BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Geografi merupakan studi objek tentang permukaan bumi yang mengarah pada sistem ekologi dan sistem keruangan. Sistem ekologi berkaitan terhadap lingkungan hidup manusia, antara kegiatan manusia dan lingkungan. Sistem keruangan berkaitan dengan hubungan antar wilayah dalam hubungan timbal balik yang kompleks dari aktivitas manusia (Haggett, 2001). Permukaan bumi sebagai lingkungan hidup dikaji melalui pendekatan kelingkungan atau ekologi (ecological approach). Geomorfologi yang mengkaji tentang konfigurasi permukaan bumi merupakan bagian dari ilmu geografi fisik (physical geography) menunjukkan gejala alam atau fisikal yang mempengaruhi kehidupan manusia. Gejala alam yang timbul dapat mendukung serta sekaligus membatasi aktivitas manusia. Salah satu gejala alam yang mempengaruhi kehidupan manusia adalah longsorlahan.
Longsorlahan (landslide) merupakan proses alam yang terjadi pada musim penghujan di lereng-lereng pegunungan/perbukitan. Longsorlahan menunjukkan perwujudan alam mencari keseimbangan baru yang dinamis. Peristiwa longsorlahan dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan hasil dari aktivitas manusia. Menurut Varnes (1978, dalam USGS, 2004), longsorlahan merupakan gerakan lereng tidak stabil yang dapat dibedakan menjadi jatuhan (falls), robohan (topples), longsoran (slides), sebaran (spreads), dan aliran (flows).
Gambar 1.1 Grafik Jumlah Kejadian dan Korban Bencana Longsorlahan di Pulau Jawa
(Sumber: Hadmoko, 2009)
Longsorlahan merupakan gejala fisik dari proses alam pada lereng perbukitan/ pegunungan, seperti halnya yang terjadi di Pegunungan Menoreh, Kabupaten Kulonprogo. Kabupaten Kulonprogo merupakan wilayah yang sering mengalami peristiwa bencana longsorlahan terutama yang seringkali terjadi ada empat kecamatan, diantaranya: Kecamatan Samigaluh, Kecamatan Kalibawang, Kecamatan Girimulyo dan Kecamatan Kokap. Keempat wilayah kecamatan tersebut pada musim penghujan rawan terhadap bencana longsorlahan serta merupakan wilayah endemis karena bencana longsorlahan terjadi beberapa kali setiap tahun.
Kejadian longsorlahan paling banyak terdapat di Kecamatan Girimulyo sebanyak 60 kejadian, antara lain: tahun 2010 sebanyak 10 kejadian, tahun 2011 sebanyak 44 kejadian, dan tahun 2012 sebanyak 6 kejadian. Kecamatan Samigaluh juga menunjukkan kejadian yang cukup tinggi sebanyak 42 kejadian, diantaranya pada tahun 2010 sebanyak 3 kejadian, tahun 2011 sebanyak 25 kejadian, dan tahun 2012 sebanyak 14 kejadian. Informasi kejadian longsorlahan di Kabupaten Kulonprogo dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.
Tahun
Orang Terluka Korban Meninggal Angka Kejadian
An
g
k
a Keja
d
ian
Orang
T
e
rluk
a dan
M
en
in
g
g
Tabel 1.1 Informasi Kejadian Longsorlahan Kabupaten Kulonprogo
No. Tahun Kecamatan Kejadian
1. 2007 Kalibawang 2
Kokap 6
2. 2010 Samigaluh 3
Kalibawang 1
Girimulyo 10
Pengasih 1
3. 2011 Samigaluh 25
Girimulyo 44
Pengasih 4
4. 2012 Samigaluh 14
Kalibawang 9
Girimulyo 6
Kokap 7
Sumber: Kesbanglinmas Kabupaten Kulonprogo (2007) dan BPBD Kabupaten Kulonprogo (2012)
Tabel 1.2 Informasi Korban/Kerugian Akibat Longsorlahan Kabupaten Kulonprogo
No. Tahun Korban/Kerugian
Meninggal Mengungsi Luka-luka Kerusakan Rumah
1. 2006 - - - 500
2. 2007 - - - 8
3. 2010 - 6 - 14
4. 2011 4 - 5 5
5. 2012 - 1 - 6
Sumber: Kesbanglinmas Kabupaten Kulonprogo (2007) dan BNPB (2012)
Banyaknya kejadian longsorlahan di Kabupaten Kulonprogo dapat dikaji menggunakan pendekatan ekspresi topografi terhadap konfigurasi lereng yang dicerminkan melalui garis kontur. Ekspresi topografi digunakan sebagai pendekatan pemetaan longsorlahan untuk membuktikan kebenaran di lapangan tentang daerah yang rawan dan pernah terjadi longsorlahan. Menurut Rogers (2004), analisis ekspresi topografi dari peta topografi dapat dengan mudah dimanfaatkan untuk pemetaan bahaya longsorlahan. Ekspresi topografi menunjukkan konfigurasi lereng melalui bentuk dan pola dari garis kontur, digunakan sebagai indikator dalam mengidentifikasi longsorlahan. Bentuk dan pola garis kontur diinterpretasi anomali bentuk kontur berupa “u”, bentuk “v”, dan bentuk “n” yang mencerminkan daerah lembah, perbukitan, atau pegunungan. Pola merupakan tingkat kerapatan kontur yaitu rapat dan tidak rapat atau renggang yang menunjukkan kemiringan, panjang, dan ketinggian daerah, serta menunjukkan bentuk lereng berupa landai seragam, curam, cembung, dan cekung. Identifikasi longsorlahan menggunakan interpretasi ekspresi topografi dipertajam dengan metode visualisasi topografi 3D menggunakan TIN (Triangulated Irregular Network) yang merepresentasikan permukaan bumi secara akurat. Ketinggian, bentuk pada permukaan lereng/kelerengan seperti punggung bukit, dan lembah aliran sungai direpresentasikan melalui TIN (Zeiler, 1999).
