• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN IKAN KOI DI KECAMATAN CISAAT, KABUPATEN SUKABUMI SHELLA RUBIAN FAJRI FITRIANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN IKAN KOI DI KECAMATAN CISAAT, KABUPATEN SUKABUMI SHELLA RUBIAN FAJRI FITRIANI"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN IKAN KOI

DI KECAMATAN CISAAT, KABUPATEN SUKABUMI

SHELLA RUBIAN FAJRI FITRIANI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

(2)

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Saluran dan Marjin Pemasaran Ikan Koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Shella Rubian Fajri Fitriani NIM H44100092

(3)

SHELLA RUBIAN FAJRI FITRIANI. Analisis Saluran dan Marjin Pemasaran Ikan Koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh ACENG HIDAYAT dan ASTI ISTIQOMAH.

Kecamatan Cisaat memiliki potensi alam cukup baik memproduksi ikan koi. Namun, belum dioptimalkan sehingga produksi grade unggul (A dan B) masih rendah. Perbedaan harga jual sesuai grade menimbulkan dugaan adanya gap antara pembudidaya dan konsumen akhir sehingga perolehan keuntungan dalam sistem pemasaran ikan koi tidak setara. Penelitian ini bertujuan: 1) Menganalisis lembaga, fungsi dan saluran pemasaran yang terjadi dalam sistem pemasaran ikan koi dan mengestimasi nilai marjin pemasaran, farmer’s share dan net B/C, 2) Mengkaji efisiensi pemasaran. Analisis kualitatif untuk mengetahui fungsi dan sistem pemasaran ikan koi, kuantitatif untuk menghitung marjin pemasaran, farmer’s share dan net B/C. Hasil menunjukkan, empat lembaga pemasaran terlibat, setiap lembaga melakukan ketiga fungsi pemasaran dengan aktivitas berbeda-beda serta terdapat enam saluran pemasaran. Marjin pemasaran terbesar grade A dan B pada saluran V, farmer’s share terbesar diperoleh saluran VI, nilai net B/C terbesar pada saluran V. Saluran pemasaran paling efisien adalah saluran VI karena memenuhi seluruh indikator efisiensi pemasaran.

Kata Kunci: farmer’s share, ikan koi, Kecamatan Cisaat, marjin pemasaran, saluran pemasaran.

ABSTRACT

SHELLA RUBIAN FAJRI FITRIANI. Market Channel and Marketing Marjin Analysis of Koi Fish in Cisaat Region, Sukabumi District. Supervised by ACENG HIDAYAT and ASTI ISTIQOMAH.

Cisaat Region has good potential to produce koi fish. But it doesn’t optimized yet so high quality koi fish (A and B grade) production still low. Sale price differences based on quality appear hipothesys there’s gap between farmer’s and last consumer so that profits share in koi fish’s market systems is inequal. Research aims to: 1) Analyze actors, functions and market chains that occur in koi’s marketing systems, and estimate marketing margin’s value, farmer's share and net B/C, 2) Examine marketing efficiency. Data were analyzed qualitatively to determine functions and marketing systems, quantitatively to calculate marketing margins, farmer's share, and net B/C. Results showed, four marketing agencies involved, every actors did three marketing functions with different activities and six market chains occured. The biggest marketing margin obtain to channel V, the biggest farmer's share is channel VI, highest value of net B/C is channel V. The most efficient channel is channel VI because it fulfill all marketing efficiency indicators.

Keywords: benefit cost ratio, Cisaat Region, farmer’s share, koi fish, marketing

(4)

ANALISIS SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN IKAN KOI

DI KECAMATAN CISAAT, KABUPATEN SUKABUMI

SHELLA RUBIAN FAJRI FITRIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi. Skripsi ini berjudul Analisis Saluran dan Marjin Pemasaran Ikan Koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT dan Ibu Asti Istiqomah, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ir. Ujang Sehabudin, M.Si dan Osmaleli, SE, M.Si sebagai penguji utama dan penguji wakil komdik atas kritik serta saran yang diberikan demi perbaikan skripsi penulis. Penghargaan dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Santi selaku Sekretaris UPTD Pasar Ikan Cibaraja, Ibu Endang Sohor Group Fishing sekeluarga beserta staff, Bapak Misbachuddin selaku Ketua Asosiasi Pecinta Ikan Koi Sugoi’s dan Pokdakan Gosanke, Bapak Ipan selaku Ketua Asosiasi Pecinta Ikan Koi SBKC, Bapak Yadi, Bapak Ujang Saepullah, Bapak Ece Kosasih, Bapak Anay, Bapak Panpan, Bapak Enjen “Zen Koi” dan ketua-ketua POKDAKAN lainnya beserta seluruh anggota yang telah membantu memberikan informasi terkait penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada mama, papa, kakak, adik dan seluruh keluarga atas doa, kasih, sayang, dukungan, dan kepercayaan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman semua dari Pondok Raimanda, Wisma Padasuka, KMNU IPB, KMNU IPB angkatan 47, Pondok Al Ihya Dramaga, Kedai Kopi Inspirasi, Warnas Berkah Berlin, Sabisa Farm, dan ESL 47 yang senantiasa menemani dan memberikan dukungan tiada henti serta pelajaran-pelajaran hidup yang berharga kepada penulis dalam kondisi apa pun.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Agustus 2016

(6)
(7)

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 4 1.3 Hipotesis... 6 1.4 Tujuan... 7 1.5 Manfaat Penelitian... 7

1.6 Ruang Lingkup Penelitian... ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1 Ikan Koi... 9

2.2 Budidaya Ikan Koi... 10

2.3 Cara Grading atau Penyeleksian Ikan Koi... 14

2.4 Penelitian Terdahulu... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN... 19

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis... 19

3.1.1 Konsep Pemasaran dan Sistem Tataniaga... 19

3.1.2 Saluran dan Lembaga Tataniaga... 19

3.1.3 Konsep Fungsi Pemasaran... 21

3.1.4 Konsep Marjin Pemasaran... 23

3.1.5 Farmer’s Share... 23

3.1.6 Rasio Keuntungan terhadap Biaya... 24

3.1.7 Analisis Efisiensi Pemasaran... 25

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 25

IV. METODE PENELITIAN... 29

4.1 Lokasi Penelitian... 29

4.2 Metode Pengumpulan Data... ... 29

4.3 Metode Penentuan Responden... 29

4.4 Metode Analisis Data... 30

4.4.1 Analisis Kualitatif... 32

4.4.2 Analisis Kuantitatif... 32

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 35

5.1 Letak Geografis Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi... 35

5.2 Aspek Demografis Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi... 35

5.3 Karakteristik Responden Pembudidaya... 36

(8)

Breeders)... 41

5.6 Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan)... 42

5.7 Gambaran Umum Usahatani Ikan Koi di Kecamatan Cisaat... 45

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 49

6.1 Identifikasi Lembaga, Fungsi, dan Saluran Pemasaran... 49

6.1.1 Lembaga Pemasaran... 49

6.1.2 Fungsi Pemasaran... 49

6.1.3 Saluran Pemasaran Ikan Koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi... 57

6.2 Analisis Marjin Pemasaran, Farmer’s Share, dan Net B/C pada Pemasaran Ikan Koi di Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi 64

6.2.1 Marjin Pemasaran... 64

6.2.2 Farmer’s Share... 70

6.2.3 Rasio Keuntungan terhadap Biaya... 70

6.2.4 Analisis Efisiensi Pemasaran... 72

VII. SIMPULAN DAN SARAN... 75

7.1 Simpulan... 75

7.2 Saran... 75

DAFTAR PUSTAKA... 77

LAMPIRAN... 79

(9)

Nomor Halaman 1. Jumlah produksi ikan menurut tempat pemeliharaan dan Kecamatan di

Kabupaten Sukabumi tahun 2013... 1 2. Produksi ikan hias di Kecamatan Cisaat tahun 2009-2012... 3 3. Harga dan volume pemasaran ikan koi di UPTD Pasar Ikan Cibaraja

tahun 2012-2013... 4 4. Matriks tujuan penelitian, kebutuhan, dan analisis data... 30 5. Jenis matapencaharian penduduk Kecamatan Cisaat... 35 6. Karakteristik responden pembudidaya berdasarkan usia di Kecamatan

Cisaat tahun 2014... 36 7. Karakeristik responden pembudidaya berdasarkan tingkat pendidikan di

Kecamatan Cisaat tahun 2014... 37 8. Karakteristik responden pembudidaya berdasarkan pekerjaan utama

budidaya ikan... 38 9. Karakteristik lembaga pemasaran ikan koi Kecamatan Cisaat tahun 2014. 39 10. Karakteristik responden lembaga pemasaran ikan koi Kecamatan Cisaat

berdasarkan bentuk kelembagaannya... 40 11. Fungsi-fungsi yang dilakukan setiap lembaga pemasaran ikan koi di

Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi... 50 12. Produksi dan jumlah responden pembudidaya pada setiap saluran

pemasaran ikan koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi... 57 13. Ringkasan tabel marjin pemasaran ………... 65 14. Sebaran total marjin dan total keuntungan per lembaga pemasaran pada

setiap saluran pemasaran ………... 68 15. Farmer’s Share seluruh grade dari setiap saluran pada pemasaran ikan

koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi...……..………. 70 16. Rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap lembaga pemasaran ikan koi

di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi... 71

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Jenis-jenis ikan koi... 10 2. Skema budidaya ikan koi... 13 3. Kerangka pemikiran operasional... 27

