TERHADAP HASIL PENJUALAN PAKAIAN JADI
PADA PASAR ASH-SHOFIA DAYEUHKOLOT
KABUPATEN BANDUNG
Oleh :
Ria Arifianti, S.IP., M.Si Margo Purnomo, S.IP. M.Si Pratami Wulan Tresna, S.Sos., M.Si
Dibiayai oleh Dana Hibah Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran Tahun Anggaran 2011
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
i
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji : 1. Strategi bauran pejualan eceran yang dilakukan pedagang pada Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. 2. Kondisi hasil penjualan pakaian Jadi pada Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. 3. Pengaruh strategi bauran pejualan eceran terhadap hasil penjualan pakaian jadi pada Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot Kabupaten Bandung baik secara parsial maupun simultan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan verifikatif. Teknik pengumpulan datanya adalah studi literature dan studi lapangan. Studi lapangan menggunakan observasi, wawancara dan kuesioner. Sampel diambil 225 konsumen pedagang di Pasar Ash Shofia Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Teknik penarikan sampel menggunakan systematic random sampling. Model pengaruh dianalisis menggunakan Regresi
Hasil penelitian menunjukkan Strategi bauran eceran telah berjalan baik. Kondisi hasil penjualan pakaian jadi fluktuatif. Strategi bauran penjualan eceran berpengaruh terhadap hasil penjualan pakaian jadi pada Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. secara parsial maupun simultan, dimana pengaruh produk yang ditawarkan lebih dominan.
ii ABSTRACT
The objectives of this research were to know and to analyze of : 1. Implementation of Mix retail strategy by retailers at Ash-Shofia market Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. 2. Condition of sales revenue by retailers at Ash-Shofia market Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. 3. The influence of mix retail strategy on the clothes of sales revenue at Ash-Shofia market Dayeuhkolot Kabupaten Bandung partially and simultaneously.
The descriptive-verificative type is used in this research. Data collection methods are literature and field studies. Field study covers observation, interview and structural questionnaires. The target population in this research were retailer’s revenue at Ash-Shofia market Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. A sample of 225 retailers at Bandung, was surveyed to the test model. The systematic random sampling is used as sampling technique. Regresion was used to analyze data.
The result was showed Mix Retail Strategy is good. The clothes of sales revenue is fuktuative. The analysis confirms that there are have partially and simultaneously on the clothes of sales revenue at Ash-Shofia market Dayeuhkolot Kabupaten Bandung, in which partially it was more determined by product offered.
iii
Dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati, penulis panjatkan segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga
dengan upaya dan usaha serta kemampuan yang ada, penulis dapat menyelesaikan penelitian hibah yang berjudul Pengaruh Strategi Bauran Penjualan Eceran Terhadap
Hasil Penjualan Pakaian Jadi Pada Pasar As-Shofia Dayeuhkolot Kabupaten Bandung.. Penelitian ini telah disusun untuk memenuhi persyaratan akhir untuk laporan penelitian hibah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Bandung.
Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Prof. Dr. Drs. H. Asep Kartiwa SH,MS beserta staf yang telah memberikan izin untuk berpartisipasi dalam penelitian
hibah.
2. Bapak. Prof. Dr. Drs. H. Samun Jaja Raharja, MS selaku Ketua Jurusan Imu
Administrasi Niaga beserta staf yang telah memberikan izin untuk berpartisipasi dalam penelitian hibah.
3. Kedua orang tua kami, yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materiil.
iv
menjadi amal ibadah yang mendapat ridlo Allah SWT.
v
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang Penelitian 1
1.2. Rumusan Masalah 5
1.3.Tujuan Penelitian 6
1.4.Kontribusi Penelitian 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 7
2.1. Tinjauan Pustaka 7
2.1.1. Konsep Strategi Bauran Penjualan Eceran 10
2.1.2. Ukuran Strategi Penjualan Eceran 11 2.1.3. Konsep Hasil Penjualan 11
2.1.4. Ukuran Hasil Penjualan 13 2.1.5. Hubungan Strategi Bauran Penjualan Eceran dengan Hasil Penjualan 14
2.2. Kerangka Pemikiran 17
2.3. Hipotesis 22
BAB III METODE PENELITIAN 23
3.1. Metode Penelitian 23
3.2. Operasionalisasi Variabel 24
vi
3.6. Metode Analisis 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 37
4.1. Kondisi Strategi Bauran Penjualan Eceran yang Dilakukan
Pedagang di Pasar Ashofia Dayeuhkolot kabupaten Bandung 37
4.1.1. Lokasi 37
4.1.2. Prosedur Operasi 39
4.1.3. Produk yang ditawarkan 42
4.1.4. Harga 45
4.1.5. Suasana Toko 49
4.1.6. Pelayanan Konsumen 51
4.1.7 Metode Promosi 54
4.2. Kondisi Hasil Penjualan Pedagang pada Pasar Ash-Shofia
Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung 59 4.3.Pengaruh Strategi Bauran Penjualan Eceran Pakaian Jadi
Terhadap Hasil Penjualan Pada Pasar Ash-Shofia Dayeuhkolot
Kabupaten Bandung 61
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 66
5.1. Simpulan 66
5.2. Saran 67
DAFTAR PUSTAKA 68
vii
DAFTAR TABEL
halaman
TABEL 3.1 Operasionalisasi Variabel 25
TABEL 4.1. Deskripsi Lokasi 38
TABEL 4.2. Deskripsi Prosedur Operasi 39
TABEL 4.3. Deskripsi Produk yang Ditawarkan 42
TABEL 4.4. Deskripsi Harga 48
TABEL 4.5. Deskripsi Suasana Toko 50
TABEL 4.6. Pelayanan Konsumen 51
TABEL 4.7. Deskripsi Media Promosi 58
TABEL 4.8. Kumulatif Pelaksanaan Strategi Bauran Penjualan Eceran
viii
halaman
GAMBAR 2.1 Controllable and Uncontrollable Variables 8
GAMBAR 2.2 Wheel of Retailling 10
GAMBAR 2.3. Bagan Alur Pemikiran 21
GAMBAR 2.4. Paradigma Pengaruh Strategi Bauran Penjualan Eceran Terhadap Hasil Penjualan Pada Pasar As-Shofia
Dayeuhkolot Kabupaten Bandung 22 GAMBAR 4.1. Hasil Penjualan Pedagang di Pasar Ash-Shofia
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang Penelitian
Bisnis ritel merupakan keseluruhan aktivitas penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengelolaan bisnis ritel tidak sekedar hanya membuka toko dan mempersiapkan barang-barang yang lengkap tetapi
harus melihat dan mengikuti perkembangan teknologi agar dapat berhasil dan mempunyai keunggulan bersaing (Thoyib,1998;1). Keunggulan yang dimiliki masing-masing pengusaha ritel
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya
Secara garis besar, ritel terbagi dua yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pengertian pasar tradisional adalah ritel yang sederhana, tempatnya tidak begitu luas, barang yang dijual
tidak begitu banyak jenisnya, sistem manajemen masih sederhana, tidak menawarkan kenyamanan berbelanja dan masih ada proses tawar menawar harga dengan pedagang seperti
pasar tradisional dan warung tradisional. Sedangkan pasar modern adalah sebaliknya, menawarkan tempat yang luas, barang yang dijual banyak jenisnya, sistem manajemen terkelola dengan baik menawarkan kenyamanan berbelanja, harga sudah tetap (fixed) dan adanya sistem
swalayan seperti pasar modern (misalnya mall, plaza, ITC, dll) dan gerai tersendiri, misalnya mini market, supermarket, dan hypermarket.
adanya copet, resiko pengurangan timbangan yang dilakukan pedagang pada barang yang dibeli,
keadaan pasar penuh sesak, dan sejumlah alasan lainnya. Padahal pasar tradisional juga masih memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki pasar modern. Diantaranya adalah masih adanya kontak sosial saat tawar menawar antara pedagang dan pembeli. Tidak seperti pasar
modern yang memaksa konsumen untuk mematuhi harga yang sudah dipatok.
Pada tingkat pertumbuhannya, Pasar tradisional menguasai 79,8 persen omzet ritel
nasional 2008, menyusut dibandingkan 2002 yang mencapai 82,9 persen. Omzet total ritel nasional 2008 sebesar Rp 95,3 triliun atau bertumbuh sekitar 21,1 persen. Untuk mengatasi hal
tersebut, pemerintah harus secara tegas mengatur penempatan pasar tradisional dan pasar modern. Misalnya tentang berapa jumlah hypermarket yang boleh ada untuk setiap wilayah di satu kota. Lalu berapa jarak yang diperbolehkan dari pasar tradisional jika pengusaha ingin
membangun supermarket. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi ancaman kebangkrutan pada pasar tradisional akibat kepungan pasar modern yang tidak terkendali, dan
memberikan wahana persaingan yang sehat antara keduanya (Sapu Jagat, 2010)
Selain itu adanya pembenahan pasar rakyat tersebut. Revitalisasi dilakukan dengan harga yang yang terjangkau oleh para pedagang. Hal ini harus dilakukan karena pasar tradisional
mempunyai keunggulan yakni produk-produk segar. Selain itu, tidak selamanya produk yang dijual di ritel modern lebih murah karena di pasar tradisional pembeli berkesempatan untuk
menawar harga yang lebih murah
Salah satu bentuk pasar tradisional yang telah direvitalisasi adalah Pasar Ash-Shofia Kecamatan
Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Penataan yang diatur oleh swasta membuat orang berbondong
yang menyukai barang-barang pabrikan membuat arus peredaran uang di sektor jual beli
menjadi lebih besar.
Hal ini menimbulkan terjadinya persaingan antar pedagang terutama berkaitan dengan lokasi yang dipilih Moore (2002) dan Krider (2004). Berdasarkan wawancara dengan para
pedagang merasa lokasi yang tidak strategis merugikan mereka karena tidak banyak konsumen / pembeli datang untuk membeli barang yang ditawarkan. Sehingga hal ini lama
kelamaan menyebabkan kebangkrutan bagi pedagang. Selain daripada itu timbulnya pesaing seperti Pasar Baru dan Trade Centre menyebabkan pendapatan mereka berkurang.
Akibat Persaingan tersebut menyebabkan semakin memanasnya iklim persaingan di antara pengusaha yang bergerak dalam bisnis eceran, seperti harga yang kian murah, pelayanan
barang, pelayanan yang paling baik, lokasi yang strategis. Persaingan yang semakin ketat ini
sempat menimbulkan kekhawatiran di kalangan peritel apabila jika persaingan itu mencapai suatu kondisi yang tidak diinginkan yaitu saling mematikan dengan cara memainkan harga.
(Nurudin Abdullah, Bisnis Indonesia, 2003 )
Akibat lain dari persaingan lokasi menyebabkan keberadaan pengecer besar secara sosial mampu memberikan dampak positif, terutama dalam menyerap tenaga kerja, dan laju
pertumbuhan ekonomi, pada sisi persaingan usaha memberikan dampak negatif bagi pengecer kecil. Hal ini kemudian mendorong perubahan dimensi persaingan bisnis antara grosir dengan
terdapat persaingan pengecer dengan grosir atau pabrik yang bertindak sebagai penjual eceran.
(Ian Clarke (2000) Moore (2002) dan Nilsson dkk (2004)).
Keadaan tersebut mendorong suatu perusahaan dalam hal ini pedagang eceran untuk dapat mengembangkan atau menciptakan strategi bauran penjualan eceran yang dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang akan dilakukan perusahaan dengan menggunakan peluang yang ada, sekaligus dalam menghadapi ancaman serta kemampuan
mengarahkan perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang tersedia serta memberikan kepuasan yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan para pesaing.
Dengan kata lain untuk menarik dan mempertahankan pelanggan (Kotler, Keller, 2009: 56) Hal ini disebabkan adanya kelebihan pasokan barang, menjamurnya pusat-pusat pembelanjaan, tidak adanya kenyamanan dalam berbelanja di trade centre, kurangnya pengunjung yang datang ke
trade centre karena pengunjung lebih suka ke tempat yang lebih nyaman seperti mal. (Mesti Sinaga dkk, Kontan, 2003)
Pernyataan di atas didukung dengan survai yang dilakukan peneliti di beberapa pedagang di pasar secara umum pedagang belum mengoptimalkan strategi bauran penjualan ecerannya dilihat dari : pertama, faktor lokasi yang kurang strategis. Pedagang eceran beranggapan lokasi
yang sepi tidak akan menguntungkan dagangan yang di jualnya dibandingkan lokasi yang ramai atau yang dekat jalan masuk ke toko yang bersangkutan. Kedua, kenyamanan yang tidak
Adanya perbedaan harga yang ditawarkan kepada konsumen yang membeli satuan dengan
konsumen yang membeli dalam partai besar.
Kelima, para pedagang merasa tidak perlu mengadakan promosi karena mereka beranggapan pasar sudah cukup dikenal orang sehingga para konsumen akan datang tanpa
promosi kepada para pembeli. Keenam, pramuniaga yang kadang-kadang tidak begitu ramah dalam melayani pembeli dan kadang kurang komunikatif. Ketujuh, adanya perbedaan
pembayaran antara pembelian dalam jumlah besar dan kecil.
Dari pengamatan dan pra survai yang dilakukan penulis, maka pedagang di pasar telah
berusaha mengembangkan strategi pemasarannya. Namun demikian banyaknya perubahan yang terjadi karena adanya persaingan, tuntutan pelanggan dan tuntutan pedagang itu sendiri serta mengingat belum dikembangkannya strategi bauran penjualan eceran secara profesional, perlu
dilakukan suatu penelitian mengenai unsur-unsur strategi bauran penjualan eceran yang harus dikembangkan atau dikelola oleh pihak pedagang dalam mempengaruhi Hasil Penjualan
Pakaian Jadi Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan strategi bauran penjualan eceran yang dilakukan pedagang pada Pasar
Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung
2. Bagaimana kondisi hasil penjualan pakaian jadi pada Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot
Kabupaten Bandung.
3. Sejauhmana strategi bauran penjualan eceran mempunyai pengaruh terhadap hasil penjualan
maupun simultan.
1.3. Tujuan Penelitian
Mengkaji dan menganalisis :
1. Pelaksanaan strategi bauran penjualan eceran yang dilakukan pedagang pada Pasar Ash-Shofia
Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung
2. Kondisi hasil penjualan pakaian jadi pada Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten
Bandung.
3. Strategi bauran penjualan eceran mempunyai pengaruh terhadap hasil penjualan pakaian jadi
pada Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung secara parsial maupun simultan.
1.4. Kontribusi Penelitian
(1) Pihak pedagang eceran pakaian jadi di Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan baik berupa ide ataupun
gagasan pemikiran pada pedagang eceran pakaian jadi sehingga dapat mendorong pedagang untuk meningkatkan pelaksanaan strategi bauran penjualan eceran yang tepat di
masa yang akan datang yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil penjualan pedagang serta memberikan keuntungan yang besar bagi pedagang eceran.
(2) Pedagang eceran pakaian jadi di daerah lain
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Konsep Strategi Bauran Penjualan Eceran
Berman and Evans (2004 : 12) mengemukakan pengertian Strategi Penjualan Eceran adalah A Retail is the overall plan guides the firm. Such a strategy has an influence on the retailer’s business activities and its response to market forces, such as competition or the
economy. Eceran merupakan petunjuk keseluruhan rencana perusahaan. Strategi demikian mempunyai pengaruh pada kegiatan bisnis pengecer dan hal tersebut mempunyai respon pada
kekuatan pasar, seperti pesaing atau ekonomi.
Levy and Weitz (2010 : 23) menekankan strategi bauran penjualan eceran adalah retail
mix is the combination of factors retailers used to satisfy customer needs and influence their
purchase decisions. Elements in retail mix include merchandise and service offered,merchandise
pricing, advertising and promotional programs, store design, merchandise display, assintance to
customers provided by salespeople, and convenience of store’s location.
Selanjutnya Dunne and Lusch (2005 : 50-51) mengatakan the retail mix ix the
combination of merchandise, price, advertising and promotion, customer services and selling,
and store layout and design that the retailer uses to satisfy the target market. Davidson, Sweeney and Stampfi (1988 : 66) mengatakan the marketing mix of a retailing firm has
classically been called the retailing mix and consists of location and physical facilities,
Dari keempat pendapat di atas terdapat beberapa kesamaan pendapat. Pertama Berman
dan Evans mempunyai kesamaan dengan Levy and Weitz dan Davidson, Sweeney and Stampfi mengungkapkan bahwa perlunya penyeleksian pegawai (seperti pemilihan, seleksi dan sebagainya) menjadi unsur tersendiri, sedangkan Dunne and Lusch penyeleksian pegawai
dimasukkan dalam pelayanan konsumen. Kedua persamaan keempat pendapat ini menekankan pada perlunya harga, promosi, layout dan design toko, pelayanan konsumen. Untuk Davidson,
Sweeney and Stampfi design toko sudah dimasukkan pada fasilitas toko. Perbedaannya Dunne and Lusch tidak melihat lokasi yang dipilih. Mereka beranggapan hanya 5 (lima) komponen saja
yang perlu dilakukan dalam strategi bauran penjualan eceran.
