• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan Proses Thermal Pasteurisasi Suhu 85 o C Selama 30 Menit pada Sosis Sapi Goreng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Rancangan Proses Thermal Pasteurisasi Suhu 85 o C Selama 30 Menit pada Sosis Sapi Goreng"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KELAS : B KELOMPOK : 6

NAMA (NIM) : 1. Aminah Maulida Rahmawati (H0919007) 2. Anita Nurul Apriliana (H0919013)

3. Anselma Ika Satyawati (H0919017) 4. Arini Kusumawardhani (H0919019) 5. Aziza Jasmine (H0919023)

6. Bintang Yudhatama (H0919026)

Rancangan Proses Thermal Pasteurisasi Suhu 85oC Selama 30 Menit pada Sosis Sapi Goreng

A. SOSIS SAPI GORENG

a. Kelebihan sosis sapi goreng

Daging merupakan salah satu makanan yang memiliki protein tinggi, terutama daging sapi. Daging sapi sendiri merupakan salah satu komoditi ternak yang sangat mudah busuk atau rusak akibat dari perubahan kimiawi dan kontaminasi mikroba. Maka dari itu diperlukan upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerusakan daging segar adalah dengan melakukan pengawetan berupa pengolahan terhadap daging (Surbakti et al., 2016). Salah satu olahan daging sapi adalah sosis. Sosis yaitu emulsi daging yang ditambahkan bahan pengisi, bahan pengikat dan bumbu-bumbu untuk meningkatkan flavor dan daya terima. Sosis memiliki karakteristik kenyal akibat penambahan tepung sebagai campurannya dan juga warna merah yang khas. Sosis biasanya dapat dimakan dengan pengolahan singkat atau dapat langsung dikonsumsi sehingga dapat dikatakan sosis merupakan sumber protein yang praktis dan fungsional. Penambahan tepung (biasanya tapioka) selain berfungsi sebagai pengenyal, juga merupakan faktor yang menyebabkan sosis lebih ekonomis daripada daging pada umumnya. Faktor ekonomis juga ditunjang oleh bahan daging yang biasanya digunakan apakah daging berkualitas dari sapi segar utuh atau daging sisa industri perdagingan. Daging sisa yang dimaksudkan disini adalah bagian forequarter berupa bagian leher, tulang belikat, dan lengan atas. Daging ini menghasilkan potongan yang keras namun aromanya begitu kuat (Ismanto et al., 2020). Menurut SNI 1995, sosis memiliki berbagai kandungan gizi berupa kadar air maksimal sebesar

(2)

67%, kadar abu maksimal sebesar 3%, kadar lemak maksimal 25%, kadar protein minimal 13%, dan karbohidrat maksimal 8% (Surbakti et al., 2016). Tentu hal ini merupakan poin plus bagi industri sosis untuk dikembangkan karena merupakan sumber protein yang praktis, ekonomis, fungsional dan mudah di buat.

b. Kelemahan sosis sapi goreng

Sosis merupakan produk pangan hasil olahan daging yang dicincang. Daging sendiri termasuk produk pangan yang sangat beresiko menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme. Semua bahan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak, sejak dipanen, bahan pangan mentah baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi biokimiawi (Sundari, dkk. 2015). Pada proses pengolahan sosis, daging yang digunakan perlu dilakukan proses pemanasan untuk membunuh mikrobia dan menginaktifasi enzim yang terdapat pada bahan pangan tersebut sehingga memperpanjang lama simpan, mendapatkan sosis yang teksturnya kompak dengan adanya koagulasi protein, dan mempertegas warna (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Pemasakan merupakan faktor penting yang dapat memperbaiki palatabilitas (derajat kesukaan pada makanan tertentu) daging (Pearson dan Tauber, 1984). Proses panas dapat membantu daging mengurangi kadar air. Daging yang dimasak dengan lama pemasakan yang lebih panjang juga menyebabkan peningkatan jumlah protein daging yang terdenaturasi, sehingga kemampuan mengikat airnya juga akan menurun. Menurut Arwinda (2003), ketika mikroorganisme mulai tumbuh dan menjadi aktif, mereka umumnya menghasilkan air sebagai hasil akhir dari respirasi yang meningkatkan nilai Aw dari lingkungan mereka sehingga mikroorganisme membutuhkan Aw tinggi dapat tumbuh dan merusak makanan yang awalnya dipertimbangkan berada dalam kondisi stabil terhadap gangguan mikroorganisme. Pengaruh pemasakan terhadap keempukan melibatkan perubahan protein daging, yang terdiri dari protein miofibrilar, protein sarkoplasmik dan protein jaringan ikat, terutama kolagen (Bouton et al., 1976).

(3)

B. RANCANGAN PROSES PANAS

Proses termal pada sosis sapi yaitu proses pasteurisasi yang dilakukan setelah sosis sapi goreng telah dikemas vakum. Proses termal atau yang disebut thermal process merupakan proses yang termasuk ke dalam proses pengawetan yang memanfaatkan energi panas. Tujuan utama proses termal antara lain mampu mematikan mikroorganisme yang menyebabkan penyakit serta menimbulkan kebusukan pada sebuah produk yang telah dilakukan pengemasan dengan kemasan yang hermetic seperti kaleng, retort pouch, atau gelas jar. Proses termal menjadi metode yang dapat digunakan sebagai langkah pengawetan produk olahan daging yang dapat mematikan mikroorganisme toksigenik dalam daging ataupun pada daging yang sudah mengalami proses pengolahan. Metode pasteurisasi merupakan suatu proses dengan memanfaatkan pemanasan yang suhunya relatif cukup rendah yang umum pemanasan dilakukan pada suhu dibawah 100oC. Secara umum tujuan dari metode pasteurisasi ialah untuk menghilangkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentuk toksin, dan pembusukan. Proses pasteurisasi banyak digunakan pada proses produksi produk pangan asam atau yang diasamkan (pH<4,6 dan Aw>0,85) (Holdsworth dan Simpson, 2007). Pada prinsipnya, pasteurisasi memadukan antara suhu dan lamanya waktu pemanasan yang terbaik untuk suatu bahan pangan.

Proses pasteurisasi pada sosis sapi goreng dilakukan pada suhu 85oC selama 30 menit, proses ini merupakan proses yang terbaik karena mampu menghasilkan sosis sapi goreng dengan kualitas terbaik. Pada proses pasteurisasi dengan suhu 85oC selama 30 menit mampu mengurangi jumlah mikroorganisme patogen penyebab penyakit dan mikroorganisme pembusuk.

(4)

Air Nitrit Pocalt Salt

Air

Daging sapi beku

Penggergajian daging (Sawing) Pengecilan ukuran daging (Cubbing)

Penggilingan daging (Mincing) Curing (0oC; 24 jam) Pencampuran (Mixing)

Pencairan Kembali (Thawing) (10-15oC)

STPP, ½ es, garam, saltt replacer, emusi, bumbu, tapioka

Pengisian (Filling)

Penyiraman awal (Showering) (10 menit)

Pemanasan awal (Renderning) (85oC; 5 menit)

Pengeringan (Drying) (90oC; 35-45 menit)

Pengasapan (Smoking) (65oC; 20 menit)

Pemasakan (Cooking) (90oC; 30 menit)

Penyiraman akhir (Showering) (25-30oC; 30 menit)

Pendinginan (Cooling 0-5oC; 5-24 jam)

Pengemasan secara vakum Pasteurisasi (85oC; 30 menit)

Penyimpanan dingin (Chiller 0-5oC)

(5)

Menurut Wuryastuty dkk (2020), proses pembuatan sosis sapi terdiri dari beberapa tahapan meliputi:

1. Thawing

Thawing merupakan proses mengembalikan bahan baku dari fase padat menjadi fase cair. Dalam daging beku akan mengembalikan keempukan dari daging. Suhu thawing berkisar antara 100-150C (Jeremiah, 1996)

2. Penggergajian Daging (Sawing)

Penggergajian daging dilakukan dengan menggunakan alat bandsaw hingga dihasilkan daging berbentuk balok untuk mempermudah proses berikutnya. Potongan daging kemudian ditampung dalam meat car sebelum dilanjutkan pada proses pencabikan.

3. Pengecilan Ukuran Daging (Cubbing)

Proses pencabikan daging dilakukan dengan cubber meat yang terdiri dari sebuah tabung horizontal dengan 10 bagian pisau yang berputar cepat. Cubber meat berfungsi untuk mengecilkan ukuran daging beku yang telah digergaji sehingga mempermudah proses berikutnya.

4. Penggilingan Daging (Mincing)

Daging dimasukkan ke dalam mincer yang kemudian akan bergerak dengan cara didorong oleh ulir yang berputar searah jarum jam. Daging mula-mula akan melawati piringan (plate) yang pertama yang terdiri dari tiga buah lubang berdiameter 5 cm.

Lubang pada piring tersebut memiliki sisi-sisi yang tajam sehingga dapat memperkecil ukuran daging. Kemudian daging menuju ke pisau berputar yang memiliki empat buah mata pisau yang tajam. Selanjutnya daging masuk ke piringan kedua yang terdiri dari 12 lubang berdiameter 20 mm. Daging lalu menuju pisau yang kedua untuk diperkecil kembali ukurannya dan terakhir masuk ke piringan ketiga. Setelah keluar dari piringan ketiga, daging akan berbentuk silinder dengan diameter 3 mm.

5. Curing

Daging hasil penggilingan dimasukkan ke dalam ruang curing selama 24 jam dengan suhu 0°C. Curing dilakukan dengan cara menambahkan NPS (Nitrit Pocalt Salt) ke dalam daging giling. Curing bertujuan untuk menstabilkan warna merah pada daging, mengawetkan, dan menghasilkan flavour khas dari daging tersebut.

(6)

6. Pencampuran (Mixing)

Proses mixing dilakukan dengan bowl cutter yang terdiri dari sebuah mangkok berputar yang memiliki diameter 1 meter dan pada bagian dalamnya terdapat sebuah pisau yang memiliki enam buah mata pisau.

7. Pengisian (Filling)

Proses filling atau pengisian adonan ke dalam casing dilakukan dengan menggunakan mesin filler. Mula-mula daging masuk dari corong kerucut yang bergerak ke bawah dengan bantuan pengaduk dengan arah putaran berlawanan jarum jam, kemudian adonan dimasukkan ke dalam casing.

8. Penyiraman Awal (Showering)

Dilakukan penyiraman dengan air selama 10 menit yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan lemak pada permukaan sosis. Penyiraman dilakukan dengan kran yang dapat berputar dan terletak di atas sehingga penyiraman air dapat merata dan mengenai seluruh permukaan sosis

9. Pemanasan Awal (Renderning)

Renderning merupakan pemanasan awal produk dengan suhu 85ºC selama 5 menit agar produk tidak rusak karena perubahan suhu yang mendadak.

10. Pengeringan (Drying)

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam sosis dengan suhu 90ºC selama 35-45 menit. Ciri sosis yang sudah kering apabila dipegang tidak terasa lengket dan basah. Apabila proses pengeringan tidak sempurna akan menyebabkan warna sosis tidak seragam.

11. Pengasapan (Smoking)

Tahap pengasapan dilakukan selama 20 menit dengan suhu 65°C. Pengasapan akan menimbulkan warna, rasa, dan aroma yang spesifik pada sosis karena asap yang dihasilkan dari serbuk gergaji yang dipanaskan memiliki efek bakteriostatik yang berfungsi sebagai pengawet. Asap tersebut membentuk zat antioksidan dan zat anti mikroba, serta akan terjadi pengerasan sosis.

