• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 04/B/PK/PJK/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Putusan Mahkamah Agung Nomor : 04/B/PK/PJK/2013"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PUTUSAN Nomor 04/B/PK/PJK/2013

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:

1. ABC, Pj. Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;

2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;

3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;

4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;

Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-801/PJ./2010 tanggal 31 Agustus 2010;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:

PT. XXX, Tbk, tempat kedudukan di Jalan ddd Kav. y, Karet Setiabudi, Jakarta Selatan;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor 23697/PP/M.II/32/2010, tanggal 20 Mei 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

OBJEK SENGKETA DAN DATA BANDING;

Bahwa keberatan atas SKBPHTB Tahun 2008 ditolak karena baik pada tingkat penyelesaian keberatan maupun pada penerbitan SKBPHTB dengan alasan permohonan pengurangan 50% dari BPHTB terutang karena pengalihan tanah dan bangunan dari PT. YYY kepada PT. XXX sebagai akibat penggabungan ditolak formal dengan alasan masih terdapat kekurangan data sebagai kelengkapan pengajuan permohonan berupa "fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar bila terjadi Perubahan Anggaran Dasar setelah Penggabungan" sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (8) huruf f Peraturan Dirjen Pajak Nomor 16/P3/2005 tanggal 1 Juni 2005;

Bahwa penolakan atas Surat Keberatan Nomor 13/GMK/Dir/BJM/XII/2008 tanggal 9 Desember 2008 tertuang dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-111/WPJ.29/BD.06/2009 tanggal 29 Juli 2009 dengan perincian sebagai berikut:

BPHTB terutang Rp471.200.000,00;

Jumlah yang masih harus dibayar Rp310.992.000,00;

Bahwa Keputusan Terbanding Nomor Kep-111/WPJ.29/BD.06/2009 diterima pada tanggal 31 Juli 2009;

Bahwa berdasarkan Pasal 27 ayat (5) c Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP jumlah pajak yang belum dibayar

(2)

pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan putusan banding terbit;

PERMASALAHAN;

Bahwa terhadap Pemohon Banding telah diterbitkan SKBPHTB Tahun 2008 Nomor S-1739/WPJ.29/KB.0304/2008 oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Pelaihari karena permohonan pengurangan sebesar 50% atas BPHTB terutang karena penggabungan PT. XXX dan PT. YYY Nomor 002/S.Permohonan-Dir/GMK/JKT/06/08 tanggal 26 Juni 2008 ditolak formal oleh Direktur Keberatan dan Banding Ditjen Pajak dengan surat Nomor S-6698/PJ.071/2008 tanggal 25 Agustus 2008;

Bahwa penolakan formal pengajuan pengurangan BPHTB tersebut dengan alasan, karena terdapat kekurangan syarat yang harus dilampirkan berupa fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar bila terjadi perubahan anggaran dasar setelah penggabungan sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (8) huruf f Peraturan Dirjen Pajak Nomor 16/PJ/2005;

Bahwa terhadap SKBPHTB Tahun 2008 Nomor S-1739/WPJ.29/KB0304/2008 telah Pemohon Banding ajukan keberatan dengan surat Nomor 13/GMK/Dir/BJM/XII/2008 tanggal 9 Desember 2008 dan ditolak oleh Kanwil DJP Kalimantan Selatan dan Tengah dengan Keputusan Nomor Kep-111/WPJ.29/BD.06/2009 tanggal 29 Juli 2009 dengan alasan karena permohonan pengurangan BPHTB ditolak formal oleh Direktur Keberatan dan Banding Ditjen Pajak dengan Surat Nomor S-

6698/P1071/2008 tanggal 25 Agustus 2008;

Bahwa ketentuan Pasal 6 ayat (8) huruf f Peraturan Dirjen Pajak Nomor 16/PJ/2005 diadopsi dari ketentuan yang mengatur Perseroan Terbatas (PT) dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Pasal 15 ayat (2) dan (3) yang diganti dengan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dalam Pasal 21 ayat (1), (2) dan (3) tercantum ketentuan yang mengatur apabila terjadi perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas;

Ayat (1) : Perubahan Anggaran Dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri;

Ayat (2) : Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. – b. – c. –

d. Besarnya modal dasar;

e. Pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau f. --

Ayat (3) : Perubahan anggaran dasar selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan kepada Menteri;