Dalam strategi bauran penjualan eceran terdapat unsur-unsur yang mempengaruhi langsung pada bisnis eceran seperti unsur lokasi toko, memanage toko, harga dan komunikasi
dengan konsumen dan unsur yang harus dihadapi seperti pesaing, ekonomi dan peraturan. Hal pertama dikatakan controllable variables dan yang terakhir disebut dengan uncontrollable
variables. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Selanjutnya dalam ritel terkenal dengan The Wheel of Retailing (roda eceran). Strategi
yang menunjukkan proses suatu bisnis ritel yang bermula dari ide kreatif pengusaha eceran membuka toko untuk menjual produk yang ada pada benaknya. Toko akan berkembang sehingga mampu membiayai pertumbuhan tokonya. Tidak sekedar tumbuh, toko juga meningkatkan
pelayanannya. Tantangan sebagai toko skala menengah yang dapat dipenuhi seperti jumlah kategori produk yang bertambah, biaya operasional yang meningkat, dan lain-lain dan
membuatnya meraih keuntungan. (Berman dan Evans, 2004 :105-106, dan Hendri Ma’ruf 14-15) Strategi yang terdapat dalam Wheel of Retailing adalah pertama, low end strategy
menekankan harga relatif murah, pelayanan dan fasilitas terbatas dan segmen pembeli yang dilayani adalah yang sensitif terhadap harga. Kedua, medium strategy menekankan pada harga kompetitif/menengah, fasilitas yang ditingkatkan dan segmen pembeli diperluas (tidak hanya
sekedar yang sensitif terhadap harga), Ketiga, high end strategy menekankan pada harga tinggi, fasilitas dan pelayanan prima dan segmen pembeli yang dilayani upscale (Berman dan Evans,
2004 : 106). Berdasarkan strategi Wheel of Retailing, maka hypermarket mengacu pada medium strategi. Hypermarket menetapkan harga yang moderat yaitu tergantung kebutuhan pasar. Fasilitas yang lebih baik seperti adanya pengiriman barang atau garansi barang dan lebih
Gambar 2.2. Wheel of Retailing
Sumber : Berman dan Evans (2004 : 106)
Kegiatan ritel berkaitan dengan Scrambled Merchandising. Scrambled Merchandising terjadi ketika para peritel/perusahaan menambahkan barang dan meningkatkan pelayanan yang kemungkinan tidak berhubungan satu sama lain dan berlaku untuk perusahaan yang murni untuk
kegiatan bisnis. Strategi ini dilakukan dengan beberapa alasan apabila perusahaan/peritel ingin meningkatkan penjualan secara keseluruhan, menambahkan keuntungan dalam penjualan barang
dan pelayanan, berkaitan dengan konsumen yang melakukan pembelian berdasarkan emosi (impulsif), orang-orang melakukan one stop shopping, pencapaian target pasar yang berbeda, dan mempengaruhi suasana dan mengurangi persaingan. Strategi ini juga dilakukan apabila produk
yang dikeluarkan perusahaan jatuh dipasaran dan untuk menggaet konsumen. Penerapan strategi ini berlaku di toko buku, penyewaan video, toko bunga atau supermarket yang mencakup aspek
tersebut (Berman dan Evans, 2004 : 106-107).
High-end strategy High prices
Excellent facilities and service
Upscale consumers
Moderate prices Improved facilities Broader base of value and Service-conscious consumers
Low-end strategy Low price
2.1.2. Ukuran Strategi Penjualan Eceran
Selanjutnya Berman and Evans (2004 : 105) menekankan strategi bauran penjualan eceran lebih spesifik adalah The firm’s particular combination of store location, operating
procedures, goods / services offered, pricing tactics, store atmosphere and customer services,
and promotional methods.
Levy and Weitz (2010 : 23) menekankan Elements in retail mix include merchandise and
service offered,merchandise pricing, advertising and promotional programs, store design,
merchandise display, assintance to customers provided by salespeople, and convenience of
store’s location.
Selanjutnya Dunne and Lusch (2005 : 50-51) mengatakan the retail mix ix the
combination of merchandise, price, advertising and promotion, customer services and selling,
and store layout and design that the retailer uses to satisfy the target market.
2.1.3. Konsep Hasil Penjualan
Pendapatan berkaitan dengan volume atau hasil penjualan. Pengertian hasil penjualan (sales revenue) adalah hasil total yang diterima atau yang akan diterima oleh perusahaan dari
penjualan barang atau jasa dalam periode tertentu (Marbun, 2003 : 94) Dari pengertian ini mengungkapkan bahwa hasil penjualan ini berasal dari penjualan baik dalam bentuk barang
Sedangkan menurut Panitia Istilah Manajemen Lembaga PPM (1994 : 65) mengatakan
hasil penjualan adalah hasil total uang yang diterima atau yang akan diterima oleh perusahan dari penjualan barang atau jasa dalam periode tertentu (sales revenue). Pernyatan ini berkaitan dengan jumlah uang yang diterima oleh pedagang.
Kedua pendapat di atas mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamannya hasil penjualan merupakan pendapatan yang diterima oleh masing-masing pedagang eceran.
Perbedaannya menurut Marbun pendapatan yang diterima ini dapat berupa volume (jumlah) barang yang terjual dan dapat berbentuk uang yaitu pendapatan dalam bentuk mata uang
(rupiah). Sedangkan menurut Panitia Istilah Manajemen Lembaga PPM hasil penjualan ini adalah pendapatan yang diterima pedagang eceran dalam bentuk uang. Perbedaan lainnya menurut dictionary com yaitu hasil penjualan tidak terpaku pada penjualan barang dan jasa
tetapi dapat berkaitan dengan penanaman modal, penyewaan barang dan adanya bunga.
Pendapat lain mengatakan bahwa hasil penjualan berupa laba yang diterima pengecer atau
perusahaan. Laba menampilkan uang yang diterima pemilik bisnis / pengecer dari uang yang dipertanggungjawabkan ke dalam bisnis tersebut. Dengan kata lain laba bila dikaitkan dengan pengecer merupakan pendapatan yang menunjukkan kemampuan keuangan konsumen untuk
membeli barang dan jasa yang tidak utama (Meyer. Harris, Kohns and Stove III, 1992 : 111- 121)
deretan, angka. Hasil penjualan merupakan hasil dari kegiatan yang diiakukan oleh perusahaan
dalam usahanya untuk mencapai sasaran peusahaan yaitu laba. Hasil penjualanpun dapat dipengaruhi oleh :
1. Kondisi dan kemampuan pasar.
2. Kondisi Pasar berkaitan dengan kelompok pembeli dan segmen pasarnya, daya beli, frekuensi pembeliannya, keinginan dan kebutuhan konsumen.
3. Modal berkaitan dengan modal kerja perusahaan mampu untuk mencapai target penjualan yang dianggarkan seperti untuk kemampuan membiayai usaha - usaha untuk
mencapai target penjualan dan kemampuan membeli bahan mentah untuk dapat memenuhi target penjualan.
4. Kondisi organisasi perusahaan.
2.1.4. Ukuran Hasil Penjualan
Hasil penjualan berkaitan dengan pendapatan mempunyai ukuran tersendiri. Menurut Cook and Walters (1991 : 365) Ada tiga kategori luas alasan mengukur hasil penjualan : (1) Memperbaiki penjualan atau pelayanan pelanggan (2) Mengurangi biaya penjualan untuk
meningkatkan laba, dan (3) menggunakan metode kompensasi untuk menjaga staf penjual yang harmonis. Jika kita dapat menemukan ukuran yang valid untuk penjualan yang sesuai dengan
Bagaimanapun tugas mengukur hasil penjualan merupakan tugas sulit karena hampir
setiap pekerjaan penjualan berbeda-beda, produk dan jasa sangat variasi, kesan perusahaan yang diinginkan berbeda, perubahan kondisi bisnis, dan lain sebagainya. Oleh karena itu mengukur hasil penjualan merupakan masalah menganalisis pekerjaan menjual dan posisi individual yang
terbaik untuk kemampuannya. Kemudian, menentukan alat pengukur yang sesuai (penggarisan) pada tugas dan tanggung jawab individual penjual yang akan dipakai merupakan suatu masalah.
