• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksistensi perempuan dalam perspektif Siti Musdah Mulia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksistensi perempuan dalam perspektif Siti Musdah Mulia."

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF

SITI MUSDAH MULIA

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

UFI NURUL ULANI

NIM: E01212040

JURUSAN FILSAFAT AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Perdebatan tentang status dan posisi perempuan dalam Islam merupakan

salah satu topik yang selalu hangat untuk dibahas. Karena itu, persepsi elit Muslim

terhadap posisi perempuan sangat beragam dan tidak dapat diidentifikasi dalam

(clear-cut dichotomy). Hal ini membuktikan bahwa perempuan adalah makhluk

yang luar biasa. Sayangnya, perempuan seringkali dianggap dengan stereotype

yang lemah dan menjadi sosok pelengkap. Tidak hanya kaum laki-laki yang

memiliki pandangan demikian, tetapi perempuan yang tidak percaya diri dan

kurang menyakini bahwa sebenarnya perempuan tidak diciptakan berbeda dengan

kaum laki-laki. Ada beberapa alasan yang memicu bangkitnya perempuan, di

antaranya kesadaran posisi yang tersubordinasikan atau terinspirasi oleh gerakan

feminisme yang menyuarakan equality dengan laki-laki atau pemahaman

keagamaan dan kesadaran sejarah mereka cenderung membaik.

Sebuah tantangan di mana identitas agama, jender, dan kekuasaan negara

saling bertautan, di mana yang satu memanfaatkan lainnya, dengan perempuan

sebagai korbannya. Tantangan semacam ini sudah tentu membutuhkan respon

serupa dari perspektif agama, jender, dan demokrasi. Diperlukan orang-orang yang

bisa menguasai ketiga wilayah dan perspektif ini, serta sekaligus yang bisa bermain

dan berperan di dalamnya. Inilah keunikkan yang dimiliki Musdah Mulia. Musdah

menunjukkan bagaimana perempuan bisa bergerak dari posisinya sebagai

perempuan dan sebagai Muslimah sekaligus untuk memperbaiki kondisi

masyarakat, khususnya sesama perempuan. dan itu dilakukan melalui kebijakan

negara yang demokratik dan berkeadilan jender, dan melalui jalan reinterpretasi

atas hukum Islam atau syariat. Jadi dalam konteks ini, apa yag dilakukan Musdah

Mulia bukanlah “menuntut hak”. Tapi lebih dari itu, melangkah jauh dengan menunjukkan sesuatu yang bisa diberbuat oleh perempuan dengan hak-hak yang

(7)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...i

PERNYATAAN KEASLIAN...ii

LEMBAR PENGESAHAN ...iii

MOTTO ...iv

PERSEMBAHAN...v

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI...ix

ABSTRAK ...xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...6

C. Tujuan Penelitian...6

D. Manfaat Penelitian ...6

E. Telaah Pustaka ...7

F. Penegasan Judul ...8

G. Alasan Memilih Judul ...11

H. Metode Penelitian ...11

I. Sumber Data ...12

J. Teknik Pengumpulan Data ...14

K. Teknik Analisis Data ...14

L. Sistematika Pembahasan ...15

BAB II BIOGRAFI SITI MUSDAH MULIA A. Riwayat Hidup ...17

B. Riwayat Pendidikan ...18

C. Riwayat Karir dan Organisasinya ...23

D. Karya-karyanya ...28

E. Latar Belakang Pemikiran ...31

a. Ruang Lingkup Keluarga ...32

b. Pendidikan ...33

(8)

d. Perkembangan Global ...36

BAB III EKSISTENSI PEREMPUN MENURUT MUSDAH A. Devinisi Perempuan Menurut Musdah ...48

B. Tantangan Perempuan ...52

a. Politik ...53

b. Kesehatan ...59

c. Sosial ...64

d. Keluarga ...66

e. Ekonomi ...69

C. Gambaran Penyelesaian ...72

BAB IV ANALISIS A. Eksistensi Perempuan Menurut Musdah dalam Pandangan Filsafat Islam ...87

a. Penciptaan Manusia ...91

b. Perempuan dan Kemerdekaannya ...97

c. Tauhid untuk Kesetaraan dan Keadilan Jender ...113

B. Konstruksi Pemikiran Musdah ...115

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...123

B. Saran ...124

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Perempuan selalu menjadi topik menarik untuk diperbincangkan. Dewasa

ini banyak berbagai bentuk pelanggengan ketidakadilan di masyarakat, termasuk

ketidakadilan dalam pola relasi laki-laki dan perempuan yang sering disebut

dengan ketidakadilan gender.1Posisi wanita dalam realitas sosial menjadi pangkal

pembicaraan. Berbagai aksi timbul, bermula dari yang melecehkan dan

meminggirkan mereka hingga yang memberikan peranan yang begitu besar

bagaikan mereka tidak membutuhkan laki-laki lagi.

Menurut kaum feminisme sampai saat ini kedudukan perempuan di

masyarakat masih di bawah kedudukan seseorang laki-laki. Hal itu dapat dilihat

dalam kehidupan keluarga dengan semua keputusan rumah tangga berada di

tangan suami. Keadaan semacam itu karena sudah menjadi budaya di masyarakat

yang masih menganut sistem patriarki dengan menempatkan perempuan di

belakang laki-laki. Hingga datang islam membebaskan dari kezaliman jahiliyah,

mengembalikan dan memuliakan sebagai insan, anak, istri, ibu dan anggota

masyarakat.

Peletakan perempuan dalam satu sektor domestik dipandang banyak

kalangan sebagai upaya marginalisasi kaum laki-kaki terhadap seluruh potensi

perempuan. Hal yang sangat kentara adalah pada teks-teks ajaran agama yang

1

(10)

2

ditafsirkan dalam perspektif maskulin. Kesalahan fiqih sosial yang berkembang

adalah tidak dilibatkannya potensi perempuan yang sama-sama mempunyai hak.

Peran perempuan dianggap sebagai peran kedua, sekalipun banyak perempuan

telah berhasil sejajar bahkan lebih dibandingkan laki-laki. Dalam menentukan

fiqih-fiqih sosial, laki-laki lebih dominan dan mengatur tata kehidupan ini dalam

standar-standar laki-laki yang berubah setiap saat, bergantung kepentingan

gender ini. Sementara kaum perempuan dipaksa harus menyesuaikan diri dalam

batas-batas laki-laki.Inilah yang menyebabkan ketidakberdayaan kaum

perempuan dalam menghadapi rekayasa sosial. Perempuan banyak yang menjadi

korban sosial dan peralihan industri dalam pembangunan. Dengan posisi

domestik, mitos dan budaya tidak menempatkan perempuan di garis depan.

Dalam pandangan hukum Islam, segala sesuatu diciptakan Allah dengan

kodrat. Demikian halnya manusia, antara laki-laki dan perempuan sebagai

individu dan jenis kelamin memiliki kodratnya masing-masing. Al-Quran

mengakui adanya perbedaan anatomi antara laki-laki dan perempuan. Al-Quran

juga mengakui bahwa anggota masing-masing gender berfungsi dengan cara

merefleksikan perbedaan yang telah dirumuskan dengan baik serta dipertahankan

oleh budaya, baik dari kalangan kaumlaki-laki maupun perempuan sendiri.

Kodrat perempuan sering dijadikan alasan untuk mereduksi berbagai peran

perempuan di dalam keluarga maupun masyarakat, kaum laki-laki sering

dianggap lebih dominan dalam memainkan berbagai peran, sementara perempuan

memperoleh peran yang terbatas di sektor domestik. 2Kebudayaan yang

2

(11)

3

berkembangdalammasyarakat pun memandangbahwaperempuansebagaimakhluk

yang lemah, emosional, halusdanpemalusementaralaki-laki makhluk yang kuat,

rasional, kasar serta pemberani. Anehnya perbedaan-perbedaan ini kemudian

diyakini sebagai kodrat, sudah tetap yang merupakan pemberian Tuhan. Barang

siapa berusaha merubahnya dianggap menyalahi kodrat bahkan menentang

ketetapan Tuhan.

Perandan status perempuan dalam perspektif Islam selalu dikaitkan dengan

keberadaan laki-laki. Perempuan digambarkan sebagai makhluk yang

keberadaannya sangat bergantung kepada laki-laki. Sebagai seorang anak, ia

berada di bawah lindungan perwalian ayah dan saudara laki-laki, sebagai istri

bergantung kepada suami. Islam menetapkan perempuan sebagai penenang

suami, sebagai ibu yang mengasuh dan mendidik anak dan menjaga harta benda

serta membina etika keluarga di dalam pemerintahan terkecil.

Al-Quran sendiri tidak mengajarkan diskriminasi antara lelaki dan

perempuan sebagai manusia. Di hadapan Tuhan, laki-laki dan perempuan

mempunyai derajat yang sama, namun masalahnya terletak pada implementasi

atau operasionalisasi ajaran tersebut. Kemunculan agama pada dasarnya

merupakan jeda yang secara periodik berusaha mencairkan kekentalan budaya

patriarkhi. Oleh sebab itu, kemunculan setiap agama selalu mendapatkan

perlawanan dari mereka yang diuntungkan oleh budaya patriarkhi.3 Sikap

perlawanan tersebut mengalami pasang surut dalam perkembangan sejarah

manusia.