Bahwa ketentuan Pasal 6 ayat (8) huruf f Peraturan Dirjen Pajak Nomor 16/PJ/2005 yang mensyaratkan untuk melampirkan pada permohonan pengurangan BPHTB berupa fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar bila terjadi perubahan anggaran dasar setelah penggabungan, tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan penggantinya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 21 ayat (2) dan (3) tentang Perseroan Terbatas dimana diatur apabila ada perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas maka perubahan tersebut dapat meliputi perubahan besarnya modal dasar atau pengurangan modal ditempatkan dan disetor yang harus mendapatkan persetujuan dari Menteri (dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM) dan dapat pula perubahan berkenaan dengan penambahan modal ditempatkan dan disetor yang dalam hal demikian cukup diberitahukan kepada Menteri;

Bahwa permohonan pengurangan BPHTB Pemohon Banding Nomor 002/S.Permohonan Dir/GMK/JKT/06/08 tanggal 26 Juni 2008 ditolak formal dengan alasan tersebut di atas;

Bahwa atas penolakan formal dengan alasan tersebut Pemohon Banding diwakili oleh Komisaris perusahaan Sdr. AAA telah mengajukan keberatan secara lisan langsung kepada Direktur Keberatan dan Banding dan dilanjutkan dengan Pembahasan baik dengan Direktur Keberatan dan Banding maupun dengan Direktur Peraturan II Ditjen Pajak atas ketentuan Pasal 6 ayat (8) huruf f Peraturan Dirjen Pajak Nomor 16/PJ/2005 yang akhirnya terbit Peraturan Dirjen Pajak Nomor 29/PJ/2009 tanggal 27 April 2009 tentang Perubahan Kedua Peraturan Dirjen Pajak Nomor 16/PJ/2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan BPHTB yang dalam Pasal 6 ayat (8) huruf g dilakukan perubahan dalam rangka mengatur kembali persyaratan yang harus dilampirkan dalam pengajuan permohonan pengurangan BPHTB (diktum menimbang a) menurut Peraturan Dirjen Pajak Nomor 29/PJ/2009). Dengan perubahan tersebut maka Pasal 6 ayat (8) huruf g Peraturan Dirjen Pajak Nomor 29/PJ/2009 telah sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

Bahwa penggabungan Pemohon Banding dengan PT. YYY yang tertuang dalam Akta Notaris Nomor 182, 183 dan 184 yang

(3)

berkenaan dengan perubahan anggaran dasar hanya menyangkut perubahan modal yang

ditempatkan dan disetor yang semula berdasarkan Akta Notaris Nomor 85 tanggal 31 Oktober 2000 sebesar Rp58 Milyar dengan Akta Notaris Nomor 182 tanggal 20 November 2007 menjadi Rp100 Milyar, sedangkan modal dasar tetap Rp125 Milyar;

Bahwa atas hal tersebut, Pemohon Banding tidak mungkin dapat memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) huruf f Peraturan Dirjen Pajak Nomor 16/PJ/2005 dan hal tersebut diluar kemampuan Pemohon Banding untuk memenuhi karena tidak mungkin Pemohon Banding memperoleh keputusan Menteri Kehakiman tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar bila terjadi Perubahan Anggaran Dasar setelah penggabungan, karena tidak sesuai dengan pengaturan dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

Bahwa karena persyaratan permohonan pengurangan BPHTB berupa "fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar bila terjadi Perubahan Anggaran Dasar setelah penggabungan sesuai dengan Pasal 6 ayat (8) huruf f Peraturan Dirjen Pajak Nomor 16/PJ/2005 tidak sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroaan Terbatas sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang juga mengatur yang sama dalam Pasal 15, maka seharusnya persyaratan tersebut batal demi hukum dan permohonan pengurangan BPHTB dapat diproses sehingga SKBPHTB tahun 2008 tidak perlu terbit;

Bahwa pada tingkat penyelesaian keberatan atas surat keberatan Pemohon Banding Nomor 13/GMK/Dir/BJM/XII/2008 tanggal 9 Desember 2008 seharusnya tidak ditolak dengan keputusan Nomor Kep-111/WPJ.29/BD.06/2009 tanggal 29 Juli 2009, karena berdasarkan peraturan Dirjen Pajak Nomor 29/PJ/2009 tanggal 27 April 2009 Pasal 6 ayat (8) huruf g (terbit sebelum keputusan keberatan) pengajuan permohonan pengurangan BPHTB Pemohon Banding Nomor 002/S.Permohonan- Dir/GMK/JKT/06/08 tanggal 26 Juni 2008, telah memenuhi persyaratan dengan pertimbangan:

a. Perubahan anggaran dasar Pemohon Banding dalam rangka penggabungan dengan PT. YYY hanya berkenaan dengan penambahan modal ditempatkan dan disetor sebagaimana tercantum dalam AktaNotaris Nomor 182;

b. Atas perubahan anggaran dasar tersebut pada huruf a telah diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM;

