahkan alasan utama untuk mempelajari perilaku

konsumen adalah untuk mengetahui dasar-dasar pensegmentasian yang

efektif, dan sejumlah besar penelitian konsumen yang dilakukan berkaitan

dengan segmentasi.29 Dengan melakukan segmentasi, pemasar dapat memeta dan memahami kebutuhan dan keinginan pasarnya secara lebih

baik.

Segmentasi pasar tidak hanya dapat diterapkan di organisasi profit tetapi

juga dapat diterapkan di organisasi sosial seperti LDNU sebagai lembaga

dakwah. Sejalan dengan pendapat, Kotler dan Levy menyatakan bahwa

pemasaran merupakan aktivitas sosial yang persuasif sehingga dapat

digunakan selain pada organisasi komersial.30 Menurut Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, segmentasi pasar adalah sebuah proses pembagian

pasar menjadi subset konsumen yang lebih sempit sesuai kebutuhan dan

karakteristik yang sama. Jama’ah pengajian Majelis Dzikir Walisongo

merupakan pasar dari lembaga dakwah NU. Dengan adanya segmentasi atau

pengelompokan jama’ah, kedepannya akan lebih mudah untuk merancang

pendekatan dakwah yang tepat sesuai kondisi segmen pasarnya. Dengan

29 J. Paul Peter dan Jerry C. Olson, Consumer Behaviour : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Ed. 4 (Jakarta : Erlangga, 2000), 135.

30 Philip Kotler, Sidney J. Levy, Broadening The Concept Of Marketing, Journal of Marketing,

(30)

18

demikian, harapan LDNU untuk semakin baik dalam melayani kebutuhan

jama’ah akan terwujud.

Alasan pentingnya organisasi melakukan segmentasi pasar adalah

Pertama, semakin majunya kehidupan manusia, semakin heterogen

masyarakat, semakin heterogen kebutuhan dan selera masyarakat. Tidak

mungkin ada satu produk yang dapat memuaskan kebutuhan secara tepat.

Kedua, segmentasi akan mencegah perusahaan untuk membuang-buang

sumber dayanya ditempat yang tidak tepat. Segmentasi dapat membantu

organisasi atau perusahaan mengalokasikan sumber dayanya secara tepat

pada tempat yang tepat. Ketiga, sebuah produk mungkin tidak dapat

memuaskan semua golongan masyarakat, tetapi dapat memuaskan satu

golongan masyarakat yang homogen. Dan dengan segmentasi, organisasi

atau perusahaan dapat menemukan segmen-segmen yang dapat dilayani

secara maksimal oleh perusahaan31.

Penulis belum banyak menjumpai adanya realitas lembaga dakwah yang

menerapkan proses segmentasi terhadap jama’ah nya dengan maksud lebih

optimal melakukan pelayanan dalam kegiatan dakwah. Dengan kata lain,

umumnya dakwah seperti pengajian dan ta’lim hanya dilaksanakan ala

kadarnya dan berjalan secara alamiah. Akibatnya, masyarakat tidak lagi

merasa dakwah sebagai solusi atas kebutuhannya, karena pelaksanaan

dakwahpun tanpa mempertimbangkan secara spesifik kebutuhan dan

31 Rambat Lupiyoadi, Manajemen Pemasaran Jasa : Teori dan Praktik (Jakarta : Salemba Empat,

(31)

19

keinginan mereka. Apalagi karakteristik masyarakat urban dengan

kompleksitas masalahnya seringkali membutuhkan pemecahan dalam

kegiatan dakwah secara tepat sasaran. Namun apabila lembaga atau

organisasi dakwah mampu melakukan segmentasi pada mad’u nya, niscaya

kegiatan dakwah tidak akan sepi peminat dan akan terus dapat menjawab

tantangan globalisasi dalam konteks masyarakat Urban. Tujuan dakwah

yang berupaya untuk memberikan pencerahan, membangun kesadaran dari

mad’u juga akan lebih mudah tercapai dengan pendekatan dakwah yang

sesuai karakteristik jama’ah.

Bagi Manajemen organisasi NU, khususnya LDNU Surabaya, program

dakwah dengan pemahaman terhadap karakteristik mad’u seperti ini

merupakan hal yang baru diterapkan, setidak-tidaknya di kalangan NU.

Sebelumnya organisasi NU, cenderung belum menaruh perhatian kepada

pendekatan dakwah yang disampaikan kepada mad’u, apakah sudah sesuai

dengan selera jama’ah khususnya di perkotaan atau yang disebut

Masyarakat Urban. Dakwah yang diselenggarakan cenderung mengikuti

apa yang selama ini telah berjalan sebagaimana tradisi ajaran NU yang

banyak berkembang di pesantren dan daerah pedesaan.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang proses

segmentasi jama’ah yang dilakukan LDNU dalam program pengajian rutin

Majelis Dzikir Walisongo.