longsorlahan. Lereng berbentuk cekung diperkirakan rawan terjadi longsorlahan karena air hujan mudah untuk jatuh/masuk ke dalam tanah dengan bidang cekung, yang lebih cepat mengalami jenuh air dan menimbulkan gerakan geser di sekitar sumbu yang sejajar dengan permukaan tanah. Gerakan geser pada lereng cekung dapat tergolong jenis longsoran rotasi (rotational slide) atau slump karena dicirikan dengan permukaan pecah dengan bidang cekung melengkung ke atas (Varnes, 1978 dalam USGS, 2004). Lereng curam dapat diperkirakan rawan terjadi debris flow karena aliran air permukaan yang kuat oleh curah hujan tinggi yang dapat mengikis dan memindahkan material tanah yang gembur atau batuan dengan cepat karena bidang kecuraman lereng (Varnes, 1978 dalam USGS, 2004). Bentuk lereng curam/terjal juga dapat menunjukkan terjadinya longsorlahan jatuhan, seperti tebing oleh adanya gravitasi, pelapukan dapat melepaskan gerakan material massa tanah dan batu/batuan. Atas dasar karakteristik atau konfigurasi lereng yang dicerminkan oleh garis kontur sebagai pendekatan kajian longsorlahan, maka dituangkan penulisan berjudul: Analisis Ekspresi Topografi untuk Pemetaan Longsorlahan di Wilayah Kabupaten Kulonprogo.
1.2. Perumusan Masalah
Pemetaan longsorlahan dapat dilakukan menggunakan ekspresi topografi. Ekspresi topografi merupakan kesan kenampakan permukaan bumi berupa konfigurasi relief dan kelerengan melalui pola dan bentuk kontur pada peta topografi. Interpretasi digunakan sebagai metode dalam pemetaan longsorlahan dan digunakan metode visualisasi topografi 3D melalui TIN.
Berdasarkan latar belakang permasalahan, dapat dirumuskan beberapa permasalahan berikut.
1. Bagaimanakah identifikasi longsorlahan berdasarkan ekspresi topografi di daerah penelitian?
3. Bagaimanakah pemetaan longsorlahan melalui pendekatan interpretasi ekspresi topografi dipertajam dengan visualisasi topografi 3D dan pengetahuan kebencanaan lokal?
4. Bagaimanakah akurasi hasil pemetaan berdasarkan kedua metode tersebut?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. mengidentifikasi longsorlahan berdasarkan ekspresi topografi di daerah penelitian;
2. memetakan longsorlahan dengan interpretasi ekspresi topografi di daerah penelitian;
3. memetakan longsorlahan dengan visualisasi topografi 3D dan pengetahuan kebencanaan lokal; dan
4. menguji tingkat ketelitian hasil pemetaan dengan membandingkan kesesuaian secara keseluruhan melalui survei lapangan.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat ilmiah dan praktis, yaitu:
1. penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidang keilmuan dan tambahan pustaka khususnya mengenai pemetaan longsorlahan berdasarkan ekspresi topografi dari peta topografi;
2. membuat peta atau memetakan longsorlahan melalui interpretasi peta topografi (ekspresi topografi) sebagai bahan monitoring longsorlahan saat ini dan masa mendatang guna berkontribusi dalam manajemen bencana.
1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya 1.5.1. Peta Topografi
pelana (saddle), cekungan (depression), alur sungai (draw), taji (spur), tebing (cliff), bahkan pemotongan dan pengisian daerah (cut and fill) dapat ditafsirkan melalui interpretasi garis kontur (Department of The Army, 2001).
Gambar 1.2 Konfigurasi relief pada peta topografi (Department of The Army, 2001)
Selain relief, garis kontur dapat menunjukkan jenis atau bentuk lereng, yaitu lereng landai seragam (gentle), lereng curam (steep), lereng cembung (convex), dan lereng cekung (concave) (Aamli Kam, 2006; Department of The Army, 2001). Lereng landai dicirikan dengan garis kontur berbentuk “u” yang seragam dan tampak lembut serta pola kontur yang tidak rapat (sedang). Lereng curam dicirikan oleh garis kontur yang sangat rapat. Lereng cembung dicirikan dengan pola yang sangat rapat pada kaki lereng, dan pada atas lereng memiliki pola renggang. Sebaliknya pada lereng cekung sangat rapat garis konturnya pada atas lereng dan lebih renggang pada kaki lereng atau lereng bawah (Department of The Army, 2001). Pola dan bentuk garis kontur pada topografi yang mencerminkan konfigurasi relief dan lereng menunjukkan kesan kenampakan permukaan bumi yang merupakan ekspresi topografi.