2.1.5. Hubungan Strategi Bauran Penjualan Eceran dengan Hasil Penjualan
Teori hubungan diungkapkan Dunne and Lusch (2005 : 38-39) mengatakan salah satu misi dari strategi bauran penjualan eceran adalah kinerja keuangan (financial performance) yaitu berkaitan dengan keuntungan yang didapat oleh pengecer. Keuntungan yang dituju berkaitan
langsung dengan pengembalian moneter yang dicapai oleh pengecer. Maksud dari pengembalian moneter ini adalah keuntungan bersih setelah terkena pajak. Hal ini menandakan
bahwa strategi bauran penjualan eceran mempunyai keterkaitan dengan hasil penjualan.
Pendapat lain mengenai keterkaitan antara Strategi Bauran Penjualan Eceran dengan Hasil Penjualan dijelaskan juga oleh David Cook dan David Walters (1991 : 16) sebagai berikut :
Selanjutnya Burstiner (2001 : 17) mengatakan most retailing involves buying
merchandise from whosalers and / or manufacturers and reselling these goods directly to
consumers - at a profit. Beliau mengatakan bahwa dalam kegiatan penjualan eceran ini berkaitan dengan pembelian barang dan berkaitan dengan keuntungan. Keuntungan disini jelas
berkaitan dengan pendapatan yang diterima oleh pedagang.
Berman and Evant (2004 : 10), Moore (2002) dan Hernant (2004) yang mengatakan
bahwa strategi bauran penjualan eceran mempunyai pengaruh terhadap pendapatan dalam hal ini keuntungan yang di dapat. Pendapatan ini berkaitan dengan keuntungan yang di dapat dalam
menjual barang yang ditawarkan oleh pengecer. Ungkapan senada diutarakan oleh Kustarjono Prodjolalito (dalam Usahawan. 1999) yang mengatakan usaha retail mempunyai pengaruh pada hasil / volume penjualan. Beliau mengambil contoh mengenai kondisi ekonomi yang tidak
menentu seperti adanya krisis moneter yang mempengaruhi pendapatan yang diterima karena daya beli masyarakat menurun. Otomatis strategi retail yang dijalankan tidak berjalan dengan
baik dan mengakibatkan pendapatan menurun. Selanjutnya masing-masing unsure strategi bauran penjualan eceran mempunyai pengaruh sebagai berikut :
Pengaruh Lokasi terhadap Hasil Penjualan
Berman and Evans (2004 : 216), Moore (2002) dan Krider (2004) mengatakan bahwa pemilihan lokasi akan mempengaruhi pendapatan pedagang. Pemilihan lokasi yang tepat akan
Pengaruh Prosedur Operasi terhadap Hasil Penjualan
Berman and Evans (2004 : 295) mengatakan salah satu hal yang diutamakan dalam prosedur operasi adalah keuntungan. Keuntungan disini berkaitan dengan pendapatan retailer dalam periode waktu. Pernyataan ini jelas menekankan bahwa prosedur operasi mempunyai pengaruh
terhadap hasil penjualan.
Pengaruh Produk yang ditawarkan terhadap Hasil Penjualan
Berman and Evans (2004 : 339) mengatakan tujuan dari penjualan adalah keuntungan yang didapat dari penjualan produk. Ini jelas terlihat bahwa produk yang ditawarkan akan
mempengaruhi keuntungan bagi penjual. Pengaruh Harga terhadap Hasil Penjualan
Alexander and Colgate (2000) menetapkan harga atau keuangan dapat membangun
hubungan dengan konsumen dan berkaitan dengan daya beli konsumen. Hal ini menunjukkan apabila daya beli konsumen tinggi, maka akan menimbulkan keuntungan pedagang sehingga
akan mempengaruhi hasil penjualan.
Berman and Evans (2004 : 415) yang didukung Bell (2001) mengatakan Goods and
services must be priced in away that both achieves profitability for the retailer and satisfies
customers. A pricing strategy must be consistent with the retailer’s overall image (positioning),
penjualan barang dan jasa. Hal ini menandakan bahwa strategi harga mempunyai pengaruh
terhadap keuntungan/pendapatan (hasil penjualan). Pengaruh Suasana Toko terhadap Hasil Penjualan
Suasana tokopun dapat menaikkan hasil penjualan pengecer. Ini terlihat dari penataan produk
yang menarik merangsang orang untuk berbelanja sehingga terjadi transaksi penjualan yang menguntungkan retailer itu sendiri. (Berman and Evans, 2004 : 476)
Pengaruh Pelayanan Konsumen terhadap Hasil Penjualan
Pelayanan konsumen pun mempunyai pengaruh terhadap hasil penjualan. Hal ini terlihat dari
keuntungan pelayanan konsumen yang baik akan menghasilkan pendapatan bagi pengecer. (Berman and Evans. 2004 : 27)
Pengaruh Media Promosi terhadap Hasil Penjualan
Berman and Evans (2004 : 488) mengatakan bahwa dengan adanya promosi bertujuan untuk meningkatkan penjualan, menaikkan image (store atmosphere), mempopulerkan lokasi toko,
menginformasikan tentang operasi dan jasa yang ditawarkan, menawarkan pelayanan yang baik bagi konsumen. Hal ini terlihat bahwa promosi tersebut dapat mempengaruhi unsur-unsur yang ada di strategi bauran penjualan eceran.
2.2. Kerangka Pemikiran
hingga mencapai konsumen akhir yang membeli dan menggunakannya. Dengan kata lain
distribusi ini berkaitan dengan pedagang eceran yang menjual secara eceran maupun grosir. Oleh karena itu pedagang eceran berfikir secara strategis untuk melihat lingkungan (pasar, persaingan, dan lain-lain), kemudian membandingkannya dengan sumber daya yang
dimiliki. Salah satunya para pedagang harus mampu membangun kepercayaan para pelanggan atau konsumen yang berbelanja. Bentuk untuk menarik pelanggan dan membangun kepercayaan
dengan cara memperbaiki bauran penjualan eceran. Bauran penjualan eceran adalah kombinasi dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh pedagang eceran
untuk dapat meningkatkan hasil penjualan yang diinginkan.
Variabel-variabel yang digunakan dalam strategi bauran penjualan eceran adalah pertama, lokasi merupakan hal yang paling penting dan paling utama dalam melakukan
perdagangan khususnya ritel karena memiliki korelasi dengan segmen pasar yang akan dituju. Seorang pengecer mempunyai keputusan Pesaing, akses transportasi, kepadatan penduduk, tipe
lingkungan, kedekatan dengan konsumen, lalu lintas pejalan kaki, dan komposisi toko merupakan diantara beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih lokasi toko.
Kedua, prosedur operasi. Prosedur operasi ini berkaitan dengan kegiatan operasional
(transaksi jual beli) yang dilakukan pengecer berkaitan dengan para pramuniaga (pelayan), gaya pemilik kios (pengecer) dan ketentuan toko. Ketiga, barang yang ditawarkan, menitikberatkan
dan pelayanan serta persaingan. Pengecer juga harus memperhatikan taktik persaingan harga.
strategi harga ini berkaitan dengan permintaan berorientasi pada keinginan pelanggan seperti adanya diskon. Strategi harga yang berkaitan dengan biaya mengatur harga dasar yang rendah sehingga dapat menarik para pelanggan untuk berbelanja. Pengecer juga harus memperhatikan
persaingan harga. Biasanya Pengecer menetapkan harga yang rendah untuk beberapa jenis produk yang berfungsi sebagai penarik pengunjung atau pemimpin kerugian. Mereka juga
melakukan obral pada waktu tertentu.
Kelima, Suasana toko berkaitan dengan situasi dan kondisi ditawarkan pengecer yang
bertujuan untuk menarik konsumen. Kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan suasana toko / kios yang khas yang ditawarkan oleh pedagang pengecer. Penataan fasilitas yang digunakan kios hanya beberapa seperti luas toko, kenyamanan, kebersihan dan desain atau tata letak barang. Hal
ini dilakukan karena tidak semua fasilitas digunakan di kios seperti fasilitas parkir tidak disediakan oleh pedagang kios tetapi diberikan oleh pengelola pasar.