3

(12)

4

Semua dimungkinkan terjadi karena pasca kerasulan Muhammad, umat

sendiri tidak diwarisi aturan secara terperinci (tafshily) dalam memahami

Al-Quran. Di satu sisi Al-Quran mengakui fungsi laki-laki dan perempuan, baik

sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Namun tidak ada aturan

rinci yang mengikat mengenai bagaimana keduanya berfungsi secara kultural.

Berbeda

pada masa kenabian superioritas dapat diredam. Keberadaan nabi secara

fisik sangat berperan untuk menjaga progresivitas wahyu dalam proses

emansipasi kemanusiaan. Persoalannya, problematika umat semakin kompleks

dan tidak terbatas seiring perkembangan zaman, sementara Al-Quran

sendiriterdapataturan-aturan yang masihbersifatumumdan global (mujmal)

adanya. Dalam tradisi pemikiran filsafat Islam, perempuan tidak dibedakan

dengan laki-laki tetapi justru disetarakan, sepanjang ia mempunyai kemampuan

lebih.4

Penelitian ini mencoba untuk mengulas persoalan terkait eksistensi

perempuan, dengan menggunakan argumentasi Siti Musdah Mulia, seorang

pejuang feminisme di Indonesia. Menurut beliau Islam datang untuk

membebaskan perempuan dan stigma jahilyah yang memandang perempuan

sebagai makhluk rendah, hina, dan kotor. Islam memproklamirkan, perempuan

adalah makhluk mulia yang memiliki harkat dan martabat. Menurut perempuan

yang menjadi dosen pascasarjana di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, selama

ia mendalami Al-Quran, ia tidak pernah menemukan ayat yang memerintahkan

(13)

5

perempuan untuk taat kepada suami mereka. Kata “taat” dilanggengkan oleh masyarakat dalam prosesi pernikahan yang pada akhirnya dimaksudkan untuk

menanamkan pada pihak istri harus patuh sepenuhnya pada suami mereka.

Musdah menyatakan bahwa ia hanya menemukan perintah bagi laki-laki dan

perempuan untuk menaati Allah dalam Al-Quran. Dengan menaati Allah berarti

sudah sepantasnya seorang istri meghomati suaminya dan begitu pula sebaliknya.

Lembaga pernikahan di Indonesia yang sarat akan nilai-nilai patriarki dapat

terlihat melalui contoh sederhana. Para perempuan yang sudah menikah

umumnya disibukkan dengan tanggungjawab akan segala kebutuhan suami dan

anak-anak mereka sementara seringkali kebutuhannya sebagai perempuan

sekaligus manusia terlupakan. Tekanan pada perempuan tak hanya berhenti

dalam lingkungan keluarga. Masyarakat seolah turut berperan aktif menekan

perempuan. Seringkali perempuan harus bertahan dalam pernikahan meskipun

pernikahan tersebut tidak membawa kebahagian baginya. Persepsi masyarakatlah

yang membuat mereka harus mengambil keputusan tersebut.

Terlihat jelas dari pemikiran tokoh pejuang feminis di atas berangkat dari

keresahan, yaitu posisi perempuan dalam masyarakat yang diasingkan dari

kategori manusia. Dalam penelitian ini akan diungkap bahwa ada beberapa

persoalan yang terkait dangan upaya eksistensi perempuan. Pertama, sejarah

takdir dan mitos tentang perempuan yang tentu saja memiliki andil besar terhadap

kontruksi sosial mengenai perempuan, baik yang bersumber dari budaya maupun

(14)

6

dirinya dari segala bentuk konstruk yang menghalangi dirinya untuk memperoleh

eksistensi.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan darilatar belakang di atas, peneliti mencoba membuat

rumusan masalah dalam penelitian ini untuk membatasi topik dan supaya tidak

keluar dari alur pembahasan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran Siti Musdah Mulia tentang eksistensi

perempuan?

2. Bagaimana perspektif Siti Musdah Mulia tentang perempuan menurut

filsafat Islam?

C.Tujuan Penelitian

Penelitianinimemilikibeberapatujuanpenulisansebagaiberikut:

1. Untuk menjelaskan tentang eksistensi perempuan dalam perspektif Siti

Musdah Mulia.

2. Untuk menjelaskan perspektif Siti Musdah Mulia tentang perempuan

menurut filsafat Islam.

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kegunaan

yang bersifat teoretis dan kegunaan yang bersifat praktis.

1. Kegunaan Teoretis

Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan menambah informasi bagi

(15)

7

Dengan harapan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

referensi.

2. Kegunaan Praktis

a. Untuk menambah pemahaman pengetahuan bagi penulis tentang

bagaimana proses memperoleh eksistensi bagi perempuan.

b. Bermanfaat bagi masyarakat luas dengan memberikan pemahaman dan

informasi tentang tahapan-tahapan eksistensi bagi perempuan. Sehingga

mampu mengurangi problem bias jender.

c. Untuk mahasiswa, dapat menjadi tambahan khazanah filsafat dan dapat

dijadikan bahan penyusunan bagi penelitian berikutnya yang punya

mata rantai dengan masalah yang dikaji, Sekaligus dapat dijadikan

bahan telaah karya ilmiah.

E.Telaah Pustaka

Dari beberapa referensi skripsi yang ada, sejauh ini karya tulis yang

membahaspemikiran eksistensi perempuan dalam perspektif Siti Musdah Mulia

secara khusus belum pernah ada. Pembahasan dalam lingkup ini hanya berupa

serpihan-serpihan yang terserak dalam beberapa karya.

1. Ria Indah Arena, Fakultas Ushuludin dan Pemikirn Islam, Aqidah Filsafat

2009, UIN Sunan Kalijaga, tentang pemikiran Fatima Mernissi dan Siti

Musda Mulia : di antaranya ialah melihat kurangnya partisipasi kaum

perempuan untuk berkiprah di dunia publik, eksistensi kaum perempuan

(16)

8

sehingga terdapat anggapan bahwa kaum perempuan tidak mampu untuk

memduduki wilayah publik apalagi sampai menjadi pemimpin.

2. Syamsul Arifin, Fakultas Syariah dan Hukum, Hukum Islam 2014, UIN

Sunan Ampel Surabaya, tentang peneliian kepustakaan untuk menjawab

pertanyaan tentang bagaimana pemikiran Husein Muhammad dan Siti

Musda Mulia tentang pernikahan dini dan bagaimana persamaan dan

perbedaan antara pemikiran kedua tokoh tersebut terkait pernikahan dini.

3. Sofatul Jennah, Fakultas Adab dan Humaniora, Sejarah dan kebudayaan

Islam 2014, UIN Sunan Ampel Surabaya, permasalahan yang menjadi titik

berat pada objek kajian ini ialah siapa sosok Musdah Mulia dan

pemikirannya tentang perempuan menjadi pemimpin politik.

Dalam hal ini agar tidak menjadi tumpang tindih dalam pembahasan maka

penulis menampilkan beberapa hasil penelitian yang membahas tentang

pemikiran eksistensi perempuan dalam perspektif tokoh tersebut.

F. Penegasan Judul

Skripsi ini berjudul”Eksistensi perempuan dalam Perspektif Siti Musdah Mulia”.Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami skripsi ini, penulis merasa perlu untuk mendefinisikan beberapa kata kunci yang terdapat pada judul

skripsi ini:

Eksitensi Perempuan

Kata eksistensiberasal dari kata dasar exist. Kata exist sendiri berasal dari

(17)

9

dari diri sendiri. Eksistensi adalah situasi yang menggambarkan sesuatu atau

seseorang berada dengan sifat-sifatnya yang mandiri.

Eksistensi tidak selalu harus terikat secara khusus dengan

eksistensialisme.Pada judul ini penulis tidak memaksudkan eksistensi sebagai

sudut pandang aliran eksistensialisme. Jika menurut eksistensialisme, manusia

sadar bahwa dirinya itu ada, maka eksistensi dalam judul ini berarti pengakuan

keberadaan perempuan menurut hak-hak sebagai sesama manusia. Ia dapat

meragukan segalanya, namun satu hal yang pasti, yakni bahwa dirinya ada.

Dirinya itu disebut aku yang berada di dunia.5

Eksistensi yang dimaksud dalam skripsi ini adalah hak-hak dasar yang

melekat pada perempuan sebagai hamba (konteks peribadatan dan agama),

sebagai aktor ekonomi, politik, hukum, dan sebagai warga negara dengan segala

keistimewaannya. Eksistensi ini mengarah pada pengakuan bahwa perempuan itu

adalah subjek yang eksis.

Sedangkan perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai vagina,

dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. Sedangkan wanita

adalah perempuan yang berusia dewasa.6 Dipahami secara konvensional sebagai

konsep biologis. Mahlukkelasdua, insan yang inferior.

Eksistensi di sini menurut Poduska adalah fenomenologi, yakni

menganalisis keberadaan manusia melalui pengamatan langsung atas pengalaman

manusia. Pusat perhatiannya adalah kondisi-kondisi manusia dan memandang

manusia sebagai pribadi/person. Dasar pemikirannya bahwa seorang menjadi

(18)

10

dirinya sendiri karena menghendaki demikian, artinya kepribadian seseorang

bukan hanya disebabkan dari orang tua, pengaruh masyarakat, keadaan ekonomi,

akan tetapi karena ia memilih untuk menjadi pribadi yang sekarang ini.