1. BUKIT 4. PELANA 7. TAJI 10. PENGISIAN
2. LEMBAH 5. CEKUNGAN 8. TEBING
.
Gambar 1.3 Lereng cembung dan lereng cekung (Aamli Kam, 2006)
[image:9.595.150.484.446.727.2]Gambar 1.5 Bentuk lembah “v” dan bentuk lembah “u” (Aamli Kam, 2006)
[image:10.595.140.466.443.711.2]1.5.2. Interpretasi Peta Topografi
Interpretasi peta merupakan kegiatan melihat dan mengamati sebuah peta dan mencari penjelasan terhadap pola dari objek tersebut (Muehrcke, 1978). Interpretasi peta topografi lebih menekankan pada pengamatan terhadap garis kontur untuk menafsirkan medan atau konfigurasi relief dan kelerengan suatu daerah.
Beberapa konfigurasi lereng dapat terlihat melalui interpretasi ekspresi topografi, seperti lereng datar, landai, agak miring, miring, terjal, dan amat terjal. Data topografi penting karena terdapat keterkaitan terhadap proses gerak massa ataupun longsorlahan yang bekerja pada sebidang lahan dengan kelerengan tertentu (Suharjo, 1996). Data peta topografi dapat memberikan informasi tentang relief atau kelerengan dari garis konturnya. Melalui ekspresi topografi, peneliti melakukan interpretasi terhadap pola dan bentuk garis kontur untuk dilakukan identifikasi longsorlahan.
Menurut Rogers (2004) berbagai kombinasi yang digunakan sebagai indikator ekspresi topografi untuk mengidentifikasi tipe atau jenis longsorlahan, sebagai berikut.
1. Divergent contours, kontur dimana terdapat kurva lereng atas dan kurva lereng bawah (kontur berbentuk “n” dan kontur berbentuk “u”) yang menunjukkan anomali atau penyimpangan garis kontur.
2. Crenulated contours, kontur yang menunjukkan pola gelombang atau lekukan pada kurva lereng atas maupun kurva lereng bawah.
3. Arcuate headscarp evacuation areas, kontur berbentuk kurva lengkung pada batas bukit dari longsorlahan yang dibentuk karena terjadi penghilangan atau perpindahan material longsoran ke lereng bawah.
4. Isolated topographic benches, kontur dengan kurva lengkung atas (bentuk kontur “n”) yang menunjukkan rotasi/putaran bidang luncur (slump) pada permukaan lereng atas.
5. Extended topographic ridges or isolated topographic knobs, kontur yang menunjukkan terjadi gerakan perpindahan geser yang menarik massa material punggung bukit ke lereng bawah.
6. Sudden up- or down-slope turns in hillside contours, kontur dimana lereng bukit bergerak turun. Sering disebabkan oleh gerakan lereng bawah dari bagian yang terisolasi atau terjadi pemisahan dari lereng bukit.
7. Stepped topography, kontur yang menunjukkan penurunan lereng (retrogressive slump) atau sebaran lateral lereng (lateral spreading) dengan periode yang berulang.
8. Fan profiles, kontur yang berbentuk kipas, seperti kenampakan geomorfologi berupa kipas aluvial, yang kemungkinan besar adalah endapan cuping (depositional lobes) dapat berupa aliran runtuhan (debris flows), aliran tanah (earth flows), atau sebaran lateral (lateral spreads).
longsorlahan. Konfigurasi permukaan lereng/kelerengan seperti punggung bukit, pelana, cekungan, tebing dan lembah aliran sungai dapat direpresentasikan secara akurat (Zeiler, 1999), sehingga upaya pengidentifikasian longsorlahan diperjelas dengan menggunakan TIN.
Gambar 1.7 Anomali topografi digunakan dalam identifikasi longsor (Rogers, 2004)
Gambar 1.8 Anomali topografi terkait dengan landsliding. Gambar menunjukkan slide
translasi (translational slide) yang besar dengan earth flows yang lebih kecil dan slumps
[image:13.595.186.473.422.639.2]1.5.3. Longsorlahan (Landslide)
Longsorlahan mendeskripsikan berbagai proses yang menghasilkan pergerakan ke luar dan ke bawah (terlepas) dari material pembentuk lereng berupa batuan, tanah, atau kombinasinya. Material dapat bergerak dengan jatuhan, robohan, longsoran, sebaran, atau aliran (Varnes, 1978 dalam USGS, 2004). Gambar 1.9 berikut menunjukkan ilustrasi grafis dari longsorlahan, disertai penjelasan istilah dari kenampakan longsorlahan.
