• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ISPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ISPA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ISPA

INFEKSI SALURA PERNAFASAN AKUT (ISPA)

A. DEFINISI

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas.

Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI).

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis.

Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia.(WHO)

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991;

1419).

B. ETIOLOGI

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah

(2)

golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.

Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar diperoleh.

Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang streptococcus pneumonia danhaemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.

Factor Pencetus ISPA

1. Usia

Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.

2. Status Imunisasi

Annak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.

3. Lingkungan

Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.

Faktor Pendukung Penyebab ISPA

1. Kondisi Ekonomi

Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.

2. Kependudukan

Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang besar pula.

Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.

3. Geografi

Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

(3)

PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.

5. Lingkungan dan Iklim Global

Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.

Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A - hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.

Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit.

Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.

Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.

Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

C. PATOFISIOLOGI

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau kuman golongan A streptococus, stapilococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma, dan pneumokokus yang menyerang dan menginflamasi saluran pernafasan (hidung, pharing, laring) dan memiliki manifestasi klinis seperti demam, meningismus, anorexia, vomiting, diare, abdominal pain, sumbatan pada jalan nafas, batuk, dan suara nafas wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan.

Pembagian ISPA

1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Bagian Atas Adalah infeksi-infeksi

yang terutama mengenai struktur-struktur saluran nafas disebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran nafas mengenai bagian atas dan bawah secara bersama-sama atau berurutan, tetapi beberapa di antaranya

(4)

melibatkan bagian-bagian spesifik saluran nafas secara nyata.Yang tergolong Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA) bagian atas diantaranya adalah : Nasofaringitis akut (selesma), Faringitis Akut (termasuk Tonsilitis dan Faringotosilitis) dan rhinitis.

2. Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Bawah Adalah infeksi-infeksi yang terutama

mengenai struktur-struktur saluran nafas bagian bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli. Penyakit-penyakit yang tergolong Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bagian bawah : Laringitis, Asma Bronchial, Bronchitis akut maupun kronis, Broncho Pneumonia atau Pneumonia (suatu peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada bonkioli) (Pusdiknakes, 1993 : 105).

Klasifikasi Penyakit ISPA

Dalam hal penentuan kriteria ISPA ini, penggunaan pola tatalaksana penderita ISPA adalah Balita, dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tatalaksana penderita ini sendiri terdiri atas 4 bagian yakni pemeriksaan, penentuan ada tidaknya tanda bahaya, penentuan klasifikasi penyakit, dan pengobatan juga tindakan.

Dalam penentuan klasifikasi, penyakit dibedakan atas dua kelompok, yakni kelompok untuk umur 2 bulan hingga kurang dari 5 tahun dan kelompok umur kurang dari dua bulan.

a. Untuk kelompok umur 2 bulan - <5 tahun klasifikasi dibagi atas :

1. Pneumonia berat

2. Pneumonia

3. Bukan Pneumonia.

b. Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi dibagi atas:

1. Pneumonia berat

2. Bukan Pneumonia

Sedangkan masing-masing gejala untuk klasifikasi di atas adalah sebagai berikut:

Klasifikasi Pneumonia Berat didasarkan apabila terdapat gejala batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan - <5 tahun. Sedangkan untuk anak berumur kurang dari 2 bulan diagnosis Pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat (fast breathing), yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).

Klasifikasi Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya napas sesuai umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada anak usia 2 bulan - <1 tahun adalah 50 kali per menit dan 40 kali per menit untuk anak usia 1 - < 5 tahun.

Klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup kelompok penderita Balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam. Dengan demikian klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup penyakit

(5)

ISPA selain Pneumonia. Contohnya batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, dan otitis.

D. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala Berdasarkan kasifikasi

1. Non pneumonia

Ditandai dengan batuk, pilek, tanpa disertai dengan sesak nafas.

2. Pneumonia

Batuk, pilek disertai dengan sesak nafas atau nafas cepat.

a. Pneumonia tidak berat

Tanda dan gejala antara lain :

Batuk, pilek dan nafas cepat

2 bulan sampai 1 tahun lebih dari 50 x / mnt

1 sampai 5 tahun lebih dari 40 x / mnt

b. Pneumonia berat

Tanda dan gejala antara lain :

Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas

Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).

Tanda Dan Gejala Yang Muncul Ialah:

1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah

mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.

2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi

selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.

3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum

dan bhkan tidak mau minum.

4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut

mengalami sakit.

5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat

infeksi virus.

(6)

6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric.

7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat

oleh karena banyaknya sekret.

8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini

merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.

9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan

(Whaley and Wong; 1991; 1419).

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.

1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.

2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui

pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.

3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.

4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu

tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.

6. Riwayat kesehatan:

- Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)

- Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)

- Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya

sekarang)

- Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti

penyakit klien)

- Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

Pemeriksaan fisik à difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan

a. Inspeksi

- Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan

- Tonsil tampak kemerahan dan edema

- Tampak batuk tidak produktif

- Tidak ada jaringan parut pada leher

- Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.

b. Palpasi

- Adanya demam

(7)

- Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis

- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c. Perkusi

- Suara paru normal (resonance)

d. Auskultasi

- Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

F. TERAPI MEDIS

Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.

Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

2. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak mampuan dalam

memasukan dan mencerna makanan

4. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang informasi.

H. RENCANA KEPERAWATAN

NO

DIAGNOSE KEPERAW

ATAN

NOC NIC

1 Bersihan jalan nafas napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.

NOC :

Respirator y status : Ventilatio n

Respirator y status : Airway patency

Vital sign Status

Airway Management

Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

Pasang mayo bila perlu

Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

Lakukan suction pada mayo

Berikan bronkodilator bila perlu

(8)

Kriteria Hasil :

Mendemo nstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengelua rkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

Menunjuk kan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasa n dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

 Tanda Tanda vital

Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

Monitor respirasi dan status O2 Terapi oksigen

Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

Pertahankan jalan nafas yang paten

Atur peralatan oksigenasi

Monitor aliran oksigen

Pertahankan posisi pasien

Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi

Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

Catat adanya fluktuasi tekanan darah

Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas

Monitor kualitas dari nadi

Monitor frekuensi dan irama pernapasan

Monitor suara paru

Monitor pola pernapasan abnormal

Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

Monitor sianosis perifer

Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan s

Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

(9)

dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafas an) 2 Hipertermi

b/d invasi mikroorganis me

NOC : Thermor egulation Kriteria Hasil :

 Suhu tubuh dalam rentang normal

 Nadi dan RR dalam rentang normal

 Tidak ada perubah an warna kulit dan tidak ada pusing

Fever treatment

 Monitor suhu sesering mungkin

 Monitor IWL

 Monitor warna dan suhu kulit

 Monitor tekanan darah, nadi dan RR

 Monitor penurunan tingkat kesadaran

 Monitor WBC, Hb, dan Hct

 Monitor intake dan output

 Berikan anti piretik

 Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam

 Selimuti pasien

 Lakukan tapid sponge

 Kolaborasipemberian cairan intravena

 Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

 Tingkatkan sirkulasi udara

 Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation

 Monitor suhu minimal tiap 2 jam

 Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu

 Monitor TD, nadi, dan RR

 Monitor warna dan suhu kulit

 Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

 Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh

 Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas

 Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedingi

 Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperluka

 Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan

 Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

 Catat adanya fluktuasi tekanan darah

 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas

 Monitor kualitas dari nadi

(10)

 Monitor frekuensi dan irama pernapasan

 Monitor suara paru

 Monitor pola pernapasan abnormal

 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

 Monitor sianosis perifer

 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 3 Ketidakseimb

angan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan

NOC :

Nutritional Status : food and Fluid Intake

Nutritional Status : nutrient Intake

Weight control Kriteria Hasil :

Adanya peningkat an berat badan sesuai dengan tujuan

Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

Mampume ngidentifi kasi kebutuha n nutrisi

Tidak ada tanda tanda malnutrisi

Menunjuk kan peningkat an fungsi

Nutrition Management

 Kaji adanya alergi makanan

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pa

 Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

 Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

 Berikan substansi gula

 Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

 Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

 Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition Monitoring

 BB pasien dalam batas normal

 Monitor adanya penurunan berat badan

 Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan

 Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan

 Monitor lingkungan selama makan

 Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

 Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

 Monitor turgor kulit

 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

 Monitor mual dan muntah

 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

 Monitor makanan kesukaan

 Monitor pertumbuhan dan perkembangan

 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

 Monitor kalori dan intake nuntrisi

 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.

 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian perlu diterapkan metode pembelajaran kooperatfi tipe Make A Match untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Setelah

Berdasarkan grafik pada Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12 di atas, bahwa penggunaan variasi jarak antar baut apabila ditambahkan variasi panjang jarak antar baut

elebihan dribbling menggunakan bagian punggung kaki adalah dapat menggiring bola dengan arah lurus apabila tidak ada la!an yang menghalangi. &#34;edangkan kelemahannya

Sistem Informasi Alumni pada Jurusan Teknik Elektro ini merupakan sistem yang berbasis website dan dibangun menggunakan Framework Codeigniter dan dirancang untuk

Hasil yang di- peroleh pada studi pustaka yaitu penelitian relevan terkait dengan pengembangan alat penentuan kalor reaksi pada tekanan tetap, aspek pengujian

Pada perancangan bangunan ini akan menggunakan 2 jenis plafond yaitu plafon gypsum untuk seluruh ruang, kecuali ruang pertemuan dan ruang kapel menggunakan plafond

Maka jelaslah dalam hal pelaksanaan pembentukan peraturan daerah harus berdasarkan program legislasi daerah sebagai instrumen awal dalam pembentukan peraturan daerah yang

Kepentingan non pengendali mencerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset neto dari entitas anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung