UPAYA PEMBINA PALANG MERAII REMAJA (PMR)
DALAM MENANAMKAN KESETIAKAWANAN SOSIAL ANGGOTANYA
MELALUI LATIHAN RUTIN PMR(Suatu Studi tentang Pembinaan Kesetiakawanan Sosial
di SMK Negeri 1 Kadipaten Kabupaten Majalengka)
' TESIS
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis
untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Program Pascasarjana
Bidang Studi Pendidikan Uraum
Oleh:
Singgih Setyo Haryanto
9596167
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
DISETUJUI DAN DISAHKAH
ABSTRAK
Judul peneiitian: Upaya Pembina Palang Merah Remaja (PMR) Dalam Menanamkan Resetiakawanan Sosial Anggotanya melalui Latihan Rutin PMR. (Suatu Studi tentang Pembinaan Resetiakawanan Sosial di SMR Negeri 1 Radipaten Rabupaten
Majalengka).
Peneiitian ini bertujuan untuk mengungkap: wawasan
para pembina tentang misi kegiatan PMR di sekolah,
pemahaman para pembina tentang makna kesetiakawanan sosial
yang terkandung dalam kegiatan PMR, lingkup materi
kegiatan dan proses operasionalisasi latihan PMR,
mengevaluasi perilaku siswa dalam menerapkan nilai
kesetiakawanan sosial di lingkungan pergaulan. Sebagai
kontrol untuk memperjelas hasil peneiitian dievaluasi
pula siswa yang tidak mengikuti kegiatan PMR.
Metode peneiitian yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik:
observasi, wawancara dan studi dokumentasi dengan subyek
peneiitian
tiga orang pembina PMR. Sedangkan untuk
mengj-.ungkap/ hasil pembinaan terhadap anggota PMR dengan
menge-mukakan kecenderungan perilaku kelompok anggota PMR
dalam
pelaksanaan nilai kesetiakawanan sosial di sekolah.
Seba
gai tolok ukur perbandingan diungkap pula perilaku
kelom
pok non anggota PMR.
Hasil peneiitian menunjukkan bahwa: (1) Para
pembina
PMR
sependapat bahwa PMR di sekolah mempunyai misi
untuk
menanamkan jiwa dan semangat kemanusiaan di kalangan siswa
melalui
pembinaan
kepalangmerahan
sebagai
wujud
rasa
tanggung jawab kemfisyarakatan-dan kebangsaan.
Untuk
itu
kalangan
siswa
sehingga mereka siap siaga
setiap
waktu
untuk
membaktikan diri bagi
tugas-tugas
kemanusiaan.(2>
Para pembina PMR sepakat bahwa secara umum
kesetiakawanan
sosial
merupakan
sifat
ikatan
sosial
yang
mengikat
individu
dengan lingkungannya sebagai akibat dari
kontak
sosial, dengan ikatan utamanya adalah perasaan senasib dan
sepenanggungan
dan tanggung jawab bersama.
Menurut
para
pembina,
orang
yang berjiwa setia
kawan
sosial
adalah
orang
yang
bersikap dan berperilataTyang
selalu
peduli
untuk
membantu
sesama
yang
membutuhkan,
menjauhkan
permusuhan,
mempererat persahabatan, dan sanggup
bekerja
sama dengan sesama warga di lingkungannya dengan
d-idasari
kepentingan bersama. Sedangkan makn'a kesetiakawanan sosial
dalam
PMR, para pembina sepakat apabila
paira
ang'gotanya
dalam
berperilaku
sehari-hari
menampilkan
nilai
kesetiakawanan sosial yang terdapat dalam ketentuan
moral
PMR,
yaitu
dalam
Janji PMR. (3)
Sejumlah
materi
yang
disajikan
dalam
latihan rutin PMR, antara
lain:
Sifat-dasar kepalangmerahan, P3R atau PPGD, perawatan
keluarga,
penanggulangan
musibah
atau
bencana,
transfusi
darah,
Tracing and Mailing Service (TMS), pengabdian
masyarakat,
kesehatan remaja, kepemudaan dan organisasi, dan
hubungan
antar
manusia. Dengan menggunakan berbagai metode
sesuai
dengan
situasi
dan
jenis
materi,
antara
lain
adalah
ceramah,
tanya jawab, simulasi atau
permainan,
diskusi,
penugasan dan praktek lapangan. Dengan upaya
pembelajaran
yang menerapkan sistem among. Dalam melaksanakan tugasnya,
pembina
PMR
mempunyai
sikap
laku:
di
depan
memberi
teladan,
di
tengah membangun kemauan,
dan
di
belakang
memberi dorongan. Upaya pembina dalam menanamkan
kesetiakawanan
sosial
anggotanya,
didukung
dengan
pendekatan
fungsional
dan
strategi
pembinaan
yang
partisipatif. (4) Proses pelaksanaan latihan PMR di mulai
dengan upacara pembukaan, kemudian kegiatan inti latihan
dan
diakhiri
dengan upacara penutupan.
Pada
prinsipnya
setiap kegiatan latihan diiring-i~ upaya menanamkan
kesetiakwanan
sosial,
dengan
berbagai
bentuk
kegiatan
latihan,
seperti adanya SKT, praktek di
lapangan
dengan
sistem
beregu,
bakti
sosial,
mengadakan
kunjungan,
hiking, kemah dan Iain-lain. Diharapkan melalui latihan
rutin
terbentuk individu yang peka terhadap
permasalahan '
lingkungan, termasuk di dalamnya adalah menanamkan
kesetiakawanan
sosial
anggotanya.(5)
Upaya
pembina
PMR
dalam
menanamkan kesetiakawanan sosial
anggotanya
telah
membawa
hasil
bagi perubahan perilaku
siswa.
Perubahan
perilaku
tersebut
tampak dari
rutinitas
dan
aktifitas
anggota PMR sehari-hari di lingkungan sekolah. Hal ini
bisa
dilihat
dalam uraian data
bahawa
antara
kelompok
anggota
PMR dan kelompok non anggota PMR banyak
memiliki
kesamaan
dalam
berperilaku
setia
kawan
di
lingkungan
sekolah. Tetapi kelompok anggota PMR cenderung lebih setia
kawan
sosial
dibanding kelompok non PMR
meskipun
tidak
terlalu jauh. . Kenyataan tersebut membuktikan bahwa
wadah
PMR
berperan
dalam
mengembangkan
pribadi
utuh
sesuai
dengan sasaran pendidikan umum.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
RATA PENGANTAR iv
PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH vi
DAFTAR ISI x
DAFTAR. BAGAN xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 11
C. Tujuan Peneiitian 13
D. Manfaat Peneiitian 14
E. Definisi Operasional 15
BAB II MAKNA KEGIATAN PMR DALAM MEMBINA KESETIAKAWANAN
SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN UMUM
A. Konsep Pendidikan Umum . 17
B. Makna Kegiatan PMR Dalam Membina Kesetiaka
wanan Sosial 26
C. Hubungan Pendidikan Umum, PMR dan Kesetia
-kawanan Sosial 48
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Peneiitian 55
B. Subyek Peneiitian 56
C. Teknik Pengumpulan Data 57
D . Analisis Data 62
E. Tahapan Kegiatan Pelaksanaan ...'"'... 63
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA
A. Deskripsi Data Peneiitian 66
1. Profil Lokasi Peneiitian 66
2. Misi Kegiatan PMR 68
3. Makna. Kesetiakawanan Sosial 72
4. Lingkup Materi Kegiatan Latihan PMR.... 77
5. Proses Operasionalisasi Latihan PMR.... 81
6. Perilaku Setia Kawan Sosial Siswa Setelah Mengalami Pembinaan
Melalui Latihan PMR 94
B.
Reduksi Data Peneiitian
100
C. Ahalisis Data Peneiitian 110
1. Penayangan Data (Display Data)... HO
2. Pembahasan 113
a. Misi Kegiatan PMR 113
b. Makna Kesetiakawanan Sosial 120
c. Lingkup Materi Kegiatan Latihan PMR
dan Upaya Pembina Dalam Menanamkan
Kesetiakawanan Sosial Anggotanya.... 129
d. Perilaku Setia Kawan Sosial Siswa Setelah Mengalami Pembinaan
Melalui Latihan PMR . . ,142
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
a. Kesimpulan .. 148
b. Rekomendasi ...' 152
DAFTAR PUSTAKA ... 155
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR BAGAH
1. Faktor-faktor Penyebab Menurunnya
Kesetiakawanan Sosial Siswa 7
2. Wawasan dan Upaya Pembina dalam Menanamkan
Kesetiakawanan Sosial Ill
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hasalah
Upaya membangun dan mempersiapkan bangsa untuk
mema-suki masa depan adalah upaya yang berkenaan dengan
pening-katan sumber daya manusia, karena manusia merupakan modal
utama bagi pembangunan bangsa. Maju nnundurnya pembangunan
di Indonesia tergantung pada sikap mental bangsa Indonesia
itu sendiri. Sikap mental yang utuh baik jasmani maupun
rohani merupakan bagian penting dalam pembentukan
insan-insan pembangunan atau dapat dikatakan sebagai kunci
keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia.