Gambar 1.9 Jenis longsorlahan slump-earth flow, dan penamaan bagian-bagiannya (Varnes,
1978 dalam USGS, 2004)
material longsor pada permukaan lereng. Transverse cracks merupakan retakan melintang dari material longsor. Transverse ridge berupa punggungan melintang dari material longsor. Radial cracks merupakan susunan jari-jari yang melingkar dari material longsor, dan toe menujukkan jari-jari kaki dari material longsor sejauh material tersebut bergerak.
Berbagai jenis longsorlahan dapat dibedakan oleh jenis material yang terlibat dan mekanisme pergerakan. Sistem klasifikasi pergerakan berdasarkan parameter jenis material ditunjukkan Tabel 1.3 berikut.
Jenis Pergerakan
Jenis Material
Batuan dasar
Teknika Tanah
Berbukit kasar Berbutir halus
Jatuhan Jatuhan batu Jatuhan bahan rombakan Jatuhan tanah
Robohan Robohan batu Robohan bahan rombakan Robohan tanah
Longsoran
Rotasi Nendatan batu Nendatan bahan rombakan Nendatan tanah
Translasi
Longsoran blok
batu
Longsoran blok bahan
rombahan
Longsoran blok
tanah
Longsoran batu Longsoran bahan rombakan Longsoran tanah
Sebaran Lateral Sebaran batu Sebaran bahan rombakan Sebaran tanah
Aliran Aliran batu
(rayapan dalam)
Aliran bahan rombakan Aliran tanah
Majemuk (Kompleks) Gabungan dua atau lebih jenis pergerakan
Sumber: Varnes (1978, dalam USGS 2004)
1. Longsoran
Longsoran (slides) merupakan gerakan penurunan lereng dari tanah atau massa batuan sebagai perlapisan struktur batuan pada permukaan yang terpecah atau zona regangan geser yang kuat. Longsoran dicirikan dengan adanya permukaan geser yang jelas, pergerakan massa pada hubungan antara tanah atau batuan yang mendasarinya.
Dua jenis utama dari longsoran, yaitu: longsoran rotasi dan longsoran translasi. Longsoran rotasi (rotational slide) merupakan longsoran dimana permukaan pecah dengan bidang cekung melengkung ke atas dan gerakan geser berotasi sekitar sumbu yang sejajar dengan permukaan tanah dan melintang terhadap longsoran (Gambar 1.10.A). Longsoran translasi (translational slide) merupakan massa bergerak geser disepanjang bidang permukaan dengan sedikit rotasi atau mundur miring (Gambar 1.10.B). Terdapat longsoran blok (block slide) merupakan longsoran translasi dimana massa batuan bergerak dengan terdiri dari satu unit atau beberapa unit terkait yang bergerak menuruni lereng sebagai massa relatif koheren (Gambar 1.10.C).
2. Jatuhan
Jatuhan (falls) merupakan gerakan pelepasan tanah atau batuan dari permukaan yang curam atau tebing, dimana gerakan perpindahan sedikit atau tidak terjadi yang kemudian material turun melalui udara dengan jatuh, berguling, dan memantul. Jatuhan sangat dipengaruhi gravitasi, pelapukan mekanis, dan tekanan air pori. Jatuhan menunjukkan gerakan mendadak dengan massa berupa material geologi, seperti batu dan batuan besar, yang terlepas dari lereng curam atau tebing (Gambar 1.10.D).
3. Robohan
Robohan (topples) merupakan gerakan rotasi maju keluar dari kemiringan massa tanah atau batuan dengan perpindahan massa di sekitar titik atau sumbu bawah pusat gravitasi (Gambar 1.10.E).
4. Aliran
kering). Ada gradasi dari aliran ke longsoran tergantung pada kadar air dan pergerakan. Ada lima kategori dasar jenis longsor aliran (flow), antara lain:
a. aliran runtuhan (debris flow), adalah bentuk gerakan massa yang cepat dimana kombinasi tanah lepas, batuan, bahan organik, udara, dan air mengalami perpaduan material sebagai cairan yang mengalir menuruni lereng (Gambar 1.10.F). Aliran runtuhan < 50% berupa material halus. Aliran runtuhan umumnya disebabkan oleh aliran air permukaan yang kuat, karena berat curah hujan atau pencairan salju yang cepat, yang mengikis dan memindahkan tanah yang gembur atau batuan di lereng curam. Aliran runtuhan umumnya juga memindahkan dari jenis longsorlahan lain yang terjadi pada lereng yang curam, jenuh air, dan sebagian besar terdiri dari lumpur dan material berupa pasir. Sumber daerah aliran runtuhan sering berkaitan dengan selokan yang curam, dan aliran runtuhan biasanya ditandai dengan adanya kipas runtuhan yang menempati pada bibir selokan. Kebakaran yang menggunduli lereng vegetasi mengakibatkan lereng menjadi sangat rentan terhadap aliran runtuhan.
b. longsoran runtuhan (debris avalanche), adalah gerakan material tanah, batuan atau es yang sangat cepat (Gambar 1.10.G).
c. aliran tanah (earthflow), memiliki karakteristik berbentuk "jam pasir" (Gambar 1.10.H). Material lereng mencair dan bergerak, membentuk mangkuk atau depresi di kepala permukaan lereng. Alirannya memanjang dan biasanya terjadi pada material halus atau tanah liat dan batuan di lereng sedang dan dalam kondisi jenuh air. Namun, juga mungkin pada aliran kering dengan material granular atau berupa butiran-butiran kecil.
d. semburan/aliran lumpur (mudflow), adalah aliran tanah yang terdiri dari material yang cukup basah mengalir cepat dan mengandung setidaknya 50% pasir, debu, dan tanah liat berukuran partikel. Aliran lumpur (mudflow) dan aliran runtuhan (debris flow) umumnya disebut sebagai "mudslide."
