• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: SITI YULIANAH NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: SITI YULIANAH NIM"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EFEKTIVITAS PENDAPATAN ASLI DAERAH, EFISIENSI KEUANGAN DAERAH DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT

TAHUN ANGGARAN 2010-2014

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

SITI YULIANAH

NIM. 1112084000047

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

1. Nama Lengkap : Siti Yulianah

2. Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 10 Juli 1994

3. Alamat

: Jl. Adi Sucipto RT 01/RW 04 No.12 Kecamatan Benda Kelurahan Pajang, Kota Tangerang- Banten 15124

4. Telepon : 085715616368

5. Email : [email protected]

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. TK Ekadyasa 01 Tahun 1999 – 2000

2. SD Negeri Pegadungan 01 Pagi Tahun 2000 – 2006

3. SMP Negeri 169 Jakarta Tahun 2006 – 2009

4. SMA Negeri 84 Jakarta Tahun 2009 – 2012

5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012 – 2017

III. SEMINAR DAN WORKSHOP

1. Seminar Nasional “Mewujudkan Lembaga Keuangan Mikro Yang Berdaya Saing Dalam Menghadapi MEA 2015”, Social Trust Fund UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

ii Langkah Cerdas Cegah Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi

bekerjasama dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Seminar Nasional “Tantangan dan Prospek Mahasiswa dalam Mencegah Penyalahgunaan Narkoba di Lingkungan Kampus dan Masyarakat”, Satgas Gan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi, HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

IV. PENGALAMAN ORGANISASI

1.

Tahun 2013 menjadi anggota HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta devisi humas.

V. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Ruslan

2. Tempat, Tanggal Lahir : Purwokerto, 12 November 1967

3. Ibu : Sutampi

4. Tempat, Tanggal Lahir : Bojonegoro, 25 Juli 1968

5. Alamat

: Jl. Adi Sucipto RT01/RW04 No. 12 Kecamatan Benda, Kelurahan Pajang Kota Tangerang-Banten, 15124

(8)

iii

ABSTRACT

The aims of this study to look at the influence of Ratio of Regional Income Effectivity, Ratio of Regional Income Efficiency and Ratio of Regional Financial Capability toward Economic Growth which is representated by Gross Domestic Regional Product in Residence/City Jawa Barat Province during 2010-2014. This research used Fixed Effect Panel Data Model.

The result showed of FEM regression showed that 26 Residences/Cities Jawa Barat Province have positive significant influence at Ratio of Regional Income Effectivity and Ratio of Regional Financial Capability. However, it has negative significant influence at Ratio of Regional Income Efficiency toward Economic Growth.

Keywords: Ratio of Regional Income Effectivity, Ratio of Regional Income Efficiency, Ratio of Regional Financial Capability, Economic Growth, Regional Income

(9)

iv

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi yang direpresentasikan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2010-2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis data panel dan model terpilih adalah Fixed Effect Model (FEM).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 26 Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat memiliki Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah pengaruh positif signifikan, sedangkan Rasio Efisiensi Keuangan Daerah memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Kata Kunci: Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah.

(10)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah memberikan kita kesempatan hidup di dunia ini dan memberikan nafas yang dengannya kita dapat merasakan keindahan untuk bisa menyembah-Mu. Sungguh tidak ada satupun kejadian yang terjadi secara kebetulan, semua sudah terencana, semua telah ditentukan oleh qadha dan qodar-Nya. Salawat serta Salam tidak lupa kita curahkan kepada junjungan kita, Baginda Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat syafa’atnya dihari akhir yang pasti terjadi.

Ilmu yang kita miliki pada haikatnya adalah titipan dari Allah, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita. Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk meraih ilmu yang bisa menjadi penerang dalam kegelapan dan dapat menjaga ilmu tersebut dengan penuh kerendahan hati. Tidak ada yang tidak mungkin, selama kita mau berdoa dan berusaha, seperti pepatah bahasa Arab “Man Jadda Wa Jadda” yang artinya barang siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkannya. Urusan kita dalam kehidupan ini bukanlah untuk mendahului orang lain, tapi untuk melampaui diri kita sendiri, untuk memecahkan rekor diri sendiri dan untuk melampaui hari kemarin dengan hari yang lebih baik. Itulah sepenggal kalimat yang menjadi penggugah demi terselesaikannya skripsi yang sederhana ini, yang berjudul “Pengaruh Efektivitas Pendapatan Asli

(11)

vi

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2010-2014”

Dengan selesainya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda penulis Ruslan dan Ibunda penulis Sutampi, terimakasih atas kasih sayang, dukungan, doa serta kesabaran tanpa batas yang telah diberikan kepada penulis semasa penulis hidup. 2. Terima kasih kepada Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga Bapak selalu diberikan kemudahan oleh Allah SWT untuk mengembangkan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

3. Terima kasih kepada Bapak Arief Fitrijanto, M.Si dan Bapak Rizqon Halal Syah Aji, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan atas segala bimbingan, arahan serta ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

4. Terima kasih kepada Bapak Aizirman Djusan, M.Sc., Econ selaku dosen pembimbing penulis atas waktu, tenaga, pikiran, arahan serta ilmu yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Terima kasih kepada seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi penulis selama perkuliahan serta jajaran karyawan dan staff UIN Syarif

(12)

vii Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dan membantu penulis selama perkuliahan.

6. Sahabat-sahabat di Butiran Debu, dan Ayat-ayat Cinta yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi dan selalu memberikan warna dan keceriaan. Semoga kita akan selalu menjalin hubungan yang baik dan sukses bersama di kemudian hari. 7. Teman-teman IESP 2012 yang sangat luar biasa yang selalu tolong

menolong satu sama lainya dan menerima satu sama lain dengan segala perbedaan masing-masing.

