• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SERBUK KAYU ALBESIA DENGAN MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SERBUK KAYU ALBESIA DENGAN MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN ATA

BERBAHAN BAKAR BRIKET SERBUK KAYU ALBESIA DENGAN

MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING

Oleh :

I Gede Agus Astrayasa

1004305045

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa, dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajuukan untuk memperoleh gelar kesejarnaan disuatu Perguruan Tinggi

dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Bukit Jimbaran, Desember 2016

Mahasiswa

I Gede Agus Astrayasa

(5)

ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SERBUK KAYU ALBESIA DENGAN

MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING

Oleh : I Gede Agus Astrayasa

Pembimbing : Ir. Nengah Suarnadwipa, MT.

Dr.Ir. Wayan Bandem Adnyana, M.Erg.

ABSTRAKSI

Untuk menangani permasalah para pengerajin anyaman ata dalam menghadapi musim hujan, telah dibuat alat pengering yang menggunakan kompor biomassa berbahan bakar dari limbah serbuk gergaji kayu albesia. Untuk mengetahui performansi alat pengering dilakukan pengujian dengan menggunakan dua tipe rak yang berbeda.

Penelitian ini memakai bahan bakar briket serbuk kayu albesia dengan memvariasikan tipe rak , yaitu menggunakan tipe rak plat datar dan tipe rak berlubang. Pengujian ini dilakukan satu kali untuk satu tipe rak dan material yang dikeringkan berupa anyaman ata. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa energi – energi pada sistem pengering yang meliputi: laju energi berguna (Ėuse), laju energi suplai (Ėin), dan laju energi yang terbuang (Ėlosses)

Dari hasil pengujian dan perhitungan yang telah dilakukan, tipe rak plat datar

dapat menghasilkan laju energi berguna (Ėuse) = 0,0573 kJ/s, laju energi masuk (Ėin) = 3,56914 kJ/s, dan laju energi terbuang (Ėlosses) = 0,2042 kJ/s. Sedangkan untuk tipe rak berlubang dapat menghasilkan laju energi berguna (Ėuse) = 0,05703 kJ/s, laju energi masuk (Ėin) = 3,58325 kJ/s, dan laju energi terbuang (Ėlosses) = 0,2354 kJ/s.

(6)

ENERGI ANALYSIS SYSTEM WOVEN DRYER ATA SAWDUST FUEL BRIQUETTES ALBESIA BY VARYING THE TYPE OF DRYING RACK

Author : I Gede Agus Astrayasa

Guidance : Ir. Nengah Suarnadwipa,MT.

Dr.Ir. Wayan Bandem Adnyana, M.Erg.

ABSTRACT

To handle problem the craftsmen woven ata in the face of the rainy season, has made a dryer that uses biomass stove fuel from waste wood sawdust albesia. To determine the performance of the dryer was examined by using two different types of shelves.

The study used fuel sawdust briquettes albasia by varying the type of rack, Ie using flat plate rack type and perforatedrack type. The test is performedonce for a singletype ofrack and dried material in the form of woven ata. This study was conducted to analyze the energy - energy in the dryer system that includes: rate of useful energy

(Ėuse), rate of supply energy (Ėin), and rate oflosses energy(Ėlosses).

Of the test results and the calculation has been done, flat plate rack type can

produce useful energy (Ėuse) = 0,0573 kJ/s, rate of supply energy (Ėin) = 3,56914 kJ/s

and rate oflosses energy(Ėlosses) = 0,2042 kJ/s.while the perforated plate rack types can

produce useful energy (Ėuse) = 0,05703 kJ/s, rate of supply energy (Ėin) = 3,58325 kJ/s,

and rate oflosses energy(Ėlosses) = 0,2354 kJ/s.

(7)

KATA PENGANTAR

PujisyukurpenulispanjatkankepadaTuhanYangMahaEsa,

karenaatasberkatrahmat-Nyapenulis dapatmenyelesaikanskripsi yang berjudul :

“Analisa Energi Pada Sistem Pengering Anyaman Ata Berbahan Bakar Briket Serbuk Kayu Albesia Dengan Memvariasikan Tipe Rak Pengerin g”

Dalam penyusunan skripsi ini penulis tidak sedikit mendapat bantuan dari

berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar

-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Nengah Suarnadwipa, MT, selaku Dosen Pembimbing I dalam

penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr.Ir.Wayan Bandem Adnyana,M.Erg, selaku Dosen Pembimbing

II dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak I Gusti Ketut Sukadana,ST,MT. selaku Dosen Penguji I dalam

skripsi ini.

4. Bapak Dr.Eng. Made Sucipta,ST,MT. selaku Dosen Penguji II dalam

skripsi ini.

5. Bapak I Gusti Agung Kade Suriadi, ST,MT. selaku Dosen Penguji III

dalam skripsi ini.

6. Bapak/Ibu dosen serta staf pegawai Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Udayana.

7. Semua pihak dan kawan-kawan Jurusan Teknik Mesin yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi.

8. Orang tua dan keluarga penulis atas segala dukungan moril, materil

maupun spiritual yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentu jauh dari kesempurnaan

(8)

karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat penulis harapkan

dari berbagai pihak. Sekali lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih dan

penulis mohon maaf apabila ada kekurangan ataupun kesalahan dalam

penulisanskripsi ini.

Bukit Jimbaran, ...

