• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS KEHIDUPAN KERJA PADA ANGGOTA TNI-AD : Studi Deskriptif terhadap Anggota TNI-AD di Corps “X” Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KUALITAS KEHIDUPAN KERJA PADA ANGGOTA TNI-AD : Studi Deskriptif terhadap Anggota TNI-AD di Corps “X” Bandung."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

No. Skripsi : 352/Skripsi/PSI-FIP/UPI.08.2013

KUALITAS KEHIDUPAN KERJA PADA ANGGOTA TNI-AD

(Studi Deskriptif terhadap Anggota TNI-AD di Corps “X” Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Jurusan Psikologi

Oleh

Budi Setiawan Marlianto

0901627

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

Kualitas Kehidupan Kerja pada Anggota TNI-AD

(Studi Deskriptif terhadap Anggota TNI-

AD di Corps “X” Bandung)

Oleh

Budi Setiawan Marlianto

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Budi Setiawan Marlianto

Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kualitas kehidupan kerja pada anggota TNI-AD di Corps “X” Bandung. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan pengalaman-pengalaman kualitas kehidupan kerja dari sudut pandang anggota TNI-AD. Dengan melihat kualitas kehidupan kerja, yang dialami oleh anggota TNI-AD di Corps “X” tersebut dapat dipahami aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi terjadinya kualitas kehidupan kerja seorang anggota TNI-AD. Dalam penelitian ini, pengumpulan data subjek penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara pada tiga orang anggota TNI-AD yang bertugas di kesatuan Corps “X” Bandung berdasarkan strata jabatan atau hirarki jabatan yang ada pada peraturan TNI yaitu dari tingkat bawahan (tamtama), tingkat menengah (bintara), dan atasan (perwira). Wawancara dilakukan sebanyak dua kali pada masing-masing subjek. Proses satu kali wawancara

pre-eleminary sebelum mengambil data, satu kali wawancara formal dengan durasi waktu rata-rata 60 menit dan cross check, lalu penulis juga melakukan wawancara dengan informan sebagai orang dekat dan mengetahui subjek sebagai member check

(6)

ABSTRACT

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………...……….………... i

KATA PENGANTAR..……….……… ii

DAFTAR ISI………..………... iii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ………...…. 1

1.2 Fokus Penelitian ………..7

1.3 Rumusan Masalah Penelitian ………..………... 7

1.4 Tujuan Penelitian ………... 7

1.5 Manfaat Penelitian ………. 8

1.6 Sistematika Penulisan ……….... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA………..………... 9

2.1 Definisi Kualitas ……… 9

2.2 Kualitas Kehidupan Kerja ……….………. 9

2.2.1 Definisi Kualitas Kehidupan Kerja ……….………. 9

2.2.2 Aspek Kualitas Kehidupan Kerja ………...……..… 10

2.3 Tentara Nasional Indonesia (TNI) ..………...………….. 12

2.3.1 Pengertian TNI ………..……… 12

2.3.2 Karakteristik TNI ………...……… 14

(8)

BAB III METODE PENELITIAN………...…..…… 17

3.1 Desain Penelitian ………..………... 17

3.2 Definisi Operasional ….………..………..18

3.3 Ruang Lingkup Masalah ………..……….... 18

3.4 Lokasi dan Subjek Penelitian ………..………. 19

3.5 Instrumen Penelitian ………...……... 19

3.6 Teknik Pengumpulan Data ………..…… 20

3.7 Teknik Analisis Data ………...….... 21

3.8 Teknik Analisis Keabsahan Data ………...… 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………... 24

4.1Profil Subjek Penelitian ... 24

4.1.1 Identitas dan Latar Belakang Subjek 1 ……….… 24

4.1.2 Identitas dan Latar Belakang Subjek 2 ……….…… 27

4.1.3 Identitas dan Latar Belakang Subjek 3 ……….… 29

4.2Deskripsi Data……….... 31

4.3Hasil dan Pembahasan Penelitian ………..…….. 32

4.3.1 Gambaran Kualitas Kehidupan Kerja Subjek 1 ……….... 32

4.3.2 Gambaran Kualitas Kehidupan Kerja Subjek 2 ……… 42

4.3.3 Gambaran Kualitas Kehidupan Kerja Subjek 3 ……….... 53

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………..…..….. 62

5.1 Kesimpulan ……….. 62

5.2 Saran ……… 63

(9)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

A.Subjek 1:

Verbatim S1, Reduksi Data S1, Kategorisasi S1

B.Subjek 2:

Verbatim S2, Reduksi Data S2, Kategorisasi S2

C.Subjek 3:

Verbatim S3, Reduksi Data S3, Kategorisasi S3

D.Informan :

Verbatim (I1,I2), Reduksi Data (I1,I2), Kategorisasi (I1,I2)

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Dewasa ini tujuan individu untuk bekerja tidak hanya mencari uang saja,

melainkan untuk memenuhi kebutuhan yang lain seperti kebutuhan untuk

dihargai, membentuk keterikatan sosial serta merasa kompeten dalam kehidupan

pekerjaan. Kualitas kehidupan kerja atau Quality of Work Life (QWL) merupakan isu menarik yang menjadi tantangan bagi organisasi dalam penataan lingkungan

kerjanya. Menurut Dessler (dalam Mifriadi, 2006) kualitas kehidupan kerja

diartikan sebagai suatu keadaan dimana anggota organisasi dapat memenuhi

kebutuhan penting mereka dengan bekerja di dalam organisasi, dan kemampuan

untuk melakukan hal itu bergantung pada apakah terdapat adanya perlakuan yang

adil, kompensasi yang layak dan kesempatan bagi anggota organisasi untuk

mengembangkan dirinya dalam sebuah organisasi.

Cascio (2006) menyatakan bahwa terdapat dua cara dalam menjelaskan

kualitas kehidupan kerja yaitu: Pertama, kualitas kehidupan kerja dipandang

sebagai sekumpulan persepsi anggota organisasi mengenai kondisi kerjanya

seperti rasa aman dalam bekerja, kepuasan kerja, dan kondisi untuk dapat tumbuh

dan berkembang sebagai manusia. Kedua, kualitas kehidupan kerja dipandang

sebagai sekumpulan sasaran yang ingin dicapai melalui kebijakan organisasi

seperti: kondisi kerja yang aman, keterlibatan kerja, kebijakan pengembangan

karir, perancangan karakteristik pekerjaan, kompensasi yang adil dan lain-lain.

Kehidupan kerja anggota organisasi dipengaruhi oleh lingkungan di

sekitarnya. Kualitas kehidupan kerja akan menghasilkan lingkungan kerja yang

lebih manusiawi dan berupaya memenuhi semua kebutuhan anggota organisasi,

karena konsep dari kualitas kehidupan kerja yaitu mengungkapkan pentingnya

penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya. Kehidupan kerja

(11)

2

untuk bekerja dengan lebih tekun dan lebih baik. Sebaliknya, jika situasi

kehidupan kerja tidak menyenangkan akan menimbulkan ketidakpuasan yang

dapat menghilangkan motivasi kerja seseorang. Sebagaimana diungkap Ghiselli

dan Brown (dalam Dessler, 2003) bahwa lingkungan kerja berpengaruh terhadap

kuantitas dan kualitas hasil kerja anggota organisasi.

Peran penting kualitas kehidupan kerja adalah mengubah iklim kerja

organisasi secara teknis dan manusiawi, dapat membawa kepada kualitas

kehidupan kerja yang lebih baik. Peningkatan kualitas kehidupan kerja ini

diperlukan untuk menciptakan kepuasan kerja sebagai pemicu semangat kerja.

Aspek-aspek untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja menurut Walton

(dalam Wendell, 1983) yaitu: (1) Kompensasi yang mencukupi dan adil. (2)

Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat. (3) Kesempatan untuk

mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia (4) Peluang untuk

pertumbuhan dan mendapatkan jaminan. (5) Integrasi sosial dalam organisasi

pekerjaan. (6) Hak-hak karyawan. (7) Pekerja dan ruang hidup secara

keseluruhan. (8) Tanggung jawab sosial organisasi.

Kualitas kehidupan kerja atau quality of work life (QWL) difokuskan pada anggota organisasi tingkat rendah yaitu mereka yang melakukan berbagai

kegiatan yang bersifat teknikal dan operasional, karena pada dasarnya usaha

untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja tidak hanya bagaimana anggota

organisasi melakukan pekerjaan dengan lebih baik melainkan juga bagaimana

pekerjaan dapat membuat anggota organisasi menjadi lebih baik. Kualitas kinerja

aparatur negara (TNI/POLRI) atau pegawai negeri sipil masih minim, seperti

yang dijelaskan oleh Chin dan Chen (dalam Sumitra, 2012) yang mengemukakan

faktor-faktor penentu kualitas kehidupan kerja anggota organisasi terhadap

organisasi antara lain kepuasan akan imbalan yang layak, hal ini sesuai dengan

hasil survey Work Indonesia (dalam Herawan, 2012) bahwa 51% anggota

organisasi di Indonesia tidak puas dengan gaji yang diberikan organisasi dan

(12)

3

Indonesia menggambarkan bagaimana persepsi anggota organisasi terhadap

kualitas kehidupan kerjanya di organisasi. Hal tersebut merupakan suatu

fenomena yang bisa terjadi di berbagai organisasi yakni baik dalam organisasi

sipil maupun organisasi militer.

Organisasi militer adalah organisasi angkatan perang dari suatu negara

yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan. Salah satu organisasi

militer yang dimiliki Indonesia yakni Tentara Nasional Indonesia (TNI), tentara

adalah warga negara yang dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas-tugas

pertahanan negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman

bersenjata. Tentara Nasional Indonesia merupakan salah satu alat pertahanan

negara untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

dari Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan (ATHG) yang datang dari

dalam negeri maupun dari luar negeri (dalam UU No 34 pasal 6, 2004). Tentara

Nasional Indonesia dibagi menjadi tiga angkatan yakni Angkatan Darat (AD),

Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU). Masing-masing angkatan

memiliki tugas pokok yang berbeda, salah satunya Angkatan Darat (AD).

Angkatan Darat merupakan angkatan tertua atau angkatan yang paling lama

berdiri sejak zaman penjajahan tanggal 5 Oktober 1945 yang dahulu bernama

Tentara Republik Indonesia (TRI). Angkatan Darat memiliki jumlah personel

prajurit yang lebih banyak dibandingkan dengan angkatan TNI lainnya. Prajurit

adalah anggota TNI, berdasarkan TOP/DSPP TNI jumlah data personel prajurit

TNI-AD pada tahun 2012 sejumlah 316.198 orang (dalam Sumitra, 2012:6).

Karakteristik seorang prajurit TNI-AD yaitu loyalitas kepada

pimpinannya, hirarki terhadap kepangkatan, disiplin tinggi, bertanggung jawab

atas tugasnya, profesional di bidangnya, tegas dalam bertindak, sikap dan

perilaku yang menjadi panutan serta setia kepada Bangsa dan Negara (dalam

Herawan, 2012). Dengan adanya hirarki terhadap kepangkatan yaitu mulai dari

jenjang karir tamtama (anggota bawahan) sampai dengan perwira (pimpinan),

(13)

4

serta senantiasa bersedia menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Hirarki

kepangkatan tersebut merupakan karakteristik prajurit TNI-AD yang berada di

seluruh kesatuan di Indonesia, salah satunya yaitu di Corps “X” Bandung.

Corps “X” Bandung merupakan salah satu unsur dari bantuan tempur (Banpur). Sebagai salah satu unsur kekuatan, Corps “X” Bandung memiliki tugas

pokok membuat, memperbaiki dan memelihara alat-alat persenjataan yang

dimiliki oleh TNI-AD. Divisi yang berada di bawah naungan Corps “X”

Bandung adalah Divisi Kendaraan, Divisi Senjata dan Divisi Bengkel Teknologi

Mekanik. Karena tanggung jawab Corps “X” Bandung untuk maintenance

alutsista, maka setiap hari ada ribuan senjata, tank tempur dan alat-alat senjata lainnya yang masuk gudang untuk diperbaiki dari seluruh Corps di KODAM

dalam lingkup wilayah Jawa Barat.

Berdasarkan hasil wawancara informal dengan salah seorang anggota

TNI-AD di Corps “X” Bandung berinisial “R”, beliau menjelaskan bahwa

permasalahan yang dihadapi organisasi militer di kesatuan Corps “X” Bandung

ini yaitu Pertama, kurangnya keterampilan yang dimiliki oleh para anggota,

sehingga tugas dan tanggung jawab hanya mampu dilaksanakan oleh sebagian

anggota yang memiliki keterampilan baik. Kedua, kompensasi yang diterima

oleh para anggota tidak sebanding dengan beban kerja yang mereka kerjakan dan

kurang diberikan fasilitas dalam hal mengasah keterampilan lain oleh organisasi.

Berbeda dengan hasil wawancara sebelumnya, wawancara kedua dengan

salah satu anggota TNI-AD di Corps “X” Bandung berinisial “W.Y” beliau

menjelaskan permasalahan yang dirasakan oleh anggota TNI-AD yaitu otoritas

pekerjaan dalam pengambilan keputusan sangat terbatas hal ini dikarenakan

adanya hirarki kepangkatan yang menuntut agar setiap keputusan diambil oleh

pimpinan atau atasan, sehingga ketika dalam keadaan terdesak pun saat pimpinan

tidak ada di tempat, anggota tidak berani untuk mengambil keputusan sebelum

(14)

5

“Ya kalau masalah otoritas di dalam bagian ini jelas terbatas ya kalau

untuk bawahan, karena ada atasan langsung yang menyelesaikan bagian jadi masalah otoritas ya terbatas”

( S1/W1/A13/27-05-2013)

Selain otoritas pekerjaan, beliau juga mengungkapkan sedikit

permasalahan yang berkaitan dengan penghargaan diri dalam hal ini yaitu

kenaikan pangkat yang relative lama karena adanya aturan baru sehingga

berdampak pada kompensasi yang telah diatur oleh pemerintah sesuai dengan

pangkat dan jabatan. Seperti ungkapan wawancara berikut:

“Kenaikan pangkat juga itu relative lama ya dulu naik pangkat 2 tahun, sekarang aturan baru itu misalkan Sersan Dua (Serda) ke Sersan Satu (Sertu) 5 tahun, kecuali mau ke Pleton Dua (Pelda) ke Pleton Satu (Peltu)

Cuma 4 tahun kalau lainnya 5 tahun”

(S1/W1/A30/27-05-2013)

Disamping dua permasalahan yang diatas, beliau juga mengungkapkan

permasalahan yang berkaitan dengan pelatihan atau keterampilan yang diberikan

oleh organisasi. Tidak semua anggota di Corps “X” Bandung diberikan pelatihan

khusus, hanya beberapa anggota saja yang diberikan pelatihan di luar kantor. Hal

ini yang menyebabkan tingkat kejenuhan ketika anggota hanya mampu

menyelesaikan pekerjaan dalam satu bidang saja karena system kerja yang masih

klasik sehingga bardampak pada kualitas kehidupan kerja anggota. Seperti yang

diungkapkan pada hasil wawancara berikut:

“Tidak, masalahnya itu pelatihan hanya dilakukan oleh beberapa orang saja sesuai dengan keterampilan yang dimiliki saja, jadi tidak semua

anggota diberikan keterampilan”

(15)

6

Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 pasal 3 butir 16 menyatakan “Setiap pegawai negeri memiliki peluang yang sama dalam pengembangan karir”. Namun aplikasi di lapangan yang terjadi di Corps “X” Bandung masih terjadi tebang pilih dalam menentukan anggota yang mengikuti diklat maupun

pelatihan dan promosi, masih kurangnya dukungan manajemen dalam penerapan

hasil pendidikan maupun pelatihan dalam kehidupan organisasi. Secara tidak

langsung hal ini memberikan dampak yang kurang harmonis dalam kehidupan

organisasi.

Kualitas kehidupan kerja mengenai kepuasan kerja dalam kompensasi

masih dirasakan kurang oleh sebagian anggota TNI-AD di Corps “X” Bandung

dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya serta kompensasi yang tidak merata

diberikan kepada anggota TNI yakni dengan beban kerja yang sama namun

menerima kompensasi yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan sistem

kompensasi yang disesuaikan dengan masa kerja walaupun dengan pangkat dan

jabatan yang sama, ini merupakan salah satu faktor penyebab kesenjangan antar

anggota.

Apapun yang dikerjakan oleh anggota TNI tentunya dalam rangka

pemenuhan kebutuhannya, baik untuk dirinya maupun lingkungan kerjanya.

Secara psikologis dukungan lingkungan kerja terhadap pekerjaan anggota TNI

akan meningkatkan produktifitas kerja mereka. Dengan hubungan yang harmonis

di lingkungan kerja tentunya akan mendorong keinginan yang tinggi dalam

meningkatkan motivasi dan produktifitas kerja.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Mageswari,

2012) mengenai “Stress and Quality of Work Life” bahwa dengan perbaikan

kualitas kehidupan kerja yang baik akan meningkatkan motivasi kerja bagi

karyawan dan berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Mifriadi,

2006) mengenai “Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Produktifitas Karyawan” bahwa kualitas kehidupan kerja yang tinggi akan mempengaruhi

(16)

7

Melihat pentingnya kualitas kehidupan kerja bagi sumber daya manusia

dalam sebuah organisasi khususnya pada anggota TNI-AD, akan berdampak

pada kinerja yang ditunjukkan oleh prajurit TNI maka dari itu perlu adanya

penelitian lebih lanjut mengenai kualitas kehidupan kerja TNI-AD di Corps “X”

Bandung.

1.2Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas mengenai

minimnya dukungan lingkungan kerja bagi anggota organisasi dalam hal ini

anggota TNI-AD. Hal tersebut membuat kualitas kinerja yang kurang optimal.

Fokus penelitian ini diarahkan kepada gambaran kualitas kehidupan kerja

anggota TNI-AD beserta aspek-aspek yang dapat meningkatkan kualitas

kehidupan kerja tersebut.

1.3 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Bagaimanakah gambaran kualitas kehidupan kerja atau Quality of Work Life (QWL) pada anggota TNI-AD di Corps “X” Bandung?”

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini bertujuan untuk

(17)

8

1.5Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

pengetahuan keilmuan psikologi khususnya dalam bidang Industri dan

Organisasi, mengenai kualitas kehidupan kerja atau quality of work life

(QWL) pada anggota TNI-AD. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat

memberikan gambaran sekaligus referensi mengenai kondisi yang

diperoleh peneliti sehingga dapat menunjang penelitian selanjutnya.

