1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang rentan dengan enam bencana alam,
seperti tsunami, gempa bumi, tanah longsor, banjir, angin puting beliung, dan
letusan gunung berapi. Dari tahun ke tahun bencana alam terus meningkat.
Data bencana di BAKORNAS menyebutkan bahwa antara 2003–2005 telah
terjadi1429 kejadian bencana alam. Bencana hidrometeorologi (banjir dan
tanah longsor) merupakan bencana yang paling sering terjadi (53,3%).
Bencana geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api) hanya 6,4%,
tetapi kerusakan dan korban jiwa yang ditimbulkan sangat besar. Banjir
merupakan bencana hidrometeorologi, yang paling sering terjadi (34,1%),
diikuti tanah longsor (16 %). Contoh bencana yang terjadi di Indonesia adalah
gempa bumi yang diikuti tsunami di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) dan Sumut, gempa bumi di pulau Nias, bencana tanah longsor dan
banjir bandang di Semarang, Banjarnegara, Jember, Trenggalek, Menado,
Samarinda, dan daerah lainnya.
Secara geologi, Indonesia berada di daerah rawan bencana, karena
Indonesia berada di tiga lempeng tektonik dunia, yaitu: Lempeng
Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Euro-Asia di bagian utara dan Lempeng
Samudra Pasifik di bagian Timur. Pergerakan tiga lempeng tersebut yang
menjadikan tiap daerah di Indonesia mempunyai keadaan fisik yang berbeda
yang menjadikan tiap daerah mempunyai potensi bencana dan itensitas
2
Indonesia banyak dilanda bencana mulai dari bencana alam sampai
bencana sosial.Terutama bencana alam, hampir semua bencana alam melanda
negara ini baik bencana geologi (gempabumi, tsunami, erupsi gunungapi)
maupun bencana hidrometeorologi (banjir, longsor, kekeringan, kebakaran
lahan dan hutan, putting beliung, dan gelombang pasang).Hampir semua jenis
bencana terjadi di Indonesia, yang paling dominan adalah banjir, tanah
longsor, dan kekeringan.
Dilihat dari posisinya, Surakarta memang merupakan kawasan rawan
banjir karena berada di zona depresi (intermontain plain) yang diapit Vulkan
Lawu, Vulkan Merapi dan Pegunungan Seribu. Air permukaan yang masuk
kota Surakarta berasal dari tiga arah yaitu dari lereng tenggara Gunung
Merapi, lereng barat Gunung Lawu dan Wonogiri dengan sembilan anak
sungai yang masuk ke Bengawan Surakarta. Bahkan para pakar, menyebut
bentuk topografi Surakarta seperti mangkuk, karena mayoritas wilayahnya
berelief datar namun memiliki banyak cekungan.Cekungan-cekungan tersebut
berpotensi menimbulkan genangan.
Wilayah dikatakan sebagai rentan banjir apabila wilayah tersebut sering
terkena banjir, biasanya pada wilayah yang rendah, berdekatan dengan sungai
besar dan berdrainase buruk,kerentanan banjir merupakan suatu keadaan
mudah tidaknyadaerah tersebut dilanda dan tergenang banjir (Robert J.
Kodoatie dan Sugiyanto 2002).Wilayah Solo merupakan wilayah yang padat
pemukiman, terdapat daerah tertentu yang memiliki wilayah yang rendah dan
diapit oleh sungai sehingga rentan banjir.
Disusun oleh :
Grid Koordinat : Universal Transverse Mercator Zona : 49 South
Datum : WGS-1984
Sumber :
- Agustinus Budi Prasetyo (NIK K5403001 - FKIP UNS 2007) - Survey lapangan pada tanggal 10 juli 2014
! ! ! ! Batas Kabupaten/Kota
Legenda
Kantor Kecamatan
Kantor Kelurahan
SMK Muhammadiyah 1 Surakarta
4
Kota Surakarta, Kecamatan Serengan, Kelurahan Joyotakan termasuk
dataran rendah. Ketinggian daerah Joyotakan 92 meter diatas/permukaan laut
dengan kemiringan tanah 0- 400.Jenis tanah di wilayah ini berupa tanah liat
berpasir termasuk Regosol Kelabu dan Alluvial. Joyotakan mempunyai rata-
rata hujan setiap tahun mencapai 84,10 mm banyaknya curah hujan yang
mencapai 2. 54850 mm. (serengan dalam angka 2012)
Daerah Joyotakan dahulunya berupa rawa diubah menjadi lahan sawah.
Secara geografis wilayah Joyotakan diapit dua sungai yaitu sungai jenes dan
sungai wingko merupakan anak sungai dari daerah DAS bengawan solo.
Selain itu Joyotakantermasuk padat penduduknya, pada tahun 2011 hanya
mempunyai luas 45,90/hadengan jumlah penduduk 8941 jiwa/orang. Sehingga
tingkat kepadatan mencapai 194,97(serengan dalam angka 2011). Kepadatan
rumah menunjukan angka kepadatan 1,55/rumah, sehingga 1 rumah dihuni
oleh beberapa keluarga. Itu menunjukan daerah Joyotakan mempunyai lahan
yang tidak luas dengan penduduk yang banyak.
Tabel I.1
Banyaknya Penduduk, Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Tiap Kelurahan Kecamatan Serengan Tahun 2012
Kelurahan Jumlah
Danukusuman 11.700 50,80 230,31
Serengan 13.038 64,00 203,72
Melihat berapa aspek keadaan daerah tersebut membutikan wilayah
Joyotakan beresiko terjadinya banjir, yang harus dihadapi masyarakat
dikarenakan letaknya yang berimpit dengan sungai besar dari aliran bengawan
Solo . Daerah joyotakan merupakan daerah yang paling rendah dibandingkan
kecamatan serengan lainya. Ini terbukti dari banjir kemarin Puncak yang
terjadi pada tahun 2007, Wilayah Joyotakan merupakan tempat terparah
sekecamatan Serengan yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2007. (28
Solopos 2007).Sejumlah sekolah dilaporkan tergenang dan ratusan siswa dari
sedikitnya 10 sekolah, terdiri dari TK, SD, SMP dan SMK terpaksa
libur(http://busrinews.wordpress.com). Melihat bencana yang sering terjadi di
daerah Joyotakan tersebut, Pemerintah daerah tersebut mengupayakan untuk
antisipasi banjir dengan menggunakan pompa air, Sehingga banjir tersebut
tidak pernah terjadi sampai sekarang. Walapunn sudah maka diperlukan
kewaspadaan apabila banjir tersebut datang kembali.
Salah satu sekolah yang menjadi dampak dari bencana tahun 2007 yaitu
SMK Muhammadiyah 1 Surakarta. Berdasarkan hasil wawancara dengan
salah satu guru SMK Muhammadiyah 1 Surakartamenyatakan bahwa banjir
tersebut mencapai tembok sekolahan. Dampak yang ditimbulkan dari kejadian
tersebut banyak dokumen-dokumen sekolah yang belum bisa terselamatkan
serta perabot sekolah menjadi kotor dan tidak bisa dipakai kembali karena
kurang kesiapsiagaan sekolah dalam mengantisipasi dampak yang
6
Sekolah merupakan salah satu tempat warga sekolah menghabiskan
waktusehingga kemungkinan saat terjadi bencana banjir mereka berada di
sekolah. Di dalam sekolah Guru mempunyai peran yang sangat penting untuk
kesiapsiagaan komunitas sekolah dalammenghadapi bencana yang terjadi di
daerah rawan terjadi banjir. Sebagai pendidik guru dapat mentransfer
ilmukepada siswa dari beberapa periode, sekaligus penggerak dan pelaku
utama kesiapsiagaan sekolah. Guru dan siswa bagian dari sekolah maka perlu
diketahui kesiapanya untuk menghindari jatuhnya korban serta dampak yang
ditimbulkan saat banjir datang. Komunitas sekolah merupakan aset yang
potensial untuk membangun kesiapsiagaan masyarakat dan dapat
menumbuhkembangkan kepekaan sosial penyelamatan korban.
Pembelajaran tentang bencana alam dan mitigasi bencana dapat diberikan
melalui mata pelajaran dan kegiatan sekolah. Melalui pembelajaran bencana
alam, siswa dapat memberi perhatian atau melakukan sesuatu untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya bencana.Untuk mengimplementasikan
pembelajaran tentang bencana alam di sekolah, diperlukan adanya kerja sama
antara sekolah, pemerintah, dan kesadaran guru (Shiwaku & Shaw, 2008).
Peran pendidikan tentang bencana adalah menyampaikan pengetahuan
dan informasi kepada siswa dan menunjukkan tindakan yang harus
dilakukan.Siswa didorong untuk mengetahui resiko bencana, mengumpulkan
informasi yang berkaitan dengan penanggulangan bencana, dan melakukan
kegiatan mengurangi resiko bencana. Guru harus memberi kesempatan kepada
atau keluarga siswa harus terlibat dalam pendidikan bencana di sekolah.Siswa
diharapkan menceritakan tentang manajemen bencana dan tindakan yang
dilakukan melalui pendidikan kepada orang tua dan masyarakat
sekitarnya.Pendidikan dapat menjadi pelopor untuk pengelolaan bencana
berbasis masyarakat dan hal itu menjadi bagian dari kebiasaan dalam
kehidupan sehari-hari (Shiwaku, et.al, 2007).
SMK Muhammadiyah 1 Surakarta merupakan salah satu sekolah
kejuruan yang mempunyai letak geografis yang masuk dalam peta bencana
banjir. Pada pelaksanaan program sekolah siaga bencana dilakukan bersama
dengan program pengembangan sekolah untuk meningkatkan kapasitas
respons dan manajemen bencana. Selain secara fisik melakukan penyesuaian
bangunan sekolah dengan potensi bencana di lain pihak menjadikan sekolah
juga berupaya dalam mengembangkan metode manajemen bencana alam pada
siswa sekolah serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam
menghadapi bencana secara dini.Penanaman pendidikan manajemen bencana
bagi anak-anak mempunyai sisi positif. Untuk mewujudkan siswa yang
mampu mengenali, memahami, dan bersikap produktif bukan hal mustahil
asal pendidikan yang dilaksanakan di sekolah secara rutin mengajarkan
kepada siswa untuk mampu menumbuhkan sikap tersebut.
Berdasarkan hal itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas X tentang Pengurangan Risiko
8
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah salah satu aspek yang penting dalam
pelaksanaan penelitian. Arikunto (2006:35) menjelaskan bahwa: untuk
kepentingan ilmiah, satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah
penelitian sedapat mungkin diusahakan tidak terlalu luas.Sesuai dengan uraian
latar belakang diatas, yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Wilayah Solo merupakan wilayah yang padat pemukiman, terdapat daerah
tertentu yang memiliki wilayah yang rendah dan diapit oleh sungai
sehingga rentan banjir.
2. SMK Muhammadiyah 1 Surakarta merupakan salah satu sekolah kejuruan
yang mempunyai letak geografis yang masuk dalam peta bencana banjir.
3. Pembelajaran tentang bencana alam dan manajemen bencana dapat
diberikan melalui mata pelajaran dan kegiatan sekolah. Melalui
pembelajaran bencana alam, siswa dapat memberi perhatian atau
melakukan sesuatu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bencana.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian lebih efektif, efisien,
terarah dan dapat di kaji lebih mendalam. Adapun hal-hal yang membatasi
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan manajemen bencana yang dimaksudkan adalah pendidikan
dan hal-hal yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana di
SMK Muhammadiyah 1 Surakarta.
2. Pengetahuan tentang manajemen bencana yang dimaksudkan adalah
pengetahuan dan informasi pada siswa dan menunjukkan tindakan yang
harus dilakukan ketika terjadi bencana.
D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan hulu dari penelitian dan merupakan
langkah penting dan pekerjaan yang sulit dalam penelitian ilmiah (Moh. Nazir,
2005:111). Perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap
mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah dalam penelitian
adalahbagaimana tingkat pengetahuan siswa kelas X tentang pengurangan
risiko bencana banjir di SMK Muhammadiyah 1 Surakarta?
E. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan pasti mempunyai tujuan tertentu sehingga dalam
kegiatannya dapat diukur hasilnya.Menurut Suharsimi Arikunto (2006:58)
sesuatu yang ingin dicapai merupakan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui tingkat pengetahuan siswa kelas X tentang pengurangan
10
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan hal penting karena memberikan gambaran
yang jelas dalam menjawab permasalahan. Dalam penelitian ini ada 2
manfaat, yaitu manfaat teoritis (untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
yang berkaitan) dan manfaat praktis (berhubungan dengan cara pemecahan
masalah secara nyata).
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
siswa untuk mengetahui pengurangan risiko bencana, sehingga hasilnya
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
keterampilan.
b. Manfaat Praktis
Memberikan masukan bagi siswa terkait dengan tingkat pengetahuan