(10)

5. Alur pemasaran ikan koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi... 58 6. Alur Pemasaran ikan koi saluran I di Kecamatan Cisaat, Kabupaten

Sukabumi……… 59 7. Alur Pemasaran ikan koi saluran II di Kecamatan Cisaat, Kabupaten

Sukabumi……….... 60 8. Alur Pemasaran ikan koi saluran III di Kecamatan Cisaat, Kabupaten

Sukabumi………. 61 9. Alur Pemasaran ikan koi saluran IV di Kecamatan Cisaat, Kabupaten

Sukabumi……….. 62 10. Alur Pemasaran ikan koi saluran V di Kecamatan Cisaat, Kabupaten

Sukabumi………. 63 11. Alur Pemasaran ikan koi saluran VI di Kecamatan Cisaat, Kabupaten

Sukabumi………. 64

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Daya Saing Pemasaran Ikan Koi... 79 2. Kuisioner untuk Lembaga Pemasaran... 84 3. Data respoden pembudidaya penelitian analisis saluran dan marjin

pemasaran ikan koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi tahun 2016... 90 4. Data responden lembaga pemasaran penelitian analisis saluran dan

marjin pemasaran ikan koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi tahun 2016 ……… 91 5. Rincian biaya pemasaran ikan koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten

Sukabumi... 92 6. Marjin setiap saluran pemasaran ikan koi di Kecamatan Cisaat,

(11)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya berupa perairan sehingga berdampak pada keanekaragaman jenis ikan hias yang indah dan unik. Keunikan dan keanekaragaman jenis ikan hias di Indonesia belum dapat ditandingi oleh negara eksportir ikan hias lainnya, bahkan dalam dunia ikan hias Indonesia dijuluki sebagai Home for Hundred of Exotic Ornamental Fish Species (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2013). Keanekaragaman hayati Indonesia dalam bisnis ikan hias telah banyak dikenal dunia. Produk ikan hias air tawar maupun air laut dari Indonesia memiliki banyak spesies. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013) menyebutkan bahwa dari 1 100 spesies ikan hias air tawar yang ada di dunia, 400 spesies di antaranya berasal dari Indonesia.

Secara biologis, ikan menghuni semua bentuk ekosistem perairan baik perairan laut, tawar maupun perairan air payau. Beberapa spesies ikan yang telah terdeskripsikan secara ilmiah, sekitar 41% menghuni perairan air tawar yang luasnya hanya 1% dari luas permukaan bumi dan sisanya sebanyak 58% menghuni laut yang luasnya 70% dari permukaan bumi. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013) memperkirakan jumlah spesies ikan air tawar di Indonesia sekitar 1 300 spesies dan sebagian besar ikan-ikan tersebut merupakan ikan hias. Jumlah ini merupakan jumlah tertinggi di Benua Asia dan merupakan urutan kedua di dunia setelah Brazil yang mencapai 3 000 spesies. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013) mencatat ada sekitar 340 jenis ikan introduksi yang sudah masuk ke Indonesia dan kebanyakan ikan-ikan tersebut telah banyak dibudidayakan di Indonesia.

Ikan Koi (Cyprinus carpio) merupakan salah satu ikan introduksi dari Jepang yang sukses dibudidayakan di Indonesia dan telah menjadi ikon beberapa wilayah, salah satunya Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Kabupaten Sukabumi mempunyai potensi budidaya ikan air tawar yang tinggi dan menjadi salah satu pemasok utama ikan air tawar, baik ikan hias maupun ikan konsumsi di wilayah Jabodetabek. Hal itu tidak terlepas dari peran Kecamatan Cisaat yang menduduki urutan pertama penghasil ikan air tawar di Kabupaten Sukabumi. Tiga kecamatan di Kabupaten Sukabumi yang memproduksi ikan air tawar dengan jumlah terbesar, yaitu Kecamatan Cisaat, Kebonpedes, dan Caringin (UPTD Pasar Ikan Cibaraja 2013). Jumlah produksi ikan menurut tempat pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah produksi ikan menurut tempat pemeliharaan dan kecamatan di Kabupaten Sukabumi tahun 2013

Sumber: UPTD Pasar Ikan Cibaraja di Kabupaten Sukabumi 2013 Kecamatan Kolam Ikan Hias (ribu ekor) Sawah Pembesaran (ton) Tambak Laut Pembesaran (ton) Pembenihan (ribu ekor) Cisaat 4 178 1 116 904 32 490 119 - - Kebonpedes 831 22 766 229 - - - Caringin 792 568 317 23 080 - - -

(12)

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa baik dari segi pembesaran dan pembenihan ikan konsumsi, maupun ikan hias Kecamatan Cisaat menduduki urutan pertama. Dua kecamatan lainnya, yakni Kecamatan Kebonpedes dan Caringin secara bergantian menduduki peringkat kedua, Kecamatan Kebonpedes menduduki peringkat kedua pada pembesaran ikan, dan menduduki peringkat ketiga pada pembenihan. Kecamatan Caringin menduduki peringkat kedua pada pembenihan tetapi menduduki peringkat ketiga pada pembesaran. Terdapat ketidakkonsistenan pada dua kecamatan tersebut, hanya Kecamatan Cisaat yang konsisten menduduki peringkat pertama dan merupakan satu-satunya kecamatan yang memiliki sawah pembesaran di antara dua kecamatan lainnya. Kekonsistenan Kecamatan Cisaat menduduki urutan pertama pada pembesaran dan pembenihan menunjukkan bahwa Kecamatan Cisaat memang memiliki potensi yang cukup tinggi untuk kegiatan perikanan air tawar, baik ikan konsumsi maupun ikan hias.

Ikan koi adalah salah satu komoditas ikan hias yang menjadi favorit para penghobi ikan koi (hobiis) karena memiliki pola dan warna tertentu yang unik. Keunikan tersebut membuat ikan koi mempunyai berbagai macam jenis dan nama. Kecintaan hobiis terhadap ikan koi memunculkan asosiasi-asosiasi pecinta ikan koi di Kabupaten Sukabumi, yang pertama berdiri adalah Sukabumi Nishikigoi Breeders (Sugoi’S) yang bermitra dengan Koi Owners of Indonesia Society (KOI’S). Kedua, adalah Sukabumi Bersatu Koi Club (SBKC) yang berada di bawah naungan Asosiasi Pecinta Koi Indonesia (APKI).

Para pembudidaya ikan di Kecamatan Cisaat saat ini telah bergabung dalam kelompok yang disebut Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN). Tujuan dibentuknya POKDAKAN ialah memberi wadah diskusi bagi para pembudidaya ikan agar dapat mencari solusi atas permasalahan-permasalahan yang terkait dengan budidaya perikanan dalam satu kelompok. Kehadiran POKDAKAN dalam masyarakat Kecamatan Cisaat diharapkan dapat memberikan dampak positif dan meningkatkan kerja sama antar pembudidaya anggotanya untuk meningkatkan produksi ikan dalam satu anggota kelompok. Selain itu, dengan dibentuknya POKDAKAN dapat mencegah penurunan produktivitas ikan serta mengurangi dampak kerugian yang terjadi akibat resiko dan kendala-kendala yang harus ditanggung oleh pembudidaya-pembudidaya ikan. Resiko dan kendala tersebut misalnya gagal panen, harga pakan tinggi, kekurangan bibit atau benih ikan, kematian, kesulitan memasarkan hasil panen, dan adanya virus atau wabah.

Terbentuknya POKDAKAN dan asosiasi pecinta ikan koi diduga dapat menjadi solusi permasalahan budidaya ikan koi yang dialami pembudidaya-pembudidaya, khususnya pembudidaya ikan hias. Adanya POKDAKAN dan asosiasi pecinta ikan koi dapat mempengaruhi produksi ikan koi karena terdapat pengawasan kualitas indukan maupun anakan ikan koi, baik dari segi kesehatan maupun cara merawat ikan koi. Pengawasan kesehatan dan perawatan ikan koi tersebut meningkatkan taraf hidup dan grade ikan koi sehingga keberhasilan dalam memijahkan dan menghasilkan ikan koi dengan kualitas yang baik meningkat. Hal ini dibuktikan dengan terus meningkatnya jumlah produksi ikan hias pada tahun 2009−2012 yang ditunjukkan oleh Tabel 2.

(13)

Tabel 2 Produksi ikan hias di Kecamatan Cisaat tahun 2009−2012 Jenis

Komoditi Ikan Hias

Produksi (ekor per tahun) Rata-rata laju produksi per tahun (%) Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Rata-rata laju produksi 1. Koi Pembenihan 100 670 112 500 120 500 128 566 115 559 8.5 Pembesaran 60 625 80 150 90 140 104 000 83 728.8 20.0 2. Koki Pembenihan 64 900 50 030 70 300 80 500 66 432.5 10.7 Pembesaran 46 230 40 450 66 800 60 500 53 495 14.4 3. Komet Pembenihan 145 000 150 700 162 500 167 500 156 425 4.9 Pembesaran 87 008 107 087 120 450 148 320 115 716.3 19.6 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi 2012 (diolah)

Tabel 2 menunjukkan jumlah produksi ikan koi dalam ukuran besar lebih sedikit dibandingkan dengan ukuran pembenihan meskipun setiap tahun jumlahnya bertambah. Hal ini membuktikan bahwa masih sedikit pembudidaya yang melakukan pembesaran ikan koi sehingga pasokan ikan koi dalam ukuran besar lebih sedikit dibandingkan ikan koi dalam ukuran benih.