12. Pemasakan (Cooking)

Pemasakan pada suhu 90°C selama 30 menit bertujuan untuk membunuh mikroba,

(7)

diberi perlakuan showering akhir yang bertujuan untuk mendinginkan produk sosis dan memudahkan pengupasan casing.

13. Penyiraman Akhir (Showering)

Penyiraman akhir dilakukan dengan cara mengalirkan air dari pipa yang berputar searah jarum jam sehingga kotoran sisa pembakaran serbuk gergaji dapat dihilangkan dan suhu produk akan mencapai 25 ºC-30 ºC. Penyiraman ini dilakukan selama 30 menit bertujuan untuk menyesuaikan kelembaban sosis dengan suhu ruangan dan mempertahankan kadar air sosis agar tidak keriput oleh penguapan sehingga memudahkan pengupasan casing non edible sebelum dilakukan pengupasan. Standar produk yang matang adalah produk tidak keriput, tidak gosong, dan warna merata (tidak belang).

14. Pendinginan (Cooling)

Sosis yang telah matang kemudian didinginkan dahulu sebelum dikemas di dalam ruang pendingin sementara (anteroom) dengan suhu 0 °C- 5 °C. Waktu pendinginan dilakukan selama 5 jam.

15. Pengemasan Vakum

Pengemasan vakum dilakukan menggunakan vacuum packed dengan prinsip kerja mengeluarkan dan menyedot udara dari dalam kemasan sekaligus merekatkan kemasan (seal) sehingga produk menjadi hampa udara.

16. Pasteurisasi

Pasteurisasi dilakukan dengan pemanasan pada suhu 85oC selama 30 menit yang bertujuan untuk membunuh sebagian bakteri patogenik yang ada dalam olahan pangan dan mempertahankan semaksimal mungkin sifat fisik dan cita rasa.

17. Penyimpanan

Sosis yang telah dikemas kemudian disimpan di dalam gudang penyimpanan dingin (chiller) dengan suhu 0 °C-5 °C.

(8)

Alasan pemilihan rancangan proses termal produk sosis sapi goreng pada pproses pasteurisasi pada sosis sapi goreng dilakukan pada suhu 85oC selama 30 menit, proses ini merupakan proses yang terbaik karena mampu menghasilkan sosis sapi goreng dengan kualitas terbaik dimana pada proses ini selongsong sosis sapi tidak sobek atau pecah jika dibandingkan dengan proses pasteurisasi pada suhu 85oC selama 45 menit. Hal ini menyebabkan tampilan menarik dan layak untuk dipasarkan. Pada proses pasteurisasi tersebut mampu mereduksi mikroba hingga 2,3 log CFU/gram, sedangkan pada proses tanpa pasteurisasi beban mikroba 3,4 log CFU/gram (Pradana et al., 2019). Jumlah awal mikroba yang cukup rendah disebabkan oleh adanya proses pasteurisasi dengan suhu 85°C selama 30 dan 45 menit, sehingga mikroba pembusuk yang tidak tahan panas mati.

Namun tidak semua mikroorganisme pembusuk dapat mati dengan proses pasteurisasi, beberapa spesies bakteri gram positif yang relatif tahan terhadap perlakuan fisik kemungkinan masih terdapat pada sosis. Oleh karena itu proses pasteurisasi harus diikuti dengan penyimpanan pada suhu rendah. Selain itu, mutu produk yang dihasilkan lebih baik pada beberapa aspek. Pada analisis proksimat meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat, pasteurisasi dengan suhu 85oC selama 30 menit sesuai dengan kandungan yang ditetapkan pada SNI 3820:2015 dan juga memiliki kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan produk dengan pasteurisasi pada suhu yang sama selama 45 menit. Sosis sapi yang dipasteurisasi pada suhu 85oC selama 30 menit memiliki umur simpan yang lebih panjang jika disimpan pada suhu chilled yang mampu bertahan selama 44 hari jika dibandingkan penyimpanan suhu ruang yang hanya bertahan selama 34 jam dan suhu penyimpanan dingin (0-5oC) sosis sapi yang hanya mampu bertahan selama 2 minggu dengan kemasan vakum (Pradana et al., 2019).

