”
PENGARUH PEMBELAJARAN INTEGRATIF AGAMA DAN
SAINS TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DI
MADRASAH ALIYAH UNGGULAN DARUL ‘ULUM STEP
-2
ISLAMIC DEVELOPMENT BANK
PETERONGAN JOMBANG
”
SKRIPSI
Oleh
Chusnul Chotimah NIM. D31213062
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
ABSTRAK
Chusnul Chotimah. D31213062. Pengaruh Pebelajaran Integratif Agama dan Sains terhadap Hasil Belajar Peserta Didik di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 Islamic Development Bank Peterongan Jombang, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Pembimbing Dr. H. Ah. Zakki Fuad, M.Ag., Drs. H. M. Mustofa, SH. M.Ag Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu : (1) Bagaimana penerapan pembelajaran integratif agama dan sains di madrasah? (2) Bagaimana hasil belajar peserta didik di madrasah? (3) Adakah pengaruh pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di madrasah?
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan dikotomi keilmuan, banyak para pemikir yang beranggapan bahwa agama dan sains merupakan dua kutub yang tidak dapat didamaikan. Seolah-seoalah istilah itu bukanlah merupakan satu kesatuan, tidak mempunyai keterkaitan dan terpisah serta harus berdiri sendiri. Oleh sebab itu lahirlah sebuah islamisasi ilmu, dalam hal ini terwujud dalam bentuk pembelajaran integratif agama dan sains sebagai salah satu program unggulan di madrasah dimana dalam mengajarkan sains atau pengetahuan umum dikaitkan dengan dalil naqli yakni dari al-Qur’an dan hadits.
Data-data penelitian ini dihimpun dari Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 Islamic Development Bank Jombang sebagai obyek penelitian. Dalam mengumpulkan data menggunakan angket, wawancara, dan dokumentasi. Berkenaan dengan itu, penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif karena menggunakan dua variabel.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari lapangan dan perhitungan dengan menggunakan rumus “r” product moment, dapat disimpulkan bahwa: (1) Pembelajaran integratif termasuk dalam kategori baik. Hal ini terbukti dari rata-rata hasil angket 41 prosentase responden sebesar 25% dari rentangan 42 – 43. (2) Hasil belajar peserta didik adalah baik. Hal ini berdasarkan analisa hasil prosentase responden 75% pada rentangan 80 – 90 dengan rata-rata 89. (3) Tidak adanya pengaruh pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah Ungulan Darul ‘Ulum Step-2 Islamic Development Bank Jombang. Hal ini terbukti ditolaknya Ha dan diterimanya Ho dengan nilai “r” sebesar 0,223 lebih kecil dari “r” tabel.
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGATAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Kegunaan Penelitian ... 12
E. Hipotesis Penelitian ... 13
F. Definisi Operasional ... 13
G. Metodolgi Penelitian ... 14
H. Sistematika Pembahasan ... 24
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Integrasi Agama dan Sains ... 26
B. Pembelajaran Integratif Agama dan Sains ... 31
C. Hasil Belajar Peserta Didik ... 39
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 45
F. Hipotesis Penelitian ... 49
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian ... 51
B. Populasi dan Sampel ... 51
C. Variabel ... 53
D. Indikator Variabel ... 54
E. Instrumen Penelitian ... 54
F. Teknik Pengumpulan Data ... 55
G. Teknik Analisis Data ... 57
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 62
B. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 80
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 92
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 95
B. Saran-Saran ... 96
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Dikotomi agama dan sains bukanlah merupakan isu baru dalam beberapa
dekade ini, banyak para pemikir yang beranggapan bahwa agama dan sains
merupakan dua kutub yang tidak dapat didamaikan.1 Dewasa ini istilah Ilmu
Agama Islam dan Ilmu Umum sudah menjadi sebuah kosa kata yang begitu
familiar di tengah-tengah masyarakat dunia, seolah-seoalah istilah itu bukanlah
merupakan satu kesatuan, tidak mempunyai keterkaitan dan terpisah serta harus
berdiri sendiri.2
Ilmu Agama Islam berbasiskan pada wahyu dan hadits Nabi SAW, sehingga
ruang lingkup Ilmu Islam yang dipahami selama ini hanya seputar seperti, Ilmu
Fiqih, Ushul Fiqih, Tasawuf, Kalam, Tafsir atau Ilmu Tafsir, Hadits atau Ilmu
Hadits, Sejarah Peradaban Islam, Pendidikan Islam, dan Dakwah
Islam. Selanjutnya Ilmu Umum yang berbasiskan kepada penalaran akal dan data
empirik juga mengalami perkembangan yang lebih pesat dibandingkan dengan
ilmu-ilmu agama Islam.3
Ilmu-ilmu umum ini secara garis besar dapat dibagi kepada tiga
bagian. Pertama, ilmu umum yang bercorak naturalis dengan alam raya dan fisik
1
Muhammad Ahsin, Melacak Jejak Tuhan dalam Sains, Tafsir Islami atas Sains, (Bandung:Mizan, 2004), h.11.
2
Abuddin Nata dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 1.
3
sebagai objek kajianya. Yang termasuk dalam kajian ilmu ini antara lain : fisika,
biologi, kedokteran, astronomi, geologi, botani, dan lain sebagainya. Kedua, ilmu
umum yang bercorak sosiologis dengan prilaku sosial manusia sebagai objek
kajianya. Yang termasuk ke dalam kajian ini antara lain : antropologi, sosiologi,
politik, ekonomi, pendidikan, komunikasi, psikologi, dan lain
sebagainya. Ketiga, ilmu umum yang bercorak filosofis penalaran. Yang termasuk
ke dalam ilmu ini antara lain: filsafat, logika, seni dan ilmu humaniora lainya.4
Terjadinya dikotomi antara ilmu agama Islam dan ilmu umum, antara lain
karena adanya perbedaan pada dataran antologi, epistemologi dan aksiologi,
kedua bidang ilmu pengetahuan tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa ilmu
agama Islam bertolak dari wahyu yang mutlak benar dan dibantu dengan
penalaran dalam proses penggunaanya tidak boleh bertentangan dengan wahyu.
Sementara itu ilmu pengetahuan umum yang ada selama ini berasal dari barat dan
bersandar pada pandangan filsafat yang ateistik, materialistik, sekularistik,
empiristik, rasionalistik, bahkan hendonistik. Dua hal yang menjadi dasar kedua
bidang ilmu ini jelas amat berbeda, dan sulit dipertemukan.5
Era globalisasi sekarang, yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan
transmisi ilmu pengetahuan, agama seolah-olah semakin mendapatkan posisi
yang semakin sempit, karena pandangan manusia moderen terhadap agama sangat
dipengaruhi oleh perkembangan logika, mulai dari logika sederhana sampai
4Ibid. 5
kepada logika liberal, yang berakibat manusia semakin materealistik dan mulai
menolak hal-hal yang berbau immaterial, bahkan dalam khazanah filsafat Kalr
Marx yang telah lalu, agama sama sekali tidak mendapat posisi, menurutnya
bahwa agama hanyalah tanda keterasingan manusia, tetapi bukanlah dasarnya.