8. Temen-teman konsentrasi Otonomi dan Keuangan Daerah angkatan pertama yang selalu hitz dalam setiap momen dan selalu ramai dalam segala keadaannya. Terima kasih atas kebersamaan dan kebaikannya selama ini sehingga bisa menghantarkan penulis sampai pada tahap ini. 9. Terima kasih kepada teman-teman terbaik dan seperjuangan penulis, Nurul

Hidayati, Habibatul Mukarramah, Vinnie Aulia, serta teman-teman di grup Cherybelle yang selalu memberikan semangat, dukungan, serta perhatiannya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

10. Terima kasih kepada sahabat-sahabat kesayangan penulis, Isma Rahayu, Alviyanti Herlina, Nanda Putri Pratiwi, dan Nana Nur’aini atas segala perhatian, dukungan serta doa untuk penulis. Semoga persahabatan kita tetap terjalin selamanya.

(13)

viii 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala do’a dukungan dan bantuan yang telah diberikan dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Februari 2017

(14)

ix

DAFTAR ISI Cover

Lembar Pengesahan Pembimbing

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif Lembar Pengesahan Ujian Skripsi

Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah

Daftar Riwayat Hidup ... . i

Abstract .... ... iii

Abstrak .... ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi . ... ix

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Grafik dan Gambar ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Otonomi Daerah ... 13

B. Keuangan Daerah ... 14

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 14

2. Penerimaan Daerah ... 17

a. Pendapatan Asli Daerah ... 17

b. Pendapatan Transfer ... 18

c. Pendapatan Lain Yang Sah ... 19

3. Pengeluaran Daerah ... 19

a. Belanja Langsung ... 20

(15)

x

C. Kinerja Keuangan Daerah ... 21

1. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah ... 25

2. Rasio efisiensi keuangan daerah ... 25

3. Rasio Keserasian ... 27

4. Rasio Pertumbuhan ... 28

5. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ... 30

D. Pertumbuhan Ekonomi ... 32

E. Penelitian Terdahulu ... 42

F. Kerangka Pemikiran ... 52

G. Hipotesis Penelitian ... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 59

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 59

B. Metode Penentuan Sampel ... 59

C. Metode Pengumpulan Data ... 60

D. Metode Analisis Data ... 60

1. Metode Data Panel ... 61

2. Pemodelan Data Panel... 62

3. Pemilihan Model Data Panel ... 64

a. CEM vs FEM (Uji Chow) ... 66

b. FEM vs REM (Uji Hausman) ... 67

E. Model Empiris ... 68

F. Uji Asumsi Klasik ... 69

1. Uji Multikolinearitas ... 70

2. Uji Heteroskedastisitas ... 71

3. Uji Autokorelasi ... 72

4. Uji Normalitas ... 73

G. Uji Hipotesis ... 75

1. Uji Koefisien Determinasi (R-Square) ... 75

2. Uji-F ... 76

3. Uji-t ... 77

(16)

xi

1. Variabel Dependen ... 78

2. Variabel Independen ... 79

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 81

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 81

B. Analisis dan Pembahasan ... 84

1. Analisis Deskriptif ... 84

a. Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat ... 84

b. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat ... 86

C. Analisis Regresi Data Panel ... 88

1. Estimasi Model Data Panel ... 88

a. CEM vs FEM (Uji Chow) ... 88

b. FEM vs REM (Uji Hausman) ... 89

2. Model Empiris ... 91

3. Uji Asumsi Klasik ... 93

a. Uji Normalitas ... 94 b. Uji Multikolinearitas ... 94 c. Uji Heteroskedastisitas ... 95 d. Uji Autokorelasi ... 96 4. Uji Hipotesis ... 97 a. Uji-t ... 97 b. Uji-F ... 99

c. Uji Koefisien Determinasi ... 100

D. Analisis Ekonomi ... 101

1. Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat ... 101

2. Pengaruh Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat ... 104

3. Pengaruh Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat ... 108

(17)

xii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

A. Kesimpulan ... 112 B. Saran ... 112 DAFTAR PUSTAKA ... 115 LAMPIRAN 1 ... 118 LAMPIRAN 2 ... 123 LAMPIRAN 3 ... 134

(18)

xiii

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Jawa dan Bali 7

1.2 Rincian APBD Provinsi Jawa Barat (Dalam Juta Rupiah) 9

2.1 Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan 25

2.2 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan 26

2.3 Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah 31

2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu 47

3.1 Uji Durbin-Watson 73

3.2 Operasional Variabel Penelitian 80

4.1 Rincian Demografi Jawa Barat 2010-2014 83

4.2 Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat (dalam juta rupiah) 85

4.3 Hasil Uji Chow 89

4.4 Hasil Uji Hausman 90

4.5 Fixed Effect Model 91

4.6 Nilai Intercept Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 92

4.7 Correlation Matrix 95

4.8 Hasil Uji Park 96

4.9 Nilai Uji-t 97

4.10 Uji F-Statistik 99

(19)

xiv

DAFTAR GRAFIK DAN GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Gambar Kerangka Berfikir Penelitian 55

3.1 Gambar Kurva Distribusi Data 75

4.1 Grafik Laju Pertumbuha Ekonomi Jawa Barat 87

4.2 Grafik Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Barat menurut Lapangan Usaha

88

4.3 Grafik Uji Normalitas 94

4.4 Grafik Laju Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah 103

4.5 Grafik Laju Rasio efisiensi keuangan daerah 106

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah runtuhnya Orde Baru, era reformasi di Indonesia telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu perubahan besar dalam aspek ekonomi adalah perihal pemerintahan daerah atau otonomi daerah. Hal tersebut ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah adalah wewenang yang dimiliki daerah otonom untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya menurut kehendak sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan UU yang berlaku.

Lebih lanjut, otonomi daerah menurut Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian dari Pemerintah Pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Undang-undang tersebut membuka

(21)

2 peluang yang luas bagi daerah untuk mengembangkan dan membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing.

Otonomi daerah tersebut diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Tujuan otonomi daerah pada dasarnya diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta masyarakat, serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara nyata, optimal, terpadu, dan dinamis, serta bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan terhadap daerah dan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal atau daerah (Bastian, 2001).

Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah maka otonomi ini dititikberatkan pada daerah kabupaten/kota karena daerah kabupaten/kota berhubungan langsung dengan masyarakat. Sejak diberlakukannya tentang pelaksanaan otonomi daerah, maka terjadi perubahan yang mendasar dalam pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah daerah bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga legislatif, terlebih dahulu menentukan Arah Kebijakan Umum (AKU) dan prioritas anggaran dalam pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja

(22)

3 Daerah. AKU dan prioritas anggaran merupakan hasil penjaringan aspirasi masyarakat sehingga diperoleh kebijakan jangka pendek dan kebijakan jangka menengah yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan daerah.

Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan serta pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Dalam menjalankan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk menjalankan pemerintahan secara efisien dan efektif, mampu mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

Dalam rangka memenuhi pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan daerah, sumber penerimaan dapat diperoleh dari penerimaan daerah sendiri atau dapat pula dari luar daerah. Sumber-sumber pendapatan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah dengan cara meningkatkan pendapatan dari hasil Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan dalam bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah. Pemerintah daerah sebagai pihak yang

(23)

4 diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.

Lebih lanjut, alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan menggunakan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan, yang diharapkan akan memberikan informasi yang lebih rinci atas hasil interprestasi mengenai prestasi yang dicapai dan keadaan keuangan daerah. Analisis rasio keuangan sebagai sumber informasi keuangan sangat bermanfaat apabila angka-angka rasio daerah tersebut dibandingkan dari tahun ke tahun, dengan membandingkan angka rasio untuk beberapa periode akan dapat mengetahui semakin efisien tidaknya dalam mengelola keuangan daerah. Beberapa analisis rasio keuangan daerah yang dilakukan adalah sebagai berikut (Halim, 2007):

1. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (RKPAD)

2. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD)

3. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD)

Kemudian, hasil analisis rasio keuangan digunakan sebagai tolak ukur dalam menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan

(24)

5 pemerintahan, efisiensi dan efektivitas dalam merealisasikan pendapatan daerah, sejauh mana aktivitas Pemda dalam membelanjakan pendapatan daerahnya, kontribusi masing-masing sumber pendapaan dalam pembentukan pendapatan daerah, dan pertumbuhan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu (Halim, 2007). Pendapatan dapat dialokasikan untuk kegiatan pelayanan kepada publik yang merupakan salah satu harapan masyarakat kepada pemerintah di dalam era desentralisasi fiskal ini. Peningkatan pelayanan publik yang dimaksud salah satunya adalah dengan pemberian proporsi belanja modal yang lebih besar.

Belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga digunakan di antaranya untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur di dalam sektor pendidikan, kesehatan dan transportasi sehingga masyarakat pun turut menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor tersebut, produktivitas masyarakat pun menjadi semakin tinggi dan pada akhirnya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Tetapi otonomi daerah yang saat ini sudah berjalan di tiap kabupaten dan kota di Indonesia tetap menimbulkan persoalan baru, karena ternyata potensi pemerintah daerah yang satu dengan daerah yang lainnya masih sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh kesiapan dari masing-masing daerah yang berbeda-beda dalam pelaksanaan otonomi daerah. Perbedaan yang terjadi ini akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula. Hal ini disebabkan karena dengan adanya peningkatan PAD, maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah tersebut akan lebih tinggi, sehingga pemerintah daerah

(25)

6 akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Harianto dan Adi, 2007).

Menurut Todaro (2010) secara spesifik menyebutkan ada tiga faktor atau komponen utama pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi. Untuk pertumbuhan ekonomi regional sendiri dapat diukur melalui pendapatan domestik regional bruto (PDRB) saat ini dikurangi dengan PDRB sebelumnya dibagi dengan PDRB saat ini. Secara teori dinyatakan bahwa jika pengeluaran pemerintah yang merupakan komponen permintaan agregat atau Agregat Demand (AD) meningkat maka secara langsung akan meningkatkan AD itu sendiri. Agregat Demand adalah jumlah baarang dan jasa yang diminta dalam suatu perekonomian sebuah Negara, pada tingkat harga tertentu. Peningkatan AD mengindikasikan terjadi pertumbuhan ekonomi yang dapat diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Saragih (2003:15) menjelaskan bahwa jika pemerintah daerah menetapkan anggaran belanja modal atau pembangunan lebih besar dari pengaluaran rutin, maka kebijakan ekspansi anggaran daerah ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah. Mardhiasmo (2012:66) menjelaskan bahwa peningkatan pemerintah daerah dalam investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi publik) terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya kenaikan PAD dan nilai rasio keuangan daerah yang baik.

(26)

7 Perekonomian Indonesia dari tahun 2010-2014 ditopang oleh provinsi di regional Pulau Jawa dan Bali dengan menyumbangkan PDRB sebesar 58,20%-64,17% dari nilai total PDRB seluruh daerah di Indonesia (BPS 2015). Pertumbuhan ekonomi khususnya di kawasan Jawa dan Bali cukup tinggi terutama bersumber dari sektor industri manufaktur dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Cukup tingginya kinerja sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran didukung dengan kuatnya permintaan domestik. Pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia terutama di regional Jawa dan Bali hingga akhir tahun 2014 masih tercatat bernilai positif, walaupun ditengah perlambatan perekonomian global.