Ikan koi yang menduduki urutan kedua dalam produksi ikan hias terbesar di Kecamatan Cisaat baik pembenihan maupun pembesaran, mengindikasikan bahwa ikan koi memiliki potensi pangsa pasar yang besar sehingga menjadi alasan yang logis bagi pembudidaya ikan untuk menanam ikan koi. Ikan koi dibudidayakan sebagai jenis ikan yang ditumpangsarikan dengan ikan jenis lainnya, baik sebagai komoditas utama maupun sebagai komoditas sampingan. Fenomena tersebut mengakibatkan meningkatnya jumlah pembudidaya ikan yang menanam ikan koi di Kecamatan Cisaat yang berimplikasi pada meningkatnya produksi ikan koi dari tahun ke tahun. Hal ini menandakan bahwa produksi ikan hias khususnya ikan koi di Kecamatan Cisaat memang cukup besar.

Ketersediaan air bersih yang melimpah merupakan salah satu karakteristik Kecamatan Cisaat karena terletak di bagian utara Kabupaten Sukabumi yang cukup dekat dengan kaki Gunung Gede. Karakteristik tersebut berimplikasi pada berkembangnya sektor perikanan air tawar karena kualitas air yang bagus dan melimpah. Hal tersebut dapat terlihat dari jumlah ikan hias yang dibudidayakan di Kecamatan Cisaat adalah yang terbanyak dibandingkan kecamatan lainnya.

Komoditas ikan hias tersebut antara lain Blaster, Koi, Sodager, Guppy, Diskus, Manvis, Barbir, Coridoras, Moli, Plati, Cupang, Mas Koki, dan Komet (UPTD Pasar Ikan Cibaraja 2013). Ikan koi merupakan komoditas yang paling cocok dibudidayakan di wilayah Kecamatan Cisaat dibandingkan dengan komoditas ikan hias air tawar lainnya. Hal ini karena wilayah Kecamatan Cisaat merupakan kawasan mata air sehingga saat musim kemarau pun air masih dapat keluar dari dalam tanah.

Selain itu, suhu air di wilayah ini termasuk dingin, yakni 24−27 °C yang membuat kualitas ikan koi dari Kabupaten Sukabumi tidak kalah bersaing dengan ikan koi dari daerah lainnya dan membuat para pembudidaya ikan koi di Kabupaten Sukabumi saat ini menjadi barometer pecinta ikan koi nasional. Ikan koi memiliki tren yang cukup konstan meskipun memiliki banyak peminat di setiap tahunnya.

(14)

Hal tersebut membuktikan bahwa ikan koi memiliki pangsa pasar yang cukup besar, khususnya bagi ikan koi dari Kabupaten Sukabumi. Berikut adalah data harga dan volume pemasaran ikan koi di UPTD Pasar Ikan Cibaraja tahun 2012-2013 yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Harga dan volume pemasaran ikan koi di UPTD Pasar Ikan Cibaraja tahun 2012−2013

Jenis Ikan Satuan

Tahun 2012 Tahun 2013 Harga (Rp) Volume (ekor) Nilai (Rp) Harga (Rp) Volume (ekor) Nilai (Rp) Koi (5−10) cm Ekor 8 000 15 000 120 000 000 2 500 15 000 37 500 000 Koi 15 cm Ekor 6 000 20 000 120 000 000 4 000 20 000 80 000 000 Sumber: UPTD Pasar Ikan Cibaraja, Kabupaten Sukabumi 2013

Data pada Tabel 3, terjadi fluktuasi harga ikan koi yang masuk Pasar Ikan Cibaraja. Tahun 2012 ikan koi dengan ukuran 5−10 cm memiliki harga sebesar Rp 8 000 per ekor dan mengalami penurunan harga pada tahun 2013 menjadi Rp 2 500 per ekor, akan tetapi volume ikan yang diperjualbelikan di Pasar Ikan Cibaraja konstan, yaitu sebesar 15 000 ekor. Kemudian, ikan koi dengan ukuran 15 cm tahun 2012 memiliki harga Rp 6 000 per ekor dan mengalami penurunan harga pada tahun 2013 menjadi Rp 4 000 per ekor, akan tetapi volume ikan yang diperjualbelikan di Pasar Ikan Cibaraja konstan sebesar 20 000 ekor. Data tersebut mengungkapkan bahwa harga ikan koi fluktuatif, ditunjukkan dengan perubahan harga setiap tahun dan perbedaan harga berdasarkan ukuran ikan.

Menurut UPTD Pasar Ikan Cibaraja (2013) harga ikan dengan ukuran yang lebih besar lebih tinggi dibandingkan harga ikan yang ukurannya lebih kecil, namun terjadi ketidaksesuaian pada harga ikan di tahun 2012, yaitu harga ikan ukuran 5−10 cm (Rp 8 000 per ekor) lebih tinggi dibandingkan dengan harga ikan ukuran 15 cm (Rp 6 000 per ekor). Ketidaksesuaian tersebut diduga karena permintaan (demand) ikan koi ukuran 5−10 cm tinggi sehingga harga jualnya meningkat melebihi harga jual ikan koi ukuran 15 cm dan di tahun berikutnya demand ikan koi kembali seperti biasa sehingga harga ikan koi ukuran 15 cm lebih tinggi. Fluktuasi harga ikan koi dapat disebabkan juga oleh tren yang sedang musim saat itu sehingga ikan koi yang dijual di pasaran cenderung sama dan terjadi penurunan harga. Jenis ikan koi yang sama dan banyak dijual di pasaran menyebabkan turunnya harga ikan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Sektor perikanan merupakan salah satu subsektor yang memiliki peranan penting untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan taraf hidup masyarakat di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Ikan koi adalah salah satu jenis ikan hias air tawar yang dibudidayakan di Kecamatan Cisaat dan memiliki pangsa pasar yang cukup tinggi. Jenis ikan koi yang beragam menjadi salah satu pemicu daya tarik konsumen, terlebih para hobiis ikan koi. Jenis, warna dan pola ikan koi yang beragam membuat harga ikan koi menjadi beragam. Ikan koi dengan pola, warna dan postur tubuh yang bagus akan meningkatkan keunggulan dan harga ikan

(15)

tersebut, terlebih jika dibudidayakan dalam ukuran yang besar maka harga jualnya akan semakin tinggi.

Menurut Taufik (2012) rendahnya produktivitas disebabkan oleh akumulasi berbagai permasalahan seperti rendahnya kesuburan tanah dan terbatasnya sumber air, rendahnya keterampilan petani dan penerapan teknologi, lemahnya kelem-bagaan petani, permodalan dan pemasaran, serangan hama penyakit, dan kurangnya dukungan sarana dan prasarana. Produksi ikan koi yang besar ternyata tidak menjamin besarnya keuntungan yang didapatkan oleh para pembudidaya ikan yang membudidayakan ikan koi. Hal ini disebabkan sebagian besar pembudidaya ikan koi di Kecamatan Cisaat tidak melakukan pembesaran terhadap ikan koi yang mereka budidayakan. Pembudidaya ikan di Kecamatan Cisaat sebagian besar tidak melakukan pembesaran ikan koi karena adanya beberapa kendala yang dialami sehingga menjadi disinsentif bagi pembudidaya dalam melakukan pembesaran ikan koi. Kendala-kendala tersebut antara lain tingginya harga bibit unggul ikan koi dan harga pakan, virus dan penyakit, serta rendahnya keterampilan atau skill pembudidaya ikan dalam mengklasifikasikan kualitas (grade) ikan koi. Selain itu, masih ada kebutuhan perawatan lainnya seperti obat dan pakan khusus yang harganya relatif mahal, padahal dengan membesarkan ikan koi maka resiko yang dihadapi akan semakin tinggi.

Keterbatasan modal, rendahnya pengetahuan dan skill pembudidaya dalam mengklasifikasikan jenis serta grade ikan koi menimbulkan keterikatan antara pembudidaya dengan pedagang pengumpul yang kemudian dimanfaatkan agar dapat membeli ikan koi berkualitas unggul dengan harga yang murah. Hal tersebut tentu saja akan menurunkan harga jual ikan koi sehingga merugikan pembudidaya. Menurut Muslim dan Nurasa (2011) sistem penentuan harga antara petani dengan pedagang pengumpul dan pemasok adalah berdasarkan kesepakatan secara tawar-menawar akan tetapi pengaruh pedagang sangat menonjol dan menentukan. Hal tersebut relevan dengan kondisi pembudidaya di Kecamatan Cisaat. Fenomena tersebut menimbulkan dugaan bahwa pembudidaya mendapatkan keuntungan atau profit share terkecil di antara lembaga pemasaran lain yang mengakibatkan menurunnya pendapatan pembudidaya.