Kekuatan utama bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan
pembangunan di masa mendatang yang dipengaruhi oleh
globa-lisasi di segala bidang adalah manusia Indonesia yang
berkualitas. Untuk itu dibutuhkan pembinaan secara dini
kepada generasi muda agar siap menjadi peIanjut pembangu
nan di masa mendatang. Hal ini mengingat peran generasi
muda pada sektor pembangunan adalah sangat strategis baik
sebagai obyek maupun subyek pembangunan. Pembentukan,
pembinaan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia
dapat ditempuh melalui transformasi pendidikan. Dengan
sasaran utama adalah anak usia sekolah khususnya dan
generasi muda pada umumnya.
Berbagai upaya pendidikan diarahkan untuk
No. II tahun 1989 adalah sebagai berikut:
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang
Maha
Esa
dan berbudi
pekerti
luhur,
merailiki
pengetahuan dan keterampilan,
sehat jasmani dan rohani,
kepribadian yang sehat dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dengan
demikian
dapat dikatakan
bahwa
inti
pokok
upaya pendidikan nasional adalah pengembangan sumber daya
manusia yakni membawa manusia mencapai perkembangan yang
lebih sempurna. Pendidikan berfungsi membina manusia dalam
keseluruhan dimensinya. Oleh karena itu diperlukan wawasan
yang
mendalam untuk mewujudkan potensinya dalam
mendidik
anak. Bukan hanya mengembangkan individu agar menjadi
pribadi yang mantab tetapi mencakup pula untuk memper-siapkannya menjadi anggota masyarakat yang mengenal ling
kungan .
Sehubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan na
sional maka sistem pendidikan yang digunakan harus
dilak-sanakan secara utuh, menyeluruh, terpadu dan semesta. Utuh
dalam arti berorientasi pada seluruh aspek baik fisik
maupun non fisik, menyeluruh dalam arti mencakup seraua
jalur, jenjang dan jenis pendidikan, terpadu dalam arti
saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan
seluruh usaha pembangunan nasional, dan semesta dalam arti
terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah
Indonesia. Selain itu juga harus diupayakan melalui
keter-paduan dan keselarasan antara berbagai sektor pendidikan,
formal.
Berbagai upaya dalam pendidikan diarahkan agar
seseo-rang
dapat
melakukan perannya dengan baik
selaku
warga
negara maupun warga masyarakat. Untuk menjadi warga negara
dan
warga masyarakat yang baik, banyak
wadah
pendidikan
yang membina dan membekali anak didik agar kelak
memiliki
sikap, wawasan dan perilaku yang baik. Pasal 10 ayat 1
UU
No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menye-butkan
bahwa:
"Penyelenggaraan
pendidikan
dilaksanakan
melalui
dua
jalur, yaitu jalur
pendidikan
sekolah
dan
jalur
pendidikan luar sekolah". Sebagai lembaga
pendidi
kan, sekolah merupakan sektor pendidikan formal.
Pendidi
kan
sekolah
merupakan
pendidikan
yang
diselenggarakan
melalui
prasarana yang dilembagakan sebagai lembaga
for
mal,
berusaha menciptakan kondisi yang memacu
pencapaian
segi afektif, kognitif dan psikomotor. Hal tersebut sesuai
dengan fungsi sekolah yang diungkapkan oleh Sunaryo
Karta-dinata dalam tesisnya (1983: 150) bahwa:
Sekolah tidak hanya menekankan kepada kemampuannya
dibidang kognisi tetapi juga menekankan kepada
pengem
bangan
segi afeksi dan kepribadian secara utuh,
sebab
dalam
proses
belajar yang dialami
siswa
akan
besar
pengaruhnya
terhadap kognisi, afeksi,
psikomotor
dan
perilaku sosial.
Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, maka sekolah
berusaha untuk meningkatkan pelaksanakan kegiatannya, baik
yang bersifat kurikuler, ko-kurikuler maupun ekstra
kuri-kuler
yang
pelaksanaannya
harus
benar-benar
terarah,
konstruktif bagi *pengembangan siswa.
yang bersifat intra sekolah yang menampung kegiatan ekstra
kurikuler yang menunjang kegiatan kurikuler. OSIS berusaha
mengembangkan minat, bakat, dan kepribadian, keterampilan,
dan pengembangan wawasan berpikir. Hal tersebut sesuai
dengan rumusan yang terdapat dalam Pedoman Penyelenggaraan
OSIS dan IKOSIS (1978: 38), yaitu:
Kegiatan-kegiatan OSIS diarahakan kepada usaha-usaha
peningkatan tingkat produktifitas siswa. Arah ini diantaranya dalam hal:
1. Pembinaan penghayatan dan Pengamalan moral Pancasi-la.
2. Pembinaan nilai dan sikap.
3. Observasi dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi
dan keterampilan.
4. Pembinaan dan pengembangan bakat dan prestasi dalam seni budaya dan olahraga.
5. Pengabdian masyarakat dan pemeliharaan cinta ling
kungan atau Tanah Air.
Dalam pelaksanaannya OSIS mengadakan berbagai kegia
tan yang berusaha untuk menciptakan sekolah sebagai Wawa
san Wiyata Mandala. Sekolah sebagai Wawasan Wiyata Mandala
mengandung arti bahwa sekolah adalah sebagai lingkungan di
mana siswa mengikuti kegiatan yang me'mbantu proses
pembe-lajaran, diantaranya melalui berbagai kegiatan ekstrakuri-kuler yang diadakan di sekolah.
Setiap siswa bebas memilih salah satu jenis kegiatan
ekstra kurikuler, dan sekolah tidak secara tegas melarang
siswa untuk memilih lebih dari satu kegiatan. Salah satu
kegiatan ekstra kurikuler yang menjadi bahan kajian di
sini adalah Palang Merah Remaja (PMR). PMR adalah salah
satu wadah pembinaan untuk mendidik karakter, kecakapan
dan pelayanan teshadap orang lain dalam upaya menanamkan
dalam Perjanjian Kerjasama Antara Depdikbud dengan PMI
Nomor 0090.KEP/PP/V95 bab II pasal 2 adalah sebagai
beri-kut:
Pembinaan dan pengembangan kepalangmerahan dikalangan
siswa, warga belajar, dan mahasiswa bertujuan membina dan mengembangkan jiwa dan semangat kemanusiaan di kalangan siswa, warga belajar, dan mahasiswa agar memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebang-s a a n .
Untuk mendukung tercapainya hal tersebut, diperlukan
adanya daya kreatifitas dalam mengembangkan pola pembi
naan. PMI perlu mengembangkan upaya agar dapat merangkul
lebih banyak kalangan generasi muda yang mau bergabung
dalam wadah PMR.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas,
maka pembinaan PMR di Indonesia sejalan dengan misi yang
akan dicapai, diarahkan pada hal-hal yang dapat menunjang
pembangunan sejak usia dini. Salah satunya adalah
terbina-nya kesetiakawanan sosial, yaitu:
. . .berintikan "Solidaritas Sosial" hal ini terwujud
sebagai manifestasi kita sebagai manusia terutama sifat
tenggang rasa, dapat menempatkan diri dalam tempat dan situasi di mana kita berada dan juga dapat merasakan apa yang dapat dirasakan oleh orang lain, yang kebetu-lan kurang beruntung. Pada kegiatan ini kita harus dapat mewujudkan dan bersedia mengulurkan tangan guna kepentingan mereka (Arif Nahari,1996: 27).
Dengan memanifestasikan kesetiakawan sosial dalam
berbagai macam bentuk tindakan atau kegiatan pada generasi
muda diharapkan akan menjadi landasan untuk mengantisipasi
akibat sampingan dari pembangunan, perkembangan masyarakat
maupun arus globalisasi (Ignatius Sukanto, 1996: 5).
ditandai dengan derasnya informasi telah membawa
pengaruh
dalam berbagai bidang kehidupan
dan
merupakan
tantangan
yang
kompleks untuk melaksanakan pembangunan jangka
pan-jang
tahap kedua (PJPT II). Dampak kemajuan
ini
membawa
pengaruh kuat terhadap sikap dan perilaku budaya
masyara
kat
terutama bagi remaja dan pemuda.
