• Tidak ada hasil yang ditemukan

GALERI FOTOGRAFI “MATANESIA” DI SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GALERI FOTOGRAFI “MATANESIA” DI SURABAYA."

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

GALERI FOTOGRAFI “MATANESIA” DI

SURABAYA

Untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Tugas Akhir S1 (Strata 1) pada jurusan Teknik Arsitektur

Diajukan oleh :

YOERINA DWI OCTORA

0851010045

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

2012

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(2)

LAPORAN TUGAS AKHIR

GALERI FOTOGRAFI “MATANESIA” DI

SURABAYA

Dipersiapkan dan disusun oleh :

YOERINA DWI OCTORA

0851010045

Telah Dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal : 31 Juli 2012

Pembimbing Utama : Penguji I :

DR. Ir. Pancawati Dewi, MT. Ir. Syaifuddin Zuhri, MT. .

NPT. 3 6705 94 0033 1 NIP. 1962 1019 1994 03 1 00 1

Pembimbing Pendamping : Penguji II :

Ir. Erwin Djuni W., MT. Moh. Pranoto, ST. MT. .

NPT. 3 6506 99 0166 1 NPT. 3 7312 06 0215 1

Penguji III :

Ir. Niniek Anggriani, MTP. NIP. 19580124 198703 2 00 1

Tugas Akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (S-1)

Tanggal : 25 November 2012

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Ir. Naniek Ratni. JAR, M.Kes. NIP. 19590729 198603 2 00 1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(3)

GALERI FOTOGRAFI MATANESIA DI SURABAYA

Yoerina Dwi Octora

0851010045

ABSTRAK

Fotografi berkembang pesat dalam lima tahun terakhir, terutama di kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bandung. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya penggemar fotografi, pilihan alat fotografi, bermunculannya komunitas fotografi, serta semakin banyaknya penggunaan media fotografi. Sayangnya, di Surabaya memiliki sarana fotografi masih minim (Fotomedia, 2002) khususnya untuk ruang pamer foto. Fasilitas maupun wadah yang dikhususkan untuk fotografi belum ada di Surabaya, hanya sebatas menggunakan sarana lain yang tidak representative. Salah satu komunitas yang merasakan dampak minimnya sarana fotografi ialah Matanesia (komunitas fotografi Surabaya). Dengan kiprah dan keeksistensian dalam dunia fotografi (khususnya jurnalistik) dibutuhkan wadah sebagai media pelayanan jasa dan alat pengapresiasian karya mereka.

Matanesia Galeri merupakan galeri foto pertama di Surabaya yang memberikan jasa pelayanan, even, pameran, dan pelatihan non formal fotografi kepada masyarakat umum. Dilengkapi dengan mini museum yang berfungsi sebagai pemberi informasi tentang dunia fotografi yang didesain dengan elegan dan estetis. Dengan mengambil tema picture of life dan bertujuan memberikan informasi kehidupan realita kepada masyarakat melalui media foto. Menciptakan korelasi antara taman kota sebagai analisa lingkungan sekitar terhadap desain bangunan dan mata yang merupakan filosofi “Matanesia”.

Pencerminan konsep mata dan taman kota divisualisasikan melalui bentukan massa bangunan yang menyerupai bentuk mata. Transparansi bangunan juga dimunculkan sebagai kekuatan desain bangunan dengan maksud menunjukkan secara nyata objek yang dibidik oleh “Matanesia” dalam karyanya.

Kata kunci : Matanesia, Surabaya, Picture of Life, Metafora, Taman Kota, Mata.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(4)

“MATANESIA” PHOTOGRAPHY GALLERY IN SURABAYA

Yoerina Dwi Octora

0851010045

ABSTRACT

Photography grown tremendously in the last five years, especially in big cities such as Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, and Bandung. It shows by the increasing number of photography enthusiasts, photography equipment selection, photography community, and the use of photographic media. Unfortunately, means of photography in Surabaya is still minimal (Fotomedia, 2002) especially for photos showroom. There has not been any a facility or forum that is dedicated to photography in Surabaya, only limited use another tool that is not representative. One of the communities which affected by the lack of means of photography is Matanesia (photography community Surabaya). According to its existence in the world of photography (especially journalism), forum as a media services and appreciation of their work are needed.

Matanesia Gallery is the first gallery in Surabaya that provides services, events, exhibitions, and informal training to public. It has a mini museum with elegant and aesthetic design, and provides information about the world of photography. By using ‘picture of life’ theme, it aims to provide information for public about the reality of life through photographs. The philosophy of Matanesia is creating a correlation between a city park as an environment analysis for design building and an eye.

Reflecting the concept of eyes and City Park is visualized through the formation of the building that resembles the shape of the eye. Transparency of buildings also appear as a strength of building design with the intention of showing real object targeted by "Matanesia" in their work.

Keywords: Matanesia, Surabaya, Picture of Life, Metaphors, City Park, Eye.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(5)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur ditujukan kehadirat Allah SWT, yang mana atas rahmat dan ridho-Nya, sehingga penyusunan Proposal Tugas Akhir yang berjudul “Galeri Fotografi ‘Matanesia’ di Surabaya” ini dapat terselesaikan dengan baik, sebagai pemenuhan sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik ( S-1 ) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur di Surabaya.

Saya menyadari bahwa tersusunnya proposal Tugas Akhir ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa dukungan dan bantuan dari semua pihak terutama dosen pembimbing saya Dr. Ir. Pancawati Dewi, MT., Ir. Eva Elviana, MT., Dyan Agustin ST. MT., Mas Puguh Setyanto yang sudah membantu saya memvisualisasikan tugas akhir saya, orang tua saya yang selalu membantu dan mendukung saya, teman-teman saya tercinta satu angkatan 2008 Teknik Arsitektur, dan sumber-sumber tertentu. Semoga tugas akhir ini dapat memberi kontribusi bagi kemajuan pendidikan dan dunia arsitektur di masyarakat serta bagi perkembangan umumnya.

Akhir kata, saya ucapkan terima kasih dan mohon maaf sebesar-besarnya jika terdapat banyak kesalahan baik yang disengaja maupun tidak dalam penyusunan laporan tugas akhir ini. Semoga laporan tugas akhir ini bisa bermanfaat bagi semua pihak, dan bisa didapatkan hasil yang maksimal nantinya.

Surabaya, 25 November 2012 Penyusun

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(6)

vii

Bab II Tinjauan Obyek Rancangan 2. 1. Tinjauan Umum Perancangan ... 8

2. 1. 3. 3. International Center of Photography, New York ... 33

2. 1. 3. 4. Indonesia School of Photography, Malang ... 38

Bab III Tinjauan Lokasi Perancangan 3. 1. Latar Belakang Pemilihan Lokasi ... 53 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(7)

viii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(8)

ix

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1.1 Skema urutan tahapan perancangan………..……… 6

Gambar 2.1 Model pencahayaan pada ruang galeri………. 15

Gambar 2.2 Penyelesaian cahaya matahari pada benda koleksi ………… 16

Gambar 2.3 Ruang peragaan dan pencahayaan yang baik berdasarkan percobaan di Boston………..…... 16

Gambar 2.4 Ruang yang memiliki pencahayaan ideal dengan pencahayaan dari dua sisi, dikembangkan oleh S. Hurst Seager.…………. 17

Gambar 2.5 Ruang peragaan dan pencahayaan yang baik berdasarkan percobaan di Boston………. 17

Gambar 2.6 Hubungan antara dimensi manusia dengan display karya seni Gambar 2.7 Ruang peragaan dan pencahayaan yang baik berdasarkan percobaan di Boston..………..………. 18

Gambar 2.8 Standar peletakan koleksi.………..……….. 18

Gambar 2.9 Sudut pandang pengamat dan jarak display manusia ………. 19

Gambar 2.10 Jalur sirkulasi yang digunakan di ruang pameran .……… 20

Gambar 2.11 Jalur sirkulasi yang lazim digunakan manusia ………. 20

Gambar 2.12 Posisi pembeli saat duduk dengan meja display tinggi ….….. 22

Gambar 2.13 Lokasi Ruang MES 56 23

Gambar 2.25 Lokasi International Center of Photography………. 34

Gambar 2.26 Studio foto ICP, NY………...….. 35

Gambar 2.27 Ruang pamer museum ICP……… . 36

Gambar 2.28 Tampak bangunan ICP………. 36

Gambar 2.29 Detail tampak badan bangunan ICP………. 37

Gambar 2.30 Interior museum ICP ……… 37

Gambar 2.31 Ruang Luar ICP……… 38

Gambar 2.32 Lokasi ISOP………..……….. . 39

Gambar 2.33 Studio………..……….. 40

Gambar 2.34 Tampak depan ISOP………. 41

Gambar 2.35 Ruang kelas diskusi ISOP di Jl. Pekalongan no.9………. 42

Gambar 2.36 Tata Ruang ISOP, Malang………..….. 43

Gambar 2.37 Massa ISOP……….. 43 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(9)

x

Gambar 3.1 Lokasi I Jalan Tunjungan, Surabaya Pusat ……….. 55

Gambar 3.2 Lokasi II Jalan Jimerto, Surabaya Pusat……….. … 56

Gambar 4.1 Analisa ME dan lingkungan sekitar……….. 63

Gambar 4.2 Arus kendaraan sekitar Site Jalan Jimerto-Ngemplak ……….. 63

Gambar 4.3 Analisa orientasi matahari dan arah angin ……….. 65

Gambar 4.11 Ide gagasan bentuk massa bangunan………... 74

Gambar 4.12 Ide desain tampilan bangunan……….. 75

Gambar 5.1 Konsep desain galeri di site………... 80

Gambar 5.2 Konsep desain bentuk dan massa bangunan………... 81

Gambar 5.3 Konsep sirkulasi bangunan………...….. 82

Gambar 5.4 Konsep desain tampilan bangunan………... 83

Gambar 5.5 Pemilihan material panel metal berlubang (kiri) dan board glass (kanan)………...……….. 84