Keenam, pelayanan toko/kios. Pelayanan berupa ketersediaan fasilitas baik fisik maupun non fisik yang diberikan para pedagang kepada pembeli. Dari pengertian di atas dapat diungkapkan bahwa pelayanan konsumen ini lebih menitikberatkan pada kegiatan yang dapat
memuaskan konsumennya dengan memberikan fasilitas yang terbaik yang diberikan oleh toko yang bersangkutan. Salah satu fasilitas yang ada di kios adalah berkaitan dengan kebijakan
menggunakan cara-cara yang dapat digunakan untuk menarik para konsumennya seperti melalui
iklan, promosi dan sebagainya.
Salah satu target yang dituju oleh strategi ini adalah bentuk service yang diberikan kepada pelanggan. Kios memberikan service penuh (full service) kepada pelanggannya karena
mereka mengadakan kontak secara langsung atau tatap muka dengan pelanggannya. Strategi ini cocok dengan semua jenis toko baik supermarket, outlet, kios dan sebagainya. Dengan kata lain,
strategi bauran penjualan eceran ini digunakan untuk industri kecil yang bentuknya seperti kios atau sejenisnya.
Kegunaan strategi ini ditujukan untuk para pedagang/ Pengecer. Strategi ini dilakukan untuk dapat mengadakan komunikasi dalam bentuk tertulis maupun lisan ataupun secara langsung. Untuk mengadakan komunikasi ini memerlukan tempat yang dapat dikatakan kios,
toko, outlet atau sejenisnya. Kios/toko atau sejenisnya ini adalah yang menjual pakaian sampai majalah.
Strategi yang ditawarkan di atas dapat mempengaruhi pendapatan yang didapat oleh para pedagang eceran. Pendapatan ini berkaitan dengan volume atau hasil penjualan. hasil penjualan adalah hasil total uang yang diterima atau yang akan diterima oleh perusahan dari penjualan
barang atau jasa dalam periode tertentu (sales revenue)
Apabila strategi bauran penjualan eceran dikelola dengan baik, maka akan mempunyai
Kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam bagan alur kerangka pemikiran dan
paradigma penelitian di bawah ini :
Gambar 2.3 : Bagan Alur Pemikiran
STRATEGI PEMASARAN
Memilih Pasar Sasaran: Segmentation, Targetting,
positioning
STRATEGI BAURAN PENJUALAN ECERAN Lokasi Toko
Prosedur Operasi Produk yang ditawarkan Harga
Suasana Toko Pelayanan Konsumen Metode Promosi
TEORI :
BERMAN & EVANS (2004 : 10)
STUDI EMPIRIS
MOORE (2002), HERNANT (2004)
HASIL PENJUALAN Marketing Mix :
Product Price Place
Promotion
Paradigma Pengaruh Bauran Penjualan Eceran Terhadap Hasil Penjualan pada Pasar Ashofia Kecamatan Dayeuhkolot kabupaten Bandung
Gambar 2.4. Paradigma Penelitian
Keterangan : Pengaruh secara simultan Pengaruh secara parsial
2.3. Hipotesis
Strategi bauran penjualan eceran mempunyai pengaruh secara parsial maupun simultan terhadap
hasil penjualan pakaian jadi pada Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung.
STRATEGI BAURAN PENJUALAN ECERAN
Prosedur Operasi (X2)
Produk yang ditawarkan (X3)
Harga (X4)
Suasana Toko (X5)
Pelayanan Konsumen (X6)
Metode Promosi (X7) Lokasi Toko (X1)
Hasil Penjualan (Y)
Pendapatan yang diterima perusahaan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang Pengaruh Strategi Bauran
Eceran terhadap Hasil Penjualan pada Pasar Ash-Shofia Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai yaitu penelitian yang
didasarkan pada pengambilan sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Dengan demikian metode penelitian ini disebut sampel survai (explanatory survey), yaitu mengukur variabel penelitian yang berkaitan dengan
ciri-ciri dari unit observasi tertentu, baik ciri kuantitatif maupun ciri kualitatif, dimana informasi dari responden dikumpulkan langsung secara empirik untuk mengetahui pendapat yang
bersangkutan mengenai masalah yang sedang diteliti.
Dalam pelaksanaan penelitian ini akan digunakan jenis penelitian Deskriptif Verifikatif, yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan (para pedagang eceran pakaian jadi di
Pasar Ash-Shofia dengan jumlah sampel tertentu). Penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang ciri variabel Strategi Bauran Penjualan Eceran yang ditawarkan
Obyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah pedagang eceran pakaian jadi Pasar
Ash-Shofia di Kabupaten Bandung. Jenis data primer dibutuhkan dalam penelitian ini adalah berupa kumpulan informasi yang diperoleh dengan metode wawancara dan menggunakan kuesioner terstruktur yang diberikan kepada pedagang eceran pakaian jadi menjadi responden dipilih.
Selain para pedagang, penulis juga memberikan kuesioner kepada konsumen untuk mencek jawaban yang telah dijawab para pedagang tersebut. Data sekunder didapat dengan menelaah
data yang diperoleh dari pihak pedagang eceran pakaian jadi berupa hasil penjualan pakaian jadi serta publikasi yang telah diterbitkan seperti jurnal, majalah, koran dan artikel.
3.2. Operasionalisasi Variabel
Untuk menjawab kedua permasalahan seperti yang dikemukakan dalam rumusan
masalah, variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu strategi bauran penjualan eceran yang mencakup 7 sub variabel yaitu : Store Location (X1),
Operating Procedures (X2), The goods/Services (X3), Pricing (X4), Store Atmosphere (X5), Customer Services (X6), Promotional methods (X7), sedangkan hasil penjualan pakaian jadi sebagai variabel terikat (Y). Secara rinci operasionalisasi variabel tersebut dapat dilihat sebagai
Tabel 3.1. pengaruh pada kegiatan bisnis pengecer mempunyai respon pada kekuatan pasar, seperti pesaing atau
Variabel/Sub
Situasi dan kondisi kios di
ITC
3.3. Metode Penarikan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik systematic random
sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi. Proses random hanya dilakukan untuk menentukan anggota populasi yang pertama. Dengan demikian,
jika sampel pertama yang dipilih random adalah konsumen yang berbelanja dengan nomor urut 1. Pengisian kuesioner memerlukan waktu sekitar 25 menit, maka urutan anggota sampel yang
terdiri dari pedagang dengan no urut 1, 26, 51 seterusnya dengan interval 20 sampai terkumpul sampel sebanyak 225.
Untuk mendapatkan (n) dalam populasi digunakan rumus Yamane (Rakhmat, 1995:85). Sampel ditentukan sebagai berikut:
Berdasarkan data diatas, maka pada obyek penelitian terdapat sebanyak 225 orang
pedagang pakaian jadi. Jika presisi yang digunakan adalah 10 persen, maka jumlah sampel yang diteliti dari populasi sebesar 225 orang adalah sebagai berikut:
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini, dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Observasi
Metode ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan terhadap berbagai permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan strategi bauran penjualan eceran yang
mempunyai pengaruh terhadap hasil penjualan pakaian jadi dan unsur-unsur yang dominan dalam pelaksanaan strategi bauran penjualan eceran, sehingga peneliti dapat menggambarkan
kondisi sesungguhnya mengenai apa yang terjadi di lapangan. 2. Wawancara
Metode ini dilakukan dengan mengadakan wawancara langsung dengan cara mengajukan
sejumlah pertanyaan melalui daftar pertanyaan yang telah disusun kepada pengelola maupun kepada pedagang eceran (berkaitan dengan pengaruh strategi bauran penjualan eceran
terhadap hasil penjualan pakaian jadi) dan mengadakan wawancara kedalaman mengenai unsur-unsur yang dominan serta unsur pendukung dan penghambat kepada konsumen yang sedang berbelanja di Pasar Ash-Shofia.
3. Kuesioner.
Penelitian ini menggunakan kuesioner langsung dengan bentuk jawaban tertutup (Close and
pertama digunakan kuesioner kepada para pedagang eceran pakaian jadi. Sedangkan untuk
mengungkap penelitian kedua digunakan kuesioner kepada para konsumen yang berbelanja di Pasar Ash-Shofia.
3.5.Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen (1) Pengujian Validitas
Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah kita mengukur konsep secara benar (Sekaran, 2000 : 204). Analisis item yang digunakan untuk menguji validitas instrument yaitu
Uji Reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui stabilitas dan konsistensi di dalam pengukuran (Sekaran. 2000 : 204). Kaidah Keputusan yang bisa dikemukakan yaitu apabila t
b b r r r i
1 2
(Sugiono, 2002 : 122)
dengan : r1 = Reliabilitas internal seluruh instrument.
rb = Korelasi Product-Moment antara belahan pertama dan kedua.
3.6.Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan analisis deskriptif dan verifikatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk memperoleh kejelasan mengenai ciri-ciri variabel yang diteliti (strategi bauran penjualan eceran dan hasil penjualan pakaian jadi). Perhitungan secara deskriptif
dilakukan dengan WMS (Weighted Mean Scored) sebagai berikut :
Untuk skor ideal : Skor Maksimal dikali jumlah responden dikali jumlah pertanyaan
Untuk skor yang dicapai : Jumlah kumulatif / keseluruhan jawaban responden
Sedangkan rata-ratanya :
skor 1 untuk sangat buruk / sangat jelek
Skor 2 untuk kategori buruk/jelek
Skor 3 : untuk kategori cukup baik
Skor 4 : untuk kategori baik
Sedangkan analisis verifikatif dilakukan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan alat uji
statistik.Pengujian statistik menggunakan analisis regresi. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Pengujian Ketepatan Asumsi Model
a. Uji Multikolinier
Multikolinier terjadi apabila adanya hubungan antar variabel independen. Hal ini diduga
terjadi bila koefisien determinasi tinggi, nilai uji F tinggi tetapi nilai t dari parameter tidak signifikan. Multikolinier merupakan salah satu bentuk penyimpangan terhadap asumsi model
Klasik sehingga bisa mengakibatkan antara lain kesalahan baku (standar error) membesar, tingkat keyakinan (level of significance) salah satu atau beberapa koefisien regresi tidak signifikan meskipun koefisien regresinya tinggi, penaksir OLS dan simpangan baku sensitif
terhadap perubahan data yang kecil.
Beberapa tindakan perbaikan apabila terdapat multikolinier dalam sebuah model estimasi
yaitu informasi apriori yang bersumber dari teori ekonomi atau hasil penelitian empiris, menggabungkan data cross-section dan data time-series, mengeluarkan suatu variabel atau variabel-variabel yang ada dan bias spesifikasi yang timbul dari spesifikasi yang tidak benar dari
model analisis yang digunakan, transformasi variabel, seperti bentuk perbedaan pertama (first
b. Uji heteroskedastis
Heteroskedastis adalah kondisi ketidaksamaan varian dari variabel independen berkaitan dengan varian nilai variabel dependen. Situasi ini menyebabkan penaksiran koefisien regresi tidak efisien, sehingga akan jauh lebih kecil, lebih besar atau menyesatkan. Heteroskedastis
merupakan masalah yang potensial terjadi dalam menarik kesimpulan berdasarkan least squares. Pendeteksian adanya heteroskedastis dapat dilakukan dengan menggunakan White test (Gujarati ,
2003 : 413). Langkah pengujiannya sebagai berikut : - Ho : tidak ada heteroskedastis (homocedastis)
H1 : ada heteroskedastis
- α = 0,05 ; tolak Ho jika Obs*R-square > df2k atau probabilty (P-value) < α
Ada dua cara untuk menyelesaikan masalah heteroskedastis, yaitu :
1. Jika σi2 diketahui, maka menyelesaikannya dilakukan dengan metode Weighted Least
Square (WLS).
2. Jika σi2 tidak diketahui, maka ada 4 (empat) cara transformasi data, tergantung pada
asumsi :
a) Dibagi dengan Xi jika variasi kesalahannya (error variance) diasumsikan proporsional terhadap Xi2.
b) Dibagi dengan akar kuadrat Xi atau jika variasi kesalahannya proporsional terhadap Xi.
d) Dengan melakukan transformasi ke dalam bentuk log.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah kondisi di mana kesalahan pengganggu saling berkorelasi. Untuk mengetahui keberadaan autokorelasi bisa dideteksi dengan menggunakan dilakukan pengujian
dengan menggunakan pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test (Gujarati, 2003: 472).
Lakukan pengujian dengan prosedur sebagai berikut: - H0 : tidak ada serial correlations.
H1 : ada serial correlations.
- 0 jika obs*R-square > df2k atau atau probabilty (P-value) < α
Autokorelasi atau serial korelasi diartikan sebagai adanya korelasi gangguan pada satu observasi dengan observasi lain. Autokorelasi ini biasanya terjadi pada regresi yang
menggunakan data time series. Adanya autokorelasi ini akan menyebabkan:
1. Varians residual (error terms) yang diperoleh lebih rendah dari semestinya, sehingga
menyebabkan R² menjadi lebih tinggi dari seharusnya.
2. Pengujian hipotesis yang dilakukan dengan uji t dan uji F menjadi tidak sah, dan dapat memberikan kesimpulan yang menyesatkan.
2. Mengestimasi Model Yang Akan Digunakan
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat diperoleh fungsi yang menjelaskan
Persamaan di atas dapat dinyatakan dalam model ekonometrika untuk menjelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham, yaitu :
Yit= β0i+ β1 X1it+ β2 X2it+ β3 X3it+ β4 X4it + β5 X5it+ β6 X6it+ β7 X7it+ μit
Di mana :
Y = penjualan X1 = lokasi (X1)
X2 = prosedur operasi (X2)
X3 = produk yang ditawarkan (X3)
X4 = harga (X4)
X5 = suasana toko (X5)
X6 = pelayanan konsumen (X6)
X7 = metoda promosi (X7) β0 = konstanta
β1, β2, β3, β4, β5, β6, β7 = koefisien regresi
μ = error term
i = produsen ke i
3. Uji Hipotesis
Dari model regresi di atas, untuk membuktikan apakah variabel-variabel independen secara
a. Ho : β1 = β2 = β3 ...= βi = 0 atau variabel independen yang digunakan yaitu return on asset,
return on equity, earning per share, debt to equity ratio, capital adequacy ratio, loan to
deposit ratio, dan beta saham secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen (harga saham)..
H1 : tidak semua koefisien = 0 atau variabel independen yang digunakan yaitu return on
asset, return on equity, earning per share, debt to equity ratio, capital adequacy ratio, loan to deposit ratio, dan beta saham secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen (harga saham).
b. Level of signifikan (α) = 0,05. c. Fhitung sebesar :
1
1 2
2
k n R
k R
Fhitung
Di mana : k = jumlah variabel independen, n = jumlah observasi, dan R2 = koefisien determinasi. Nilai Ftabel dapat dicari dengan df1 = k dan df2 = n–k–1. Ho ditolak apabila nilai Fhitung >
Ftabel, artinya semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.
a. Ho: βi = 0 atau variabel independen (return on asset, return on equity, earning per share, debt
to equity ratio, capital adequacy ratio, loan to deposit ratio, dan beta saham) secara parsial tidak mempengaruhi variabel dependen (harga saham).
H1: βi≠ 0 atau variabel independen (return on asset, return on equity, earning per share, debt
to equity ratio, capital adequacy ratio, loan to deposit ratio, dan beta saham) secara parsial mempengaruhi variabel dependen (harga saham).
(i = 0,1,2,3,...)
b. level of signifikan (α) = 0,05
c. thitung sebesar :
) ( i
i hitung
SE t
di mana : β = koefisien regresi
SE(β) = standard errors dari β
Apabila nilai thitung > ttabel, maka Ho ditolak, berarti variabel independen secara parsial mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan variabel dalam model yang digunakan.
Koefisien determinasi adalah angka yang menunjukkan besarnya proporsi atau persentase variasi variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen dalam model regresi tersebut, atau
besarnya kemampuan varian atau penyebaran dari variabel-variabel independen yang dapat menerangkan variabel dependen. Besarnya nilai R2 adalah 0 < R2 < 1, semakin mendekati 1 berarti model tersebut dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antara variabel
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1. Pelaksanaan Strategi Bauran Eceran Yang Dilakukan Pedagang di Pasar Ash-Shofia Kabupaten Bandung
Strategi merupakan tindakan konkret dan merupakan cara untuk menterjemahkan visi, misi,
nilai-nilai dan tujuan. Untuk itu, menciptakan strategi yang handal dan mampu menghadapi kompetisi
merupakan pekerjaan yang besar bagi seorang pedagang, khususnya pedagang eceran. Strategi ini
merupakan rencana global yang menggambarkan sumber daya dan aktivitas lainnya untuk menghadapi
lingkungan dan untuk mencapai tujuan.
Salah satu strategi yang dilakukan oleh pedagang adalah strategi bauran penjualan eceran. Strategi penjualan eceran merupakan strategi yang dilakukan pedagang untuk menarik konsumen
berbelanja. Unsur-unsur strategi bauran eceran sebagai berikut : 4.1.1.Lokasi
Keputusan lokasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi pedagang. Lokasi kios
sangat mempengaruhi keuntungan dan keberhasilan usaha dalam jangka panjang dan mempengaruhi jumlah dan jenis konsumen yang akan tertarik untuk datang ke lokasi yang
strategis, mudah dijangkau, serta kapasitas yang memadai bagi konsumen.
Dalam pelaksanaannya strategi yang dilakukan oleh pedagang di Pasar Ash-Shofia sudah baik tetapi belum optimal. Ini terlihat dari latar belakang pemilihan lokasi tidak berdasarkan
dagangan yang di jualnya dibandingkan lokasi yang ramai atau yang dekat jalan masuk ke toko
yang bersangkutan. Hal ini terlihat pada tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1.
Secara finansial mereka mampu menyewa hanya lokasinya tidak strategis. Segi keamanan pedagang. Berdasarkan wawancara dengan pedagang, mereka mencari keamanan baik
pedagang maupun konsumen. Keamanan disini dari tekanan penjahat atau rongrongan lainnya. Sehingga tidak mengherankan apabila sebagian dari mereka memilih lokasi yang jauh dari keramaian konsumen yang datang. Hal ini ditegaskan oleh konsumen, mereka kadangkala
merasa tidak aman karena terlalu berdesakan apabila akan mencapai lokasi yang dimaksud dan banyaknya pencopet yang berperan sebagai pembeli berkeliaran di sekitar kios. Keamanan ini
Akses transportasi yang mudah dijangkau karean lokasi dekat dengan pabrik dan
perumahan. Kedekatan dengan pedagang lain telah mereka lakukan dengan baik walaupun belum optimal. Hal ini terlihat pedagang pakaian jadi yang ada di pasar sangat berdekatan. Mereka berdagang berdekatan dengan pedagang lain yang bertujuan untuk tidak menyulitkan konsumen
untuk berbelanja. Berdasarkan pendapat konsumen mereka tidak kesulitan untuk mendapatkan barang yang sejenis karena pedagang yang berjualan barang yang sejenis berdekatan.
4.1.2. Prosedur Operasi
Prosedur operasi kepada konsumen dilakukan para pedagang untuk memberikan kemudahan kepada konsumen potensial dalam berbelanja, kemudahan pelaksanaan transaksi pada saat konsumen berusaha melakukan pembelian, dan adanya kepuasan konsumen atau
Dalam pelaksanaannya prosedur operasi yang dilakukan pedagang di Pasar Ash-Shofia
Dayeuhkolot sudah dilakukan dengan baik tetapi belum optimal. Keramahan pedagang sudah baik, walaupun dalam melakukan pelayanan kadangkala mereka tidak ramah di mata konsumen. Keramahan merupakan prioritas utama dalam menentukan pramuniaga yang akan bekerja,
karena dengan keramahan maka pembeli akan datang dan senang serta betah berbelanja di kiosnya sehingga proses transaksi jual beli lancar. Selain itu bukan saja keramahan yang
dipertimbangkan dalam memilih pegawai yang akan bekerja / pramuniaga yang akan bekerja tetapi mempertimbangkan pula pegawai / pramuniaga yang dapat membawa suasana yang
menyegarkan pembeli seperti bertutur kata halus, sopan, bersahaja dan sebagainya.
Kelincahan dan kecekatan terlihat ketika menawarkan barang atau dalam melakukan pelayanan kepada konsumen sudah baik tetapi belum optimal. Kelincahan dan cekatan
merupakan kriteria utama dalam mempertimbangkan pramuniaga yang akan bekerja. Pedagang beranggapan pembeli adalah orang yang harus dilayani dengan cekatan. Pramuniaga yang lincah
dan cekatan disukai konsumen seperti pembeli memerlukan pakaian yang diinginkan dilayani dengan segera. Sebagian kecil pedagang berasumsi tidak cukup hanya kelincahan dan cekatan yang dibutuhkan, tetapi pramuniaga tersebut harus bisa menarik pembeli datang membeli di
kiosnya contohnya menurut konsumen mereka merasa sebagai pembeli kadang-kadang tidak dilayani dengan baik atau pramuniaganya berleha-leha tanpa mengindahkan keinginan pembeli
Ketampanan/kecantikan pramuniaga berada dalam kategori baik tetapi belum optimal.
Hal ini diperhatikan oleh para pedagang, tujuannya untuk menarik konsumen berbelanja. Ketampanan/kecantikan pramuniaga merupakan hal yang penting dalam melayani pembeli, karena pedagang menganggap pramuniaga yang cantik dan tampan akan menarik konsumennya
untuk berbelanja. Penampilan pramuniaga pun harus menarik dan disesuaikan dengan kondisi atau mode sekarang. Penampilan yang menarik menurut para pedagang ini seperti baju
pramuniaga yang bersih, selalu tersenyum dan tidak menampakkan muka yang cemberut atau masam.
Dalam pemilihan pramuniaga didasarkan pengalaman bekerja sehingga memudahkan memberikan pelayanan. Berdasarkan wawancara dengan pedagang pengalaman bekerja diutamakan karena mereka beranggapan tidak perlu lagi melakukan pengarahan bagaimana
melayani pembeli sehingga mengirit biaya yang ada.
Faktor kekerabatan merupakan strategi pedagang, karena mereka beranggapan
memudahkan dan adanya kepercayaan dalam mengelola kios. Rata-rata kios yang dibuka oleh pedagang merupakan usaha keluarga. Berdasarkan wawancara dengan pedagang, kekerabatan sangat diprioritaskan karena mereka beranggapan lebih mudah mengatur dari segi keuangan dan
dapat memerintah lebih leluasa. Faktor alat pembayaran menurut sebagian pedagang, mereka tidak menggunakan fasilitas pembayaran dengan alasan modal yang mereka tanamkan kecil
sehingga mereka tidak mempunyai dana lebih untuk fasilitas alat pembayaran. Mereka mengatakan lebih suka alat pembayaran yang tunai karena untuk membayar sebagian barang
4.1.3. Produk Yang Ditawarkan
Produk yang ditawarkan pedagang sangat diperhatikan. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan. Secara kumulatif dijelaskan sebagai berikut : Tabel 4.3.
Desain yang menarik merupakan hal yang diutamakan dalam kualitas baju. Desain yang
menarik menurut mereka disesuaikan dengan model-model yang sedang berkembang seperti misalnya tren sekarang pakaian dewasa identik dengan bordir yang diberi payet atau celana panjang wanita yang dibordir atau pakaian anak desain gambarnya disesuaikan dengan tokoh
kartun yang sedang tren / popular saat ini seperti tokoh sponebob, spiderman dan sebagainya. Strategi pedagang dengan memperhatikan desain yang menarik ini dirasakan oleh
konsumen/pembeli. Menurut konsumen desain yang mereka tawarkan menarik pembeli tetapi sayang desain tersebut mempunyai kesamaan dengan pedagang yang lain dan hanya sebagian kecil yang mempunyai desain yang berbeda. Strategi yang dilakukan tidak melihat kemampuan
pedagang untuk mendesain tetapi hanya melihat desain yang sama dengan pedagang lain. Para pedagang mengatakan pakaian jadi yang mereka jual berasal dari pabrik yang sama dan hanya
Pedagang beranggapan bahan dan kekuatan jahitan bukan tanggung jawab mereka
karena barang yang dijual berasal dari pabrik dan mereka hanya menerima barang yang sudah jadi saja. Selain daripada itu disesuaikan dengan harga yang terjangkau oleh konsumen. Pedagang dengan memperhatikan bahan dan kekuatan jahitan dalam strategi produk yang
ditawarkan berada pada posisi baik. Hal ini terlihat dari pendapat sebagian pedagang mengatakan kekuatan jahitan diperhatikan dengan seksama karena konsumen selalu mengeluh
dengan hal tersebut. Hal ini mempunyai dampak harga yang ditawarkan menjadi mahal. Tetapi sebagian pedagang mengatakan tidak perlu memperhatikan kualitas jahitan karena mereka
beranggapan kualitas jahitan yang bagus harus disesuaikan dengan harga yang ditawarkan sedangkan harga yang mereka tawarkan tidak begitu mahal.
Produk yang ditawarkan disesuaikan dengan keragaman dalam segi ukuran dan model,
karena mereka terpaku pada barang yang dikirim dari pabrik atau mal. Mereka hanya mempunyai stok barang dengan ukuran yang standar yaitu S, M, L dan LL sedangkan ukuran
besar jarang ditawarkan dengan alasan tidak begitu laku terjual atau dengan kata lain jarang orang membelinya. Selain itu produk yang ditawarkan disesuaikan dengan keragaman dalam segi ukuran dan model. Strategi ini dilakukan oleh para pedagang pakaian yang memproduksi atau
menjahit sendiri barang yang dijualnya atau para pedagang yang menjual barang impor yang berasal dari Korea dan Jepang atau bukan buatan dalam negeri. Sebagian pedagang beranggapan
yang ada dengan kata lain stoknya terbatas dan jarang ada yang mencari pakaian dengan ukuran
yang sangat besar (big size) . Dengan kata lain ukuran besar menurut para pedagang tidak begitu laku. Hal ini menandakan masih sebagian pedagang yang melakukan strategi dengan benar.
Keragaman merek barang merupakan hal yang penting dalam menjual produk. Biasanya
merek yang mereka tawarkan tidak begitu terkenal dan merupakan produk dalam negeri. Para pedagang yang menawarkan keragaman merek karena mereka beranggapan pedagang yang
lainpun menawarkan barang dengan merek yang sama. Hal ini terlihat strategi yang mereka lakukan hanya melihat pesaing dan konsumen tanpa melihat kemampuan mereka sebagai
penjual. Hal ini menandakan mereka kurang menggunakan strategi dengan baik.
Daya beli konsumen merupakan hal yang dipertimbangkan dalam memperhatikan kenyamanan suatu produk yang dijual. Hal ini terlihat dari harga yang begitu seragam dan tidak
begitu mahal seperti harga baju berkisar antara Rp. 17.000 sampai Rp. 350.000,- untuk pakaian jadi dan jarang harga pakaian yang berkisar 350.000 ke atas. Segelintir pedagang yang menjual
pakaian dari luar negeri bukan merupakan produk dalam negeri seperti Korea yang menjual barang sekitar Rp. 150.000 ke atas. Mereka mempunyai alasan bahwa harga yang diberikan disesuaikan dengan harga tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Faktor keuntungan merupakan hal yang utama dalam mempertimbangkan kenyamanan suatu produk yang dijual. Ini terlihat dari harga barang yang ditawarkan pedagang berkisar Rp.
pengunjung/pembeli. Mereka biasanya menaikkan harga telebih dahulu. Selain itu strategi
pedagang menawarkan barangnya dengan harga pas dan tidak bisa ditawar kembali. Ini biasanya berlaku pada kios yang berada di lantai dasar atau yang dekat escalator.
4.1.4. Harga
Strategi kebijakan penetapan harga merupakan suatu masalah jika perusahaan akan
menetapkan harga pertama kalinya, karena penetapan harga akan mempengaruhi pendapatan total dan biaya. Penetapan harga jual yang layak memungkinkan penjualan eceran mempunyai
profit yang layak, dan memberikan kepuasan kepada konsumen. Dengan demikian harga sangatlah penting bagi pedagang eceran khususnya pedagang kios.
Dalam pelaksanaannya, penetapan harga yang dilakukan berdasarkan biaya produksi dan
pesaing. Hal ini didasarkan pada harga barang yang dipasok dari pabrik atau nilai tukar rupiah dianggap sebagai biaya produksi dan harga yang ditawarkan oleh para pedagang. Mereka
beranggapan dengan mengeluarkan biaya yang sama atau lebih mahal akan memperoleh keuntungan. Hal ini terlihat dari pendapat konsumen bahwa harga yang ditawarkan disesuaikan dengan lokasi yang ada. Misalnya harga yang berada di lantai 3 dan harga yang berada di lantai 2
berbeda jauh atau harga yang ditawarkan antara pedagang yang berada di lantai yang sama mempunyai harga yang sama atau perbedaannya hanya 1000 atau 2000 saja. Ini menandakan
Pedagangpun sebagian tidak memproduksi sendiri barangnya dan hanya menerima barang
konsinyasi dari pabrik atau pedagang lainnya dan menawarkan harga yang diinginkan pedagang saja tanpa melihat pedagang lain. Dengan kata lain hanya memikirkan keuntungan pedagang saja.
Harga yang ditetapkan pedagang berdasarkan keuntungan pedagang. Hal ini sesuai dengan pendapat konsumen yang mengatakan harga yang ditawarkan penjual kadangkala tidak
sesuai dengan kualitas yang ada dan harga yang ditawarkan seakan-akan 2 (dua) kali lipat dari harga semula. Kenyataan ini terjadi apabila pembeli tidak menawar. Ini terlihat jelas strategi
yang dilakukan hanya untuk kepentingan pedagang (keuntungan pedagang) tanpa melihat pembeli.
Kemampuan pembeli menjadi prioritas utama dalam mempertimbangkan harga, karena
mereka harus mempertimbangkan modal dan uang sewa kios yang harus dikeluarkan. Srategi
yang dilakukan sudah baik karena penggunaan strategi selain melihat kemampuan pedagang dengan mempertimbangkan uang sewa kios atau modal yang dikeluarkan pedagang juga melihat kemampuan pembeli karena mereka beranggapan segmen yang dituju adalah semua konsumen
baik tingkat menengah, tingkat bawah, atau tingkat atas. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat konsumen yang mengatakan harga yang diberikan kadangkala tinggi atau hampir dua kali lipat
dari harga semula dan konsumen harus pintar menawar harga yang ditawarkan, apabila ini tidak dilakukan maka akan menguntungkan pedagang. Contohnya harga pakaian senilai Rp. 90.000
Potongan harga merupakan kriteria utama dalam mempertimbangkan harga jual.
Berdasarkan wawancara dengan para pedagang, potongan harga dilakukan apabila konsumen melakukan pembelian barang dalam skala besar atau menghabiskan stok pakaian yang lama. Hal ini dilakukan untuk menutupi kerugian yang di dapat atau pengembalian modal awal. Alasan
lainnya untuk menarik konsumen pada penjualan pakaian yang pertama terjual atau menurut istilah mereka sebagai “penglaris” misalnya sampai jam 12 siang pakaian belum terjual maka
ketika pembeli datang diskon bisa sampai 50 persennya. Kenyataan ini terlihat di lapangan konsumen yang datang pagi akan mendapat pakaian yang lebih murah dibandingkan yang datang
pada tengah hari atau sore hari. Ini terlihat strategi potongan harga yang dilakukan pedagang untuk menurunkan harga tergantung pada kondisi di lapangan.
Pelaksanaan strategi bauran penjualan yang dilakukan pedagang dilihat dari jumlah
pembelian termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan wawancara dengan para pedagang harga yang diberikan tergantung pada banyak atau tidaknya barang yang dibeli. Hal ini seperti yang
dikeluhkan para konsumen yang berbelanja dalam partai eceran seperti di toko A menjual barang eceran Rp. 35.000 per potong, tetapi bila partai grosir atau besar sebesar Rp. 30.000 per potong. Ini terlihat jelas strategi yang dilakukan pedagang berdasarkan biaya eceran atau grosir karena
mereka beranggapan partai grosir lebih menguntungkan dibandingkan dengan partai eceran.
Kondisi ekonomi negara sangat diperhatikan karena berkaitan dengan daya beli
cepat karena krisis moneter otomatis barang impor dari luar naik dan hal ini mengakibatkan
harga pakaian menjadi naik sekitar Rp. 5.000 s.d Rp. 10.000 atau harga BBM naik maka harga pakaianpun menjadi naik. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa strategi yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi negara. Ini jelas-jelas mempengaruhi daya beli masyarakat yang
menjadi menurun. Apabila hal ini terjadi akan mengakibatkan kerugian bagi pedagang.
Tabel 4.4. dipertegas dengan pernyataan para pedagang yang menyatakan persaingan harga dengan
pedagang yang menjual barang sama dilakukan. Mereka tidak segan-segannya menawarkan harga yang lebih rendah dari pedagang lain. Hal ini diperkuat dengan pernyataan para konsumen