11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Harga Saham
2.1.1 Pengertian Harga Saham
Saham merupakan salah satu instrumen di pasar modal sebagai tanda bukti penyertaan kepemilikan modal/dana pada suatu perusahaan. Harga saham merupakan harga yang ditetapkan oleh suatu perusahaan atau emiten terhadap surat kepemilikan saham di perusahaan. Menurut Jogiyanto (2017:200) harga saham adalah harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar modal. Sedangkan Aziz (2015:80) mengemukakan bahwa harga saham merupakan harga pada pasar riil, dan merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena harga saham merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar tutup, maka harga pasar adalah harga penutupannya. Jadi, harga saham merupakan nilai harga pasar riil yang ditentukan investor dalam harga suatu saham yang berlangsung atau harga penutupan pada pasar saham.
Menurut Ekananda (2019:209), ada tiga jenis nilai penting dalam melakukan penilaian saham yaitu:
1) Nilai buku saham adalah nilai yang menujukkan besaran nilai perusahaan atas pembukaan perusahaan pada saat saham tersebut diterbitkan untuk pertama sekali;
2) Nilai pasar adalah harga pasar setiap saham yang terbentuk di pasar;
12 3) Nilai intrinsik saham adalah nilai teoritis, atau nilai yang sebenarnya dari
setiap saham yang diterbitkan atau nilai yang harus terbentuk.
Menurut Fahmi (2015:73), saham akan memperoleh beberapa keuntungan sebagai kewajiban yang harus diterima, yaitu:
1) Memperoleh dividen yung akan diberikan setiap akhir tahun;
2) Memperoleh capital gain, yaitu, keuntungan pada saat saham yang dimiliki tersebut dijual kembali pada hargs yang lebih mahal;
3) Memifiki hak suara bagi pemegang saham jenis saham biasa (saham biasa), seperti pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa);
4) Dalam pengambilan kredit ke perbankan, jumlah kepemilikan saham yang dimiliki dapat dijadikan sebagai saluh satu pendukung jaminan atau jaminan tambahan dengan tujuan untuk membuat lebih yakin pihak penilai kredit dalam melihat kemampuan calon debitur.
2.1.2 Jenis-Jenis Saham
Jenis-jenis saham menurut Jogiyanto (2017:29) dalam pasar modal saham ada tiga jenis saham, yaitu, common stock (saham biasa), preferred stock (saham preferen), dan treasury stock (saham treasuri):
1) Saham Biasa (Common Stock)
Saham biasa merupakan suatu surat berharga yang menunjukkan bukti kepemilikan atas kepentingan pemegang saham biasa yang memiliki hak klaim atas penghasilan dan asset perusahaan. Menurut Jogiyanto (2017:29), saham biasa adalah saham yang jika perusahaan mengeluarkan satu kelas saham saja. Sedangkan
13 menurut Ekananda (2019:27), saham biasa adalah lembaran kertas yang menyatakan sebagai surat bukti kepemilikan perusahaan, yaitu turut serta memiliki aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Jadi, saham biasa merupakan surat berharga yang memiliki hak klaim serta menjadi bukti kepimilikan perusahaan jika perusahaan tersebut hanya mengeluarkan satu kelas saham
Menurut Ekananda (2019:27) karakteristik dari saham biasa yaitu:
a) Surat berharga ekuitas;
b) Memiliki hak atas pendapatan perusahaan pada saat dibagikan dividen;
c) Memiliki hak atas pembagian sisa ekuitas pada saat likuidasi (bersifat lebih junior dibandingkan utang dan saham preferen);
d) Memiliki hak suara (voting right).
2) Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham preferen merupakan ekuitas yang menyatakan kepemilikan, membayar dividen, dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo. Saham ini disebut dengan saham yang memiliki karakteristik gabungan (hybrid) antara saham biasa dan instrumen keuangan lainnya. Menurut Jogiyanto (2017: 189) Saham preferen adalah instrumen yang memiliki karakteristik/sifat gabungan dari saham biasa dan obligasi. Sedangkan Menurut Fahmi (2015:67), saham preferen adalah suatu surat berharga yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah, dolar, yen, dan sebagainya) dimana pemegangnya akan memperoleh pendapatan tetap dalam bentuk deviden yang akan diterima setiap kuartal. Jadi saham preferen merupakan surat berharga yang memiliki karakteristik dari saham biasa dan
14 obligasi dimana pemegang saham memperoleh pendapatan tetap dalam bentuk deviden.
Menurut Ekananda (2019:28) karakteristik dari saham preferen yaitu yaitu:
a) Surat berharga ekuitas yang bersifat seperti utang (hybrid securities) dalam hal berpenghasilan tetap;
b) Dividen biasanya dalam persentase dari nilai nominal saham;
c) Bersifat lebih senior dibandingkan saham biasa, tetapi lebih junior dibandingkan obligasi (didahulukan haknya dalam hal likuidasi);
d) Tidak mempunyai hak suara (voting right).
Menurut Ekananda (2019:29), saham preferen memiliki beberapa jenis yaitu:
a) Saham preferen kumulatif, yang berarti dividen yang tidak dibayarkan tahun sebelumnya diakumulasikan pada tahun berikutnya (Sebelum pembayaran dividen tahun berjalan);
b) Saham preferen non-kumulatif, yang berarti dividen yang tidak dibayarkan tahun sebelumnya tidak diakumulasikan;
c) Participating preffered stock, yang berarti selain memperoleh dividen tetap seperti yang telah ditentukan, juga memperoleh dividen tambahan apabila perusahaan dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut Jogiyanto (2017:192), saham preferen memiliki beberapa macam yaitu:
a) Convertible Preferred Stock, yaitu saham preferen yang dapat memungkinkan bagi pemegangnya untuk menukar saham tersebut dengan saham biasa dengan rasio penukaran yang sudah ditentukan;
15 b) Callable Preferred Stock, yaitu bentuk lain dari saham preferren yang memberikan hak kepada perusahaan yang mengeluarkan untuk membeli kembali saham ini dari pemegang saham pada tanggal tertentu dimasa mendatang dengan nilai yang tertentu;
c) Floating atau Adjustable-rate Preferred Stock (ARP), saham preferen ini tidak membayar dividen secara tetap, tetapi tingkat dividen yang dibayar tergantung dari tingkat return dari sekuritas t-bill (treasury bill);
3) Saham Treasuri (Treasury Stock)
Saham treasuri merupakan saham perseroan yang diperoleh kembali oleh perseroan. Menurut Jogiyanto (2017:198), saham treasuri adalah saham milik perusahaan yang sudah pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli kembali oleh perusahaan untuk tidak dipensiunkan tetapi disimpan sebagai treasuri.
Perusahaan emiten membeli kembali saham beredar sebagai saham treasuri dengan alasan-alasan sebagai berikut.
a) Akan digunakan dan diberikan kepada manajer-manajer atau karyawan- karyawan di dalam perusahaan sebagai bonus dan kompensasi dalam bentuk saham;
b) Meningkatkan volume perdagangan di pasar modal dengan harapan meningkatkan nilai pasarnya;
c) Memberikan sinyal kepada pasar bahwa harga saham tersebut murah, sehingga perusahaan mau membelinya kembali;
d) Mengurangi jumlah lembar saham yang berbeda untuk menaikkan laba per lembarnya;
16 e) Alasan khusus lainnya yaitu dengan mengurangi jumlah saham yang beredar sehingga dapat mengurangi kemungkinan perusahaan lain untuk menguasai jumlah saham secara mayoritas dalam rangka pengambilan alih tidak bersahabat (hostile takeover).
2.1.3 Risk and Return
Risk and return merupakan kondisi yang dialami perusahaan, institusi, dan
individu dalam keputusan investasi yaitu baik kerugian maupun keuntungan dalam suatu periode akuntansi. Menurut Ekananda (2019:6), terdapat dua landasan yang menjadi dasar keputusan investor yaitu imbal hasil yang diharapkan dan tingkat risiko investasi.
1) Risiko (Risk)
Risiko merupakan suatu kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan berupa kerugian keuangan. Menurut Fahmi (2015:165) risiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini. Sedangkan menurut Ekananda (2019:62), risiko adalah kemungkinan bahwa hasil investasi berbeda dari yang diharapkan. Jadi, risiko adalah suatu keadaan yang akan terjadi diambil berdasarkan pertimbangan saat ini dimana kemungkinan hasil investasi berbeda yang diharapkan.
Menurut Ekananda (2019:62), secara umum risiko terbagi menjadi dua, yaitu risiko sistematis dan risiko nonsistematis.
17 a) Risiko sistematis
Risiko sistematis adalah risiko yang bersumber dari pasar. Risiko ini terbagi menjadi empat macam yaitu:
1. Risiko pasar (market risk), yaitu risiko yang muncul sebagai akibat perubahan-perubahan dari kondisi ekonomi makro, seperti terjadinya resesi keuangan, resesi ekonomi, perubahan tren perdagangan, gejolak politik, bencana alam, dan lain-lain yang menghadirkan ketidakpercayaan pada dunia usaha;
2. Risiko tingkat bunga (interest rate risk), yaitu risiko yang sagat erat hubungannya dengan imbal hasil investor. Kenaikan tingkat bunga di pasar uang akan menyebabkan penurunan imbal hasil. Sebaliknya jika tingkat bunga menurun, maka tingkat imbal hasil di pasar uang akan menurun dan imbal hasil di pasar modal akan meningkat;
3. Risiko nilai tukar/kurs (exchange rate risk), yaitu risiko yang muncul karena terjadi perubahan nilai tukar/kurs. Kurs berhubungan erat dengan risiko tingkat infalsi, risiko tingkat bunga, dan risiko pembiayaan perusahaan;
4. Risiko inflasi (inflation risk), yaitu risiko akibat kecenderungan peningkatan harga barang yang menyebabkan terjadinya penurunan nilai uang. Dampak risiko ini adalah turunnya daya beli uang dan masyarakat terhadap sejumlah barang dan jasa, termasuk sekuritas. Investor menghendaki kompensasi tingkat imbal hasil yang lebih tinggi untuk mempertimbangkan peningkatan besaran inflasi. Risiko inflasi cenderung mendorong munculnya risiko tingkat bunga, dan risiko pasar.
18 b) Risiko nonsistematis
Risiko nonsistematis adalah risiko spesifik yang bersumber dari perusahaan penerbit sekuritas, dan tidak terkait dengan perubahan kondisi pasar. Risiko nonsistematis terbagi menjadi empat macam yaitu:
1. Risiko bisnis (business risk), yaitu risiko yang timbul secara khusus (spesifik) dari perusahaan penerbit saham (emiten) yang berhubungan dengan karakteristik sektor unit bisnis itu sendiri.Variabilitas imbal hasil saham dipengaruhi oleh faktor-faktor fundamental perusahaan, khususnya yang berhubungan dengan perolehan perusahaan dan prospek perusahaan di masa depan;
2. Risiko likuiditas (liquidity risk), yaitu risiko yang berhubungan dengan kemampuan sekuritas yang diterbitkan dapat diuangkan atau dapat segera dipertukarkan dengan mudah dengan sejumlah sekuritas lain di pasar modal tanpa harus membayar biaya transaksi yang mahal. Semakin cepat suatu saham dapat diniagakan, maka risiko investasi akan dapat ditekan, karena saham yang bersangkutan likuid, demikian sebaliknya;
3. Risiko pembiayaan (financial risk), yaitu risiko yang disebabkan oleh mekanisme pembiayaan perusahaan dalam operasinya. Risiko ini mengukur seberapa besar ketergantungan emiten pada penggunaan utang terhadap modal sendiri. Semakin besar utang emiten dalam beroperasi, maka semakin tinggi tingkat risiko perusahaan;
4. Risiko negara (Country/sovereign risk), yaitu risiko yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan atau ketidakinginan suatu negara
19 menyelesaikan kewajiban-kewajibannya, karena adanya gangguan perekonomian, kebijakan politik, atau kondisi politik yang tidak stabil. Secara langsung variabilitas imbal hasil dan risiko akan sangat berpengaruh terhadap risiko investasi, sehingga investor cenderung melakukan investasi pada negara-negara yang tidak termasuk dalam daftar negara yang berisiko tinggi.
2) Imbal Hasil (Return)
Imbal hasil merupakan keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, individu, dan institusi dari hasil investasi yang dilakukannya. Menurut Ekananda (2019:60), imbal hasil adalah ukuran hasil diperoleh dari aktivitas investasi. Sedangkan menurut Jogiyanto (2017:283), imbal hasil merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Jadi, imbal hasil merupakan suatu ukuran hasil keuntungan yang diperoleh dari aktivitas investasi.
Menurut Ekananda (2019:60) mengungkapkan ada dua komponen dari imbal hasil yaitu:
a) Komponen pertama dari imbal hasil ini adalah perolehan (yield).
b) Komponen yang kedua selalu disebut sebagai capital gain/loss.
Kedua komponen ini disingkat dalam satu hubungan persamaan yaitu:
Total Return = Yield + Capital Gain/Loss
Menurut Jogiyanto (2017:284), capital gain atau capital loss merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode yang lalu:
𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝐺𝑎𝑖𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑜𝑠𝑠 =𝑃𝑡− 𝑃𝑡−1 𝑃𝑡−1 Keterangan:
𝑃𝑡 = harga investasi sekarang
20 𝑃𝑡−1 = harga investasi pada periode yang lalu
Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi
periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham, yield adalah persentase dividen terhadap harga saham periode sebelumnya. Dengan demikian, return total dapat juga dinyatakan sebagi berikut.
𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 =𝑃𝑡− 𝑃𝑡−1
𝑃𝑡−1 + 𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑
Untuk saham biasa yang membayar dividen periodik, maka yield adalah Dt/Pt-1 dan return total dapat dinyatakan sebagai berikut.
𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 =𝑃𝑡− 𝑃𝑡−1 𝑃𝑡−1 + 𝐷𝑡
𝑃𝑡−1= 𝑃𝑡− 𝑃𝑡−1 + 𝐷𝑡 𝑃𝑡−1 Keterangan:
𝐷𝑡 = Dividen periode sekarang
2.2 Faktor Fundamental Keuangan 2.2.1 Pengertian Analisis Fundamental
Analisis fundamental merupakan metode analisis perusahaan yang didasarkan pada faktor-faktor fundamental ekonomi suatu perusahaan termasuk sisi kinerja keuangan dan bisnis perusahaan. Menurut Jogiyanto (2017:34) analisis fundamental adalah analisis untuk menghitung nilai intrinsik saham dengan menggunakan data laporan keuangan perusahaan. Adapun Menurut Utami &
Darmayanti (2018:16), analisis fundamental adalah analisis untuk menghitung nilai interinsik saham dengan menggunakan data keuangan perusahaan dalam analisis fundamental yang lebih menekankan pada penentuan nilai instrinsik dari suatu harga saham. Jadi, analisis fundamental merupakan analisis nilai intrinsik saham
21 dengan menggunakan data laporan keuangan pada penentuan nilai intrinsik nilai harga saham.
Menurut Ekananda (2019:426), pendekatan analisis fundamental menyatakan bahwa setiap harga saham di pasar dipengaruhi oleh faktor-faktor fundamental yaitu faktor fundamental makroekonomi, faktor fundamental perusahaan, dan faktor fundamental internal perusahaan:
a) Analisis fundamental makroekonomi
Beberapa variabel makroekonomi yang perlu dipertimbangkan terhadap kinerja pasar modal antara lain Produk domestic bruto (GDP), adalah ukuran dari produksi total barang dan jasa di dalam suatu perekonomian. Tingkat pengangguran, adalah persentase dari angkatan kerja (baik yang belum bekerja atau sedang mencari pekerjaan, baik pengangguran tidak kentara maupun yang kentara) tetapi belum mendapat pekerjaan. Inflasi, adalah tingkat kenaikan harga barang- barang secara umum dan sering dikaitkan dengan kondisi perekonomian yang terlalu panas (overhead), yaitu kondisi dimana permintaan barang dan jasa melebihi kapasitas produksinya, sehingga mendorong terjadinya kenaikan harga. Tingkat bunga, adalah salah satu ukuran imbal hasil investasi, sekaligus menjadi ukuran biaya modal yang harus dikeluarkan oleh perusahaan atas penggunaan modal dari kreditor atau investor. Kurs, adalah harga suatu mata uang domestik terhadap mata uang asing. Defisit anggaran pemerintah, adalah selisih antara pengeluaran pemerintah dengan penerimaan pemerintah.
22 b) Analisis fundamental eksternal perusahaan
Pengklasifikasian industry harus tepat dilakukan, karena kesalahan dalam melakukan klasifikasi industri berdampak pada analisis industry, jika klasifikasi industri yang dilakukan tidak akurat, maka akan terjadi kesimpulan yang terlalu optimis atau pesimis tentang hasil analisis suatu industri. Klasifikasi industri di Bursa Efek Indonesia yaitu pertanian, pertambangan, industri dasar dan kimia, aneka industri, industri barang konsumsi, property, real estate, dan kontruksi bangunan, infrastruktur, utilitas dan transportasi, keuangan, perdagangan, jasa dan investasi
c) Analisis fundamental perusahaan
Analisis fundamental perusahaan tearah pada pembentukan arus kas bebas yang akan didistribusikan pada pemegang saham, sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Dengan kata lain, akan menentukan besaran laba per lembar saham atau besaran dividen tunai yang didapat. Dalam melakukan analisis fundamental salah satu caranya adalah melakukan analisis rasio keuangan.
Analisis rasio keuangan adalah penilaian laporan keuangan dengan pendekatan kuantitatif sehingga proses penilaian laporan keuangan dapat dilakukan dengan cara lebih mudah dan sederhana. Hanya saja, para pembaca harus memahami dengan baik tujuan setiap rasio keuangan yang diukur agar dapat digunakan dengan baik dalam berinteraksi dengan pasar, baik dalam proses pembelian dan proses penjualan sekuritas. Analisis rasio keuangan dibagi menjad lima kategori yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio leverage, rasio profitabilitas, dan rasio pasar.
23 2.2.2 Faktor-Faktor Fundamental Keuangan
Faktor fundamental keuangan merupakan faktor yang berkaitan langsung dengan kinerja emiten itu sendiri. Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham. Begitu juga sebaliknya, semakin besar merosotnya harga saham yang diterbitkan dan diperdagangkan. Faktor-faktor yang bersifat internal perusahaan atau fundamental perusahaan adalah spesifik dan mempengaruhi perusahaan, seperti perubahan devidend payout ratio, pertumbuhan asset, leverage, likuditas, asset size, dan variabilitas keuntungan.
Menurut Fahmi (2015:74), Ada beberapa kondisi dan situasi yang menentukan faktor yang mempengaruhi harga suatu saham itu akan mengalami fluktuasi, yaitu:
a) Kondisi mikro dan makro ekonomi, Kondisi mikro dan makro ekonomi dapat mempengaruhi harga saham yang ada di pasar modal. Ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh penelitian yang dilakukan oleh Kohar, Nurmala, dan Suratno (2018) yang menyatakan adanya pengaruh kondisi mikro dan makro ekonomi terhadap harga saham;
b) Kebijakan perusahaan dalam memutuskan untuk ekspansi (perluasan usaha), seperti membuka kantor cabang, kantor cabang pembantu baik yang dibuka di domestik maupun luar negeri;
c) Pergantian direksi secara tiba-tiba, pergantian direksi secara tiba-tiba dikarenakan adanya masalah seperti direksi atau pihak komisaris perusahaan yang terlibat tindak pidana dan kasusnya sudah masuk ke pengadilan dapat
24 membuat kepercayaan investor mengalami penurunan yang dapat memengaruhi harga saham dalam perusahaan tersebut;
d) Kinerja perusahaan yang terus mengalami penurunan dalam setiap waktunya dikarenakan adanya masalah internal yang dihadapi oleh perusahaan;
e) Risiko sistematis, yaitu suatu bentuk risiko yang terjadi secara menyeluruh dan telah ikut menyebabkan perusahaan ikut terlibat;
f) Efek dari psikologi pasar yang ternyata mampu menekan kondisi teknikal jual beli saham, hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Kewal (2012) tentang adanya perubahan suku bunga yang dapat memengaruhi psikologi investor terhadap harga saham.
Ada beberapa rasio analisis fundamental, yaitu 1) Return On Asset (ROA)
ROA merupakan rasio yang digunakan untuk menilai apakah seluruh aset yang dimiliki perusahaan sudah dipergunakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan. Dengan kata lain, ROA menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan pada jumlah asset yang digunakan terhadap penghasilan laba perusahaan. Menurut Suroto dkk. (2021:43), ROA merupakan rasio yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih setelah pajak dari total assets yang digunakan untuk operasional perusahaan. Rasio ROA menunjukkan besarnya laba bersih setelah pajak terhadap total asset. Menurut Bintara dkk. (2020: 30), ROA digunakan untuk menentukan jumlah laba bersih yang dapat diperoleh dari operasi perusahaan dengan menggunakan seluruh kekayaannya.
25 ROA membuktikan bahwa semakin besar rasio yang didapatkan maka semakin besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari asset perusahaan. ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROA = Laba Bersih Total Asset
laba bersih yang didapatkan oleh perusahaan diperoleh dari pendapatan dikurangi oleh beban dan pajak yang diterima oleh perusahaan, sedangkan total aset merupakan total keseluruhan aset yang dimiliki oleh perusahaan. Pernyataan tersebut di perkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Awalina, dkk (2021), mengungkapkan bahwa rasio ROA berpengaruh terhadap harga saham. Begitupun juga dengan penelitian Ulfarini (2021) mempunyai hasil yang sama. Tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya dan Winda (2018) mengunkapkan bahwa ROA tidak berpengaruh terhadap harga saham.
2) Current Ratio (CR)
Current Ratio merupakan rasio yang mengukur kinerja keuangan
menunaikan kewajiban uang jangka pendeknya pada satu tahun ke depan. Dengan kata lain, CR menunjukkan besarnya kewajiban tiap satu rupiah dapat dijamin atau dipertanggungjawabkan terhadap asset yang tersedia. Menurut Alhakim (2018:41), CR merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar utang lancar dengan menggunakan current asset yang dimiliki. Rasio CR menunjukkan semakin tinggi nilai CR berarti semakin baik kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya. Menurut Bintara dkk. (2020: 29), CR yang tinggi memberikan indikasi jaminan yang baik bagi kreditur jangka pendek
26 dalam arti bahwa setiap perusahaan memiliki kemampuan untuk melunasi kewajiban keuangan jangka pendeknya.
CR membuktikan bahwa semakin tinggi CR menunjukkan semakin baik kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajibannya yang berarti semakin kecil risiko likuidasi yang dialami perusahaan. CR dapat dirumuskan sebagai berikut:
CR = Current Asset Current Liabilities
Current asset merupakan aset yang dimiliki oleh perusahaan yang mudah
dicairkan dalam bentuk uang, sedangkan current liabilities merupakan kewajiban keuangan jangka pendek perusahan yang mempunyai batas jatuh tempo pembayaran kurang dari 12 bulan atau dalam siklus operasi normal. Pernyataan tersebut di perkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Awalina, dkk (2021), mengungkapkan bahwa rasio CR berpengaruh terhadap harga saham. Begitupun juga dengan penelitian Ulfarini (2021), mempunyai hasil yang sama. Tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2020) mengungkapkan bahwa CR tidak berpengaruh terhadap harga saham.
3) Total Asset Turnover (TATO)
TATO mengidentifikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkan investor untuk memperoleh suatu rupiah tingkat penjualan perusahaan. Dengan kata lain, TATO menunjukkan besarnya penggunaan asset tiap satu rupiah tingkat penjualan perusahaan. Menurut Khassanah, Febi. N (2021:107), TATO adalah tolak ukur penggunaan aset dilakukan secara efektif atau tidak dalam suatu perusahaan. Rasio TATO menunjukkan digunakan untuk mengukur seberapa efisien penggunaan seluruh asset perusahaan untuk menunjang kegiatan perusahaan. Menurut
27 Rahmadhoni (2021:19), TATO Merupakan rasio yang menghitung efektivitas penggunaan total asset.
TATO membuktikan bahwa Semakin tinggi TATO semakin tinggi tingkat perputarannya maka semakin efektif penggunaan asset tetap dalam memperoleh pendapatan. TATO dapat dirumuskan sebagai berikut:
TATO = Penjualan Bersih Total Aset
Penjualan bersih merupakan jumlah dari penjualan kotor dikurangi total pengurangan, sedangkan total asset merupakan keseluruhan asset yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu. Pernyataan tersebut di perkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Sumani (2020), mengungkapkan bahwa rasio TATO berpengaruh terhadap harga saham. Begitupun juga dengan penelitian Purba, dkk (2019), mempunyai hasil yang sama. Tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulfarini (2021) mengungkapkan bahwa TATO tidak berpengaruh terhadap harga saham.
4) Debt to Equity Ratio (DER)
DER merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas.
Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam dengan pemilik perusahaan. Menurut Tannady (2019:256), DER adalah rasio perbandingan antara total utang terhadap modal bersih/ekuitas yang dimiliki perusahaan. Rasio DER menunjukkan besar utangnya terhadap modal perusahaan.
Adapun menurut Ekananda (2019:460), DER secara langsung akan mengukur derajat permodalan suatu perusahaan, sekaligus untuk menentukan tingkat kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya untuk membayar utang jangka panjang maupun jangka pendek.
28 DER membuktikan bahwa tingkat angka yang tinggi maka akan membuat risiko semakin besar, dan para investor akan takut untuk menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki tingkat DER tinggi. DER dapat dirumuskan sebagai berikut:
DER = Total Utang Ekuitas
Total utang merupakan total kewajiban yang harus dibayar perusahaan secara tunai dalam jangka waktu tertentu, sedangkan ekuitas merupakan hak pemilik terhadap aset perusahaan setelah dikurangi liabilitas (kewajiban) dalam neraca.
Pernyataan tersebut di perkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Ulfarini (2021), mengungkapkan bahwa rasio DER berpengaruh terhadap harga saham. Begitupun juga dengan penelitian Obaid (2019), mempunyai hasil yang sama. Tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Larassati, dkk (2020) mengungkapkan bahwa DER tidak berpengaruh terhadap harga saham.
2.3 Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian terkait dengan analisis fundamental keuangan kaitannya dengan harga saham sebelum dan saat Covid-19 perusahaan infrastruktur. Hasil dari penelitian akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian ini.
1) Penelitian yang dilakukan oleh Awalina, dkk (2021), bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh CR, fixed assets turnover (FAT), DER, dan ROA melalui perbedaan antara sebelum dan saat pandemi Covid- 19 terhadap harga saham pada perusahaan sub sektor restoran, hotel dan pariwisata dalam indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia dalam periode tahun
29 2019 dan 2020 baik secara simultan maupun parsial. Variabel independennya adalah CR, FAT, DER, dan ROA, sedangkan variabel dependennya adalah harga saham. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu metode purposive sampling, dengan pengujian analisis menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian pada masa sebelum dan saat pandemi Covid- 19 memberikan bukti bahwa secara parsial variabel CR, FAT, dan ROA berpengaruh signifikan terhadap harga saham sedangkan variabel DER tidak berhasil berpengaruh negatif terhadap harga saham. Namun secara simultan pada masa sebelum pandemi dan saat pandemi Covid-19 variabel CR, FAT, dan ROA berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Sedangkan variabel DER juga tidak berhasil berpengaruh negatif terhadap harga saham.
Perbedaan dari penelitian sekarang adalah tidak menggunakan variabel FAT, menambahkan variabel TATO, serta objek penelitian perusahaan sektor infrastruktur yang listing di BEI sebelum dan saat Covid-19.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Oktavia, dkk (2021) bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh EPS, PER, DER, ROA, dan ROE melalui perbedaan antara sebelum dan saat pandemi Covid-19 terhadap harga saham pada perusahaan sektor perusahaan non finansial di indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia dalam periode 2015-2020 Variabel independennya adalah EPS, PER, DER, ROA, dan ROE sedangkan variabel dependennya adalah harga saham. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu metode purposive sampling dengan pengujian statistik deskriptif. Hasil penelitian pada masa sebelum pandemi memberikan bukti bahwa variabel
30 EPS rata-rata perusahaam memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan pada masa pandemi Covid-19, variabel PER rata-rata perusahaan memiliki penurunan nilai terhadap masa sebelum pandemi ke saat pandemi Covid-19, variabel DER rata-rata perusahaan berada dibawah nilai rata-rata industri terhadap masa sebelum pandemi ke saat pandemi Covid-19, variabel ROA rata-rata perusahaan memiliki nilai angka diatas rata-rata industri terhadap masa sebelum pandemi ke saat pandemi Covid-19, begitupula variabel ROE rata-rata perusahaan memiliki nilai angka diatas rata-rata industri terhadap masa sebelum pandemi ke saat pandemi Covid-19. Perbedaan dari penelitian sekarang adalah tidak menggunakan variabel EPS, PER, dan ROE menambahkan variabel CR dan TATO, serta objek penelitian perusahaan sektor infrastruktur yang listing di BEI sebelum dan saat Covid-19.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Faisal, dkk (2021), bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh ROE, PBV, EPS, dan DER melalui perbedaan antara sebelum dan saat pandemi Covid-19 terhadap return saham dalam indeks Jakarta Islamic Indeks di Bursa Efek Indonesia dalam periode tahun 2016-2020 baik secara simultan maupun parsial. Variabel independennya adalah ROE, PBV, EPS, dan DER, sedangkan variabel dependennya adalah return saham syariah. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu metode purposive sampling, dengan pengujian analisis menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian pada masa sebelum dan saat pandemi Covid-19 memberikan bukti bahwa secara parsial variabel PBV dan EPS saja yang berpengaruh signifikan terhadap return
31 saham syariah sedangkan variabel ROE dan DER tidak berpengaruh secara signifikan. Namun secara simultan pada masa sebelum pandemi dan saat pandemi Covid-19 variabel ROE, PBV, EPS, dan DER berpengaruh signifikan terhadap return saham syariah. Perbedaan dari penelitian sekarang adalah tidak menggunakan variabel ROE, PBV, dan EPS menambahkan variabel CR, ROA, dan TATO serta objek penelitian menggunakan harga saham dengan Indeks LQ45 perusahaan sektor infrastruktur yang listing di BEI sebelum dan saat Covid-19.
4) Penelitian yang dilakukan oleh Ulfarini (2021), bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh CR, Firm Size, PBV, ROA, DER, dan TATO terhadap perubahan harga saham pada perusahaan sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang tergabung dalam Bursa Efek Indonesia dalam periode 2015-2020 triwulan III baik secara simultan maupun parsial. Variabel independennya adalah CR, Firm Size, PBV, ROA, DER, dan TATO, sedangkan variabel dependennya adalah harga saham. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu metode purposive sampling, dengan pengujian analisis menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian itu memberikan bukti bahwa secara parsial CR, Firm Size, PBV, ROA, dan DER berpengaruh signifikan terhadap harga saham, sedangkan TATO tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Namun secara simultan variabel CR, Firm Size, PBV, ROA, DER, dan TATO berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Perbedaan dari penelitian sekarang adalah tidak menggunakan variabel Firm Size, PBV, serta objek penelitian menggunakan
32 Indeks LQ45 perusahaan sektor infrastruktur yang listing di BEI sebelum dan saat Covid-19.
5) Penelitian yang dilakukan oleh Larassati, dkk (2020), bertujuan mengetahui dan menganalisis pengaruh NPM, DER, dan CR terhadap perubahan harga saham pada perusahaan sub sektor pertambangan dalam indeks Jakarta Islamic Indeks di Bursa Efek Indonesia dalam periode akhir tahun pembukuan pada tanggal 31 Desember 2014-2018 baik secara simultan maupun parsial. Variabel independennya adalah NPM, DER, dan CR sedangkan variabel dependennya adalah harga saham. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu metode purposive sampling, dengan pengujian analisis menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian itu memberikan bukti bahwa secara parsial NPM, DER, dan CR tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Namun secara simultan variabel NPM, DER, dan CR tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Perbedaan dari penelitian sekarang adalah tidak menggunakan variabel NPM, menambahkan variabel ROA dan TATO serta objek penelitian menggunakan Indeks LQ45 perusahaan sektor infrastruktur yang listing di BEI sebelum dan saat Covid-19.
33 2.4 Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah, maka dapat diidentifikasi bahwa kerangka pikir dalam penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: Data telah diolah, 2022
2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: Perbedaan faktor-faktor fundamental keuangan yang mempengaruhi harga saham perusahaan sektor infrastruktur dalam indeks LQ45 sebelum dan saat Covid-19.
H2: Analisis Return On Asset (ROA) berpengaruh secara parsial terhadap Harga Saham.
H3: Analisis Current Ratio (CR) berpengaruh secara parsial terhadap Harga Saham.
34 H4: Analisis Total Asset Turnover (TATO) berpengaruh secara parsial terhadap
Harga Saham.
H5: Analisis Debt to Equtiy Ratio (DER) berpengaruh secara parsial terhadap Harga Saham.
H6: Analisis ROA, CR, TATO, dan DER berpengaruh secara simultan terhadap Harga Saham.