Gambar 5.6 Desain Taman untuk public………....………….. 84

Gambar 5.7 Desain Interior ruang galeri dengan pembeda kualitas karya... 85

Gambar 5.8 Desain atap bangunan………...….. 86

Gambar 5.9 Material eco resin untuk kaca jendela (kiri) dan penerapan unfinished wall (kanan) ………...……….. 86

Gambar 5.10 Diagram sistem AC Central bangunan………...……….. 88

Gambar 5.11 Diagram sistem fire fighting system hydrant………... 88

Gambar 5.12 Diagram sistem penangkal petir modern…………... 89

Gambar 6.1 Aplikasi Zoning………...….. 89

Gambar 6.2 Transformasi Bentukan Massa………...……….. 90

Gambar 6.3 Aplikasi Bentukan Massa………...……….. 90

Gambar 6.4 Aplikasi Orientasi bangunan di Site Terpilih……….….. 91

Gambar 6.5 Aplikasi Perletakan Entrance……….….. 92

Gambar 6.6 Aplikasi alur kendaraan dan desain Entrance bangunan....….. 93

Gambar 6.7 Aplikasi Bentuk Bangunan………...…….. 93

Gambar 6.8 Aplikasi Desain Siteplan Bangunan final……… 93

Gambar 6.9 Aplikasi Fasade………... 94

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(10)

xi

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 1.1 Frekuensi pengadaan pameran foto di Surabaya…...………... 3 Tabel 2.1 Hasil Kajian Studi Kasus MES 56 dan GJFA……….. 44 Tabel 2.2 Aktivitas Pemakai Bangunan dan Kebutuhan Ruang……… 46 Tabel 2.3 Perhitungan Luasan Ruang………….………..……… 48 Tabel 2.4 Zona Pembagian Program Ruang…...………..……… 50 Tabel 3.1 Hasil Penilaian pada 3 Pilihan Lokasi Tapak di Surabaya…... 56

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Manusia tidak bisa lepas dari fotografi. Sebagai alat komunikasi, esensi kerja fotografi setara dengan prinsip tulis-menulis yang umum kita kenal. Hal ini dikarenakan dalam berbagai sisi kehidupan, manusia menjadikan fotografi sebagai alat pemenuh kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan akan “berbicara” melalui foto, dokumentasi, promosi, ilmu pengetahuan dan lain-lain (Soelarko,1993). Fotografi telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia, karena setiap kegiatan ataupun aktivitas memerlukan dokumentasi dengan tujuan mengabadikan tiap aktivitas untuk dikenang maupun untuk keperluan komersial lain.

Di Indonesia, fotografi sedang berkembang pesat dalam lima tahun terakhir ini. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya jumlah penggemar fotografi, semakin banyaknya pilihan alat fotografi, bermunculannya komuniatas fotografi, serta semakin banyaknya penggunaan media fotografi sebagai sarana penunjang berbagai kegiatan di segala bidang. Selama ini di Indonesia (khususnya Surabaya), nilai sebuah karya foto masih lebih rendah dibandingkan nilai patung atau lukisan. Hal ini dikarenakan fotografi terkadang dipandang tidak sebagai seni layaknya seni patung ataupun lukisan, baik dalam segi maintenance maupun nilai jualnya (Pernyataan Nogo Alimin, Ketua PSS, 2011). Padahal sebenarnya fotografi merupakan salah satu dari cabang seni (Microsoft, 2006), sehingga mempunyai nilai sejajar dengan patung maupun lukisan. Pengertian fotografi sendiri ialah ilmu pengetahuan yang bersifat rasional dan teknis sehingga tidak cukup hanya dengan sharing antar fotografer (pernyataan Mamuk Ismuntoro, Fotografer Jurnalis, 2010). Fotografi sendiri sekarang bukanlah hal yang mewah lagi melainkan telah menjadi dokumentasi setiap moment kegiatan masyarakat, sehingga telah menjadi life style. Hal tersebut dapat terlihat pada setiap kita melakukan kegiatan, selalu ada dokumentasi baik saat kegiatan sekolah,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(12)

2

entertainment, kerja maupun aktivitas saat hendak mengkonsumsi makanan pun

juga mendokumentasikan sesuatu.

Agar karya-karya fotografer tersebut dapat diapresiasi oleh masyarakat maka dibutuhkan sarana yang dapat menjadi wadah dari segala hal mengenai fotografi di Surabaya. Baik itu merupakan ruang pamer (gallery) kontemporer, ruang serbaguna, ruang workshop maupun tempat pelatihan. Sedangkan pada realitanya, sarana fotografi di Surabaya masih sangat sedikit (Fotomedia, 2002) khususnya untuk ruang pamer foto. Fasilitas yang dikhususkan dan ditujukan untuk fotografi belum ada di Surabaya, kalaupun ada biasanya sarana yang digunakan sebagai pameran foto hanya sebatas menggunakan sarana lain yang tidak representative. Misalnya, sarana yang biasa digunakan sebagai pameran lukisan maupun seni rupa lain seperti Gedung House of Sampoerna, Balai Pemuda, Tunjungan Plasa, Royal Plasa, Gedung AJBS, dan Gedung CCCL. Apabila diadakan pameran foto (khususnya bergenre ngepop) biasanya diadakan di plasa-plasa. Sedangkan pameran/galeri representative biasanya diadakan di House of Sampoerna maupun Gedung CCCL Sby (pernyataan Mamuk Ismuntoro, Fotografer Jurnalis, 2010). Hal ini tentu tidak seimbang dengan perkembangan fotografi serta kebutuhan penggemarnya.

Sebagai contoh dapat diperhatikan dari salah satu komunitas fotografi di Surabaya yang cukup berkembang yaitu Matanesia. Matanesia berdiri di Surabaya pada tahun 2006. Merupakan penyedia data visual (fotografi), baik yang disiapkan dalam standar assignment maupun stock photo, untuk kepentingan pribadi maupun perusahaan. Selain itu, Matanesia Pictures juga didesign sebagai lembaga pendidikan fotografi terbatas dan ikon komunitas fotografi yang berbasis di Surabaya. Matanesia sendiri telah memiliki program pemberdayaan komunitas penggemar foto (terutama fotojurnalistik). Pengenalan fotojurnalistik di kampus wilayah Surabaya telah dilakukan mulai tahun 2007. Secara online, program ini dijalankan di website matanesia. Beberapa karya foto awak Matanesia sudah pernah menghiasi sejumlah media lokal dan asing serta dipercaya untuk jadi bagian dari aktifitas publishing, promotions, dan corporate communications beberapa perusahaan seperti Lamongan Shorebase, PT. Smelting Indonesia tbk, Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(13)

3

Singgasana Hotel Surabaya, Microsoft Indonesia (CTLC), Bappeko Kota Surabaya (book), dll. Matanesia melayani kebutuhan fotografi baik untuk kepentingan pribadi maupun perusahaan. Selain itu, Matanesia juga menyediakan waktu bagi lembaga atau perusahaan untuk kegiatan in house training photography.

Karena itu dibutuhkan suatu wadah yang dapat mempermudah fotografi dapat diketahui, dipelajari, dan kegiatan-pelayanan bidang fotografi dapat ditampung. Baik itu galeri foto, sarana pendidikan atatupun pelatihan, tempat berkumpulnya para fotografer, pusat informasi, maupun pelayanan jasa yang berhubungan dengan fotografi. Pentingnya adanya sarana yang telah disebutkan diatas dapat dilihat dari frekuensi pameran foto yang telah diadakan di Surabaya seperti pada tabel 1.2 di bawah ini

Sumber : Analisa penulis, 2011

Sebagai perbandingan sarana fotografi di Surabaya dengan kota lain yaitu dengan kota Yogyakarta. Pengadaan pameran atau galeri fotografi yang dimiliki oleh kedua kota tersebut sangat berbeda. Terlihat begitu mencolok bahwa di Surabaya belum memiliki galeri fotografi independen baik itu milik swasta maupun milik pemerintah. Namun, di Yogyakarta, masih ada galeri fotografi independen maupun pemerintah yang seimbang dengan banyaknya aktivitas pameran foto seperti MES56, dan Jogja Gallery. Banyaknya kegiatan pameran foto dan pelatihan fotografi diimbangi dengan adanya sarana fotografi yang representative baik dari segi fasilitas galeri, tempat pelatihan, dan basecamp. Begitu pun yang terjadi di Jakarta, disana telah ada sarana yang mendukung semakin maraknya kegiatan fotografi yaitu Museum dan Galeri Foto Antara. Museum dan Galeri ini merupakan milik swasta (Antara, Kompas Jakarta) yang

Th Frekuensi pameran

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des

2007 - 1 - - 4 4 1 2 4 - 2 -

2008 - 1 3 - 1 - - - - 1 1 -

2009 1 - 1 - 1 1 2 2 1 2 2 2

2010 - - 2 1 6 2 - - - 1 1 2

Tabel 1.1. Frekuensi pengadaan pameran foto di Surabaya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(14)

4

dikelola oleh Antara sendiri. Sehingga baik yang di Yogyakarta dan Jakarta merupakan galeri foto independen yang khusus menjadi sarana fotografi.

Sehingga, berlatar dari kondisi dan fenomena yang telah disebutkan diatas, maka muncul suatu gagasan untuk membuat suatu wadah yang merupakan pusat dari segala kegiatan fotografi sebagai wujud apresiasi terhadap karya foto, baik itu sebagai gallery, seminar (workshop), pusat informasi, basecamp fotografer maupun sarana pendidikan (pelatihan). Maka, muncullah gagasan untuk membuat perancangan “Galeri Fotografi Matanesia di Surabaya”.

1.2. TUJUAN DAN SASARAN PERANCANGAN

Tujuan dirancangnya Galeri Fotografi Matanesia di Surabaya antara lain Memberikan jasa pelayanan serta informasi mengenai bidikan fotografi Matanesia kepada masyarakat.

Membantu wujud pengapresiasian terhadap karya foto, baik untuk Matanesia sendiri maupun fotografer lain.

Membantu para fotografer khususnya Matanesia dalam hal pengenalan dan pemasaran karya foto mereka ke masyarakat luas.

Sasaran perancangan dari dikembangkannya obyek perancangan Galeri Fotografi Matanesia di Surabaya antara lain

Merancang sebuah wadah atau pusat fotografi yang komunikatif bagi Matanesia dan lebih representatif di wilayah Surabaya.

Menyediakan fasilitas yang dapat digunakan sebagai galeri foto, workshop, maupun pusat informasi tentang fotografi untuk Matanesia dan fotografer lain (khususnya Surabaya) sehingga karyanya dapat terapresiasi dan terpublikasikan.

Memberikan wadah kepada para fotografer di Surabaya khususnya untuk Matanesia Picture sebagai tempat pelatihan, basecamp untuk berkumpul,

berdiskusi, maupun tempat event fotografi lain.

1.3. BATASAN DAN ASUMSI

Batasan obyek perancangan ini membidik segment pemuda hingga Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(15)

5

profesional yang tidak membedakan strata sosial. Dengan detail peruntukan pelayanan pangsa pasar ialah fotografer Surabaya maupun luar Surabaya, serta masyarakat umum (khususnya eksekutif yang tertarik dengan karya fotografi). Sehingga, mereka juga dapat mengapresiasi secara terbuka, dapat memperoleh informasi, dan dapat mempelajari lebih dalam tentang fotografi. Dengan harapan, wadah ini dapat merakyat luas tanpa adanya perbedaan strata sosial. Fungsi perancangan ini ialah untuk mewadahi segala aktivitas fotografi, baik itu pameran foto, workshop, tempat berkumpul fotografer, pelatihan ilmu fotografi/kursus, dan lain-lain. Nantinya obyek perancangan ini dapat menjadi pusat fotografi pertama di Surabaya, dengan jam operasional 12 jam (dari pukul 09.00 WIB sampai pukul 21.00 WIB) namun pelatihan/kursus hanya beroperasi 8 jam saja. Bangunan ini terbuka untuk umum (kecuali tempat berkumpul fotografer dan pelatihan fotografi).

Perancangan ini sendiri merupakan gabungan dari education center dengan entertainment center dengan hak kepemilikan bangunan perseorangan/swasta

sehingga bukan non pemerintah. Sehingga, untuk kedepannya fungsi dan nilai ruang bangunan ini bernilai jual tinggi. Dengan pelayanan bangunan dalam jangka waktu 10 tahun ke depan tetap terbuka untuk umum (khususnya fotografer Surabaya) baik itu pelajar, ekskutif muda, pengusaha, maupun instansi yang lain. Sehingga, diharapkan untuk kedepannya tidak terjadi perebutan hak kepemilikan ataupun alih tangan kepemilikan yang dapat menggangu segala kegiatan maupun keberadaan bangunan ini.

1.4. TAHAPAN PERANCANGAN

Sub bab Metode Perancangan disini menjelaskan secara skematik tentang urutan yang dilakukan penyusun dalam menyusun laporan mulai dari tahap pemilihan judul sampai dengan laporan selesai untuk kemudian diaplikasikan pada gambar perancangan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(16)

6

1.5. SISTEMATIKA LAPORAN

Untuk mendapatkan pengertian dan pemahaman yang sama tentang Galeri Fotografi Matanesia di Surabaya, maka penyajian laporan ini menggunakan sistematika sebagai berikut

BAB I : Pendahuluan, yang menjabarkan mengenai latar belakang perancangan, maksud dan tujuan, ruang lingkup perancangan, metode perancangan, dan sistematika pembahasan.

BAB II : Tinjauan Obyek Perancangan, mulai dari tahap pengertian judul yang berisi pengertian tentang fotografi di masyarakat itu sendiri yang kemudian disimpulkan menjadi suatu pengertian baru dari

Interpretasi Judul

Gambar 1.1. Skema urutan tahapan perancangan

Teori teori arsitekur

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(17)

7

rancangan. Tahap studi literatur yang berisi tentang segala data dari bermacam jenis literatur yang digunakan sebagai data penunjang yang berkaitan dengan rancangan. Tahap tinjauan obyek perancangan yang berisi dua obyek studi kasus sejenis secara fungsi dan aktivitas yang digunakan sebagai acuan yang menbantu rancangan nantinya, dari hasil analisa dan pembandingan yang dilakukan pada studi kasus. Tahap kesimpulan studi, lingkup pelayanan yang menjelaskan pembatasan pelayanan rancanangan, serta aktivitas kebutuhan ruang dan perhitungan luasannya yang menguraikan secara rinci kebutuhan ruang yang diperlukan untuk kemudian dihitung secara pasti luasan yang dibutuhkan.

BAB III : Tinjauan Lokasi Perancangan Tinjauan Lokasi perancangan yang menjabarkan tentang Latar Belakang Pemilihan Lokasi, Penetapan Lokasi, Keadaan Fisik Lokasi, Aksesibilitas, Potensi bangunan Sekitar, dan Infrastruktur Kota

BAB IV : Analisa Perancangan, isinya sudah mengarah ke arah lebih lanjut yaitu mulai dari analisa sampai dengan gambaran secara abstrak tentang konsep perancangan yang akan dibuat. Seperti dari mulai analisa ruang berserta hubungannya, analisa aksesibilitas, view, kebisingan, iklim, potensi daerah sekitar. Sampai dengan diagram abstrak yang kurang lebih menggambarkan secara abstrak konsep bentukan atau lay out.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(18)

8

BAB II

TINJAUAN OBYEK PERANCANGAN

2.1.Tinjauan Umum Perancangan 2.1.1. Pengertian Judul

Proyek ini berjudul Galeri Fotografi ”Matanesia” di Surabaya yang dapat ditelaah sebagai berikut

Galeri :

Menurut kamus bahasa Indonesia, galeri merupakan ruangan atau gedung tempat memamerkan benda atau karya seni dan lain-lain. Dimana karya yang dipamerkan dapat terdiri dari seni lukis, pahat, ukir, dan foto.

Fotografi :

Apabila ditinjau dari segi seni, fotografi ialah ilmu yang mempelajari bagaiamana merekam/menggambar dengan bantuan sinar/cahaya sehingga menghasilkan foto.

Apabila ditinjau dari segi seni, fotografi ialah suatu proses terjadinya bayangan yang dapat dilihat oleh mata yang permukaann bahannya sensitif terhadap cahaya baik secara langsung maupun tak langsung.

Apabila ditinjau dari segi komunikasi, fotografi adalah suatu media yang digunakan untuk menyampaikam gagasan, pikiran, ide, cerita, peristiwa, dan lain-lain melalui cara optik.

Matanesia :

Berasal dari kata Mata dan Indonesia, merupakan penyedia data visual (fotografi), baik yang disiapkan dalam standar assignment maupun stock photo. Photo provider ini didirikan di Surabaya, tahun 2006. Matanesia Pictures ini memiliki jasa foto komersial, kegiatan edukasi, dan komunitas. Anggota dari komunitas Matanesia mayoritas fotografer yang menggeluti bidang jurnalistik. Di Surabaya :

Ialah kata depan untuk menandai tempat dan lokasi pada ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(19)

9

Jakarta. Dengan jumlah penduduk metropolisnya mencapai 3 juta jiwa, Surabaya juga merupakan pusat bisnis, perdagangan, industry, dan pendidikan di kawasan Indonesia Timur. Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia.

Sehingga, kseimpulan pengertian dari judul diatas secara keseluruhan, Galeri Fotografi “Matanesia” di Surabaya ialah bangunan yang menjadi tempat

bernaungnya masyarakat layaknya seperti pusat kegiatan fotografi yang dibuat senyaman rumah tinggal sendiri. Dengan mewadahi segala kegiatan fotografi baik sebagai pusat informasi, pusat galeri foto, maupun tempat berkumpul yang dapat membantu mengapresiasikan karya foto dengan menginformasikan segala hal tentang fotografi di Surabaya sehingga dapat menjadi sarana pusat fotografi pertama di Surabaya.

2.1.2. Studi Literatur

Dalam studi literatur dapat dijelaskan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan materi obyek rancangan, sehingga dapat memperjelas maksud dari rancangan tersebut. Pada studi literatur ini, data diambil dari buku, internet, dan narasumber yaitu mengenai hal-hal yang berhubungan dengan wadah fotografi yang sesuai dengan rancangan.

Menurut pengklasifikasian kategori pusat atau wadah suatu bidang profesi maupun aktivitas terutama bidang fotografi, maka pusat fotografi ini terdiri dari tempat pameran, penyimpanan, pengenalan sejarah fotografi, serta menyediakan tempat bagi seluruh fotografer Surabaya untuk mengadakan seminar, workshop, maupun sekedar berkumpul.

2.1.2.1. Wadah

A. Ruang Pamer (Gallery)

Koleksi-koleksi seni yang dimiliki oleh sebuah museum atau ruang pamer perlu dipamerkan agar dapat diinformasikan dan diapresiasikan kepada masyarakat umum. Agar pameran ini dapat menarik perhatian pengunjung, perlu

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(20)

10

dilakukan penataan yang baik. Koleksi yang tidak dipamerkan harus disimpan dengan baik di ruangan penyimpanan (storage). Agar pengunjung tidak mengalami kebosanan, perlu adanya pergantian koleksi yang dipamerkan dengan yang disimpan. Koleksi yang berada baik di ruang pamer maupun di ruang simpan harus cukup terlindung dari api, coretan dan bencana alam. Adapun misi dari perancangan galeri menurut National Galery of Art, Washington ialah

Collecting

Fungsi utama galeri ialah menjaga seluruh koleksi dari kerusakan untuk generasi mendatang dalam keadaan sebaik-baiknya. Galeri harus mampu membuat serta merealisasikan program yang efektif dalam hal keamanan, pengendalian keadaan lingkungan, perawatan bangunan, dan konservasi.

Exhibiting

Memamerkan koleksi yang dimiliki maupun koleksi lain.

Fostering Understanding

Usaha seperti riset untuk pengembangan karya seni sehingga dapat membuat galeri yang edukatif.

Kebutuhan ruang dari sebuah galeri sebagaimana tercantum dalam New Metric Handbook 1981 dibedakan menjadi 2, yaitu

a. Fasilitas Utama : - Ruang Pamer

 Ruang Penerimaan Koleksi

 Ruag Dokumentasi (kantor, perpustakaan,ruang arsip, catalog, ruang gambar dan cetak)

Workshop

 Ruang Penyimpanan

 Ruang Administrasi ( Ruang perekam, studio desain, workshop konstruksi dan perawatan, loading bays, dan keamanan)

 Ruang Edukasi ( ruang kelas, teater kuliah, kantor dan gudang, laboratorium dan ruang persiapan, ruang media, dan toilet)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(21)

11

 Ruang Pengelola b. Fasilitas Penunjang : - Hall Utama

 Meja Informasi

 Ruang Pemutaran film dan Audio Visual

 Toko

 Café atau Restoran atau Bar

Spesifikasi Dan Ketentuan Teknis

Terdapat beberapa spesifikasi dan kententuan teknis yang perlu di perhatikan dalam perencanaan dan perancangan sebuah art center, spesifikasi dan ketentuannya

Luasan dan Layout Ruang Pameran

Semakin luas ukuran sebuah ruang semakin fleksibel. Hal ini dikarenakan sebuah ruang pamer ditentukan dari besarnya karya, banyaknya karya dan sirkulasi pengunjung.

 Ruang pemeran minimal memiliki luasan untuk kebutuhan tempat karya 3 – 5 m2 dengan tinggi plafon 6 – 7 m. (Neufert 2nd)

 Ruang pamer memiliki luasan untuk tempat kebutuhan tempat material 6 – 10 m2 dengan tinggi plafon 6 – 7 m. (Neufert 2nd)

 Ruang studio foto minimal memiliki luasan 12 – 25 m2 dengan tinggi plafon 3 – 5 m. (Neufert 2nd)

 Ruang kelas minimal memiliki luasan 15 – 30 m2 dengan tinggi plafon 3 – 5 m. (Neufert 2nd)

 Ruang kontrol minimal memiliki luasan 30 m2 dengan tinggi plafon 3 – 5 m. (Neufert 2nd)

Lantai ruang pameran harus datar sehingga memudahkan sirkulasi pengunjung dan memudahkan penyusunan benda – benda yang dibutuhkan di dalam ruang pameran. Begitu juga dengan ruang – ruang lainnya, apabila lantai ruang datar akan memudahkan sirkulasi pengunjung.

Adapun persyaratan umum galeri menurut Neufert Architect Data 1995 (edisi kedua) antara lain :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(22)

12

 Ruang pamer harus aman dari pencuri, bahaya kebakaran, sinar terik matahari, debu, asap, polusi kendaraan atau industri serta bebas dari kebisingan dan getaran.

 Ruang pamer harus terjaga kelembapannya dan lebih baik tidak terkena sinar matahari langsung.

 Galeri harus menyediakan lahan untuk pengembangan pada tahun-tahun berikutnya, dengan asumsi akan terjadi penambahan ruang karena penambahan koleksi.

Galeri dapat didukung oleh fasilitas workshop/studio/garasi dalam bangunan tersendiri atau terpisah dengan ruang pamer.

 Galeri sebaiknya juga dilengkapi dengan ruang penunjang lain seperti kantor administrasi, ruang pertemuan, ruang baca, atau perpustakaan. Semua itu sebisa mungkin berada dalam satu lantai dengan ruang pamer.

B. Ruang Pelatihan

Demam fotografi sedang terjadi belakangan ini. Ada yang mengungkapkan bahwa penjualan kamera DSLR tahun 2008-2009 meningkat hingga 60%, hal ini membuktikan bahwa fotografi semakin digemari dan keberadaan fotografer pun semakin banyak. Yang paling mendominasi ialah kalangan mahasiswa, apalagi mereka menjadikan fotografi sebagai hobi yang menguntungkan karena bisa dijadika lahan penghasilan mereka walaupun entah untuk apa hasilnya mereka gunakan. Namun banyak yang menyalah artikan makna hobi sehingga kegiatan fotografi mengambil alih posisi pendidikan sebagai yang utama menjadi terlupakan. Hal ini mengakibatkan kemerosotan akademis karena kurang pintarnya mahasiswa mengontrol hobi mereka. Mempunyai hobi fotografi bukan jaminan bahwa kualitas sang fotografer sudah setara dengan fotografer professional ataupun fotografer yang bergelar akademis.

Jika mengacu pada jenjang pendidikan setidaknya pertanyaan tersebut sudah terjawab karena terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Namun, semuanya tergantung dari niatan dan visi institusi dalam mengembangkan pendidikan dalam konteks kompetensi profesi dan akademik. Institusi pendidikan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(23)

13

dengan jalur akademik seharusnya dapat mengembangkan keilmuan fotografi lebih jauh. Pada saat yang sama kemunculan institusi pendidikan dapat memberikan alternatif baru dalam proses penciptaan seni visual. Hal tersebut bisa terjadi jika institusi termasuk pengelola dapat mengembangkan kurikulum melalui berbagai pendekatan dalam proses belajar mengajarnya. Salah satu contoh pendekatan yang dapat digunakan dengan teori pendidikan seni Disipline-Based Art Education (DBAE). Dengan teori DBAE fotografi dapat diajarkan secara

efektif melalui intregrasi makna empat dasar disiplin seni yaitu, peneiptaan seni (artistic creations), sejarah seni (art history), tinjauan/kritik seni (art criticism).

dan estetikalfilsafat (aesthetic). (Soeprapto:2002).

2.1.2.2. Persyaratan Ruang Pamer Museum Mini dan Galeri

Benda-benda seni khususnya foto yang dipamerkan merupakan benda dengan nilai estetika tinggi. Namun, benda koleksi tidak hanya terdiri dari foto yang dipajang pada ruang galeri. Pada mini museum sebagai tempat informasi memiliki benda koleksi berbagai jenis tipe kamera dari kamera analog sampai digital, mesin pencetak foto secara manual, karya foto dari berbagai genre fotografi, dan lain-lain. Setiap ruang pamer (galeri) memiliki persyaratan ruang yang berbeda sesuai dengan fungsi dan benda apa yang dipamerkan. Persyaratan tersebut ialah temperature ruang-udara, sistem pencahayaan, ergonomic dan penataan rak display-benda pamer, pentaan perabot, serta standart kenyamanan pengamat.

A. Standart Temperatur Ruang-Udara

Beberapa museum dan ruang galeri mengijinkan adanya transisi lambat untuk kelembaban relative dan temperature dlam menetapkan point-point kebutuhan udara di dalamnya. Koleksi museum biasanya lebih toleran terhadap varisasi temperature dibandingkan RH variasi. Bagaimanapun juga, RH temperature yang sensitive maka temperature harus tetap dibanding RH sehingga RH dapat dikendalikan di dalam suatu ruang sempit (2%) terbentang dari desain penetapan titik. Hal ini telah jelas dalam literature yang menurunkan temperature menjadi lebih baik untuk konservasi lokasi. Walaupun, kenyamanan suhu

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(24)

14

terhadap manusia ± 72-76º F, 68-70º F. Suhu tersebut biasanya menjadi standart ruang pamer pada ruang publik.

Untuk tipologi fungsi museum maupun galeri dan penghawaan merupakan aspek teknis utama yang perlu diperhatikan untuk membantu memperlambat proses pelapukan dari benda koleksi. Beberapa persyaratan teknis itu adalah :

 Suhu udara (temperatur) : bagi koleksi organik dan non-organik antara 20ºC-24ºC.

 Kelembaban (humidity) : bagi koleksi organik dan non-organik berkisar 40%-60%.

B. Sistem Pencahayaan

Pencahayaan merupakan aspek penting dari segala aktivitas indoor karena mempengaruhi kenyaman dalam beraktivitas. Apalagi dalam museum atau ruang pamer dirancang lebih dari kapasitas pencahayaan yang tidak minimum sebagai identitas utama ruang interior selain desain kulit interior.

Macam pencahayaan ada 2, yaitu pencahayaan buatan dan pencahayaan alami. Pecahayaan buatan merupakan penerangan yang paling dominan pada bangunan, terutama museum, ruang galeri, ruang workshop, ruang gelap, ataupun café. Tujuannya ialah sebagai pemenuhan kebutuhan manusia akan cahaya dalam beraktivitas di dalam ruangan. Pencahayaan buatan juga dimaksudkan untuk pengantisipasian cuaca yang tak terduga pada ruang yang membutuhkan pencahayaan alami lebih seperti sirkulasi dan tangga. Adapun persyaratan yang dibutuhkan akan penerangan antara lain :

 Ekonomi

 Memberikan penerangan yang penuh persyaratan dan sesuai dengan fungsinya (contoh ruang pamer dan ruang gelap dimana cahaya alami tidak terlalu dibutuhkan).

 Waktu penggunaan.

Pencahayaan alami memiliki berbagai macam penerapan, karena tergantung dari posisi benda yang dipamerkan sebagai lampu sorot selain penerangan utama pada ruang pamer. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(25)

15

gambar 2.1 dibawah ini

Gambar 2.1 Model pencahayaan pada ruang galeri (Sumber: Neufert, Data Arsitek jilid 2)

Sedangkan pencahayaan alami terdiri dari pencahayaan dari bukaan atas dan jendela atau bukaan samping. Keuntungan dari pencahayan alami ialah tidak menggunakan energi listrik dan tidak menghasilkan efek radiasi energi. Pencahayaan dari bukaan atas memiliki orientasi bebas yang tidak terpengaruh oleh rimbunnya pepohonan sekitar bangunan sehingga cahaya yang didapat lebih leluasa ke seluruh ruangan. Namun dapat menghasilkan panas, beresiko terjadinya kerusakan akibat air dan kelembaban. Pencahayaan dari jendela dapat mempermudah penglihatan keluar ruangan, mempermudah bukaan udara segar sesuai dengan suhu sebenarnya. Namun kekuranga pencahayaan melalui bukaan samping ialah penerangannya tidak merata, terus-menerus, bergantung pada cuaca, serta penerangan diengaruhi oleh tinggi rendah atau jauh dekatnya bangunan sekitar bukaan jendela.

Untuk panjang gelombang lighting adalah 400-700 nanometer (nm), ultra lembayung adalah 300-400, sedangkan ultra lembayung spectrum mempunyai energi lebih yang dapat merusak objek. Karena ultra lembayung (LV) yang lebih mempengaruhi dibanding inframerah (IR) maka perlu dihindari penggunaan alighting dengan efek warna lembayung pada ruang pamer. Dua sumber UV cahaya ringan dan utama ialah cahaya matahari dan lampu neon (David, 2005).

Kebanyakan dalam museum atau ruang pamer, semua pengukur cahaya di area pameran serta koleksi lain perlu adanya LV namun dilindungi dengan kurang dari 75 microwatts tiap satuan cahaya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerusakan pada objek karena efek pencahayaan tersebut. Agar tidak terjadi kerusakan pada benda koleksi maka dilekukan usaha pengaturan pencahayaan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(26)

16

menggunakan pencahayaan alami seperti pada gambar 2.1 di bawah ini

Gambar 2.2 Penyelesaian cahaya matahari pada benda koleksi (Sumber: Tugas Akhir Alan Dumalang, UPN “Veteran” Jatim, 2010)

Selain itu, juga diperlukan adanya pengaturan untuk perletakan dinding temporer. Tata ruang tersebut perlu memenuhi peraturan sebagai berikut :

1. Penjuru sudut diukur dari suatu titik banding dan 5 feet- 4 inchi di atas lantai (yang merupakan suatu rata-rata mata mengukur untuk orang dewasa) harus antara 45 dan 75 derajad secara horizontal.

2. Karena dinding permanen, penjuru/sudut yang ideal pada umumnya 65-70 derajat

3. Semakin sensitif material koleksi / karya seni, semakin sedikit pencahayaan yang disajikan

Beberapa ketentuan dan contoh penggunaan cahaya alami pada museum atau ruang pamer adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Ruang peragaan dan pencahayaan yang baik berdasarkan percobaan di Boston

(Sumber : Data Arsitek edisi 33)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(27)

17

Gambar 2.4 Ruang yang memiliki pencahayaan ideal dengan pencahayaan dari dua sisi, dikembangkan oleh S. Hurst Seager.

(Sumber: Data Arsitek edisi 33)

C. Ergonomi dan Tata LetakPeragaan Pameran

Untuk memudahkan pengunjung dalam melihat, menikmati, dan mengapresiasi koleksi, maka perletakan peraga atau koleksi menjadi sangat penting. Berikut standar- standar peletakan koleksi di ruang pamer museum atau art gallery :

Gambar 2.5 Ruang peragaan dan pencahayaan yang baik berdasarkan percobaan di Boston

(Sumber : Data Arsitek edisi 33)

Gambar 2.6 Hubungan antara dimensi manusia dengan display karya seni (Sumber : Dimensi Manusia & Ruang Interior, 2003)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(28)

18

Gambar 2.7 Ruang peragaan dan pencahayaan yang baik berdasarkanpercobaan di Boston

(Sumber : Data Arsitek edisi 33)

Gambar 2.8 Standar peletakan koleksi (Sumber: Data Arsitek edisi 33)

Untuk pameran dengan pencahayaan dari samping, tinggi tempat gantungan yang baik antara 30o dan 60o, dengan tinggi ruang 6,7 meter dan tinggi ambang 2130 untuk lukisan atau 3400 – 3650 untuk meletakkan patung. Sedangkan ketentuan luasan yang dibutuhkan untuk beberapa macam koleksi antara lain, lukisan 3-5 m2 luas dinding, patung 6-10 m2 luas dinding, dan 1 m2 ruang lemari cabinet untuk koleksi berupa kepingan per 400 keping.

D. Standart Kenyamanan Pengamat

Kenyamanan pandangan pengamat perlu diperhtikan agar pengunjung merasa nyaman dan dapat leluaa untuk melakukan pengamatan terhadap hasil karya seni rupa tersebut. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :

 Kenyamanan pandangan horizontal

Batas standart : 30º - 30º ke kiri dan ke kanan Batas visual : 62º - 62º ke kiri dn ke kanan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(29)

19  Kenyamanan pandangan vertical

Standart : 30º ke atas dan 40º ke bawah

 Kenyamanan pandangan pengamatan

Horisontal : 45º - 45º ke kiri dan ke kanan Vertikal : 30º - 30º ke atas dan ke bawah

 Ukuran dan jarak pandang

Tinggi dan jarak pandang ke obyek koleksi juga menentukan kenikmatan melihatnya.

Untuk lebih jelasnya tentang kenyaman jarak pandang pengamatan manusia dapat dilihat pada gambar 2.9 di bawah ini

Gambar 2.9 Sudut pandang pengamat dan jarak display manusia (Sumber: Dimensi Manusia dan Ruang Interior, 2003)

E. Sirkulasi Ruang Pamer

Jalur sirkulasi di dalam ruang pamer terutama harus mendukung penyampaian informasi, membantu pengunjung memahami dan berapresiasi terhadap esensi pameran. Penentuan jalur sirkulasi nantinya akan bergantung pada runutan cerita yang ingin disampaikan dalam pameran dan pencapaian yang ingin disampaikan untuk dirasakan pengunjung. Berikut ini merupakan beberapa contoh jalur sirkulasi yang biasa digunakan untuk membantu pembentukan sequence dan alur informasi yang ingin disampaikan, dapat dilihat pada gambar 2.10 di bawah ini

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(30)

20

Gambar 2.10 Jalur sirkulasi yang digunakan di ruang pameran (Sumber: Data Arsitek edisi 33)

Jalur sirkulasi harus dapat memberikan keleluasaan kepada pengunjung, terutama yang datang berkelompok, untuk berkumpul ketika mendengarkan penjelasan dari pemandu, maupun ketika melihat benda pamer. Penataan pola sirkulasi harus memperhatikan pola tingkah laku pengunjung (visitor behavior):

 Manusia menyukai kompleksitas visual.

 Manusia cenderung menyukai keseragaman.

 Manusia mempunyai suatu pola untuk melakukan lompatan dari urutan yang sudah ada. Manusia tidak menyukai tata ruang yang beruntun, lebih menyukai kebebasan memilih obyek yang disukainya.

 Dalam memasuki ruangan manusia cenderung melakukan belokan searah jarum jam.

 Bila dihadapkan pada suatu penghalang, manusia cenderung memilih untuk membelok ke kanan, kemudian melakukan belokan searah jarum jam.

 Manusia cenderung membaca display dari kiri ke kanan.

 Pengunjung biasanya hanya melihat display ±30 detik.

Gambar 2.11 Jalur sirkulasi yang lazim digunakan manusia (Sumber: Tugas Akhir Alan Dumalang, UPN “Veteran” Jatim, 2010)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(31)

21

2.1.2.3. Toko Retail

Retail adalah penjualan dari sejumlah kecil komoditas kepada konsumen. Retail berasal dari bahasa Perancis yaitu " Retailer" yang berarti " Memotong menjadi kecil kecil" (Risch, 1991 ). Sedangkan menurut Gilbert (2003) Retail adalah semua usaha bisnis yang secara langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi. Pengertian Retailing sendiri adalah semua aktivitas yang mengikut sertakan pemasaran barang dan jasa secara langsung kepada pelanggan.

Menurut Pintel dan Diamond (1971), Retail dapat di klasifikasikan dalam banyak cara, sebagai contoh Retail dapat di kelompokkan sesuai dengan aktivitas penjualan barang berdasarkan :

Retail Kecil

Bisnis Retail kecil di gambarkan sebagai retailer yang berpenghasilan di bawah $500 pertahun. Pemilik retail pada umumnya bertanggung jawab penuh terhadap seluruh penjualan dan manajemen. Biasanya kebanyakan pemilik toko pada bisnis retail kecil ini dimiliki oleh secara individu (Individual Proprietorship).

Retail Besar

Retailer besar menawarkan berbagai macam jenis produk / barang, tingkat harga dan kenyamanan dalam berbelanja yang cukup tanpa adanya sekat. Hal ini dikarenakan untuk memudahkan pembeli memilih barang yang akan dibeli dan memudahkan sirkulasi pembeli di dalam toko. Dengan pengaturan tata letak yang mayoritas menggunakan meja display kaca dan rak display kaca. Tinggi konter (meja display) memungkinkan barang yang dipamerkan untuk dilihat dengan mudah oleh pembeli dalam posisi duduk ataupun pramuniaga toko pada posisi berdiri. Zona aktivitas pembeli memungkinkan tersedianya ruang yang cukup bagi kursi tersebut. Tingi lutut, panjang lutut, tinggi lipatan lutut, tinggi mata pada posisi duduk merupakan pertimbangan dimensi manusia yang harus diperhatikan dalam perancangan toko retail yang akan digunakan dalam perancangan. Adapun gambar yang dimaksud dapat dilihat di bawah ini

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(32)

22

Gambar 2.12 Posisi pembeli saat duduk dengan meja display tinggi

(sumber : Dimensi Manusia dan Ruang Interior, 2003)

Gambar diatas menunjukkan berbagai jarak bersih bagi suatu meja display setinggi 42 inci (106,7 cm) yang dimaksudkan untuk melayani pemakai pada posisi duduk. Namun, harus diperhatikan kadang di situasi tertentu ketinggian konter tersebut tidak dianjurkan. Pembeli dan pramuniaga yang berukuran tubuh kecil akan sulit dengan konter meja lebih tinggi dari tinggi siku 5% populasi. Selain itu, kondisi penataan dan sirkulasi toko retail fotografi yang biasanya digunakan dapat dilihat di bawah ini

Gambar 2.13 Pengaturan display dan sirkulasi toko retail fotografi

(sumber : Dimensi Manusia dan Ruang Interior, 2003)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(33)

23

2.1.3. Studi Kasus

2.1.3.1. Ruang MES 56, Yogyakarta A. Aspek Lokasi

Ruang MES 56 ini berada di pusat kota Yogyakarta dan kawasan permukiman kota. Berlokasi di Jalan Nagan Lor 17, Patehan, Kraton, Yogyakarta dan dekat dengan Istana Sultan (Keraton Yogyakarta), pusat taman Yogyakarta, dan Pasar Ngasem (Ngasem Bird Market). Museum ini dilengkapi dengan fasilitas untuk eksplorasi fotografi kontemporer, baik dalam teori dan praktek, konseptual dan kontekstual. Melalui fasilitas galeri-basecamp-ruang baca yang dapat menyajikan berbagai pameran dan diskusi

antar fotografer dengan official MES 56 tentang karya-karyanya. Berikut ini merupakan lokasi dan siteplan dari museum ini

Gambar 2.13 Lokasi Ruang MES 56 (Sumber : www.maps.google.co.id, 2011)

Ruang MES 56 ini merupakan mes (tempat basecamp) anggota MES 56 yang terdapat galeri di mana mereka menggantung karya seni, melakukan diskusi, pameran, dan presentasi. Batasan Kompleks HOS bagian batasan Utara adalah Jalan Taman, sedangkan batasan Timur adalah Alun-alun selatan.

B. Aspek Kuantitas

Pengguna

Pengguna dari MES 56 disini ialah pengunjung galeri, fotografer, anggota MES 56, dan peserta exchange programm. Dimana pengunjung galeri disini bisa terdiri dari fotografer luar Yogyakarta, peserta exchange programm, mahasiswa, eksekutif muda, pihak MES 56, maupun

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(34)

24

masyarakat umum lainnya.

Aktifitas

Aktifitas dari bangunan ini layaknya galeri yang selalu terbuka untuk umum, menerima kunjungan dari semua kalangan dengan memamerkan karya fotografer pilihan (melalui tahap presentasi/preview dengan pihak MES 56) serta karya foto MES 56 yang bernilai seni foto kontemporer. Jam Operasional dari pukul 09.00 – 22.00 WIB.

Fasilitas/Program Rancangan

Fasilitas dari MES 56 disini ialah ruang galeri,dimana ruang ini merupakan ruang public sebagai ruang pamer yang ruangannya tidak bersekat namun dibedakan oleh ketinggian ± 20 cm. Selain itu terdapat ruang kamar sebagai tempat tinggal peserta exchange dari negara lain apabila tidak memiliki tempat tinggal sendiri. Ada pula ruang tamu yang merangkap sebagai perpustakaan-café untuk tamu yang ingin menikmati nuansa homy galeri ini. Lalu ada ruang kerja, perpustakaan (ruang baca), ruang terbuka sebagai tempat nongkrong anggota MES 56, dapur, toilet, dan ruang arsip.

Besaran Ruang

MES 56 bukan bangunan dengan tatanan massa karena lokasinya merupakan rumah tinggal biasa yang digunakan sebagai galeri. Untuk lebih jelasnya, denah MES 56 dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 2.14 Denah MES 56 (Sumber : Analisa penulis, 2011)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(35)

25

Apabila diperhatikan dari denah diatas maka terlihat bahwa galeri ini terbagai oleh 2 bagian, yaitu bagian I yang terdiri dari ruang galeri, ruang arsip, ruang kamar peserta exchange program, dan ruang tamu-café. Pada bagian II terdiri dari ruang terbuka (nongkrong) fotografer, ruang baca privat, ruang kerja, kamar tempat tinggal anggota (kost), dapur, dan toilet. Dengan besaran ruang layaknya besaran ruang paa selayaknya rumah tinggal biasa.

C. Aspek Kualitas

Tampilan Bangunan

Secara keseluruhan bangunan MES 56 ini didominasi oleh ciri khas arsitektur tradisional Jawa. Terlihat pada atapnya yang merupakan atap limasan jawa, lalu pada plafonnya menggunakan triplek yang difinishing. Saat memasuki bagian tengah galeri terlihat begitu tradisional karena lantainya masih menggunakan ubin, lalu plafonnya menggunakan kayu yang disusun sejajar seperti parguel yang dipernish. Penggunaan pintu dan jendela kupu-kupu dengan material kayu jati mencerminkan arsitektur tradisional bangunan ini. Dinding tampilan luar bangunan menerapkan teknik finishing yang berbeda 2 bagian, bagian atas menggunakan cat putih lalu pada bagian bawah menggunakan ubi warna gelap. Pada lantai teras bangunan menggunakan keramik berwarna orange kecoklatan berukuran 30 x 30cm. Untuk gambaran tampilan bangunan MES 56 dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 2.15 Tampak depan Ruang MES 56 (Sumber : Dok. Pribadi, 2011)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(36)

26

Interior

Dikarenakan bangunan ini menganut aliran arsitektur tradisional Jawa, maka penggunaan dan tata pengaturan interior (ruang dalam) bernuansa tradisional. Lantai pada seluruh galeri lantai 1 menggunakan ubin berwarna abu-abu gelap dan penggunaan ubin yang sama sebagai pelipit lantai, mengelilingi ruangan berbentuk persegi panjang. Ukuran ubin sendiri ialah 20 x 20 cm. Sedangkan lantai pada ruang kerja dan ruang baca seluruhnya menggunakan material ubin orange susu dengan dikelilingi dinding berwarna putih.

Kesederhanaan tampak pada penggunaan warna cat dinding ruangan yaitu warna putih di seluruh dinding bangunan. Untuk pintu, kolom kayu, dan jendela menggunakan warna ungu sebagai simbol seni keharmonisan ruang dan feminimisme layaknya seni fotografi kontemporer ini. Pada plafon ruang galeri sampai ruang kerja menggunakan kayu yang disusun seperti parguel yang biasa digunakan pada lantai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.15 berikut ini

Gambar 2.16 Interior MES 56 (Sumber : Analisa dan Dok. Pribadi, 2011)

Gambar 2.17 Detail interior MES 56 (Sumber : Analisa dan Dok. Pribadi, 2011)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(37)

27

Penataan display karya foto dibuat random, dalam arti kata pada tiap sisi dinding penataannya tidak sama. Pada salah satu dinding dibuat penataan yang acak, bergerumbul, langsung ditempel di dinding, dan tidak menggunakan pigora ataupun dalam kanvas. Pada sisi dinding yang lain karya foto dipajang dengan rapi – grid, foto diberi pigora, dan ada yang dicetak dalam kanvas. Sedangkan pada salah satu sisi dinding yang lain tidak digunakan sebagai display karya foto, hal ini dikarenakan dinding ini difungsikan sebagai layar proyetor pada saat diadakan diskusi – workshop – dan presentasi dari fotografer yang akan melakukan pameran di galeri ini.

Ruang Luar

Ruang luar bangunan MES 56 ini terkesan lapang karena nuansa yang dihadirkan ialah rumah tradisional dimana latar selalu mengelilingi rumah utama. Hal ini hampir sama seperti di MES 56, dimana terdapar latar ngarep dan latar mburi. Latar ngarep dimanfaatkan sebagai parkir

dan ruang luar untuk bersantai maupun angkringan bagi tamu dan sesama fotografer. Pada latar ngarep tersebut disediakan meja – kursi sebagai simbol bahwa tempat tersebut merupakan angkringan. Dengan diberi perkerasan yang berbeda yaitu menggunakan batu kerikil sebagai path penguat beda fungsi ruang luar. Ruang luar bangunan ini tidak

hanya sekedar tanah yang lapang namun juga ditanami berbagai macam pohon baik pohon sawo, mangga, jambu, dan beringin (sebagai peneduh angkringan. Untuk lebih jelasnya mengenai ruang luar MES 56 ini, dapat

dilihat pada gambar 2.21 di bawah ini

Gambar 2.18 Ruang luar MES 56 (Sumber : Analisa dan Dok. Pribadi, 2011)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(38)

28

Penghawaan dan Pencahayaan

Untuk sistem penghawaan pada bangunan MES 56 menggunakan penghawaan alami karena memanfaatkan bukaan-bukaan jendela yang lebar dan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan alam – sosial sekitar (mengingat bangunan asal ialah rumah tradisional). Penghawaan ini juga memanfaatkan taman pada latar ngarep yang dapat menghasilkan angin alami sebagai sirkulasi udara bangunan.

Pencahayaan yang digunakan disini menggunakan kombinasi pencahayaan alami dan buatan. Pada siang menggunakan pencahayaan alami dari sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan dengan baik melalui bukaannya lalu pada malam hari menggunakan pencahayaan buatan dari lampu flourecent dan lamp pijar (bohlam kuning).

Pola Tatanan Massa

Pola tatanan massa kompleks ini merupakan single building yang berlantai 1. Yang membedakan ialah penataan ruang luarnya dan penataan program ruangnya.

Gambar 2.19 Massa MES 56 (Sumber : Analisa dan Dok. Pribadi, 2011)

2.1.3.2. Museum dan Galeri Foto Antara, Jakarta A. Aspek Lokasi

Museum bertempat di gedung berarsitektur belanda yang dibangun pada awal abad ke 20, bernama Gedung Graha Bhakti di Jalan Antara 59, tepat di jantung kota Jakarta. Gedung tersebut pada awalnya digunakan sebagai kantor redaksi ANTARA, Kantor Berita Nasional Indonesia. Tepat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(39)

29

di depannya mengalir Kali Ciliwung, berada di lingkungan “Passer Baroe” yang diresmikan tahun 1820. Lingkungan ini telah dinyatakan sebagai cagar budaya dimana juga ada bangunan-bangunan arsitektur eropa lainnya seperti Katedral, Gedung Antara, Santa Ursula, Kantor Pos Besar Pasar Baru, Gedung Kesenian Jakarta dan Jembatan Pasar Baru. Lokasi GFJA dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 2.20 Lokasi site GFJA (Sumber : www.maps.google.co.id, 2011)

B. Aspek Kuantitas

Pengguna

Pengguna dari bangunan ini ialah fotografer Antara – Kompas, fotografer lain, eksekutif muda, komunitas Foto Jurnalistik Antara, pengamat budaya, masyarakat sebagai pengunjung galeri – museum ini, dan mahasiswa yang sedang belajar atau mengikuti workshop dari Antara.

Aktivitas

Aktivitas bangunan ini lebih kepada selayaknya galeri yang memamerkan karya foto maupun benda-benda kuno sehingga aktivitas yang terjadi ialah melihat pameran, mempelajari perjalanan sejarah fotografi dan Antara sendiri, mengapresiasi karya foto, belajar – diskusi, dan sharing antar fotografer yang mengadakan workshop regular – no regular serta presentasi – event fotografi yang lain. Dibuka mulai pukul 09.00 – 21.00 WIB.

Fasilitas/Program Rancangan

GFJA memiliki program rancangan yang tidak sekedar galeri dan museum semata, namun telah menjadi institusi pertama yang menelusuri sejarah foto bangsa yang unik dan bersejarah. GFJA sendiri akan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(40)

30

mengembangkan program konservasi foto pertama di Indonesia pada tahun 1999 dengan dukungan Ford Foundation dan museum fotografi di Australia, USA dan Belanda.

Fasilitas yang ada di GFJA ini ialah museum yang memamerkan benda koleksi seperti lokasi dan peralatan komunikasi penyiaran berita proklamasi, bahan tertulis perjalanan Antara sejak berdiri, peralatan produksi dan komunikasi Antara dari dulu hingga sekarang, serta sepeda kuno. Selain itu, fasilitas yang disuguhkan GFJA ialah pameran foto yang mengangkat tema jurnalistik dengan karya fotografer lokal maupun artis-artis lokal – intermasional yang bekerja sama dengan pusat kebudayaan asing di Indonesia. Fasilitas lain yang diberikan GFJA ialah sisi pendidikan dengan perpustakaan serta diskusi regular, pertemuan, dan workshop regular – non regular yang telah terjadwal secara sistematis.

GFJA juga berupaya ikut berperan dalam manajemen foto dan penerbitan dengan cara menawarkan jasa photo-exhibition organizer, stock-photo, photo-assignment, penyedia foto komersial (non berita), dan

riset foto. Dengan segudang pengalaman dalam bidang jurnalistik yang memberikan nilai tambah tersendiri bagi klien-kliennya yang berasal dari perusahaan, pusat kebudayaan asing dan institusi lainnya.

Besaran Ruang

GFJA ini merupakan gedung bangunan lama yang dimanfaatkan menjadi ruang galeri – museum, dan bukan bangunan dengan tatanan massa melainkan single building. Pengolahan ruang yang berearti pada sisio perombakan ruang interior. Untuk lebih jelasnya, denah GFJA dapat dilihat pada gambar denah di bawah ini

Gambar 2.21 Denah GFJA

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(41)

31

C. Aspek Kualitas

Tampilan Bangunan

Bangunan ini memiliki tampilan yang cukup berbeda dan dapat memukau tiap masyarakat yang tahu. Menganut gaya bangunan kolonial art-deco membuat bangunan ini Nampak kokoh yang bersifat kokok – massif. Pemakaian warna yang mayoritas abu-abu dan putih menunjukkan kesederhanaan dari ciri ketegasan dan kekokohan bangunan dengan ciri kolonial ini. Tampak depan bangunan ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 2.22 Tampak depan GFJA (Sumber : website GFJA, 2011)

Interior

Gaya gedung kolonial art-deco sangat mempengaruhi bagaimana interior bangunan ini. Sekilas tidak jauh beda dengan House of Sampoerna Surabaya. Penataan denah dan program ruang seperti panggung yang dari lantai atasnya dapat melihat aktivitas pada denah lantai bawahnya (karena menggunakan dinding kaca), penggunaan material kayu parguel pada salah satu level lantai, penggunaan kolom yang khas bangunan kolonial tradisional betawi dengan penerapan warna putih sebagai simbol kesederhanaan, dan penataan lighting yang terkesan mewah – megah sebagai cermin kekokohan – keanggunan bangunan ini.

Pada office bangunan, menerapkan gaya modern dimana penggunaan kaca sebagai dinding mendominasi lalu perabot yang sangat modern – minimalis (mayoritas berwarna hitam) dan dengan nuansa

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(42)

32

modern yang disuguhkan. Penataan interior yang modern juga terlihat pada pemilihan teknik display karya foto jurnalistik Antara, yaitu cetak permanen pada kanvas solid. Adapun interior bagian office GJFA dapat dilihat di bawah ini

Gambar 2.23 Interior office GJFA (Sumber : Analisa dan Dok. Pribadi, 2011)

Campuran nuansa modern klasik sangat kental pada interior bangunan GJFA ini, hal ini dapat diperhatikan pada pemilihan warna-warna yang cukup kontras namun bermain harmoni yaitu putih, hitam, krem kekuningan, merah, coklat, dan abu-abu terang. Pemilihan material untuk tangga bangunan juga sangat kotras, yaitu aluminium / stainless steel yang dipadukan dengan beton. Penataan display foto mayoritas rapi – grid hanya 1 jalur pada galeri utama dengan ukuran yang berbeda, yaitu seukuran pigora foto, pigora lukisan besar – sedang, dan ukuran A4 – folio. Display pun tidak hanya loss tanpa adanya artwork namun siberikan unsur penguat pesan seni dengan adanya patung – sepeda kebo – alat-alat kuno (seperti museum HOS Surabaya). Hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 2.24 Interior galeri - museum GJFA (Sumber : Analisa dan Dok. Pribadi, 2011)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(43)

33

Sehingga, bangunan ini sangat mengandung nilai arsitektural yang tinggi walaupun masih memanfaatkan bangunan kuno namun diolah dengan interior yang jaman sekarang dengan eksterior jaman kolonial.

Ruang Luar

Dikarenakan berada di pusat kota Jakarta dan kawasan arsitektur kolonial Eropa maka, ruang luar yang diolah pun tidak terlalu luas layaknya ruang luar penataan bangunan tatanan massa. Hanya pengolahan taman kecil sehingga menimbulkan efek teduh namun tak banyak lahan yang dapat diolah, melainkan hanya perkerasan jalan.

Pola Tatanan Massa

Tatanan bangunan GFJA ini merupakan single building yang terdiri dari 3 lantai dengan pembeda fungsi ruang oleh level lantai. Lantai 1 untuk galeri utama, lantai 2 untuk museum, lalu lantai 3 untuk artshop dan dapat mengamati kondisi museum dari lantai 3 tersebut. Dengan pola ruang radial sehingga dapat berkeliling sepuasnya.

2.1.3.3. International Center of Photography, New York A. Aspek Lokasi

International Center of Photography ialah sebuah museum fotografi, sekolah, dan pusat penelitian tentang seni-fotografi di Midtown Manhattan, New York City. Lebih tepatnya terletak di 1114 Avenue of the Americas at 43rd Street, New York. Bangunan ini merupakan kolaborasi antara entertainment dengan education tentang segala hal yang berhubungan

dengan fotografi. Untuk lebih tepatnya dapat dilihat di gambar bawah ini

Gambar 2.25 Lokasi International Center of Photography (Sumber : www.maps.google.co.id, 2011)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(44)

34

Selain terdapat museum, International Center of Photography juga memiliki sekolah fotografi yang termasuk dalam kompleks bangunan ICP. Sekolah fotografi ICP ini merupakan salah satu sekolah terbaik dan terlengkap di bidang fotografi. Sekolah ini terletak di Gedung Grace di 1114 Avenue of the Americas, berada di diagonal (seberang) museum.

B. Aspek Kuantitas

Pengguna

Pengguna bangunan ICP ini adalah masyarakat umum (untuk pengunjung museum), para fotografer, seniman lain, siswa dan pengajar sekolah fotografi ICP.

Aktivitas

Aktivitas pengguna dari kompleks ICP ini beragam macamnya, dikarenakan macam fungsi perancangan bangunan yang lebih dari 1 fungsi. Urutan aktivitas pengguna (pengunjung) museum adalah parkir, menunggu, antri (pembelian tiket masuk) di receptionist, melihat obyek dalam museum, belajar, mendengar/menyerap informasi, menonton pameran, mendokumentasi, membaca informasi, makan dan bersantai di café. Sedangkan, urutan aktivitas pengajar dan siswa skolah fotografi ICP ialah parkir, menunggu, proses KBM, studio praktek, menyerap informasi, dan makan dan bersantai di café.

Fasilitas/Program Rancangan

ICP merupakan sebuah museum - sekolah yang didedikasikan untuk pemahaman dan apresiasi fotografi. Melalui penciptaan program dengan kualitas terbaik untuk memajukan pengetahuan tentang media. Termasuk pameran, koleksi, dan pendidikan bagi masyarakat umum, anggota gallery, mahasiswa, dan profesional di bidang fotografi. Fasilitas yang disediakan oleh ICP anrata lain museum, ruang pamer, kelas, studio foto, perpustakaan, café, ruang workshop, gallery store, ruang pamer temporer dan fasilitas penunjang lainnya. Untuk lebih jelas bagaimana studio foto sekolah ICP ini dapat dilihat di gambar bawah ini

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(45)

35

Gambar 2.26 Studio foto ICP, NY

(Sumber : www.internationalcenterofphotography.com, 2011)

Besaran Ruang

Total besaran bangunan ini ialah 17.000 m2 dengan besar an r uang yang hampir sama dengan besar an ruang museum-museum di

Indonesia. Namun, pada lantai 2 museum ini luasannya sama dengan

lantai 1. Pengatur an ruang museum tidak menggunak an sekat

pembatas per manen dan ti dak ter bagi dalam banyak r uang sehingga

luas dan lapang. Untuk lebih j elasnya, besar an r uang museum ICP

dapat dil ihat pada gambar di baw ah ini

Gambar 2.27 Ruang pamer museum ICP

(Sumber : www.internationalcenterofphotography.com, 2011)

D. Aspek Kualitas

Tampilan Bangunan

Tampilan bangunan dari ICP ini mengandalkan penggunaan kaca sebagai simbol transparansi aktivitas museum serta frame besi untuk memperkuat unsur kemodernan bangunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Gambar

Gambar 2.13 Pengaturan display dan sirkulasi toko retail fotografi (sumber : Dimensi Manusia dan Ruang Interior, 2003)
Gambar 2.13 Lokasi Ruang MES 56 (Sumber : www.maps.google.co.id, 2011)
Gambar 2.14 Denah MES 56  (Sumber : Analisa penulis, 2011)
Gambar 2.15 Tampak depan Ruang MES 56 (Sumber : Dok. Pribadi, 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

kegiatan museum, fasilitas yang perlu disediakan, jenis pameran, tata letak benda pamer, tuntutan desain, faktor kenyamanan visual, teori tata ruang luar dan tata ruang

Sesuai dengan konsep perancangan yang ada, interior pada museum film ini menggunakan sirkulasi yang dinamis sehingga pengunjung bebas bergerak, namun pada area pamer

Desain interior museum teh ini memiliki gaya desain yang berbeda dari museum-museum yang terdapat di Surabaya, yaitu dengan menerapkan gaya desain modern natural, serta

Galeri ini dirancang dengan gaya desain modern dengan alasan target pengunjung yang menengah ke atas dan bersifat eksklusif, dengan menghadirkan fasilitas galeri

Pada studi kasus perancangan pusat fotografi ini, pengaplikasian pencahayaan pada ruang galeri dapat memberikan kesan-kesan tertentu terhadap karya, dengan pengaturan dari

Gambar 13 Interior ruang pamer pada Hotel Tugu Malang (Sumber: Google ruang pamer Hotel Tugu malang).

Arah datangnya cahaya alami dapat menciptakan ekspresi yang berbeda pada tampilan benda pamer di dalam galeri, yaitu pencahayaan dari atas, pencahayaan

Gambar 2.4 Interior Ruang Pamer Museum Zoologi Bogor Sumber : krbogor.lipi.go.id diakses Selasa, 10 Maret 2020 pukul 18.54 Koleksi Museum Zoologi yang berada di gedung