Pengalaman atau tingkah laku manusia adalah hasil dari manusia itu sendiri

sebagai suatu totalitas yang berkehendak, bukan semata-mata hasil stimulus

internal atau eksternal.7

Eksistensi perempuan dalam berbagai bidang pekerjaan hanyalah sebagian

dari hasil perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender, sementara

perjuangannya sendiri terletak pada upaya meningkatkan sumber daya perempuan.

Agar memiliki keunggulan komparatif sekaligus kompetitif, seperti yang telah

dimiliki sebagian besar kaum laki-laki. Dalam kebuadayaan Islam wanita pun

memperbolehkan wanita berkarya, namun tetap ada batasan-batasan serta

alasan-alasan tertentu, karena para ulama wanita di dalam Islam pun sangat kreatif dan

berkarya dalam bidang-bidangnya.

Siti Musdah Mulia

Siti Musdah Mulia adalah perempuan pertama yang meraih doktor dalam

bidang pemikiran politik Islam di IAIN Jakarta (1997), dengan disertasi: Negara

Islam: Pemikiran Husain Haikal (diterbitkan menjadi buku oleh Paramadina

2000). Perempuan paramadani dikukuhkan LIPI sebagai Propesor Riset bidang

lektur keagamaan di Dep.Agama (1999) dengan Pidato Pengukuhan: Potret

Perempuan dalam Lektur Agama (Rekonstruksi Pemikiran Islam men Masyarakat

Egaliter Demokratis). Atas upayanya mempromosikan demokrasi dan HAM pada

7

(19)

11

tahn 2007 dalam peringatan International Women Days di Gedung Putih US,

menerima penghargaan International Women of Courage mewakili Asia Pasifik

dari Menl Amerika Serikat, Condoleeza Rice.

G.Alasan Memilih Judul

Penulis memilih judul Eksistensi Perempuan dalam Perspektif Musdah

Mulia untuk diangkat menjadi topik pembahasan dalam skripsi ini dikarenakan

beberapa faktor:

1. Untuk lebih menspesifikasikan pemikiran Siti Musdah Mulia khususnya

tentang eksistensi perempuan.

2. Keingintahuan yang mendalam terhadap pemikiran Siti Musdah Mulia.

3. Agar lebih menarik dan lebih mudah dipahami untuk dibaca.

H.Metode Penelitian

Menurut Reinhartz, metode penelitian tidak hanya serangkaian prosedur

yang diterapkan pada objek maupun kasus-kasus yang berhubungan dengan

penelitian, tetapi juga mengandung sejumlah nilai-nilai, asumsi-asumsi yang

dijadikan pijakan penelitian.8 Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan

(library research). Penelitian ini di lakukan dengan bertumpu pada data

kepustakaan tanpa di ikuti uji empiris. Jadi, studi pustaka di sini adalah studi teks

yang seluruh subtansinya di olah secara filosofis atau teoritis.9Study teks menurut

Noeng Muhadjir mencakup : Pertama, telaah teoritik suatu disiplin ilmu yang

perlu di lanjutkan secara empirik untuk memperoleh kebenaran secara empirik

pula. Kedua, studi yang berupaya mempelajari seluruh subtansi objek penelitian

8Shulamit Reinharz, Metode-Metode Feminis dalam Penelitian Sosial , terj. Lisabona Rahman dan

J. Bambang Agung (Jakarta: women Research institute, 2005), 5

(20)

12

secara filosofis atau teoritik dan terkait dengan validitas. Ketiga, studi yang

berupaya mempelajari teori linguistic. Keempat, adalah study sastra.10

Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pendekatan

penelitian kualitatif didasari oleh asumsi filosofis, yaitu bahwa realitas

(pengetahuan) dibangun secara sosial. Karena realitas (pengetahuan) adalah suatu

bentukan, itu berarti bisa ada realitas jamak di dunia ini.11 Karena itu, penelitian

kualitatif tidak bisa dipisahkan dari subjek peneliti dan itu berarti terikat dengan

nilai-nilai. Paradigma penelitian kualitatif di antaranya juga di ilhami falsafah

rasionalisme yang menghendaki adanya pembahasan holistik, sistemik, dan

mengungkapkan makna di balik fakta empiris sensual. Secara epistemologis,

metodologi penelitian dengan pendekatan rasionalistik menuntut agar obyek yang

di teliti tidak di lepaskan dari konteksnya, atau setidaknya obyek di teliti dengan

focus atau aksentuasi tertentu, tetapi tidak mengeliminasi konteksnya. Meminjam

istilah Moeleong, penelitian kualitatif bertolak dari paradigm alamiah. Artinya,

penelitian ini mengasumsikan bahwa realitas empiris terjadi dalam suatu konteks

sosio-kultural, saling terkait satu sama lain. Karena itu, setiap fenomena sosial

harus di ungkap sacara holistik.

I. Sumber Data

Untuk memperoleh data-data dalam penulisanini, penulis menggunakan

sumber-sumber yang dapat menunjang informasi data yang berhubungan dengan

pembahasan tersebut. Sebagaimana yang penulis utarakan di atas bahwa bentuk

penelitian ini adalah liberary research atau studi kepustakaan. Study kepustakaan

10Noeng Muhajir, Metode Kualitatif, 159

(21)

13

sendiri adalah mengadakan pengkajian dan penelitian melalui buku-buku atau

literatur yang ada dan terkait dengan pembahasan masalah eksistensi perempuan.

a. Data primer

Data Primer adalah data yang bersumber dari buku-buku atau

tulisan-tulisan dari tokoh yang di bahas.12 Adapun data-data primer

yang dipakai adalah :

1) Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami(Jakarta : penerbit

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007)

2) Musdah Siti Mulia dan Anik Farida, Perempuan dan Politik(Jakarta

: penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005)

3) Musdah Siti Mulia, Pandangan Islam Tentang poligami(Jakarta:

The Asian Foundation, 1999)

4) Musdah Siti Mulia, Keadilan dan Kesetaraan gender(Perspekif

Islam) ( Jakarta : Departemen agama RI, 2001)

b. Data sekunder

Data Sekunder adalah data-data yang mendukung pembahasan,

yakni buku-buku,tulisan-tulisan, jurnal-jurnal karya orang lain.

Diantaranya adalah ;

1) GadisArivia, Feminisme: Sebuah kata Hati, (Jakarta:

penerbitbukukompas, 2006)

2) Syarif Hidayatullah, Teologi Feminisme Islam ( Jogjakarta :

Pustaka Pelajar, 2010)

(22)

14

3) Siti Muslikhati, Feminisme dan Pemberdayaan Perempan dalam

Timbangan Islam(Jakarta: penerbit Gema Insani, 2004)

4) Murtadha Muthahhari, Hak-Hak Wanita dalam Islam (Jakarta:

Lentera, 1995)

5) Murtadha Muthahhari, Hijab Gaya Hidup Wanita Islam (Bandung:

Mizan 1997)

J. Teknik Pengumpulan Data

a. Pengumpulan sumber data yang berupa buku-buku primer karya Siti

Musdah Mulia, serta sumber berita lainnya atau data sekunder baik

dari buku-buku, artikel, jurnal, makalah dan pemberitaan media

massa yang berupa komentar atas karya Siti Musda Mulia yang

sesuai dengan penelitian ini.

b. Wawancara narasumber.

c. Mengkaji dan Menganalisis beragam data yang terkait dengan

pembahasan dalam penelitian ini. Baik data itu dari sumber primer

ataupun sumber sekunder. Dengan model penelitiannya ialah

bibliografi yakni dengan meneliti, membaca, menulis dan

mengambil bahan kepustakaan yang berkenaan dengan pemikiran

(23)

15

K.Teknik Analisis Data

Analisa data adalah teknik analisa yang berfungsi menjelaskan dan

menerangkan gejala-gejala konkrit dan dalam hal ini penulis sangat

selektif dalam mencari dan menggunakan metode yang ada mengingat

sangat banyak dan beragam metode, sehingga kesalahan dan kerancuan

dari hasil penelitian tidak terjadi, dan hasilnya pun dapat di manfaatkan

menjadi sumber penelitian bagi penulis selanjutnya. Walau peneliti telah

melakukan seoptimal kemungkinan adanya kesalahan dan kekurangan.

Sedangkan metodologi yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut :

a. Analisis Historis : dengan metode ini penulis bermaksud untuk

menggambarkan sejarah biografi Siti Musdah Mulia yang meliputi

riwayat hidup, pendidikan, serta pengaruh-pengaruh dari pemikir

lain.13

b. Penelitian ini menggunakan pendekatan filsafat islam sebagai

kerangka teoritik. Pendekatan filsafat islam pada dasarnya adalah

suatu pendekatan yang mempelajari persoalan sosial kemasyarakatan

secara kritis, radikal dan komprehensif.

L.Sistematika Pembahasan

Untuk mengetahui dan memudahkan dalam pembahasan skripsi ini,

maka penulis susun sistematika atas lima bab, tiap-tiap bab terdiri atas

beberapa sub bab, antara lain:

13

(24)

16

BAB I : Pendahuluan, berisikan tentang; Latar Belakang Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Penegasan Judul, Alasan

Memilih Judul, Telaah Pustaka, Metode Penelitian, Sistematika

Pembahasan.