Pada umumnya ada tiga jenis longsor rayapan: (1) musiman, dimana gerakan dalam kedalaman tanah dipengaruhi oleh perubahan musim, kelembaban tanah dan suhu tanah; (2) terus menerus, dimana tekanan geser terus menerus melebihi kekuatan material; dan (3) progresif, dimana lereng yang mencapai titik kerusakan sebagai gerakan massa dari jenis longsor lain. Rayapan ditunjukkan dengan adanya batang pohon yang melengkung atau miring, pagar atau dinding penahan bengkok, tiang atau pagar miring, dan ombakan kecil berupa getaran dari tanah atau pegunungan (Gambar 1.10.I).
5. Sebaran Lateral
Gambar 1.10 Jenis-jenis peregerakan longsorlahan (Varnes, 1978 dalam USGS, 2004)
1.5.4. Penelitian Sebelumnya
slides, shallow retrogressive slump complexes, and theater-head slump-flow complexes. Foto udara digunakan sebagai informasi kajian terhadap batuan dasar, struktur batuan, dan pemetaan tingkat kejadian longsorlahan. Penelitian ini menunjukkan bahwa peta topografi dapat dengan mudah dimanfaatkan untuk pemetaan bahaya longsorlahan. Bentuk yang paling umum dari ekspresi topografi yaitu: kontur divergen (divergent contours), lekukan kurva kontur (crenulated contours), bentuk kurva lengkung pada batas bukit (arcuate headscarp evacuation areas), bentuk kontur “n” yang terisolasi (isolated topographic benches), punggung bukit yang terisolasi (extended topographic ridges or isolated topographic knobs), lereng bukit bergerak turun (sudden up- or down-slope turn in hillside contours), pergeseran/perpindahan pola (stepped topography), dan profil kipas (fan profiles).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa longsorlahan yang telah dipetakan terjadi akibat pengaruh guncangan tanah yang intensif terkait dengan peristiwa gempa bumi tahun 1811 – 1812 di New Madrid. Sebanyak 254 terjadi longsorlahan di LaGrange, pulau Stubbs, Helena, antara lain: 98 jenis longsorlahan slumps atau retrogressive slump complexes; 66 block slide; 52 earth flows; 20 theater-head erosion complexes; dan teridentifikasi 18 lateral spreads. Angka yang tinggi ditunjukkan pada jenis longsorlahan slumps yang dimungkinkan oleh faktor karakteristik material yang homogen pada Crowley’s Ridge. Jenis rotational slumps juga menunjukkan bentuk material yang homogen. Longsoran paling tinggi terjadi pada Villey Ridge yang ditunjukkan dengan kebenaran/kenyataan bahwa di lokasi tersebut jauh lebih dekat terhadap episenter gempa tahun 1811 – 1812 serta di lokasi tersebut pernah terjadi guncangan tanah yang keras/besar.
wilayah tersebut hampir sebanyak 100 kejadian longsorlahan telah dipetakan tahun 1996. Metode yang digunakan adalah pemetaan kejadian longsorlahan dan pemetaan lapangan menggunakan DEM (digital elevation model), menyelidiki karakteristik topografi (lereng, bentuk lereng perbukitan, pertambahan area akibat kejadian longsorlahan sebelumnya, dan arah hadap lereng), serta menggunakan data/peta vegetasi yang dioverlay dengan peta bekas/kejadian longsorlahan sebelumnya. Kajian kerentanan longsorlahan menggunakan model SHALSTAB (model matematis deterministik) untuk menentukan kerentanan relatif terhadap longsorlahan serta kondiktivitas hidrolik tanah yang memiliki peranan penting terhadap longsorlahan terutama pada daerah perbukitan tropis.
longsorlahan pada lembah sungai tersebut, dimana dipicu oleh badai hujan hebat/besar pada Februari 1996.
Kuswaji (2012) melakukan penelitian bertujuan: mengetahui karakteristik bentuklahan kejadian longsorlahan di pegunungan Kulonprogo, menganalisis secara komprehensif antara bentuklahan dan tanah dengan kejadian longsorlahan di pegunungan Kulonprogo, menyusun tipologi pedogeomorfik wilayah rawan longsorlahan di pegunungan Kulonprogo berdasarkan karakteristik bentuklahan dan tanahnya. Metode yang digunakan adalah metode survei, perolehan data secara sampling dengan analisis gabungan kualitatif dan kuantitatif. Kejadian longsorlahan yag ada dikaji secara geomorfik dan pedologis untuk mengetahui tipologi pedogeomorfik kejadian longsorlahan mendatang. Cara pengambilan sampel dilakukan secara purposif (purposive sampling). Variabel yang diamati, diukur, dan dikaji meliputi variabel geomorfik (bentuklahan), variabel antropogenik, dan variabel pedologis (perkembangan tanah) yang menjadi faktor kejadian longsorlahan.
longsorlahan tinggi, dan Lereng Kaki Perbukitan Struktural Eutropept dengan tingkat kerawanan longsorlahan ringan. Perbandingan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 1.4.
1.6. Kerangka Penelitian
Peta topografi menyajikan unsur alami dan unsur buatan manusia yang merepresentasikan kondisi fisik permukaan bumi. Informasi terpenting dari peta topografi adalah terdapat garis kontur yang menunjukkan konfigurasi relief dan kelerengan daerah. Kesan kenampakan dari lereng (kemiringan, panjang, dan bentuk) pada garis kontur menunjukkan ekspresi topografi. Ekspresi topografi dapat digunakan untuk pemetaan longsorlahan melalui interpretasi bentuk dan pola garis kontur. Daerah longsorlahan ditunjukkan oleh penyimpangan garis kontur dari bentuk “n” menjadi “u” atau “v” dan sebaliknya. Pada daerah pelongsoran dicirikan oleh bentuk kontur “n” dan rapat menunjukkan lereng yang curam, sedangkan daerah timbunan material pelongsoran ditunjukkan oleh bentuk kontur “u” dan renggang. Pola kontur di daerah longsorlahan juga dapat digunakan untuk memperkirakan panjang dan kemiringan lereng.
Tabel 1.4 Perbandingan Penelitian Peneliti dan Penelitian Sebelumnya
Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
Rogers
and
Doyle,
2004
Pemetaan Kemungkinan
Longsorlahan dari pengaruh
Seismik di bukit Benton dan
punggung bukit Crowley,
zona 24ctual24 New Madrid,
Kansas dan Missouri
1.Menguji validitas tata topografi
(topographic protocols) dalam
mengidentifikasi longsorlahan
berdasarkan ekspresi topografi di zona
seismik New Madrid, Missouri dan
Arkansas
Survei Longsorlahan yang telah dipetakan terjadi sebanyak 254
terjadi longsorlahan di LaGrange, pulau Stubbs, Helena,
antara lain: 98 jenis longsorlahan slumps atau
retrogressive slump complexes; 66 block slide; 52 earth
flows; 20 theater-head erosion complexes; dan
teridentifikasi 18 lateral spreads.
Fernandes
et al, 2004
Kontrol Topografi terhadap
Longsorlahan di wilayah Rio
De Janeiro: Pemodelan dan
Pembuktian Lapangan
1.Memetakan kerawanan/ bahaya longsor
2.Mengetahui indeks potensi longsor
menggunakan kontrol topografi dengan
pemodelan spasial dan pembuktian
lapangan dengan lokasi kajian di daerah
cekungan/lembah sungai wilayah
Quitite dan Papagaio di Meksiko
Survei Distribusi frekuensi dan indeks potensi longsorlahan pada
empat karakteristik topografi yang dikaji (lereng, bentuk
lereng berbukit, pertambahan area, dan arah hadap lereng)
membuktikan/memperlihatkan bahwa lereng dengan
sudut/kemiringan antara 18,6º - 37,0º berfrekuensi besar
terjadi longsorlahan di daerah cekungan/lembah sungai
wilayah Quitite dan Papagaio.
Model SHALSTAB menunjukkan nilai perbandingan
lokasi tidak stabil (lereng) dengan lokasi aktual
longsorlahan pada lembah sungai tersebut, dimana dipicu
oleh badai hujan hebat/besar pada Februari 1996.
Kuswaji,
2012
Tipologi Pedogeomorfik
Kejadian Longsorlahan di
Pegunungan Kulonprogo
2.Mengetahui karakteristik bentuklahan
kejadian longsorlahan di daerah
penelitian.
Survei Karakteristik bentuklahan pada kejadian longsorlahan di
Pegunungan Kulonprogo dikelompokkan menjadi enam
Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
Daerah Istimewa Yogyakarta
Indonesia
3.Menganalisis secara komprehensif
antara bentuklahan dan tanah dengan
kejadian longsorlahan di daerah
penelitian.
4.Menyusun tipologi pedogeomorfik
wilayah rawan longsorlahan di daerah
penelitian berdasarkan karakteristik
bentuklahan dan tanahnya.
Perbukitan Denudasional, Lereng Kaki Perbukitan
Denudasional, Perbukitan Struktural, Lereng Atas
Perbukitan Struktural, dan Lereng Kaki Perbukitan
Struktural. Tingkat perkembangan tanah awal, sedang, dan
lanjut dikelompokkan menjadi tiga jenis tanah (great
group soil): Troportents, Eutropepts, dan Hapludalfs.