PERMOHONAN

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemohon Banding mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak membatalkan keputusan Terbanding Nomor KEP-111/WPJ.29/BD.06/2009 dan SKBPHTB Nomor S-1739/WPJ.29/KB.0304 /2008 atau setidak-tidaknya dapat diberikan putusan yang seadiladilnya;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor 23697/PP/M.II/32/2010, tanggal 20 Mei 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-111/WPJ.29/BD.06/2009 tanggal 29 Juli 2009 mengenai Penyelesaian Keberatan atas Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas nama: PT. XXX, Tbk, NPWP: 01.xxxx, NOP: 63.01.000.000.000.0022.1, alamat: Jalan ddd Kav. y, Karet Setiabudi, Jakarta Selatan 12920 sehingga jumlah BPHTB yang masihharus dibayar menjadi Nihil;

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor 23697/PP/ M.II/32/2010, tanggal 20 Mei 2010, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 14 Juni 2010, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-801/PJ./2010 tanggal 31 Agustus 2010, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 6 September 2010 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-778/SP.51/AB/IX/2010 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 24 September 2010, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 22 Oktober 2010;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

(4)

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:

I. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;

1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:

"Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas Putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung";

2. Bahwa ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:

"Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:

e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku";

3. Bahwa di dalam Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.23697/PP/M.II/32/2010 tanggal 20 Mei 2010, telah terdapat kekhilafan Majelis Hakim dan suatu kekeliruan hukum karena dalam

putusannya Majelis Hakim nyata-nyata tidak mempertimbangkan sebab-sebab terjadinya atau prinsip-prinsip material dalam objek sengketa yang terdapat dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-

111/WPJ.29/BD.06/2009 tanggal 29 Juli 2009 mengenai Keberatan Atas Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, atas nama: PT. XXX, Tbk, NPWP: 01.xxxx, NOP: 63.01.000.000.000.0022.1, tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding tersebut, sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia;

4. Bahwa kekhilafan dan kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan oleh Majelis Hakim pada tingkat banding di Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tersebut terdapat dalam pertimbangan hukum yang bertentangan atau tidak sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan dapat mengakibatkan kerugian kepada negara sebesar Rp310.992. 000,00 yang diperoleh dari

perhitungansebagai berikut:

BPHTB Yang Kurang Dibayar

Cfm. KEP-111/WPJ.29/BD.06/2009 tanggal 29 Juli 2009

Rp310.992.000,00

BPHTB Yang Kurang Dibayar

Cfm. Put.23697/PP/M.II/32/2010 tanggal 20 Mei 2010

NIHIL

Total Kerugian yang akan diderita Negara akibat dikabulkannya seluruh permohonan banding Termohon PK atas

Surat Keputusan Pemohon

PK Nomor KEP-111/WPJ.29/BD.06/2009 tanggal 29 Juli 2009

Rp310.992.000,00

II. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;

1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:

"Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim";

2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:

"Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung";

3. Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.23697/PP/M.II/32/2010 tanggal 20 Mei 2010, atas nama: PT.

XXX, Tbk (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan

secara patut dan dikirimkan kepada Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding oleh Pengadilan Pajak pada tanggal 8 Juni 2010 yang disampaikan melalui Surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor

P.1008/SP.23/2010 tanggal 5 Juni 2010 perihal Pengiriman Putusan Pengadilan Pajak dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding pada tanggal 17 Juni 2010 berdasarkan Tanda Terima Dokumen Direktorat Jenderal Pajak Nomor 2010061705030003 tanggal 17 Juni 2010;

(5)

4. Bahwa dengan demikian, pengajuan memori peninjauan kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor

Put.23697/PP/M.II/32/2010 tanggal 20 Mei 2010 ini, masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang- undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/penyampaian Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan permohonan peninjauan kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan olehperaturan perundang-undangan yang berlaku;

5. Bahwa oleh karena itu, sudah sepatutnyalah memori peninjauan kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;

III. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;

Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan peninjauan kembali ini adalah:

Koreksi Kekurangan Pembayaran BPHTB sebesar Rp310.992.000,00 (Pokok Pajak sebesar Rp235.600.000,00 dan Sanksi Administrasi sebesar Rp75.392.000,00);

Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;

Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.23697/PP/M.II/32/2010 tanggal 20 Mei 2010 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan tidak tepat sehingga menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:

1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding sangat keberatan dengan amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Halaman 22 Alenia ke-7 dan ke-8:

"Bahwa dari bukti-bukti pendukung berkenaan dengan proses merger antara Pemohon Banding (sebagai surviving company) dengan PT. YYY yang dikemukakan oleh Pemohon terdiri dari antara lain Akta Notaris BBB, S.H., M.Si.

Nomor 182 tanggal 20 November 2007, Nomor 183 tanggal 20 November 2007 dan Nomor 184 tanggal 20 November 2007, dapat diketahui bahwa dalam rangka pelaksanaan merger dimaksud tidak terdapat perubahan-perubahan

mengenai nama perusahaan, maksud dan tujuan serta kegiatan Perseroan, jangka waktu berdirinya Perseroan, besarnya modal dasar, pengurangan modal ditempatkan dan disetor maupun status perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya, dengan demikian maka sesuai ketentuan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, atas perubahan anggaran dasar Pemohon Banding dalam rangka merger dengan PT.

YYY tidak diperlukan persetujuan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia melainkan cukup pemberitahuan saja";

"Bahwa dengan demikian Majelis berpendapat terdapat cukup bukti bahwa tidak seharusnya Terbanding menerbitkan SKPKB untuk menagih kekurangan pembayaran BPHTB atas pengalihan aset dalam rangka merger dimaksud dengan alasan tidak terpenuhinya ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (8) huruf f Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER -16/PJ/2005";

Halaman 23 Alinea ke-3 dan ke-4:

"Bahwa berdasar hasil pemeriksaan dan pembuktian tersebut, Majelis berkesimpulan terdapat cukup bukti bahwa keputusan penolakan permohonan keberatan yang diajukan oleh Pemohon Banding terhadap SKPKB Nomor S- 1739/WPJ.29/KB.0304/2008 tanggal 13 November 2008 yaitu Keputusan Terbanding Nomor KEP-

111/WPJ.29/BD.06/2009 tanggal 29 Juli 2009 khususnya yang menyangkut persyaratan keharusan adanya persetujuan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia atas perubahan Anggaran Dasar perusahaan, tidak sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995";

"Bahwa berdasar bukti-bukti dan pertimbangan tersebut Majelis berkesimpulan bahwa secara yuridis seharusnya permohonan keberatan yang diajukan oleh Pemohon Banding dengan surat Nomor 13/GMK/Dir/BJM/XII/2008 tanggal 9 Desember 2008 dimaksud dikabulkan oleh Terbanding, dengan demikian maka Majelis berpendapat untuk

mengabulkan permohonan banding Pemohon Banding sehingga tidak terdapat lagi adanya kekurangan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dalam rangka merger";

2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.23697/PP/M.II/32/2010 tanggal 20 Mei 2010 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya tersebut dengan telah mengabaikan dasar hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku dalam pelaksanaan pemberian pengurangan BPHTB yang terutang dalam rangka merger, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar AsasKepastian Hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia;

3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1, angka 2, Pasal 2 ayat (1), ayat (2) huruf a serta Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana

(6)

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU BPHTB) menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 1:

Angka 1:

"Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak";

Angka 2:

"Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan";

Pasal 2:

Ayat (1):

"Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan";

Ayat (2) huruf a:

"Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. Pemindahan hak karena:

1. Jual beli;

2. Tukar-menukar;

3. Hibah;

4. Hibah wasiat;

5. Waris;

6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;

7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

8. Penunjukkan pembeli dalam lelang;

9. Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

10. Penggabungan usaha;

11. Peleburan usaha;

12. Pemekaran usaha;

13. Hadiah;

Pasal 20:

Ayat 1:

"Atas permohonan Wajib Pajak, pengurangan pajak yang terutang dapat diberikan oleh Menteri karena:

a. Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak, atau b. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu, atau

c. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan;

Ayat 2:

"Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri";

4. Bahwa Pasal 1 huruf b, Pasal 2 dan Pasal 8 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 1 huruf b:

"Atas permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam hal:

b. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu yaitu:

1. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai JualObjek Pajak;

2. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum;

3. Wajib Pajak Badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuaidengan kebijaksanaan pemerintah;

4. Wajib Pajak Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari Bank DDD, Bank EEE, Bank FFF, dan Bank GGG dalam rangkaian proses penggabungan usaha(merger);

5. Wajib Pajak Badan yang melakukan Penggabungan Usaha (merger) atau Peleburan Usaha (konsolidasi) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan Nilai Buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dariDirektur Jenderal Pajak;

6. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya seperti kebakaran, banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, dan huru-hara yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan

sejakpenandatanganan akta;

(7)

7. Wajib Pajak orang pribadi Veteran, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI, Purnawirawan POLRI atau janda/duda-nya yangmemperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas Pemerintah;

8. Wajib Pajak Badan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan dalam rangka pengadaan perumahan bagi anggota KORPRI/PNS;

9. Wajib Pajak Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari perusahaan induknya selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;

Pasal 2:

Besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebagai berikut:

a. Sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 3;

b. Sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 dan angka 4, huruf b angka 1, angka 2, angka 5, angka 6, dan angka 9, serta huruf c;

c. Sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1, dan huruf b angka 3 dan angka 7;

d. Sebesar 100% (seratus persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 4 dan angka 8;

Pasal 8:

"Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak";

5. Bahwa Pasal 1 huruf b, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 1 huruf b:

"Atas permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam hal:

b. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu yaitu:

1. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai JualObjek Pajak;

2. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum;

3. Wajib Pajak Badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah;

4. Wajib Pajak Bank HHH yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari Bank Bumi DDD Negara, Bank FFF, dan Bank GGG dalam rangkaian proses penggabungan usaha(merger);

5. Wajib Pajak Badan yang melakukan Penggabungan Usaha (merger) atau Peleburan Usaha (konsolidasi) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan Nilai Buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dariDirektur Jenderal Pajak;

6. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya seperti kebakaran, banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, dan huru-hara yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejakpenandatanganan akta;

7. Wajib Pajak orang pribadi Veteran, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI, Purnawirawan POLRI atau janda/duda- nya yangmemperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas Pemerintah;

8. Wajib Pajak Badan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan dalam rangka pengadaanperumahan bagi anggota KORPRI/PNS;

9. Wajib Pajak Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari perusahaan induknya selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan tentang Kesehatan KeuanganPerusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;

Pasal 2 Ayat (1):

Besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebagai berikut:

a. Sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 3;

(8)

b. Sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 dan angka 4,huruf b angka 1, angka 2, angka 5, angka 6, dan angka 9, serta huruf c;

c. Sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1, dan hurufb angka 3 dan angka 7;

d. Sebesar 100% (seratus persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 4 dan angka 8;

Pasal 6 Ayat (8):

"Permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 5 diajukan dengan melampirkan:

a. Fotokopi lembar 1 SSB;

b. Fotokopi akta penggabungan usaha/akta PPAT untuk penggabungan usaha yang didahului dengan mengadakan likuidasi/Keputusan BPPN atau bukti yang telah disetujui oleh pemerintah untuk restrukturisasi usaha dan atauutang usaha;

c. Fotokopi Sertipikat Hak;

d. Fotokopi Surat Persetujuan Penggabungan Usaha dari Badan Koordinasi Penanaman Modal;

e. Fotokopi Keputusan Persetujuan Penggunaan Nilai Buku;

f. Fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar bila terjadi perubahan anggaran dasar setelah penggabungan;

g. Fotokopi SPPT PBB Tahun terutangnya BPHTB;

h. Dokumen lainnya yang harus dipenuhi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku";

6. Bahwa Pasal 1 angka 1, Pasal 5 ayat (4) dan Pasal 6 huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2008 tentang Tata Cara Penelitian Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 1 angka 1:

"Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disebut SSB adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan";

Pasal 5 Ayat (4):

"SB atau SSB bukti pelunasan yang telah diteliti, distempel dengan bentuk stempel sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini";

Pasal 6 huruf a:

"Terhadap SSB yang telah diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) masih dapat diterbitkan:

a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah BPHTB terutang kurang dibayar";

7. Bahwa Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan sebagai berikut:

Ayat (1):

"Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri";

Ayat (2):

"Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;

b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;

c. Jangka waktu berdirinya Perseroan;

d. Besarnya modal dasar;

e. Pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau

f. Status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya";

8. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";

Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyatakan "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan";

9. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding, maka dapat diketahui secara jelas dannyata-nyata adanya fakta- fakta sebagai berikut:

a. Bahwa pada tanggal 30 Januari 2009 Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding melakukan penggabungan usaha (merger) dengan PT. YYY dimana yang bertindak sebagai surviving company adalah Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding sesuai dengan akta penggabungan usaha Nomor 184

(9)

tanggal 20 November 2007 yang telah mengalami perubahan dengan Akta Notaris Dr. BBB, S.H.,M.Si. Nomor 122 tanggal 28 Desember 2007;

b. Bahwa dalam proses penggabungan usaha tersebut, terjadi pengalihan aktiva tetap dari PT. YYY kepada Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding diantaranya berupa tanah dan/atau bangunan dengan Nomor Objek Pajak 63.01.000.000.000.0022.1 yangberlokasi di Desa Sei Cuka, Kabupaten Tanah Laut;

c. Bahwa atas kegiatan penggabungan usaha tersebut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding mengajukan permohonan pengurangan BPHTB melalui Surat Nomor 002/S.Permohonan-Dir/GMK/JKT/06/08 tanggal 26 Juni 2008 dan atas permohonan tersebut telah dijawab oleh Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding dengan Surat Nomor S-6698/ PJ.071/2008 tanggal 25 Agustus 2008 tentang Penolakan Formal Permohonan Pengurangan BPHTB karena permohonan pengurangan BPHTB dari Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak dilampiri fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas setelah penggabungan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (8) huruf f Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea PerolehanHak atas Tanah dan Bangunan;

d. Bahwa berdasarkan surat penolakan Nomor S-6698/PJ.071/2008 tanggal 25 Agustus 2008, KPPBB Pelaihari (Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding) menagih 50% (Iima puluh persen) kekurangan BPHTB yang terutang dalam SSB dengan menerbitkan SKBKB Nomor S-1739/WPJ.29/KB.0304/2008 tanggal 13 November 2008 sebesar Rp.310.992.000,00 atas NOP 63.01. 000.000.000.0022.1. Bahwa dengan demikian, penerbitan SKBKB tersebut telah sesuai dengan Pasal 6 huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2008 tentang Tata Cara Penelitian Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena berdasarkan penelitian atas SSB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat ditolaknya permohonan

pengurangan BPHTB oleh Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding dengan Surat Nomor S- 6698/PJ.071/2008 tanggal 25 Agustus 2008;

e. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding, karena persyaratan permohonan pengurangan BPHTB berupa fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas setelah penggabungan sesuai dengan Pasal 6 ayat (8) huruf f Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 tidak sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang juga mengatur yang sama dalam Pasal 15, maka seharusnya persyaratan tersebut batal demi hukum dan permohonan pengurangan BPHTB dapat diproses sehinggaSKBPHTB Tahun 2008 tidak perlu terbit;

f. Bahwa menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak, dalam rangka pelaksanaan merger dimaksud tidak terdapat perubahan-perubahan mengenai nama perusahaan, maksud dan tujuan serta kegiatan Perseroan, jangka waktu berdirinya Perseroan, besarnya modal dasar, pengurangan modal ditempatkan dan disetor maupun status perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya, dengan demikian maka sesuai ketentuan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, atas perubahan anggaran dasar Pemohon Banding dalam rangka merger dengan PT. YYY tidak diperlukan persetujuan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia melainkan cukup pemberitahuan saja sehingga menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding Nomor KEP-

111/WPJ.29/BD.06/2009 tanggal 29 Juli 2009 khususnya yang menyangkut persyaratan keharusan adanya persetujuan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia atas perubahan Anggaran Dasar perusahaan, tidak sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dan dengan demikian tidak terdapat lagi adanya kekurangan pembayaran BPHTB dalam rangkamerger;

10. Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, nyata-nyata diketahui bahwa surat permohonan pengurangan BPHTB Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding masih terdapat kekurangan data sebagai kelengkapan pengajuan permohonan pengurangan BPHTB dalam rangka merger antara Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dengan PT. YYY berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Pasal 6 ayat (8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan berupa fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar bila terjadi perubahan anggaran dasar setelah penggabungan;

Bahwa dalam merger antara Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dan PT. YYY tersebut telah terjadi perubahan anggaran dasar berkenaan dengan perubahan modal yang ditempatkan dan disetor yang semula sebesar Rp58 milyar menjadi Rp.100 milyar sedangkan modal dasar tetap Rp125 milyar;

11. Bahwa kekurangan persyaratan berupa fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman tentang Persetujuan Perubahan