Tabel 1.1

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Jawa dan Bali

Tahun Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIY Yogyakarta Jawa Timur Bali 2010 4,13% 6,11% 6,50% 5,58% 4,22% 5,17% 5,12% 2011 4,92% 5,95% 6,40% 5,80% 4,19% 7,27% 6,09% 2012 5,14% 6,21% 6,55% 6,32% 4,28% 7,22% 5,49% 2013 5,28% 6,53% 6,33% 5,14% 4,32% 6,08% 6,05% 2014 5,47% 6,73% 6,07% 5,42% 5,14% 5,86% 5,97% Rata-rata 4,99% 6,31% 6,37% 5,65% 4,43% 6,32% 5,74% Sumber: diolah BPS 2015

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa Provinsi Jawa Barat adalah salah satu provinsi dengan nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibanding daerah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah provinsi Jawa Barat memiliki kinerja perekonomian yang cukup bagus. Peranan Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki peranan penting terhadap keberhasilan pembangunan daerah tersebut. Keberhasilan otonomi daerah merupakan salah satu

(27)

8 faktor kunci keberhasilan masing-masing daerah dalam mengembangkan kemajuan pemerintahan, pembangunan sektor fisik, sektor ekonomi, dan sektor lainnya. Apabila berbicara tentang otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004, maka tidak dapat lepas dari kebijakan pemerintah melalui UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, yang tentu saja memberikan peluang yang lebih luas kepada daerah untuk meningkatkan potensinya terutama dalam bidang ekonomi. Sebagai contoh, pemprov Jawa Barat tidak perlu lagi minta izin kepada Pemerintah Pusat untuk berdagang, bahkan dalam bursa saham sekalipun. Hal ini terkait pula dengan faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri yaitu kemampuan keuangan daerah.

Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu daerah otonom yang terdiri dari 18 kabupaten dan 9 kota, memiliki kebijakan belanja daerah dengan pola pembelanjaan yang proporsional, efisien dan efektif (Pemprov Jawa Barat, 2013). Efisiensi belanja dilakukan dengan mengoptimalkan belanja untuk kepentingan publik, melaksanakan proper budgeting melalui analisis cost benefit dan tingkat efektivitas setiap program dan kegiatan serta melaksanakan prudent spending melalui pemetaan profil resiko atas setiap belanja kegiatan beserta perencanaan langkah antisipasinya. Lebih lanjut, penyusunan belanja daerah diprioritaskan untuk menunjang efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang menjadi tanggungjawab pemerintah Provinsi Jawa Barat.

(28)

9 Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan serta pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Provinsi Jawa Barat pada tahun 2014 memiliki total pendapatan APBD sebesar Rp 19.907 triliun, sedangkan Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp. 15.038. triliun atau 75,54% dari APBD. Hal ini menunjukkan bahwa derajat desentralisasi keuangannya sangat baik. Artinya kebutuhan biaya pembangunan untuk percepatan pembangunan di provinsi Jawa Barat ketergantungannya pada dana pusat/fiskal pusat sebesar Rp 4.883 trilyun atau 24,46%.

Tabel 1.2

Rincian APBD Jawa Barat (Dalam Juta Rupiah)

Tahun PAD DAU DAK DBH Pajak DBH SDA

2010 7.134.812 1.022.136 41.091 971.761 261.191

2011 8.508.566 1.181.553 45.764 999.708 299.051

2012 9.982.917 1.269.960 48.356 1.199.350 315.078

2013 12.360.109 1.471.411. 35.072 1.025.017 371.990

2014 15.038.193 1.667.666 36.255 1.076541 457.706 Sumber: Ringkasan Laporan Realisasi APBD Jawa Barat 2015

Dalam menjalankan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk menjalankan pemerintahan secara efisien dan efektif, mampu mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Oleh karena itu penulis ingin meneliti mengenai ”Pengaruh

(29)

10

Kemandirian Keuangan Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2010-2014”

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014 ?

2. Bagaimana pengaruh Rasio Efisiensi Keuangan Daerah dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014 ?

3. Bagaimana pengaruh Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014 ?

4. Bagaimana pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014 secara simultan ?

C. Tujuan Penelitian

Dari pemaparan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(30)

11 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Rasio Efisiensi Keuangan Daerah dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014.

4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014 secara simultan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Pemerintah

Diharapkan Pemerintah Daerah mampu mengoptimalkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sebagai alternatif masukan untuk meningkatkan pengelolaan keuangan pemerintah daerah secara ekonomis, efisien dan efektif demi tercapainya keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.

2. Manfaat Penelitian

Bagi peneliti, penelitian ini merupakan media untuk belajar memecahkan masalah secara ilmiah dan pengaruh Penerapan teori Rasio Efektivitas

(31)

12 Pendapatan Asli Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah untuk menganalisis kinerja Perekonomian Daerah yang ditunjukkan melalui Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan tambahan pengetahuan dan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.

(32)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Otonomi Daerah

Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2012:102) mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat (8), (9), (10) tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah yaitu ; (i) Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; (ii) Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu; (iii) Tugas perbantuan adalah

(33)

14 penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

B. Keuangan Daerah

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. yang dimaksud daerah di sini adalah pemerintah daerah yang merupakan daerah otonom berdasarkan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom ini terdiri dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. karena pemerintah daerah merupakan bagian dari pemerintah (pusat) maka keuangan daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari keuangan negara.

Menurut Halim (2007: 161), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berlaku untuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

(34)

15 Pembentukan dan pengelolaannya disesuaikan dengan tata cara yang berlaku pada pemerintahan pusat.

APBD dapat didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan Pemda, dimana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan dilain pihak menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud. Sebelumnya, yaitu pada era orde lama, terdapat pula definisi APBD. APBD adalah rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk suatu jangka waktu ketika badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhanrumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.

APBD adalah suatu anggaran daerah, kedua definisi APBD di atas menunjukkan bahwa suatu anggaran daerah, termasuk APBD, memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

a. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal

untuk menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan.

(35)

16 c. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. d. Periode anggaran, biasanya 1 tahun.

APBD merupakan dokumen anggaran tahunan, maka seluruh rencana penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah yang akan dilaksanakan pada satu tahun anggaran dicatat dalam APBD. Dengan demikian APBD dapat menjadi cerminan kinerja dan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai dan mengelola penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan di daerah masing-masing pada satu tahun anggaran (Kiflimansyah,2011: 167).

Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) disusun dengan pendekatan kinerja dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBN ditetapkan, demikian juga halnya dengan perubahan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. Sedangkan perhitungan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.

Bentuk dan susunan APBD berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 13 Tahun 2006 adalah terdiri atas tiga bagian, yaitu Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah.

(36)

17

2. Penerimaan Daerah

a. Pendapatan Asli Daerah

Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber keuangan yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari:

1) Pajak Daerah

Sesuai dengan UU No.28 Tahun 2009 tentang pajak daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah yang selanjutnya disebut dengan pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dilaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

2) Retribusi Daerah

Menurut UU No.28 Tahun 2009 tentang retribusi daerah, yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atau jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

3) Hasil BUMD

Hasil Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis

(37)

18 penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan antara lain bagian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah.

4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Adalah pendapatan daerah yang bukan berasal dari pokok 3 (tiga) hal sebelumnya, misalnya penjualan aset daerah dan jasa giro.

b. Pendapatan Transfer

Pendapatan transfer merupakan pendapatan yang berasal dari entitas pelaporan lain, seperti pemerintah pusat atau daerah otonom lain dalam rangka perimbangan keuangan. Transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka desentralisasi ini disebut juga dana perimbangan. Sumber-sumber pendapatan transfer diperinci sebagai berikut:

1) Dana Bagi Hasil Pajak

Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan penerimaan dari Sumber Daya Alam seperti: kehutanan, kelautan, perikanan, pertambangan, minyak dan gas.

2) Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus

(38)

19 yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

3) Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

c. Pendapatan Lain-lain yang Sah

Yaitu pendapatan yang tidak termasuk dalam rincian Dana Perimbangan dan pendapatan Asli Daerah.

3. Pengeluaran Daerah

Pengeluaran Daerah adalah semua pengeluaran kas daerah periode tahun anggaran yang bersangkutan yang meliputi belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja daerah disusun dengan pendekatan prestasi kerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan, oleh karena itu dalam penyusunan APBD agar Pemerintah Daerah berupaya menetapkan target capaian baik dalam konteks daerah, satuan kerja, dan kegiatan sejalan dengan urusan yang menjadi kewenangannya. Selain itu diupayakan agar Belanja Langsung mendapat porsi alokasi yang lebih besar dari Belanja Tidak Langsung, dan Belanja Modal mendapat porsi alokasi yang lebih besar dari Belanja Pegawai atau Belanja Barang dan Jasa.

(39)

20 a. Belanja Langsung

Belanja Langsung, yaitu belanja yang dipengaruhi secara langsung oleh adanya program dan kegiatan yang direncanakan. Jenis Belanja Langsung dapat berupa Belanja Pegawai/ Personalia, Belanja Barang/ Jasa, Belanja Pemeliharaan dan Belanja Perjalanan Dinas. Keberadaan anggaran Belanja Langsung merupakan konsekuensi karena adanya program atau kegiatan. Karakteristik Belanja Langsung adalah bahwa input (alokasi belanja) yang ditetapkan dapat diukur dan diperbandingkan dengan ouput yang dihasilkan. Jumlah komponen Belanja Langsung sebagian besar dipengaruhi oleh target kinerja atau tingkat pencapaian program atau kegiatan yang diharapkan.

b. Belanja Tidak Langsung

Belanja Tidak Langsung yaitu belanja yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan. Keberadaan Anggaran Belanja Tidak Langsung bukan merupakan konsekuensi dan atau tiada suatu program atau kegiatan. Belanja Tidak Langsung digunakan secara periodic (umumnya bulanan) dalam rangka koordinasi penyelenggaraan kewenangan pemerintah Daerah yang bersifat umum.

Belanja Tidak Langsung pada dasarnya merupakan belanja yang digunakan secara bersama-sama (common cost) untuk

(40)

21 melaksanakan seluruh program atau kegiatan unit kerja. Program atau kegiatan yang memperoleh alokasi belanja tidak langsung adalah program atau kegiatan Non Investasi. Program atau kegiatan investasi yang menambahkan aset daerah tidak menerima alokasi anggaran tahunan belanja tidak langsung, karena ouput program atau kegiatan investasi adalah merupakan aset daerah yang dimanfaatkan lebih satu tahun anggaran. Anggaran belanja tidak langsung hanya digunakan untuk satu tahun anggaran seperti halnya output program atau kegiatan non investasi.

C. Kinerja Keuangan Daerah

Perkembangan keuangan pemerintah derah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam: (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 juncto Permendagri Nomor 59 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; dan (4) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.

Berdasarkan ketentuan tersebut, kinerja keuangan pemerintah daerah sangat terkait dengan aspek kinerja pelaksanaan APBD dan aspek kondisi

(41)

22 neraca daerah. Kinerja pelaksanaan APBD tidak terlepas dari struktur dan akurasi belanja (belanja langsung dan belanja tidak langsung) pendapatan daerah yang meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Sementara itu, neraca daerah akan mencerminkan perkembangan dari kondisi asset pemerintah daerah, kondisi kewajiban pemerintah daerah serta kondisi ekuitas dana yang tersedia.

Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan tersebut, keuangan daerah sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan dikeluarkannya undang-undang tentang Otonomi Daerah, membawa konsekuensi bagi daerah yang akan menimbulkan perbedaan antar daerah yang satu dengan yang lainnya, terutama dalam hal kemampuan keuangan daerah, antara lain (Halim, 2007):

1. Daerah yang mampu melaksanakan otonomi daerah.

2. Daerah yang mendekati mampu melaksanakan otonomi daerah. 3. Daerah yang sedikit mampu melaksanakan otonomi daerah dan 4. Daerah yang kurang mampu melaksanakan urusan otonomi daerah.

Selain itu ciri utama yang menunjukkan suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah sebagai berikut (Halim, 2007:98):

1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya.

(42)

23 2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah, sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar.

Berkaitan dengan hakekat otonomi daerah mengenai pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat, maka peranan data keuangan daerah sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar balanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk melihat kemampuan dan kemandirian daerah (Yuliati, 2001: 124).

Menurut Helfert (1982) dalam Mohamad Mahsun (2012:135), Analisis Laporan Keuangan merupakan alat yang digunakan dalam memahami masalah dan peluang yang terdapat dalam laporan keuangan. Kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan daerah dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain, faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam mengatur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah.

(43)

24 Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kiadah pengukurannya. Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta (Halim 2007:4).

Analisis rasio keuangan APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki suatu pemerintah daerah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat ataupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya. Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan rasio keuangan pada APBD ini adalah sebagai berikut: DPRD, pihak eksekutif, pemerintah pusat/provinsi, serta masyarkat dan kreditor (Halim 2007:5).

Ada beberapa cara untuk mengukur Kinerja Keuangan Daerah salah satunya yaitu dengan menggunakan Rasio Kinerja Keuangan Daerah. Beberapa rasio yang bisa digunakan adalah : Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, Rasio Keserasian, Rasio Pertumbuhan, dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (Halim 2007:11).

(44)

25

1. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (RKPAD)

Rasio Efektivitas PAD menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang ditargetkan (Mahmudi 2010:143). Rasio Efektivitas PAD dihitung dengan cara membandingkan realisasi penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD atau yang dianggarkan sebelumnya . Rumus rasio ini sebagai berikut :

Ada beberaapa kriteria untuk menentukan Rasio Efektivitas menurut Mohammad Mahsun (2012:187), adalah :

Tabel 2.1

Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan

No. Persentase Keterangan

1 < 100 % Tidak Efektif

2 100 % Efektivitas Berimbang

3 > 100% Efektif

2. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD)

Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah dalam melakukan

(45)

26 pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau di bawah 100%. Semakin kecil Rasio Efisiensi Keuangan Daerah berarti Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah semakin baik. Untuk itu pemerintah daerah perlu menghitung secara cermat berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pemungutan pendapatannya tersebut efisien atau tidak.

Hal itu perlu dilakukan karena meskipun pemerintah daerah berhasil merealisasikan target penerimaan pendapatan sesuai dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan itu kurang memiliki arti apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan target penerimaan pendapatannya itu lebih besar daripada realisasi pendapatan yang diterimanya (Abdul Halim 2007:234). Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio ini adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2

Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan No. Persentase Keterangan

1 > 100 % Tidak Efisien

2 100 % Efisien Berimbang

(46)

27

3. Rasio Keserasian

Rasio Keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada Belanja Rutin dan Belanja Pembangunannya secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk Belanja Rutin berarti persentase Belanja investasi (Belanja Pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil (Abdul Halim 2007:236). Ada 2 perhitungan dalam Rasio Keserasian ini, yaitu : Rasio Belanja Operasi dan Rasio Belanja Modal.

Rasio Belanja Operasi merupakan perbandingan antara total Belanja Operasi dengan Total Belanja Daerah. Rasio ini menginformasikan kepada pembaca laporan mengenai porsi belanja daerah yang dialokasikan untuk Belanja Operasi. Belanja Operasi merupakan belanja yang manfaatnya habis dikonsumsi dalam satu tahun anggaran, sehingga sifatnya jangka pendek dan dalam hal tertentu sifatnya rutin atau berulang. Pada umumya proporsi Belanja Operasi mendominasi total belanja daerah, yaitu antara 60-90%. Pemerintah daerah dengan tingkat pendapatan yang tinggi cenderung memiliki porsi belanja operasi yang lebih tinggi dibandingkan pemerintah daerah yang tingkat pendapatannya rendah (Mahmudi 2010:164). Rasio belanja operasi dirumuskan sebagai berikut :

(47)

28 Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya Rasio Belanja Operasi maupun Modal terhadap APBD yang ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya

kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai

pertumbuhanyang ditargetkan. Namun demikian, sebagai daerah di Negara berkembang peranan pemerintah daerah untuk memacu pelaksanaan pembangunan masih relatif besar. Oleh karena itu, rasio belanja modal (pembangunan) yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan di daerah.

Rasio Belanja Modal merupakan perbandingan antara total realisasi belanja modal dengan total belanja daerah. Berdasarkan rasio ini, pembaca laporan dapat mengetahui porsi belanja daerah yang dialokasikan untuk investasi dengan bentuk belanja modal pada tahun anggaran bersangkutan. Belanja modal memberikan manfaat jangka menegah dan panjang juga bersifat rutin. Pada umumnya proporsi belanja modal degan belanja daerah adalah antara 5-20% (Mahmudi 2010:164). Rasio belanja modal ini dirumuskan sebagai berikut:

4. Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk mengatahui apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami

(48)

29 pertumbuhan pendapatan atau belanja secara positif atau negatif (Mahmudi 2010:138). Rasio ini mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari satu periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapatkan perhatian (Halim 2007:241). Rumus untuk menghitung Rasio Pertumbuhan adalah sebagai berikut :

Dimana:

r : Rasio Pertumbuhan.

Pn : Total PAD/Belanja Modal/Belanja Operasi tahun ke-n.

Po : Total PAD/Belanja Modal/Belanja Operasi tahun sebelumnya. Rasio Pertumbuhan berfungsi untuk mengevaluasi potensi-potensi daerah yang perlu mendapatkan perhatian. Semakin tinggi nilai Total Pendapatan Daerah (TPD), PAD, dan Belanja Modal yang diikuti oleh semakin rendahnya Belanja Operasi, maka pertumbuhannya adalah positif. Artinya bahwa daerah yang bersangkutan telah mampu mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya dari periode yang satu ke periode berikutnya. Jika semakin tinggi nilai TPD, PAD, dan Belanja Operasi yang diikuti oleh semakin rendahnya Belanja

(49)

30 Modal, maka pertumbuhannya adalah negatif. Artinya bahwa daerah belum mampu meningkatkan pertumbuhan daerahnya.

5. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD)

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ditunjukkan oleh besarnya Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan Pendapatan Daerah yang berasal dari sumber lain (Pendapatan Transfer) antara lain : Bagi hasil pajak, Bagi hasil bukan pajak sumber daya alam, Dana alokasi umum dan Alokasi khusus, Dana darurat dan pinjaman (Halim 2007:5). Rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Kemandirian adalah :

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menggambarkan

Ketergantungan daerah terhadap Pendapatan Transfer (sumber data eksternal). Semakin tinggi Rasio Kemandirian Keuangan Daerah mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. PAD sebagai salah satu penerimaan yang daerah mencerminkan tingkat kemandirian daerah. Semakin besar PAD maka menunjukan

(50)

31 bahwa daerah mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat berkurang.

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat semakin tinggi. Sebagai pedoman dalam melihat pola hubungan dengan kemampuan daerah (dari sisi keuangan ) dapat dikemukakan tabel sebagai berikut:

Tabel 2.3

Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah Kemampuan Keuangan

Daerah

Persentase Pola Hubungan

Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif

Rendah 26% - 50% Konsultatif

Sedang 51% - 75% Partisipatif

Tinggi 76% - 100% Delegatif

Sumber: Reksohadiprojo dan Thoha dalam Hermi Oppier (2013:82) Dari table 2.2 di atas, tingkat kemampuan dan pola hubungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dapat diuraikan dalam 4 (empat) hal berikut:

a. Pola hubungan instruktif, di mana peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah).

(51)

32 b. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah.

c. Pola hubungan partisipatif, peranan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi daerah.

d. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat relatif sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah

D. Pertumbuhan Ekonomi

Sukirno (2015:131) mendeskripsikan pertumbuhan ekonomi sebagai perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, untuk mengetahuinya harus diadakan perbandingan pendapatan naional dari tahun ke tahun, yang dikenal dengan laju pertumbuhan ekonomi. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari apa yang telah dicapai pada periode waktu sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi menurut Kuznets adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya, oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2010: 144). Pertumbuhan

(52)

33 ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau pun dari adanya perubahan struktur ekonomi (Arsyad 2009:13). Pertumbuhan ekonomi suatu Negara dan daerah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) dan . Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diukur dengan beragam cara antara lain melalui angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), investasi, inflasi, pajak dan retribusi, pinjaman, dan pelayanan bidang ekonomi. Khusus untuk PDRB, perhitungannya merupakan gambaran total output barang dan jasa dari fungsi input unit-unit produksi yang digunakan pada suatu daerah dalam periode tertentu. Dalam praktiknya, nilai PDRB seringkali dijadikan sebagai indikator makro ekonomi dalam mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi dengan cara membandingkan kenaikan/penurunan nilai PDRB tahun tertentu dengan tahun sebelumnya.

Senada dengan argument sebelumnya, Boediono (2012: 91) menuturkan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output perkapita dalam jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi disini meliputi 3 aspek yaitu :

1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis) suatu perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu. 2. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output

(53)

34 jumlah penduduk. Output perkapita adalah output total dibagi jumlah penduduk.

3. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka panjang. Dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang cukup lama (5 tahun) mengalami kenaikan output.

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, faktor ekonomi dan nonekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sumber daya alamnya, sumber daya manusia, modal, usaha, teknologi, dan sebagainya (Jhingan, 2004:67).

1. Faktor Ekonomi

a. Sumber Daya Alam

Faktor produksi kedua adalah tanah.Tanah yang dapat ditanami merupakan faktor yang paling berharga. Selain tanah, sumber daya alam yang penting antara lain minyak-minyak gas, hutan air dan bahan-bahan mineral lainnya.

b. Akumulasi Modal/Belanja Modal

Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa pengurangan konsumsi, yang mungkin berlangsung selama beberapa puluh tahun. Pembentukan modal dan investasi ini sebenarnya sangat dibutuhkan untuk kemajuan cepat dibidang ekonomi.

(54)

35 c. Organisasi

Organisasi bersifat melengkapi dan membantu meningkatkan produktivitasnya. Jika organisasi atau bisa disebut dengan Pemerintah tidak dapat menjalan tugas pokoknya, maka pertumbuhan ekonomi dapat terhambat.

d. Kemajuan Teknologi

Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor paling penting di dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu berkaitan dengan perubahan di dalam metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian baru.

e. Pembagian Kerja

Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktivitas. Hal ini dapat membawa ekonomi produksi menjadi skala besar yang selanjutnya membantu perkembangan industri.

2. Faktor Non-ekonomi

a. Faktor Sosial dan Budaya

Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kekuatan faktor ini menghasilkan perubahan pandangan, harapan, struktur dan nilai-nilai sosial. Apabila suatu Negara dipenuhi oleh struktur budaya dan nilai social yang baik, maka hal ini dapat menyokong pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

(55)

36 b. Faktor Sumber Daya Manusia

Kualitas input tenaga kerja, atau sumber daya manusia merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan ekonomi. Tidak dapat dipungkiri bahwa lemahnya kualitas SDM selalu memicu sebuah negara semakin tertinggal dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Tingginya jumlah modal dan teknologi tidak dapat menolong pertumbuhan ekonomi apabila faktor SDM-nya rendah.

c. Faktor Politik dan Administratif

Struktur politik dan administrasi yang lemah merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang. Administrasi yang kuat, efisien, dan tidak koru amat penting bagi pertumbuhan ekonomi.

Teori pertumbuhan ekonomi banyak dikembangan oleh para ahli ekonomi, namun sebagian besar terbagi dalam beberapa mazhab yang antara lain:

a. Ekonomi Klasik

Ahli-ahli ekonomi klasik, di dalam menganalisis masalah-masalah pembangunan, terutama ingin mengetahui tentang sebab-sebab perkembangan ekonomi dalam jangka panjang dan corak proses pertumbuhannya. Beberapa ahli ekonomi klasik yang terkemuka untuk dibahas satu demi satu (Sukirno, 2012: 448-450).

(56)

37 1) Adam Smith

Smith mengemukakan beberapa pandangan mengenai beberapa faktor yang penting peranannya dalam pertumbuhan ekonomi. Pandangannya yang pertama adalah peranan sistem pasar bebas, Smith berpendapat bahwa sistem mekanisme pasar akan mewujudkan kegiatan ekonomi yang efisien dan pertumbuhan ekonomi yang teguh. Kedua perluasan pasar. Perusahaan-perusahaan melakukan kegiatan memproduksi dengan tujuan untuk menjualnya kepada masyarakat dan mencari untung. Ketiga spesialisasi dan kemajuan teknologi. Perluasan pasar, dan

perluasan ekonomi yang digalakkannya, akan

memungkinkan dilakukan spesialisasi dalam kegiatan ekonomi. Seterusnya spesialisasi dan perluasaan kegiatan ekonomi akan menggalakkan perkembangan teknologi dan produktivitas meningkat. Kenaikan produktivitas akan menaikkan pendapatan pekerja dan kenaikan ini akan memperluas pasaran.