(9)

DAFTAR ISI

2.1.1 Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Ata ... 5

2.2 Biomassa ... 7

2.2.1 Kayu Albesia ... 8

2.2.2 Serbuk Kayu Albesia Sebagai Energi Alternatif ... 9

2.3 Pengenalan Sistem Pengeringan ... 11

2.3.1 Prinsip Dasar Pengeringan ... 11

(10)

2.10 Performansi Pengeringan... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 TempatatauLokasiPenelitian ... 28

3.2 JumlahPopulasi (variable) ... 28

3.4.1 Briket Serbuk Kayu Albesia... 36

3.4.2 Bomb Calorimeter ... 37

4.3.1 Menghitung laju energi yang masuk ruang pengering .. 48

4.3.2 Menghitung laju energi yang berguna ... 49

4.3.3 Menghitung energi yang terbuang ... 50

4.4 Perhitungan Data Variasi Tipe Rak Berlubang ... 58

4.4.1 Menghitung laju energi yang masuk ruang pengering .. 58

4.4.2 Menghitung laju energi yang berguna ... 59

4.4.3 Menghitung energi yang terbuang ... 60

4.5Perbandingan Data Hasil Perhitungan Rak Plat Datar dan Rak Berlubang ... 68

4.5.1 Perbandingan hasil perhitungan laju energi masuk ... `68

4.5.2 Perbandingan hasil perhitungan laju energi berguna .... 69

4.5.3 Perbandingan laju energi losses pada dinding kompor . 70 4.5.4 Perbandingan laju energi losses pada saluran penghubung ... 71

(11)

BAB V PENUTUP ... 79

5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA………...…. 80

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar1.1 Contoh Jenis Kerajinan Ata Yang Dihasilkan ... 1

Gambar 2.1 Produk-produk yang Dihasilkan dari Anyaman Ata ... 5

Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi Kerajinan Ata ... 6

Gambar 2.3 Limbah Serbuk kayu Albesia ... 10

Gambar 2.4 T-V Diagram ... 12

Gambar 2.5 Perpindahan Panas konveksi dari Permukaan Media Padat ke fluida Mengalir ... 15

Gambar2.6 Perpindahan Panas Konduksi pada Dinding Datar ... 17

Gambar 2.7 Sistem Alat Pengeringan ... 23

Gambar3.15RancanganSkematik Penelitian Menggunakan Rak Pengering Tipe Plat Datar ... 40

Gambar3.16Rancangan Skematik Penelitian Menggunakan Rak Pengering Tipe kisi ... 41

Gambar 3.17 Diagram Alir Penelitian ... 45

Gambar 4.1 Perbandingan Laju Energi Masuk ... 69

Gambar 4.2 Perbandingan Laju Energi Berguna ... 70

Gambar 4.3 Perbandingan Laju Energi Losses Pada Kompor ... 71

Gambar 4.4 Perbandingan Laju Energi Losses Pada Saluran Penghubung 72 Gambar 4.5 Perbandingan Laju Energi Losses Pada Pengering ... 73

Gambar 4.6 Perbandingan Laju Energi Losses Pada Cerobong ... 74

Gambar 4.7 Perbandingan Waktu Terhadap Tin ... 75

Gambar 4.8 Perbandingan Waktu Terhadap Tout ... 76

Gambar 4.9 Perbandingan Waktu Terhadap Penurunan Massa ... 77

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Ultimate Analysis Of Biomassa... 8

Tabel 2.2 Hasil Pengujian Kayu Albesia... 9

Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Untuk Rak Type Plat Datar... ... 46

Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Untuk Rak Type Berlubang... ... 47

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tabel saturated water ... 82

Lampiran 2. Gambar pembuatan alat pengering... 83

Lampiran 2. Gambar alat pengering sebelum di isolasi... 83

Lampiran 2. Gambar pengisolasian alat... 84

Lampiran 2. Gambar alat pengering setelah di isolasi... 84

Lampiran 3. Gambar pembuatan adonan briket... . 85

Lampiran 3. Gambar pembuatan briket... 85

Lampiran 4. Gambar pembuatan pelet... 86

Lampiran 4. Gambar pengujian nilai kalor... 86

Lampiran 5. Gambar anyaman ata sebelum dikeringkan... ... 87

Lampiran 5. Gambar proses pengeringan menggunakan rak plat datar ... 87

Lampiran 5. Gambar proses pengeringan menggunakan rak berlubang ... 88

Lampiran 5. Gambar pemasukan bahan bakar... 88

Lampiran 5. Gambar anyaman ata setelah dikeringkan... ... 89

Lampiran 5. Gambar abu bahan nakar... 89

Lampiran 6. Gambar rancangan alat... 90

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan yang mengelilingi Indonesia banyak menyediakan sumber daya alam yang

yang dapat dimanfaatka oleh penduduknya, seperti misalnya tanaman ata atau sering

disebut dengan tanaman paku kawat. Tanaman atamerupakan jenis tanaman menjalar

yang memiliki kelebihan dibidang kelenturan dan kekuatan sehingga banyak masyarakat

Bali memanfaatkan tanaman ini sebagai bahan baku pembuatan kerajinan. Berbagai

jenis kerajinan pun dapat diciptakan dari tanaman ini seperti alas gelas,tas, kap lampu,

tempat tissue dan lain sebagainya. Gambar 1.1 merupakan contoh kerajinan yang

dihasilkan dari tanaman ata.

Gambar 1.1 : contoh jenis kerajinan ata yang dihasilkan

Untuk kerajinan anyaman ata ini selain diminati pasar lokal, saat ini sudah

menembus pasar ekspor. Pengerajin ata ini banyak dijumpai di daerah Bali timur atau

lebih tepatnya di Kabupaten Karangasem.Dalampembuatan kerajinan anyaman ata,

(16)

2

menentukan kualitas dan tekstur dari anyaman. Sampai saat ini msyarakat Karangasem

mengeringkan produk anyaman ata mereka dengan memanfaatkan sinar dari matahari.

