• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dongeng Orong Agu Kode masyarakat Manggarai Barat : transkripsi, kajian struktur morfologi, makna, dan fungsi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dongeng Orong Agu Kode masyarakat Manggarai Barat : transkripsi, kajian struktur morfologi, makna, dan fungsi."

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

xiv

ABSTRAK

Sahu, Metildis Ruth sahu. 2014, “Dongeng Orong Agu Kode Masyarakat Manggarai Barat: Transkripsi, Kajian Struktur Morfologi, Makna, dan Fungsi”. Skripsi strata 1 (S1). Program Study Sastra Indonesia, Jurusan Sasstra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Tugas akhir ini membahas transkripsi dan perbandingan dongeng Orong Agu Kode, kajian struktur morfologi Vladimir Propp, makna dan fungsi bagi masyarakat Manggarai Barat. Studi ini memiliki tiga tujuan, yakni (1) menerbitkan, mendokumentasikan, dan menganalisis perbandingan teks dongeng

Orong Agu Kode, (2) menganalisis struktur morfologi dan mengidentifikasi pelaku dongeng Orong Agu Kode, dan (3) menjelaskan makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode bagi masyarakat Manggarai Barat.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini sebagai landasan referensi adalah transkripsi dan perbandingan teks, struktur morfologi dalam perspektif Vladimir Propp, identifikasi pelaku, makna dan fungsi. Metode penelitian ini mencakup, (1) teknik pengmpulan data, yaitu wawancara, perekaman, dan pencatatan, (2) teknik analisis data, dan (3) metode penyajian data.

Hasil penelitian ini menunjukan beberapa hal berikut. (1) ada empat varian dongeng Orong Agu Kode, dilakukan perbandingan teks. Perbandingan teks yang dilakukan ialah perbandingan struktur dan perbandingan naskah. (2) Terdapat 9 fungsi pelaku dongeng Orong Agu Kode dari 31 fungsi pelaku menurut teori Vladimir Propp. Selain itu, terdapat 4 jenis pelaku dongeng Orong Agu Kode dari 7 jenis identifikasi pelaku. (3) Ada empat makna yang terkandung dalam dongeng

(2)

xv

ABSTRACK

Sahu, Metildis Ruth. 2014, “Orong Agu Kode Folktale of West Manggarai: Transcription, Morphology Structure, Meaning, and Function”. Undergraduate Thesis. Study Program of Indonesian Literary, Sanata Dharma University

The thesis is intended to discuss about the transcription and comparison of Orong Agu Kode, the examination of Vladimir Propp morphology structure, the meaning and function for society of West Manggarai. Orong Agu Kode folktale is a famous folktale from West Manggarai. This study has three purposes, they are (1) to publish, document, and analyze the comparison of Orong Agu Kode text, (2) to analyze the morphology structure and identify the characters of Orong Agu Kode tale, and (3) to explain the meaning and function of Orong Agu Kode tale for society of West Manggarai.

The theoritical review used in this study is the test transcription and comparison, the morphology structure in Vladimir Propp’s perspective, characters identification, meaning, and function. The methodology this study include (1) data gathering, those are interview, recording, and note taking, (2) data analysis method, and (2) data presentation method.

The result shows some points, they are (1) there are four variants of

(3)

i

DONGENG ORONG AGU KODE MASYARAKAT

MANGGARAI BARAT: TRANSKRIPSI, KAJIAN

STRUKTUR MORFOLOGI, MAKNA, DAN FUNGSI

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Strata (S-1) Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Metildis Ruth Sahu 104114001

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan kasihnya dan mengabulkan doa penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Penulis pun menyadari bahwa tugas akhir ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis ingin mengucapkan limpah terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesainya tugas akhir ini.

1. Bapak Dr. Yoseph Yapi Taum, M. Hum. yang berkenan menjadi pembimbing

I penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Dengan penuh kesabaran dan selalu memberi motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Drs. B. Rahmanto, M. Hum. yang berkenan menjadi pembimbing II penulis. Beliau selalu membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bpk. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum. sebagai dosen pendamping akademik. Beliau selalu mendukung dan memotivasi penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir.

4. Para dosen Program Studi Sastra Indonesia USD: Bpk. Drs. Hery Antono, M.

(9)

vii

Bapak/Ibu pengampu mata kuliah di Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, serta staf Sekretariat yang telah memberi

pelayanan dengan baik.

5. Bapak Alosius Sahu dan Ibu Bernadetha Liun, orang tuaku yang selalu

mendukung dan mendoakan penulis setiap saat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Bapak Alo yang telah membantu penulis mencari narasumber untuk diwawancarai. Ibu Bernadetha yang selalu

memberikan nasehat kepada penulis agar tidak melalaikan tugas yang paling penting. Bangga memiliki orang tua seperti kalian.

6. Saudara/saudari saya, Gregorius Adirahmat Sahu, Maria Albertasari Sahu, Yohanes Eros Sahu. Kak Egi dan adik Jony, walaupun hujan selalu bersedia mengantar dan menemani penulis menemui narasumber-narasumber untuk

diwawancarai. Kak Egi dan adik Beti yang selalu mendorong dan memberi perhatian kepada penulis agar menyelesaikan tugas akhir. Saya menyayangi

kalian.

7. Sahabat-sahabat saya tercinta di Eror Family, mami Diana, Ria Ongabelle,

Ani Budjen, Indy Magong, Ina Menong, Rheinya Dosinaen, Monica. Mereka selalu menjadi teman curhat penulis ketika penulis mendapat kesulitan dalam mengerjakan tugas akhir. Mereka juga selalu memberi semangat kepada

penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

8. Bpk. Adrianus Hamut, Bpk, Ngampu Mikael, Bpk. Teodorus Matung, Bpk.

(10)
(11)

ix

Kalau kau ingin meraih keserjanaan, kau tidak boleh bersandar pada pujian orang untuk mendukungmu atau memanjakanmu. Kau harus melakukannya demi kemajuanmu sendiri.

(Ginko, 2013:316)

MOTTO

(12)

x

Skripsi ini saya persembahkan kepada,

Tuhan Yang Maha Esa,

(13)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

KATA PENGANTAR... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

DAFTAR ISI... xi

ABSTRAK... xiv

ABSTRACT... xv

DAFTAR ISTILAH... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian... 6

1.4.1 Manfaat Teoritis... 6

1.4.2 Manfaat Praktis... 7

1.5 Tinjauan Pustaka... 7

1.6 Landasan Teori... 10

(14)

xii

1.6.2 Transkripsi dan Perbandingan Teks... 11

1.6.3 Struktur Morfologi Vladimir Propp... 12

1.6.4 Identifikasi Pelaku... 18

1.6.5 Makna dan Fungsi... 19

1.6.5.1Makna... 19

1.6.5.2Fungsi... 19

1.7 Metode Penelitian... 20

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 20

1.7.1.1Wawancara... 20

1.7.1.2Perekaman dan Pencatatan... 21

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data... 21

1.7.3 Metode Penyajian Data... 22

1.8 Sistematika Penyajian... 22

BAB II DONGENG ORONG AGU KODE DALAM KONTEKS SEJARAH DAN BUDAYA MASYARAKAT MANGGARAI BARAT 2.1 Pengantar... 29

2.2 Latar Belakang Historis dan Demografis... 29

2.2.1Letak Geografis... 29

2.2.2 Bahasa dan Budaya Kabupaten Manggarai Barat... 30

2.2.3 Ekonomi MasyarakatManggarai Barat... 31

2.2.3.1 Pertanian... 31

2.2.3.2 Perkebunan... 32

2.2.3.3 Kehutanan... 34

2.2.3.4 Perikanan... 35

2.2.3.5 Peternakan... 36

2.2.3.6 Pertambangan... 37

2.3 Sejarah Singkat Kabupaten Manggarai Barat... 39

2.4 Agama... 43

2.5 Kesenian Manggarai Barat... 43

2.5.1 Seni Tenun, Seni Suara, Seni Musik... 43

2.5.2 Pola Perkampungan dan Rumah Adat... 44

2.5.3 Kerajinan Tangan... 45

2.6 Rangkuman... 45

BAB III TRANSKRIPSI DAN PERBANDINGAN TEKS DONGENG ORONG AGU KODE 3.1 Pengantar... 47

(15)

xiii

3.3 Analisis dan Perbandingan Teks... 68

3.3.1Perbandingan Struktur Dongeng Orong Agu Kode... 69

3.3.2 Perbandingan Naskah Dongeng Orong Agu Kode... 77

3.3.2.1 Teks A... 77

3.3.2.2 Teks B... 79

3.3.2.3 Teks C... 80

3.3.2.4 Teks D... 82

3.4 Hasil Analisis... 84

3.5 Rangkuman... 86

BAB IV STRUKTUR MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI PELAKU DONGENG ORONG AGU KODE 4.1 Pengantar... 87

4.2 Analisis Morfologi Dongeng Orong Agu Kode... 88

4.2.1 Dongeng Orong Agu Kode... 89

4.2.2 Analisis Fungsi Pelaku dongeng Orong Agu Kode... 94

4.3 Identifikasi Pelaku Dongeng Orong Agu Kode... 97

4.4 Rangkuman... 98

BAB V MAKNA DAN FUNGSI DONGENG ORONG AGU KODE BAGI MASYARAKAT MANGGARAI BARAT 5.1 Pengantar... 100

5.2 Makna Dongeng Orong Agu Kode... 100

5.2.1 Makna Sindiran... 101

5.2.2 Makna Pendidikan... 104

5.2.3 Makna Religius... 105

5.2.4 Makna Moral... 106

5.3 Fungsi Dongeng Orong Agu Kode... 107

5.3.1 Fungsi Pendidik... 108

5.3.2 Fungsi Hiburan... 110

5.3.3 Fungsi Kepercayaan... 111

5.4 Rangkuman... 113

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan... ... 115

6.2 Saran... 118

DAFTAR PUSTAKA... 119

(16)

xiv

ABSTRAK

Sahu, Metildis Ruth sahu. 2014, “Dongeng Orong Agu Kode Masyarakat Manggarai Barat: Transkripsi, Kajian Struktur Morfologi, Makna, dan Fungsi”. Skripsi strata 1 (S1). Program Study Sastra Indonesia, Jurusan Sasstra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Tugas akhir ini membahas transkripsi dan perbandingan dongeng Orong Agu Kode, kajian struktur morfologi Vladimir Propp, makna dan fungsi bagi masyarakat Manggarai Barat. Studi ini memiliki tiga tujuan, yakni (1) menerbitkan, mendokumentasikan, dan menganalisis perbandingan teks dongeng

Orong Agu Kode, (2) menganalisis struktur morfologi dan mengidentifikasi pelaku dongeng Orong Agu Kode, dan (3) menjelaskan makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode bagi masyarakat Manggarai Barat.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini sebagai landasan referensi adalah transkripsi dan perbandingan teks, struktur morfologi dalam perspektif Vladimir Propp, identifikasi pelaku, makna dan fungsi. Metode penelitian ini mencakup, (1) teknik pengmpulan data, yaitu wawancara, perekaman, dan pencatatan, (2) teknik analisis data, dan (3) metode penyajian data.

Hasil penelitian ini menunjukan beberapa hal berikut. (1) ada empat varian dongeng Orong Agu Kode, dilakukan perbandingan teks. Perbandingan teks yang dilakukan ialah perbandingan struktur dan perbandingan naskah. (2) Terdapat 9 fungsi pelaku dongeng Orong Agu Kode dari 31 fungsi pelaku menurut teori Vladimir Propp. Selain itu, terdapat 4 jenis pelaku dongeng Orong Agu Kode dari 7 jenis identifikasi pelaku. (3) Ada empat makna yang terkandung dalam dongeng

(17)

xv

ABSTRACK

Sahu, Metildis Ruth. 2014, “Orong Agu Kode Folktale of West Manggarai: Transcription, Morphology Structure, Meaning, and Function”. Undergraduate Thesis. Study Program of Indonesian Literary, Sanata Dharma University

The thesis is intended to discuss about the transcription and comparison of Orong Agu Kode, the examination of Vladimir Propp morphology structure, the meaning and function for society of West Manggarai. Orong Agu Kode folktale is a famous folktale from West Manggarai. This study has three purposes, they are (1) to publish, document, and analyze the comparison of Orong Agu Kode text, (2) to analyze the morphology structure and identify the characters of Orong Agu Kode tale, and (3) to explain the meaning and function of Orong Agu Kode tale for society of West Manggarai.

The theoritical review used in this study is the test transcription and comparison, the morphology structure in Vladimir Propp’s perspective, characters identification, meaning, and function. The methodology this study include (1) data gathering, those are interview, recording, and note taking, (2) data analysis method, and (2) data presentation method.

The result shows some points, they are (1) there are four variants of

(18)

xvi

DAFTAR ISTILAH

Fungsi : dalam studi ini yang dimaksud dalam fungsi adalah arti ekstrinsik

Folk believe:

Makna : dalam studi ini yang dimaksud dalam makna adalah arti intrinsik

Strukutur Morfologi: teori Vladimir Propp yang perhatian utamanya ditujukan pada penggunaan fungsi pelaku menurut urutan dan peranan dalam cerita.

Orong Agu Kode: Burung Bangau dan Monyet

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Judul penelitian ini adalah “Dongeng Orong Agu Kode Masyarakat Manggarai Barat: Kajian Sturuktur, Transkripsi, Makna, dan Fungsi”. Dongeng

adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng dapat

berupa, dongeng binatang, dongeng biasa, dongeng berumus, serta lelucon dan anekdot (Bascom, 1965:3-20 dalam James Danandjaja, 1984:50).

Dongeng Orong Agu Kode (OAK) merupakan cerita dari daerah Manggarai Barat (Mabar), tepatnya masyarakat suku Kempo. Orong Agu Kode

adalah bahasa Manggarai yang terdiri dari tiga kata, yaitu Orongartinya „Burung

Bangau‟, Agu artinya „dan‟, dan Kode artinya „Kera atau monyet‟. Jadi, Orong

Agu Kode artinya „Burung Bangau dan Kera‟. Di dalam cerita dongeng ini, monyet menjadi tokoh yang egois dan licik. Masyarakat Manggarai Barat

menganggap monyet adalah binatang yang memiliki sifat sombong, licik, dan pengikar janji. Selain dongeng ini, ada beberapa dongeng tentang monyet yang

licik. Salah satunya adalah Kula Agu Kode. Masyarakat Mabar melukiskan sifat monyet sebagai binatang yang licik dan sombong, yang akhirnya mendapat ganjaran atau hukuman terhadap semua perbuatannya.

(20)

Agu Kode. Ada beberapa cerita rakyat yang dulunya cukup dikenal di kalangan masyarakat Mabar, seperti Asal Usul Terjadinya Danau Sanonggoang, Empo

Mberong, Empo Mberong dan tujuh Gadis, Siput dan Rusa, dan masih banyak lagi. Akan sangat bagus bila sastra lisan yang ada di Mabar didokumentasikan dan

diteliti agar tetap terjaga keberadaanya di tengah masyarakat. Saat ini, cerita rakyat di Mabar sudah jarang sekali ditemukan terutama di daerah perkotaan, tetapi di daerah pedesaan masih ditemukan cerita-cerita rakyat yang diceritakan

kepada anak-anak. Hal itu dikarenakan, di kota anak-anak sudah mengikuti perkembangan zaman yang serba instan.

Manggarai Barat merupakan wilayah Flores, Nusa Tenggara Timur. Manggarai Barat beribukota Labuan Bajo. Masyarakat Manggarai Barat merupakan bagian dari masyarakat Manggarai. Pada zaman reformasi, Manggarai

mengalami perubahan dengan melakukan pemekaran wilayah menjadi Manggarai

dan Manggarai Barat. Perubahan ini terjadi pada tahun 2003. Pemekaran wilayah

ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga secara

historis antara masyarakat Manggarai dan Manggarai Barat tidak dapat dipisahkan

diantara keduanya (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada tanggal 16 April

2014).

Penulis akan mengkaji struktur morfologis dongeng Orong Agu Kode. Menurut Propp ada 31 buah fungsi di dalam cerita lisan yang kemudian digolongkan ke dalam empat “lingkaran”, yaitu Lingkaran Pertama: Pengenalan,

Lingkaran Kedua: Isi cerita, Lingkaran Ketiga: Rangkaian Donor, Lingkaran

(21)

yang menurut Propp berjumlah 7 jenis, yaitu the villain, the donor, the magical helper, the princess and her father, the dispatcher, the hero, the false hero

(Taum, 2011:126-132). Sebelum dongeng OAK dikaji dengan struktur morfologis, dongeng OAK akan ditranskripsikan. Transkripsi adalah pengubahan

dari bentuk wacana lisan menjadi bentuk tertulis (Taum, 2011:243). Penelitian ini juga akan menjelaskan makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode bagi

masyarakat Manggarai Barat.

Cerita rakyat adalah bentuk penuturan cerita yang pada dasarnya tersebar secara lisan, diwariskan secara turun-temurun di kalangan masyarakat

pendukungnya secara tradisional (Supanto dkk, 1981:48). Setiap jenis cerita yang hidup di kalangan masyarakat, yang ditularkan dari mulut ke mulut adalah cerita rakyat. Cerita rakyat meliputi mite, legenda, dan dongeng. Objek formal

penelitian ini ada dua, yakni morfologi cerita rakyat dan fungsi dan makna cerita rakyat dalam masyarakat.

Teeuw (dalam buku Sastra dan Ilmu Sastra) mengatakan bahwa di Indonesia pengumpulan bahan cerita rakyat telah mulai cukup awal, khususnya berkat kegiatan para penerjemah Kitab Injil yang sejak awal abad ke-19 mulai

diutus ke Hindia Belanda oleh Lembaga Alkitab Belanda (Nederlandsch Bijbelgenootschap), dengan tugas utama untuk menerjemahkan Kitab Injil dalam

(22)

Menurut Stith Thompson, ciri khusus cerita rakyat terletak pada sifatnya yang tradisional. Cerita rakyat ditularkan dari seseorang kepada orang lain secara

berturut-turut, tanpa penekanan tuntutan akan sumber aslinya. Karena cerita rakyat pada dasarnya tersimpan di dalam ingatan manusia, atau dalam tradisi lisan

maka cerita rakyat itu tidak pernah memliki bentuk yang tetap, melainkan hanya cendrung mengarah ke pola yang bersifat rata-rata saja (Supanto dkk, 1981:48).

Sampai saat ini belum ada naskah tertulis dongeng Orong Agu Kode. Itu

disebabkan karena belum pernah ada peneliti yang tertarik menerbitkan teksnya. Masyarakat Manggarai Barat masih menggunakan bahasa lisan untuk

menceritakan dongeng ini. Karena itu, untuk mendapatkan naskah tersebut, peneliti menggunakan metode observasi, wawancara, dan perekaman untuk menganalisis teks-teks tersebut dengan mewawancarai narasumber terpercaya.

Setelah mewawancarai narasumber-narasumber diperoleh berbagai varian dongeng Orong Agu Kode. Wiryamartana mengatakan, studi-studi yang

berorientasi pada resepsi teks menggariskan bahwa varian-varian teks patut dihargai secara lebih positif dan ditimbang relevansinya dalam rangka

penyambutan sastra (Taum, 2011:272-273).

Dalam Taum (2011:65-66), dongeng termasuk tradisi verbal. Tradisi verbal mencakup lima kategori, yakni (1) ungkapan tradisional (termasuk

pepatah, peribahasa, dan wasita adi, dan lain sebagainya); (2) nyanyian rakyat; (3) bahasa rakyat (misalnya dialek, julukan, sindiran, gelar-gelar, bahasa sandi, dan

(23)

(1984:83), dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang

melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran.

Dongeng adalah sejenis sastra lisan yang menceritakan hal-hal atau

peristiwa-peristiwa yang kadang-kadang tidak dapat diterima pikiran yang logis. Sastra lisan adalah sebuah bentuk sastra yang dituturkan secara lisan (Taum, 2011:20). Menurut Guntur Tarigan dalam Eddy Setia, dkk (1990:1-2) sastra lisan

adalah bagian dari folklor. Folklor mencakupi baik sastra lisan maupun bukan sastra lisan. Akan tetapi, biasanya sastra lisan hanya berarti folklor yang lisan saja

dan tidak mencakup permainan-permainan dan tari-tarian rakyat. Walaupun sastra lisan secara luas dapat mencakup aneka ragam bentuk, seperti teka-teki, pepatah, sumpah serapah, guna-guna sampai hal-hal yang sukar diucapkan dan permainan

kata-kata.

Sastra lisan memiliki fungsi yang penting bagi kelompok masyarakat.

Pertama, sastra lisan sebagai folklor berfungsi untuk membangun dan mengikat rasa persatuan kelompok, di mana sastra lisan menjadi identitas kelompok.

Kedua, sastra lisan menyimpan kearifan lokal (local wisdom) dan kecendikian tradisional (tradisional scholarly), pesan-pesan moral, dan nilai sosial dan budaya. Semua itu tumbuh, berkembang, dan diwariskan dalam masyarakat sastra itu

secara lisan (Amir, 2013:21).

Dongeng termasuk salah satu jenis folklor, yaitu folklor lisan. Folklor

(24)

berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1984:2). Menurut Kamus

Istilah Sastra (2007), folklor merupakan semua tradisi rakyat, seperti kepercayaan, warisan kebudayaan, dan adat-istiadat yang tradisional; biasanya hanya mencakup

bahan-bahan yang disebarkan secara lisan, tetapi sekarang meliputi sumber tertulis tentang tradisi, pandangan hidup, kebiasaan rakyat, balada rakyat, dongeng, mitos, peribahasa, pepatah.

Kusumo Priyono (2006:9) mengelompokan dongeng dari keberagamannya, yaitu dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan

masyarakat (legenda), dongeng yang berkaitan dengan dunia binatang (fabel), dongeng yang berkaitan dengan fungsi pelipur lara, dongeng yang berkaitan dengan kepercayaan nenek moyang (mite), dan dongeng yang berkaitan dengan

cerita rakyat.

Menurut Amir (dalam buku Sastra Lisan Indonesia), berbicara tentang

sastra lisan bukanlah sesuatu yang baru hal ini sudah lama ada, walaupun dengan istilah yang berbeda. Buku-buku lama tentang sastra di Indonesia menyebutnya

dengan beberapa istilah seperti sastra lama (Sutan Takdir Alisjahbana, Zuber Usman, Simorangkir Simanjuntak) ataupun sastra tradisional dan sastra klasik (Winstedt, Liauw Yock Fang). Ada juga yang menyebut sastra rakyat (Ismail

Husein). Sastra lama ataupun sastra tradisional ini dipertentangkan dengan sastra baru atau sastra modern (2013:2).

(25)

diteliti. Kedua, dongeng ini memiliki ajaran moral yang penting bagi sarana pendidikan karakter.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah:

1.2.1 Bagaimana varian teks-teks dan perbandingan teks dongeng Orong Agu

Kode?

1.2.2 Bagaimana struktur morfologi dan identifikasi pelaku dongeng Orong Agu

Kode?

1.2.3 Apa makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode bagi masyarakat Manggarai Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1.3.1 Menerbitkan, mendokumentasikan, dan menganalisis perbandingan teks

dongeng Orong Agu Kode. Hal ini akan dibahas dalam Bab III. Sebelum secara khusus menerbitkan teks dongeng OAK, akan dijelaskan terlebih dahulu konteks sosial-budaya masyarakat Mabar. Hal ini akan dijelaskan

dalam Bab II.

1.3.2 Menganalisis struktur morfologi dan mengidentifikasi pelaku dongeng

(26)

1.3.3 Menjelaskan makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode bagi masyarakat Manggarai Barat. Hal ini akan dibahas dalam Bab V.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian terbagi atas teoritis dan praktis, yaitu:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Objek penelitian ini adalah sastra lisan dongeng Orong Agu Kode. Hasil

penelitian dongeng Orong Agu Kode akan bermanfaat untuk memberikan penjelasan bagaimana proses analisis struktur morfologi cerita rakyat Orong Agu

Kode ke dalam empat lingkaran satuan naratif menurut teori Vladimir Propp. Kemudian menganalisis tokoh-tokoh dongeng Orong Agu Kode yang diidentifikasi ke tujuh jenis pelaku yang terdapat dalam cerita rakyat. Selain

menganalisis morfologi cerita rakyat, akan dijelaskan juga fungsi dan makna dongeng Orong Agu Kode.

1.4.2 Manfaat Praktis

Selain bermanfaat secara teoritis, mengkaji dongeng Orong Agu Kode ini

dapat melestarikan atau mengungkap kembali dongeng-dongeng yang ada di daerah Manggarai Barat yang mulai punah atau tidak pernah diceritakan lagi ke generasi penerus. Kemudian dapat membantu menerbitkan dan

mendokumentasikan dongeng Orong Agu Kode. Selain itu, dapat memberikan inspirasi kepada mahasiswa baik yang berasal dari Manggarai Barat, maupun dari

(27)

1.5 Tinjauan Pustaka

Sudah cukup banyak peneliti sebelumnya yang melakukan kajian

terhadap dongeng. Tinjauan pustaka ini akan mengulas pustaka sebelumnya, yang erat kaitannya dengan studi ini, yakni Alan Dundes (1965), Philip Frick Mckean

(1984), Edwar Djamaris (2001), James Danandjaja (2003), Roland Barthes (2007), Yoseph Yapi Taum (2011), Meika Lusye Karolus (2013).

Alan Dundes mengkaji metode analisis strukturalis dongeng-dongeng

orang Indian Amerika. Dari hasil penelitian Dundes, terbukti dongeng-dongeng Indian Amerika paling sedikit terjadi dari disequilibrium (keadaan tidak

seimbang) ke keadaan equilibirium (seimbang). Keadaan ini oleh Dundes dirumuskan sebagai Lack (kekurangan) dengan kependekan (L) dan Lack Liquidated (kekurangan dihilangkan) dengan kependekan (LL) (Danandjaja,

1984: 93).

Philip Frick Mckean, seorang penganut eclecticisme, ia meneliti tokoh

penipu hewan, sang kancil. Ia menggunakan berbagai macam teori dan metodologi seperti difusionisme dari aliran Finlandia dan strukturalisme. Menurut

dia, dengan menggunakan pendekatan strukturalis yang telah dikembangkan Alan Dundes, dalam menganalisis dongeng Jawa dapat diungkapkan dimensi penting sistem nilai budaya Indonesia. Dimensi ini telah diabaikan atau kurang diketahui

dalam analisis tradisional. Dalam kesimpulan penelitian tokoh sang kancil, McKean berpendapat bahwa orang Jawa selalu mendambakan keselarasan

(28)

Kancil sewaktu menghadapi kesukaran, sehingga dapat dengan cepat tanpa banyak emosi memecahkan masalah-masalah yang rumit (Danandjaja, 1984:12).

Edwar Djamaris (2001) menggolongkan dongeng Minangkabau ke dalam lima golongan menurut Anti Aarne Stith Thompson, yaitu dongeng binatang

(Carito Kancia, Curito Duo Ikua Anjiang, Barabah jo Muntilau, dan lain-lain), dongeng binatang dan manusia (Kabau Baranak Puti, Garundang Membunuh Rajo, Curito Puti Baranak Kambiang), dongeng biasa (Curito Urang Bansaik, Si

Musikin, Raja Maliak, dan lain-lain), cerita jenaka (Si Kalingkian, Si Buyuang Binguang, Kaba Duo Urang Pakak), cerita perempuan, yaitu cerita yang berisi

nasihat, pendidikan moral (Ayam Jantan, Lonceh jo Tikuh, Loncek jo Jausi, Anjiang jo Bangau).

Danandjaja (2003) dalam bukunya berjudul Folklor Amerika: Cermin

Multikultural yang Menunggal, menganalisis bentuk-bentuk folklor Amerika yang diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu: lisan, verbal, adat istiadat, dan

material. Ia juga menggolongkan folklor ke dalam tiga kelompok besar, yakni folklor lisan, folklor adat kebiasaan, dan folklor material. Folklor lisan ia

berbicara tentang cerita rakyat (folk narratives) seperti mite, legenda, dan dongeng. Menurutnya dongeng Amerika, sama halnya di Asia, banyak yang berasal dari India, seperti Brer Rabbit atau Sang Kancil yang berasal dari

(29)

Roland Barthes menganalisis sebuah dongeng Edgar Poe, yaitu Ia Vérité sur le cas de M (Kebenaran tentang Kejadian Tuan Valdemar). Karena Barthes

sedang menganalisis sebuah teks, maka ia akan menjauhkan diri dari usaha membicarakan problema-problema tertentu; ia tidak akan membicarakan

pengarangnya , Edgar Poe, juga tidak akan membahas sejarah sastra yang mencakup pengarang ini; ia tidak akan memperhitungkan bahwa kerja penelitian ini akan dilakukan atas suatu terjemahan. Ia melihat teks itu sebagaimana adanya,

sebagaimna yang ia baca. Teks yang dianalisisnya ini tidak bersifat liris, maupun politis. Teks ini berbicara tentang kematian (Roland Barthes, 2007:387-411).

Taum (2011), menganalisis morfologi cerita rakyat terhadap kisah Wato Wele – Lia Nurat dengan menggunakan teori Vladimir Propp. Cerita Wato Wele – Lia Nurat merupakan sebuah cerita rakyat Lamaholot, di Kabupaten Flores Timur,

Propinsi NTT. Analisis ini memberi penjelasan terhadap teori morfologi cerita rakyat Propp yang menggunakan 31 fungsi yang terkandung dalam cerita rakyat

dan tujuh jenis identifikasi pelaku.

Meika Lusye Karolus dalam bukunya Feminisme dalam Dongeng,

menganalisis dongeng Putri Salju. Meika melihat telah adanya pergeseran isi dongeng yang mencolok dalam dongeng Putri salju, yaitu sebelum adanya gerakan feminisme, dalam masa perjuangan kamu feminis, dan setelah perjuangan

tersebut yang kemudian melahirkan perubahan-perubahan yang signifikan. Hal ini membuat Meika menggunakan perspektif feminisme untuk mendeskripsikan

(30)

Dari tinjauan pustaka di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian terhadap dongeng pada umumnya telah banyak dilakukan dengan berbagai metode

pendekatan. Akan tetapi, kajian secara khusus mengenai dongeng OAK dengan pendekatan Vladimir Propp belum pernah dilakukan.

1.6 Landasan Teori

Dalam landasan teori ini akan dipaparkan sastra lisan dan folklor,

transkripsi dan penerbitan teks, teori struktur morfologi cerita rakyat Vladimir Propp, dan teori tentang makna dan fungsi.

1.6.1 Sastra Lisan dan Folkbelieve

Sastra lisan (oral literature) adalah bagian dari tradisi lisan (oral tradition) atau yang biasanya dikembangkan dalam kebudayaan lisan (oral

culture) berupa pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian ataupun yang diwariskan secara lisan dari suatu generasi ke generasi lainnya (Vansina dalam

Taum, 2011:10).

Teeuw mengatakan, masalah struktur kesastraan dapat kita telusuri

dengan sangat baik berdasarkan sastra lisan, dari bentuk yang paling sederhana seperti dalam cerita rakyat tertentu sampai bentuk yang sangat njilimet, dengan persyaratan puitik yang kompleks. Konsepsi mengenai apakah struktur karya

sastra dapat kita cerahkan atas dasar hasil penelitian sastra rakyat (2013: 231). Penelitian sastra lisan Orong Agu Kode merupakan dongeng atau cerita

(31)

Kata itu berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk yang sama artinya dengan kata kolektif. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal

fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya yang diwariskan

secara turun-temurun secara lisan atau atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1984: 2-3).

Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan

diwariskan turun-temurun , diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai

dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1984:2).

1.6.2 Transkripsi dan Perbandingan Teks

Transkripsi ialah pengubahan dari bentuk wicara lisan menjadi bentuk tertulis. Transkripsi dapat dilakukan dengan menggunakan setiap bunyi atau

fonem dengan satu lambang aksara. Untuk memudahkan pembacaan teks, dapat digunakan jenis transkripsi kasar, yakni transkripsi fonetis yang mempergunakan

lambang terbatas berdasarkan analisi fonemis yang dipergunakan sebagai sistem aksara yang mudah dibaca (Kridalaksana dalam Yapi Taum, 2011:243).

Mempertahankan dengan utuh bentuk asli sebuah teks yang ingin disalin

ternyata sangatlah sulit, seperti diketahui oleh setiap pelajar atau mahasiswa yang pernah menyalin diktat seorang teman pasti akan terjadi kesalahan dan

(32)

adakalanya dengan setahu penyalinnya, seringkali pula tanpa setahunya. Sebab umumnya teks mana pun juga tidak luput dari proses perubahan, perusakan,

penyesuaian, perkembangan, dan pembaharuan. Dan hal ini tidak hanya berlaku untuk teks yang diturunkan secara lisan atau dalam bentuk naskah (manuskrip,

tulisan tangan) (Teeuw, 2013: 191-192).

Secara tradisional masalah-masalah variasi teks menjadi obyek studi cabang ilmu sastra yang disebut filologi. Pendekatan filologi dan ilmu sastra

dalam penelitian sastra lisan ternyata merupakan model pendekatan yang belum terlalu populer, sekalipun model pendekatan ini telah dibicarakan dan dianjurkan

oleh beberapa pakar yang ahli dalam bidangnya seperti Teew (1984), Fox (1975), Hutomo (1991), dan Baroroh (1985). (Taum: 2013: 251). Filologi juga mencakup perbandingan teks. Baried dkk (dalam buku Pengantar Teori Filologi),

mengatakan untuk menentukan teks yang paling dapat dipertanggungjawabkan sebagai dasar suntingan, perlu diadakan perbandingan naskah (1985:66).

Perbandingan teks dongeng OAK mencakup, perbandingan struktur dan perbandingan teks. Perbandingan struktur mencakup unsur intrinsik, yaitu tema,

tokoh/penokohan, alur, setting/latar, dan sudut pandang. Perbandingan teks yang dilakukan ialah membandingkan isi cerita antarvarian, yaitu awal cerita, isi cerita, dan akhir cerita.

1.6.3 Struktur Morfologi dalam Perspektif Vladimir Propp

(33)

untuk menemukan pola umum alur pada umumnya. Propp (Taum, 2011:121-132) adalah tokoh strukturalis pertama yang melakukan kajian secara serius terhadap

struktur naratif sekaligus memberikan maksud baru terhadap dikotomi fabula dan

sjuzhet. Pada tahun 1928, Propp melakukan penelitian terhadap seratus dongeng

Rusia. Propp mengumpulkan bahwa semua cerita yang diselidiki memiliki struktur yang sama, artinya dalam sebuah cerita para pelaku dan sifat-sifatnya dapat berubah, tetapi perbuatan dan peran-perannya sama, tidak berubah. Menurut

Propp, dalam struktur naratif yang penting bukanlah tokoh-tokoh, melainkan aksi-aksi tokoh yang selanjutnya disebut fungsi. Unsur yang dianalisis adalah motif

(elemen), yang merupakan satuan unit terkecil yang membentuk tema.

Bagi Propp, semua cerita memiliki pola konstruksi yang tetap. Propp menyimpulkan bahwa jumlah fungsi yang terkandung dalam dongeng yang

ditelitinya memiliki 31 fungsi yang dikelompokan ke dalam tujuh ruang tindakan atau peranan, yaitu: (1) penjahat, (2) donor, (3) penolong, (4) putri dan ayahnya,

(5) orang yang menyuruh, (6) pahlawan, (7) pahlawan palsu (Taum, 2011:123).

Ketiga fungsi ini dapat dikelompokan pula ke dalam empat „lingkaran‟ (sphere) satuan naratif sebagai berikut: (i) lingkaran pertama: pengenalan. (ii)

lingkaran kedua: isi cerita. (iii) lingkaran ketiga: rangkaian donor. (iv) lingkaran keempat: kembalinya sang pahlawan. Uraian berikut didasarkan pada Taum

(34)

Lingkaran Pertama: Pengenalan

Langkah 1 sampai 7 memperkenalkan situasi dan para pelakunya,

mempersiapkan adegan-adegan untuk petualangan selanjutnya.

1. Meninggalkan rumah (absentation). Seseorang anggota meninggalkan

rumah dengan berbagai alasan. Anggota keluarga dapat siapa saja: entah orang tua, raja, adik, dan lain-lain. Tokoh yang pada mulanya digambarkan sebagai „orang biasa‟ inilah yang kemudian perlu dicari dan diselamatkan. Para pembaca

biasanya mengidentifikasikan tokoh ini sebagai „diriku‟.

2. Larangan (interdiction). Tokoh utama atau pahlawan dikenai larangan.

Misalnya: tidak boleh berbicara lagi, tidak boleh meninggalkan rumah, tidak boleh memetik bunga atau buah tertentu, tidak boleh meninggalkan adik sendirian, tidak boleh melewati jalan ini. Peringatan terhadap “the dangers of life”

ini pun seolah-olah ditujukan kepada pembaca. Pembaca membangun harapan tertentu terhadap tokoh ini untuk mengikuti ataupun melanggar larangan. Larangan itu misalnya: “Jangan pergi ke tempat itu, pergilah ke sini!”

3. Pelanggaran terhadap larangan (violation of interdiction). Pelarangan itu dilanggar. Karena itu, penjahat mulai memasuki cerita, meskipun tidak secara

frontal melawan sang pahlawan. Pahlawan tetap saja mengabaikan larangan. Pembaca mungkin ingin mengingatkan pahlawannya untuk mengikuti larangan,

tetapi jelas pahlwan tidak bisa mendengarkannya.

4. Memata-matai (reconnaissance). Penjahat mencoba memata-matai, misalnya dengan cara menemukan permata, anak yang hilang, dan lain-lain.

(35)

yang berharga atau secara aktif berusaha menangkap seseorang, binatang buruan, atau yang lainnya. Penjahat bahkan dapat saja berbicara dengan anggota keluarga

yang polos, yang memberikan informasi berharga itu. Hal ini membuat cerita semakin menegangkan. Pembaca barangkali ingin mengingatkan pahlawan

mengenai bahaya sang penjahat.

5. Penyampaian (delivery). Penjahat memperoleh informasi mengenai korbannya. Upaya penjahat berhasil mendapatkan informasi biasanya mengenai

pahlawan ataupun korban. Berbagai informasi diperoleh, misalnya tentang peta atau lokasi harta karun ataupun tujuan pahlawan. Inilah fase di dalam cerita yang

memihak pada penjahat, menciptakan ketakutan seakan-akan penjahat memenangkan pertarungan dan cerita akan berakhir dengan tragis.

6. Penipuan (trickery). Penjahat mencoba menipu dan meyakinkan

korbannya untuk mengambil alih kedudukan ataupun barang-barang miliknya. Dengan memanfaatkan informasi yang sudah diperolehnya, penjahat menipu

korban ataupun pahlawan dengan berbagai cara. Penjahat mungkin menangkap korban, mempengaruhi pahlawan untuk mendapatkan keinginannya. Penipuan dan

pengkhianatan adalah salah satu tindakan kriminal sosial terburuk dan sejenis pelecehan fisik. Tindakan ini memperkuat posisi penjahat sebagai orang yang benar-benar jahat. Hal ini memperdalam ketegangan pembaca mengenai

keselamatan korban ataupun pahlawan yang telah ditipu.

7. Komplesitas (complicity). Korban benar-benar tertipu dan tanpa

(36)

aktif untuk melawan orang-orang baik. Pembaca kecewa dan putus asa terhadap korban atau pahlawan yang kini dianggap sebagai penjahat juga. Pembaca

menjadi bingung dengan posisi pahlawan yang sudah keluar jauh dari harapan.

Lingkaran Kedua: Isi Cerita

Pokok cerita dimulai pada fase cerita ini dan diteruskan dengan

keberangkatan sang pahlawan.

8. a). Kejahatan (villainy). Penjahat merugikan atau melukai salah seorang anggota keluarga, misalnya dengan menculik, mencuri kekuatan magis, merusak

hasil panen, menghilangkan atau membuang seseorang, menukar seorang anak, membunuh orang, menahan atau memenjarakan orang, melakukan kawin paksa.

b). Kekurangan (lack). Salah seorang anggota keluarga kehilangan sesuatu

atau mengharapakan untuk memiliki sesuatu. Jadi, fungsi ini memiliki dua alternatif yang dapat terjadi bersamaan di dalam cerita ataupun salah satunya

terjadi dan yang lainnya tidak. „Kekurangan‟ adalah sebuah prinsip psikoanalisis yang mendalam yang pertama kali kita alami ketika menyadari individualitas kita terpisah dari dunia. Kekurangan itulah yang membuat kita berharap dan mencari

pahlawan untuk mengisi kekurangan tersebut.

9. Mediasi (mediation). Kegagalan atau kehilangan itu justru menjadi

pengenal; pahlawan datang dengan sebuah permintaan atau suruhan; dia biarkan pergi atau ditahan. Pahlawan menyadari adanya tindakan keji atau mengetahui kekurangan yang dimiliki anggota keluarga. Pahlawan mungkin menemukan

(37)

menyadari apa yang terjadi sekarang. Kita mungkin tidak menyadari bahwa pahlawan benar-benar seorang pahlawan karena dia belum menunjukan

kualitasnya sebagai pahlawan. Kita pun tiak menaruh simpati pada tindakan penjahat, tetapi pehlawan pun belum juga muncul.

10. Aksi Balasan Dimulai (Beginning counter-action). Pencari menyetujui atau memutuskan melakukan aksi balasan. Pahlawan sekarang memutuskan mengambil tindakan untuk mengatasi kekurangan, misalnya dengan menemukan

barang magis, menyelamatkan orang-orang yang ditahan atau mengalahkan penjahat. Inilah saat bagi pahlawan untuk memutuskan sesuatu tindakan yang

akan membuatnya menjadi seorang pahlawan. Setelah keputusan dibuat, dia akan melaksanakannya dengan penuh konsekuen. Keputusan tidak dapat dibetulkan karena jika hal itu terjadi dia akan sangat malu dan tidak dapat dianggap sebagai

pahlawan.

11. Kepergian (departure). Pahlawan pergi meninggalkan rumah.

Lingkaran Ketiga: Rangkaian Donor

Pada lingkaran ketiga, pahlawan mencari cara memecahkan masalah,

mendapatkan bantuan berupa hal-hal magis dari Donor. Perhatikan bahwa sesungguhnya melalui rangkaian, ini kisah dari sebuah cerita sudah utuh dan dapat

diselesaikan, tamat.

12. Fungsi pertama bantuan (first function of the donor). Pahlawan diuji, diinterogasi, diserang, dan sebagainya, yang merupakan persiapan baginya

(38)

13. Reaksi pahlawan (hero’s reaction). Pahlawan beraksi terhadap tindakan penolong masa depan berhasil atau gagal tes, membebaskan tahanan, menyatukan

yang bertikai, melayani, menggunakan kekuatan musuh untuk mengalahkannya. 14. Resep benda magis (receipt of a magical agent). Pahlawan meneliti cara

penggunaan benda magis.

15. Bimbingan (guidance). Pahlawan dibawa, dipesan, atau dibimbing ke sebuah tempat dari suatu objek pencaharian. Perubahan spasial antara dua

kerajaan.

16. Pertempuran (struggle). Pahlawan dan penjahat terlibat dalam

pertempuran langsung.

17. Pengenalan (branding). Pahlawan dikenali, misalnya terluka, menerima cincin atau selendang.

18. Kemenangan (victory). Penjahat dikalahkan, misalnya terbunuh dalam pertempuran, dikalahkan dalam sebuah sayembara, dibunuh ketika sedang tidur,

atau dibuang.

19. Kegagalan pertama (liquidation). Kemalangan dihadapi, tawanan lepas,

orang yang sudah dibunuh hidup kembali.

Lingkaran Keempat: Kembalinya Sang Pahlawan

Pada tahap final (dan kadang bersifat optional, tidak wajib ada) dari

rangkaian penceritaan, pahlawan pulang ke rumah, berharap tidak ada insiden lagi dan pahlawan disambut baik. Meskipun demikian, hal semacam ini tidak harus

(39)

20. Kepulangan (return). Pahlawan kembali ke rumah.

21. Pencaharian (pursuit). Pahlawan dicari (orang yang mencarinya ingin

membunuh, memakannya ataupun memperlemah posisi pahlawan).

22. Penyelamatan (rescue). Pahlawan diselamatkan dari pencaharian (mujizat

menghalangi orang yang mencari, pahlawan bersembunyi atau disembunyikan, pahlawan menyamar, pahlawan diselamatkan).

23. Kedatangan orang yang tak dikenal (unrecognized arrival). Pahlawan

yang belum dikenali, tiba di rumah atau sampai di negeri lain.

24. Klaim palsu (unfounded claims). Pahlawan palsu memberikan pernyataan

yang tidak berdasar/palsu.

25. Tugas yang sukar (difficult task). Tugas yang sulit diberikan kepada pahlawan (cobaan berat, teka-teki, uji kemampuan, sayembara, dll).

26. Penyelesaian (solution). Tugas itu dapat diselesaikan dengan baik.

27. Pengenalan (recognition). Pahlawan dikenali dengan tanda pengenal yang

diberikan kepadanya.

28. Pembuangan (exposure). Pahlawan palsu atau penjahat dibuang.

29. Perubahan penampilan (transfiguration). Pahlawan mendapatkan penampilan baru menjadi semakin ganteng, diberi pakaian baru, dll.

30. Penghukuman (punishment). Penjahat dihukum.

(40)

1.6.4 Identifikasi Pelaku

Menurut Propp (Taum, 2011:132-133) pelaku atau dramatis personae

dalam 100 cerita rakyat yang dianalisisnya pada umumnya dapat dikelompokan ke dalam tujuh jenis sebagai berikut.

1. The villain, penjahat yang bertarung melawan pahlawan.

2. The donor, donor atau pemberi mempersiapkan pahlawan atau memberi pahlawan barang-barang magis tertentu.

3. The magical helper, pembantu magis yang berusaha menolong pahlawan ketika dia menghadapi kesulitan.

4. The princess and her father, puteri raja dan ayahnya yang memberikan tugas kepada pahlawan, mengenali pahlwan palsu, menikah dengan pahlawan. Menurut Propp, secara fungsional, peran putri raja, dan ayahnya tidak dapat

dibedakan dengan jelas.

5. The dispatcher, pengutus yaitu tokoh yang mengetahui adanya kekurangan

dan menghalangi pahlawan sejati.

6. The hero or victim/seeker hero, pahlawan sejati yang memberikan reaksi

terhadap donor dan menikahi putri raja.

7. The false hero, pahlawan palsu yang mengambil keuntungan dari tindakan-tindakan pahlawan sejati dan mencoba menikahi putri raja.

1.6.5 Makna dan Fungsi

(41)

sastra lisan. Makna dan fungsi dapat berasal dari informan, jika menggunakan sudut pandang emik dan berasal dari peneliti manakala menggunakan sudut

pandang etik (Suwardi, 2013:156).

1.6.5.1Makna

Makna ialah arti atau maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (KBBI, 2008). Menurut Kamus Istilah

Sastra, makna merupakan hubungan antara kata dan barang yang dirunjukan (denotasi) dan antara kata dan tautan pikiran tertentu yang ditimbulkan (konotasi).

Makna dapat dilacak menggunakan penafsiran. Makna juga dapat digali dari informan, begitu pula fungsinya (Suwardi, 2013:156).

1.6.5.2Fungsi

Fungsi sastra dalam masyarakat sering masih lebih wajar dan langsung

terbuka untuk penelitian ilmiah. Khususnya masalah hubungan antara fungsi estetik dan fungsi lain (agama, sosial) dalam variasi dan keragamannya dapat

diamati dari dekat dengan dominan tidaknya fungsi estetik. Dengan demikian pula kemungkinan perbedaan fungsi untuk golongan kemasyarakatan tertentu (Teeuw, 2013:232).

William R. Bascon dirumuskan sebagai berikut. Pertama, sebagai sistem Sebagai folklor lisan, cerita rakyat mempunya empat fungsi, yang menurut

(42)

Dengan mendengar cerita semacam itu kebudayaan. Ketiga, sebagai alat pendidik anak. Keempat, sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma

masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Selain itu folklor lisan juga berfungsi sebagai penghibur (Supanto dkk, 1982:49).

Dari fungsi-fungsi di atas menurut William R. Bascon, terdapat 2 fungsi yang sesuai dengan dongeng Orong Agu Kode, yaitu berfungsi sebagai alat pendidik anak, berfungsi sebagai penghibur, dan ditambah fungsi kepercayaan.

1.7 Metedologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yakni (i) pengumpulan data, (ii) analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisi data. Berikut akan diuraikan masing-masing tahap dalam penelitian ini.

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Objek peneletian ini adalah menganalisa sastra lisan dongeng Orong Agu Kode. Objek ini berada dalam bentuk rekaman. Data diperoleh dari sumber lisan

yaitu hasil wawancara dengan lima narasumber. Ada dua teknik yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu:

1.7.1.1 Wawancara

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara.

(43)

untuk berbicara. Tahap kedua „wawancara terarah‟, yakni mengajukan pertanyaan

yang sudah disusun sebelumnya untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan

mendalam.

Metode wawancara adalah berupa percakapan dan terjadi kontak antara

peneliti selaku peneliti dengan penutur selaku narasumber Teknik yang digunakan dalam tahap pengumpulan data adalah teknik dasar atau teknik pancing yaitu dengan memancing informan agar berbicara (Sudaryanto, 1988:7)).

Penelitian ini menggunakan metode wawancara tahap kedua, yakni „wawancara terarah‟, mengajukan pertanyaan yang sudah disusun sebelumnya

untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan mendalam.

1.7.1.2 Perekaman dan Pencatatan

Teknik ini perlu digunakan untuk mendapatkan data utama penelitian, misalnya puisi atau prosa lisan. Perekaman dengan menggunakan tape recorder

perlu disesuaikan dengan suasana. Teknik pencatatan bisa dipergunakan untuk mentranskipkan hasil rekaman menjadi bahan tertulis dan mencatat berbagai

aspek yang berkaitan dengan suasana penceritaan dan informasi-informasi lain yang dipanjang perlu selama melakukan wawancara dan pengamatan (Taum, 2011:240).

(44)

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis data merupakan seperangkat cara atau teknik penelitian

yang merupakan perpanjangan dari pikiran manusia karena fungsinya bukan untuk mengumpulkan data, melainkan untuk mencari hubungan antardata yang

tidak akan pernah dinyatakan sendiri oleh data yang bersangkutan (Faruk, 2012:25).

Penulis menggunakan metode deskriptif analisis dalam penelitian ini.

Metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara etimologis deskripsi dan analisis

berarti menguraikan (Ratna, 2013:53).

1.7.3 Metode Penyajian Data

Metode yang digunakan dalam penyajian hasil penelitian ini adalah metode kualitatif. Ratna (2013), metode kualitatif dianggap sebagai multimetode sebab penelitian pada gilirannya melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang

relavan. Dalam penelitian karya sastra, misalnya, akan dilibatkan pengarang, lingkungan sosial dimana pengarang berada, termasuk unsur-unsur kebudayaan

pada umumnya.

Ciri-ciri terpenting metode kualitatif, sebagai berikut:

1. Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan

(45)

2. Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu berubah.

3. Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai instrumen utama, sehingga terjadi interaksi langsung diantaranya.

4. Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian sebab penelitian bersifat terbuka.

5. Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya

masing-masing.

Jadi, penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menyajikan data

dikarenakan metode kualitatif merupakan multimetode.

1.8 Sistematika Penyajian

Laporan hasil penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab I Pendahuluan. Bab pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,

tujuan peneltian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, dan teknik penyajian, biaya penelitian, dan jadwal penelitian. Latar

belakang menguraikan alasan mengapa penulis melakukan penelitian ini. Rumusan masalah menjelaskan masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian mendeskripsikan tujuan diadakan penelitian ini.