Agama hanyalah sebuah pelarian karena realitas manusia memaksa untuk
melarikan diri. Agama adalah relasi hakikat manusia dengan angan-angan, karena
hakikat manusia tidak mempunyai realitas yang sungguh-sungguh. Dengan
demikian agama adalah sekaligus ungkapan penderitaan yang sungguh-sungguh
dan proses penderitaan yang sungguh-sungguh. Agama adalah keluhan makhluk
yang tertekan , perasaan tanpa hati, sebagaimana ia adalah roh zaman yang tanpa
roh, ia adalah candu rakyat.6
Demikian pandangan kaum skeptis ilmiah terhadap agama, dalam hal ini,
seolah memberikan isyarat kepada kita bahwa agama merupakan hal yang maya
yang sulit diterima dengan rasio. Namun pandangan ateistik Kalr Marx terhadap
agama ini, didorong oleh sudut pandang yang hanya melihat pada sisi nilai-nilai
sosial dan emosional manusia, tanpa memperhatikan sisi-sisi universal agama.
Perbenturan antara sains dan agama, dalam hal ini adalah agama Islam.
Sejatinya Allah sangat mendorong agar umat Islam menjadi umat yang unggul
dibanding dengan umat-umat yang lain, dengan benar-benar menjadikan
Al-Qur’an dan hadits sebagai petunjuk dalam setiap perjalanan kehidupan manusia.
6
Muhammad Abduh berpendapat, bahwa sesungguhnya agama Islam telah
meletakkan prinsip dasar ajaran agamanya agar dapat meraih keunggulan,
kemakmuran, dan menolak semua konsep aturan yang menyalahi aturan
agamanya (syari’at).
Sejak wacana seputar pintu ijtihad telah tertutup, maka ketika itu umat Islam
mulai membatasi diri dari memahami dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan
cenderung menutup diri dalam mengahadapi segala persoalan zaman. Dalam
pandangan Muhammad Abduh, bahwa Islam tidak menerima adanya penindasan
ilmu pengetahuan. Pada umat Islam terdahulu, tidak ada penyiksaan, hukuman
bakar hidup-hidup dan hukum gantung bagi pengembang ilmu-ilmu alam dan
pendukung akal kemanusiaan. Akan tetapi agamawan sekarang (awal abad ke-20)
merupakan musuh bagi ilmu-ilmu yang berdasarkan akal.7
Menurut Quraish Shihab, dengan mengutip pendapat Whitehead dalam
bukunyaScience and the Modren World yaitu, “ Bila kita menyadari betapa
pentingnya agama dengan ilmu pengetahuan, maka tidaklah berlebihan bila
dikatakan bahwa sejarah kita yang akan datang bergantung pada putusan generasi
sekarang mengenai hubungan antara keduanya”. Menurut Quraish Shihab,
pendapat Whitehead ini berdasarkan apa yang terjadi di Eropa pada abad ke-18,
yang ketika itu gereja (pendeta) di satu pihak dan ilmuan di pihak lain, tidak dapat
mencapai kata sepakat tentang hubungan antara kitab suci dan ilmu pengetahuan.
7
Demikian pula halnya bagi umat Islam, pengertian kita terhadap hubungan antara
al-Qur’an dan ilmu pengetahuan akan memberi pengaruh yang tidak kecil
terhadap agama dan sejarah perkembangan manusia pada generasi-generasi yang
akan datang.8
Program pembelajaran integratif agama dan sains di madrasah, yakni dimana
peserta didik diajarkan kaitannya agama dan sains dan sebaliknya. Diharapkan
agar peserta didik mampu mempelajari kedua ilmu yang pada dasarnya adalah
berkaitan satu sama lain. Tidak hanya berlajar salah satunya secara terpisah yang
menyebabkan dikotomi keilmuan.
Pembelajaran integratif agama dan sains merupakan program madrasah
dimana dalam mengajarkan sains atau pengetahuan umum dikaitkan dengan dalil
naqli yakni dari al-Qur’an dan hadits. Sebagai contoh penerapan pembelajaran
integratif agama dan sains ini mengenai teori pencipataan manusia. Hal ini telah
dijelaskan dalam al-Qur’an Q.S. Al-Hajj (22):5
8
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar
Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami
kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu
sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada
kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara
kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui
lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini
kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu
dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.”
Ungkapan ilmiah dari Al Qur’an dan Hadits 15 abad silam telah menjadi
bahan penelitian bagi para ahli biologi untuk memperdalam ilmu tentang
organ-organ jasad manusia. Selanjutnya yang dimaksud di dalam Al Qur’an
dengan "saripati berasal dari tanah" sebagai substansi dasar kehidupan manusia
adalah protein, sari-sari makanan yang kita makan yang semua berasal dan hidup
dari tanah. Yang kemudian melalui proses metabolisme yang ada di dalam tubuh
diantaranya menghasilkan hormon (sperma), kemudian hasil dari pernikahan
(sel telur wanita) di dalam rahim. Kemudian berproses hingga mewujudkan
bentuk manusia yang sempurna (seperti dijelaskan dalam ayat diatas).
Para ahli dari barat baru menemukan masalah pertumbuhan embrio secara
bertahap pada tahun 1940 dan baru dibuktikan pada tahun 1955, tetapi dalam Al
Qur’an dan Hadits yang diturunkan 15 abad lalu hal ini sudah tercantum. Ini
sangat mengagumkan bagi salah seorang embriolog terkemuka dari Amerika
yaitu Prof. Dr. Keith Moore, beliau mengatakan "Saya takjub pada keakuratan
ilmiyah pernyataan Al Qur’an yang diturunkan pada abad ke-7 M itu". Selain itu
beliau juga mengatakan, "Dari ungkapan Al Qur’an dan hadits banyak
mengilhami para scientist (ilmuwan) sekarang untuk mengetahui perkembangan
hidup manusia yang diawali dengan sel tunggal (zygote) yang terbentuk ketika
ovum (sel kelamin betina) dibuahi oleh sperma (sel kelamin jantan).9
Manusia terbentuk dari dua unsur diantaranya dari tanah dan dari tiupan luhur
dari Allah SWT. Islam berpendapat bahwa bahan dasar kakek moyang manusia
itu dari tanah, sementara bahan dasar kita ini adalah sperma yang hina. Hanya
saja Allah SWT telah meniupkan roh-Nya. Di dalam diri kita, ada kehinaan dan
ada pula kemuliaan. Tidak mungkin bisa dikatakan bahwa manusia itu hewan
yang kotor. Bahkan, dia dimuliakan dengan tiupan Allah SWT.
Allah SWT telah menciptakan kakek moyang kita dengan tangan-Nya. Allah
SWT juga memerintahkan para malaikat untuk sujud kepada-Nya. Hal yang lain
9
adalah bahwa manusia lemah karena tercipta dari tanah yang dibasahi yang
kemudian menjadi tanah liat, berbentuk, dan menjadi tanah liat yang kering.
Tanah liat kering itu dibiarkan hingga mengering dan menjadi seperti tembikar.
Seandainya tidak ada tiupan Allah SWT, tentu tembikar itu menjadi patung yang
tak bernilai.10
Kegiatan pembelajaran setiap peserta didik atau siswa mempunyai suatu tujuan yang harus dicapai didalamnya, baik tujuan pendek maupun tujuan jangka panjang yang dapat membuat diri mereka mempunyai suatu perubahan yang terjadi setelah mereka mengikuti sebuah proses pendidikan yang diberikan oleh guru mereka. seorang guru selayaknya memberikan sebuah dorongan atau motivasi yang harus dapat memberikan motivasi terhadap diri mereka untuk meningkatkan prestasi di dalam belajar mereka.
Motivasi bagian dari faktor intern dan merupakan unsur psikologis dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, maka motivasi memiliki peranan yang sangat penting. Seseorang akan berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Inilah prinsip dan hukum pertama dalam pendidikan dan pengajaran. Keinginan atau dorongan inilah yang disebut motivasi. Motivasi dalam hal ini meliputi: pertama, mengetahui apa yang akan dipelajari. Kedua, memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Dengan perpijak pada kedua unsur motivasi inilah, maka ini sebagai dasar permulaan
10
yang baik untuk belajar. Sebab tanpa motivasi (tidak akan mengerti apa yang akan dipelajari dan tidak memahami mengapa hal itu dipelajari.11
Hubungannya dengan kegiatan belajar, yang penting bagaimana menciptakan kondisi atau suatu proses yang mengarahkan siswa itu melakukan aktivitas belajar, dalam hal ini sudah barang tentu peran guru sangat penting. Bagaimana guru melakukan usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar anak didiknya melakukan aktivitas belajar dengan baik.12
Oleh sebab itu, dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.13
Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari, menggerakkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan, sehingga semakin besar motivasinya, maka semakin besar kesuksesan belajarnya. Seseorang yang besar motivasinya akan giat berusaha, tampak gigih, tidak mau menyerah, giat membaca buku-buku untuk meningkatkan prestasinya.14
Oleh karena itu, dalam hasil belajar sangat diperlukan. Motivation is an esential condition of learning. Hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi. Semakin tepat motivasi yang diberikan, maka semakin berhasil pula
11
Sardiman AM, Interaksi dan Hasil belajarMengajar, (Jakarta: Rajawali, 1992), h. 74-75.
12
Ibid., h. 38-39.
13
Ibid., h. 77.
14
pelajaran itu. Jadi, motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi peserta didik.
Motivasi juga memiliki peranan sebagai pendorong usaha pencapai prestasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain, bahwa dengan adanya usaha yang tekun, terutama didasari oleh motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang anak didik akan sangat menentukan tingkat pencapain hasil belajarnya.
Sehubungan dengan permasalahan di atas Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang merupakan salah satu madrasah yang menerapkan
pembelajaran integratif agama dan sains dalam program pembelajarannya. hal ini ditujukan agar siswa termotivasi dan antusias dengan materi pengajaran. sebab hal ini dirasa masih jauh dan menarik jika diterapkan di sekolah untuk menarik perhatian siswa agar semangat mempelajari sains dan al-Qur’an. selain itu nantinya akan menyadari bahwa apa yang menjadi pedoman hidupnya yakni al-Qur’an adalah mukjizat yang luar biasa.
dimiliki oleh siswa yang bersangkutan.15 oleh sebab itu pembelajaran integratif agama dan sains dianggap sebagai salah satu upaya menjadikan kebermaknaan bahan pelajaran. Sehingga dapat pula berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik.
Bedasarkan dari pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang : “PENGARUH PEMBELAJARAN INTEGRATIF
AGAMA DAN SAINS TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DI MADRASAH ALIYAH UNGGULAN DARUL ‘ULUM STEP-2 ISLAMIC DEVELOPMENT BANK JOMBANG”.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan permasalahan yaitu
1. Bagaimana pembelajaran integratif agama dan sains di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang?
2. Bagaimana hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang?
3. Bagaimana pengaruh pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang?
15
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis bertujuan yaitu
1. Mengetahui pembelajaran integratif agama dan sains di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang.
2. Mengetahui hasil belajar di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang.
3. Mengetahui efektifitas pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang.
D. Kegunaan penelitian
1. Bagi peneliti, agar mengetahui secara langsung dan mendalam tentang konsep pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang.
2. Bagi lembaga yang diteliti, memberikan gambaran tentang efektifitas pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.16
Adapun hipotesis dalam pembahasan ini adalah
Ha : Ada pengaruh pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang.
Ho : Tidak ada pengaruh pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang.
F. Definisi Operasional
Untuk memudahkan pemahaman pembaca dalam memahami proposal judul skripsi ini, ada baiknya terlebih dahulu penulis jelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam proposal judul skripsi ini, yaitu:
1. Pembelajaran integratif agama dan sains. integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti penggabungan, keseluruhan atau kesempurnaan. Pembelajaran integratif agama dan sains dimaknai sebagai proses penggabungan dan penyesuaian di antara unsur-unsur agama maupun
16
sains, sehingga menghasilkan perpaduan dua dimensi berbeda yang kemudian memilki keserasian.
2. Hasil belajar adalah hasil nyata suatu pekerjaan. Yang dimaksud disini adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk symbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak.17
G. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian proposal judul “Pengaruh pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah
Unggulan Darul „Ulum Step-2 IDB Jombang” ini penulis menggunakan
metode penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.18 Dengan format deskriptif yaitu suatu penelitian dengan
17
M. Buchori, Tehnik-Tehnik Evaluasi dalam Pendidikan, (Jakarta: Jemmars, 1983), h. 98
18
mengumpulkan data di lapangan dan menganalisa serta menarik kesimpulan dari data tersebut.19
Adapun metode yang digunakan yang akan digunakan penelitian ini sebagai berikut:
a. Penentuan populasi
Menurut Suharsini Arikunto menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. 20 adapun populasi dari penelitian “Pengaruh pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah Unggulan Darul „Ulum Step-2 IDB Jombang” ini adalah seluruh siswa Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang.
b. Penentuan sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.21 Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apa yang menjadi kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representative (mewakili).22
Berangkat dari pengertian diatas maka sampel dari penelitian ini adalah sebagian dari siswa Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB
19
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 106.
20
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002, h. 108.
21
Ibid,h. 109.
22
Jombang, maka teknik sampling yang akan peneliti gunakan adalah Simple Random Sampling, pengambilan acak berdasarkan frekuensi probabilitas semua anggota populasi.23
Untuk menentukan jumlah sampelnya penulis berpedoman pada kaidah yang dikemukakan oleh Arikunto “Apabila subyeknya kurang dari 100, lebih
baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subyeknya lebih besar dapat di ambil 10-15 % atau 20-25 %.
Berdasarkan hal itu, maka penulis mengambil sampel sebanyak 20% dari jumlah populasi siswa yang akan menjadi responden dalam penelitian ini. c. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah untuk diolah.24
Berdasarkan prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka instrumen penelitiannya berupa: pedoman observasi (pengamatan), interview (wawancara), dan pedoman dokumentasi.
Instrument yang akan dibuat oleh peneliti meliputi intrumen untuk mengukur pembelajaran integratif agama dan sains, instrument untuk mengukur hasil belajar peserta didik.
23
Ibid.
24
d. Teknik pengumpulan data
Dalam teknik pengumpulan data, penulis menggunakan sebagai berikut: 1. Library Research
Library Research yaitu pengumpulan informasi teoritis keilmuan dengan membaca sejumlah buku-buku dan lain-lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Field Research
Field research merupakan suatu penelitian lapangan yang dilakukan terhadap objek pembahasan yang menitik beratkan pada kegitan lapangan. Melalui penelitian ini diharapkan akan memperoleh data yang sebenarnya.25 Untuk memperoleh informasi dan data di lapangan penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
a.) Metode interview
Adalah Sutrisno Hadi mengatakan bahwa interview dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan cara sistematis yang berlandasan pada tujuan penyelidikan. Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik proses tanya jawab itu, dan masing-masing pihak dapat menggunakan saluran-saluran komunikasi secara lancar dan wajar.26
25
M. Burhan Bungijn, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Jakarta: Kencana, 2011), h. 55-56.
26
Wawancara digunakan teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self report.27 Dalam metode interview peneliti akan wawancara dengan peserta didik, guru yang mengajar sains, kepala sekolah dan waka kurikulum yang terkait dengan penelitian tersebut.
b.) Metode Angket
Adalah menyebarkan sejumlah pertanyaan berikut alternatif jawabannya yang di isi oleh responden, yaitu para siswa yang telah ditunjuk, sehingga dengan angket ini akan diketahui tentang pengalaman, pengetahuan dan sikap atau pendapat responden mengenai penelitian ini.28
Demikian juga dikatakan oleh Drs. Sanafiah Faisal bahwa: “Ciri
khas angket terletak pada pengumpulan data melalui daftar pertanyaan tertulis yang disusun dan disebarkan untuk mendapatkan informasi
27
Sugiono, Metode Penelitian, h. 194.
28
atau keterangan dari sumber data yang berupa orang”.29
Sesuai dengan macamnya, maka angket yang penulis pergunakan adalah:
1. Angket langsung dan tak langsung
Angket langsung artinya angket yang diberikan kepada responden dan jawabannya langsung diperoleh dari mereka, yaitu siswa, dalam hal ini mengenai jawaban tentang aktivitas mereka di sekolah.
Angket tak langsung artinya angket yang pertanyaannya bermaksud menggali atau mencari jawaban tentang apa yang diketahui responden mengenai obyek atau subyek tertentu. Dalam hal ini dipergunakan untuk memperoleh jawaban tentang efektifitas pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang.
2. Angket tertutup
Yaitu pada setiap item pertanyaan disertai kemungkinan jawaban, sehingga responden tinggal memilih jawaban yang nilainya dianggap paling sesuai. Adapun kemungkinan jawaban pada setiap item pertanyaan terdiri dari tiga jawaban atau alternatif jawaban. Oleh karena itu dapat diklasifikasikan kepada angket tertutup dengan multiple choice atau pilihan ganda. Dalam metode
29
angket ini peneliti ini akan memberikan angket kepada siswa Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum yang mengikuti pembelajaran pembelajaran integratif agama dan sains.
c.) Metode Observasi
Adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian, data-data penelitian tersebut dapat diamati oleh peneliti sendiri.30 atau suatu teknik pengumpulan data dimana peneliti langsung mengadakan pengamatan ke lokasi penelitian untuk melihat fenomena yang berhubungan dengan proposal judul skripsi ini. Hasil observasi akan memperkuat data yang diperoleh melalui wawancara dan angket. Metode observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.31
Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila: (1) Sesuai dengan tujuan penelitian, (2) Direncanakan dan dicatat secara sistematis, dan (3) Dapat dikontrol keandalannya (reliabilitasnya) dan keshahihannya (validitasnya).32 Metode observasi ini peneliti tempuh untuk mengungkap data yang berkaitan dengan letak geografis,
30
M. Burhan Bungijn, Metodologi Penelitian, h. 144.
31
Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 158.
32
kondisi fisik, sarana dan prasarana yang ada di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum STEP 2 IDB Jombang.
d.) Metode Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto bahwa dokumentasi asal katanya adalah dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya peneliti harus meneliti benda-benda tertulis, dokumen-dokumen peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.33 Metode dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan melihat sumber-sumber dokumen yang ada kaitannya dengan jenis data yang diperlukan. Metode dokumentasi adalah cara yang efisien untuk melengkapi kekurangan dan kelemahan metode interview dan observasi.
Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data tertulis, arsip-arsip dan dokumen-dokumen yang terkait dengan judul tersebut. Penggunaan metode dokumentasi dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu mengumpulkan informasi yang benar-benar akurat, sehingga akan menambah kevalidan hasil penelitian seperti:
a) Mencatat nama-nama guru b) Mencatat sarana dan prasarana
c) Mencatat kegiatan yang ada dalam sekolah d) Mencatat hasil hasil belajar siswa.
33
e. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah ssegala sesuatu yang terbentuk apa saja yang ditetapkan oleh penulis untuk diteliti sehingga memperoleh informasi tentang hal tersebut.34 Adapun variabel yang digunakan oleh peneliti dari judul
“PENGARUH PEMBELAJARAN INTEGRATIF AGAMA DAN SAINS
TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DI MADRASAH
ALIYAH UNGGULAN DARUL „ULUM STEP-2 ISLAMIC
DEVELOPMENT BANK JOMBANG” adalah
1. Efektifitas pembelajaran integratif agama dan sains (X) variabel bebas 2. Hasil belajar peserta didik (Y) variabel terikat
f. Teknik analisis penelitian
Teknik Analisis data merupakan kegiatan yang diakukan setelah semua data yang diperlukan sudah terkumpul.35 Teknik ini digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dari hasil penelitian. Karena penelitian ini menggunakan teknik kuantitatif, maka dalam pengolahan data yang diperoleh menggunakan teknik analisis statistik yang digunakan, yaitu menggunakan rumus Product Moment.
Korelasi Pearson atau sering disebut Korelasi Product Moment (KPM) merupakan alat uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis asosiasif
34
Sugiono, Metode Penelitian, h. 60.
35
(uji hubungan) dua variable apabila berskala interval dan rasio. Adapun rumus yang digunakan adalah :
∑ ∑ ∑
√ ∑ [∑ ] ∑ [∑ ]
Keterangan :
r = Koefisien korelasi
∑xy = Jumlah perkalian variabel x dan y ∑x = Jumlah nilai variabel x
∑y = Jumlah nilai variabel y
∑x2 = Jumlah pangkat dua nilai variabel x ∑y2 = Jumlah pangkat dua nilai variabel y
N = banyaknya sampel g. Langkah-langkah penelitian
Adapun langkah-langkah yang akan dilaksanakan oleh peneliti selama penelitian berlangsung antara lain:
1. Tahap Pra lapangan
c. Mengurus perizinan
d. Menjajagi dan menilai keadaan lapangan e. Menyiapkan perlengkapan penelitian f. Persoalan etika penelitian
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
a. Memasuki latar penelitian dan persiapan diri b. Memasuki lapangan
c. Berperan serta sambil mengumpulkan data 3. Tahap Analisis Data
a. Konsep dasar analisis data
b. Merumuskan tema dan merumuskan hipotesis c. Menganalisis data berdasarkan hipotesis
H. Sistematika Pembahasan
Dalam sistematika pembahasan diungkapkan hasil penelitian skripsi yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian secara eksplisit dan sistematis, penelitian ini disusun berdasarkan beberapa bab dan setiap bab terbagi menjadi sub bab, adapun sistematika pembahasan adalah sebagai berikut:
Bab II : Kajian Teori pada bab ini mengemukakan landasan teori tentang hubungan antara program pembelajaran integratif agama dan sains dengan hasil belajar peserta didik : integrasi agama dan sains, pembelajaran integratif agama dan sains. Hasil belajar peserta didik, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik. serta pengaruh pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik.
Bab III : Bab ini memaparkan metode penelitian yang mencakup ; jenis dan pendekatan penelitian, variabel, indikator variabel, instrument penelitian, teknik pengumpulan dan teknik analisis data.
bab IV : Laporan Hasil Penelitian pada bab ini menjelaskan tentang penyajian data dan teknik analisis data yang meliputi; penyajian data yang terdiri dari gambaran umum, penyajian data tentang pembelajaran integratif agama dan sains di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum STEP-2 IDB Jombang dan analisis
data mengenai pengaruh pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum STEP-2 IDB Jombang.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Integrasi Agama dan Sains
Pandangan Islam, hubungan antara sains dan agama bukanlah suatu masalah yang besar. Alasannya, sains hanyalah sebagian dari limu atau ‘ilm, yang berasal dari kata dasar ‘alama yang berarti mengetahui. Jadi, secara intrinsic tidak ada
pertentangan antar sains dan islam. Sains dalam pengertiannya yang modern adalah pengembangan dari filsafat alam yang merupakan bagian dari filsfat yang menyeluruh dalam khazanah keilmuan Yunani. Namun, filsfat Yunani terlalu deduktif, yang lebih mendasarkan pada pemikiran spekulatif. Karena itu, perlu dilengkapi dengan pengamatan empiris sebagaimana yang diperintahkan dalam Al-Qur’an.36
Pada abad ke-20, interaksi antara agama dan sains mengambil beragam bentuk. Temuan-temuan baru dalam sains menantang gagasan-gagasan keagamaan klasik. Sebagai respon atasnya, beberapa orang berusaha mempertahankan doktrin tradisional, beberapa meninggalkan tradisi, dan beberapa merumuskan kembali konsep keagamaan secara ilmiah.
Albert Enstein, seorang ilmuan terkemuka pada abad yang telah lalu, dikenal juga dengan keyakinannya kepada Tuhan. Dia tidak ragu mendukung
36
bahwa sains tidak akan ada tanpa agama. Sebagaimana yang dikatakannya: “Saya tidak bisa membayangkan ilmuan sejati tanpa kelimuan mendalam. Situasi ini bisa dinyatakan dengan gambaran: sains tanpa agama akan lumpuh.”
Sains dan agama sering dipandang bermusuhan atau dalam pertempuran hidup mati. Namun konflik ini sebenarnya bisa saja dapat dielakkan jika saja sains dan agama bersifat independen, masing-masing menempati domain yang terpisah dan jarak yang aman satu sama lain. Lazim dikatakan bahwa sains menulusuri hubungan sebab-akibat antar peristiwa, sedangkan agama mencari makna dan tujuan hidup. Dua pencarian ini menawarkan perspektif yang saling melengkapi tentang dunia, masing-masing berdiri sendiri, terpisah, dan tidak terlibat hubungan konflik.
Namun beberapa orang kini berupaya mencari kemitraan yang konstruktif antara keduanya. Mereka mendapati bahwa sains telah memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa ia jawab sendiri. Beberapa orang menyadari keterbatasan disiplin mereka dan tidak mengklaim telah mengantongi seluruh jawaban. Mereka berprinsip bahwa kita dapat belajar satu sama lain. Beberapa teolog berupaya merumuskan kembali gagasan-gagasan tradisional tentang Tuhan dan manusia dengan mempertimbangkan temuan-temuan sains sembari berpegang teguh pada ajaran utama agama mereka.37
Agama selalu mendorong pencarian pengetahuan, terutama pengetahuan tentang dunia, yang Tuhan ciptakan untuk manusia. Semua agama menekankan
37
bahwa kita harus mangamati hal-hal di sekeliling kita untuk melihat ayat-ayat Tuhan di mana-mana, karena dunia menampakkan keindahan dan keagungan, pengetahuan, dan cinta Tuhan. Ini adalah ajaran al-Qur’an, Taurat dan Injil. Di Barat kini muncul anggapan bahwa Kristen adalah sesuatu yang istimewa, dan bahwa Tuhan mencapai nalar dan kebebasan pada diri manusia, melalui peristiwa Inkarnasi (Embodiment). Menurut gagasan ini, Kristen telah membuka jalan bagi sains modern yang kemudian mencul di Barat. Inilah pemahaman modern teologi Kristen berbeda dengan pemahaman teologi Kristen abad pertengahan.38
Seperti telah disebutkan di atas, agama mendorong sains. Mereka yang menggunakan akal dan mengikuti nurani untuk melakukan penelitian ilmiah, akan memperoleh iman yang kuat karena mereka memahami tanda-tanda Tuhan secara langsung. Mereka dihadapkan pada suatu system tak bercela dan detail sempurna yang diciptakan Tuhan di tiap tahapan penelitian yang mereka kerjakan, dan di tiap penemuan yang mereka buat. Seperti dinyatakan Rasulullah Muhammad saw; mereka bertindak dengan kesadaran bahwa “Orang yang pergi untuk mencari
pengetahuan adalah orang yang taat (beriman) pada Allah hingga ia kembali.”39 Itulah sebabnya, di tangan ilmuwan muslim, sains berkembang dengan pesat. Pengujian eksperimental menyebabkan sains menjadi kukuh. Dengan demikian, di tangan ilmuwan muslim, sains memperoleh karakternya yang rasional objektif selama gelombang pertama peradaban Islam. Namun, rasionlitas
38
Bruno Guiderdoni, Membaca Alam Membaca Ayat. Bandung; Mizan, 2004), h. 43
39
sains tak bias dilepaskan dari rasionalitas religius karena teologi, filsafat, dan sains merupakan kesatuan integral.40
Penggabungan antara ilmu umum dan ilmu agama, maka integrasi ilmu ini dekat dengan islamisasi ilmu, keduanya merupakan upaya mendamaikan polarisasi antara sains modern yang didominasi dan dikuasai Barat dengan wacana keislaman yang masih berada pada titik inferioritas peradaban global. Kritik epistemologis, dalam asumsi penyusun, adalah berangkat dari proses “obyektivikasi Islam” yang pernah digagas oleh Pak Kuntowijoyo. Upaya
obyektivikasi Islam merupakan proses dinamisasi agama yang diarahkan menuju pada ilmu yang kemudian terjadi dialektika antara agama dengan sains modern.
Kemunculan ide “penyatuan ilmu islam dan ilmu umum” dan atau “pengislaman ilmu umum” tidak lepas dari ketimpangan-ketimpangan yang
merupakan akibat langsung keterpisahan antara sains dan agama. Sekularisme telah membuat sains sangat jauh dari kemungkinan untuk didekati melalui kajian agama.
Agama dalam arti luas merupakan wahyu Tuhan, yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, diri sendiri, dan lingkungan hidup baik fisik, sosial maupun budaya secara global. Seperangkat aturan-aturan, nilai-nilai umum dan prinsip-prinsip dasar inilah yang sebenarnya disebut syari’at. Kitab suci al-Qur’an
40
merupakan petunjuk etika, moral, akhlak, kebijaksanaan dan dapat menjadi teologi ilmu serta grand teori ilmu.
Tidak dipungkiri, agama memang mengklaim dirinya sebagai sumber kebenaran, etika, hukum, kebijaksanaan dan sedikit pengetahuan. Walaupun dalam posisinya seperti itu, agama tidak pernah menset-upkan wahyu Tuhan sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Oleh karena itu, dalam perspektif ini, sumber pengetahuan terdiri dari dua macam, yakni pengetahuan yang berasal dari Tuhan dan pengetahuan yang berasal manusia. Perpaduan antara keduanya disebut teoantroposentris.41
Agama menyediakan menyediakan tolok ukur kebenaran ilmu (dharuriyyah; benar, salah), bagaimana ilmu diproduksi (baik, buruk), tujuan –tujuan ilmu (tahsiniyyah; manfaat, merugikan). Dimensi aksiologi dalam ilmu ini penting untuk digarisbawahi, sebelum manusia keluar mengembangkan ilmu. Selain ontologi (whatness) keilmuan, epistemologi keilmuan (howness), agama sangat menekankan dimensi aksiologi keilmuan (whyness).
Dalam halnya sebagai paradigma keilmuan yang menyatu-padukan antara ilmu umum dan ilmu agama, bukan sekedar menggabungkan wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia (ilmu-ilmu holistik-integralistik), itu tidak akan berakibat mengkerdilkan kapasitas Tuhan (sekularisme) atau mengucilkan manusia sehingga teraleniasi dari dirinya sendiri, dari masyarakat sekitar dan lingkungan hidup sekitarnya. Diharapkan konsep integralisme keilmuan akan dapat
41
menyelesaikan konflik antar sekularisme ekstrim dan fundamentalisme negatif agama-agama yang rigid dan radikal dalam banyak hal.
B. Pembelajaran Integratif Agama dan Sains
Secara etimologis, integrasi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris integrate; integration yang kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia menjadi integrasi yang berarti menyatu-padukan; penggabungan42 atau penyatuan menjadi satu kesatuan yang utuh; pemaduan.43
Adapun secara terminologis, integrasi ilmu adalah pemaduan antara ilmu-ilmu yang terpisah menjadi satu kepaduan ilmu-ilmu, dalam hal ini penyatuan antara ilmu-ilmu yang bercorak agama dengan ilmu-ilmu yang bersifat umum.
Integrasi ilmu agama dan ilmu umum ini adalah upaya untuk meleburkan polarisme antara agama dan ilmu yang diakibatkan pola pikir pengkutupan antara agama sebagai sumber kebenaran yang independen dan ilmu sebagai sumber kebenaran yang independen pula. Hal ini karena –sebagaimana dijelaskan diawal pendahuluan- keberadaannya yang saling membutuhkan dan melengkapi. Seperti yang dirasakan oleh negara-negara di belahan dunia sebelah Barat yang terkenal canggih dan maju di bidang keilmuan dan teknologi, mereka tergugah dan mulai menyadari akan perlunya peninjauan ulang mengenai dikotomisme ilmu yang terlepas dari nilai-nilai yang di awal telah mereka kembangkan, terlebih nilai
42
John M. Echlos dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 326.
43
religi. Agama sangat bijak dalam menata pergaulan dengan alam yang merupakan ekosistem tempat tinggal manusia.
Meninjau begitu urgennya kapasitas agama dalam kehidupan manusia, maka sepatutnya agama dikembangkan sebagai basic nilai pengembangan ilmu. Karena perkembangan ilmu yang tanpa dibarengi dengan kemajuan nilai religinya, menyebabkan terjadinya gap, jurang. Akibat meninggalkan agama, ilmu secara arogan mengeksploitasi alam sehingga terjadi berbagai kerusakan ekosistem.44
Ketika manusia secara berangsur-angsur dapat mengenal sifat dan perilaku alam, dan selanjutnya dapat mengendalikan, mengolah dan memanfaatkannya dengan ilmu dan akal mereka; maka sifat dan perilaku alam yang tadinya sangat ditakuti mereka secara berangsur-angsur tidak lagi menakutkan. Konsep ketuhanan merekapun bergeser. Ada yang mengatakan bahwa agama tidak lebih dari objek pelarian manusia yang gagal menghadapi serta mengatasi problema kehidupannya; atau merupakan hasil tahap perkembangan yang paling terbelakang dari suatu masyarakat; atau sekedar obsesi manusia tatkala mereka masih berusia kanak-kanak. Mengapa demikian? Sebab, sebagai contoh, dengan kemjauan sains dan teknologi dapat diketahui bahwa gempa terjadi karena adanya pergeseran atau patahan kulit bumi, bukan karena Allah murka, sehingga manusia tidak perlu takut lagi.
44
Di samping itu, meninjau ke ranah psikis batiniyah, sebagai misal, orang Barat yang terdepan dalam keilmuan dan sebagai kiblat kemajuan teknologi, sebagian mereka hidup –jika ditinjau dari kacamata islam- tidak sejahtera, tidak tentram dan tidak tenang. Kehidupan mereka kelihatan semrawut, bebas tanpa aturan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sentuhan-sentuhan nilai-nilai religi karena ilmunya-pun telah terdikotomikan dari ilmu agama.
Konsep integrasi ilmu diimplementasikan dalam berbagai level, yaitu: 1. Level Filosofis
Integritas dan interkoneksitas pada level filosofis dalam wacana keilmuan bahwa di dalamnya harus diberikan nilai fundamental eksistensial dalam kaitannya dengan disiplin keilmuan lain dan dalam hubungannya dengan nilai-nilai humanistik. Ilmu fiqh misalnya, di samping makna fundamentalnya sebagai filosofi membangun hubungan antara manusia, alam dan Tuhan dalam ajaran Islam, dalam pengkajian fiqh harus disinggung pula bahwa eksistensi fiqh tidaklah berdiri sendiri atau bersifat self-sufficient, melainkan berkembang bersama sikap akomodatifnya terhadap dislipin keilmuan lainnya seperti filsafat, sosiologi, psikologi dan lain sebagainya.
untuk mereview teori-teori interaksi sosial yang sudah ada dalam tradisi budaya dan agama. Interkoneksitas seperti ini akan saling memberdayakan antara sosiologi di satu pihak dan tradisi budaya atau keagamaan di pihak lain.
Pada level filosofis dengan demikian lebih merupakan suatu penyadaran eksistensial suatu disiplin ilmu selalu bergantung pada disiplin ilmu lainnya termasuk di dalamnya agama dan budaya.
2. Level Materi
Implementasi integrasi dan interkoneksi pada level materi bisa dilakukan dengan tiga model pengejawantahan interkoneksitas keilmuan antar disiplin keilmuan.
Pertama, model pengintegrasian ke dalam paket kurikulum, karena hal ini terkait dengan lembaga penyelenggara pendidikan.
Kedua, model penamaan disiplin ilmu yang menunjukkan hubungan antara disiplin ilmu umum dan keislaman. Model ini menuntut setiap nama disiplin ilmu mencantumkan kata Islam, seperti ekonomi Islam, politik Islam, sosiologi Islam, antropologi Islam, sastra Islam, pendidikan Islam, filsafat Islam dan lain sebagainya sebagai refleksi dari suatu integrasi keilmuan yang dilakukan.
keagamaan harus diinjeksikan teori-teori keilmuan umum terkait sebagai wujud interkoneksitas antara keduanya, dan begitupun sebaliknya.
3. Level Metodologi
Dalam konteks struktur keilmuan Lembaga pendidikan yang bersifat integratif-interkonektif menyentuh pula level metodologis. Ketika sebuah disiplin ilmu diintegrasikan atau diinterkoneksikan dengan disiplin ilmu lain, misalnya psikologi dengan nilai-nilai Islam, maka secara metodologis ilmu interkonektif tersebut harus menggunakan pendekatan dan metode yang aman bagi ilmu tersebut. Sebagai contoh pendekatan fenomenologis yang memberi apresiasi empatik dari orang yang mengalami pengalaman, dianggap lebih aman ketimbang pendekatan lain yang mengandung bias anti agama seperti psikoanalisis.
Dari segi metode penelitian tampaknya tidak menjadi masalah karena ketika suatu penelitian dilakukan secara obyektif baik dengan menggunakan metode kuesioner, wawancara atau yang lainnya, maka hasilnya kebenaran objektif. Kebenaran seperti ini justru akan mendukung kebenaran agama itu sendiri.
4. Level Strategi
kunci keberhasilan pembelajaran berbasis paradigma interkoneksitas. Di samping kualitas-kualitas ini, pengajar harus difasilitasi dengan baik menyangkut pengadaan sumber bacaan yang harus beragam serta bahan-bahan pengajaran (teaching resources) di kelas. Demikian pula pembelajaran dengan model pembelajaran active learning dengan berbagai strategi dan metodenya menjadi keharusan.
Ada dua pendapat yang ditawarkan oleh para ahli mengenai metodologi Psikologi Islam. Pertama, Psikologi Islam harus menggunakan metode ilmu pengetahuan modern, yaitu metode ilmiah, Sebab hanya metode ilmiah yang mampu mencapai pengetahuan yang benar. Menurut pendapat ini, tak ada sains tanpa metode, bahkan sains itu sendiri adalah metode. Kedua, Psikologi Islam adalah sains yang mempunyai persyaratan ketat sebagai sains. Mengingat ciri subjeknya yang sangat kompleks, maka Psikologi Islam harus menggunakan metode yang beragam dan tidak terpaku pada metode ilmiah saja.45
Ketika kita membicarakan Metodologi Psikologi Islam, ada dua hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, masalah yang bersifat konseptual, Kedua, masalah yang bersifat operasional. Masalah konseptual meliputi aksiologi, epistemologi dan ontologi. Sedang masalah yang bersifat operasional adalah metode dalam Psikologi Islam itu sendiri.
45
Dalam konteks Islam, aksiologi merupakan weltanschaung (pandangan hidup) yang berfungsi sebagai landasan di dalam mengkonstruksi fakta. Dalam pandangan Islam, ilmu dan sistem nilai tidak dapat dipisahkan, keduamya saling berhubungan erat, karena ilmu merupakan fungsionalisasi ajaran wahyu. Secara aksiologi Psikologi Islam bersumber dari al-Quran yang berbunyi:
“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya
kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”. (QS. Ibrahim/14:1).46
Dengan ayat di atas, maka nampaklah bahwa Islam meletakkan wahyu sebagai paradigma agama yang mengakui eksistensi Allah, baik dalam keyakinan, maupun aplikasinya dalam konstruksi ilmu pengetahuan. Islam menolak sains untuk sains (science for science), namun menghendaki terlibatnya moralitas di dalam mencari kebenaran ilmu. Secara aksiologi Psikologi Islam dibangun dengan tujuan akhir untuk menghasilkan kesejahteraan bagi seluruh umat (rahmat li al-‘alamin).
46
Secara epistemologi, metodologi Psikologi Islam merupakan jalan untuk mencari kebenaran perihal substansi yang ingin diungkapkan, epistemologi membicarakan apa yang dapat diketahui dan bagaimana cara mengetahuinya. Dalam masalah ini, pemaknaan aksiologik sangat berperan di dalam menentukan kebenaran epistemologik.47 Dengan demikian, dasar epistemologinya adalah hubungan (nisbah) akal dan intuisi.
Perlu diingat bahwa Psikologi Islam adalah ilmu yang terintegrasi dengan pola pendekatan disiplin ilmu keislaman lainnya, ia memiliki kekhasan tersendiri secara paradigma maupun epistemologinya. Ketidaksamaannya dengan metodologi ilmiah secara umum tidaklah mengurangi keilmiahannya bila kita mengkritisinya dengan berpedoman kepada paradigma dan epistemologi sendiri.
Adapun ontologi berfungsi menetapkan substansi yang ingin dicapai yaitu memahami manusia sesuai dengan sunnatullahnya. Mengingat al-Quran sebagai sumber ilmu pengetahuan yang paling dapat diandalkan, maka ayat-ayat yang membicarakan terma-terma seperti insan, basyar, nafs, aql, ruh, qalb dapat dijadikan rujukan. Dengan patokan, sejauh mana metodologi itu dapat mengejar makna dan esensi, bukan hanya gejala.
Psikologi Islam bagian dari Tasawuf Islam, oleh karena itu metodologi tasawuf dapat pula dijadikan patokan untuk menentukan Metodologi
47Rif’at Syauqi Nawawi, Metodologi Psikologi Islam
Psikologi Islam. Sebagai contoh metodologi secara konseptual pada tasawuf al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din. Secara aksiologi, tasawuf al-Ghazali bersumber dari wahyu, dasar epistemologinya adalah nisbah akal dan intuisi, dan dasar ontologinya adalah terma-terma seperti al-aql, al-nur dan etika atau moral.48
C. Hasil Belajar Peserta Didik
Hasil belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yakni “Hasil” dan “Belajar”. Hasil berarti sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan, dsb) oleh usaha. Belajar adalah usaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Hasil belajar menurut para ahli diantaranya adalah hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dilihat dari sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat belum belajar. Dari sisi guru hasil belajar adalah saat terselesaikannya bahan pelajaran.49
Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.50
48
M. Amin Abdullah, Syukur dan Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf; Studi Intelektualisme Tasawuf Al-Ghazali, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 170-209.
49
Dimyati dan Mudjiono, Belajar Dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta 2006), h. 23.
50
Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas belajar.51
Berhasil tidaknya seseorang dalam proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai siswa melalui tes hasil belajar. “Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”.52
Menurut Muntholi’ah menjelaskanbahwa “hasil belajar adalah bertambahnya kemampuan -kemampuan yang diperoleh siswa melalui pengalaman belajar”.53
Hasil belajar merupakan keluaran (output) dari suatu sistem pemrosesan masukan (input). Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi melalui proses belajar mengajar, sedang keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performance).54
Berdasarkan hasil definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima proses pembelajaran atau pengalaman belajarnya. Hasil belajar memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan- tujuan belajar melalui kegiatan belajar mengajar. Selanjtunya
51
Syaiful Bahri Djamarah .Hasil Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta 1994) , h. 23.
52
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 37-38.
53Muntholi’ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI,
(Semarang: Gunung Jati, 2002), h. 23.
54
dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
D. Bentuk-Bentuk Hasil Belajar
Hasil belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai setelah seseorang belajar.Menurut Tafsir 2008, hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran.
Sedangkan menurut M. Gagne ada 5 macam bentuk hasil belajar: 1. Keterampilan Intelektual (yang merupakan hasil belajar yang terpenting
dari sistem lingkungan)
2. Strategi Kognitif (mengatur cara belajar seseorang dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah)
3. Informasi Verba, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. Kemampuan ini dikenal dan tidak jarang.
4. Keterampilan motorik yang diperoleh disekolah, antar lain keterampilan menulis, mengetik, menggunakan jangka, dan sebagainya.
Menurut Benjamin S. Bloom, memaparkan bahwa hasil belajar diklarifikasikan kedalam 3 ranah yaitu :
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual ranah kognitif terdiri dari 6 aspek, yaitu :
a. Pengetahuan hafalan (knowedge) ialah tingkat kemampuan untuk mengenal atau mengetahui adanya respon, fakta , atau istilah-istilah tanpa harus mengerti, atau dapat menilai dan menggunakannya.
b. Pemahaman adalah kemampuan memahami arti konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Pemahaman dibedakan menajdi 3 kategori:
1) pemahaman terjemahan, 2) pemahaman penafsiran 3) pemahaman eksplorasi.
c. Aplikasi atau penerapan adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkrit yang dapat berupa ide, teori atau petunjuk teknis.
d. Analisis adalah kemampuan menguraikan suatu intregasi atau situasi tertentu kedalam komponen-komponen atau unsur- unsur pembentuknya.
f. Evaluasi adalah membuat suatu penilaian tentang suatu pernyataan, konsep, situasi, dan lain sebagainya.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai sebagai hasil belaja, ranah afektif terdiri dari :
a. Menerima, merupakan tingkat terendah tujuan ranah afektif berupa perhatian terhadap stimulus secara pasif yang meningkat secara lebih aktif.
b. Merespon, merupakan kesempatan untuk menanggapi stimulus dan merasa terikat serta secara aktif memperhatikan.
c. Menilai, merupakan kemampuan menilaingejala atau kegiatan sehingga dengan sengaja merespon lebih lanjut untuk mencapai jalan bagaimana dapat mengambil bagian atas yang terjadi.
d. Mengorganisasi, merupakan kemampuan untuk membentuk suatu system nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang dipercaya.
e. Karakterisasi, merupakan kemampuan untuk mengkonseptualisasikan masing-masing nilai pada waktu merespon, dengan jalan mengidentifikasi karakteristik nilai atau membuat pertimbangan-pertimbangan.55
3. Ranah Psikomotor
55
Ranah psikomotor berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi saraf dan koordinasi badan antara lain:
a. Gerakan tubuh, merupakan kemampuan gerakan tubuh yang mencolok. b. Ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, merupakan
keterampilan yang berhubungan dengan urutan atau pola dari gerakan yang dikoordinasikan biasanya berhubungan dengan gerakan mata, telinga dan badan.
c. Perangkat komunikasi non verbal, merupakan kemampuan mengadakan komunikasi tanpa kata.
d. Kemampuan berbicara, merupakan yang berhubungan dengan komunikasi secara lisan.56
Untuk mempermudah mengetahui hasil belajar, maka bentuk- bentuk hasil belajar yang digunakan pada penelitian ini adalah bentuk hasil belajar Benjamin S.Bloom.hal ini didasarkan pada alasan bahwa ketiga ranah yang diajukan lebih terukur dalam artian bahwa untuk mengetahui hasil belajar yang dimaksudkan mudah dan dapat dilaksanakan, khususnya pada pembelajaran yang bersifat formal.
56
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Prestasi belajar atau hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal, dan faktor eksternal.
1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam anak itu sendiri, baik fisik maupun mental. Seperti kesehatan, rasa aman, kemampuan, minat dan lain sebagainya. Aspek-aspek tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap berhasil tidaknya seorang dalam belajar, faktor jenis ini, berwujud juga sebagai kebutuhan dari individu yang bersangkutan.57
Faktor-faktor internal meliputi: 1) Faktor Jasmaniah terdiri dari
a) Faktor kesehatan b) Cacat tubuh 2) Faktor psikologis
a) Intelegensi b) Perhatian c) Minat d) Bakat e) Motivasi f) Kematangan
57
g) Kesiapan58 3) Faktor Kelelahan
Kelalahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan rohani (bersifat psikis).
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan terjadi karena terjadi kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar pada bagian- bagian tertentu.
Kelelahan rohani; dapat dilihat dari kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan rohani dapat terjadi terus menerus memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi semua masalah selalu sama/konstan tanpa ada variasi.59
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri seseorang yang berasal dari lingkungan mereka.60
Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak didik. Dalam lingkunganlah anak didik berinteraksi dalam rantai kehidupan yang
58
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003), h. 54-59.
59Ibid.
, h. 59.
60
disebut ekosistem. Selama hidup anak didik tidak akan bisa menghindarkan diri dari lingkungan alami dan lingkungan sosial budaya. Interaksi dari dengan lingkungan yang berbeda ini selalu terjadi dalam mengisi kehidupan anak didik. Lingkungan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap belajar anak didik di sekolah.61 Faktor eksternal ini dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor
masyarakat.
a. Faktor Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang primer dan fundamental sifatnya. Di situlah anak dibesarkan, memperoleh penemuan awal dan belajar yang memungkinkan perkembangan selanjutnya bagi dirinya. Dan di situ pula anak pertama-tama memperoleh kesempatan menghayati pertemuan-pertemuan dengan sesama manusia. Dan keluarga merupakan pusat ketenangan hidup dan pangkalan (home base) yang paling vital.62
Faktor lingkungan keluarga ini meliputi: 1) Cara orang tua mendidik
2) Relasi antar anggota keluarga 3) Suasana rumah
4) Keadaan ekonomi keluarga
61
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 142, 143.
62
5) Pengertian/perhatian orang tua 6) Latar belakang kebudayaan63 b. Faktor Sekolah
Lingkungan sekolah adalah lingkungan kedua setelah lingkungan keluarga. Sekolah didirikan oleh masyarakat atau negara untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah tidak mampu lagi memberi bekal persiapan hidup berupa pengajaran bagi anak-anaknya.64 Dalam lingkungan sekolah banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap belajar siswa, yang mencakup: 1) Metode mengajar
2) Kurikulum
3) Relasi guru dengan siswa 4) Relasi siswa dengan siswa 5) Disiplin sekolah
6) Media pendidikan 7) Waktu sekolah
8) Standar pengajaran di atas ukuran 9) Keadaan gedung
10)Metode belajar
63
Slameto, Belajar dan, h. 60-64.
64
11)Tugas rumah65 c. Faktor Masyarakat
Jika keluarga adalah komunitas masyarakat terkecil, maka masyarakat adalah komunitas masyarakat dalam kehidupan sosial yang terbesar”.66
Lingkungan masyarakat memberi pengaruh kepada siswa karena keberadaannya dalam lingkungan ini. Faktor- faktornya antara lain adalah:
1) Massa media
2) Kegiatan siswa dalam masyarakat 3) Teman bergaul
4) Kehidupan masyarakat67 F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha : Ada pengaruh pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB Jombang.
Ho : Tidak ada pengaruh pembelajaran integratif agama dan sains terhadap hasil belajar peserta didik di Madrasah Aliyah Unggulan Darul ‘Ulum Step-2 IDB
Jombang.
65
Slameto, Belajar dan, h. 65-69
66
Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, h. 209.
67