Tidak menentunya keadaan cuacamengakibatkan proses pengeringan dengan sinar

matahari sering mengalami hambatan sehingga proses produksi juga ikutterhambat. Pada

saat cuaca mendung atau hujan proses pengeringan dengansinar matahari tidak dapat

dilakukan, sehingga produksi anyaman ata menjadi terhambat. Sering kali kerajinnan ata

berjamur karena kandungan air dalam ata masih tinggi akibat kurangnya sinar matahari.

Untuk menangani masalah ini, maka dibutuhkan teknologi pengering sebagai

pengganti sistem pengeringan alami pada saat cuaca buruk. Teknologi pengeringan ini

terdiri dari ruang pengering dan kompor yang membutuhkan bahan bakar dalam

prosesnya. Pada umumnya bahan bakar yang digunakan pada alat pengering biasanya

bahan bakar minyak dan gas. Meningkatnya harga bahan bakar minyak dan gas pada

saat ini akan dapat mengakibatkan biaya produksi ikut naik, sehingga untuk menekan

biaya produksi agar lebih ekonomis dapat menggunakan bahan bakar alternatif dari

limbah pertanian seperti limbah yang dihasilkan dari pengolahan kayu albesia. Kayu

albesia merupakan tanamam perkebunan yang banyak di budidayakan oleh masyarakat

khususnya di Bali pada saat ini. Ini dikarenakan kayu albesia memilikai umur panen

yang lebih cepat dibandingkan jenis kayu yang lain. Kayu albesia dapat diolah menjadi

bahan bangunan danbahan kerajinan. Seiring meningkatnya permintaan penggunaan

kayu albesia, industri-industri pengolahan kayu mengolah kayu albesia menjadi barang

jadi atau barang yang sesuai dengan permintaan konsumen. Dengan hal ini limbah dari

hasil pengolahan kayu tersebut ikut meningkat dan dapat menimbulkan pencemaran

lingkungan. Bila dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk kompor biomassa yang

berupa briket sangatlah berguna dalam mengurangi limbah tersebut serta dapat menekan

biaya produksi. Menurut penelitian Ervando, dkk (2012) kayu albesia memiliki nilai

kalor yang cukup tinggi sebesar 4250,63 kal/gram, kadar air yang cukup redah 8,158 %,

kadar abu sebesar 1,593 % sehingga cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif

(17)

3

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh febby (2013) tantang performansi alat

pengering menggunakan kompor biomasa berbahan bakar sekam padi dengan

memvariasikan tata letak dan menggunakan ata yang belum dianyam sebagai benda

uji.Hasil yang diperoleh bahwa tata letak selang seling (staggered) menghasilkan

performansi yang terbaik. Dari penelitian yang dilakukan oleh Febby tersebutbelum

diteliti mengenai performansi alat pengering dengan menggunakan bahan bakar

biomassa berupa briket serbuk kayu albesia dengan memvariasikan tipe rak pengering

dan menggunakan ata yang sudah dianyam sebagai benda uji. Tipe rak yang digunakan

adalah tipe rak kisi-kisi dan tipe rak plat datar. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui tipe rak mana yang paling efektik digunakan untuk mendapatkan hasil

pengeringan yang diinginkan yaitu 20%-30% massa awal anyaman ata berkurang.

1.2 Permasalahan

Permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalahanalisa energi pada

sistem pengering anyaman ata berbahan bakar briket serbuk kayu albesia dengan

memvariasikan tipe rak pengering.\

1.3 Batasan Masalah

Agarpenelitian ini dapat mencapai sasaran yang diinginkan dan pembahasan tidak

terlalu meluas, maka permasalahan akan dibatasi sebagai berikut:

1. Kadar air pada anyamanata diasumsikansama.

2. Massa dan ukuran anyaman ata diasumsikan sama.

3. Aliran steady-state dansteady-flow.

4. Temperatur lingkungan diasumsikan sama.

5. Massa dan kerapatan briket di asumsikan sama.

6. Energi yang keluar saat penambahan bahan bakar dan penimbangan massa

(18)

4

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisa energi pada sistem pengering

anyaman ata yang meliputi energi berguna (Ėuse), energi supply(Ėin), energi yang terbuang (Ėloss cerobong, Ėloss abu, ĖLTK, ĖLTS,ĖLTP) dan distribusi temperatur ruang

pengering terhadap tipe rak pengering.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1.Membantu memecahkanmasalah pengrajin ata tentang pengeringan ata pada saat

musim hujan dan memperkenalkan teknologi pengeringan.

2.Mendapatkan kualitas ata yang dihasilkan lebih baik untuk diekspor.

3. Dengan menggunakan kompor biomassa dapat memacu penduduk sekitar untuk

dapat memanfaatkan potensi energi limbah yang ada di sekitar mereka.

4. Sebagai solusi untuk menangani limbah pertanian/perkebunan.

5. mendapatkan wawasan dalam pembuatan alat pengering.

(19)

5

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Gambaran Umum Ata

Ata merupakan sejenis tanaman merambat yang dulunya sering dipakai sebagai

bahan untuk tali oleh masyarakat di Bali. Dengan munculnya berbagai tali sintetis saat

ini membuat tali ata semakin dilupakan, sehingga ata saat ini dimanfaatkansebagai

bahan baku untuk pembuatan kerajinan anyaman. masyarat di Bali dapat mengolahata

menjadi berbagai jenis kerajinan yang bernilai seni tinggi dengan kualitas ekspor.

Gambar 2.1 merupakan contoh produk yang dihasilkan dari anyaman ata.

Gambar 2.1 produk-produk yang dihasilkan dari anyaman ata

2.1.1 Proses Produksi Pembuatan Kerajinan ata

Proses produksi adalah suatu kegiatan untukmerubah bahan baku(input produksi) menjadi suatu produk (output produksi). Dalam usaha kerajinan anyaman ata proses produksi yang dilakukan hanya memerlukan peralatan yang cukup sederhana, karena

lebih banyak memanfaatkan keterampilan tangan untuk menciptakan karya yang bernilai

seni tinggi. Tahapan yang dilalui dalam proses produksi kerajinan ata, seperti terlihat

(20)

6

Secara umum, terdapat 3 tahap penting dalam proses pembuatan kerajinan ata,

yaitu persiapan, penganyaman, pengeringan.

a) Persiapan

Tahap persiapan adalah tahap awal untuk membuat anyamanata

seperti, penyiapan bahan baku. Apabila bahan baku telah tersedia

maka proses pembuatan anyamanata dapat dilakukan.

b) Penganyaman

Proses selanjutnya adalah menganyam bahan baku untuk dibentuk

menjadi produk yang diinginkan. Jenis produk yang dapat

dihasilkan bisa bermacam – macam sesuai dengan pesanan

konsumen. Namun ada juga bentuk – bentuk baru yang dihasilkan

pengrajin hasil dari kreativitas dari pengerajin.

Pemesanan / Order

Pembersihan Penganyaman

Pengeringan/pengasapan

Pengepakan Persiapan bahan

Pengiriman Barang Bagian Produksi

Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi Kerajinan Ata

(21)

7

c) Pengeringan

Setelah penganyaman selesai, dilanjutkan dengan tahap

pengeringan untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada

anyaman, sehingga produk yang dihasilkan tidak mudah berjamur.

Proses pengeringan anyaman ata dilakukan dengan cara pengasapan

agar warna dan tekstur yang dihasilkan juga lebih bagus.

2.2 Biomassa

Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang berasal dari bahan organik

yang terbentuk dari energi matahari yang telah di transformasi menjadi energi kimia

melalui proses fotosintesis, baik berupa produk maupun limbah. Melalui proses

fotosintesis, karbondioksida di udara ditransformasi menjadi molekul karbon lain

(misalnya gula dan selulosa) dalam tumbuhan. Energi kimia yang tersimpan dalam

tanaman dan hewan (akibat memakan tumbuhan atau hewan lain) atau dalam kotorannya

dikenal dengan nama bio-energi. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman,

pepohonan, rumput, limbah pertanian, limbah hutan, limbah perkebunan, tinja dan

kotoran ternak. Umumnya biomassa yang digunakan untuk diambil energinya adalah

biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk

primernya.

Kandungan utama biomassa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen. Hal ini

ditunjukkan pada tabel 2.1. tentangultimate analysis of biomass. Pada tabel tersebut memperlihatkan komposisi dari 13 biomassa.Rumus kimia dari biomassa umumnya

diwakili oleh CxHyOz. Nilai koefisien dari x,y dan z ditentukan oleh masing-masing

(22)

8

Table 2.1 Ultimate analysis of Biomass (Raveendran et. al. )(Sumber :Raveendran dkk. 1995,Tercantum dalam Badeau Pierre, 2009).

2.2.1 Kayu Albesia

Kayu albesia dalam bahasa latin disebut Albazia Falcataria, termasuk famili

Mimosaceae atau keluarga petai–petaian.Kayu albesia merupakan tanaman perkebunan

yang banyak di budidayakan oleh masyarakat pada saat ini.Bagian terpenting yang

mempunyai nilai ekonomi pada tanaman albesia adalah kayunya. Pohonnya dapat

mencapai tinggi sekitar 30–45 meter dengan diameter batang sekitar 70 – 80 cm. Bentuk

batang albesia bulat dan tidak berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak

beralur dan tidak mengelupas. Kayu albesia dapat diolah menjadi bahan bangunan dan

bahan kerajinan. Seiring meningkatnya permintaan penggunaan kayu albesia,

industri-industri pengolahan kayu mengolah kayu albesia terseburt menjadi barang jadi atau

barang yang sesuai dengan permintaan konsumen. Limbah serbuk kayu hasil dari

pengolahan kayu tersebut akan ikut mengalami peningkatan sesuai dengan permintaan

(23)

9

hanya digunakan digunakan sebagai bahan bakar tungku, dibakar atau bahkan tidak

dipakai sama sekali, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Untuk

menangulangi hal tersebut maka limbah serbuk kayu albesia dapat digunakan sebagai

bahan bakar biomssa berupa briket. Menurut Ervando, dkk (2012) kandungan yang

terdapat pada kayu albesia dapat dilihat pada tabel 2.2 bawah ini:

Tabel 2.2 hasil pengujian kayu albesia

Sampel Kadar air

2.2.2Serbuk Kayu AlbesiaSebagai Sumber Energi Alternatif

Meningkatnya permintaan kayu albesia untuk dijadikan bahan bangunan maupun

untuk bahan kerajinan,maka banyak industri-industri pengolahan kayu mengolah kayu

ini menjadi bahan jadi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Seiring dengan hal

tersebut limbah dari hasil pengolahan kayu albesia berupa serbuk kayu juga ikut

meningkat. Sebagai limbah dari hasil pengolahan kayu, serbuk kayu seringkali

menimbulkan persoalan tersendiri. Di samping penyimpanannya merampas ruang-ruang

terbuka dan proses penghancurannya juga lambat, sehingga jika tidak dimanfaatkan, bisa

menimbulkan pencemaran lingkungan. Padahal serbuk kayu sangat berpotensi bila

(24)

10

Gambar 2.3 Limbah serbuk kayu Albesia

Dilihat dari segi momentum pada saat ini adalah saat yang paling tepat untuk

mempromosikan serbuk kayu albesia sebagai salah satu sumber energi alternatif. Ini dikarenakan masyarakat pada saat ini membutuhkan sumber energi yang murah meriah

menyangkut semakin naiknya harga bahan bakar minyak maupun gas.Meningkatnya

harga bahan bakar minyak maupun gas, jelas menuntut tambahan biaya rumah tangga.

Sementara pada saat yang sama, sumber penghasilan masyarakat pada saat ini cenderung

tidak ada perubahan. Ini jelas sangat memberatkan, terutama bagi masyarakat pedesaan

yang sangat menghandalkan minyak tanah sebagai sumber bahan bakar utama mereka.

Untuk menangani masalah tersebut, sangat tepat jika kemudianmenjadikan serbuk

kayu albesia yang masih dianggap limbah dan tersedia melimpah sebagai bahan bakar

alternatif, khususnya bagi masyarakat pedesaan. Caranya, dengan memodifikasi serbuk

kayu albesiadalam bentuk briket dan sebagai bahan bakar kompor biomassa yang

praktis dan murah, sehingga mudah terjangkau oleh masyarakat luas. Fungsi kompor

biomassa, bisa sebagai alat substitusi menggantikan 100% minyak tanah.Namun, bisa

juga sebagai komplementasi, yang bisa mengurangi biaya pembelian minyak

(25)

11

2.3 Pengenalan Sistem Pengeringan

2.3.1 Prinsip Dasar Pengeringan

Pengeringan adalah suatu proses pemindahan uap air dari material yang

dikeringkan ke media pengering yang biasanya berupa udara panas. Biasanya proses

pengeringan merupakan suatu proses akhir dari suatu rangkaian pembuatan produk yang

bertujuan untuk pengawetan produk dan setelah pengeringan bahan siap untuk disimpan

atau dijual.

Berdasarkan atas proses kontak antara media pengering dengan bahan yang akan

dikeringkan, maka pengeringan dapat dibedakan menjadi:

1. Pengeringan langsung (Direct drying), disini bahan yangdikeringkan langsung berhubungan dengan bahan yang dipanaskan.

2. Pengeringan tidak langsung (Indirect drying), udara panas berhubungan dengan bahan melalui perantara, umumnya berupa dinding – dinding atau

tempat meletakkan bahan. Bahan akan kontak langsung dengan panas secara

konduksi.

Berdasarkan sumbernya, faktor yang mempengaruhi pengeringan dibedakan

menjadi 2 yaitu:

1. Faktor internal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang berasal dari material itu sendiri, faktor-faktor tersebut ialah ukuran material dan kadar

awal air material.

2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang berasal dari luar material. Faktor-faktor tersebut ialah perbedaan suhu, kelembaban

(26)

12

Berdasarkan cara pemindahan bahan yang dikeringkan,maka proses pengeringan

dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Pengeringan Kontinyu (Continuous Drying)

Bahan yang dikeringkan dilewatkan pada alat pengering secara

berkesinambungan dengan kapasitas dan kecepatan tetap. Jenis-jenis alat

pengering dengan metode kontinyu antar lain pengering terowongan (tunnel dryer), pengeringan drum (drum dryer), pengeringan putar (rotary dryer), pengering semprot (spray dryer).

2. Pengeringan Tumpukan (Batch Drying)

Pada proses ini bahan yang dikeringkan ditampung dalam suatu wadah,

kemudian baru dikeringkan dan bahan dikeluarkan setelah mencapai keadaan

kering, kemudian dilanjutkan dengan memasukkan bahan berikutnya.

Pada prinsipnya pengeringan merupakan suatu proses pemindahan panas dan

perpindahan massa uap air secara simultan. Panas sensibel diperlukan untuk menaikkan

temperature material yang dikeringkan, sedangkan panas laten diperlukan untuk

menguapkan kandungan air yang terdapat pada material. Uap air dipindahkan dari

permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.

Gambar 2.4 T-V diagram (sumber : Yunus, A. Cengel. 1997) Pemanasan

T

Perubahan fase

Pembuangan uap

(27)

13

Secara singkat proses yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Proses Pemanasan, pada tahap ini terjadi kenaikan temperature substansi yang dipanaskan sebagai akibat adanya penambahan energy kalor dari luar.

Sekalipun sebenarnya terjadi proses penambahan volume, namun perubahan

volume yang terjadi sangat kecil maka dianggap bahwa kondisi volume

konstan. Adapun energy yang ditambahkan pada proses ini adalah berupa

sensibel heat.

2. Proses perubahan fase, sekalipun pada tahapan ini memerlukan banyak energy (latent heat), namun seluruh energy yang diterima oleh substansi tidak menimbulkan perubahan temperature karena dimanfaatkan untuk

terjadinya proses penguapan cairan yang terkandung dalam substansi yang

dipanaskan (perubahan fase dari cair menjadi uap air).

3. Proses pembuangan uap bersamaan dengan udara buang, pada tahap ini uap air dibuang keluar ruangan pengering bersamaan dengan aliran udara

buang.

Pada dasarnya rangkaian proses yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses sebagai berikut:

• Proses perpindahan massa.

• Proses perpindahan panas.

2.3.2 Perpindahan Massa

Proses pengeringan utamanya ditentukan dari besarnya perpindahan massa dari

material yang dikeringkan ke fluida pengering, adapun proses perpindahan massa ini

tergantung dari beberapa faktor antara lain:

(28)

14

Perpindahan massa yang berhubungan dengan proses pengeringan

adalah secara konveksi.

b) Perbedaan konsentrasi air (ΔCA) antara fluida pengering dan material

yang dikeringkan.

Perpindahan massa pada material dapat terjadi secara difusi, yaitu proses

perpindahan massa dari bagian dalam material ke bagian permukaan material dan

dilanjutkan dengan perpindahan massa secara konveksi, yaitu proses perpindahan massa

dari material ke fluida pengering (udara) yang mengalir. Sehingga perpindahan massa

secara konveksi dirumuskan sebagai berikut:

Na = hm.A. (CAS - CA∞) (kmol/s)...(2.1)

Dimana:

hm =koefisien perpindahan massa konveksi (m/s)

A = luas penampang material (luas permukaan perpindahan massa) (m2).

CAS =Konsentrasi molar air (uap air) di permukaan material (kmol/m3).

CA∞ =Konsentrasi molar uap air di udara pengering (kmol/m3)

Laju pengeringan tergantung pada besarnya laju perpindahan massa konveksi dari

permukaan material menuju udara pengering. Laju perpindahan massa konveksi

tergantung pada koefisien perpindahan massa konveksi (hm), dimana besar kecilnya hm

tergantung pada temperature rata – rata udara pengering dan kecepatan aliran fluida

(udara) pengering. Makin besar kecepatan dan semakin tinggi temperatur udara

(29)

15

2.4 Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah proses perpindahan energi yang terjadi karena adanya

perbedaan temperatur di antara material, dimana energi yang berpindah tersebut

dinamakan kalor atau panas (heat). Panas akan berpindah dari medium yang bertemperatur lebih tinggi ke medium yang temperaturnya lebih rendah. Perpindahan

panas ini berlangsung terus sampai ada kesetimbangan temperatur diantara kedua

medium tersebut. Perpindahan panas dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu

perpindahan panas secara konveksi, konduksi, dan radiasi.

2.4.1 Perpindahan Panas konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat adanya

perbedaan temperatur dari suatu permukaan media padat menuju fluida yang mengalir

(bergerak) atau sebaliknya. Suatu fluida memiliki temperatur, T, yang bergerak dengan

kecepatan, u, di atas permukaan media padat (Gambar 2.5). Temperatur media padat

lebih tinggi dari temperatur fluida, maka akan terjadi perpindahan panas konveksi dari

media padat ke fluida yang mengalir.

Gambar 2.5 Perpindahan panas konveksi dari permukaan media padat ke fluida yang mengalir

Sumber: (Incropera dan DeWitt, 3rd ed.)

Laju perpindahan panas konveksi adalah merupakan Hukum Newton tentang

pendinginan (Newton’s Law of Cooling) yaitu:

(30)

16

dimana:

qkonv = Laju perpindahan panas konveksi (W)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi ( W/m2.K) As = Luas permukaan perpindahan panas (m2)

Ts = Temperatur permukaan (K) T = Temperatur fluida (K)

Menurut aliran fluidanya, perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan

menjadi:

a. Konveksi paksa (forced convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh gaya luar, seperti : blower, pompa, atau kipas angin.

b. Konveksi alamiah (natural convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh efek gaya apungnya (buoyancy forced effect). Pada fluida, temperatur berbanding terbalik/berlawanan dengan massa jenis (density). Dimana, makin tinggi temperatur fluida maka makin rendah massa jenis fluida

tersebut, sebaliknya makin rendah temperatur maka makin tinggi massa

jenisnya. Fluida dengan temperatur lebih tinggi akan menjadi lebih ringan

karena massa jenisnya mengecil maka akan naik mengapung di atas fluida

yang lebih berat.

2.4.2 Perpindahan Panas Konduksi

Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat adanya

perbedaan temperatur antara permukaan yang satu dengan permukaan yang lain pada

suatu media padat atau pada media fluida yang diam.

Konsep yang ada pada konduksi adalah merupakan aktivitas atomik dan

molekuler. Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah perpindahan energi

dari partikel yang lebih energetik (molekul lebih berenergi/bertemperatur tinggi) menuju

partikel yang kurang energetik (molekul kurang berenergi/ bertemperatur lebih rendah),

(31)

17

Untuk kondisi perpindahan panas keadaan steady melalui dinding datar satu dimensi seperti ditunjukan pada gambar 2.4.

Gambar 2.6 Perpindahan panas konduksi pada dinding datar

Sumber : (Incropera, Frank P and DeWitt, David P., 1996)

Persamaan laju konduksi dikenal dengan Hukum Fourier tentang Konduksi

(Fourier Low of Heat Conduction), yang persamaan matematikanya sebagai berikut:

qkond =

dx dT kA

 ... (2.3)

dimana:

qkond = Laju perpindahan panas konduksi (W) k = Konduktivitas thermal bahan (W/m.K)

A = Luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m)

dx dT

= Gradien temperatur pada penampang tersebut (K/m)

Tanda negatif (-) diselipkan agar memenuhi Hukum Kedua Termodinamika, yaitu

bahwa panas mengalir dari media yang bertemperatur lebih tinggi menuju media yang

(32)

18

2.4.3 Perpindahan Panas Radiasi

Proses perpindahan panas secara radiasi adalah suatu proses perpindahan

energy panas yang terjadi dari benda yang bertemperatur tinggi menuju benda dengan

temperatur lebih rendah dengan tanpa melalui suatu medium perantara. (Kreith 1986).

Pada proses perpindahan energy panas secara radiasi ini semua permukaan pada

temperature tertentu mengemisikan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik,

proses perpindahan panas secara radiasi dapat pula terjadi pada dua media yang dibatasi

oleh media yang bersuhu lebih dingin daripada keduanya (Cengel 1997).Sehingga dapat

disimpulkan bahwa perpindahan panas secara radiasi adalah mekanisme perpindahan

panas yang terjadi melalui gelombang elektromagnetic yang terjadi pada suatu

permukaan dengan emisivitas antara nol dan satu.

Laju perpindahan panas radiasi atau panas yang diemisika oleh permukaan suatu

benda riil (nyata) adalah :

q RADIASI = ε σ Ts4 A...(2.4)

Dimana:

q RADIASI = laju perpindahan panas secara radiasi (Watt)

ε = emisivitas permukaan benda.

σ = konstanta Stevan – Boltzmann (5,67 . 10-8) (W/ )

Ts =Temperatur permukaan benda, selalu dalamabsolut (K)

A = Luas permukaan perpindahan panas radiasi (m2)

Tsur = Temperatur surrounding (K)

Laju perpindahan panas radiasi netto antara permukaan benda yang bertemperatur

lebih tinggi menuju permukaan media yang bertemperatur lebih rendah atau sebaliknya

(33)

19

q RAD. NETTO = ε A σ (Ts4- Tsur4) jika Tsur <Ts...(2.5)

q RAD. NETTO = ε A σ (Tsur4- Ts4) jika Tsur >Ts...(2.6)

2.5 Udara Pengering

Fluida merupakan suatu zat yang dapat mengalami perubahan bentuk secara terus

menerus bila terkena gaya geserwalaupun gaya geser yang diterimanya tersebut sangat

kecil. Fluida yang dimaksud bisa berupa udara, gas dan zat cair.

2.5.1 Aliran Udara Pengeringan

Pada proses pengering ini menggunakan proses aliran alami (Natural Flow) yaitu menggunakan cerobong sebagai pengalir udara, sehingga laju aliran massa (mass flow rate) udara dipengaruhi oleh efek gaya apung. (Bouyancy Force Effect). Dengan laju aliran massa udara yang alami memungkinkan udara pengering mencapai temperatur

yang lebih tinggi, sehingga udara pengering dapat mengeringkan dengan lebih efisien.

Fungsi aliran udara pengering adalah:

- Sebagai perantara gelombang panas melintasi permukaan luarmaterial,

sehingga yang terkandung pada material terevaporasi.

- Membawa uap air yang terevaporasi dari permukaan materialmenuju

cerobong pembuangan udara bercampur uap.

2.5.2 Stack Effect

Stack efek adalah pergerakan udara ke dan dari cerobong asap, tumpukan gas

buang, dan didorong oleh kemampuan mengapung. Apung terjadi karena perbedaan

tekanan antara dalam ruangan dorongan kerapatan udara bebas yang disebabkan oleh

perbedaan suhu dan kelembapan. Hasilnya adalah positif atau negatif (gaya apung).

(34)

20

apung, dan dengan demikian efek tumpukan yang disebut sebagai “efek cerobong asap”

akan membantu mendorong ventilasi alami dan infiltrasi.

2.5.3 Kelembaban Udara (Air Humidity)

Material memiliki kemampuan untuk menyerap dan melepaskan kandungan air.

Oleh karena itu penting untuk dapat mengetahui tingkat kelembaban udara sekitarnya.

Adapun macam – macam kelembaban udara, adalah sebagai berikut:

a) Kelembaban Udara Absolut (Absolute Humidity, ω)

Kelembaban udara absolut adalah nilai jumlah kandungan uap air dalam

satu kilogram udara (gr/Kg). Namun nilai kelembaban udara absolut ini

sangat dipengaruhi oleh panas termal udara, namun demikian nilainya

tidak mengalami perubahan saat mengalami pemanasan ataupun

pendinginan. Pada temperatur tinggi, udara cenderung menghisap

kelembaban (uap air)

b) Kelembaban Udara Relatif (Relative Humidity, Ф)Adalah jumlah persentase kandungan uap air yang dihitung atas dasar udara

berkandungan maksimum (udara jenuh). Kelembaban relatif pada udara

jenuh harus selalu 100%. Kelembaban udara relatif akan menurun bila

udara dipanaskan dan meningkat bila udara didinginkan. Dengan catatan

bahwa jumlah kandungan air yang ada pada udara tidak mengalami

perubahan.

2.6 Sistem Pengeringan Buatan

(35)

21

yang mengalir baik proses aliran paksa maupun alami, bila udara dalam ruangan terlalu

lembab udara tersebut dapat dibuang melalui saluran pembuangan (damper) untuk kemudian digantikan dengan udara baru yang tidak terlalu lembab.

Sifat pengering buatan dibuat untuk mendapatkan beberapa nilai positif yang

tidak dapat dicapai oleh sistem pegeringan secara, alami, misalnya:

1.Proses pengeringan tidak sepenuhnya bergantung pada panas matahari atau

kondisi musim.

2.Dengan singkatnya proses pengeringan, kapasitas pengeringan dapat

ditingkatkan.

3.Proses pengeringan dapat terjadi secara kontinyu dan dapat dilakukan

sewaktu – waktu sesuai keinginan.

4.Bahan yang dikeringkan akan lebih aman dari gangguan luar yang dapat

merusak bahan atau produk, seperti : debu, hewan, gangguan cuaca dan lain –

lain.

5. Penggunaan filter udara pada saluran udara masuk memungkinkan bahwa

udara pengeringan benar – benar bersih dari kotaran, debu dan lainnya.

2.7 Nilai Kalor

Nilai kalor adalah suatu angka yang menyatakan jumlah panas/kalori yang

dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah bahan bakar tertentu dengan udara/oksigen

menurut Yelina,dkk (2000).

Nilai kalor dapat dicari dengan menggunakan alat bomb calorimeteruntuk mengetahui selisih perubahan temperature dalam proses pembakaran dan data tersebut

(36)

22

... (2.7)

HHV =

LHV =

Dimana :

HHV = Nilai kalor atas bahan bakar (kal/gr)

C = Nilai kalor standarisasi dari natrium benzoid acid(kal/˚C)

= (T2-T1) selisih antara temperatur akhir dengan temperatur awal (˚C)

LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (kal/gr)

X = Massa H2O yang terbentuk selama proses pembakaran (gr

H2O/gr bb)

LH = Panas latent penguapan H2O (kal/gr H2O)

2.8Kesetimbangan Energi

Kesetimbangan energi yang terjadi pada sistem pengering (alat pengering dan

(37)

23

Gambar 2.7 Sistem Alat Pengering

Keterangan:

ṁabu = laju massa abu (kg/s)

ṁa = laju massa udara (kg/s)

ṁfg = laju massa gas buang (kg/s)

Ėbb = laju energi bahan bakar (kJ/s)

ĖLa = laju energi losses pada abu (kJ/s)

ĖLc = laju energi losses pada cerobong (kJ/s)

= Laju panas losses pada transmisi dinding kompor (kJ/s)

=Laju panas losses pada transmisi dinding pengering (kJ/s)

LTS = laju panas losses pada transmisi saluran penghubung kompor dengan

(38)

24

Kesetimbangan energi pada sistem pengering:

= + ...(2.10) Dimana:

= Laju energi masuk sistem pengering (kJ/s)

= Laju energi tersimpan dalam sistem (kJ/s)

= Laju energi keluar sistem (kJ/s)

Asumsi : = 0, karena sistem steady state

Maka persamaan diatas:

= ...(2.11)

= + ...(2.12)

= ̇ ̇ ̇ ...(2.13)

Maka:

= + ...(2.14)

Laju energi losses pada cerobong:

= ( + ) Cp. Tc...(2.15)

Laju energi losses pada abu:

= x LHV...(2.16)

Dimana:

=

Laju energi losses pada cerobong (kJ/s)

=

Laju energi losses pada abu (kJ/s)

=

Laju massa abu (Kg/s)

=

Laju masssa fluegas (Kg/s)

=

Laju massa air pada ata yang terbuang/menguap (Kg/s)

(39)

25

=

Temperatur cerobong (˚C)

=

Temperatur abu (˚C)

Laju panas losses transmisi dinding kompor dapat dihitung dengan rumus:

ĖLTK =

=

Laju panas losses transmisi dinding saluran penghubung kompor dengan alat pengtering:

ĖLTS =

=

Laju panas losses transmisi dinding pengering:

ĖLTS =

LB = ketebalan material glasswool (m)

LA = ketebalan material plat besi (m)

KB = konduktivitas thermal material glasswool ( ⁄

)

KA = konduktivitas thermal material plat besi ( ⁄

)

A = luas penampang (m2)

Tsi = temperatur dinding bagian dalam sistem (K)

Tso = temperatur dinding bagian luar sistem (K)

(40)

26

R2 = tahanan thermal pada glasswool (k/w)

2.9Laju Massa Bahan Bakar

Laju massa bahan bakar dapat dihitung menggunakan rumus :

̇bb = ...(2.17)

Dimana:

̇ = Laju massa bahan bakar (kg/s)

mawal = Massa awal bahan bakar (kg)

msisa = Massa sisa bahan bakar (kg)

t = Waktu Pengeringan (s)

2.11 Performansi Pengeringan

Performansi pengeringan dengan memanfaatkan energi panas dari kompor

biomassa meliputi parameter berikut ini :

a. Energi panas berguna (Ė ) adalah jumlahenergi panas yang digunakan

untuk menguapkan masa uap air pada material yang akan dikeringkan

persatuan waktu, dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

Ė = Ė = ̇ (W) ...(2.18)

Dimana:

Ė = Laju energi panas berguna (kJ/s)

Ė = Laju energi penguapan (kJ/s)

̇ = Laju massa air pada ata yang menguap (kg/s)

= (didapat dari tabel saturated water yang dimana diasumsikan suhu

(41)

27

b. Sumber energi dari bahan bakar yang memasuki ruang pengering secara

matematis ditulis dalam persamaan sebagai berikut ini:

Ė = ̇bb . LHV (W) ...(2.19)

Dimana:

Ė = Lajuenergi bahan bakar (kJ/s)

Gambar

Gambar 1.1 : contoh jenis kerajinan ata yang dihasilkan
Gambar 2.1 merupakan contoh produk yang dihasilkan dari anyaman ata.
Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi Kerajinan Ata
Table 2.1  Ultimate analysis of  Biomass (Raveendran et. al. )(Sumber :Raveendran dkk
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa smartphone merek Huawei, Lenovo, Oppo, dan Xiaomi memiliki keunikan yang berarti meskipun mereka mempunyai competitive

Berdasarkan workshop tersebut, ditetapkan bahwa visi dari Drug-Free ASEAN 2015 adalah untuk mengontrol narkotika dan obat-obatan terlarang dan mengurangi konsekuensi negatif

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu internalisasi nilai-nilai etika bisnis Islam pada pegawai Bank muamalat Indonesia kantor operasional Jombang sudah sesuai dengan

huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

Pada soal nomor 5 dengan kompetensi menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan pertidak- samaan linear satu variabel, pengetahuan

memperoleh penilaian pada rentang &#34;baik&#34; untuk aspek petunjuk dan &#34;sangat baik&#34; untuk aspek kelayakan.. Artinya, Modul Praktikum Larutan layak

Beberapa ciri penting dari suatu mikroorganisme indikator adalah terdapat dalam air tercemar, mempunyai kemampuan bertahan hidup yang lebih lama dan pada mikroorganisme