Jaringan ke hobiis yang terbatas, keterbatasan modal, rendahnya pengetahuan dan keterampilan pembudidaya dalam mengklasifikasikan ikan koi membuat pembudidaya menggantungkan penjualan ikan koi hanya kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul sebagai pihak yang memiliki banyak informasi padahal dengan menjual langsung ke hobiis pembudidaya akan mendapatkan harga jual yang lebih tinggi. Selain ketergantungan karena kurangnya koneksi ke hobiis, peminjaman modal budidaya dan peminjaman uang untuk kebutuhan lain menjadi penyebab lain rendahnya bargaining position pembudidaya terhadap pedagang pengumpul. Pembudidaya yang menjual ikan koi kepada pedagang pengumpul dengan atau tanpa terikat perjanjian cenderung mendapatkan harga jual yang jauh lebih rendah dibandingkan menjual langsung kepada hobiis sehingga berimplikasi pada kesejahteraan pembudidaya itu sendiri.

Terdapat perbedaan harga yang sangat menonjol antara ikan koi berkualitas rendah (grade C) dengan kualitas unggul (grade A dan B), ikan koi dengan ukuran kurang dari 25 cm secara umum adalah ikan koi dengan kualitas grade C. Perbedaan keuntungan dan harga ikan koi grade C tidak begitu terlihat di setiap lembaga pemasaran (normal profit). Oleh karena itu, ikan koi yang digunakan sebagai objek

(16)

pada penelitian ini adalah ikan koi dengan grade A dan B. Modal yang dikeluarkan pembudidaya untuk membesarkan ikan koi berkualitas rendah tidak akan sebanding dengan harga jual karena harga jualnya akan tetap rendah meskipun ukurannya besar. Perbedaan harga jual ikan koi yang terjadi adalah sebagian ikan koi memiliki harga jual yang sangat tinggi sedangkan sebagian yang lain memiliki harga jual yang sangat rendah.

Ikan koi merupakan ikan hias yang fungsinya hanya untuk dilihat sehingga pasarnya tersegmentasi karena yang berminat hanyalah kalangan-kalangan tertentu, yakni para hobiis ikan koi. Selain itu, ikan koi memiliki tren yang relatif fluktuatif akibat adanya preferensi hobiis. Kalangan hobiis memiliki preferensi tersendiri dan karakteristik tertentu dalam membeli ikan koi yang berpengaruh pada harga jual ikan koi itu sendiri. Ikan koi dengan warna, pola dan postur tubuh yang bagus akan meningkatkan harga jual secara drastis sehingga akan sangat merugikan apabila ikan koi berkualitas unggul (grade A dan B) terjual dengan harga murah di tingkat pedagang pengumpul. Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa terdapat ketidaksetaraan atau inequality di dalam rantai pemasaran ikan koi, akibatnya keuntungan yang didapatkan antar lembaga pemasaran tidak merata dan cenderung jauh selisihnya dengan pembudidaya mendapatkan share keuntungan terkecil. Hal tersebut tentu akan merugikan pembudidaya yang mendapatkan share terkecil dibandingkan lembaga pemasaran lainnya meskipun harga ikan koi sangat tinggi. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menganalisis saluran dan marjin pemasaran ikan koi agar dapat mengetahui saluran pemasaran yang paling efisien dan menjadi rekomendasi untuk pengembangan ikan koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi.

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana sistem pemasaran ikan koi pada lokasi penelitian dengan menganalisis lembaga pemasaran, fungsi pemasaran dan saluran pemasaran oleh lembaga pemasaran, serta berapakah marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya atau net B/C dari sistem pemasaran ikan koi?

2. Mengkaji saluran mana yang paling efisien memasarkan ikan koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi?

1.3 Hipotesis

Sistem pemasaran ikan koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi terdiri atas lembaga pemasaran pembudidaya, pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer, dan konsumen akhir atau hobiis. Hobiis memiliki karakteristik tertentu dalam membeli ikan koi. Hal tersebut berpengaruh pada harga jual ikan koi itu sendiri. Panjangnya rantai pemasaran menyebabkan harga jual di tingkat pembudidaya rendah sedangkan harga beli di tingkat konsumen akhir sangat tinggi. Hal ini menimbulkan terjadinya gap antara pembudidaya dengan lembaga pemasaran lain, dengan pembudidaya sebagai lembaga yang mendapatkan share terkecil dalam saluran pemasaran. Marjin pemasaran yang besar berimplikasi pada farmer’s share yang kecil, dengan mengetahui besar nilai marjin pemasaran dan net B/C dapat menjadi suatu acuan untuk mengetahui saluran pemasaran yang paling

(17)

efisien. Hal tersebut diharapkan bisa menjadi rekomendasi untuk pengembangan ikan koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi ke depannya.

1.4 Tujuan

Tujuan penelitian ini mengacu pada latar belakang dan rumusan masalah, antara lain :

1. Menganalisis sistem pemasaran ikan koi melalui penelusuran saluran pemasaran, lembaga pemasaran dan fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran serta menghitung nilai marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya atau net B/C dari sistem pemasaran ikan koi.

2. Mengkaji efisiensi pemasaran ikan koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain:

1. Pembudidaya dan lembaga yang terlibat, sebagai bahan informasi untuk melakukan kerjasama yang saling menguntungkan dalam pemasaran ikan koi agar tercapai kepuasan konsumen.

2. Pengambil kebijakan, mengoptimalkan fungsi dan peran POKDAKAN serta asosiasi pecinta ikan koi bagi keberlangsungan usaha, daya saing, dan kesejahteraan pembudidaya.

3. Peneliti, digunakan sebagai penambah wawasan dan sebagai bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu:

1. Ikan koi yang diidentifikasikan adalah ikan yang berukuran 25 cm ke atas (grade A dan B). Ikan koi grade A dan B adalah ikan koi hasil sortiran lebih dari tiga kali dari awal penanaman, dengan kisaran harga di tingkat pengecer secara umum Rp 30 000−Rp 75 000 per ekor.

2. Harga ikan koi yang digunakan adalah harga saat melakukan pengumpulan data.

3. Responden pembudidaya yang diwawancara merupakan anggota Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN).

4. Penghitungan biaya pemasaran disesuaikan dengan waktu panen setiap pembudidaya dalam jangka waktu satu kali panen dan satu kali pengiriman hasil panen ikan koi di tingkat lembaga pemasaran lainnya.

(18)
(19)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Koi

Ikan koi (Cyprinus carpio) merupakan jenis ikan hias air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi di pasar nasional maupun internasional dan masih satu ras (strain) dengan ikan mas. Ikan koi adalah ikan peliharaan yang sangat terkenal di Jepang sehingga Jepang merupakan kiblat tren ikan koi dunia. Ikan koi disebut dengan Nishikigoi di Jepang dan memiliki berbagai macam warna dan corak yang unik. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013)ikan koi memiliki beberapa sifat antara lain: 1) Badannya berbentuk torpedo; 2) Memiliki zat warna melanophore (hitam), xanthophore (kuning), erythrophore (merah), dan guanophore (putih); 3) Termasuk hewan omnivorus yang menyukai berbagai jenis makanan. Koi yang ada di Indonesia memiliki banyak variasi terutama pola warna yang dihasilkan. Pada dasarnya, ikan koi yang ada di Indonesia dikelompokkan menjadi 2, yaitu koi lokal dan koi impor. Koi lokal adalah hasil persilangan atau pembastaran antara koi Indonesia dan koi impor sedangkan koi impor adalah koi yang didatangkan dari Jepang. Koi lokal memiliki perbedaan yang jelas dengan koi impor. Koi lokal memiliki warna yang kurang cemerlang dibandingkan dengan koi impor. Koi impor memiliki warna yang lebih murni, warna putih tidak memudar kekuningan seperti koi lokal, bentuknya juga tidak pipih seperti koi lokal (Agoes dan Murhananto 2002).

Varietas Nishikigoi mempunyai lebih dari 80 jenis varietas, secara garis besar ikan koi diklasifikasikan dalam 13 kategori, yaitu Kohaku, Sanke, Showa, Bekko, Utsurimono, Asagi, Shusui, Tancho, Hikari, Koromo, Ogon, Kinginrin, dan Kawarimono. Penggolongan pada saat kontes koi digolongkan dalam 16 kelompok warna(Anonim 2002). Jenis ke-1 adalah Kohaku, yakni koi putih dengan pola warna merah. Jenis ke-2, Taisho Sanshoku atau Sanke adalah koi putih dengan pola warna merah dan hitam. Jenis ke-3, Showa Sanshoku atau Showa adalah koi hitam dengan pola warna merah dan putih. Jenis ke-4, Utsurimono adalah koi hitam dengan pola warna putih (Shiro Utsuri), merah (Hi Utsuri), atau kuning (Ki Utsuri). Jenis ke-5 adalah Doitsu yaitu koi dengan sisik hanya di bagian punggung sisi saja. Jenis ke-6, Asagi adalah koi biru keabu-abuan dengan warna merah di sisi badannya, sisi kepala, dan sirip. Ke-7 yaitu jenis Shusui, yakni koi jenis Asagi dari kelompok Doitsu. Ke-8, Goshiki adalah jenis koi yang mempunyai pola warna merah. Jenis yang ke-9, Hikari Muji adalah koi metalik yang berwarna tunggal. Jenis 10, Kin Ginrin adalah koi dengan sisik keemasan atau keperakan; jenis ke-11, Tancho adalah koi dengan bulatan merah di kepalanya.

Jenis ke-12 Bekko, adalah Taisho Sanshoku yang tidak ada pola warna merah (Shiro Bekko), terdapat juga jenis Aka Bekko, yakni koi merah dengan pola warna hitam, dan Ki Bekko, koi kuning dengan pola warna hitam. Jenis ke-13, yaitu Koromo, adalah koi berpola warna merah yang sekelilingnya berwarna gelap. Ke-14 Hikari Moyo adalah koi metalik dengan dua atau tiga warna. Jenis ke-15, yaitu jenis Utsuri yang berwarna metalik. Jenis ke-16 adalah Kawari Mono yaitu koi non metalik yang tidak termasuk dalam kelompok lainnya, seperti Chagoi (koi cokelat atau hijau kecokelatan atau kuning kecokelatan), Ochiba Shigure (koi biru abu-abu dengan pola warna coklat), Kumonryu, Beni Kumonryu, dan lain-lain. Jenis-jenis ikan koi dapat dilihat pada Gambar 1.

(20)

Sumber : http://koilokal.tripod.com (Diakses 19 Maret 2014) Gambar 1 Jenis-jenis ikan koi

2.2 Budidaya Ikan Koi

Memelihara ikan koi merupakan hal yang cukup mudah, namun perlu diketahui bahwa terdapat aspek-aspek penting yang harus diperhatikan pemelihara ikan koi agar ikan koi yang dipelihara selalu sehat dan tidak mudah mati. Menurut Alex (2013), aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam budidaya ikan koi antara lain:

1. Pemilihan lokasi dan konstruksi wadah

Ikan koi secara alami hidup di air deras sehingga membutuhkan air jernih dengan kadar oksigen tinggi. Pemeliharaan ikan koi terbaik adalah di kolam sehingga mudah mendapatkan makanan alami dan sinar matahari untuk merangsang pewarnaan tubuh. Kolam yang digunakan untuk pemeliharaan ikan koi sebaiknya dinaungi sebagian agar tidak terlalu banyak terpapar sinar matahari. Kolam yang terlalu banyak mendapat sinar matahari akan menyebabkan

Asagi Shusui Koromo Goshiki Hikari Muji

Kohaku Taisho Utsuri Mono

Sanshoku

Showa Sanshoku

Bekko

Hikari Moyo Hikari Utsuri Tancho Doitsu

(21)

meningkatnya suhu air kolam dan air kolam akan menjadi cepat keruh akibat blooming fitoplankton. Kolam yang terbuat dari semen biasanya masih menyisakan bau yang berbahaya bagi ikan koi sehingga harus dihilangkan terlebih dahulu dengan merendam dengan air selama beberapa hari, kemudian air tersebut diganti dengan air bersih yang baru sebelum memasukkan ikan koi ke dalam kolam. 2. Kualitas air

Kualitas air kolam koi merupakan penentu keberhasilan dalam memelihara ikan koi. Ahli koi mengatakan bahwa memelihara koi adalah menjaga kualitas air kolam yang baik, kolam koi harus terbebas dari zat-zat kimia yang dapat membahayakan kesehatan ikan koi di dalamnya. Pemelihara ikan koi harus menjaga kualitas air kolam agar selalu stabil dalam kondisi bersih, jangan sampai ada perubahan suhu dan kondisi air yang sangat mencolok. Menjaga kualitas air kolam dilakukan dengan membuat sistem filter yang baik dan perlu penggantian air sebanyak 10% maksimal seminggu sekali atau lebih sering bila diperlukan.

3. Pakan

Ikan koi adalah jenis ikan yang makan di dasar kolam atau bottom feeder dan termasuk omnivora atau pemakan segala. Pakan buatan untuk pembesaran ikan koi dapat berupa butiran (pellet) dengan sumber protein utama di dalamnya merupakan formulasi kombinasi antara bahan nabati dan bahan hewani serta mutivitamin dan mineral sebagai pelengkap pakan. Bahan nabati yang digunakan untuk pellet misalnya tepung kedelai, tepung jagung, tepung gandum, dan tepung daun, sedangkan bahan hewani misalnya tepung ikan, tepung kepala udang, tepung cumi, dan kerang-kerangan, serta multivitamin seperti Ca, Mg, Zn, Fe, dan Co. Frekuensi pemberian pakan adalah 2 sampai 3 kali sehari disesuaikan dengan kondisi ikan dan media air pemeliharaannya. Jumlah pakan diberikan berdasarkan jumlah ikan (bobot biomassa) dalam kolam dengan kisaran kebutuhan 3−5% per hari, pakan diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan energi induk untuk pematangan gonad. 4. Pembenihan

Indukan yang baik memiliki pola warna bervariasi yang cerah simetris, bentuk tubuh seperti torpedo dengan berat badan minimal 1 kg. Ikan koi umumnya mencapai ukuran induk pada umur dua atau tiga tahun. Syarat utama induk adalah calon induk sudah matang kelamin dan matang tubuh. Matang kelamin artinya induk jantan sudah menghasilkan sperma dan induk betina sudah menghasilkan telur yang matang. Induk jantan yang sudah matang kelamin bila perutnya diurut akan mengeluarkan cairan berwarna putih pekat (sperma), sedangkan induk betina dilihat dari ukuran perut yang membesar dan warna lubang genital kemerahan. Matang tubuh, secara fisik mereka sudah siap menjadi induk-induk produktif. Syarat lain fisiknya prima, sirip lengkap, sisik lengkap dan tidak cacat, gerakan anggun dan seimbang, serta tidak loyo. Betina lebih besar dibandingkan jantan, perutnya terlihat lebih besar dibandingkan punggung. Jantan sebaliknya, lebih langsing dan perutnya rata jika dilihat dari punggung.

Koi dapat memijah secara alami dan buatan, pemijahan secara buatan yaitu dengan melakukan pengurutan telur dan sperma (stripping) yang dilakukan apabila ikan sulit melakukan pemijahan alami, sedangkan pemijahan alami dilakukan tanpa pengurutan. Perbandingan indukan jantan dan betina saat pemijahan adalah dua betina dan satu jantan atau satu betina dengan dua atau tiga ekor jantan, apabila induk jantan berukuran besar cukup satu banding satu. Perbandingan ini cukup

(22)

beresiko. Pemijahan satu banding satu beresiko karena jika induk jantan tidak mengeluarkan sperma maka pemijahan gagal dilakukan.

Menghasilkan varietas anak tertentu harus mengetahui kombinasi yang tepat antara varietas jantan dan betinanya. Pembudidaya mengetahui kombinasi tersebut berdasarkan trial and error dan pengalaman dari pembudidaya lainnya. Disarankan untuk tidak menggunakan stok induk yang paling baik saat memijahkan karena keturunannya belum tentu sebaik induk. Sebaiknya yang dipijahkan adalahinduk biasa, tetapi masih memiliki sifat-sifat unggul, misalnya warnanya pekat. Induk betina yang memiliki respon baik, saat pemijahan akan berenang ke arah substrat berupa hapa, kakaban, atau tanaman air sembari melepaskan telurnya, lalu diikuti induk jantan di belakangnya sembari mengeluarkan sperma. Telur yang keluar tadi akan menempel pada substrat. Apabila pemijahan telah selesai, induk harus segera diangkat dan dikembalikan ke kolam pemeliharaan induk karena dikhawatirkan induk akan memakan telurnya sendiri.

5. Pendederan

Telur yang sudah dibuahi akan menetas setelah 24−48 jam atau 2−3 hari tergantung suhu lingkungan, bila suhu cenderung hangat maka telur akan cepat menetas namun jika suhu air terlalu tinggi dapat mengakibatkan resiko telur mati atau membusuk. Suhu yang dingin akan mengakibatkan telur lebih lama menetas sehingga suhu yang stabil sangat berpengaruh pada keberhasilan penetasan telur. Selama penetasan kepadatan telur adalah 1 kg per 5 liter air. Larva yang baru menetas belum memerlukan pakan sampai kuning telur habis, menjelang kuning telur habis baru diberikan pakan alami yang seukuran dengan larva misalnya Naupli artemia. Pakan buatan berupa pellet dapat diberikan secara bertahap.

Menurut Anonim (2002) saat umur lima hari dilakukan penjarangan larva untuk mencegah kematian massal karena jumlah yang terlalu padat. Penjarangan dilakukan dengan membagi larva yang ada ke dalam dua kolam pemeliharaan larva. Pada umur 5−8 hari larva tersebut sudah dapat dikatakan sebagai benih. Larva dipelihara dalam bak pemijahan sampai umur lebih dari 25 hari hingga menjadi benih berukuran 1.5 cm yang siap didederkan dalam kolam pendederan.

Alex (2013) menerangkan bahwa hama yang terdapat di lingkungan sekitar kolam dapat mengganggu pemeliharaan induk ikan koi antara lain ular, belut, ucrit (ulat dengan dua capit di kepala), kutu ikan, kepiting sawah, dan cacing jarum. Penyakit pada ikan koi bermacam-macam antara lain Koi Herpes Virus (KHV) yang disebabkan virus, kutu ikan yang disebabkan oleh parasit Argulus sp., Lernea (cacing jangkar), ulcer (borok), kerusakan insang dan organ lain, serta pembengkakan pada perut. Penyakit yang disebabkan KHV sampai saat ini belum ditemukan obatnya. Penanggulangan ikan yang terkena KHV adalah dengan memisahkan ikan yang terserang KHV dari kolam pemeliharaan induk agar tidak menular pada ikan lainnya. Serangan hama berupa kutu ikan biasanya ditangani dengan perendaman dalam larutan abate dengan dosis 3−5 gr dalam 10 L air (0.3−0.5 ppt) selama 24 jam atau dengan Diphterex berdosis 0.5−1.0 ppm selama 24 jam. Kolam pemeliharaan induk dapat juga diberikan desinfeksi dengan cara mengeringkan kolam, kemudian dilakukan penebaran FASTAC dengan dosis 0.01 ppt sebanyak 10 L untuk luasan kolam 100 m2. Secara ringkas, budidaya ikan koi dari pembenihan sampai panen dapat dilihat pada Gambar 2.

(23)

Gambar 2 Skema budidaya ikan koi 5−8 hari larva menjadi benih

dan diberi pakan kuning telur bebek dua hari sekali atau pellet

tepung sehari dua kali

Pemberian pakan berupa cacing sutera dua hari sekali atau butiran

pellet setiap sehari 2−3 kali hingga usia panen Pembersihan dan pengeringan kolam Kolam dijemur selama 5−7 hari Pengisian airkolam (ketinggian 30 cm) Penebaran substrat penempelan telur

Penebaran indukan (1−3 ekor jantan dan 1 ekor betina)

Induk betina melepas telur pada substrat, induk jantan mengeluarkan

sperma

Pemijahan selesai, induk dikembalikan ke kolam pemeliharaan induk Telur yang dibuahi dibiarkan

dalam kolam pemijahan sampai menetas menjadi larva

Pemasangan aerasi, ketinggian air dinaikkan menjadi 60 cm

Penambahan air dan pemberian aerasi

Telur menetas setelah 2 atau 3 hari, dibiarkan sampai

menjadi benih Saat hari kelima dilakukan

penjarangan (membagi larva ke dalam dua kolam)

Penaburan garam ke seluruh bagian kolam

Kolam didiamkan satu hari

(24)

2.3 Cara Grading atau Penyeleksian Ikan Koi

Ikan koi memiliki kualitas yang berbeda-beda dengan pengklasifikasian yang dilakukan dalam beberapa level yang menunjukkan perbedaan dalam hal keindahan dan juga harga. Alex S (2013) mengklasifikasikan ikan koi ke dalam tiga kategori antara lain:

1. Pond Quality

Ikan koi dengan kategori ini merupakan hasil proses penyortiran dari breeder koi dan dapat dibeli di toko ikan hias atau peternak, dan sebagian besar ikan koi jenis ini dibesarkan secara lokal dengan garis darah campuran dan tidak ada catatan indukan sebelumnya. Seringkali tidak diketahui siapa yang melakukan penangkaran dan sebagian besar tidak digunakan untuk kompetisi, meskipun demikian kategori koi ini cukup murah dan menyenangkan sebagai hiasan di dalam kolam.

2. Ornamental Quality

Ikan koi dalam kategori ini berasal dari indukan yang berkualitas baik dan memiliki garis keturunan yang dapat dipertanggung jawabkan, bentuk tubuh yang baik, dan warna yang indah. Hal yang membedakannya dari ikan koi Show Quality adalah pada pola warnanya yang tidak seimbang dengan banyak kesalahan atau kurang serasi, sedangkan ikan koi Show Quality memiliki pola warna yang serasi dan tanpa kesalahan. Ikan koi dengan kualitas Ornamental Quality memang tidak sebagus Show Quality namun koi ini sangat indah dan bisa dibeli dengan harga yang cukup murah serta dapat digunakan sebagai indukan koi yang cukup bagus.

3. Show Quality

Terdapat banyak persyaratan yang harus dipenuhi dalam memilih kualitas koi untuk show atau masuk dalam kategori Show Quality. Jenis ikan koi ini harus memiliki: a) bentuk tubuh yang baik, seperti bentuk torpedo dan memiliki warna yang cemerlang, b) memiliki kulit yang mengkilap, c) pola tepi warna yang tajam (kiwa), batas antar warna harus tajam dan tegas, d) kemerataan warna dalam pola, dan e) keseluruhan pola seimbang. Para ahli menganggap keturunan menjadi unsur yang sangat penting dan menentukan sebagian besar kualitas Koi Show. Memilih ikan koi dengan Show Quality harus memperhatikan asal-usul indukan dengan garis darah yang baik.

Penilaian lomba atau kontes ikan koi biasanya meliputi3:

1. Figure atau bentuk tubuh; tulang belakang lurus dan lekuk tubuh seimbang, sirip indah, bentuk kepala bagus, keseluruhan tubuh proporsional.

2. Warna cemerlang.

3. Pattern atau pola, ikan koi harus memiliki pola well-balanced. 4. Kualitas, penilaian kualitas adalah berdasarkan pengalaman.

5. Elegan, ikan koi yang tidak proporsional atau terlalu buncit sangat tidak elegan. Bentuk dan besar dari pectoral fin sangat mempengaruhi keeleganan ikan koi dan cara berenangnya.

6. Imposing appearance, apabila terdapat dua ekor koi dengan nilai keindahan yang sama maka koi yang lebih besar akan memiliki nilai lebih.

(25)

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini sehingga dapat menjadi bahan bandingan bagi penulis dan juga sebagai pendukung penelitian ini. Perbedaan tersebut bukan berarti hal yang negatif melainkan dapat menjadi wawasan bagi penulis dan juga sebagai penambah referensi untuk penelitian yang sejenis. Selain itu, persamaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu tersebut dapat menjadi gambaran bagi penulis tentang saluran pemasaran yang terjadi dan dapat memperkirakan lembaga pemasaran apa saja yang akan terkait dengan pemasaran ikan koi.

Melani (2002), meneliti tentang Analisis Saluran Pemasaran Ikan Koi di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang bertujuan untuk: 1) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi panjang pendeknya saluran pemasaran ikan koi, 2) Mengetahui kesulitan-kesulitan dalam aplikasi fungsi-fungsi pemasaran oleh setiap lembaga pemasaran, 3) Mengetahui cara transaksi ikan koi antara pembudidaya dan pedagang perantara serta mengetahui peranan pedagang perantara kepada pembudidaya dapat mendukung budidaya ikan koi, 4) Mengetahui distribusi marjin pemasaran dan biaya pemasaran di antara pembudidaya dan pedagang yang terlibat, dan 5) Mengetahui kontribusi usaha budidaya ikan koi dan nila terhadap penerimaan pembudidaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 21 responden pembudidaya ikan terdapat empat saluran pemasaran yang berlaku di daerah penelitian. Metode yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini adalah dengan metode studi kasus (case study) dan analisis kuantitatif.

Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran ikan koi adalah pembudidaya ikan, tengkulak kampung, tengkulak pasar, pedagang pengecer, dan konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh tiap-tiap lembaga pemasaran adalah 1) Fungsi pemasaran pembudidaya ikan adalah sebagai fungsi pertukaran, dan fungsi pengadaan secara fisik; 2) fungsi pemasaran tengkulak kampung adalah sebagai fungsi pertukaran dan fungsi pengadaan secara fisik; 3) Fungsi pemasaran pedagang pasar adalah sebagai fungsi pertukaran dan fungsi pengadaan secara fisik; 4) fungsi pemasaran pedagang pengecer adalah sebagai fungsi pengadaan secara fisik dan fungsi pertukaran. Marjin pemasaran tertinggi terdapat pada pedagang eceran di saluran dua sebesar Rp 10 066.67 per ekor untuk ikan koi ukuran 10−15 cm sedangkan marjin pemasaran terendah terdapat pada tengkulak kampung di saluran dua dan empat sebesar Rp 6.34 per ekor untuk ikan koi ukuran 1−2 cm. Farmer’s share terendah terdapat pada pedagang eceran di saluran dua untuk ikan koi ukuran 10−15 cm sebesar 16.92% sedangkan farmer’s share tertinggi terdapat pada tengkulak kampung di saluran dua dan empat untuk ikan koi ukuran 1−2 cm sebesar 81.67%.

Pasaribu (2011) meneliti tentang Analisis Sistem Pemasaran Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis sistem pemasaran ikan mas (Cyprinus carpio) melalui penelusuran saluran pemasaran, lembaga pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, keragaan pasar, dan fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran, baik untuk pembudidaya individu (Mandiri) dan pembudidaya yang tergabung dalam kelompok pembudidaya (POKDAKAN), dan 2) Menganalisis tingkat efisiensi pemasaran ikan mas berdasarkan marjin pemasaran, farmer’s

(26)

share, dan rasio keuntungan biaya, baik untuk pembudidaya individu (mandiri) dan pembudidaya yang tergabung dalam kelompok pembudidaya (POKDAKAN). Penelitian ini membahas tentang perbedaan saluran pemasaran ikan mas antara pembudidaya yang tergabung dalam POKDAKAN dan pembudidaya ikan mandiri, hasilnya adalah pembudidaya mandiri dan pembudidaya yang tergabung dengan POKDAKAN memiliki tiga saluran pemasaran.

Lembaga-lembaga yang terlibat antara lain pembudidaya, pedagang pengumpul dalam kecamatan maupun luar kecamatan, pedagang pengecer, pemilik kolam pemancingan, dan konsumen. Metode yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini adalah analisis secara kualitatif dan analisis secara kuantitatif lalu hasil analisis tersebut diinterpretasikan secara deskriptif. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa marjin pemasaran terkecil adalah pada saluran satu baik untuk pembudidaya mandiri maupun pembudidaya POKDAKAN, yaitu sebesar 18.75% atau sebesar Rp 3 000 namun dari sisi farmer’s share saluran satu merupakan saluran dengan farmer’s share terbesar yakni sebesar 81.25%. Saluran tiga merupakan saluran dengan marjin pemasaran terbesar baik untuk pembudidaya POKDAKAN maupun pembudidaya mandiri yaitu sebesar 35% akan tetapi dari segi farmer’s share saluran tiga merupakan saluran dengan nilai farmer’s share terkecil dengan nilai 65% baik untuk pembudidaya POKDAKAN maupun pembudidaya mandiri.

Santana (2011) meneliti tentang Analisis Preferensi Hobiis terhadap Atribut Ikan Arwana Super Red di Kota Bogor. Tujuan penelitian ini antara lain: 1) Mengidentifikasi dan mengkaji karakteristik dari hobiis yang memelihara ikan arwana super red, 2) Mengidentifikasi proses keputusan pembelian ikan arwana super red yang dilakukan oleh hobiis, dan 3) Menganalisis preferensi hobiis terhadap atribut-atribut ikan arwana super red. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan semua pengolahan data menggunakan Microsoft Excell untuk tabulasi deskriptif serta Analisis Konjoin menggunakan SPSS versi 11.5 for Windows.

Penelitian tersebut menyatakan bahwa motivasi hobiis membeli ikan arwana super red antara lain adalah: 1) Memberikan citra yang positif, 2) Membawa keberuntungan, 3) Memiliki warna yang menarik, 4) Memiliki gaya renang yang anggun, 5) Merupakan ikan yang unik, dan 6) Mempunyai harga jual yang tinggi. Pertimbangan hobiis dalam membeli ikan arwana super red adalah berdasarkan keindahan warna, harga beli, citra yang dihasilkan, keunikan, kelangkaan, dan tingkah laku. Preferensi hobiis terhadap atribut ikan arwana super red adalah didasarkan pada atribut warna, mata (tidak drop eyes), bentuk ekor, harga anakan, citra penangkar, dan sertifikasi terhadap ikan arwana tersebut.

Aziz (2013) meneliti tentang Analisis Efisiensi Tataniaga Komoditas Manggis: Studi Kasus di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis struktur pasar yang terbentuk pada sistem tataniaga manggis Desa Karacak, 2) Mengidentifikasi pola saluran tataniaga manggis yang terbentuk di Desa Karacak, 3) Mengidentifikasi fungsi tataniaga pada perilaku pasar setiap lembaga pemasaran yang terbentuk dalam sistem tataniaga manggis Desa Karacak, dan 4) Menganalisis sebaran marjin tataniaga, farmers share, dan rasio keuntungan dan biaya tiap saluran pada tataniaga manggis Desa Karacak. Metode yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini adalah metode SCP (Structure, Conduct, and Performance) dan analisis kuantitatif, pengolahan

(27)

data tersebut menggunakan Microsoft Excell 2007. Penelitian tersebut menyatakan bahwa lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran manggis meliputi pembudidaya, pedagang pengumpul kampung, pedagang pengumpul desa, koperasi, broker, Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya, dan eksportir.

Saluran tataniaga yang terjadi dalam penelitian ini berjumlah lima saluran. Hasil penelitian menyebutkan bahwa farmer’s share terbesar adalah pada saluran lima yakni sebesar 100% sedangkan dari sisi marjin pemasaran saluran lima merupakan saluran dengan nilai marjin pemasaran terkecil, yakni sebesar 0% atau Rp 6 000 per kg karena pembudidaya langsung menjual manggisnya kepada konsumen tanpa melalui perantara pedagang manapun. Farmer’s share terkecil adalah pada saluran satu yakni sebesar 9.84% sedangkan dari sisi marjin pemasaran saluran satu merupakan saluran dengan nilai marjin pemasaran terbesar yakni sebesar Rp 27 481 per kg.

Penelitian oleh Putra (2006) bertujuan menganalisis pemasaran sayuran organik (saluran pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, lembaga pemasaran yang terlibat, dan fungsi yang dilakukan masing-masing lembaga) serta farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya di kawasan KASO Kecamatan X Koto. Metode yang digunakan analisis kualitatif deskriptif serta analisis kuantitatif untuk menghitung farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya Hasil menunjukkan bahwa dua pola saluran pemasaran terjadi, saluran I melibatkan petani  pengumpul besar  pengecer  konsumen. Saluran II melibatkan petani  pengecer  konsumen, seluruh lembaga pemasaran melakukan fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Petani melakukan pemanenan, pengumpulan, pencucian dan pengangkutan sementara kegiatan sortasi dan grading dilakukan pengumpul besar, dan pengecer hanya melakukan grading. Praktek jual beli dilakukan di lokasi pasar pedagang pengumpul besar ketika berinteraksi dengan pengecer dan petani. Pengecer melakukan penjualan dan pembelian di kios-kios pedagang pengecer. Farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi pada pola saluran pemasaran I dengan komoditas wortel organik sebesar 62.5 persen dan 2.04 persen.

Suherty et al. (2009) meneliti efisiensi pemasaran jeruk (Studi Kasus di Desa Karang Dukuh, Kecamatan Belawang Barito Kuala, Kalimantan Selatan) dengan tujuan menganalisis struktur pasar dari system pemasran jeruk, integrasi pasar, serta marjin tataniaga, pangsa harga, keuntungan dan rasio harga di antara lembaga pemasaran. Metode yang digunakan analisis kualitatif dan kuantitaif untuk menentukan struktur pasar dengan konsentrasi rasio, elastisitas transmisi harga dan integrasi pasar, lalu perhitungan marjin pemasaran, pangsa harga, serta keuntungan dan rasio. Hasilnya, berdasarkan analisis struktur pasar, pemasaran jeruk di Desa Karang Dukuh Kecamatan Kuala tidak efisien disebabkan struktur pasar lebih mengarah pada pasar oligopsoni serta menghasilkan transmisi harga yang inelastis (<1). Kemudian dari sisi perilaku pasar, pemasaran jeruk di Desa Karang Dukuh juga belum berjalan efisien, penentuan harga ditentukan oleh pedagang pengumpul dan informasi pasar terhadap harga kurang terbuka, sedangkan menurut analisis integrasi pasar masih ada tingkat pasar yang belum terintegrasi.

Supriatna (2010) meneliti analisis pemasaran manga “Gedong Gincu” (Studi Kasus di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat) yang bertujuan menganalisis rantai tataniaga mangga “Gedong Gincu” dan pelaku lembaga tataniaga, serta marjin tataniaga mangga “Gedong Gincu”. Metode yang digunakan analisis kualitatif

(28)

deskriptif dan kuantitatif dengan perhitungan marjin tataniaga. Hasilnya, pemasaran mangga grade A/B melalui dua saluran, yaitu I: petani  pengumpul  pedagang besar  agen  kios/toko buah  konsumen, dan II: petani  pengumpul  pedagang besar  agen  supplier  supermarket  konsumen, sedangkan pemasaran manga grade C melalui satu saluran, yaitu petani  pengumpul  pedagang besar  pedagang pasar tradisional  konsumen. Marjin pemasaran saluran I Rp 10 920 /kg, berasal dari pedagang besar (48.1 persen), toko/kios (35.4 persen), agen (14.2 persen), dan pengumpul (2.3 persen). Marjin pemasaran saluran II Rp 15 000 /kg, berasal dari pedagang besar (34.9 persen), suplayer (26.6 persen), supermarket (26.6 persen), agen (10.2 persen), dan pengumpul (1.7 persen). Marjin pemasaran saluran III Rp 3 000 /kg. Saluran pemasaran yang efisien sulit dianalisis karena ada perbedaan kualitas produk akhir yang dijual oleh setiap pengecer di setiap saluran. Permasalahan yang dihadapi antara lain posisi petani lemah dalam penentuan harga jual, jumlah serta mutu produk yang tidak selalu sesuai permintaan pasar, petani yang terperangkap money lender menambah posisi tawar menawar petani semakin rendah, dan masih ditemukan pungutan-pungutan liar.

Penelitian penulis memiliki perbedaan dengan penelitian Melani (2002), yakni pada lokasi pengambilan sample responden, ukuran ikan koi yang dihitung marjinnya, tujuan penelitian, dan fokus penelitian. Persamaannya adalah pada komoditas yang diteliti, metode yang digunakan dalam mengolah data dan lokasi penelitian yakni di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Hal ini menjadi salah satu alasan peneliti untuk melihat apakah pola saluran yang dulu dengan yang sekarang berbeda dan melihat apakah pada ukuran ikan yang berbeda dapat meningkatkan share di tingkat pembudidaya dan mengubah taraf hidup pembudidaya menjadi lebih sejahtera. Perbedaan penelitian ini dengan Pasaribu (2011) yakni komoditas yang diteliti, lokasi penelitian, dan tujuan penelitian yang ingin menganalisis efisiensi pemasaran ikan mas baik pembudidaya mandiri maupun yang tergabung dalam POKDAKAN, persamaannya pada metode pengolahan data. Persamaan dengan penelitian Santana (2011) pada pemilihan komoditas yang diteliti, yakni ikan hias yang berkaitan dengan preferensi hobiis, perbedaannya terletak pada jenis ikan yang diteliti, lokasi penelitian, metode pengolahan data, dan tujuan penelitian yang fokus meneliti tentang preferensi hobiis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Aziz (2013) pada komoditas yang diteliti, lokasi penelitian, dan tujuan penelitian tentang analisis struktur pasar, persamaannya pada metode pengolahan data dan fokus permasalahan penelitian, yakni pada kegiatan pemasaran komoditas yang diteliti.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Putra (2006) terdapat pada tujuan penelitian dan metode yang digunakan, perbedaannya pada komoditas yang diteliti. Persamaan dengan penelitian Suherty et al. (2009) yakni bertujuan menghitung marjin pemasaran serta keuntungan dan rasio. Kemudian metode penelitian menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif, perbedaannya yakni pada komoditas yang diteliti, tujuan menganalisis struktur pasar, integrasi pemasaran, dan pangsa harga serta metode analisis kuantitatif untuk menentukan struktur pasar dengan konsentrasi rasio, elastisitas transmisi harga dan integrasi pasar, serta perhitungan pangsa harga. Penelitian Supriatna (2010) memiliki persamaan dengan penelitian penulis pada tujuan dan metode yang digunakan, akan tetapi memiliki perbedaan pada komoditas yang diteliti.

(29)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang teori-teori yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori tersebut antara lain konsep pemasaran, konsep sistem tataniaga, lembaga dan saluran pemasaran, dan biaya pemasaran.

3.1.1 Konsep Pemasaran dan Sistem Tataniaga

Hanafiah dan Saefuddin (2006) menerjemahkan istilah tataniaga dan pemasaran sebagai terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga didefinisikan sebagai kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan dari barang dan jasa sehingga tataniaga termasuk tindakan atau usaha yang produktif. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari tataniaga adalah menempatkan barang-barang dan jasa ke tangan konsumen akhir. Asmarantaka (2014) mendefinisikan pemasaran atau tataniaga (marketing) dari perspektif makro merupakan aktivitas atau kegiatan dalam mengalirkan produk mulai dari petani (produsen primer) sampai ke konsumen akhir. Ada banyak kegiatan produktif yang terjadi dalam aktivitas mengalirnya suatu produk sampai ke tangan konsumen akhir (end user) untuk menciptakan atau menambah nilai guna (bentuk, tempat, waktu, dan kepemilikan) dengan tujuan memenuhi kepuasan konsumen akhir.

Menurut Limbong dan Sitorus (1987), pemasaran merupakan suatu kegiatan yang terjadi dalam proses mengalirkan barang dan jasa dari sentra produksi ke sentra konsumsi guna memenuhi kebutuhan dan memberikan keuntungan bagi produsen. Konsep ini memberikan definisi secara umum bagi kegiatan pemasaran apapun sehingga termasuk juga pemasaran dalam sektor pertanian baik barang maupun jasa. Kemudian juga menunjukkan bahwa peranan pemasaran sangat penting untuk dapat meningkatkan nilai guna bentuk, waktu, tempat, dan nilai guna hak milik dari suatu barang dan jasa baik secara umum maupun komoditas pertanian.

Terdapat dua kelompok yang berbeda kepentingan dalam memandang tataniaga, yakni konsumen yang ingin mendapatkan harga serendah mungkin dalam pembelian produk dan produsen yang ingin memperoleh penerimaan sebesar mungkin dari penjualan produk yang dilakukannya. Kohl dan Uhl (2002) juga telah mendefinisikan tataniaga pertanian sebagai keragaman dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (pembudidaya) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian.

3.1.2 Saluran dan Lembaga Tataniaga

Kotler dan Keller (2009) menjelaskan bahwa saluran pemasaran (marketing channels yang disebut juga saluran dagang atau saluran distribusi) adalah sekelompok organisasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses pembuatan produk atau jasa. Produk atau jasa tersebut disediakan untuk digunakan atau dikonsumsi, serta merupakan seperangkat alur yang diikuti produk atau jasa setelah produksi, berakhir dalam pembelian dan digunakan oleh pengguna akhir. Kotler

(30)

dan Keller (2009) juga menyebutkan bahwa salah satu peran utama saluran pemasaran adalah mengubah pembeli potensial menjadi pelanggan yang menguntungkan, dan tidak hanya melayani pasar, saluran pemasaran juga harus membentuk pasar.

Hanafiah dan Saefudin (2006) menyatakan bahwa dalam lembaga tataniaga terdapat golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Golongan produsen, yang tugas utamanya menghasilkan barang-barang, misalnya nelayan dan pembudidaya. Selanjutnya, golongan pedagang perantara yaitu perorangan, perseroan atau perserikatan yang membeli dan mengumpulkan barang-barang yang berasal dari produsen kemudian menyalurkannya kepada konsumen. Kemudian, golongan lembaga pemberi jasa yaitu mereka yang memberi jasa atau fasilitas untuk memperlancar fungsi tataniaga yang dilakukan produsen atau pedagang perantara, contohnya bank, usaha pengangkutan, biro iklan, dan sebagainya. Saluran tataniaga terdiri atas pedagang perantara yang membeli dan menjual barang dengan tidak menghiraukan apakah mereka memiliki barang dagangan atau hanya bertindak sebagai agen dari pemilik barang (Hanafiah dan Saefuddin 2006).

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), saluran tataniaga yang dilalui suatu komoditi mempunyai beberapa faktor yang dapat mempengaruhi panjang atau pendeknya saluran tataniaga tersebut, yaitu:

1. Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen maka saluran yang ditempuh oleh produk biasanya akan semakin panjang.

2. Cepat tidaknya produk rusak. Sifat produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen sehingga memerlukan saluran yang pendek dan cepat.

3. Skala produksi. Apabila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan akan berukuran kecil juga dan akan tidak menguntungkan jika produsen langsung menjualnya ke pasar. Kondisi ini menimbulkan diperlukannya kehadiran pedagang perantara untuk membantu penjualan produk ke pasar sehingga mengakibatkan saluran yang dilalui produk cenderung panjang.

4. Posisi keuangan pengusaha. Produsen dengan posisi keuangan yang kuat cenderung memperpendek saluran tataniaga, dengan demikian ia bisa melakukan fungsi tataniaga lebih banyak dibandingkan dengan pedagang yang memiliki posisi modal lebih lemah. Secara singkat, pedagang dengan posisi modal yang kuat cenderung memperpendek saluran tataniaga.

Berbagai macam pelaku ekonomi terlibat dalam proses tataniaga, baik langsung maupun tidak langsung dengan melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga sehingga barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa semua pihak yang terlibat dalam menjalankan fungsi-fungsi tataniaga dapat berbentuk perorangan maupun kelompok dan seluruhnya termasuk dalam lembaga tataniaga. Sementara itu, lembaga pemasaran adalah lembaga yang akan melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran dan memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin.

Gambar

Tabel  1  Jumlah  produksi  ikan  menurut  tempat  pemeliharaan  dan  kecamatan  di   Kabupaten Sukabumi tahun 2013
Tabel 2  Produksi ikan hias di Kecamatan Cisaat tahun 2009−2012
Tabel 3  Harga dan volume pemasaran ikan koi di UPTD Pasar Ikan Cibaraja tahun  2012−2013
Gambar 1  Jenis-jenis ikan koi  2.2    Budidaya Ikan Koi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data ini menunjukkan terdapat peningkatan pendekatan bermain lempar tangkap terhadap hasil belajar servis bawah pada siswa kelas VII SMPN 1 Nanga Mahap

18. Terima kasih kepada staff karyawan Perpustakaan Umum Kota Malang, Perpustakaan Umum Kota Kediri atas kerjasama dalam pengambilan data dan Perpustakaan Pusat Teknik Arsitektur

Bilamana dalam kegiatan upacara piodalan di pura Pamangku mendapat halangan kematian salah seorang anggota keluarganya, maka agar Pamangku tersebut tidak

(1990) Poethic of Architecture: Theory of Design, Van Nostrand Reinhold Company , New York.. (2005) Sistem Bangunan Tinggi,

Kurangnya pemahaman nasabah serta karakter dari nasabah yang menjadi faktor utama terjadinya pembiayaan bermasalah pada akad ijarah muntahiya bittamlik (IMBT)

Maka, tekanan lateral bersih pada dasar turap adalah sama dengan Pusat Pengembangan Bahan Ajar

Dalam membangun “Aplikasi Kokology” berbasis multimedia ini penulis menggunakan beberapa software yaitu Adobe Photoshop CS4 yang digunakan untuk membuat

Berdasarkan uraian di atas, maka akan dilakukan pengujian aktivitas mukolitik ekstrak etanol daun tembelekan ( Lantana camara Linn.) dengan menggunakan mukus usus