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Arwinda. 2003. Perubahan Kualitas Sosis Ikan Lele Dumbo Sebelum dan Sesudah Penyimpanan (Kajian Suhu dan Waktu Pemasakan). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bouton PE, Harris, dan Shorthose WR. 1976. Factors influenching cooking losses from meat. J Food Sci, 40:1122-1126.

Dwiari S R., Asadayanti D D., Nurhayati., Sofiyaningsih., Yudhanti S F dan Yoga I B. 2008.

Teknologi Pangan Jilid I. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Holdsworth D., Simpson R. 2007. Thermal Processing of Packaged Foods. Edisi 2. Springer Science. ISBN-13-9780387722498.

Ismanto, A., D. P. Lestyanto., M. I. Haris., & Y. Erwanto. 2020. Komposisi Kimia, Karakteristik Fisik, dan Organoleptik Sosis Ayam dengan Penambahan Karagenan dan Transglutaminase. Sains Peternakan, 8(1) : 73-80.

Jeremiah,L E. 1996 . Freezing Effects on Food Quality. Marcell Dekker, Inc. New York.

Muchtadi, T. R. dan F. Ayustaningwarno. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Cetakan Ke-4. Alfabeta, Bandung

Pearson AM dan Tauber. 1984. Processed Meats. Connecticut: AVI Publishing Company

Pradana, A., J. Hermanianto, & Sugiyono. 2019. Penggunaan TVP dan Aplikasi Pasteurisasi dalam Pembuatan Sosis Sapi Goreng di PT. X. Jurnal Mutu Pangan. 6(2): 99-107.

Sundari, Dian, Almasyhuri, dan Astuti Lamid. 2015. Pengaruh Proses Pemasakan Terhadap Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Media Litbangkes, 25(4): 235-242.

Surbakti, E., I. I. Arief., & T. Suryati. 2016. Nilai Gizi dan Sifat Organoleptik Sosis Daging Sapi dengan Penambahan Pasta Buah Merah pada Level yang Berbeda. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 4(1) : 234-238.

Wuryastuty, Setiyo., Budi Nurtama., dan Martinus Rachmad. 2020. Chemistry and Sensory Characteristics of Beef Sausage Using a Salt Replacer in PT. Kemang Food Industries.

IPB University.

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi kurikulum menurut Reksoatmodjo (2010:105) dibagi dalam empat dimensi, yakni evaluasi atas penggunaan kurikulum oleh guru, evaluasi atas desain

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Masih rendahnya perilaku yang baik dalam memilih makanan jajanan pada siswa-siswi di SMP Negeri 14 Bandar Lampung disebabkan banyak faktor walaupun dapat dilihat

Bedasarkan wawancara awal peneliti dengan Bapak Sugiyono selaku pembimbing layanan bimbingan kelompok menjelaskan bahwa salah satu tujuan dari pemberian layanan bimbingan

Ber dasar kan sebar an akuifer bisa menggambar kan bahw a sebagian besar w ilayah Kabupaten Magelang mempunyai akuifer dengan pr oduktifitas sedang sampai dengan

dihitung nilai DO akhir diinkubasi selama 5 hari pada. temperatur 20°C dihitung nilai

laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap..

Indikasi pemberian terapi besi parenteral: (1) intoleransi terhadap pemberian besi oral, (2) kepatuhan terhadap terapi sangat rendah, (3) gangguan pencernaan yang