Manfaat penelitian memaparkan manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini. Tinjauan pustaka mengemukakan pustaka yang pernah membahas tentang

(46)

pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyampaian hasil analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini. Teknik penyajian menguraikan

urutan hasil penelitian dalam skripsi ini. Biaya penelitian menguraikan biaya yang dibutuhkan selama penelitian. Jadwal penelitian menginformasikan waktu

yang dipakai untuk melakukan penelitian.

Bab II menjelaskan dongeng Orong Agu Kode dalam konteks sosial dan budaya masyarakat Manggarai Barat, yang meliputi data geografis Kabupaten

Manggarai Barat, sejarah asal-usul Kabupaten Manggarai Barat, ekonomi masyarakat Manggarai Barat, dan asal-usul dongeng Orong Agu Kode. Bab III

berisi transkripsi dan perbandingan teks dongeng Orong Agu Kode. Bab IV berisi pembahasaan struktur morfologi cerita rakyat Orong Agu Kode menggunakan teori Vladimir Propp. Bab ini juga menganalisis identifikasi pelaku yang terdapat

dalam dongeng Orong Agu Kode. Bab V berisi pembahasaan tentang makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode. Bab VI berisi penutup yang mencakup

kesimpulan mengenai morfologi, identifikasi cerita rakyat, makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode, serta saran yang diberikan penulis kepada peneliti

(47)

29

BAB II

DONGENG ORONG AGU KODE DALAM KONTEKS

SEJARAH DAN BUDAYA MASYARAKAT MANGGARAI

BARAT

2.1 Pengantar

Dongeng Orong Agu Kode tidak hanya tersebar di kabupaten Manggarai

Barat tetapi juga di kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur. Dongeng Orong Agu Kode merupakan dongeng yang diceritakan turun-temurun dari nenek

moyang masyarakat Manggarai. Dongeng Orong Agu Kode sangat erat kaitannya dengan konteks budaya masyarakat Manggarai. Untuk itu dalam bab ini akan dipaparkan hal-hal mengenai, data demografis Kabupaten Manggarai Barat,

sejarah asal-usul kabupaten Manggarai Barat, agama, kesenian daerah Manggarai Barat, sistem kekerabatan, dan bahasa Manggarai Barat.

2.2 Latar Belakang Historis dan Demografis

2.2.1 Letak Geografis

Secara astronomis, posisi Kabupaten Manggarai Barat terletak antara

08°14’ LS - 09°00’ LS dan antara 119°21’ BT - 120°20’ BT. Batas-batas wilayah

administrative adalah sebelah Selatan dengan laut Sawu, sebelah Utara dengan

Laut Flores, sebelah Barat dengan Selat Sape dan sebelah Timur dengan wilayah

(48)

Wilayah Kabupaten Manggarai Barat merupakan daerah kepulauan

dengan luas daratan 2.947,50 km2 atau hanya sekitar 6,22 persen dari luas daratan

Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang terdiri dari daratan Pulau Flores dan

beberapa pulau besar seperti Pulau Komodo, Rinca, Longos, serta beberapa buah

pulau-pulau kecil lainnya. (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh tanggal 6

April 2014).

2.2.2 Bahasa dan Budaya Kabupaten Manggarai Barat

Dari aspek kebudayaan, Kabupaten Manggarai Barat memiliki beberapa

kekayaan riil yang memerlukan sentuhan program dan pemberdayaan dalam

pembangunan. Masyarakat Kabupaten Manggarai Barat dewasa ini merupakan

hasil dari sebuah proses sosial yang intesif antara ‘orang asli‘ Manggarai dengan

pendatang. Jabatan tua-tua adat di Manggarai Barat yang berlaku hingga sekarang

adalah tua kilo/tua panga, tua Golo, tongka, tua teno. Tua kilo/tua panga

menunjuk pemimpin adat dalam masyarakat yang dipilih berdasarkan

musyawarah bersama. Tua Golo bertugas untuk memimpin sidang warga kampung yang menyangkut kampung. Tua Teno adalah kepala bagi tanah ulayat.

Tongka berfungsi sebagai juru bicara dalam acara perkawinan, antara keluarga kerabat yakni keluarga kerabat anak rona dan keluarga kerabat anak wina.

Bahasa yang digunakan di Kabupaten Manggarai Barat termasuk rumpun

(49)

Bima, Selayar, Komodo dan suku lain (seperti Ende, Sikka, Sumba, Timor, Jawa

dan lain-lain). Suku asli adalah suku Manggarai yang banyak bermukim di

pedalaman. Suku Bajo dan Bugis menurut sejarah keduanya berasal dari satu

keturunan yaitu keturunan Gowa di Sulawesi Selatan. Suku Bajo lebih dahulu

menetap di Labuan Bajo. (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh tanggal 15

April 2014).

2.2.3 Ekonomi Masyarakat Manggarai Barat

2.2.3.1 Pertanian

Berdasarkan PDRB Manggarai Barat 2005 dengan harga konstan 2000

menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar PDRB,

yakni 64,96%, disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restaurant sebesar

11,68%. Sektor lain yang cukup signifikan adalah sektor bangunan & konstruksi

8,29% dan Jasa-jasa sebesar 7,82%. Struktur perekonomian yang relatif dominan

disangga oleh sumber-sumber dari hasil pertanian atau tepatnya sektor primer,

mengingat hasil yang didapat dari penjualan dalam bentuk mentah, menunjukkan

struktur perekonomian daerah yang belum kuat

Pertanian tanaman pangan merupakan sub-sektor pertanian yangt elah

memberikan kontribusi paling besar terhadap PDRB Kabupaten Manggarai Barat.

Dalam tahun 2005, sektor pertanian menyumbang Rp. 210,579 milyar atau sekitar

64,96% dari total PDRB, di dalamnya sub-sektor pertanian pangan menyumbang

(50)

Potensi lahan pengembangan pertanian sampai dengan tahun 2004 baru

dimanfaatkan sekitar 30%, sisanya seluas 130.120 ha belum dimanfaatkan.

Luasan budidaya pertanian adalah areal sawah 10.588 ha, tanaman palawija

18.001 ha dan luas tanaman perkebunan 29.164 ha. Produksi tanaman tahun 2004

adalah padi sawah 59.429 ton, padi ladang 3.666 ton, jagung 11.809 ton, kacang

tanah 425 ton, kacang hijau 375 ton, ubi kayu 26.290 ton, ubi jalar 47.413 ton dan

kedelai 216 ton. Jika dilihat perkembangan dari tahun 2003-2004, untuk produksi

padi, padi ladang, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang kedelai mengalami

peningkatan produksi. Komoditi pertanian lainnya cenderung mengalami

penurunan, sedangkan produksi sayur-sayuran terpusat di Kecamatan Komodo,

Sano Nggoang dan Lembor dengan total luas areal tanam 119,7 ha dengan

produksinya 186,3 ton (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada tanggal 16

April 2014).

2.2.3.2 Perkebunan

Di sub-sektor perkebunan, Kabupaten Manggarai Barat menjadi

penghasil sejumlah komoditas. Tanaman perkebunan yang dikembangkan

umumnya berupa tanaman perkebunan rakyat. Jenis komoditi yang dihasilkan

baru sekitar 9 jenis. Tanaman perkebunan yang dominan dibudidayakan oleh

masyarakat, yaitu jambu mete, kopi dan kelapa. Realisasi pemanfaatan luas areal

perkebunan terus mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Melihat potensi

sumber daya lahan yang ada, wilayah Manggarai Barat potensial untuk budidaya

(51)

dianjurkan adalah budidaya jambu mete, kopi, kelapa, kakao, cengkeh, kemiri,

dan vanili.

Sumbangan sub-sektor perkebunan masih relatif kecil, yakni pada tahun

2005 berdasar harga konstan 2000 menyumbang 4,37% dari total PDRB

Manggarai Barat.

Tanaman jambu mete merupakan salah satu potensi perkebunan yang

dikembangkan di Kabupaten Manggarai Barat. Pada tahun 2005, jambu mete

memiliki luasan produksi yang paling besar diantara tanaman perkebunan lainnya,

yakni 9.401 ha, dengan produksi 663 ton. Jambu mete banyak dihasilkan di

Kecamatan Lembor, Sano Nggoang dan Komodo.

Komoditi perkebunan lainnya yang banyak diusahakan oleh petani

adalah tanaman kopi. Pada tahun 2005, produksi kopi mencapai 1.679 ton, pada

luasan produksi 5.340 ha. Penghasil kopi tertinggi di Kabupaten Manggarai Barat

berada di Kecamatan Kuwus dan Sano Nggoang. Iklim mikro di kedua kecamatan

yang relatif cukup sejuk di malam hari, memang tepat untuk budidaya tanaman

kopi.

Tanaman Kelapa. Pada tahun 2005 produksi kelapa di Kabupaten

Manggarai Barat mencapai 719 ton dengan luas areal 4.350 ha. Produksi kelapa

tertinggi berada di Kecamatan Macang Pacar. Tanaman kakao diusahakan secara

merata di semua kecamatan di Manggarai Barat, namun jumlah produksi masih

relatif kecil, yakni sekitar 88 ton. Tanaman kakao punya prospek untuk

(52)

lahan kritis. Iklim mikro kawasan pegunungan seperti bagian dari Kecamatan

Sano Nggoang, Kuwus dan Lembor cocok untuk budidaya kakao.

Tanaman perkebunan lainnya, seperti kapuk, kemiri, cengkeh dan vanili

berdasar kesesuaian lahan dan iklim mikro yang ada merupakan tanaman-tanaman

perkebunan yang cocok untuk dikembangkan di Manggarai Barat. Namun

demikian, pengembangan tanaman perkebunan juga harus dikendalikan ketika ada

indikasi mulai merambah kawasan konservasi atau lindung

(http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada tanggal 16 April 2014).

2.2.3.3 Kehutanan

Luas kawasan hutan di Kabupaten Manggarai Barat tahun 2006 adalah

130.152, 83 ha, atau 44 % dari total wilayah. Kawasan hutan yang terluas berada

di Taman Nasional yaitu 24% dari total luas hutan. Berdasarkan data tahun 2006,

jumlah rumah tangga yang mengusahakan tanaman kehutanan adalah 24.316

keluarga. Jumlah terbesar ada di Kecamatan Lembor (6.604 keluarga). Tanaman

kehutanan yang paling banyak diusahakan masyarakat adalah pohon jati (97.140

pohon). Lokasi penanaman tanaman kehutanan terbesar ada di Kecamatan

Macang Pacar.

Sumbangan sub-sektor kehutanan dalam PDRB Manggarai Barat tahun

2006, masih sangat kecil bahkan yang paling kecil di antara sektor Pertanian. Pada

saat ini permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan potensi kehutanan

adalah masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan

(53)

hutan untuk kepentingan konservasi dan peningkatan pendapatan masyarakat di

sekitar kawasan hutan.

Beberapa kawasan di Manggarai Barat telah mengembangkan atau

memperkuat kearifan lokal terkait hukum adat yang melindungi kelestarian hutan,

dimana aspek-aspek pelestarian hutan termasuk sangsi-sangsi bagi pelanggarnya

semakin dimasyarakatkan. Masyarakat Tado dan masyarakat sekitar Danau Sano

Nggoang adalah bagian dari masyarakat adat yang mencoba melestarikan hutan.

Upaya-upaya civil agro-forestry juga perlu terus dikembangkan, khususnya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar kawasan hutan,

dengan pengembangan budidaya terpadu hutan dan peternakan, hutan dengan

hortikultura, dan sejenisnya (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada

tanggal 16 April 2014).

2.2.3.4 Perikanan

Kabupaten Manggarai Barat memiliki luas wilayah (darat dan laut)

sebesar 9.450,00 Km2. Dari total luas wilayah tersebut, 64% adalah wilayah laut

(perairan) atau seluas 6.052,50 Km2. Sektor perikanan, baik perikanan tangkap

maupun budidaya, merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian

Kabupaten Manggarai Barat.

Hamparan ekosistem terumbu karang sangat kaya dengan

keanekaragaman biota lautnya juga banyak dijumpai di perairan laut Kabupaten

(54)

wisata bahari. Beberapa yang telah dikembangkan sebagai objek wisata bahari

antara lain Kawasan Taman Nasional Komodo, yang telah dijadikan kawasan

konservasi laut. Potensi kehidupan laut di taman nasional ini tercatat sebanyak

259 jenis karang dan 1.000 jenis ikan seperti Barakuda, Marlin, Ekor kuning,

Kakap Merah, Baronang, dan lain-lain.

Perairan di Manggarai Barat, khususnya di Selat Molo dikenal memiliki

arus laut yang kuat, yang disebabkan oleh perubahan arus harian antara kawasan

lautan lepas (Lautan Hindia) dan laut pedalaman seperti di kawasan Kepulauan

Komodo-Rinca dan Laut Flores. Arus laut harian yang kuat di Selat Molo ini ke

depan dapat dimanfaatkan sebagai sumber listrik tenaga arus laut, walaupun saat

ini tenaga listrik tersebut masih dalam tahap pengembangan atau penelitian.

Perairan Kabupaten Manggarai Barat memiliki potensi perikanan yang

amat besar, diantaranya potensi ikan kerapu, kakap, bawal, lencang, dan ekor

kuning. Potensi pengembangan perikanan budidaya laut yang cukup prospektif

adalah mutiara, rumput laut, teripang, kerapu, baronang, udang dan bandeng.

Usaha budidaya ini dapat dikembangkan di perairan Komodo dan sekitarnya

(http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh pada tanggal 16 April 2014).

2.2.3.5 Peternakan

Potensi peternakan di Kabupaten Manggarai Barat dilakukan melalui

pengembangan terpadu antara ternak dengan kawasan perkebunan maupun

dengan kawasan padang rumput. Berdasarkan data kawasan yang cukup luas

(55)

Kecamatan Sano Nggoang 21.745 Ha dan Kecamatan Lembor 19.619 Ha. Untuk

pemeliharaan ternak babi, kambing dan ayam tersebar merata di semua wilayah

Kabupaten Manggarai Barat.

Sumbangan sub-sektor peternakan dalam PDRB Manggarai Barat tahun

terakhir, yakni tahun 2005 adalah 8,47% dari total PDRB, prosentase ini cukup

besar dari pada sumbangan sub-sektor perkebunan atau perikanan-kelautan.

Berdasarkan data tahun 2005, jumlah populasi ternak di Kabupaten

Manggarai Barat adalah ternak besar 24.413, ternak kecil 32.155 dan ternak

unggas 75.960 ekor. Pada saat ini, permasalahan yang dihadapi untuk

meningkatkan produksi hasil ternak antara lain adalah lambatnya usaha

penyediaan bibit ternak yang berkualitas, penyediaan sarana peternakan,

keterbatasan kualitas pakan ternak, kesepakatan masyarakat untuk menetapkan

lahan peternakan dalam arti status fungsi secara hukum lahan untuk menjamin

pemeliharaan ternak, berjangkitnya berbagai jenis penyakit ternak baik pada sapi,

kerbau, babi, kambing dan ternak unggas. Berdasarkan data pemotongan hewan

ternak selama 2 tahun, dari 2003-2004 menunjukkan konsumsi daging di

Kabupaten Manggarai Barat mengalami peningkatan yang signifikan, khususnya

konsumsi untuk daging sapi dan babi (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh

pada tanggal 16 April 2014).

2.2.3.6 Pertambangan

Potensi pertambangan di Kabupaten Manggarai Barat tergolong kecil.

(56)

tobeki, timbal, seng, gamping dan mangan telah diidentifikasi terdapat di

beberapa wilayah yang ada di 7 kecamatan pada kabupaten ini. Namun demikian,

riset yang mendalam mengenai kandungan bahan tambang dan kelayakan usaha

eksplorasinya belum dilakukan

Sumbangan sub-sektor pertambangan pada PDRB Manggarai Barat

berasal dari kegiatan penggalian, yakni penggalian bahan tambang Golongan C,

dimana pada data selama tahun 2003-2004 berdasar PDRB harga konstan 2000

menunjukkan angka yang relatif tetap, yakni Rp. 7,3 milyar atau sekitar 2,25%

dari total PDRB.

Bahan galian golongan C, yakni:

Bahan galian pasir dan batu (Andesit): berasal dari endapan sungai,

banyak dilakukan di sungai Wae Mese. Daerah ini merupakan pensuplai pasir

terbesar untuk pembangunan di kota Labuan Bajo. Penggalian batu belah banyak

dilakukan di sekitar Marombok. Daerah lain yang dinilai banyak mengandung

bongkah andesitik untuk batu belah adalah daerah landai sebelah selatan kota

Labuan Bajo.

Lempung: lempung merupakan material berbutir halus, baik

sebagai endapan aluvial di sebelah timur kota Labuan Bajo, tepatnya di timur dan

selatan Marombok. Lempung banyak digunakan untuk bahan pembuatan batu

bata.

Tanah Urug: dengan ukuran butir lanau sampai pasir halus banyak

(57)

secara geologi tersusun oleh batuan pasir tufa. Bagian atas dari lapisan pasir tufa

mengalami pelapukan lanjut hingga rendah sampai ketebalan 10 m, merupakan

material yang digali untuk tanah urug (http://manggaraibaratkab.go.id/ diunduh

pada tanggal 16 April 2014).

2.3 Sejarah Singkat Kabupaten Manggarai barat

Berdasarkan penyelidikan para arkeolog & ethnograf di Manggarai

(termasuk Manggarai Barat

Referensi

Dokumen terkait