BAB II : Biografitokoh yang di bahas dalam skripsi ini. Adapun isinya

meliputiriwayat hidup , latar belakang kehidupan keluarga, sosial

dan pendidikan, karya, dan latara belakang pemikiran.

BAB III : Pemikiran Eksistensiperempuan dalam perspektif Siti Musdah

Mulia

BAB IV :Analisis terhadap pemikiran Siti Musdah Mulia tentang

Eksistensiperempuan menurut filsafat islam.

BAB V : Dalam bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dari hasil

(25)

BAB II

BIOGRAFI SITI MUSDAH MULIA

A. Riwayat Hidup

Siti Musdah Mulia Lahir 3 Maret 1958 di Bone, Sulawesi Selatan. Ia Putri

pertama pasangan H. Mustamin Abdul Fatah dan Hj. Buaidah Achmad.1Ibunya,

merupakan gadis pertama di desanya yang menyelesaikan pendidikan di Pesantren

Darud Dakwah wal Irsyad (DDI) Pare-Pare, sedangkan ayahnya pernah menjadi

Komandan Batalyon dalam Negara Islam pimpinan Abdul Kahar Muzakkar yang

kemudian dikenal sebagai gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan. Ditelusuri lebih ke

atas, silsilah keluarganya sangat kental dengan kehidupan agama. Kakek dari

Ayahnya, H. Abdul Fatah adalah seorang mursyid ternama di Jamaah Tarekat

Khalwatiyah.

Bone hanyalah tempat kelahirannya, sejak usia dua tahun ia dibawa orang

tuanya pindah ke pulau Jawa, tepatnyadi Surabaya. Di tempat inilah ia

menghabiskan masa kecilnya. Setelah berumur tujuh tahun, ia dibawa orang

tuanya ke Jakarta dan bertempat tinggal di Kampung Nelayan yang kumuh di

Kelurahan Kalibaru, Tanjung Priuk. Wilayah ini umumnya dihuni oleh para kaum

nelayan miskin. Banyak anak yang putus sekolah dan masyarakatnya terbiasa

dengan minuman keras, perkelahian antar sesama warga, dan penjaja seks mudah

1

(26)

18

dijumpai di setiapsudut-sudut jalan dan rumah-rumah tidak teratur. Umumnya,

mereka juga hanya tamat Sekolah Dasar(SD) lalu dikawinkan.2

Kehidupan yang memprihatinkan inilah justru amat membekas dalam

dirinya untuk mengangkat hidup kaum perempuan dari keterpurukan yang ia

saksikan. Selang beberapa lama, Musdah kemudian berpindah lagi ke kota

asalnya, yaitu di Bone atas saran dari kakeknya agar dia dan adik-adiknya tidak

terkontaminasi pengaruh lingkungan yang negatif.

B. Riwayat Pendidikan

Pendidikan Musdah dimulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) yang

berlokasi di Kompleks Angkatan Laut jalan Ikan Gurame Tanjung Perak,

Surabaya. Kemudian lanjut ke jenjang sekolah dasar di kota yang sama. Namun

pertengahan kelas tiga, ia pindah ke Jakarta dan masuk SDN Kosambi, Jakarta

Utara. Musdah adalah anak yang akif sejak dini, ia selalu memacu kemampuannya

dengan mengikuti berbagai macam lomba.

Setamat SD, ia melanjutkan pendidikan ke PGAN (Pendididkan Guru

Agama Negeri) di Cilincing, Jakarta Utara. Sekolah ini dirancang empat tahun

dengan tujuan untuk mencetak guru-guru agama bagi jenjang Sekolah Dasar.

Akan tetapi, kedua jenjang sekolah itu sekarang sudah tidak ada lagi dan dilebur

menjadi Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah dengan alasan bahwa jumlah guru

agama sudah dirasa memenuhi target dan tidak diperlukan lagi sekolah khusus

2

(27)

19

itu.3Kepala sekolah di PGAN adalah perempuan yang ia kagumi. Sosok Kepala

Sekolah yang tegas dan disiplin sangat menginspirasi Musdah saat itu, sehingga

Musdah berkeinginan menjadi seorang pemimpin perempuan yang ideal. Naik ke

kelas tiga, Musdah ikut kakeknya pindah ke Sengkang, Kabupaten Wajo,

Sulawesi Selatan. Di kota ini ia melanjutkan pendidikannya ke PGA As’Adiyah dan dimasukkan ke kelas empat. Padahal seharusnya masih berada di kelas tiga.

Meskipun lompat setahun, Musdah dapat mengikuti pelajaran dengan mudah.

Ternyata benar, nilai semua mata pelajara nyaris sempurna. Hanya satu mata

pelajaran yang dianggap sulit, yaitu bahasa Arab. Namun berkat ketekunannya, ia

mengajarkan kemampuan bahasa Arab dengan mengikuti kursus bahasa Arab

kepada bibinya yang kebetulan sebagai guru PGA.4

Setamat PGA As’adiyah, ia ikut kakek dan neneknya pindah ke Makassar.

Di Kota ini ia mendaftarkan diri masuk ke SMA Islam Datumuseng, yang pada

zaman itu terbilang sekolah Islam termaju. Satu tahun bersekolah disana Musdah

sudah menunjukkan prestasinya. Nilainya sangat mengagumkan sehingga ia tidak

perlu duduk di kelas dua, dan para guru bersepakat untuk menaikkan Musdah ke

kelas tiga. Dan terbukti bahwa ia mampu mengikuti pelajaran di kelas tiga.

Musdah lulus ujian negara tingkat SMA dengan nilai terbaik di kelasnya. 5

Musdah menginginkan untuk melanjutkan pendidikannya ke IAIN

Makassar, namun niatnya terhambat sebab ia harus pindah ke Sengkang. Di

3

Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, Perempuan dan Politik,,20. 4

Irfan Musthafa, Pemikiran Siti Musdah Mulia tentang Iddah, (Fakultas Syariah IAIN Wali Songo Semarang, 2006), 52.

5

(28)

20

Sengkang, ia melanjutkan ke Perguruan Tinggi Islam As’adiyah dan memilih

Fakultas Ushuluddin. Perguruan tinggi kala itu menggunakan istilah dua jenjang,

sarjana muda ditempuh dua tahun sarjana lengkap selama empat tahun.

Selain di Fakultas Adab jurusan Sastra Arab yang kala itu jarang diminati

oleh para mahasiswa sebab perkuliahan disampaikan dalam bahasa Arab, serta

risalah dan skripsinya pun ditulis dalam bahasa Arab. Musdah beranggapan bahwa

bahasa Arab menjadi sangat minim peminat oleh karena metodologi yang

digunakan tidak efektif, terlalu membosankan, dan terlalu menonjolkan pada

aspek teoritis gramatikal, bukan pada aspek kegunaan praktis.

Selain di Fakultas Adab, ia melanjutkan pendidikan juga di Fakultas

Ushuludin Jurusan Dakwah, Universitas Muslim Indonesia (UMI). Setelah dua

tahun (1980), ia meraih gelar sarjana muda dengan risalah berjudul, “Peran Puasa

dalam Pembentukan Pribadi Muslim”.6Dua tahun setelah itu, Musdah menyelesaikan gelar sarjana muda di Fakultas Adab dengan judul risalah “ al-Qiyam al-Islamiyah fi qisas Jamaludin Efendi. Setelah itu, ia juga menyelesaikan

sarjana lengkap di fakultas yang sama dengan judul skripsi “Dawahir

al-Islamiyah fi Qisas Titi Said”.7Delapan tahun kemudian Musdah melanjutkan

pendidikan pascasarjana di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan tepat dua tahun

setelahnya ia resmi menyandang gelar master bidang sejarah (1992).

6Marwan Sadijo, Cak Nun di antara Sarung dan Dasi & Siti Musdah Mulia, (Jakarta: Yayasan

Ngali Aksara-Paramadina, 2005), 67.

(29)

21

Program doktoralnya pun beliau tempuh di perguruan tinggi yang sama,

namun dalam bidang pemikiran politik Islam. Disertasi yang beliau ajukan

bejudul,” Negara Islam dalam Pemikiran Husein Haikal (diterbitkan menjadi buku

oleh Paramadina tahun 2000), Perempuan pertama dikukuhkan LIPI sebagai

Profesor Riset bidang Lektor Keagamaan di Dep. Agama (1999) dengan Pidato

Pengukuhan: Potret Perempuan Dalam Lektor Agama (Rekonstruksi Pemikiran

Islam Menuju Masyarakat Egaliter dan Demokratis). Atas upayanya

mempromosikan demokrasi dan HAM pada tahun 2007 dalam peringatan

International Women Days di Gedung Putih US, menerima penghargaan

International Women of Courage mewakili Asia Pasifik dari Menlu Amerika

Serikat, Condoleeza Rice. Akhir tahun 2009 ia menerima penghargaan

internasional dari Italy, Woman of The Year 2009.

Pendidikan non-Formal yang ia tempuh antara lain: kursus singkat

mengenai Islam dan Civil Society di Universitas Melbourne, Australia (1998),

kursus singkat Pendidikan HAM di Universitas Chulalongkorn, Thailand (2000),

kursus singkat Advokasi Penegakan HAM dan Demokrasi (International Visitor

Program) di Amerika Serikat (2000), kursus singkat Manajemen Pendidikan dan

Kepemimpinan di Universitas George Mason, Virginia, Amerika Serikat (2001),

kursus singkat Pelatih HAM di Universitas Lund, Swedia (2001), kursus singkat

Manajemen Pendidikan dan Kepemimpinan Perempuan di Bangladesh Institute of

Administration and Management (BIAM), Dhaka, Bangladesh (2002). Visiting

Professor di EHESS, Paris, Perancis (2006), International Leadership Visitor

(30)

22

Pengalaman pekerjaan dimulai sebagai Dosen tidak tetap di IAIN Alaudin,

Makassar 1989) dan di Universitas Muslim Indonesia, Makassar

(1982-1989), Peneliti pada Balai Penelitian Lektor Agama, Makassar (1985-(1982-1989),

Peneliti pada Balitbang Departemen Agama Pusat, Jakarta (1990 1999), Dosen

Institut Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (IIQ), Jakarta (1997-1999), Direktur Perguruan Al-Wathoniyah Pusat, Jakarta (1995- sekarang), Dosen Pascasarjana UIN, Jakarta

(1997-sekarang), Kepala Balai Penelitian Agama Jakarta (1999-2000), Staf Ahli

Menteri Negara Urusan Hak Asasi Manusia (HAM) Bidang Pencegahan

Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas (2000-2001); Tim Ahli Menteri Tenaga

Kerja R.I. (2000-2001), Staf Ahli Menteri Agama R.I Bidang Hubungan

Organisasi Keagamaan Internasional (2001-sekarang). Selain, sebagai peneliti dan

dosen juga aktif menjadi trainer (instruktur) di berbagai pelatihan, khususnya

dalam isu demokrasi, HAM, pluralisme, perempuan, dan civil society.8

Di samping pegawai negeri sipil (PNS), sejak mahasiswa dikenal sebagai

aktivis organisasi pemuda dan ormas atau LSM Perempuan. Musdah mengawali

karir berorganisasi dengan bergabung menjadi pengurus Senat Fakultas Adab.

Kemudian masuk menjadi pengurus tingkat Dewan Mahasiswa IAIN, menjabat

Wakil Ketua KNPI Sulawesi Selatan, Ketua Wilayah Ikatan Puteri NU Sulsel

(1982-1985), Ketua Wilayah Fatayat NU Sulsel (1986-1990), Sekjen PP Fatayat

NU (1990-1995), Wakil Ketua WPI (1996-2001), Ketua Dewan Pakar KP-MDI

(1999-2005), Wakil Sekjen PP. Muslimat NU (2000-2005), Dewan Ahli Koalisi

8

(31)

23

Perempuan Indonesia (2001-2004), Ketua Umum ICRP (Indonesian Conference

on Religion and Peace) (2007-sekarang), Pendiri dan Direktur LKAJ (Lembaga

Kajian Agama dan Jender) (1998-2005), Ketua Panah Gender PKBI

(Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia)(2002-2005), anggota AIPI

(Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) (2008-sekarang), anggota Majelis

Kehormatan PERADI (Persatuan Advokat Indonesia) (2008-sekarang), anggota

Tim Ombudsman KOMPAS (2008-2011), anggota Tim Ahli Penyusun Indeks

Demokrasi Indonesia (IDI) kerjasama UNDP dan Bappenas (2009-sekarang),

anggota Women Shura Counchil, New York (2009-sekarang).

C. Riwayat Karir dan Organisasi

Musdah mengawali karir organisasinya dengan bergabung menjadi

pengurus Senat Fakultas Adab. Kemudian masuk menjadi pengurus tingkat

Dewan Mahasiswa IAIN, menjabat sebagai Wakil Ketua KNPI Sulawesi Selatan,

Ketua Umum IPPNU (Ikatan Putra-putri Nahdhatul Ulama) Sulawesi Selatan,

Ketua Umum Fatayat NU wilayah Sulawesi Selatan. Setelah masa jabatan sebagai

ketua IPPNU berakhir, ia terpilih menjadi Ketua PMII (Pergerakan Mahasiswa

Islam Indonesia) komisariat IAIN Alauddin.

Pada tahun 1985, Departemen Agama Makassar membuka lowongan

sebagai peneliti. Musdah membayangkan menjadi seorang peneliti, dunianya akan

dihiasi dengan aktifitas kajian keilmuan. Ia tidak ingin menyia-nyiakan

kesempatan itu. Ia melamar dan diterima bersama empat orang lain yang

(32)

24

Sulawesi Selatan hanya meluluskan lima orang menjadi peneliti di antara 104

pelamar. Awalnya, Kementerian Agama dipandang perlu punya sebuah lembaga

peneliti. Lembaga ini akan menyediakan data dan informasi yang mampu

mendorong lahirnya kebijakan publik tentang keagamaan yang berbasis realitas

berdasarkan hasil riset. Karena itu, didirikan antara lain Kantor Balai Penelitian

Lektur Agama di Makassar.9

Tugas Musdah adalah meneliti lektur berupa naskah kuno, manuskrip,

kitab-kitab kuning, buku-buku, majalah, brosur, dokumen, film, kaset, foto,

peninggalan purbakala, dan lain-lain. Setiap hari dipenuhi dengan tugas menggali

data, menelitinya, dan menyusun laporan hasil penelitian itu. Sudah empat tahun

Musdah bekerja sebagai peneliti di Departemen Agama, Makassar dan ia mampu

mengatasi berbagai permasalahan. Satu hari, Kepala Puslitbang Pusat datang

berkunjug ke Makassar untuk melakukan peninjauan. Kepala Puslitbang

mengatakan ingin mengajak pindah ke kantor pusat, di Jakarta. Bertepatan dengan

dinyatakannya kelulusan tes suaminya dalam progam pascasarjana di IAIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta. Akhirnya pada tahun 1990 Musdah dan suami resmi pindah

ke Jakarta, ia melanjutkan kerja di Badan Litbang Kementerian Agama Pusat dan

suaminya kuliah di pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah , Jakarta.

Setahun di Jakarta, Musdah memutuskan untuk menimba ilmu di

pascasarjana Syarif Hidayatullah, Jakarta. Setelah mendaftarkan diri ia lebih

selektif membagi waktu dengan ketat. Kemudian, ia menguatkan aktifitasnya di

Fatayat NU. Karena di program Fatayat fokus pada isu perempuan, mulai hak

9

(33)

25

kesehatan reproduksi, pemberdayaan, hingga kasus-kasus trafficking. Ia terpilih

sebagai Sekretaris Jenderal Fatayat NU sehingga waktu dan tenaga tercurah pada

organisasi tersebut.10

Fatayat sudah seperti rumah dan keluarga bagi Musdah. Selama 20 tahun

ia malang melintang di organisasi generasi muda muslimah NU ini. Tahun 1978,

setelah aktif di IPPNU dan PMII Sulawesi Selatan, ia bergabung dengan Fatayat.

Saat itu Fatayat NU di Makassar mengalami kevakuman. Saat itu ketua umumnya

adalah Umi Aisyah, pemilik sebuah panti asuhan di Makassar. Tidak mudah

menghidupkan organisasi yang sudah vakum. Musdah terus mendorong sang

ketua untuk menggerakkan anggotanya agar aktif kembali. Akhirnya Fatayat

berhembus kembali. Pada tahun 1980, Musdah diminta untuk menjadi

pengurusnya. Bersamaan dengan itu surat dari Ketua Umum Fatayat NU Jakarta

datang, mengabarkan pelaksanaan workshop UU Perkawinan di Makassar.

Mulailah Fatayat NU Sulawesi Selatan berkiprah kembali secara aktif.11

Dua tahun berikutnya, Musdah dipilih menjadi Ketua Umum Fatayat

Wilayah Sulawesi Selatan selama dua periode. Di masa kepemimpinannya,

Fatayat NU Sulawesi Selatan berkibar dan menjadi organisasi perempuan yang

banyak dikenal. Karena Musdah mencoba membawa Fatayat keluar dari

eksklusivitasnya dan selanjutnya mencoba berjejaring dengan pihak pemerintah,

dalam hal ini Kementrian Agama tingkat provinsi, serta membangun komunikasi

10

Ira D. Aini, Mujaidah Mslimah, 90.

11

(34)

26

dengan organisasi lain yang memiliki visi pemberdayaan perempuan dan

penguatan hak perempuan.

Akhirnya, Fatayat tampil sebagai organisasi perempuan dengan

mengusung ide-ide modern yang sedang hangat di masyarakat, seperti ide

imunisasi anak, penghapusan kekerasan terhadap anak, penghapusan iliterasi (buta

huruf), dan peningkatan kualitas gizi keluarga. Tahun 1989, Musdah mengikuti

Kongres Fatayat Jakarta dan diajak masuk dalam kepengurusan yang baru sebagai

wakil sekjen. Dan merangkap dua jabatan sekaligus membuat Musdah bolak-balik

Jakarta-Makassar. Baru pada tahun 1990 ia menetap di Jakarta karena pindah

tugas ke Kantor Litbang Pusat dan sekaligus menempuh kuliah pascasarjana di

IAIN Syarif Hidayatullah. Di Jakarta akifitasnya di Fatayat semakin padat.

Mahfudhoh Ali Ubaid, yang saat itu ketua pembina Fatayat, mendatangi dan

meminta ia untuk menjadi sekretaris umum terpilih, yakni Chisbiyah Rochim,

lebih memilih aktif di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Posisi Musdah yang

semula menjadi wakil sekretaris kini bergeser menjadi sekretaris umum. Ia efektif

menjadi pengurus PP Fatayat selama dua periode (1990-2000). Periode pertama

menjadi sekretaris umum, Periode selanjutnya sebagai wakil ketua.12

Selain itu, ia mendirikan Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ). Ia

juga mengajak para peneliti, pemerhati, dan peminat masalah jender dan agama

untuk menelaah secara serius isu-isu jender dilihat dari perspektif agama. Pada

tanggal 3 Maret 1997 tepat ulang tahunnya yang ke 39, ia mendapat hadiah

pengangkatan sebagai Ahli peneliti Utama (APU), ini adalah jabatan fungsional

12

(35)

27

tertinggi dalam dunia penelitian. Musdah merupakan perempuan pertama dan

termuda di Kementerian Agama yang meraih pangkat APU Bidang Lektur

Keagamaan. Dua tahun kemudian, ia dikukuhkan sebagai profesor riset di depan

Sidang Pengukuhan Ahli Peneliti Utama yang dipimpin langsung oleh Ketua LIPI

Dr. Soefyan Tsauri, M.Sc., APU, pada tanggal 4 Mei 1999. Pidato

pengukuhannya berjudul “Potret Perempuan dalam Lektur Agama: Rekonstruksi Pemikiran Islam Menuju Masyarakat yang Egaliter dan Demokratis”.13 Pada

tanggal 12 Oktober 1999, Musdah diangkat menjadi Kepala Balai Penelitian

Agama dan Kemasyarakatan. Berturu-turut kemudian nasib membawa Musdah ke

berbagai jabatan di beberapa kementerian. Di antaranya, sebagai Pejabat Eselon I

pada Kementerian Negara Urusan HAM (2000-2002), ia dipercaya menangani

bidang pencegahan diskriminasi dan perlindungan kelompok minoritas. Dan di

masa itu Musdah mempunyai akses untuk mendalami studi tentang HAM dan

mengikuti sejumlah pelatihan sebagai pembela HAM di berbagai negara, seperti

Swedia, Thailand, Amerika dan Kanada.

Di Kementerian Tenaga Kerja ia diangkat menjadi anggota Tim Ahli

Menteri Tenaga Kerja (2002-2003), yang tugasnya melakukan survei terhadap

penempatan TKI di berbagai negara pengguna, lalu meluruskan kebijakan publik

mengenai TKI. Dikementrian ini juga Musdah di unjuk menjadi Koordinator Tim

Pengurus Utamaan Gender (PUG) sebagai konsekuensi kebijakan nasional

pemerintah yang menjadikan PUG sebagai strategi nasional dalam upaya

13

(36)

28

pemberdayaan perempuan di semua bidang pembangunan seperti terbaca dalam

Instruksi Presiden tahun 2000. Dalam kapasitas ini Musdah pada tahun 2004

mengajukan Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD KHI) yang

diharapkan menjadi payung bagi upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan

jender dalam keluarga.

Karya-karyanya dikenal sangat kritis dan vokal menyuarakan nilai-nilai

kemanusiaan berupa keadilan, demokrasi, pluralisme dan kesetaraan gender.

Sejumlah penghargaan nasional dan internasional diraihnya, seperti Women of

Change Awarddari pemerintah Amerika Serikat (2007) atasa kegigihannya

memperjuangankan demokrasi dan HAM, Yap Thiam Hien Human Right Award

(2008), Plangi Tribute to Women dari Kantor Berita Antara (2009), International

of The Year 2009 dari pemerintah Italia, atas kiprahnya memperjuangkan hak-hak

perempuan dan kelompok minoritas. NABIL Award (2012) karena gigih

menyuarakan prinsip kebhinekaan dan kebangsaan. Penghargaan dari Himpunan

Indonesia Untuk Ilmu-ilmu Sosal (2013) sebagai ilmuan yang melahirkan

karya-karya berpengaruh dalam bidang ilmu sosial di Indonesia. The Ambassador of

Global Harmony (2014) dari Anand Ashram Foudation karena memperjuangkan

pluralisme dan hak kebebasan beragama di Indonesia.14

D. Karya-karyanya

Musdah Mulia sangat rajin dalam menuangkan ide-ide pemikirannya

diberbagai forum ilmiah baik dalam seminar, perkuliahan, simposium di berbagai

14

(37)

29

tempat. Bahkan dalam mensosialisasikan pemikirannya, Musdah Mulia akif

menulis maupun sebagai penyunting di berbagai penelitian. Beliau termasuk

tokoh feminis muslim yang cukup produktif, sehingga mengapresiasikan karyanya

lewat beberapa buku yang telah ia terbitkan. Diantara karya tulisnya adalah:

1. Mufradat Arab Populer (1980)

2. Pangkal Penguasa Bahasa Arab (1989)

3. Ensiklopedi Islam (1993)

4. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (1995)

5. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir (1995)

6. Negara Islam: Pemikiran Politik Haikal (1997)

7. Ensiklopedi Hukum Islam (1997)

8. Lektur Agama dalam Media Massa (1999)

9. Anotasi Buku Islam Kontemporer (2000)

10. Poligami dalam Pandangan Islam (2000)

11. Pedoman Dakwah Muballighat (2000)

12. Meretas Jalan Hidup Manusia: Modul Pelatihan Hak-Hak

Reproduksi (2000)

13. Ensiklopedi Al-Quran (2000)

14. Kesetaraan dan Keadilan Gender (Perspektif Islam) (2001)

15. Analisis Kebijakan Publik (2002)

16. Untukmu Ibu Tercinta (2002)

17. Seluk Beluk Ibadah dalam Islam (2002)

(38)

30

19. Perempuan dan Politik (2004)

20. Muslimah Reformis: Perempuan Pembahar Keagamaan (2005)

21. Violence Agains Women (2006)

22. Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender (2007)

23. Poligami: Budaya Bisu yang Merendahkan Martabat Perempuan

(2007)

24. Menuju Kemandirian Politik Perempuan (2008)

25. Islam dan Hak Asasi Manusia (2010)

26. Muslimah Sejati: Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi

(2011)

27. Membangun Surga di Bumi (2011)

28. Fiqh Seksualitas: Risalah Islam Untuk Pemenuhan Hak-Hak

Seksualias (2011)

29. Karakter Manusia Indonesia (2013)

30. Kemuliaan Perempuan dalam Islam (2014)

31. Mengupas Seksualitas: Mengerti Arti, Fungsi, dan Problematika

Seksualias Manusia (2015)

32. 9 jurus Menjadi Orang Tua Bijak: Mengasuh dengan Hati dalam

Pendidikan Karakter (2015)

Sebagian buku di atas, Musdah juga menulis sejumlah artikel yang

(39)

31

juga sedang meyelesaikan banyak karya lain. Salahsatunya yang sedang

dipersiapkan adalah buku “Islam dan Perkawinan”.15

E. Latar belakang pemikiran Musdah Mulia

Musdah Mulia adalah perempuan Muslim pemikir kontemporer yang

mencoba melakukan rekontruksi metodologis bagaimana menafsirkan al-Quran

untuk menghasilkan intepretasi yang sensitif jender. Dalam realitas sosial di

masyarakat, tidak semua perempuan mampu melaksanakan tugasnya sebagai

khalifah fil ardh secara optimal karena sejumlah faktor menghambat. Di

antaranya, faktor kultur masyarakat yang masih kuat dipengaruhi budaya patriarki.

Budaya yang melihat perempuan hanya sebagai obyek sangat sulit dihapuskan

karena sudah tertanam dalam benak masyarakat sejak ribuan tahun lalu.

Tambahan lagi, faktor struktur berupa regulasi pemerintah dan kebijakan publik

yang masih bias gender. Tidak hanya itu, faktor interpretasi agama yang sangat

memojokkan perempuan juga merupakan kendala lain bagi perempuan untuk

berkiprah secara maksimal.Banyak faktor yang melatar-belakangi pemikiran

Musdah Mulia, tidak terlepas dari semangat feminisme yang menginginkan

liberalisme dan keadilan. Semangat zaman berupa pembaharuan, konsep

kesetaraan dan keadilan jender, dan adanya kebijakan toleransi untuk kekerasan

terhadap perempuan. Pemikiran beliau tentu saja dipengaruhi oleh lingkungan di

mana ia hidup dan bersosialisasi, sehingga berpengaruh pada pola pikir dan

kepekaan terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya.

15

(40)

32

a. Ruang lingkup keluarga

Lingkungan keluarga sangat berpengaruh bagi dinamika dan

perkembangan pertumbuhan anak-anaknya. Pola pikir orang tua sangat

mempengaruhi bagaimana perilaku anaknya. Begitu juga lingkungan keluarga

yang dimiliki Musdah mengantarkan dan memiliki gagasan untuk membuktikan

suatu kebenaran tentang apa yang ia peroleh sejak dini.

Musdah Mulia hidup dan dibesarkan dari lingkungan keluarga yang sangat

kental dan taat dengan tradisi Islam. Ibunya, merupakan gadis pertama di desanya

yang menyelesaikan pendidikan di Pesantren Darul Dakwah wal Irsyad (DDI),

Pare-pare, sedangkan ayahnya seorang aktivis organisasi Islam yang kemudian

dikenal sebagai organisasi Islam fundamentalis. Ia bahkan menjadi salah satu

pimpinan yang disegani dalam negara Islam versi Abdul Kahar Muzakkar yang

kemudian dikenal sebagai gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan. Kakeknya, K.H

Abdul Fattah, adalah seorang mursyid didalam Tarekat Khalwatiyah

Naqsabandiyah. Bahkan pamannya, K.H Muhammadong, melanjutkan

kekhalifahan (kepemimpinan) di organisasi tersebut. Sementara kakek dari ibunya

adalah seorang ulama NU tradisional. Kakeknya lulusan Makkah, menguasai kitab

klasik. Pandangan keislamannya pun yang konservatif dan sangat tradisional.

Tradisi NU sangat kental di dalam keluarga.

Ketika menggambarkan masa kanak-kanaknya, ia bercerita bahwa ia tidak

boleh tertawa terbahak-bahak. Orang tuanya tidak mengijinkannya bersahabat

(41)

33

segera mandi namun setelah dewasa, Musdah pernah melancong ke negara-negara

Muslim lainnya dan menyadari bahwa Islam memiliki banyak wajah. Kemudian ia

berkata: “ini membuka mata saya”. Sebagian yang diajarkan kakek dan ulama

memang benar tetapi lainnya adalah mitologi. Saat SMA Musdah sudah

menunjukkan dirinya sebagai aktivis. Beliau bergabung dengan organisasi Pelajar

Islam Indonesia (PII). Dan dilanjutkan dipeguruan tinggi memperkenalkan dirinya

dengan ide-ide baru sehingga ia mampu memiliki kemampuan berpikir yang luar

biasa.

b. Pendidikan

Penalaran kritis juga khazanah yang dimiliki Musdah cukup luas sehingga

ia mampu merekontruksi terhadap teks yang bias jender. Bagi Musdah pendidikan

sangat berpengaruh dan berperan penting bagi dinamika kehidupan. Pendidikan

mampu merubah kehidupan yang gelap menjadi terang.

Selama di program Pascasarjana, Musdah melihat adanya ketimpangan

jender. Jumlah perempuan sangat sedikit, tidak samai 10 %. Di proogram S2

rata-rata hanya ada dua atau tiga perempuan di kelas, termasuk dirinya. Bahkan di

program S3 satu-satunya perempuan di kelas, karenanya menjadi primadona.

Menurutnya, keterbatasan jumlah perempuan pada program Pascasarjana ini

karena pesertanya dibatasi hanya bagi mereka yang telah berstatus sebagai dosen

di perguruan tinggi. Apabila ada permintaan untuk mengikuti test masuk biasanya

para pemimpin untuk IAIN di daerah lebih memprioritaskan dosen laki-laki dari

(42)

34

meninggalkan suami dan anak-anaknya, perempuan tidak mandiri, dan mereka

dikhawatirkan bepergian sendiri dalam tenggang waktu ang relatif lama.

Di sisi lain dosen perempuan umumnya gamang mengikuti test karena

pertimbangan-pertimbangan yang seringkali tidak rasional, misalnya

kekhawatiran berpisah dengan keluarga, ketakutan untuk meninggalkan suami dan

anak-anaknya, kekhawatiran mengenai tempat tinggal setelah berada di Jakarta

dan sebagainya. Sering juga terjadi suami-suami menyindirnya sebagai

perempuan yang tidak tahu diri, egois, dan serakah. Boleh jadi hambatan tidak

datang dari keluarga, melainkan datang dari diri sendiri, misalnya diselimuti

perasaan inferior, tidak mampu bersaing dengan rekan-rekannya yang laki-laki

yang biasanya lebih agresif dan lebih mandiri. Akibatnya, jumlah perempuan

dalam program pascasarjana sangat terbatas.

Memiliki kesempatan mengenyam pendidikan yang tinggi mengantarkan

pola pikir dan cara pandang Musdah untuk lebih mengangkat harkat dan martabat

perempuan yang selama ini perempuan dianggap kelas nomer sekian oleh kaum

patriarki. Bagi Musdah perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki hak untuk

berkiprah di ruang manapun selagi tidak melanggar syariat. Karena, perempuan

dan laki-laki adalah sama yang membedakan tingkat ketaqwaannya yang

tercantum dalam Al-Quran surat Al-Hujarat ayat 13:

نإ ۚ اوفراعتل لئابق ابوعش ْمكانْلعج ٰىثْنأ رك ْنم ْمكانْقلخ انإ سانلا ا يأ اي

َ ْنع ْمكمرْكأ

ريبخ ميلع َ نإ ۚ ْمكاقْتأ

(43)

35

mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Bagi Musdah keterbelakangan perempuan disebabkan karena pendidikan

yang rendah. Pendidikan yang rendah mengakibatkan termajinalkannya kaum

perempuan. Dipaksa menikah pada usia dini, tidak bisa mengenyam pendidikan

yang tinggi hingga akhirnya perempuan hanya menjadi pelengkap di rumah

tangganya. Tekad dan niat yang betul-betul dimiliki Musdah untuk merubah

imagemasyarakat muslim yang selalu dipersepsikan sebagai umat yang miskin,

bodoh dan terbelakang. Dari 84 negara di dunia yang pernah dikujungi oleh

Musdah, dan 24 negara Islam rata-rata perempuan khususnya tidak berpendidikan

tinggi. Dari situlah muncul keinginan untuk mendorong perempuan berpendidikan

tinggi dan aktif membangun masyarakat dan tetap berakhlak karimah. 16

Menurut Musdah, merevisi pendidikan agama yang terlalu menekankan

pada aspek kognitif semata, dan merumuskan suatu sistem pendidikan agama

yang dapat mengubah perilaku keagamaan seseorang menjadi manusia yang

berakhlak mulia dan peduli pada persoalan sekitarnya dan beguna bagi

sesamanya.17

(44)

36

c. Realitas sosial

Kebanyakkan feminis hidup dalam lingkungan yang partriarkis. Dan

mereka menyadari bahwa ada pola budaya dan relasi yang ternyata tidak

menguntungkan perempuan. Kesadaran tersebut terpengaruh dalam membentuk

wacana feminisme di kalangan para mufasir feminis tersebut. Yang akhirnya

sangat berpengaruh dalam upaya memahami ayat-ayat keagamaan berdasarkan

pandangan hidup mereka.

Dalam memahami teks spiritual terhadap teks-teks keagamaan, para

feminis muslim menggunakan instrumen yang berbeda dari apa yang digunakan

oleh para mufasir klasik. Sehingga para feminis kontemporer menghasilkan

gagasan tentang posisi laki-laki dan perempuan yang egaliter dan berkeadilan dari

sudut pandang universal.

d. Perkembangan Global

Teknologi informasi yang berkembang demikian pesat menyebabkan

terjadinya perubahan yang begitu kompleks dalam kehidupan umat Islam.

Pergolakan emansipasi dan demokrasi di berbagai bagian wilayah dunia dapat

dengan begitu mudah diakses umat Islam dan ini sangat berpengaruh pada

kehidupannya. Perubahan sosial akibat globalisasi menyebabkan

pemikiran-pemikiran keislaman klasik mulai mengalami keterasingan karena memang dalam

hal-hal tertentu tidak mampu menjawab persoalan yang terus berkembang akibat

perubahan tersebut. Munculnya fenomena-fenomena baru yang menjadi tantangan

(45)

37

untuk mencoba menggulirkan wacana baru sebagai respon perkembangan dan

perubahan karena globalisasi.18

Dengan penelitian dan berbagai macam realitas yang menunjukkan bahwa

perempuan sangat termajinalkan keinginan Musdah ingin merubah citra di

masyarakat dengan memfokuskan penelitiannya pada pemberdayaan perempuan

dan agama. Dengan melakukan reinterpretasi pada tafsiran ayat-ayat dan

hadist-hadist yang selama ini condong diskriminatif dan bias nilai-nilai partriarki

terhadap perempuan.

Dari penelitiannya, Musdah memberi tiga kategori mengapa cara

beragama mereka tidak ramah perempuan. Pertama, masyarakat dalam memenuhi

agama tidak berdasarkan penalaran yang kritis dan rasional. Kedua, mereka

mendapatkan pengetahuan keagamaan dari ceramah uztad dan kiai yang

memahami peran dan kedudukan perempuan. Ketiga, mereka lebih mengacu pada

sumber yang tekstual, bukan konstektual.

Musdah bukanlah tipe orang yang hanya menjadi seorang peneliti

kemudian hanya diam membungkam dengan berbagai fenomena yang ia temui

mengenai perempuan. Fenomena yang demikian miris semakin membakar dan

membuat hatinya bergejolak untuk melakukan perubahan. Beliau terus bertekat

melakukan penyuluhan supaya perempuan mengerti peranannya dalam keluarga

dan masyarakat, dan setelah empat tahun beliau diminta oleh kepala Puslitbang

Pusat untuk pindah ke kantor pusat di Jakarta.

18

(46)

38

Ketika Musdah sudah bekerja sebagai peneliti di Kementerian Agama

Pusat, ternyata kondisi perempuan tidak berbeda dengan di daerah. Perempuan

sangat sedikit, karena itu Musdah memiliki keinginan dan bertekad untuk

mengubah mindset bahwa pekerjaan sebagai peneliti netral jender dan bahwa

perempuan pun mampu menjadi peneliti profesional.