2. Secara Praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran

kerja anggota TNI-AD dalam mengetahui gambaran kualitas kehidupan

kerja dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan kerja pada

anggota TNI-AD.

1.6Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

JUDUL, disertai pernyataan maksud penulisan skripsi.

Nama dan kedudukan TIM PEMBIMBING.

KATA PENGANTAR

ABSTRAK

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(18)

Budi Setiawan Marlianto, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif. Karena

diperlukan penggalian data secara mendalam dan menyeluruh dengan cara

interview dalam penelitian ini. Selain itu penelitian kualitatif dipilih karena

bersifat fleksibel mengikuti alur subjek namun tetap terstruktur sesuai dengan

kebutuhan dan tujuan penelitian.

Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2012 : 4) mendefinisikan

metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha

mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat

sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian pada pemecahan

masalah actual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan

(Sujana dan Ibrahim, 1989).

Penelitian kualitatif lebih menonjolkan proses dan makna yang dimiliki

subyek. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian

sesuai dengan fenomena dan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga

bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan

sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan

observasi, dalam hal ini mewawancarai anggota TNI-AD di Corps “X”

Bandung. Dimana pertanyaan interview akan didapatkan dari penurunan teori

menjadi dimensi dan indikator. Selain itu, sebagai data pendukung dilakukan

pula observasi dan wawancara kepada keluarga ataupun rekan kerja subjek

dalam hal ini sebagai informan. Alat pengukur data dalam penelitian kualitatif

adalah peneliti itu sendiri, sedangkan alat bantu untuk mengumpulkan data

(19)

18

Budi Setiawan Marlianto, 2013 3.2 Definisi Operasional

Kualitas kehidupan kerja atau quality of work life dalam penelitian ini didefinisikan sebagai persepsi anggota organisasi terhadap suasana dan

pengalaman anggota di tempat kerja mereka. Suasana pekerjaan yang

dimaksudkan adalah berdasarkan kepada delapan aspek menurut Walton

(dalam Wendell, 1983) yaitu:

1. Kompensasi yang mencukupi dan adil.

2. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat.

3. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia.

4. Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan.

5. Integrasi sosial dalam organisasi pekerjaan.

6. Hak-hak karyawan.

7. Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan.

8. Tanggung jawab sosial organisasi.

Kualitas kehidupan kerja atau quality of work life (QWL) dalam penelitian ini difokuskan pada anggota TNI-AD tingkat rendah yaitu mereka

yang melakukan berbagai kegiatan yang bersifat teknikal dan operasional,

karena pada dasarnya usaha untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja

tidak hanya bagaimana anggota organisasi melakukan pekerjaan dengan lebih

baik melainkan juga bagaimana pekerjaan dapat membuat anggota organisasi

menjadi lebih baik.

3.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup atau batasan masalah pada penelitian ini hanya terbatas

mengenai sejauh mana gambaran kualitas kehidupan kerja atau quality of work life yang dialami oleh anggota TNI-AD di Corps “X” Bandung. Dengan melihat delapan aspek dalam peningkatan kualitas kehidupan kerja, antara

lain:

1. Kompensasi yang mencukupi dan adil.

2. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat.

(20)

19

Budi Setiawan Marlianto, 2013

4. Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan.

5. Integrasi sosial dalam organisasi pekerjaan.

6. Hak-hak karyawan.

7. Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan.

8. Tanggung jawab sosial organisasi.

3.4 Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Bandung. Subjek dari penelitian ini

adalah tiga orang anggota TNI-AD di Corps “X” Bandung dengan

berdasarkan hirarki jabatan yang ada di lingkungan TNI-AD yaitu jenjang

tamtama (anggota bawahan), bintara dan perwira (pimpinan). Selain itu,

subjek juga telah berkeluarga dan menjalankan tugas kedinasan sebagai

anggota TNI-AD dalam waktu yang cukup lama. Hal ini dimaksudkan agar

hasil informasi yang didapatkan dari subjek penelitian berdasarkan

pengalaman yang ada kaitannya dengan delapan aspek dalam peningkatan

kualitas kehidupan kerja.

3.5 Instrumen Penelitian

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang memanfaatkan

wawancara terbuka, perasaan dan perilaku individu maupun sekelompok

orang. Instrument penelitian merupakan alat pengumpul data. Adapun

instrument dalam penelitian kualitatif menurut Moleong (2012 : 37) yaitu

peneliti itu sendiri dengan menggunakan tape recorder dan catatan lapangan sebagai alat bantu. Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari

pengamatan. Dimana pengamat memungkinkan melihat dan mengamati

sendiri situasi yang mungkin terjadi. Selain itu, ciri-ciri umum manusia

sebagai instrument mencakup segi responsif, dapat menyesuaikan diri,

menekan keutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses dan

mengikhtisarkan, serta memanfaatkan kesempatan mencari respon yang tidak

(21)

20

Budi Setiawan Marlianto, 2013

3.6 Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara (interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2012 : 186).

Menurut Hadi (dalam Smith, 2009) wawancara adalah metode

pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak dengan sistematis dan

berlandaskan kepada tujuan-tujuan penyelidikan.

Dalam penelitian ini wawancara akan dilakukan kepada tiga orang

anggota TNI-AD di Corps “X” Bandung. Wawancara yang dilakukan

berupa wawancara terstruktur ataupun semi terstruktur.

2. Observasi

Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan peneliti guna

kelengkapan data yang dibutuhkan. Guba dan Lincoln (dalam Moleong,

2012 : 174) mengemukakan beberapa alasan pentingnya pengamatan atau

observasi dalam penelitian kualitatif, yaitu :

 Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks

dalam hal yang diteliti akan atau terjadi.

 Teknik pengamatan juga memungkinkan peneliti melihat dan

mengamati sendiri, kemudian mencatat hal-hal pada keadaan

sebenarnya yang mungkin kurang disadari oleh subjek penelitian

sendiri.

 Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi

yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional maupun pengetahuan

yang langsung diperoleh dari data.

 Pengamatan dapat digunakan untuk mengecek kepercayaan data yang

(22)

21

Budi Setiawan Marlianto, 2013

 Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami

situasi-situasi rumit dalam perilaku yang kompleks.

 Pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat dalam

kasus-kasus tertentu dimana teknik penelitian lainnya tidak memungkinkan

untuk dilakukan.

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan

mengamati dan terlibat langsung dalam kegiatan subjek atau disebut

dengan observasi partisipan. Selain itu, observasi menggunakan metode

pencatatan langsung terhadap segala kejadian yang terjadi yang dapat

menunjang data penelitian.

3.7 Teknik Analisis Data

Secara umum proses analisis data kualitatif menurut Glaser dan

Strauss (dalam Moleong, 2011 : 288) mencakup reduksi data, kategorisasi

data, sintesisasi dan diakhiri dengan menyusun hipotesis kerja. Berikut

merupakan tahapan analisis data dalam penelitian kualitatif :

1. Reduksi data

a. Identifikasi satuan (unit). Pada mulanya diidentifikasikan adanya satuan

yaitu bagian yang terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki

makna bila dikaitkan dengan fokus dan masalah penelitian.

b. Sesudah satuan diperoleh, langkah berikutnya adalah membuat koding.

Membuat koding berarti memberikan kode pada setiap satuan, agar

tetap dapat ditelusuri data atau satuannya, berasal dari sumber mana.

2. Kategorisasi

a. Menyusun kategori. Kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap

satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan.

(23)

22

Budi Setiawan Marlianto, 2013

3. Menyusun hipotesis kerja

Hal ini dilakukan dengan jalan merumuskan suatu pernyataan yang

proposisional. Hipotesis kerja sudah merupakan teori substantif (yaitu

kategori yang berasal dan masih terkait dengan data). Hipotesis kerja

hendaknya terkait dan sekaligus menjawab pertanyaan penelitian.

3.8 Teknik Analisis Keabsahan Data

Studi deskriptif ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif.

Untuk menguji keabsahan data, teknik keabsahan yang digunakan yaitu

teknik keabsahan konstruk. Dimana, keabsahan konstruk (construct validity) adalah keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastiaan bahwa

yang berukur benar-benar merupakan variabel yang ingin di ukur. Keabsahan

ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu

caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam

Moleong, Denzin (1978 : 330) menjelaskan beberapa macam triangulasi

sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu :

a. Triangulasi Sumber

Menggunakan berbagai sumber data seperti hasil wawancara, hasil

observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu anggota TNI-AD

yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. Selain itu

wawancara juga dilakukan kepada perwakilan rekan kerja dan keluarga

masing-masing subjek.

b. Triangulasi Metode

Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode

wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, penulis melakukan

metode wawancara kepada tiga orang anggota TNI-AD yang ditunjang

(24)

23

Budi Setiawan Marlianto, 2013

c. Triangulasi Penyidik

Adanya pengamat di luar penulis yang turut memeriksa hasil

pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi

(25)

Budi Setiawan Marlianto, 2013

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kualitas

kehidupan kerja pada anggota TNI-AD di Corps “X” Bandung. Berdasarkan

penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang kualitas kehidupan

kerja atau quality of work life (QWL), maka didapatkan kesimpulan dari masing-masing dimensi yaitu mengenai kompensasi yang mencukupi dan

adil, ketiga subjek telah mendapatkan kompensasi yang sesuai dengan

pekerjaannya meskipun subjek dua dan subjek tiga merasa kompensasi yang

diterimanya belum sepenuhnya mencukupi kebutuhan keluarga. Dilihat dari

dimensi kondisi kerja yang aman dan sehat, ketiga subjek ditempatkan pada

tempat kerja yang aman dan sehat sesuai dengan usia dan bidang keahliannya.

Dari dimensi kesempatan untuk tumbuh dan menggunakan kapasitasnya

sebagai manusia, ketiga subjek tidak mendapatkan otoritas penuh dalam

pekerjaannya, hal ini dikarenakan hanya pimpinan yang memiliki otoritas

dalam pengambilan keputusan. Dari dimensi peluang untuk tumbuh dan

mendapatkan jaminan, ketiga subjek mendapatkan jaminan dalam hal

kesehatan dan kompensasi pensiun ketika masa kedinasan telah selesai dalam

hal ini pensiun. Mengenai dimensi integrasi sosial dalam pekerjaan, ketiga

subjek memiliki hubungan yang harmonis dengan rekan kerja dan pimpinan

sehingga ketiga subjek tersebut merasa nyaman dalam melaksanakan tugas.

Hak-hak karyawan dalam hal ini ketiga subjek memiliki hak untuk

mendapatkan informasi mengenai kebijakan organisasi. Lalu mengenai ruang

hidup secara keseluruhan, ketiga subjek mampu melaksanakan perannya

sebagai anggota TNI dan kepala rumah tangga walaupun waktu bersama

keluarga terbatas, mengenai tanggung jawab sosial, organisasi tidak

mengabaikan tanggung jawabnya kepada anggota organiasasi sehingga

(26)

63

Budi Setiawan Marlianto, 2013 5.2 Saran

1. Bagi Subjek Penelitian

 Dengan adanya penelitian ini diharapkan subjek sebagai anggota

TNI-ADdapat meningkatkan kualitas kehidupan kerjanya.

 Diharapkan subjek dapat memaknai aspek-aspek dalam meningkatkan

kualitas kehidupan kerjanya.

2. Bagi Organisasi Corps “X” Bandung

 Dengan adanya penelitian ini diharapkan organisasi dapat membantu dalam meningkatkan kualitas kehidupan kerja anggotanya

 Diharapkan organisasi memberikan program pelatihan kerja kepada

seluruh anggota dalam menunjang kinerja sehari-hari sesuai dengan

bidangnya masing-masing

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

 Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti kualitas kehidupan kerja selain anggota TNI-AD, agar dapat membandingkan kualitas kehidupan kerja di instansi militer lainnya.

 Peneliti selanjutya diharapkan dapat meneliti aspek-aspek lainnya dari

(27)

Daftar Pustaka

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineke

Cipta.

Ayodeji, Ilesanmi Oladele. 2011. Job Design and Improved Quality of Work Life of

Nigerian Secondary School Teachers. Ilorin : Department of Business Administration

University of Ilorin.

Bowditch, James L, Anthony F Buono. 1994. A primer on Organizational Behaviour.

Third Edition John Willey & Sons, Inc : Newyork. Hal 365-370.

Cascio, Wayne F. (2006). Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work

Life, Profits Edition. New York : McGraw Hill International.

Creswell, J. W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing among

Five Tradition. London : Sage Publication.

Davis, Keith, John W Newstrom. 1985. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh Jilid

2. Jakarta: Erlangga. Hal 52-69.

Daymon, Christine & Holloway. 2002. Metode Riset Kualitatif dalam Public Relations

dan Marketing Communications. Jogyakarta: Bentang Pustaka.

Dessler, Gary. (2003). Human Resource Management. Edition. New York : Prentice Hall International.

Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:

Grasindo

Hasibuan, Malayu S. P. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi Bumi

Aksara, Jakarta: Grasindo

Hasibuan, Malayu S.P. 2001. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, Edisi Kedua.

(28)

65

Herawan, Heri. 2012. Dosir Prajurit Sebagai Pendukung Kelancaran Sistem Pembinaan

Prajurit Guna Meningkatkan Kualitas Prajurit TNI-AD. Jurnal Yudhagama. Vol 32

No. 2 Juni 2012.

Islam. Md Sahanur. 2011. Quality of Work Life: an Insight of Causes of Attrition in

Insurance Sector in India. India : International Conference On Management

Proceeding.

Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mageswari, Dewi. 2012. Stress and Quality of Work Life – a Literature Review. Gujarat:

Sunshine Group of Institutions, Asian Journal of Multidimensional Research Vol 1

Issue 3 August 2012, ISSN 2278 – 4853.

Mathis, Robert L.. & John H. Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia (Buku

Kedua). Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Empat.

Mifriadi, Ade. 2006. Kajian Tentang Hubungan Penerapan Sistem Manajemen Kualitas

ISO 9002 dan Kualitas Kehidupan Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan. Skripsi

Studi Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Kehutanan.

Misiak, Henryk, Ph.D & Sexton, Virginia Staundt, Ph.D. 2009. Psikologi Fenomenologi

Eksistensial dan Humanistik. Bandung: Refika Aditama.

Moleong, L. J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Newstrom, John W. 2011. Organizational Behavior, Human Behavior at Work.

Thirteenth edition The McGrow-Hill Companies.

Nitisemito, Alex. S. 2002. Manajemen Personalia. Edisi Revisi, Penerbit Ghalia

Indonesia

(29)

66

Patton, M. 1990. Qualitative Evaluation and Research Methods. Beverly Hills, CA:

Sage.

Redaksi RAS. 2010. Hak dan Kewajiban Karyawan. Jakarta: Raih Asa Sukses

Retnowati, Nova, Muslichah Erma Widia. 2012. Manajemen Kompensasi. Bandung:

Karya Putra Darwati

Sabarirajan, A., & Geethanjali, N. (2011). A Study on Quality of Work Life and

Organizzational Performance Among The Employees of Public and Private

Banks in Dindigul. International Journal Economics. Res., Volume 2 (6), 38-45.

Sanjaya, Agus Rinda. 2010. Pengaruh Total Quality Management terhadap Quality of

Work Life pada Karyawan Dealler Yamaha Mulia Pabelan Kartasura. Surakarta:

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah.

Saraji, G Nasl & Dargahi, H. (2006). Study of Quality of Work Life (QWL). Iranian

Journal Public Health, Vol. 35, No. 4, pp.8-14.

Simamora, Hendry. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN

Strauss, A., & Corbin, J. (2009). Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif : Tata Langkah dan

Teknik-Teknik Teoritisasi Data. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda.

Sumitra, Ngurah. 2012. Pengelolaan SDM Berbasis Kompetensi Untuk Mewujudkan

Kinerja Prajurit TNI Angkatan Darat Yang Optimal. Jurnal Yudhagama. Vol 32 No.

2 Juni 2012.

Suwatno, & Priansa, D. J. (2011). Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan

Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Smith, Jonathan, A. 2009. Dasar-dasar Psikologi Kualitatif : Pedoman Praktis Metode

(30)

67

Tabassum, Ayesha, Tasnuva Rahman, Kursia Jahan. 2011. A Comparative Analysis of

Quality of Work Life among the Employees of Local Private and Foreign

Commercial Banks in Bangladesh. World Journal of Social Science Vol.1 No.1

March 2011 Pp. 17-33

Wendell L. French and Cecil H. Bell. 1983. “A Definition of Organization

Development: Theory, Practice and Research” (Plano, TX: Business Publications pp 368-369)

Widya, Winny. 2012. Penerapan Sistem Outsourcing di PT. Amerta Indah Otsuka

dihubungkan dengan Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Jo Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No 220

tahun 2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan sebagian Pelaksanaan kepada

Perusahan lain. Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung.

Zulkarnain, Yahaya Mahamood, Fatimah Omar. 2010. Implication of Career

Development and Demograpic Factors on Quality of Work Life. Jurnal Psikologi

Volume 37 No.1 Juni 2010; 23-33.

_______. (2013). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja

Indonesia [Online]. (http://www.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/jam-kerja,

diakses tanggal 20 juni 2013).

_______. (2013). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

No.PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi

Pekerja di Perusahaan [Online].

Referensi

Dokumen terkait

Pentaeritritol dengan proses natrium hidroksida mulai diproduksi secara komersial pada sekitar awal tahun 1930-an di Amerika Serikat. Reaktor yang bekerja secara kontinyu

Pengangguran regional di Indonesia mempunyai mekanisme yang lambat menuju keseimbangan disebabkan karena faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran

Tanaman hias saat ini semakin memiliki tempat di tengah masyarakat, para pecinta maupun penjual tanaman hias terus berupaya merawat tanaman hias hingga memiliki nilai jual

Kaison dipakai sebagai pondasi bangunan yang besar, bila cara pemotongan terbuka tidak dapat dipakai akibat adanya air yang naik atau endapan pada dasar   pondasi dan

[r]

Dalam bahagian ini, imej Bintulu dipengaruhi merupakan min yang tertinggi ( 4.67 ) dalam kesan terhadap alam sekeliling. Hal ini demikian kerana masalah alam sekitar di Pasar Utama

Berdasarkan Evaluasi Dokumen Kualifikasi Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Kegiatan Pendataan Kapal Nelayan dan Sosialisasi Program Konversi BBM ke BBG untuk