Dinamika
perubahan
sosial ini membawa kecenderungan sikap generasi muda
yang
tidak
sedikit bertentangan dengan nilai-nilai moral
yang
berlaku.
Memudarnya
rasa
kesetiakawanan
sosial
untuk
kepentingan
bersama
disebagian remaja terutama
di
kota
besar sudah memprihatinkan. Hal tersebut tidak lepas
dari
pola
hidup masyarakat kota itu sendiri yang
sudah
serba
modernis.
Seperti
yang diungkapkan
oleh
Teddy
Guswara
(Pikiran Rakyat, 1996, 10 Nopember) bahwa "Modernis masya
rakat kota ditandai dengan munculnya gaya hidup
individu
alist is, mementingkan kebutuhan sendiri, mendewakan materi
dan
tidak
ada
lagi
ikatan
resiprositas
(tolong-menolong)...hubungan kemasyarakatan terus melonggar".
Di
kalangan
remaja kondisi seperti itu sudah
mulai
tampak,
hal
ini
dipertegas kembali oleh Teddy
Guswara
(Pikiran
Rakyat,
1996, 10 Nopember) bahwa " Sikap
untuk
menolong
yang
lebih
lemah, tanggung jawab
terhadap
masa
depan,
semua
sudah tergilas oleh roda kehidupan
perkotaan
yang
serba gemerlap. Dalam hal ini, kalangan remaja kota tengah
dilanda erosi nilai yang berkepanjangan".
penyalah-ma!
Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi
suknya budaya asing tanpa filter
perubahan sistem nilai dalam masyarakat
ada kecenderungan norma adat dan tatanan
,sa lalu sebagai sesuatu yang ketinggalan
ma.
ementingkan kebutuhan sendiri
m<?aya hidup kompetitif
m e
Bagan 1. Gambaran Umum tentang Faktor-faktor Penyebab
8
gunaan
obat-obatan,
perkelahian
massal
antar
pelajar,
hubungan kemasyarakatan terus melonggar dan sebagainya.
Pengaruh negatif ini makin mencuat ke permukaan dan meru
pakan kekawatiran bagi masyarakat yang tidak hanya
dirasa-kan sebagai kendala di kota-kota besar, bahkan sekarang
sudah merambah sampai ke kota-kota kecil. Di wilayah
Majalengka misalnya, kenakalan remaja cukup
memprihatin-kan. Berdasarkan data Bimas Polres Ma.ialengka, untuk tahun
1997 terjadi tiga kali perkelahian massal antar sekolah.
Data yang lain ditemukan enam siswa SMU sedang minum
minuman keras sampai mengganggu ketertiban umum di tempat
keramaian. Penggunaan obat-obatan terlarang juga ditemukan
yang dilakukan oleh dua orang siswa. Bahkan sampai
tinda-kan kriminalitas berupa pencurian yang melibatkan dua
orang siswa terjadi di wilayah Majalengka. Sedangkan
berdasarkan laporan hasil razia pelajar yang dilaksanakan
pada bulan Nopenber dan Desember 1997 oleh Polres Maja
lengka terdapat 38 siswa dari berbagai sekolah berada di
tempat-tempat keramaian saat jam belajar. Mereka pada
umumnya membolos sekolah dan mangkal di terminal, tempat
video game, tempat bilyard, bioskup dan pusat pertokoan. Rendala tersebut merupakan suatu tantangan dalam membentuk
sikap pribadi siswa yang sesuai dengan harapan yaitu siswa
atau remaja yang memiliki sikap saling tolong-menolong
dengan
sesama. Sikap tersebut merupakan inti
dari
nilai
PMR sebagai salah satu wadah pembinaan kepribadian
bagi
siswa diharapkan mampu mengantisipasi dan
mengatasi
berbagai
tantangan akibat dari arus
globalisasi,
akibat
sampingan
dari
pembangunan
itu
sendiri
maupun
karena
perkembangan
masyarakat.
Hal
ini
dimungkinkan
karena
partisipasi siswa dalam wadah PMR menunjukkan kaitan
erat
dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat bahwa siswa bukan
hanya
memiliki kemampuan intelektual saja yang
diperoleh
tetapi
juga memperoleh kemampuan atau keterampilan
moral
agar
mampu memerankan dirinya dengan baik
di
lingkungan
masyarakat.
PMR sebagai wadah kegiatan bagi siswa di luar proses
belajar di sekolah merupakan alat pembinaan guna
mewaris-kan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sejalan
*
dengan
salah
satu upaya yang ingin
dicapai,
diafahkan
pada penanaman kesetiakawanan sosial pada diri anggotanya.
Seiring
dengan
fungsi semacam itu, wadah
PMR
mempunyai
fungsi
sosialisasi,
di mana pola
perilaku
anggota
PMR
tidak boleh menyimpang dari pola perilaku serta nilai dan
norma
yang berlaku dalam masyarakat.
Sekaligus
menganti
sipasi kemungkinan ketimpangan dan * ketidakmampuan remaja
berperan sesuai harapan.
Selain
hal tersebut diatas, anggota PMR
harus
bisa
menunjukkan
perannya
untuk berkiprah
dalam
meringankan
penderitaan
sesama manusia secara sukarela tanpa
pamrih,
sebagai wujud kesetiakawanan sosial. Berbagai permasalahan
1 0
manusia mengalami berbagai penderitaan dalam berbagai
masalah sosial, kesehatan, bencana dan Iain-lain. PMI
besert-a PMR di dalamnya ikut berperan dalam meringankan
penderitaan sesama manusia berdasarkan pertimbangan
kema-nusiaan.
Setelah melihat pernyataan-pernyataan diatas, tampak
adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang ada.
Penulis merasa perlu untuk meneliti_di lapangan tentang
upaya dari pembina terhadap pelaksanaan kegiatan PMR untuk
menanamkan kesetiakawanan sosial anggotanya.. Upaya
penana-man kesetiakawanan sosial melalui latihan rutin
PMR-memerlukan pola pembinaan yang terencana. Sehingga siswa
mampu melaksanakan peran pribadi maupun sosial dalam
kehidupannya sesuai dengan norma yang berlaku. Dengan
demikian
dapat memberikan dukungan (kqntribusi)
terhadap
upaya membiasakan siswa ke arah sasaran yang tercantum
dalam tujuan pendidikan nasional.
Peneiitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah
Kejuruan (SMR) Negeri 1 Kadipaten Kabupaten Majalengka,
atas dasar pertimbangan bahwa sekolah tersebut menurut
pengamatan Subsie Diklat PMI Cabang Majalengka dan
berdasarkan
hasil survey pendahuluan
penelLti
merupakan
sekolah yang dipandang tepat untuk dijadikan lokasi
pene
iitian.
Dengan meneliti masalah yang berken tan
dengan
:
Upaya
pembina PMR dalam menanamkan kesetiaktwanan
sosial
siswa melalui latihan rutin PMR dengan pende'iatan
11
B. Rumusan Masalah
Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional dengan tegas
tersurat bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengem
bangkan sosok manusia Indonesia seutuhnya. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa inti pokok upaya pendidikan nasional
adalah membawa manusia Indonesia mencapai perkembangan
yang lebih paripurna dalam semua aspek kepribadiannya,
yaitu beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti luhur, memi
liki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan
rohani, berkepribadian mantap, mandiri sert memiliki
tanggung jawab terhadap kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dilihat dari sudut pendidikan nilai, kesetiakawanan
sosial merupakan salah satu aspek penting bagi keutuhan
pribadi manusia terhadap dirinya sendiri, berhubungan
dengan orang lain, berhubungan dengan a-lam lingkungan
sekitarnya, dan berhubungan .! dengan yang menciptakan
makhluk, yakni Allah SWT.
Sementara, sekolah sebagai lingkungan tempat siswa
mengembangkan segala potensi positif siswa, merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari tujuan pendidikan secara
umum
untuk
mencapai
manusia
yang
utuh
konsekwensi
logisnya,
penataan
situasi
yang
terjadi
dilingkungan
sekolah harus kondusif, menumbuhkembangkan sifat-sifat
manusia
yang
baik,
mengikis
sifat-sifat
manusia
yang
jelek,
memperkaya
nilai,
moral
dan
norma
selektif
(Mulyana S., 1996: 11).
12
kenyataan, menunjukkan adanya kesenjangan antara misi
pendidikan tentang terbinanya kesetiakawanan sosial dengan
kasus-kasus yang terjadi di lapangan. Hal ini mengundang
perlunya penelaahan mendasar tentang kepribadian siswa
terutama tentang faktor kesetiakawanan sosial dan
wawasan-nya. Wadah PMR adalah salah satu kegiatan yang menarik
untuk diteliti.
Bertolak dari fenomena umum yang terkesan
kontradik-tif antara harapan dan kenyataan, menimbulkan rasa ingin
tahu untuk melihat kenyataan di lapangan tentang : "Upaya
apa sajakah yang dilakukan para pembina PMR dalam menanam
kan kesetiakawanan sosial anggotanya melalui latihan
rutin PMR ?
Penetapan rumusan masalah tersebut.di dasari alasan
bahwa melalui latihan rutin PMR akan terungkap upaya-upaya pembina dalam membina kesetiakawanan sosial anggotanya,
sebagai bagian dari upaya mencapai tujuan pendidikan umum.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, sebagai kendali peneiitian ini diarahkan untuk menjawab sejumlah
pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah wawasan para pembina tentang misi kegiatan
PMR di sekolah ?
2. Bagaimanakah
pendapat
para
pembina
tentang
makna
kesetiakawanan
sosial yang terkandung
dalam
kegiatan
PMR ?
3. Lingkup
materi kegiatan apa saja yang diberikan
dalam
13
kesetiakawanan sosial pada diri anggota PMR ?
4. Bagaimanakah operasionalisasi latihan rutin PMR dalam
rangka menanamkan kesetiakawanan sosial pada diri
anggota PMR ?
5. Bagaimanakah perilaku
setia kawan sosial siswa
setelah
mengalami pembinaan melalui latihan rutin PMR
di seko
lah?
C. Tujuan Peneiitian
1. Tujuan Umum
Tujuan
umum
dari
peneiitian
ini .
adalah
untuk
menyingkap suatu bentuk pembinaan yang dilakukan pembina
PMR
terhadap
siswa melalui latihan rutin
PMR
khususnya
untuk menanamkan kesetiakawanan sosial.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus peneiitian ini bertujuan untuk :
a. Mengungkapkan wawasan para pembina tentang misi
kegiatan PMR di sekolah.
b. Mengungkapkan pemahaman para pembina tentang makna
kesetiakawanan sosial yang terkandung dalam kegiatan
rutin PMR.
c. Mendeskripsikan tentang lingkup materi kegiatan latihan
rutin PMR yang mendukung upaya menanamkan
kesetiakawanan sosial pada diri anggota PMR.
14
rutin PMR dalam upaya menanamkan kesetiakawanan sosial
pada diri anggota PMR.
e. Mengevaluasi perilaku kelompok anggota PMR dalam
menerapkan nilai kesetiakawanan sosial di lingklungan
sekolah.
D. Manfaat Peneiitian
Manfaat peneiitian ini meliputi dua visi manfaat
yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.
Secara teoritis, melalui temuan yang diperoleh diha
rapkan
mampu memberi
nilai yang berarti tentang
pembinaan
kesetiakawanan sosial bagi siswa melalui kegiatan PMR,
memperkaya
khasanah
pengetahuan
di
bidang
pendidikan.
Berbagai
makna
esensial yang diperoleh dari temuan peneii
tian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang
berarti bagi pengembangan pendidikan umum, khususnya
pengembangan program ekstra kurikuler PMR.
Adapun manfaat praktis dari hasil peneiitian ini diharapkan mampu memberi masukan bagi sekolah dalam menyu sun program dan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya dan PMR khususnya untuk mencapai pengembangan pribadi siswa
yang terdidik dan terintegrasi. Memperkaya kemampuan
pembina PMR dalam menanamkan kesetiakawanan sosial pada
diri anggotanya, sehingga dapat lebih memperluas wawasan
E. Definisi Operasional
Untuk memperjelas dan mempertegas arah peneiitian
ini, berikut dikemukakan definisi operasional (batasan
istilah) yang dipergunakan dalam peneiitian ini sebagai
berikut: 1. Pembinaan
Menurut Arismunandar (1987: 92), pembinaan merupakan
upaya di dalam mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, sikap yang ditujukan bagi terciptanya
manusia yang terampil, cakap dan terpupuk sikap mental
positif, di mana dalam pengembangannya diselaraskan dengan
nilai-nilai yang dianutnya.
Sejalan
dengan makna
terse
but,
pembinaan
dalam
peneiitian
ini
dimaksudkan
sebagai"setiap
usaha yang dilakukan pembina
PMR
melalui
latihan rutin untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampi
lan,
dan
sikap yang telah dimiliki
sasaran
agar
lebih
berkualitas".
Sesuai dengan pengertian tersebut di atas,
yang
melaksanakan
pembinaan di lapangan dalam
peneiitian
ini
adalah para pembina PMR melalui latihan rutin PMR.
Dengan
demikian
pembina
PMR adalah yang berkiprah
langsung
ke
lapangan
dalam membina para siswa. Sedangkan yang
dibina
adalah siswa anggota PMR.
16
Yang
dimaksud
dengan
setia
kawan
sosial
dalam
peneiitian
ini adalah sikap atau perbuatan
dari
anggota
PMR
dalam sehari-hari
di sekolah dengan
memiliki
ciri-ciri, diantaranya merasa terpanggil untuk berbuat demi
kepentingan
umum,
memiliki
disiplin
dengan
taat
pada
peraturan yang berlaku, sanggup bekerjasama dengan
sesama
di lingkungannya untuk mencapai tujuan bersama.
3. Latihan Rutin PMR
Yang
dimaksud
dengan
latihan
rutin
EM
dalam
peneiitian
ini
adalah
suatu upaya
proses
belajar
dan
berlatih
untuk meningkatkan kemampuan dalam aspek
sikap,
pengetahuan,
dan
keterampilan serta
melalui
pembiasaan
yang dilakukan secara rutin dan berkelanjutan dalam
wadah
PMR.
Kegiatan
latihan PMR dilakukan setiap
hari
Jum'at
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Peneiitian
Peneiitian ini menggunakan metode yang sifatnya
kualitatif. Peneiitian kualitatif sering diidentifikasi
sebagai peneiitian naturalistik "karena situasi lapangan
peneiitian bersifat "natural" atau wajar, sebagaimana
adanya tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau
test" (S. Nasution, 1992: 18).
Jenis peneiitian ini dikenal juga sebagai peneiitian
deskriptif karena bertujuan untuk mengungkapkan keadaan
nyata yang berlangsung di lapangan. Sebagaimana
diungkapkan oleh Suharsini Arikunto (1990: 309)"peneiitian
deskriptif merupakan peneiitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang
ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat
peneiitian dilakukan".
Nasution (1992: 5) mengemukakan, " peneiitian
kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha
memahami bahasa melalui tafsiran mereka tentang dunia
sekitarnya". Dengan demikian dapat dipahami bahwa melalui
peneiitian
kualitatif, peneliti berperan
sebagai
human
instrument menyesuaikan diri ke dalam situasi yang wajar
dan dalam natural setting, sesuai dengan kondisi ling
kungan yang dimasuki.
56
Pendekatan kualitatif dianggap sesuai untuk
permasa
lahan peneiitian ini. dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan
ganda;
2.
menyaoikan
secara langsung
hakikat
hubungan
antara
nelitidan
responden;
3. lebih peka
dan
lebih dapat
enyesuaikan din dengan banyak penajaman pengaruh bersama
dan terhadap
Pola-Pola
nilai yang dihadapi (Lexy Moleong,
1991:
5). Di samping itu pendekatan kualitatif
dipandang
sesuai dengan permasalahan
yang diteliti,
dengan
alasan
data tentang gejala-gejala yang akan diperoleh dari lapan
gan
lebih
banyak menyangkut perbuatan dan kata-kata
dari
responden,
yang
sedapat mungkin tidak dipengaruhi
dari
luar sehingga bersifat alami apa adanya. Dalam
peneiitian
ini,
peneliti langsung berupaya mendeskripsikan data
apa
adanya dan wajar, serta dianalisis.
Peneiitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
secara mendalam tentang upaya yang dilakukan para
pembina
PMR
dalam
menanamkan
kesetiakawanan
sosial
anggotanya
melalui latihan rutin PMR. Dengan penerapan metode
kuali
tatif,
memberikan
kesempatan bagi penulis
untuk
secara
langsung memahami, menyelami keberadaan subyek peneiitian.