Dari hasil penelitian, jiwa kepeduliannya terhadap masyarakat, khususnya

kelompok perempuan terus tumbuh dan berkembang. Karena sering dijumai

bahwa perempuan sering mengalami kekerasan. Hal ini sangat tidak adil.

Perempuan hadir di dunia bukan untuk menjadi objek penindasa. Mereka

dilahirkan tidak dalam keadaan lemah, tapi dilemahkan oleh sitem dan budaya.

Karenanya Musdah selalu berfikir hal itu bisa diubah bukan dengan melakukan

perjuangan untuk menyadarkan masyarakat. Tapi hal itu bukan tanggung jawab

individual melainkan tanggung jawab bersama.Kemudian Musdah menguatkan

aktifitasnya di Fatayat NU. Karena keseluruhan program Fatayat fokus pada isu

perempuan, mulai hak kesehatan reproduksi, pemberdayaan hingga kasus-kasus

trafficking.

Keinginan untuk memberdayakan manusia, Musdah mendirikan Lembaga

Kajian Agama dan Jender (LKAJ). Karena Musdah ingin mengajak para peneliti,

pemerhati, dan peminat masalah jender dan agama untuk menelaah secara serius

isu-isu jender dilihat dari perspektif agama. Karena, selama ini agama sering

dijadikan dalih untuk melakukan ketidakadilan dalam pola relasi laki-laki dan

(47)

39

Yang selalu terlintas dalam pikiran Musdah, ingin mempertanyakan ulang

apakah benar hal bersumber dari agama atau hanya berasal dari pemahaman para

pemikir keagamaan yang terkontaminasi oleh ideologi dan tradisi yang di

dominasi oleh laki-laki. Padahal perilaku seperti itu bertentangan dengan

pesan-pesan kitab suci al-Quran yang menjelaskan bahwa semua manusia sama dan

setara dihadapan Allah Swt.

Pada tanggal 03 Maret 1997 bersamaan dengan ulang tahunnya, Musdah

mendapat hadiah sekaligus surprise SK pengangkatan sebagai Ahli Peneliti Utama

(APU), yang setara dengan jabatan guru besar di dunia pendidikan. Jabatan

tersebut adalah jabatan fungsional tertinggi dalam dunia penelitian Musdah

merupakan perempuan pertama dan peneliti termuda di Kementerian Agama yang

meraih pangkat APU Bidang Lektur Agama.

Kebebasan berfikir liberal baru bersinar pada diri Musdah saat ia S2. Saat

S2 beliau di pertemukan dengan dosen yang menjadi penyemangat sekaligus

motifasi dalam kehidupan Musdah. Prof. Harun Nasution adalah seorang guru

besar di UIN Jakarta yang memiliki pemikiran yang sangat liberal dan paham

Muktazilah yang dilimikinya memiliki dasar pemikiran mengedepakan

rasionalitas dan metode ilmiah. Sehingga tak heran Musdah menjadikan beliau

sebagai motifator dalam perkembangan pemikirannya yang sebelumnya tidak bisa

menuangkan ide dan kejanggalan yang melandanya. Sebab ia hidup dalam

lingkungan yang sangat religius dan sangat tekstual bukan kontekstual. Arahan

(48)

40

Musdah termasuk salah satu perempuan yang sangat beruntung. Ketika

Musdah mempresentasikan disertasinya di depan para dosen pascasarjana,

tiba-tiba prof. Harun Nasution mengajukan diri terlebih dahulu dan Musdah tanpa

mengajukan Prof. Harun Nasution bersedia membimbingnya. Keberuntungan

yang dimiliki Musdah tidak di sia-siakan olehnya. Pak Harun sering menyarankan

aar membaca buku-buku kontemporer yang menurutnya penting ditelaah. Salah

satunya karya Qasim Amin, seorang feminis Islam pertama asal Mesir.

Saat itulah Musdah mulai berkenalan dengan konsep dan gagasan

feminisme. Qasim Amin banyak mengupas tema itu dalam karyanya Ma’ah al

-Jadidah dan Tahrir al-Mar’ah. Kekaguman Musdah pada cara Qasim

membebaskan perempuan terbelakang di Mesir melalui pendidikan. Ia menantang

arus dari mainstream masyarakat, baik para ulama Al-Azhar maupun golongan

pemerintah. Pada saat itu, tingka pendidikan terhadap perempuan di Mesir sangat

minim. Perempuan sering mengalami diskriminasi karena kurang berpendidikan

dan apakah hal demikian akan terjadi jika perempuan berpendidikan.

Sesungguhnya pembelajaran atau pendidikan, merupakan sebuah

kebutuhan dasar dalam hidup manusia dan sekarang dengan pendidikan setiap

manusia berusaha untuk mendapat kebahagian materi dan rohani. Itu karena ilmu

(49)

41

kerendahan diri dan keterpurukan menuju kemajuan, kehormatan dan

kemuliaan.19

Musdah sejalan dengan apa yang dipikirkan oleh Qasim Amin bahwa

perempuan sering kali tertindas dan karena tingkat pendidikan yang diterima

sangatlah rendah. Perempuan gampang diakal-akali dan dibodohi. Akhirnya

setelah Musdah mendalami dan melakukan refleksi terhadap pemikiran Qasim

Amin dan beberaa referensi yang dianjurkan oleh sang guru Harun Nasution,

Musdah kian percaya diri untuk menggeluti isu-isu perempuan. Ia semakin aktif di

berbagai kajian dan gerakan perempuan. Ia juga tak sungkan menyebut dirinya

sebagai muslimah reformis.

Dalam semua karyanya ia menuangkan gagasannya untuk mendukung

perjuangan kaum perempuan di Indonesia di segala bidang kehidupan. Dalam

buku Meretas Jalan Kehidupan Awal Manusia, buku ini adalah berbentuk modul

pelatihan untuk pelatih hak-hak reproduksi dalam perspektif pluralisme. Tujuan

akhir dari pelatihan ini adalah terbangunnya komitmen peserta pelatihan terhadap

upaya penguatan hak-hak reproduksi perempuan dalam kehidupan masyarakat.20

Islam Menggugat Poligami, buku ini melihat tatanan kehidupan manusia,

kita akan merasakan dominasi kaum laki-laki terhadap kaum perempuan. terutama

penempatan perempuan sebagai the second human being (manusia kelas dua),

tidak heran jika pemahaman sempit ini melahirkan berbagai bentuk penindasan,

19

Pusat Studi Jender IAIN Wali Songo Jilid I, Bias Jender dalam Pemahaman Islam (Yogyakarta: Gama Media, 2002), 196.

20

(50)

42

pelecehan seksual, dan tindak kekerasan lainnya. Salah satu faktor yang turut

mengesahkan hal diatas adalah pemahaman umat terhadap teks-teks agama yang

ditafsirkan secara tekstual.21 Oleh karena itu, salah satu proyek penting dari

gerakan penyadaran terhadap kesetaraan dan keadilan jender ini adalah

dilakukannya dekonstruksi pengkajian ulang dan reinterpretasi terhadap

pemahaman ajaran agama secara konstektual.

Tatanan kehidupan umat manusia yang didominasi kaum laki-laki atas

perempuan sudah menjadi akar sejarah yang panjang. Selama ini, politik dan

perilaku politik dipandang sebagai aktivitas maskulin. Perilaku politik yang

dimaksudkan disini mencakup kemandirian, kebebasan berpendapat, dan

tindakan agresif. Ketiga karakteristik tersebut tidak ernah dianggap ideal dalam

diri perempuan. karena itu masyarakat selalu memandang perempuan yang

mandiri, berani mengemukakan pendapat, dan agresif sebagai orang yang tidak

diing

Referensi

Dokumen terkait

Representasi Sikap Nrimo Perempuan Jawa Dalam Film (Analisis Semiotika mengenai Representasi Sikap Nrimo Perempuan Jawa dalam Film Siti Karya Eddie

Menurut Musdah, sebagai inti ajaran Islam yang merupakan pegangan pokok.. dalam membimbing dan mengarahkan manusia agar bertindak benar,

Skripsi yang berjudul “Etika Berpakaian Perempuan dalam Perspektif Islam dan Kristen” ini merupakan hasil penelitian pustaka yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan

Syariat Islam juga tidak memberikan ketentuan praktis yang tegas dan “clear” terkait kepemimpinan perempuan karena masalah ini adalah salah satu kajian mu’āmalah

Yang dimaksud oleh penulis eksistensi perempuan adalah keberadaan perempuan, (dalam hal ini adalah peran kaum perempuan sama dengan kaum laki-laki), peran yang

Penolakan yang diutarakan oleh Siti Musdah Mulia antara lain, pertama pada pasal 55 ayat 2, syarat harus dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya tidak akan dapat terpenuhi oleh

Eksistensi perempuan dalam pembangunan yang berwawasan gender sangat dibutuhkan guna mewujudkan kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita dalam hal persamaan

Kesimpulan menurut pandangan hukum Islam berkaitan pemukulan KDRT yang dapat mencapai tahap perceraian menurut pandangan Siti Musdah Mulia boleh dilakukan pemukulan apabila suami telah