(32)

20

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, penulis

mengidentifikasi beberapa masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik masyarakat Urban kota Surabaya yang

menjadi sasaran dakwah Organisasi NU melalui adanya Majelis

Dzikir Walisongo

2. Bagaimana segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo,

LDNU Surabaya

3. Bagaimana pendekatan dakwah yang tepat digunakan LDNU

berdasarkan hasil segmentasi jama’ah Majelis Dzikir

Walisongo.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, penulis membuat batasan masalah

penelitian pada segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo LDNU

Surabaya. Serta bagaimana metode dan pendekatan yang tepat digunakan

LDNU berdasarkan hasil segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo.

Penelitian ini difokuskan pada tahun 2016 akhir yakni bulan Agustus 2016

hingga bulan Mei tahun 2017.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana segmentasi masyarakat urban pada Jama’ah Majelis Dzikir

Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017 ?

2. Bagaimana preferensi (kecenderungan) kegiatan yang disukai Jama’ah

dari pengajian Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun

(33)

21

3. Bagaimana pendekatan dakwah yang sesuai karakteristik jama’ah

Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017 ?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui segmentasi masyarakat urban pada jama’ah Majelis Dzikir

Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017

2. Mengetahui preferensi (kecenderungan) kegiatan yang disukai jama’ah

dari pengajian Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun

2016-2017

3. Mengetahui pendekatan dakwah yang sesuai karakteristik jama’ah

Majelis Dzikir Walisongo LDNU Surabaya tahun 2016-2017

F. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai pengayaan penerapan ilmu pemasaran khususnya segmentasi

pasar dalam lapangan dakwah

2. Memberikan gambaran kepada organisasi atau lembaga dakwah di

Indonesia, khususnya yang berdakwah pada masyarakat urban

(perkotaan) tentang model segmentasi pasar (jama’ah) pada masyarakat

Urban pada bidang dakwah.

G. Penegasan Istilah

Dalam penelitian yang berjudul “Analisis Segmentasi Jama’ah Majelis

Dzikir Walisongo Lembaga Dakwah NU Surabaya Tahun 2016-2017”.

Penulis merasa perlu untuk menegaskan istilah dalam judul, utamanya pada

beberapa kata kunci yang penulis anggap penting sebagai berikut :

(34)

22

Segmentasi pasar adalah kegiatan membagi suatu pasar kedalam

kelompok yang berbeda-beda. Masing-masing kelompok tersebut terdiri

dari konsumen yang mempunyai ciri/sifat yang hampir sama.32

Segmentasi merupakan upaya pembagian pasar, saluran atau pelanggan

ke dalam berbagai kelompok dengan kebutuhan yang berbeda.33

Sehingga segmentasi berbicara mengenai pengelompokan dari suatu

obyek sasaran. Dalam dakwah, obyek sasaran diistilahkan dengan

mad’u yang menjadi sasaran dari kegiatan dakwah. Sehingga pelaku

dakwah bertindak sebagai pemasar yang melakukan pengelompokan

mad’u berdasarkan karakteristik tertentu.

2. Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo

Secara etimologi, jamaah berasal dari bahasa arab yang memiliki arti

berkumpul. Misalnya jamaah pasar berarti perkumpulan orang yang ada

di pasar. Jama’ah menurut istilah dapat diartikan sebagai pelaksanaan

ibadah secara. bersama-sama yang dipimpin oleh seorang imam.

Misalnya jama’ah shalat, jama’ah umrah.

Istilah jama’ah merujuk pada sekelompok orang yang mengikuti

kegiatan pengajian / taklim. Mereka memiliki kedudukan sebagai obyek

dakwah pada kegiatan tersebut. Dalam penelitian ini, yang dimaksud

jama’ah adalah sekelompok peserta pengajian Majelis Dzikir

Walisongo yang cukup rutin mengikuti pengajian Majelis Dzikir

(35)

23

Walisongo minimal 3 kali kedatangan terhitung sejak Agustus 2016

hingga Mei 2017.

3. Majelis Dzikir Walisongo

Majelis Dzikir Walisongo (MDW) adalah program kajian rutin LDNU

yang berlangsung setiap minggu kedua setiap bulan dan terbuka untuk

umum. Konsep MDW adalah memadukan dzikir dan tausiyah dengan

sentuhan motivasi dan pencerahan kepada ummat agar selalu optimis

dan bersyukur menikmati kehidupan dunia dan menyongsong

kemantapan kehidupan akherat. Untuk mengapresiasi talenta

jamaah, MDW juga menampilkan seni hadrah atau qasidah dari

komunitas anggota jamaah itu sendiri.34 Seni hadrah tersebut ditampilkan setiap kali pengajian MDW diadakan yakni setelah selesai

kegiatan dzikir bersama dan tausiyah.

Majelis Dzikir Walisongo adalah Majelis pengajian yang secara resmi

diselenggarakan oleh manajemen organisasi Nahdlatul Ulama (NU)

cabang Surabaya. Anggota Majelis Dzikir Walisongo adalah para

jam’iyyah dari wilayah sekitar Surabaya, Sidoarjo dan Gresik juga

masyarakat umum. Kisaran jumlahnya 200 orang dan mayoritas anggota

nya adalah wanita.

34 Majelis Dzikir Walisongo, dalam http://www.ldnusurabaya.com/majelis-dzikir-wali-songo/ (27

(36)

24

Gambar 1.1.

Logo Majelis Dzikir Walisongo

4. Lembaga Dakwah NU

Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) adalah perangkat

departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai

pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan

dengan bidang dakwah. LDNU bertugas melaksanakan kebijakan

Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut

faham Ahlussunnah wal Jamaah. Struktur LDNU berjenjang mulai

pusat (PBNU), wilayah (PWNU), cabang (PCNU) hingga kecamatan

(MWC) dan ranting (desa/kelurahan). Pengurus LDNU Surabaya

Periode 2015-2020 terdiri atas35 :

Pelindung / Penasehat : KH. Mas Sulaiman

Dr. H. A. Muhibbin Zuhri

Ketua : H. Helmy M. Noor, S.I.P

Sekretaris : Edi Rahmatullah, M.E.I

(37)

Analisis Segmentasi Jama’ah Majelis Dzikir Walisongo Lembaga Dakwah

NU Surabaya Tahun 2016-2017

Penelitian yang dianggap relevan

Judul Deskripsi Penelitian Persamaan Perbedaan

(38)
(39)

Untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang pembahasan

penulisan tesis ini, maka penulis mendeskripsikan sistematika pembahasan

yang terdiri dari V BAB

(40)

28

Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang latar belakang

masalah, batasan dan rumusan masalah yang dikaji, tujuan

penelitian, penelitian terdahulu serta sistematika

pembahasan

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini, penulis menguraikan kajian pustaka untuk

menjawab rumusan masalah penelitian yakni tentang

konsep segmentasi post-hoc. Pembahasannya meliputi

pengertian segmentasi, tujuan segmentasi, pendekatan atau

dasar segmentasi, segmentasi post-hoc dan Tahapan

segmentasi post-hoc.

BAB III : METODE PENELITIAN

Penulis menguraikan metode penelitian yang meliputi jenis

dan pendekatan penelitian, Subyek dan obyek penelitian,

teknik pengumpulan data, teknik uji keabsahan data, teknik

analisa data

BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

Dalam bab ini, penulis menguraikan penyajian data yang

diperoleh dari sumber data lapangan meliputi gambaran

umum profil obyek penelitian yakni program pengajian

rutin Majelis Dzikir Walisongo yang diselenggarakan oleh

manajemen LDNU Surabaya. Kemudian data-data faktual

(41)

29

segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo. selanjutnya

penulis juga melakukan interpretasi terhadap temuan data

lapangan dengan teori segmentasi post-hoc untuk

menjawab rumusan masalah penelitian

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan hasil

penelitian yang telah dilakukan dan saran untuk penelitian

(42)

30

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Segmentasi

Menurut kotler, strategi pemasaran terdiri atas tiga tahap yakni

segmentasi, targetting, positioning. Segmentasi pasar pada dasarnya adalah

suatu strategi untuk memahami struktur audience, targetting adalah

persoalan bagaimana memilih, menyeleksi dan menjangkau audience yang

menjadi sasaran. Proses selanjutnya adalah melakukan positioning yaitu

suatu strategi untuk memasuki jendela otak konsumen sehingga dapat

membentuk persepsi baik di benak konsumen.1

Eric Berkowitz dan rekannya sebagaimana dikutip oleh Morissan,

mendefinisikan segmen pasar sebagai “dividing up market into distinc

groups that (1) have common needs, (2) will respond similarly to a market

action.” Artinya membagi suatu pasar kedalam kelompok-kelompok yang

jelas yang (1) memiliki kebutuhan yang sama, (2) memberikan respons yang

sama terhadap suatu tindakan pemasaran.2

Pasar terdiri dari pembeli, dan pembeli berbeda dalam berbagai cara.

Pembeli bisa mempunyai perbedaan keinginan, sumber daya, lokasi, sikap

pembelian, dan praktek pembelian. Melalui segmentasi pasar, perusahaan

membagi pasar yang besar dan heterogen menjadi segmen yang lebih kecil

yang dapat dicapai secara lebih efisien dan efektif dengan produk yang

(43)

31

sesuai kebutuhan unik mereka. Dengan kata lain, Segmentasi pasar adalah

membagi pasar menjadi kelompok-kelompok kecil dengan kebutuhan,

karakteristik atau perilaku berbeda yang mungkin memerlukan produk atau

bauran pemasaran tersendiri.3

Definisi segmentasi pasar yang paling sering diucapkan para ahli adalah

“suatu proses untuk membagi-bagi dan mengelompok-kelompokkan

konsumen ke dalam kotak-kotak yang lebih homogen”. Karena pasar

sifatnya heterogen, maka akan sulit bagi produsen atau pemasar untuk

melayaninya. Oleh karenanya pemasar harus memilih segmen-segmen

tertentu saja dan meninggalkan bagian pasar yang lainnya. bagian atau

segmen yang dipilih itu adalah bagian yang homogen yang memiliki

ciri-ciri yang sama dan cocok dengan kemampuan perusahaan untuk memenuhi

tuntutan-tuntutannya.4 Namun pengertian segmentasi tersebut diatas

dipandang oleh Rhenald Kasali, dalam bukunya Membidik Pasar Indonesia,

masih kurang tepat. Sebab membagi pasar yang heterogen ke dalam pasar

yang lebih homogen ternyata tidak memberikan hasil yang memuaskan.

Lebih lanjut Rhenald mendefinisikan segmentasi adalah proses

mengkotak-kotakkan pasar (yang heterogen) ke dalam kelompok-kelompok “potential

customers” yang memiliki kesamaan kebutuhan dan/atau kesamaan

karakter yang memiliki respon yang sama dalam membelanjakan.5

3 Philip Kotler, Gary Armstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi 12, Jilid 1 (Jakarta : Erlangga,

2008), 225.

4 Rhenald Kasali, Membidik Pasar Indonesia : Segmentasi, Targeting, Positioning, (Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama, 1998), 118-119.

(44)

32

Segmentasi adalah salah satu konsep terpenting dalam pemasaran.

Organisasi atau perusahaan jasa memiliki kemampuan yang berbeda untuk

melayani jenis pelanggan yang berbeda.6 Perusahaan yang memahami

kebutuhan pelanggan mungkin akan memilih untuk menerapkan

pendekatan segmentasi berbasis kebutuhan, yang berfokus pada pelanggan

yang menghargai atribut spesifik.7

Menurut Tjiptono, segmentasi pasar memiliki 3 (tiga) macam pola yang

berbeda, yaitu : preferensi homogen, preferensi tersebar dan preferensi

perkelompok.8

1. Preferensi Homogen.

Pasar dimana konsumen memiliki pilihan barang dan jasa yang relatif

sama.

2. Preferensi Tersebar.

Pada pola ini, pilihan pelanggan terhadap barang dan jasa lebih

berbeda-beda. Pilihan dari produk yang diminati oleh konsumen lebih beragam,

yang disesuaikan dengan kepribadiaan masing-masing konsumen.

3. Preferensi Terkelompok

Preferensi Terkelompok merupakan pola yang menunjukkan bahwa

konsumen memiliki preferensi yang berkelompok-kelompok. Konsumen

yang berada dalam kelompok yang sama juga memiliki kesamaan

6 Christopher Lovelock, Jochen Wirtz, Jacky Mussry, Pemasaran Jasa : Manusia, Teknologi dan Strategi, Perspektif Indonesia, Jilid 1, Edisi 7 (Jakarta : Erlangga, 2010), 75.

7 Ibid.

(45)

33

preferensi. Artinya konsumen yang berada dalam kelompok yang sama

cenderung memiliki selera yang sama terhadap suatu produk

B. Tujuan Segmentasi

Pada penjelasan sebelumnya diketahui bahwa tujuan melakukan

segmentasi adalah untuk memahami secara lebih efektif efisien tentang

kebutuhan, karakteristik atau perilaku konsumen yang berbeda yang

mungkin memerlukan produk atau bauran pemasaran tersendiri. Setidaknya

ada 5 keuntungan yang diperoleh dengan melakukan segmentasi pasar9 :

1. Mendesain produk-produk yang lebih responsif terhadap kebutuhan

pasar.

Hanya dengan memahami segmen-segmen yang responsif terhadap suatu

stimuli maka anda dapat mendisain produk yang sesuai dengan

kebutuhan/keinginan segmen-segmen ini. Artinya, produk yang

disediakan untuk memenuhi kebutuhan/keinginan pemasar terkadang

tidak memiliki nilai tinggi pada suatu segmen. Namun, bisa jadi sangat

bernilai bagi segmen lainnya, Sehingga pemasar atau organisasi dapat

mengganti dengan disain produk yang lebih sesuai dengan

kebutuhan/keinginan pasar dalam suatu segmen.

2. Menganalisis pasar.

Segmentasi pasar membantu eksekutif mendeteksi siapa saja yang akan

menggerogoti pasar produknya. Artinya, dengan melakukan segmentasi,

(46)

34

memudahkan organisasi untuk mendeteksi siapa kompetitornya di

segmen tersebut.

3. Menemukan peluang.

Setelah menganalisis pasar, mereka yang menguasai konsep segmentasi

dengan baik akan sampai pada ide untuk menemukan peluang. Peluang

ini tidak selalu sesuatu yang besar, tetapi pada masanya ia akan menjadi

besar. Ingatlah konsumen perlu “belajar” mengenali sesuatu atau

“mengikuti” orang lain, atau “merasa butuh” terhadap suatu produk.

Artinya, dengan melakukan segmentasi, pemasar atau organisasi dapat

menetapkan peluang untuk menawarkan suatu produk yang sesuai

dengan kebutuhan/keinginan pasar namun sifatnya masih potensial.

Peluang tersebut umumnya belum ditangkap oleh pemasar lain yang

pernah ada, sehingga kemungkinan besar akan membawa keuntungan

besar untuk pemasar di kemudian hari.

4. Menguasai posisi yang superior dan kompetitif.

Mereka yang menguasai segmen dengan baik, umumnya adalah mereka

yang paham betul konsumennya. Mereka mempelajari pergeseran yang

terjadi di dalam segmennya. Artinya, dengan melakukan segmentasi,

pemasar dapat mengetahui perubahan kecenderungan perilaku pasar

pada segmennya.

5. Menentukan strategi komunikasi yang efektif dan efisien. Kalau anda

tahu persis siapa segmen anda, maka anda akan tahu bagaimana

(47)

35

segmentasi, pemasar dapat menyesuaikan pola komunikasi persuasif

untuk memasarkan produknya kepada tiap-tiap segmen (dengan

karakternya masing-masing). Cara komunikasi termasuk menetapkan

media yang tepat digunakan untuk mempromosikan produknya.

Rhenald kasali berpendapat bahwa sebagian besar konsep

segmentasi yang dipelajari di Indonesia adalah segmentasi A-priori, yaitu

segmentasi yang dilakukan sebelum suatu produk/jasa/ide diluncurkan

kepada pasar. Dengan cara A-priori, para profesional menunjukkan siapa

sasaran pasarnya, berapa usianya, berapa penghasilannya perbulan, di mana

kelas sosialnya, di mana mereka dapat dijangkau, dan tentu saja bagaimana

perilaku mereka. Biasanya dari hasil segmentasi tersebut dijadikan

pertimbangan memilih satu atau beberapa segmen pasar yang tepat untuk

dikenai usaha pemasaran. Secara umum, konsep segmentasi A-priori

berbicara mengenai segmentasi pasar yang dilakukan sebelum memulai

melakukan pemasaran. Rhenald kemudian menambahkan jenis segmentasi

yang ditujukan untuk perumusan produk atau layanan yang tepat bagi

konsumen yang disebut dengan segmentasi Post-Hoc. Segmentasi Post-Hoc

pada dasarnya adalah segmentasi yang dilakukan setelah

produk/jasa/ide/kampanye dijalankan.10 Segmen dibuat setelah pemasar memilih pasarnya, data pasar yang dimiliki (mengonsumsi produk/jasa/ide)

tersebut kemudian dikumpulkan dan dianalisis sesuai dengan atribut produk

yang dianggap penting. Jadi segmentasi Post-Hoc adalah pendekatan yang

(48)

36

berorientasi pada riset dan dikembangkan untuk produk-produk spesifik

pada suatu jangkauan waktu tertentu.11 Pemasar dapat menggunakan geografi atau demografi untuk melakukan segmentasi Post-Hoc namun

yang paling sering adalah menggunakan pendekatan perilaku (behaviours),

survey yang mengukur tentang sikap, kebutuhan-kebutuhan atau manfaat

yang dicari (benefit sought).

Tabel 2.1

Pendekatan Segmentasi Apriori dan Post-hoc

1. Segmentasi A-Priori: “I already know the segment”.

Dasar : demografi, geografi, psikografi

2. Segmentasi Post-Hoc: “I am going to let the customer data show

me the segment

Dasar : Demografi atau perilaku, Survei-survei tentang sikap,

kebutuhan psikografi atau manfaat, preferensi / pilihan.

Segmentasi disebut juga pemangsaan. Ada dua cara untuk

melanjutkan analisis pemangsaan, yakni pendekatan A-priori atau

Post-hoc.12 Pendekatan A-priori dalam segmentasi pasar pada dasarnya adalah pendekatan berdasarkan atribut konsumen atau mensegmentasikan pasar

menurut karakter konsumen yang homogen misalnya seperti usia,

pekerjaan, perilaku, kelas sosial, dan sebagainya. Sedangkan pendekatan

11 Ibid, 348-349.

12Yoram Wind, “Issues and advances in segmentation research.” Journal of Marketing Research

(49)

37

Post-Hoc lebih menekankan pada ciri-ciri produk. Pendekatan produk

sering dikaitkan dengan sikap konsumen. Sikap konsumen yang dipelajari

adalah spesifik terhadap produk-produk tertentu (Attitude toward the

product) sehingga pendekatan Post-Hoc seringkali disebut sebagai

pendekatan segmentasi berdasarkan pendekatan atribut-atribut produk.

Struhl menyebut segmentasi A-priori sebagai pre determined

segmentation. Dan kebanyakan ahli pemasaran bila berbicara tentang

segmentasi pasar umumnya mengacu pada pendekatan A-priori. Bagi

Struhl, pendekatan ini dianggap sebagai penyalahgunaan konsep segmentasi

karena kelompok-kelompok itu dapat melakukan respon yang berbeda-beda

terhadap produk yang berbeda. Dalam hal inilah para ahli segmentasi

mengembangkan segmentasi Post-Hoc.13 Segmentasi Post-Hoc justru dilakukan setelah melakukan kegiatan pemasaran. Bila pemasar ingin

melihat siapa konsumennya yang sebenarnya (actual consumer). Struhl

menyebut teknik Post Hoc ini sebagai market defined segmentation. Dalam

monogramnya, Struhl menulis, “Market defined (Post Hoc) segmentation

tries to identify segments based on actual market investigastions, in

particular, analysis of answer to survey quetions intending to predict

marketplace responses.”14

Adapun pendekatan yang dapat dikembangkan untuk membuat

segmentasi Post-Hoc adalah15 :

13 Rhenald Kasali, ibid, 557. 14 Ibid, 558

(50)

38

1. Kuantitas pemakaian produk (usage rates)

2. Pola pemakaian (usage pattern)

3. Manfaat produk (benefit / features desired)

4. Kebutuhan – kebutuhan yang belum terpenuhi (attribute

deficiencies)

C. Pendekatan Segmentasi

Menurut Rambat Lupiyoadi dalam buku Manajemen Pemasaran Jasa,

Pendekatan segmentasi dapat dibagi menjadi 2 yaitu berdasarkan

karakteristik konsumen dan berdasarkan respon konsumen.

1. Segmentasi berdasarkan karakteristik konsumen

a. Segmentasi demografis membagi pasar menjadi kelompok

berdasarkan pada variabel-variabel seperti umur, jenis kelamin, besar

keluarga, siklus kehidupan keluarga, pendidikan, agama, pekerjaan,

dan pendapatan. Faktor demografis merupakan dasar paling populer

untuk membuat segmen kelompok pelanggan. Hal ini karena

kebutuhan konsumen, keinginan, dan tingkat penggunaan seringkali

sangat dekat dengan variabel demografi, dan variabel ini lebih mudah

diukur daripada jenis variabel lainnya

b. Segmentasi berdasarkan psikografis, yakni membagi pembeli

menjadi kelompok berbeda berdasarkan pada perilaku, gaya hidup

(51)

39

c. Segmentasi geografis membagi pasar menjadi beberapa unit

berdasarkan kondisi geografis seperti negara, pulau, provinsi, kota,

desa, pantai, pegunungan, atau kompleks perumahan

2. Segmentasi berdasarkan respon konsumen

a. Segmentasi manfaat

Segmentasi manfaat membagi pasar menjadi kelompok menurut

beraneka manfaat yang dicari konsumen. Contoh dari segmentasi ini

ada dalam bisnis hotel. Ada beberapa konsumen yang mencari

manfaat yang berbeda dari hotel. Segmen pertama mungkin mencari

hotel mewah yang sesuai dengan gengsinya, segmen ketiga mencari

hotel dengan pemandangan dan fasilitas wisata yang menyenangkan,

segmen keempat mencari hotel dengan fasilitas bisnis yang memadai

dan seterusnya

b. Segmentasi penggunaan

Segmentasi penggunaan membagi konsumen dalam pengguna berat,

pengguna menengah dan pengguna ringan. Pengguna berat biasanya

hanya memiliki persentase kecil dari seluruh pasar, tetapi memiliki

persentase yang tinggi dari total pembelian

c. Respons promosi

Segmentasi respons promosi mengelompokkan konsumen

berdasarkan bagaimana konsumen merespons bentuk-bentuk

(52)

40

terhadap iklan, promosi penjualan, pameran, dan peragaan di dalam

toko.

d. Loyalitas

Pasar dapat disegmentasikan berdasarkan loyalitas konsumen.

Beberapa konsumen benar-benar setia / loyal terhadap satu macam

produk. Kelompok lainnya agak setia, mereka setia terhadap dua

produk atau menyukai suatu produk, tetapi terkadang menggunakan

produk lain. Kelompok lainnya suka pindah / beralih (switching) dari

memfavoritkan satu produk ke produk lain. Kelompok terakhir tidak

menunjukkan loyalitas terhadap merek apapun, mereka menyukai

sesuatu yang baru muncul (switcher)

e. Jasa

Segmentasi berdasarkan jasa berfokus pada apakah penawaran jasa

dapat dibedakan, Apakah sebuah produk membutuhkan level jasa

yang sama. Dan bisakah pengelompokan konsumen diidentifikasikan

dengan permintaan jasa yang sama. Dengan kata lain, segmentasi

berdasarkan jasa membagi pasar menjadi kelompok yang memiliki

kebutuhan terhadap jasa yang berbeda-beda atau tingkatan treatmen

jasa yang dapat dibedakan satu dengan lainnya.

Menurut Kotler, Segmentasi dibagi menjadi empat variabel

(53)

41

digunakan adalah variabel geografis, demografis, psikografis, dan

perilaku.16

a. Segmentasi geografis

Segmentasi geografis digunakan untuk mengklasifikasikan

pasar berdasarkan lokasi yang akan mempengaruhi biaya

operasional dan jumlah permintaan secara berbeda. Dalam

segmentasi geografi, pasar dibagi menjadi unit geografis, seperti:

negara, provinsi, kota atau lingkungan. Segmentasi pasar ini

dilakukan dengan mengelompokkan konsumen menjadi bagian

pasar menurut skala wilayah atau letak geografis yang dapat

dibedakan berdasarkan :

1) Wilayah

Dapat diperoleh segmen pasar yang berupa pasar lokal, pasar

regional, pasar nasional, dan pasar luar negeri atau ekspor.

Masing-masing pasar berdasarkan wilayah ini berbeda-beda

potensi dan cara menanganinya.

2) Iklim

Dengan dasar ini, diperoleh segmen pasar yang berupa pasar

daerah pegunungan dan dataran tinggi serta pasar daerah pantai

dan dataran rendah. Masing-masing pasar berdasarkan iklim ini

berbeda kebutuhan, keinginan, dan preferensinya

3) Kota atau desa

(54)

42

Dapat diperoleh segmen pasar yang berupa pasar daerah

perkotaan dan pasar daerah desa atau pertanian. Masing-masing

segmen pasar ini berbeda potensi serta motif, perilaku, dan

kebiasaan pembeliannya sehingga membutuhkan cara

penanganan pemasaran berbeda.

b. Segmentasi demografis

Dalam segmentasi demografis, pasar dibagi menjadi

kelompok-kelompok berdasarkan variabel-variabel demografis seperti usia,

ukuran keluarga, siklus kehidupan keluarga, jenis kelamin,

penghasilan, pekerjaan, agama, ras, generasi kewarganegaraan, dan

kelas sosial. Variabel-variabel demografis adalah dasar yang paling

populer untuk membedakan kelompok-kelompok pelanggan. Hal ini

karena kebutuhan konsumen, keinginan, dan tingkat penggunaan

seringkali sangat dekat dengan variabel demografi, dan variabel ini

lebih mudah diukur daripada jenis variabel segmentasi lainnya17 c. Segmentasi psikografis

Segmentasi psikografis, segmen pasar ini dilakukan dengan

mengelompokkan konsumen atau pembeli menjadi bagian pasar

menurut variabel-variabel pola atau gaya hidup (life style) dan

kepribadian (personality). Sebagai contoh, segmen pasar masyarakat

yang bergaya hidup konsumtif dan mewah berbeda dengan segmen

(55)

43

pasar masyarakat yang bergaya hidup produktif dan hemat yang

mementingkan kualitas dengan harga yang relatif murah.

d. Segmentasi perilaku

Dalam segmentasi perilaku pasar diklasifikasi dalam kelompok -

kelompok yang dibedakan berdasarkan pengetahuan, sikap,

penggunaan atau respon terhadap suatu produk.

Dalam konteks penelitian ini, Proses segmentasi yang dilakukan

oleh manajemen LDNU pada Majelis Dzikir Walisongo lebih sesuai dengan

konteks penggunaan pendekatan segmentasi post-hoc dibandingkan dengan

pendekatan segmentasi Apriori. Hal ini dikarenakan pengurus LDNU

Surabaya melakukan segmentasi jama’ah Majelis Dzikir Walisongo setelah

menawarkan kegiatan kajian rutin Majelis Dzikir Walisongo sebagai bentuk

produknya. sehingga akan lebih relevan bila penulis memfokuskan pada

penggunaan pendekatan segmentasi Post-Hoc, bukan Apriori.

Merujuk pada istilah penggunaan segmentasi A-Priori dan

Post-Hoc. Pendekatan segmentasi post-hoc dalam konsep segmentasi menurut

Rambat Lupiyoadi sama dengan pendekatan menurut respon konsumen.

Sedangkan dalam konsep segmentasi Kotler, masuk ke dalam pendekatan

segmentasi perilaku dimana didalamnya juga terdapat kegiatan membagi

segmen berdasarkan respon konsumen terhadap suatu produk sebagai salah

satu bentuk perilaku konsumen. Sehingga dalam penelitian ini, penulis

menggunakan pendekatan segmentasi berdasarkan landasan respon

(56)

44

berdasarkan manfaat dari program atau kegiatan yang ditawarkan Majelis

Dzikir Walisongo kepada jama’ah.

D. Segmentasi Post-Hoc

1. Kuantitas pemakaian produk (usage rates)18.

Dalam pemasaran barang-barang konsumsi berlaku hukum 80-20.

Artinya, 80 % konsumsi barang-barang tertentu datang hanya dari 20%

konsumen. Ke 20% konsumen ini dalam pemasaran disebut heavy users

(pecandu berat). Misalnya jasa transportasi udara dari Garuda dapat

diduga hanya berasal dari 20% seluruh konsumen penerbangan.

Konsumen ini umumnya adalah orang-orang bisnis yang harus

melakukan kunjungan minimal seminggu dua kali, pulang pagi

Jakarta-Surabaya, Jakarta-Medan, Jakarta-Ujung Pandang, Jakarta-Singapura,

atau lokasi lainnya. sebagian diantara mereka bahkan ada yang

mengunjungi tiga kota sekaligus dalam satu hari penerbangan. Mereka

yang disebut dengan heavy users.

Mereka yang menggunakan produk-produk itu dengan frekuensi

yang tinggi diklasifikasikan sebagai heavy users. Dalam industri jasa

perbankan, diketahui pula bahwa 60% aset yang dimiliki oleh bank-bank

nasional hanya berasal dari sekitar 10% nasabah kelas kakap. Selebihnya

adalah nasabah eceran yang menabung secara harian dalam jumlah

kecil-kecil.

(57)

45

Berbagai jenis jasa memang memiliki konsumen yang orangnya

itu-itu saja. Mereka itu-itulah yang disebut dengan heavy users. Prinsip ini

sering tak dipahami produsen karena mereka terjebak dalam

segmen-segmen berdasarkan karakteristik konsumen. Memang benar bahwa

heavy users adalah sangat heterogen. Mereka bisa terdiri dari anak-anak,

remaja hingga orang dewasa dan manula. Lelaki atau perempuan. Yang

berprofesi sebagai dokter atau akuntan.19 2. Pola pemakaian (usage pattern).

Selain frekuensi pemakaian, konsumen suatu produk juga dapat

diklasifikasikan menurut cara bagaimana konsumen menempatkan atau

menggunakan suatu produk. Dalam suatu studi belum lama ini, produsen

pengharum ruangan cair (air freshner) menanyakan kepada konsumennya

dimana benda ini biasanya ditempatkan. Beberapa konsumen mengaku

hanya menempatkan pengharum ruangan di dapur dan di kamar mandi.

Yang lain menempatkannya di kamar tidur dan ruang tamu. Sebagian lagi

di gudang atau ruang kerja. Sementara sisanya menempatkan pula di

kendaraan mereka dan melakukan kombinasi tempat.

Contoh lainnya adalah pola belanja. Ada konsumen yang berbelanja di

pasar tradisional setiap hari, ada yang menggabungkannya dengan

berbelanja di pasar swalayan untuk produk-produk tertentu (seperti

toiletries), ada pula yang sepenuhnya menggunakan pasar swalayan, grosir,

dan sebagainya. Mereka semua memiliki karakter yang berbeda-beda dan

Gambar

Tabel III.1.Tabulasi data, sumber data dan teknik pengumpulan data.................60
Gambar IV.2. Foto Ustad Edy Rahmatullah dan puterinya, berdakwah di salah
Gambar 1.1.
Tabel 1.1  Penelitian Terdahulu
+6

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Muhammad Tasawuf bin Hassan (2020), nilai kerjasama yang dipraktikkan oleh semua pihak yang terlibat dalam Jabatan Hal Ehwal Agama Islam Negeri Sabah (JHEAINS) adalah

Dengan melihat kondisi yang demikian maka perlu kiranya memberikan pemberdayaan pada masyarakat desa Dasri, dengan melakukan, Pemberdayaan Masyarakat Melalui

Kaitannya dengan guru maka motivasi kerja guru ini merupakan suatu kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku seorang guru yang berhubungan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemanfaatan sumber belajar pada pembelajaran matematika dan bagaimana keefektifannya dalam pembelajaran matematika.Data

Sumber: indonesiabaik.id (Diakses tgl. Konten soft campaign indonesiabaik.id berjudul “Ini Tiga Dasar Dikeluarkannya Perppu” Pada bagian ini memperlihatkan bahwa pemerintah

Pada hari ini, Senin Tanggal Lirna Belas bulan Septeinber Tahun Dua Ribu Enryat Belas, bertempat di Tubei, pukul 11.30 WIB, dengan ini dibuat berita acara

Sebelum kita merumuskan hubungan antara diameter lingkaran dengan keliling lingkaran, ada baiknya kita lakukan percobaan dengan membuat beberapa lingkaran dengan diameter

Hasil pengamatan uji toksisitas ekstrak tubuh buah (tudung dan batang) dan miselia jamur shiitake yang diperoleh, dianalisis dengan analisis probit menggunakan.. Kajian Pendahuluan