Tingkat kerawanan longsorlahan dikelompokkan menjadi
tiga: rendah, sedang, tinggi. Tipologi pedogeomorfik
kejadian longsorlahan dikelompokkan menjadi tujuh:
Perbukitan Denudasional Troporhent dengan tingkat
kerawanan longsorlahan sedang, Perbukitan Denudasional
Hapludalf dengan tingkat kerawan longsorlahan sedang,
Lereng Atas Perbukitan Denudasional Eutropept dengan
tingkat kerawanan longsorlahan tinggi, Lereng Kaki
Perbukitan Denudasional Troportent dengan tingkat
kerawanan longsorlahan rendah, Perbukitan Struktural
Troportent dengan tingkat kerawanan longsor sedang,
Lereng Atas Perbukitan Struktural Eutropept dengan
tingkat kerawanan longsorlahan tinggi, dan Lereng Kaki
Perbukitan Struktural Eutropept dengan tingkat kerawanan
Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
Al
Wahidy,
2012
Ekspresi Topografi untuk
Pemetaan Longsorlahan di
wilayah Kabupaten
Kulonprogo
1.Menyusun kunci identifikasi
longsorlahan berdasarkan ekspresi
topografi.
2. Memetakan longsorlahan dengan
interpretasi ekspresi topografi.
3. Memetakan longsorlahan dengan
visualisasi topografi 3D dan
pengetahuan kebencanaan lokal.
4. Menguji tingkat ketelitian hasil
pemetaan dengan membandingkan
kesesuaian secara keseluruhan melalui
survei lapangan.
Survei Kejadian longsorlahan di lapangan paling banyak
ditemukan di Kecamatan Kokap sebanyak 4 titik yaitu di
Desa Hargomulyo dengan kemiringan lereng 65%, Desa
Hargotirto dengan kemiringan lereng 90%, dan di Desa
Kalirejo dengan kemiringan lereng 65% dan kemiringan
lereng 30%. Empat titik kejadian longsorlahan tersebut
merupakan bukti kebenaran dari analisis ekspresi topografi
dan TIN. Jenis longsorlahan dapat diketahui satu tipe
longsornya berupa longsorlahan jenis rotational slump di
Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh,dari ekspresi
kontur divergen yang ditunjukkan dengan kunci
interpretasi ekspresi topografi yaitu daerah pelongsoran
dicirikan oleh bentuk kontur “n” dan rapat, sedangkan
daerah timbunan material pelongsoran ditunjukkan oleh
Pemetaan longsorlahan semakin diperjelas atau dipertajam dengan metode visualisasi topografi 3D melalui pemodelan spasial kontur menjadi 3D dalam bentuk TIN (Triangulated Irregular Network) menggunakan SIG. Longsorlahan dari metode interpretasi maupun metode visualisasi topografi 3D menunjukkan longsorlahan eksisting, yaitu longsorlahan yang sudah terjadi di masa lampau dari kondisi aktual lereng mengalami longsorlahan. Lereng menjadi pendekatan utama sekaligus variabel terhadap kejadian longsorlahan. Konfigurasi lereng dari peta topografi merupakan ekspresi topografi untuk memetakan atau mengetahui bahaya longsorlahan yang dicerminkan melalui garis kontur.
Identifikasi longsorlahan menggunakan metode visualisasi topografi 3D melalui pemodelan TIN sangat membantu dalam mengetahui konfigurasi lereng. Bentuk lereng cembung, lereng cekung, lereng landai seragam, bentuk depresi lereng, panjang lereng dan ketinggian lereng dapat diketahui secara jelas yang dapat memudahkan dalam pengidentifikasian.
1.7. Metode Penelitian
Gambar 1.11 Diagram Alir Penelitian
Interpretasi Visualisasi Topografi
3D (TIN)
Peta Tentatif Longsorlahan Hasil Interpretasi Ekspresi
Topografi
Pengetahuan lokal bencana
Studi Literatur: Karakteristik Longsorlahan
Identifikasi dan Pemetaan Longsorlahan
Peta Tentatif Longsorlahan Hasil Visualisasi Topografi 3D dan
Pengetahuan Lokal
Uji akurasi:
Kesesuaian secara keseluruhan hasil pemetaan dalam Matriks Kesalahan
Penentuan sampel
Reinterpretasi Survei Lapangan
Peta Longsorlahan Hasil Interpretasi Ekspresi
Topografi
Peta Longsorlahan Hasil Visualisasi Topografi 3D
Kunci Interpretasi (Tentatif)
Kunci Interpretasi
Analisa dan Laporan Peta Titik-titik Longsor
Metode penelitian diuraikan ke dalam langkah atau tahapan penelitian, sebagai perwujudan implementasi kegiatan penelitian untuk mencapai tujuan. Adapun tahapan penelitian dijelaskan sebagai berikut.
1.7.1 Alat dan Bahan 1.7.1.1Alat
1. Perangkat keras komputer dengan spesifikasi: Intel Atom N2600 Dualcore, 2 GB of RAM, 320 GB HDD, Graphics Media Accelerator 3600 series 256 of VGA
2. Perangkat lunak Microsoft Office Word untuk penulisan laporan 3. Perangkat lunak ArcGIS untuk pemrosesan dan penyajian data peta
4. GPS (Global Positioning System) untuk menentukan posisi titik sampel di lapangan
5. Abney Level atau Clinometer untuk pengukuran kemiringan lereng di lapangan
6. Kamera digital untuk dokumentasi pengamatan lapangan
1.7.1.2Bahan
1. Peta Topografi Digital skala 1:25000 tahun 1999 (sumber: BIG) 2. Peta Jaringan Sungai Kabupaten Kulon Progo (sumber: BIG) 3. Peta Administrasi Kabupaten Kulon Progo (sumber: BIG)
1.7.2 Tahapan Penelitian 1.7.2.1Tahap Persiapan
1.7.2.2Tahap Pengolahan Data
Peta topografi dilakukan interpretasi berdasarkan ekspresi topografi dari bentuk dan pola garis kontur untuk mengidentifikasi longsorlahan. Identifikasi longsorlahan dipertajam dengan visualisasi topografi 3D berupa pemodelan spasial TIN ditambah pengetahuan lokal terhadap bencana longsorlahan. Bentuk lereng cekung, curam, dan tebing dapat diketahui secara jelas melalui pemodelan tersebut untuk mendukung dalam mengidentifikasi longsorlahan.
1.7.2.3Tahap Kegiatan Lapangan
Identifikasi longsorlahan menghasilkan delineasi titik-titik longsorlahan dari interpretasi ekspresi topografi dan menghasilkan delineasi titik-titik longsorlahan dari pemodelan 3D menggunakan TIN dalam bentuk peta. Kedua peta tersebut dilakukan pengambilan sampel secara purposif berdasarkan pada kondisi topografi berupa lereng. Lereng digunakan sebagai dasar atau acuan penentuan sampel untuk survei di lapangan. Kedua peta divalidasi kebenarannya melalui pengamatan bekas kejadian longsorlahan sebelumnya, didukung dengan wawancara terhadap warga setempat. Selain pengamatan terhadap bekas kejadian longsor, juga dilakukan pengukuran kemiringan lereng dan ketinggian tempat.
1.7.2.4Tahap Analisis
1.7.2.5Tahap Penyelesaian
Produk akhir berupa peta distribusi longsorlahan hasil interpretasi ekspresi topografi dan hasil visualisasi TIN. Peta hasil interpretasi ekspresi topografi menunjukkan kunci pemetaan jenis-jenis longsorlahan melalui ekspresi topografi dari garis kontur. Kedua peta tersebut sebagai hasil akhir dan dilampirkan dalam laporan.
1.7.3 Uji Ketelitian
Uji ketelitian dilakukan terhadap hasil pemetaan yang diperoleh melalui interpretasi ekspresi topografi, berupa pengukuran akurasi hasil pemetaan dengan survei lapangan. Akurasi ditentukan berdasarkan sejumlah titik pengukuran lapangan dan digambarkan dalam metode Short untuk penghitungan kesesuaian secara keseluruhan dalam matriks kesalahan.
Matriks kesalahan adalah susunan persegi empat dari baris dan kolom dimana setiap baris dan kolom menunjukkan kategori hasil interpretasi. Biasanya kolom menunjukkan data referensi, sedangkan baris menunjukkan data pemetaan. Matriks kesalahan dihitung dengan membagi jumlah diagonal utama dengan jumlah lokasi akurat.
1.8.Batasan Operasional
Analisa bahaya adalah identifikasi, studi, dan pemantauan semua bahaya untuk menentukan potensi, asal, karakteristik, dan perilakunya (UN/ISDR, 2009).
Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi
mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan (UN/ISDR, 2009).
Ekspresi Topografi adalah pernyataan atau kenampakan tentang kemiringan lereng, bentuk lereng, dan panjang lereng maupun hadap ke matahari (Suharjo, 1996).
Geomorfologi adalah ilmu yang mendeskripsi secara genetis bentuklahan dan
serta mencari hubungan antara bentuklahan dengan proses-proses dalam susunan keruangan (Van Zuidam, 1979).
Gerak Massa Batuan adalah gerakan menurunnya material lereng yang
mengikuti kemiringan lereng di bawah pengaruh kekuatan gravitasi tanpa dorongan gerakan air, es atau udara (Summerfield, 1991).
Interpretasi Peta adalah (a) melihat/mengamati sebuah peta dan mencari penjelasan terhadap pola dari objek tersebut; (b) membandingkan beberapa peta dari periode yang berbeda dan mempertimbangkan pada proses produksi terhadap perubahan dalam skala tempat dan waktu tertentu (Muehrcke, 1978).
Longsorlahan adalah tipe gerak massa batuan yang terjadi secara lambat
hingga sangat cepat dengan material yang berupa batuan atau tanah atau kombinasi keduanya (Varnes, D.J. 1984 dalam Cooke and Doornkamp, 1994).
Peta Topografi adalah peta yang menyajikan informasi parameter geomorfologis secara langsung, antara lain: morfometri, relief, morfografi, kesan topografi yang dicerminkan oleh pola dan kerapatan garis kontur (Suharjo, 1996).
Sistem Informasi Geografis adalah sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memangggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya (Murai, 2007).