B. Subyek Peneiitian
Unid analisis atau satuan kajian dalam peneiitian ini
adalah tiga
pembina PMR yang
bertugas
sebagai
pembina
lapangan dan anggota
PMR di SMR
Negeri
1
Kadipaten.
Sedang'
subyek
yang
bersifat menyeluruh yaitu semua sivitas
akade-pe
nika sekolah (Sl4K Negeri 1 Radipaten). Keutuhan
kehidupan
sekolah yang melibatkan seluruh warga sekolah dimaksudkan
untuk mengungkap hasil pembinaaan kesetiakawanan sosial
terhadap
diri
siswa dengan
mengemukakan
kecenderungan-kecenderungan
perilaku siswa anggota PMR dan non
anggota
PMR serta jumlah (prosentase) pelaksanaan nilai kesetiaka
wanan sosial di sekolah.
Adapun beberapa informan yang dapat dipandang dapat
memberikan informasi penting atau tambahan tentang
"responden
yang diteliti yaitu kepala sekolah,
. wakil
kepala sekolah, dan guru.
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan
data
dilakukan oleh
peneliti
sendiri.
Peneliti langsung terjun ke lapangan. agar dapat memahami kenyataan yang terjadi di lapangan sesuai dengan
konteksnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
(1) observasi, (2) wawancara, dan (3) studi dokumentasi.
1 . O b s e r v a s i
Observasi merupakan alat yang sangat tepat dibutuhkan
58
diperoleh
melalui
observasi
adalah
pengalaman
yang
diperoleh
secara mendalam, dimana
peneliti
berhubungan
secara
langsung
dengan
subyek
peneiitian.
Jika
ingin
mengetahui apa yang sebenarnya dikerjakan orang, amati dia
secara
langsung,
bukan menanyakan dia,
misalnya
dengan
daftar
pertanyaan
(Young, 1975: 164).
Melalui
hubungan
langsung tersebut, peneliti dapat melihat apa yang terjadi
di lapangan.
Alasan metodologis penggunan metode pengamatan ialah:
(1)
pengamatan mengoptimalkan kemampuan
peneiitian
dari
segi motif, kepercayaan, perhatian, dan perilaku
lainnya;
(2) pengamatan memungkinkan pengamatan untuk melihat dunia
sebagai
oleh subjek peneiitian, menangkap
arti
fenomena
dari
segi pengertian subjek, menangkap
kehidupan
budaya
dari
segi pandangan dan anutan para subjek
pada
keadaan
waktu
itu;
(3) pengamatan
memungkinkan
peneliti
untuk
merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek; (4)
pengamatan
memungkinkan
pembentukan
pengetahuan
yang
diketahui
bersama
baik dari pihaknya maupun
dari
pihak
subjek (Lexi J. Moleong, 1988: 106). Adapun observasi yang
peneliti lakukan adalah partisipasi pasif dan
partisipasi
moderat.
Pada observasi pasif peneliti bertindak
sebagai
penonton sedangkan partisipasi moderat, peneliti
sewaktu-waktu ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung.
Pengamatan atau observasi dilakukan untuk
memperoleh
data tentang berbagai kegiatan yang dilakukan para pembina
59
melalui
berbagai materi dalam
latihan- rutin
PMR.
Dalam
latihan rutin yang diamati antara lain sarana dan
perleng-kapan yang dipergunakan, cara pendekatan,
situasi dan
kondisi
pada
saat pembinaan yang dilakukan
pembina PMR
terhadap anggotanya.
Observasi dipergunakan
pula untuk
mengamati perilaku siswa yang mengikuti latihan rutin PMR
tentang
kesetiakawanan sosialnya di lingkungan
sekolah.
Sebagai kontrol untuk memperjelas hasil peneiitian akan
dievaluasi pula siswa yang tidak mengikuti kegiatan PMR.
Dengan
observasi diharapkan peneliti dapat
mengenal
dunia mereka lebih mendalam, karenanya peneliti berusaha
selalu
hadir
dalam
latihan rutin
PMR
untuk
melihat,
mendengar
tentang
apa yang mereka
lakukan.
Selanjutnya
agar
bermakna, setiap informasi selalu
dikaitkan
dengan
konteksnya.
2. Wawancara
Wawancara dapat dipandang sebagai teknik pengumpulan
data
dengan
cara
tanya
jawab,
yang
dilakukan
dengan
sistimatik dan berlandaskan pada tujuan peneiitian. S. Nasution (1992: 69) mengemukakan bahwa "dalam wawancara
kita dihadapkan kepada dua hal. Pertama, kita harus secara
nyata
mengadakan interaksi dengan responden. Kedua,
kita
menghadapi
kenyataan,
adanya pandangan orang
lain
yang
mungkin berbeda dengan pandangan kita sendiri".
60
perasaan
responden
dengan
menginterpretasi
apa
yang
dikatakan
dengan
apa yang telah diperbuat
oleh
mereka.
Menurut
S.
Nasution
(1992:
73)
dengan
teknik
ini
terkandung
maksud
untuk mengetahui apa
yang
ada
dalam
pikiran dan hati responden.
Wawancara
yang dilakukan terhadap para
pembina
PMR
adalah untuk mengungkapkan pendapatnya tentang makna kese
tiakawanan
sosial dan misi dari kegiatan PMR di
sekolah,
serta
pembinaan yang dilakukan. Wawancara juga
dilakukan
kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru; pembijna
PMR dan kelompok anggota PMR untuk menggali dan
mengevalu'-asi penerapan
nilai kesetiakawanan sosial yang diperoleh
anggota
PMR selama mengikuti
latihan
PMR.
Di samping
itu
juga
dilakukan wawancara dengan kelompok
siswa non
anggota PMR sebagai tolok
ukur
perbandingan
terhadap
ailai kesetiakawanan
sosial
dalam lingkungan sekolah.
Untuk
menghindari
bias peneiitian,
peneliti
tetap
memiliki pedoman wawancara yang disesuaikan dengan
sumber
data
yang
hendak digali. Namun dalam
pelaksanaan
tidak
terikat
ketat pada pedoman wawancara.
Pedoman
wawancara
tersebut
bersifat fleksibel, sew.aktu-waktu dapat
berubah
sesuai dengan perkembangan data yang terjadi di
lapangan.
Namun
fleksibilitas
tersebut tetab
mengacu
pada
fokus
peneiitian.
Pelaksanaan
wawancara tersebut dapat
dilakukan
di
61
sekolah. di rumah. atau di mana saja yang dipandang tepat
untuk
menggali data agar sesuai dengan
konteksnya.
Pada
saat melakukan wawancara peneliti mencatat data yang
dipandang
penting sebagai data peneiitian, serta
merekam
pembicaraan sumber atas persetujuannya.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan untuk mengungkapkan data
yang
bersifat administratif dan data-data
kegiatan
yang
terdokumentasi. Menurut S. Nasution (1992: 85), dalam i
peneiitian kualitatif, dokumen termasuk sumber non human
resources yang dapat dimanfaatkan karena memberikan bebe
rapa keuntungan, yaitu bahannya telah ada, telah tersedia,
siap pakai dan menggunakan bahan ini tidak meminta biaya.
Dalam
peneiitian
ini
digunakan
beberapa
dokumen
berupa: program kegiatan PMR, catatan kegiatan pembina PMR
setiap
mengadakan
latihan, data pribadi
siswa,
absensi
sekolah,
dan OSIS. Penggunaan dokumen
ini sangat
berguna
untuk memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai
pokok
peneiitian. dan dapat dijadikan
bahan
triangulasi
untuk mengecek kesesuaian data.
Di samping dokumentasi, digunakan pula
catatan-catatan lapangan atau field notes yang sangat diperlukan
dalam menjaring data kualitatif. Catatan lapangan
merupakan
catatan
tertulis tentang
apa
yang
didengar,
dilihat,
dialami dan dipikirkan dalam rangka
pengumpulan
62
D. Analisis Data
Menganalisis data merupakan suatu
langkah yang sangat
penting dalam peneiitian, karena memungkinkan peneliti memberikan makna terhadap data yang dikumpulkan.
Mengenai pola analisis data dalam peneiitian kualitatif, S. Nasution (1992: 126) mengemukakan bahwa "
tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk
mengadakan analisis sehingga tiap peneliti harus mencari sendiri metode yang dirasanya cocok dengan sifat
penelitinya".
Berdasarkan pendapat di atas, maka peneliti mencari pola analisis data yang cocok menurut pandangan peneliti
sendiri. Dalam hal ini untuk menganalisis data peneiitian,
peneliti mengikuti.cara yang dianjurkan oleh S. Nasution
(1992:
129), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(a)
reduksi data, (b) "display" data, (c) mengambil kesimpulan
dan verifikasi.
Reduksi data dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting atau inti. Data yang direduksi akan
memberikan
gambaran
yang
lebih
tajam
tentang
hasil
pengamatan, dan juga mempermudah peneiitian untuk mencari
kembali
data
yang diperoleh jika
diperlukan.
Sedangkan
display
data dilakukan untk mempermudah melihat
gambaran
peneiitian
secara menyeluruh atau bagian-bagian
tertentu
dari hasil peneiitian. Display data dapat disajikan antara
63
terakhir adalah menyimpulkan dan verifikasi yang merupakan upaya untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan.
Upaya ini sebagaimana yang dikemukakan oleh S. Nasution
(1992: 130), dilakukan dengan cara mencari pola, thema, hubungan, persamaan, hala-hal yang sering timbul,
hipote-sis, dan sebagainya. Resimpulan itu mula-mula masih
tenta-tif dan kabur. Agar diperoleh kesimpulan yang lebih man-tab, kesimpulan harus senatiasa diverifikasi selama pene
iitian berlangsung.
E. Tahapan-tahapan Pelaksanan Kegiatan
Rangkaian keseluruhan peneiitian ini dilaksanakan
dalam beberapa tahap kegiatan, yakni tahap orientasi,
tahap eksplorasi, tahap member check, tahap triangula
si.
Regiatan pada masing-masing tahap dirinci 'sebagai
berikut:
1. Tahap Orientasi
Orientasi pendahuluan, meliputi survey penulis lakukan sejak awal bulan April 1997 sebelum disain
peneiitian disusun. Pada tahap orientasi ini penulis
mengunjungi langsung ke SMK Negeri 1 Kadipaten, tempat
latihan rutin PMR dilakukan setiap hari Jum'at jam 14.00
s/d 16.30. Penulis memperoleh berbagai informasi data
tentang pembinaan PMR. Melalui kegiatan orientasi ini
64
dan tindak lanjut yang perlu dilakukan. Informasi data ini
diperoleh dari Kepala Sekolah, para pembina PMR dan anggo
tanya, serta hasil pengamatan langsung kegiatan PMR.
Berdasarkan hasil kegiatan orientasi tersebut, maka
ditemukan beberapa hal yang menarik terutama adalah untuk
mengetahui lebih lanjut tentang upaya-upaya yang dilakukan
para pembina PMR dalam menanamkan kesetiakawanan sosial
anggotanya melalui latihan rutin.
Setelah disain peneiitian disusun dan mendapat
persetujuan pembimbing untuk terjun ke lapangan, penulis mulai mempersiapkan diri dengan mengembangkan landasan
teoretis dan metode penelitiannya. Seterusnya penulis
terjun ke lapangan dengan berbekal surat izin peneiitian
dari instansi yang terkait.
2. Tahap Eksplorasi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
penggalian informasi/data secara lebih mendalam. Kegiatan
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Menyusun pedoman wawancara agar pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan terarah sesuai dengan tujuan peneiitian
yang telah ditetapkan.
b.
Mengadakan
wawancara dengan para pembina
PMR
tentang
misi kegiatan PMR di sekolah dan makna kesetiakawanan
sosial, serta mengamati secara langsung aktifitasnya.
c. Memilih sumber data yang dapat dipercaya, yaitu para
d.
Menyusun
hasil
laporan
yang
meliputi
kegiatan
mendeskripsikan, menganalisis, menafsirkan data hasil
peneiitian secara terus menerus secara tuntas.
3. Tahap Member Check
Kegiatan
yang dilakukan pada tahap member check
ini
adalah sebagai berikut:
a. Menyusun
laporan peneiitian yang diperoleh pada
tahap
eksplorasi.
b. Menyampaikan
laporan
tersebut
kepada
masing-masing
responden
untuk
dicek kesesuaiannya
dengan
pendapat
responden yang bersangkutan.
c. Setelah
menelaah
hasil
laporan,
para
responden
memperbaiki
hal-hal
yang
belum
sesuai
dengan
yang
dimaksud oleh responden.
4. Tahap Triangulasi
Tahap
ini merupakan pemeriksaan keabsahan data
yang
diperoleh
dengan
memanfaatkan sesuatu
yang
lain
untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
itu
(Moleong,
1989: 195).
Tahap
triangulasi
dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut:
a.
Membandingkan hasil observasi dengan hasil wawancara.
b. Membandingkan informasi yang diperoleh dari para pembi
na
PMR, anggota PMR, siswa non anggota PMR,
kepala
sekolah, wakil kepala sekolah, guru atas masalah yang
67
berjumlah 226 siswa sedangkan keseluruhan jumlah siswa
adalah 670 orang.
Organisasi PMR di SMK Negeri 1 Radipaten ini berdiri
sejak tahun 1976. Dengan latar belakang, situasi serta perkembangan PMR di SMR tersebut diawali dengan
kegiatan-kegiatan yang sifatnya insidental dari serpihan-serpihan
kegiatan, seperti pramuka, lintas alam, gerak jalan dan
sebagainya.
Gagasan untuk merintis program kegiatan siswa dalam
suatu wadah yang lebih terarah dan terbimbing disambut
baik oleh semua guru pada waktu itu. Dengan pola pembinaan
yang terarah dan terencana diharapkan tercapai tingkat
perkembangan kegiatan yang optimal sesuai dengan misi yang
ingin dicapai. Tindakan selanjutnya oleh kepala sekolah
memasukkan program PMR sebagai salah satu dari sekian banyak program ekstra kurikuler yang secara pilihan siswa
bebas mengikuti di antara kegiatan ekstra kurikuler yang
ada, mengingat banyak kegiatan ekstrakurikuler lain yang
bisa dijadikan alternatif lain untuk diikuti para siswa. Saat ini di SMK Negeri 1 Radipaten sudah memiliki banyak anggota PMR dan sudah sering mengikuti kegiatan
yang bersifat lokal maupun regional. Melihat situasi yang
ada dan minat siswa yang cukup tinggi untuk mengikuti
kegiatan PMR, maka dimungkinkan PMR di SMK Negeri 1
Radipaten memiliki prospek yang makin cerah.
Kini sekolah tersebut dipimpin oleh kepala sekolah
yang bernama Drs-. A. Rachman. Berkat kepemimpinannya
pembi-BAB V
KESIMPULAN DAH REKOMENDASI
Pembinaan yang dilakukan para pembina PMR di SMK
Negeri 1 Kadipaten terhadap anggotanya, sebagaimana yang
menjadi telaah dalam peneiitian ini, secara umum telah menunjukkan keberhasilan yang positif dengan menghasilkan anggota PMR yang setia kawan sosial dalam berperilaku. Keberhasilan itu diperoleh atas peran serta aktif dari anggota PMR dalam mengikuti kegiatan disertai dengan kesungguhan pembina untuk melakukan pembinaan secara
berkesinambungan.
Berdasarkan deskripsi data dan analisis hasil peneii
tian, secara khusus peneliti menarik kesimpulan dan
menga-jukan rekomendasi sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Pertama, para pembina sepakat-bahwa misi PMR di
sekolah adalah untuk menanamkan jiwa dan semangat kemanu
siaan di kalangan siswa melalui pembinaan kepalangmerahan
sejak dini. Upaya tersebut untuk mewujudkan manusia yang
memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebang
saan, sehingga mereka siap siaga setiap waktu untuk mem
baktikan diri bagi tugas-tugas kemanusiaan. Agar dapat
mencapai sasaran dalam tujuan pembinaan, perlu dilaksana
kan pola pembinaan yang bersifat terpadu, menyeluruh dan
berkelanjutan. Terpadu artinya pembinaan yang dilakukan
149
secara integral, menyeluruh artinya pembinaan dilakukan
secara terarah kepada berbagai kemampuan yang diperlukan,
sedangkan berkelanjutan artinya pembinaan dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan awal subyek yang diikuti dengan pembinaan lanjutan. Di samping itu kegiatan latihan rutin
PMR disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.
Kedua, para pembina sepakat bahwa kesetiakawanan
sosial merupakan sifat ikatan sosial yang mengikat indivi du dengan lingkungannya sebagai akibat dari kontak sosial,
dengan ikatan utamanya adalah perasaan senasib
sepenang-gungan dan tanggung jawab bersama. Berdasarkan hal itu para pembina berpendapat bahwa orang yang berjiwa setia
kawan sosial, sikap dan perilakunya selalu peduli untuk
membantu sesama yang membutuhkan, menjauhkan permusuhan,
mempererat persahabatan dan sanggup bekerja sama dengan
sesama warga di lingkungannya didasari kepentingan bersa
ma. Sedangkan makna kesetiakawanan sosial dalam PMR, para
pembina sepakat apabila para anggotanya dalam perilaku
sehari-hari menampilkan nilai kesetiakawanan sosial yang
terdapat dalam ketentuan moral PMR, yaitu Janji PMR. PMR
berusaha membina siswa secara efisien untuk memiliki rasa
setia kawan sosial. Hal ini dapat berarti bahwa seorang
warga yang baik adalah seorang yang memiliki loyalitas
secara aktif dalam masyarakat.
Ketiga, sejumlah materi dengan berbagai keterampilan
150 L
kepalangmerahan,
P3K atau PPGD, perawatan
keluarga,
pe
nanggulangan
musibah
atau
bencana,
transfusi
darah,
Tracing and Mailing Service (TMS), pengabdian
masyarakat,
kesehatan remaja, kepemudaan dan organisasi, dan
hubungan
antar manusia. Dengan menggunakan berbagai metode,
antara
lain adalah ceramah. tanya jawab, simulasi atau permainan,
diskusi,
penugasan
dan
praktek
lapangan
dengan
upaya
pembelajaran
yang menerapkan sistem among. Upaya
pembina
dalam
menanamkan
kesetiakawanan sosial
anggotanya
yang
didukung dengan pendekatan fungsional dan strategi
pembi
naan
yang partisipatif. Diharapkan melalui latihan
rutin
dapat menanamkan individu yang peka terhadap
permasalahan
lingkungan,
termasuk di dalamnya adalah menanamkan
kese
tiakawanan
sosial
kepada anggota
PMR.
Pada
prinsipnya
setiap kegiatan PMR diiringi upaya menanamkan kesetiakawa
nan
sosial,
dengan
berbagai
bentuk
kegiatan
latihan,
antara
lain: sistem tanda kecakapan, praktek di
lapangan
dengan
sistem beregu, permainan atau"simulasi, bakti
so
sial, hiking, kegiatan kemah dll. Sering kali anggota
PKR
dalam
kegiatannya dibawa dan dihadapkan
langsung
dengan
lingkungan.
Di
sini terjadi
proses
mengamati
berbagai
gejala ketimpangan maupun permasalahan sosial.
Keempaz,
upaya
yang
dilakukan
pembina
di
dalam
menyampaikan
materi
latihan
adalah
dengan
menerapkan
sistem
among. Dengan sistem among berarti
semua ;.^i;r
••
ke-PMR-an
sebagai proses pendidikan, dilaksanakan
dengan
151
paksaan atau perintah tetapi atas dasar minat dan karsa para anggota PMR. Pembina PMR harus mampu menjadi contoh pelaksana, tidak hanya pandai memerintah. Penerapan sistem among dalam kegiatan PMR tidak lain merupakan tuntutan sikap laku seorang pembina yang harus menjadi manusia
pemberi teladan, manusia pembangun daya kreasi dan manusia
pendorong positif bagi siswa.
Kelima, operasionalisasi latihan PMR, dimulai dengan
upacara pembukaan, kemudian kegiatan inti latihan dan
diakhiri dengan upacara penutupan. Pada prinsipnya setiap
kegiatan latihan dari awal sampai berakhirnya kegiatan diiringi dengan upaya menanamkan kesetiakawanan sosial
anggota PMR. Kegiatan yang dijalankan oleh PMR bersifat mendidik dan menjurus ke arah pembangunan spiritual. Kelak mereka diharapkan menjadi generasi penerus yang memiliki
ras kesetiakawanan sosial yang tinggi.
Keenam, upaya pembina PMR dalam menanamkan kesetiaka
wanan sosial anggotanya, telah membawa' hasil bagi peruba han perilaku siswa tentang kesetiakawanan sosial. Peruba han perilaku tersebut tampak dari rutinitas dan aktifitas siswa. sehari-hari di lingkungan sekolah. Hal ini bisa
d 11 ii'i at
daIam u raian d ata bahwa antara
ke1ompok
anggota
PMR dan kelompok non anggota PMR banyak memiliki
kesamaan
dalam berperilaku setia
kawan di lingkungan sekolah. Namun
kelompok anggota PMR cenderung lebih setia kawan sosial
dibandingkan dengan
kelompok non anggot;a PMR,
seski
tidak
152
pada suatu prinsip yang berasal dari pengaruh latihan
rutin PMR yang didukung oleh lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Sebagai anggota PMR mempunyai ikatan moral yang dapat menjadi kontrol sosial terhadap perilakunya. Berkat latihan rutin dalam PMR yang diterima
dari kegiatan tersebut berpengaruh kepada kematangan sikap, perilaku, dan pola pikir anak. Dengan demikian, wadah PMR telah berperan dalam mengembangkan pribadi utuh
anak sesuai dengan misi PMR.
Ketu.juh,
dengan berbagai jenis pengetahuan,
keteram
pilan, sikap dan nilai yang ditanamkan kepada siswa
mela
lui
latihan
rutin
PMR
merupakan
pengembangan
potensi
menjadi
manusia
utuh
yang merupakan
bagian
dari
misi
pendidikan
umum.
Termasuk
di
dalamnya
adalah
membina
kesetiakawanan
sosial
siswa dengan bantuan
pembina
PMR
dalam
rangka mempersiapkannya menjadi manusia
yang
ber
tanggung jawab pada diri sendiri,
keluarga dan masyarakat.
B. Rekomendasi 1. Bagi Sekolah
a. Hendaknya pihak sekolah memanfaatkan seoptimal mung kin berbagai bentuk kerja sama antara PMI dengan
sekolah untuk dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan.
Kerja
sama
dengan instansi
terka.it
diperuntukkar
sebesar-besarnya bagi kepentingan sasaran.
b . Fengembangan
kua1itas pemb ina FMB. perlu
d
153
pembina telah memiliki kemampuan yang memadai, maka secara moral pembina telah memiliki kekuatan atas
keyakinannya untuk mempengaruhi sasaran pembinaan
dengan penuh rasa tanggung jawab.
2. Bagi Pembina PMR
Untuk mengurangi hambatan profesionalisasi pembina,
perlu dilakukan pengembangan program pembinaan, sebagai
berikut:
a. Pembina PMR selaku ujung tombak di lapangan terlebih
dahulu harus memahami karakter siswa, isu sosial,
isu ekonomi, sikap mental setia kawan sosial, yang
akan memberi fungsi nilai efektif terhadap parti
sipasi kegiatan latihan.
b. Pembina PMR perlu mempelajari nilai filosofis yang akan menjadi sistem nilai keputusannya dan faktor-faktor lingkungan yang mendukung terhadap upaya
pembinaan. Misalnya: nilai kebenaran dapat menggugah
terhadap upaya kesetiakawanan sosial anggotanya, bentuk-bentuk dukungan dari sekolah, serta fasili-tas-fasilitas teknis yang; mendukung keberadaan PMR
d i s e k o 1 a h .
o. Pembina PMR perlu melakukan kaji ulang, melakukan
verifikasi terhadap keberhasilan pembinaan sesuai
den g an t u juan dan target pe ruba han yang di har apkan.
Evaluasi atau verifikasi dilakukan terhadap pros-s
d a n h a s i k_p e m b e I a j a r an .
154
Kegiatan
PMR sering menyita waktu bahkan
meninggalkan
tugas-tugas rutin di rumah. Berkenaan dengan hal terse
but orang tua perlu mengawasi, agar anak tidak
menya-lahgunakan.
4. Rekomendasi untuk Peneiitian Lanjutan
Disadari benar bahwa peneiitian ini memiliki ruang
lingkup yang terbatas, baik lingkup kegiatan maupun kasusnya. Peneiitian ini diarahkan kepada tinjauan
tentang upaya-upaya yang dilakukan pembina PMR dalam
menanamkan kesetiakawanan sosial anggotanya melalui
latihan
rutin.
Disarankan bagi peminat
pendidikan
meneliti lebih lanjut secara mendalam, baik lingkup
f'AFTAR KEPUSTAKAAH
A. Kosasih Djahiri. (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Hilai-Moral ¥£T_ dan Games dalam ¥£T. PMPKN IKIP Bandung.
