1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan
sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan
yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan
mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga
berisi ayah, ibu dan saudara kandung adalah tempat utama bagi individu
mendapatkan pengalaman bersosialisasi pertama kalinya, agar dapat tumbuh
secara mental, emosional dan sosial (Irfan, 2011).
Namun demikian, proses perkembangan tersebut tidak hanya
berkembang di lingkungan keluarga anak saja, melainkan terjadi saat
proses-proses belajar mengajar di sekolah. Artinya sekolah menjadi lembaga yang
sangat penting dalam membentuk karakter anak, sekaligus menjadi dukungan
perkembangan psikologis anak. Guru di sekolah dijadikan orang tua kedua
bagi murid, sedangkan teman-teman sebaya adalah saudara anak. Masa
remaja dianggap sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Pada masa transisi tersebut, remaja mengalami berbagai masalah
yang ada karena adanya perubahan fisik, psikis dan sosial. Masa transisi ini
banyak menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam penyesuaian terhadap dirinya
2
Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu
berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar
dirinya tanpa ada pemikiran lebih lanjut (Hurlock, 2004). Remaja yang
berusaha menemukan identitas dirinya dihadapkan pada situasi yang
menuntut harus mampu menyesuaikan diri bukan hanya terhadap dirinya
sendiri tetapi juga pada lingkungannya, dengan demikian remaja dapat
mengadakan interaksi yang seimbang antara diri dengan lingkungan sekitar.
Bagi remaja yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung
menjadi anak yang rendah diri, tertutup, tidak dapat menerima dirinya sendiri
dan kelemahan-kelemahannya orang lain, serta merasa malu jika berada
diantara orang lain.
Penyesuaian diri menuntut kemampuan remaja untuk hidup dan bergaul
secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga remaja merasa puas terhadap
diri sendiri dan lingkungannya (Willis, 2005). Penyesuaian diri akan menjadi
salah satu bekal penting dalam membantu remaja pada saat terjun dalam
masyarakat luas. Penyesuaian diri juga merupakan salah satu persyaratan
penting bagi terciptanya kesehatan jiwa dan mental individu. Banyak remaja
yang tidak dapat mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena ketidak
mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan lingkungan keluarga,
sekolah, pekerjaan dan masyarakat pada umumnya. Sehingga nantinya
cenderung menjadi remaja yang rendah diri, tertutup, suka menyendiri,
kurang adanya percaya diri serta merasa malu jika berada diantara orang lain
3
Hartini (2001) dalam penelitiannya terhadap anak di panti asuhan Jawa
Timur menemukan bahwa 52% menunjukkan kesulitan dalam penyesuaian
sosialnya yang menggambarkan adanya kebutuhan psikologis untuk dapat
menyesuaikan diri dengan tata cara. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan
anak memerlukan pemenuhan kebutuhan psikologis dan sosial yang baik dan
berorientasi pada perkembangan anak.
Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, remaja yang bersekolah
di sebuah sekolah akan menemui banyak aturan yang harus ditaati oleh
remaja. Hal ini seringkali membuat ramaja merasa kurang bebas, sehingga
banyak remaja melanggar aturan yang ada. Contohnya, yang dialami Toyib
(bukan nama sebenarnya) masih kesulitan dalam menyesuaikan dengan
aturan atau tata tertib, sehingga membuat Toyib bosan bersekolah karena
sering diejek teman-temannya. Sulis (bukan nama sebenarnya) sering
terlambat masuk sekolah, dan akhirnya tidak berangkat sekolah.
Oleh karena itu, remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan
baik di lingkungannya. Seseorang dapat menyesuaikan diri dengan baik jika
memiliki ketrampilan sosial dan mampu berhubungan dengan orang lain, baik
dengan teman atau dengan orang yang tidak dikenalnya.
Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan kehadiran
orang lain dalam hidup. Oleh karena itu, individu membutuhkan individu lain
yang dapat memberi dukungan sosial. Remaja membutuhkan dukungan dari
lingkungan. Dukungan sosial yang diterima remaja dari lingkungan, baik
4
sayang membuat remaja menganggap bahwa dirinya dicintai, diperhatikan,
dan dihargai oleh orang lain. Jika individu diterima dan dihargai secara
positif, maka individu tersebut cenderung mengembangkan sikap positif
terhadap dirinya sendiri dan lebih menerima dan menghargai dirinya sendiri.
Sehingga remaja mampu hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat luas
secara harmonis (Kartika, 1986)
Hartini (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa 77 % anak asuh
di panti asuhan Jawa Timur mempunyai kebutuhan psikologis untuk
mendapatkan dorongan dan dukungan dari lingkungan. Dukungan sosial yang
diterima sesorang dalam lingkungannya, baik berupa dorongan semangat,
perhatian, penghargaan, bantuan maupun kasih sayang membuatnya akan
memiliki pandangan positif terhadap diri dan lingkungannya, seseorang akan
mampu menerima kehidupan yang dihadapi serta mempunyai sikap pendirian
dan pandangan hidup yang jelas, sehingga mampu hidup di tengah-tengah
masyarakat luas secara harmonis. Jika individu merasa didukung oleh
lingkungannya, segala sesuatu dapat menjadi lebih mudah pada saat
mengalami kejadian-kejadian yang menegangkan (Smet, 1994).
Menurut Hariyadi (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri dikelompokkan menjadi bagian dua, yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor motif, faktor konsep diri remaja,
faktor persepsi remaja, faktor sikap remaja, faktor intelegensi dan minat,
faktor kepribadian. Faktor eksternal terdiri dari faktor keluarga (pola asuh),
5
faktor hukum dan norma sosial. Dalam faktor kelompok sebaya, tentu setiap
remaja memiliki teman-teman sebaya dalam membentuk kelompok. Dari
kelompok tersebut dukungan sosial dari teman sebaya sangat memperngaruhi
penyesuaian diri remaja dalam kelompok tersebut.
Hal ini didukung dengan penelitian dilakukan Kumala (2012),
hubungan antara dukungan sosial terhadap penyesuaian diri remaja di panti
asuhan. Hasil analisis korelasi menunjukkan koefisien korelasi rxy = 0,339
dengan p = 0,011 (p>0,05).Hal ini menunjukkan ada hubungan positif dan
signifikan antara dukungan sosial dari teman sebaya terhadap penyesuaian
diri remaja. Penelitian dengan hasil yang sama juga dilakukan Ika (2011),
hubungan antara dukungan sosial terhadap penyesuaian diri siswa kelas III di
Madrasah Aliyah Negeri kota Blitar. Hasil analisis korelasi menunjukkan
koefisien korelasi rxy = 0,566 dengan p = 0,01 (p>0,05). Hal ini
menunjukkan ada hubungan positif dan signifikan antara dukungan sosial
terhadap penyesuaian diri siswa. Semakin tinggi dukungan sosial maka
semakin tinggi pula penyesuaian diri, demikian juga sebaliknya. Semakin
rendah dukungan sosial maka semakin rendah pula penyesuaian diri.
Hasil penelitian berbeda diperoleh Wijaya (2007) penelitian ini berjudul
hubungan antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri remaja siswa SMA
Pangudi Luhur di Muntilan. Hasil analisis korelasi menunjukkan koefisien
korelasi rxy = 0,144 dengan p = 0,077 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan
6
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru BK di SMP
Negeri 1 Karanggede yang bernama Bapak Suyudi pada tanggal 2 Mei 2013,
ada beberapa siswa yang masih kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Terbukti dengan masih adanya siswa yang melanggar tata
tertib yang berlaku di sekolah, ada beberapa siswa yang menutup diri dari
teman, ada juga siswa yang dikucilkan karena sering mendapat hukuman dari
guru. Pengamatan langsung di lapangan menunjukan ada siswa yang hanya
berkelompok dengan teman yang prestasinya tinggi. Pada saat guru menyuruh
membuat kelompok, ada siswa yang tidak dapat kelompok. Hal ini
menunjukkan bahwa dukungan sosial yang berasal dari teman kurang.
Berdasarkan hasil penelitian yang bertolak belakang dari Kumala
(2012), Ika (2011) dan Wijaya (2007), maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian ulang tentang ada tidaknya hubungan yang signifikan
antara dukungn sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri remaja.
Dari hasil pra penelitian yang telah dilakukan kepada siswa kelas VIII F
SMP Negeri 1 Karanggede yang berjumlah 34 siswa, diperoleh data sebagai
berikut:
Tabel 1.1
Distribusi frekuensi tingkat dukungan sosial teman sebaya siswa kelas VIII F SMP Negeri 1 Karanggede
Skor Kategori Frekuensi Prosentase
7
Dari tabel 1.1 distribusi frekuensi tingkat dukungan sosial teman sebaya
diperolah hasil bahwa sebagian besar siswa kelas VIII F SMP Negeri 1
Karanggede sebagian besar berada pada kategori tinggi sebesar (70,59%).
Tabel 1.2
Distribusi frekuensi tingkat penyesuaian diri siswa kelas VIII F SMP Negeri 1 Karanggede
Skor Kategori Frekuensi Prosentase
35-55 Sangat rendah 0 0
Dari tabel 1.2 distribusi frekuensi tingkat penyesuaian diri diperoleh
hasil bahwa sebagian besar siswa kelas VIII F SMP Negeri 1 Karanggede
berada pada kategori tinggi sebesar (70,59%).
Tabel 1.3
Korelasi dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri
Tabel 1.3 koefisien korelasi antara dukungan sosial teman sebaya
dengan penyesuaian diri siswa kelas VIII F SMP Negeri 1 Karanggede
diperoleh koefisien korelasi sebesar rxy = 0,104 dengan p = 0,269 (p<0,05)
sehingga tidak ada hubungan yang signifikan.
8
Hasil pra penelitian menunjukkan dukungan sosial teman sebaya dalam
kategori tinggi dan penyesuaian diri juga dalam kategori tinggi dan hasil uji
coba korelasi menunjukkan bahwa dukungan sosial teman sebaya tidak
mempunyai hubungan yang signifikan dengan penyesuaian diri remaja kelas
VIII F SMP Negeri 1 Karanggede. Hasil pra penelitian ini sama dengan hasil
penelitian dari Wijaya (2007) yang menyatakan tidak ada hubungan yang
signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri.
Dari perbedaan hasil penelitian ini peneliti tertarik melakukan penelitian lebih
lanjut untuk memastikan adanya Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman
Sebaya Dengan Penyesuaian Diri Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1
Karanggede.
1.2Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
dalam penelitian adalah: apakah ada hubungan yang signifikan antara
dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri siswa kelas VIII
SMP Negeri 1 Karanggede?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi
hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri
9
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Bila hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri siswa, maka
penelitian dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri ini
mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Kumala (2012) dengan judul
hubungan antara dukungan sosial terhadap penyesuaian diri remaja di panti
asuhan. Penelitian senada dilakukan oleh Ika (2011) dengan judul hubungan
antara dukungan sosial terhadap penyesuaian diri siswa kelas III di Madrasah
Aliyah Negeri kota Blitar. Menyatakan bahwa jika dukungan sosial tinggi
diikuti penyesuaian diri siswa yang tinggi.
1.4.2 Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini dapat memberi sumbangan bagi ilmu
pengetahuan khususnya dalam pendidikan, yaitu sumbangan informasi
tentang tingkat hubungan antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri di
SMP. Selain itu temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan guru
BK untuk merancang melaksanakan kegiatan layanan yang berhubungan
dengan penyesuaian diri.
1.5Sistematika Penulisan
Dalam upaya menyelesaikan skripsi ini, penulis menggunakan
sistematika sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan
10
Bab II : Tinjauan teoritis yang berisi tentang Penyesuaian Diri dan
Dukungan Sosial Remaja serta Hipotesa
Bab III : Metode penelitian, yang berisi Jenis Penelitian, Data dan Sumber
Data, Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisa Data.
Bab IV : Analisa dan Pembahasan