2) Thomas R. Malthus dan David Ricardo

Tidak semua ahli ekonomi Klasik mempunyai pendapat yang positif mengenai prospek jangka panjang pertumbuhan ekonomi. Malthus dan Ricardo berpendapat bahwa proses pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan kembali ke

(57)

38 tingkat subsisten. Jumlah penduduk atau tenaga kerja adalah berlebihan apabila dibandingkan dengan faktor produksi yang lain, pertambahan penduduk akan menurunkan produksi per kapita dan taraf kemakmuran masyarakat. Maka, pertambahan penduduk yang terus berlaku tanpa diikuti pertambahan sumber-sumber daya yang lain akan menyebabkan kemakmuran masyarakat mundur kembali ke tingkat subsisten.

3) Schumpeter

Pada permulaan abad ini berkembang pula suatu pemikiran baru mengenai sumber dari pertumbuhan ekonomi dan sebabnya konjungtur berlaku. Ekonom Schumpeter menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi secara terus menerus tetapi mengalami keadaan dimana adakalanya berkembang dan pada lain mengalami kemunduran. Konjungtur tersebut disebabkan oleh kegiatan para pengusaha (enterpreneur) melakukan inovasi atau pembaruan dalam kegiatan mereka menghasilkan barang dan jasa. Untuk mewujudkan inovasi yang seperti ini investasi akan dilakukan, dan pertambahan investasi ini akan meningkatkan kegiatan ekonomi.

(58)

39 4) Harrod-Domar

Teori ini pada dasarnya melengkapi analisis Keynes mengenai penentuan tingkat kegiatan ekonomi. Untuk menunjukkan hubungan diantara analisis Keynes dengan teori harrod-domar. Teori Keynes pada hakikatnya menerangkan bahwa perbelanjaan agregat akan menentukan tingkat kegiatan perekonomian. Analisis yang dikembangkan oleh keynes menunjukkan bagaimana konsumsi rumah tangga dan investasi perusahaan akan menentukan tingkat pendapatan nasional. Analisis harrod-domar bahwa sebagai akibat investasi yang dilakukan tersebut pada masa berikutnya kapasitas barang-barang modal dalam perekonomian akan bertambah. Seterusnya teori harrod-domar dianalisis keadaan yang perlu wujud agar pada masa berikutnya barang-barang modal yang tersedia tersebut akan sepenuhnya digunakan. Sebagai jawaban tersebut menurut Harrod-Domar agar seluruh barang modal yang tersedia digunakan sepenuhnya, permintaan agregat haruslah bertambah sebanyak kenaikan kapasitas barang-barang modal yang terwujud sebagai akibat dari investasi di masa lalu.

(59)

40 b. Teori Keynes

Teori Keynes yang dipaparkan oleh John Maynard Keynes dalam bukunya yang berjudul “The General Theory of Employement, Interest, and Money,” adalah merupakan penolakan total terhadap teori-teori klasik yang telah berkembang sebelum Keynes. Kaum kalsik percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan pasar akan selalu menuju keseimbangan (equlibrium). Dalam posisi keseimbangan, kegiatan produksi secara otomotis akan menciptakan daya beli untuk membeli barang-barang yang dihasilkan. Daya beli tersebut diperoleh sebagai balas jasa atas faktor – faktor produksi seperti upah, gaji, suku bunga, sewa, dan balas jasa dari faktor – faktor produksi lainnya. Pendapatan atas faktor – faktor tersebut seluruhnya akan dibelanjakan untuk membeli barang-barang yang dihasilkan perusahaan. ini yang dimaksudkan J. Baptis Say bahwa penawaran akan selalu berhasil menciptakan permintaannya sendiri.

Keynes berpendapat penggunaan tenaga kerja penuh adalah keadaan yang jarang terjadi, dan hal itu disebabkan karena kekurangan permintaan agregat yang wujud dalam perekonomian. Selain itu, Keeynes Juga membantah Teori Say yang mengatakan bahwa “penawaran akan mencipatakan permintaannya sendiri” diatas ditentang oleh Keynes sebab

Gambar

Tabel 3.1  Uji Durbin-Watson  Ada  autokorelasi  positif   Tidak dapat diputuskan   Tidak ada  autokorelasi   Tidak dapat diputuskan   Ada  autokorelasi negatif   0  1,10  1,54  2,46  2,90
Gambar 3.1  Kurva Distribusi Data
Tabel 4.3  Hasil Uji-Chow
Tabel 4.4  Hasil Uji Hausman
+4

Referensi

Dokumen terkait

Syarat mutu biji kakao menurut SNI 2323-2008 ditentukan berdasarkan adanya serangga hidup atau benda asing, kadar air, adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya,

Berdasarkan data dari kementerian perdagangan China, investasi asing tercatat mencapai US$7,2 miliar di bulan Agustus 2014 atau turun 14% dibandingkan periode sama tahun

Bahan-bahan budaya popular global dalam berbagai lapangan yang disebarkan oleh industri budaya barat itu kini didapati tersebar luas yang memberikan kemudahan kepada orang ramai

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para guru/pelatih olahraga khususnya cabang atletik tentang kemampuan lompat jauh gaya menggantung untuk dapat

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian mengenai

Mata Diklat ini membekali peserta dalam mengaktualisasikan nilai-nilai dasar profesi PNS, sikap dan perilaku disiplin PNS dan pengetahuan tentang Kedudukan dan Peran PNS

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan laporan Proyek

Biaya penilaian dikeluarkan dalam rangka pengukuran dan analisis data untuk menentukan apakah produk atau jasa sesuai dengan spesifikasinya dan persyaratan-persyaratan