A. Kosasih Djahiri. (1986). Dasar-dasar Kurikulum d_an Program Pengajaran Afektif NJJLai dan MjQxa.1. Labora-torium Pengajaran IKIP Bandung.
A. Kosasih Djahiri. (1992). Menelusuri Dunia Afektif-Nilai Moral dan Pendidikan Nilai Moral. Laboratorium
Pengajaran IKIP Bandung.
Aris Munandar. (1987). Pembinaan dan Masaiahnva. Jakarta:
Gramedia.
Arif Nahari. (1996). Kesetiakawanan Sosial Nasional versus Permasalahan Sosial. Jakarta: Depkes RI.
Bintoro Cokroamidjojo. (1980). Teori. Strategi Pembangunan Nasional. Jakarta: Gunung Agung.
Bintarto. (1980). Gotong rovong: Suatu karakteristik
Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Bunyamin Maftuh. (1990). Studi Historis Tentang
Perkembangan Program PU Dalam Kurikulum SUA. Sejak 1945 Sampai Dengan 1984. PPS IKIP Bandung.
C. Rhoviq. (1982). Menyusuri Jalan Pembangunan dan Inovasi
Pendidikan di Kawasan Dunia Ketiga. Surabaya: Usaha Nasional.
Conny Semiawan. (1987). Pendekatan Keterampilan Proses .
Jakarta: Gramedia.
Condro Cahyono. (1993). Pengaruh Pelaksanaan Program
Bantuan Sosial Keluarga Miskin Potensial di Jakarta
Timur. STKS Bandung.
Depdikbud. (1981). Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Depdikbud. (1985). Petun.iuk Pelaksanaan OSIS dan IKQSIS. Jakarta : Depdikbud.
Depdikbud. (1978). Poia Dasar Pembinaan dan Pengembangan
Generasi Mnrja Jakarta: Depdikbud.
156
Djawad Dahlan.
(1982).
CJj^ixjL K^xiJmdiaji £isj^ SPG
&^± di. jaja Barat Dikaitkan de^g^^lLpnS
lerhddap
Jabatan
Guru. Disertasi Doktor
PPS
tktp
Bandung.°adan lltrl^Hi1^
uaeran r n i Jawa BaratBandun*: M«^as
Dadangd,?«nduWa- (19?3>-" Tolong-menolong Sesama manusia,"
dalam Universitas Terbuka.(1993).
Per,diHik»n
'
Eaimaaila_I. Jakarta: Universitass Terbuka
Durkheim, Emile (1996).Jgangantar Posing Mn^Uias.
Obr/lndonfsia^' P'nt"'«*h>- ^"arta: Yayasan
F' ^"asfonSi: (1982)--£sii^igiJi^ Surabaya: Usaha
Franz Magnis Suseno. (1988). Etik^ P^r. Yogyakarta:
*• *• ^-11 J. S> JL U o •
Fuad Hasan.
(1989)
Pustaka.
kidaza.
Jakarta: Balai
Henry
Nelson B (1952)._lh.e Fifty-First Yearhnnk
n* ^
Hat ions 1 Society foTVe Stndv of Education- L^T
one GenerM F,rinoPtiflII. Chicago: The University of
Chicago Press.
Harris
Chester W (I960 ). developed ia nf r^.-^-,
tezzzz^
New York: ThTMacMilian Company.
Hamdan Mansoer.
(1983). Fungsi or,a 1isasi
MKDH Dalam
Kurikn-iUJH Pergurnan Tinggi Indonesia. Makalah dalam
Pena-taran Suscados Kewiraan.
Ima Fahmiah. (1993). Pengaruh Bimbingan S»sd,va Masyarakat
Bldang Perumahan terhadap Kesetiakawanan Sosial
heluargfl Bmgan Sosi»]
di Keoama.tan Pamarir-an
Kabupaten Dati TT Ciamis
STKS Bandung.
ling Kartiwan. (1995). Suat.n Kaiiar, tentang Pmtfr»m
Pembinaan Organisasi OSIS Dalam Mengembangkan Sikap
Patriotisms pemuda. PPKN IKIP Bandung.
Ignatius Sukamto. (1996). KSN Memerangi
Kemiski nan rt»n
Hembanguri Sumber P«va Harmsia. Kupang: Kanwil Depsos
N i l .
Koencaraningrat. ( 1979) . Kebudavaan, Mentality rj»n
157
Kanwil Depsos. (1995). Brosur KSN. Bandung: Kanwil Depsos.
Lina Karlina. (1993). Pengaruh Provek Kese.iahteraan Sosial
Masyarakat, melalui
Wanita Binaan Sosial terhadap
Tingkat Kesetiakawanan Sosial STKS Bandung.
Lexy J. Moleong. (1988). Metode Peneiitian Kualitatif. Jakarta: PPLPTK
Muchlis. (1996). Pandangsn Sekilas tentang Eksistensi Generafii Muda dan Kesetiakawanan Sosial Ambon: Kanwil Depsos Maluku.
Nasution, S. (1986). Didaktik Asas-asas Mengaiar. Bandung:
Jemmers.Nasution, S. (1992). Metode Peneiitian Naturalistik Kualitati f. Bandung: Tarsito.
Nursid Sumaatmadja. (1990). Konsep dan Eksistensi
Pendidikan Umum. PPS IKIP Bandung.
Nursid Sumaatmadja. (1996). Manusia dalam Konteks Sosial.
Budava dan Lingkungan Hidup. Bandung: Alfabeta.
Phenix, Philip H. (1964). Realm of Meaning: A Philosophy Of the Curriculum for General Education. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Pikiran Rakyat, 10 Nopember 1996.
Pikiran Rakyat, 16 Juli 1997.
Pikiran Rakyat, 20 Juli 1997.
PMI. (1991).
—Materi
Pendidikan
PMR
Madva
Jakarta:
Markas Besar PMI.
PMI.
(1991). Materi Pendidikan PMR Wira. Jakarta:
Markas
Besar PMI.PMI.
(1993).
Memperkenalkan PMT
Jakarta: Markas
Beser
PMI.
PMI.
(1994).
Buku Pedoman PMR.
Jakarta:
Markas
Besa-PMI.PMI. (1995). Perjariijan Kerjasama antara Desdikhud
158
P MT- ^1996>--r^dimaj3_PJI£IIfJiLj Jakarta: Markas Besar PMI.
MEa^Ks^^
P M*' (1996>- AP/ART PMI. Jakarta: Markas Besar PMI.
"' SUSGanaco.P" (1964> •-^^^Han Bndi Ppfrertj.. Bandung:
^^^andung^?^- ^I'" M«"»h»^ T^°h T.nln —in]
Bandung: Yayasan Pusat Bimbingan Pendidikan.
Rohman Natawidjaja. (1987). Pendeka^r-p^^^ p^
Penvuluhan Kelompok. Jakarta: PPLPTK.
Rohmat Mulyana- (1996)._LIp_aya Gum dan K^nala s^m.h
ba««Z.8
Kft1mqn"n d"n Ket»n,T»Pn p^Tn ppS IKIp
Soerjono Soekamto. (1982 ) ._S^i^logj Suatu P.r,g,n,or
Jakarta:
Rajawali Press.
SunaryoKartadinata^(1983). Ikmtribusi Tkli,, „HswMrFn
Keligi-pendidikan.. Jakarta: Dirjen Dikti.
Santoso Sastroeutro
<1988 ). Parf.i si „..<
*„„„,,, ^-j
Sudardja Adiwikarta. (1988) ..Saslalogi PmHirtifn- T.
159
; (1993). Ketetapan-ketetapar. KfpR
Jakarta: Kloang
J a.ya.. °
SUmarnBndavaanM°; -i19J3)- status Sosial Kknnn»i Nilpi
?"?
,, ? f Pp1>Prestasi d*" ^"filiasi. R.hflFp1
faktor Determmatlf terhadap pemhin»»n Pftril»kn
ftesadaran Tnngknngan Hidup Anggota Pr»m„k*
PPS ikip
tsanuung.
Sudrajat Prawirasaputra . ( 1996) . Kontribusi MKDU t.ftrh»H»n
lar^gnng Jawab. Mahasiswa tktp pandnnr
PPS IKIP
Bandung.
Undang-undang Republik Indonesia No. 2 tahun 1989 Tentang
Sistem Pendidikan dan Penjelasannya.
Umi Chotimah. (1994). Pengembangan NH^-n-n^ ^^
Zaki&hIndrn^at- (1971) ..Jjanfajna Nilai-nil^ M^rM ^
Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.