Anggaran Dasar bila terjadi perubahan anggaran dasar setelah penggabungan tersebut juga nyata-nyata telah diakui oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dengan menyatakan tidak terpenuhinya persyaratan tersebut karena hal tersebut di luar kemampuan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding, karena tidak mungkin Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding memperoleh Keputusan Menteri Kehakiman

(10)

tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar bila terjadi Perubahan Anggaran Dasar setelah penggabungan karena tidak sesuai dengan pengaturan dalamPasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

12. Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan diterbitkan dalam rangka fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang melakukan rekstrukturisasi permodalan (dalam bentuk merger) berupa pemberian pengurangan BPHTB sebesar 50%, sehingga apabila perusahaan berniat melakukan permohonan pengurangan BPHTB maka ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar permohonannya dikabulkan dan secara otomatis pula apabila syarat-syarat tersebut tidak/kurang dipenuhi maka permohonannyajuga tidak dikabulkan;

13. Bahwa karena permohonan pengurangan BPHTB yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding berkenaan dengan penggabungan usaha (merger) maka harus ada syarat persetujuan dari Menteri Kehakiman tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar bila terjadi perubahan anggaran dasar setelah penggabungan sesuai dengan Pasal 6 ayat (8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005;

Bahwa karena nyata-nyata telah terbukti terjadi perubahan anggaran dasar berkenaan dengan perubahan modal yang ditempatkan dan disetor yang semula sebesar Rp58 milyar menjadi Rp100 milyar sedangkan modal dasar tetap Rp125 milyar dan Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak dapat memenuhi persyaratan berupa fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas setelah penggabungan, maka penolakan permohonan pengurangan BPHTB dalam rangka merger oleh Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku:

14. Bahwa atas pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding Nomor KEP-111/WPJ.29/BD.06/2009 tanggal 29 Juli 2009 khususnya yang menyangkut persyaratan keharusan adanya persetujuan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia atas perubahan Anggaran Dasar perusahaan, tidak sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 akan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding tanggapi sebagai berikut:

Bahwa Pasal 7 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan yang menyatakan sebagai berikut:

Ayat (1):

"Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Daerah, Ayat (4):

“Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi";

Kemudian dalam penjelasan Pasal 7 ayat (4) menyebutkan sebagai berikut:

"Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat";

Bahwa Pasal 27 A Undang-Undang BPHTB menyebutkan sebagai berikut:

“Terhadap hal-hal yang tidak diatur dalam undang-undang ini, berlaku ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan";

Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah peraturan pelaksanaan teknis yang

merupakan penjabaran dari undang-undang dan diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagaimana telah disebutkan secara jelas dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang BPHTB dan Pasal 8 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Bahwa karena diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan wajib diketahui serta dilaksanakan oleh setiap Warga Negara serta tidak dapat diabaikan dengan alasan bertentangan dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

Bahwa karena yang disengketakan adalah sengketa BPHTB maka dalam memutus sengketa seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak menggunakan Undang-Undang BPHTB yang mana ketentuan mengenai pemberian pengurangan BPHTB diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian

(11)

Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang BPHTB. Bahwa hal tersebut juga telah diatur secara jelas dalam Pasal 27 A Undang-Undang BPHTB yang menyatakan bahwa terhadap hal-hal yang tidak diatur dalam undang-undang ini, berlaku ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Bahwa dengan demikian, sepanjang diatur dalam Undang-Undang BPHTB maka segala sesuatu tentang BPHTB harus mengacu kepada Undang-Undang BPHTB dan untuk hal-hal yang tidak diatur dalam Undang-Undang BPHTB akan mengacu kepada Undang-Undang KUP.

Bahwa karena ketentuan mengenai pemberian pengurangan BPHTB nyata-nyata diatur dalam Undang-Undang BPHTB yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, penggunaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam memutus sengketa BPHTB menjadi tidak tepat dan tidak relevan;

Bahwa seandainyapun Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dapat digunakan dalam memutus sengketa BPHTB, maka pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak

yang menyatakan bahwa ketentuan dalam Pasal 6 ayat (8) huruf f Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah tidak benar dan tidak tepat, karena dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan penjelasannya tidak

mengatur hal yang khusus tentang adanya merger (penggabungan) yang dilakukan oleh perusahaan;

Bahwa Pasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hanya mengatur tentang perubahan anggaran dasar tertentu yang wajib mendapat persetujuan Menteri Kehakiman dan perubahan anggaran dasar tertentu yang tidak wajib mendapat persetujuan Menteri Kehakiman namun cukup dengan pemberitahuan kepada Menteri Kehakiman tentang perubahan anggaran dasar tersebut dan dalam aturan tersebut sama sekali tidak berhubungan dan terkait dengan merger ataupun penggabungan usaha;

Bahwa dengan demikian, seharusnya aturan yang dipakai dalam pemberian pengurangan BPHTB sehubungan dengan adanya merger yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Undang-Undang BPHTB dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea PerolehanHak atas Tanah dan Bangunan;

Bahwa dengan demikian, penerbitan SKBKB Nomor S-1739/WPJ.29/KB.0304/2008 tanggal 13 November 2008 sebesar Rp310.992.000,00 atas NOP 63.01.000.000.000.0022.1 telah sesuai dengan Pasal 6 huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2008 tentang Tata Cara Penelitian Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena berdasarkan penelitian atas SSB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat ditolaknya permohonan pengurangan BPHTB oleh Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding dengan Surat Nomor S-6698/PJ.071 /2008 tanggal 25 Agustus 2008;

Bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas, nyata-nyata telah terbukti bahwa Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding tidak melampirkan fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar bila terjadi perubahan anggaran dasar setelah penggabungan dalam permohonan pengurangan BPTB dalam rangka merger antara Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding dengan PT. YYY sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (8) huruf f Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sehingga pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan tidak ada kekurangan pembayaran BPHTB dalam rangka merger tidak sesuai dengan penilaian pembuktian berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14Tahun 2002;

Bahwa dengan demikian kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa tidak terdapat kekurangan pembayaran BPHTB dalam rangka merger adalah tidak benar dan tidak cermat serta nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku yaitu Undang-Undang BPHTB, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan;

Bahwa dengan demikian, berdasarkan dalil-dalil yang telah diuraikan Pemohon Peninjauan Kembali semula Terbanding tersebut di atas secara keseluruhan dan fakta-fakta hukum yang telah terbukti secara jelas dan terang, telah terbukti pula secara nyata-nyata bahwa amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.23697/PP/M.II/ 32/2010 tanggal 20 Mei 2010 tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan yang telah nyata-nyata terungkap dalam pemeriksaan sengketa banding tersebut, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar prinsip hukum yang dimaksud oleh ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Penjelasannya, sehingga oleh karena itu, maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.23697/PP/M.II/32/2010 tanggal 20 Mei 2010 tersebut harus dinyatakan bataldemi hukum;

(12)

Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.23697/PP/M.II/32/2010 tanggal 20 Mei 2010 yang menyatakan:

Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-111/WPJ.29/BD.06/2009 tanggal 29 Jull 2009 mengenai Penyelesaian Keberatan Atas Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, atas nama: PT. XXX,Tbk, NPWP: 01.xxxx, NOP 63.01.000.000.000.0022.1, alamat: Jalan Setiabudi Selatan Kav 10 Karet Setiabudi, Jakarta Selatan 12920 sehingga jumlah BPHTB yang masih harus dibayar menjadi nihil;

adalah tidak benar sama sekali serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan karena pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 111/WPJ.29/BD.06/2009 tanggal 29 Juli 2009 mengenai Penyelesaian Keberatan atas Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas nama Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali dan jumlah BPHTB yang masih harus dibayar menjadi Nihil adalah sudah tepat dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Bahwa dengan demikian tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: Direktur Jenderal Pajak tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;

Memperhatikan pa

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa oleh karena berdasarkan penjelasan pasal-pasal tersebut, tidak terdapat alasan / dasar hukum yang diajukan oleh Pemohon Banding yang dapat membuktikan bahwa pengenaan PKB,

Bahwa adalah fakta bahwa pada saat Kontrak Karya disetujui dan ditanda tangani pada tanggal 2 Desember 1986 oleh dan antara Pemerintah dan Pemohon Banding, Undang-undang

Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak April 2008 Nomor: 00015/207/08/091/09 tanggal 20 Mei 2009, atas nama Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali sudah tepat dan

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu dikabulkannya gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) terhadap Keputusan

Dengan demikian Majelis Hakim Agung berpendapat untuk menguatkan kembali putusan a quo karena penggabungan penghasilan dan kerugian Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tersebut tidak dapat dibenarkan karena pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruh

Bahwa berdasarkan data-data dan fakta-fakta tersebut di atas maka putusan Majelis Hakim yang Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula