1 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cangkang Buah Biji Karet
Karet atau memiliki nama latin Hevea Brasiliensis, merupakan tanaman asli dari lembah sungai Amazon, Brazil, Amerika Selatan. Tanaman dapat tumbuh baik di daerah daratan rendah, yakni hingga ketinggian 200m dari permukaan laut dengan kebutuhan sinar matahari minimum 5-7jam perhari. Karet mampu tumbuh hingga mencapai ketinggian 15-25m. Menurut Anonim (2008), dalam dunia tunbuhan karet memiliki taksonomi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Sub Famili : Mimosoidae Genus : Hevea
Species : Hevea brasilliensisMuell. Agr
Secara fisik cangkang buah biji karet memiliki ciri ini sebagai tumbuhan yang berlignin. Konstruksi cangkang yang keras mengindikasi bahwa cangkang biji karet ini mengandung senyawa aktif berupa lignin. Selain pemanfaatannya yang masih kurang optimal, jika dibandingkan dengan bagian buah lainnya, bagian cangkang termasuk bagian yang mengandung lignin yang cukup banyak, sehingga bagian ini cukup potensial untuk diolah menjadi produk karbon aktif yang sangat bermanfaat dan bernilai jual yang tinggi. Hal ini akan membuat cangkang buah bijikaret menjadi lebih termanfaatkan.
2
Tabel 2.1 Komposisi Kimia yang Terkandung dalam Cangkang Buah Biji Karet
Komponen Presentase
Penyusun (%)
Selulosa 48,64
Lignin 33,54
Pentosan 16,81
Kadar Abu 1,25
Kadar Silika 0,52
Sumber: Esih Susi Safitri, 2003
2.2 Proses Karbonisasi Cangkang Buah Biji Karet
Karbonisasi adalah proses yang penting dalam penelitian ini. Tujuannya adalah untuk mengubah bahan baku yang digunakan, yakni cangkang buah biji karet, diubah menjadi karbon yang selanjutnya akan diaktifasi menjadi karbon aktif. Proses karbonisasi merupakan suatu proses pembakaran yang akan mengubah suatu material menjadi karbon. Menurut Fessenden (1982), pembakaran adalah reaksi cepat suatu senyawa dengan senyawa oksigen yang disertai dengan pembebasan kalor (panas) dan cahaya. Namun pada pembentukan karbon proses karbonisasi yang digunakan adalah pembakaran tak sempurna. Pembakaran tak sempurna adalah proses pembakaran dengan persediaan oksigen terbatas yang akan menghasilkan CO atau karbon dalam bentuk arang atau jelaga (Fessenden,1982).
Arang atau dalam kimia biasa disebut karbon merupakan salah unsur yang cukup mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Menurutdan Srama dan Tryana (2009), arang atau karbon merupakan residu hitam berbentuk padatan berpori yang mengandung 85-95 % karbon yang nantinya akan dihasilkan dengan menghilangkan kandungan air dan komponen volatile dari bahan-
3
bahan yang mengandung karbon melalui pemanasan pada suhu tinggi. Kendati demikian, masih terdapat sebagian pori – pori yang tetap tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain.
Kualitas karbon aktif juga dipengaruhi oleh kesempurnaan dalam proses karbonisasinya. Menurut Faizah H dan Tutik M (2008), karbonisasi merupakan proses penguraian selulosa menjadi karbon pada suhu berkisar 275°C. Proses ini sangat dipengaruhi oleh suhu dan akan menentukan kualitas dari karbon yang dihasilkan.
Dengan demikianwaktu pengarangan itu akan berpengaruh pada arang yang akan dihasilkan,semakin lama waktu yang digunakan maka semakin berkurang arang yangdihasilkan. (Sutiyono,dkk.2006)
Banyaknya karbon yang dihasilkan ditentukan oleh komposisi awal biomassa yang digunakan. Bila dalam proses karbonisasi kandungan zat menguap semakin banyak maka akan semakin sedikit karbon yang dihasilkan karena banyak bagian yang terlepas ke udara.
Proses pengarangan ada 4 tahap (Sudrajat dan Salim 1994 ), yaitu :
a. Pada suhu 100 – 120 °C terjadi penguapan air dan sampai suhu 270°C mulai terjadi penguapan selulosa. Destilat yang dihasilkan mengandung asam organik dan sedikit metanol.
b. Pada suhu 270 - 310 °C reaksi eksotermik berlangsung, terjadi penguraian selulosa secara intensif menjadi larutan pirolignat, gas, kayu, dan sedikit tar. Asam pirolignat merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti asam cuka dan metanol, sedangkan gas kayu terdiri atas CO dan CO2.
c. Pada suhu 310 – 510 °C terjadi penguraian lignin, dihasilkan lebih banyak tar, sedangkan larutan pirolignat menurun, dan produksi gas CO2 menurun, sedangkan gas CO, CH4, dan H2 meningkat.
4
d. Pada suhu 500 – 1000 °C merupakan tahap pemurnian arang atau peningkatan kadar karbon.
Berdasarkan Fauziah (2009) penilaian kualitas karbon dapat dilakukan berdasarkan :
a. Ukuran, misalnya berupa batangan, serbuk halus, atau pecahan.
b. Sifat fisik, misalnya berupa warna, bunyi, nyala, kekerasan, kerapuhan, nilai kalor, dan berat jenis.
c. Analisa karbon, mencakup beberapa analisa seperti analisa kadar air, kadar abu, karbon sisa, dan zat mudah menguap.
d. Suhu maksimum karbonisasi dan kemurnian karbon.
Proses pembuatan karbon aktif, arang atau karbon merupakan produk setengah jadinya. Sedangkan, karbon aktif merupakan karbon yang diproses sedemikian rupa sehingga memiliki daya serap atau adsorbsi yang tinggi terhadap bahan lain yang umumnya berbentuk larutan atau uap. Perbedaan strukturnya dengan karbon biasa terletak pada persilangan rantai karbonnya dan ketebalan lapisan (microcrystalin).
Nugraha (2005) menyatakan bahwa pirolisis ialah salah satu proses pengarangan yang mendekomposisi material organik tanpa mengandung oksigen. Apabila ada oksigen pada saat proses pirolisis maka akan ada reaksi dengan material lain yang pada akhirnya akan menghasilkan abu. Pada proses pirolisis terhadap kayu, lignin terdegradasi sebagai akibat kenaikan suhu sehingga dihasilkan senyawa-senyawa karakteristik sesuai dengan jenis kayu.
Proses pirolisis berlangsung dalam dua tahapan yaitu pirolisis primer dan pirolisis sekunder. Pirolisis primer terdiri dari proses cepat yang terjadi pada suhu 50 – 300 °C, dan proses lambat pada suhu 300 – 400 °C. Proses pirolisis primer cepat menghasilkan arang, berbagai gas, dan H2O. Sedangkan proses lambat menghasilkan arang, H2O, CO, dan CO2. Pirolisis sekunder
5
merupakan proses pirolisis yang berlangsung pada suhu lebih dari 600°C dan terjadi pada gas – gas hasil, serta menghasilkan CO, H2, dan hidrokarbon (Pari 2004). Penilaian kualitas arang dilakukan berdasarkan :
a. Ukuran, meliputi : batangan, halus, atau pecah.
b. Sifat fisik meliputi, warna, bunyi, nyala, kekerasan, kerapuhan, nilai kalor, dan berat jenis.
c. Analisis arang, meliputi : kadar air, kadar abu, karbon sisa, dan zat mudah menguap.
d. Suhu maksimum pengarangan dan kemurnian arang.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas arang adalah cara dan proses pengolahan (Djatmiko et al, 1981). MenurutDarmawan dan Hendra (2000) penetapan kualitas arang umumnya dilakukan terhadap kombinasi sifat kimia dan fisika yaitu:
1. Sifat Fisika berupa kadar air
Kadar air merupakan kandungan air dalam arang dengan kondisi kering udara. Pada saat arang keluar dari tungku pengarangan, kadar air yang terkandung sangat kecil, biasanya kurang dari 1%. Proses penyerapan air dari udara sangat cepat, sehingga dalam waktu singkat kadar air mencapai kadar air keseimbangan dengan udara sekitarnya. Arang yang berkualitas baik yang dipasarkan adalah arang yang mempunyai kadar air 5-10 %.
2. Sifat Kimia, antara lain : a. Kadar abu
Kadar abu merupakan jumlah sisa dari akhir proses pembakaran.
Residu tersebut berupa zat-zat mineral yang tidak hilang selama proses pembakaran. Salah satu unsur utama abu adalah silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Kadar abu setiap arang berbeda-beda tergantung jenis cangkang, dan ketebalan cangkang. Arang yang baik mempunyai kadar abu sekitar
6
3%. Semakin rendah kadar abu maka akan semakin baik briket arang tersebut.
b. Kadar zat menguap
Zat mudah menguap adalah zat selain air, yaitu karbon terikat dan abu yang terdapat di dalam arang, yang terdiri atas cairan dan sisa tarr yang tidak habis dalam proses karbonisasi. Kadar zat mudah menguap ini tergantung pada proses pengarangan dan temperatur yang diberikan.
Apabila proses karbonisasi lama dan temperatur karbonisasi ditingkatkan akan semakin menurunkan persentase kadar zat menguapnya.
c. Kadar karbon terikat
Kadar karbon terikat adalah fraksi C dalam arang. Kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar zat mudah menguap dan kadar abu. Semakin besar kadar zat menguap dan kadar abu maka akan menurunkan kadar karbon terikat. Kadar karbon terikat yang berkulitas baik yang mempunyai kadar karbon terikat antara 30-45 %.
d. Nilai kalor bakar
Nilai kalor bakar adalah nilai panas yang ditimbulkan oleh arang akibat adanya reaksi pembakaran pada volum tetap. Arang dengan nilai kalor bakar yang tinggi sangat disukai, baik untuk keperluan rumah tangga ataupun industri.
e. Daya serap terhadap iodium
Parameter yang dapat menunjukkan kualitas arang aktif adalah daya adsorpsi terhadap larutan Iodium. Semakin besar bilangan iodnya maka semakin besar kemampuan dalam mengadsopsi adsorbat atau zat terlarut. Oleh karena itu, daya serap terhadap iodium merupakan indicator penting dalam menilai arang aktif. Semakin tinggi daya serap iodium maka semakin baik kualitas arang aktif (Rumidatul, 2006).
7
Menurut Smisek dan Cerny (1970) dalam Pari et al. (2006), Arang yang berkualitas harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Mempunyai kandungan arang (fixed carbon) diatas 75%
b. Cukup keras ditandai dengan tidak mudah dan hancur c. Kadar abunya tidak lebih dari 5%
d. Kadar zat menguapnya tidak lebih dari 15%
e. Kadar airnya tidak lebih dari 15%
f. Tidak tercemar oleh unsur-unsur yang membahayakan atau kotoran lainnya.
Penggunaan arang tidak hanya terbatas sebagai bahan bakar, tetapi juga dalam berbagai industri. Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa arang banyak digunakan untuk metalurgi, pemurnian logam, sintetis kimia dan berbagai tujuan lain. Manfaat arang menurut Kholik et al, (2006) antara lain : a. Keperluan rumah tangga dan bahan bakar khusus seperti binatu, tungku
pembakar, pengeringan daging, ikan, tembakau, pengecoran logam, peleburan timah dan logam, peleburan timah dan timbal.
b. Keperluan metalurgi seperti industri aluminium, plat baja, penyepuhan, kobalt, tembaga, nikel, besi kasar, serbuk besi, baja, molybdenium, campuran logam khusus, cetakan pengecoran dan pertambangan.
c. Dalam industri kimia, arang banyak digunakan untuk karbon aktif, karbon monoksida, elektroda gelas, campuran resin, obat – obatan, makanan ternak, karet, serbuk hitam, karbon bisulfida, katalisator, pupuk, perekat, magnesium, plastik, dan bahan penyerap dalam silinder.
2.3 Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan suatu padatan yang berpori yang mengandung 85–
95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi sehingga diperoleh luas permukaan yang sangat besar, dimana ukurannya berkisar antara 300 – 2000 m2/gr. Luas permukaan
8
yang besar dari struktur dalam pori-pori karbon aktif dapat terus dikembangkan, struktur ini memberikan kemampuan karbon aktif menyerap (adsorb) gas-gas dan uap-uap dari gas dan juga dapat menguraikan zat-zat dari liquida. (Kirk-Othmer, 1992)
Menurut Purnomo (2010), karbon aktif adalah suatu bahan mengandung karbon amorf yang memiliki permukaan dalam (internalsurface) sehingga memiliki daya serap tinggi.Sedangkan menurut Austin (1996), karbon aktif adalah karbon amorf yang telah mendapat perlakuan dengan uap dan panas sampai mempunyai afinitas yang kuat sekali untuk menyerap (absorbsi) berbagai bahan. Karbon aktif dapat dihasilkan dari bahan-bahan organik yang mengandung karbon atau dari arang yang telah mendapatkan perlakuan khusus agar permukaannya menjadi lebih luas. Dalam pembuatan karbon aktif, tidak hanya bahan bakunya saja yang yang perlu diperhatikan. Tapi juga proses aktivasinya, karena aktivasi merupakan hal penting yang turut berpengaruh dalam pembuatan karbon aktif.
Karbon aktifmerupakan karbon atau arang yang telah mengalami perbesaran pori atau luas permukaan sehingga dapat menyerap zat-zat lain yang ada di sekitarnya. Karbon aktif umumnya banyak digunakan sebagai zat penyerap (adsorben) zat-zat pengotor yang terkandung di dalam air dan sebagai norit (obat diare) dalam dunia medis.
Karbon aktif juga memiliki kelebihan lain yakni mudah untuk dibuat, sebab proses pembuatannya termasuk proses yang cukup sederhana.Ada dua bentuk karbon aktif yang diklasifikasikan sesuai dengan sifat dan kegunaannya:
a. Bentuk powder / serbuk
Merupakan bubuk hitam yang biasanya digunakan untuk keperluan adsorbsi dalam fase liquid untuk proses pemurnian larutan.
9 b. Bentuk granulat / butiran
Tipe granulat tidak hanya efektif untuk proses adsorbsi gas tetapi juga efektif untuk adsorbsi fase liquid.(Kirk Othmer, 1964)
Tabel 2.2Kegunaan Arang Aktif
Maksud/ Tujuan Pemakaian
I. Untuk Gas
1. Pemurnian gas Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau busuk, asap, menyerap racun
2. Pengolahan LNG Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah dan reaksi gas
3. Katalisator Reaksi katalisator atau pengangkut vinil kiorida, dan vinil acetat
4. Lain – lain Menghilangkan bau dalam kamar pendingin dan mobil
II. Untuk Zat Cair 1. Industri obat dan
makanan
Menyaring dan menghilangkan warna, bau, rasa yang tidak enak pada makanan
2. Minuman ringan, minuman keras
Menghilangkan warna, bau pada arak/ minuman keras dan minuman ringan
3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah, zat perantara 4. Pembersih air Menyaring/menghilangkan bau, warna, zat
pencemar dalam air, sebagai pelindung dan penukaran resin dalam alat/penyulingan air 5. Pembersih air
buangan
Mengatur dan membersihkan air buangan dan pencemar, warna, bau, logam berat
6. Penambakan udang dan benur
Pemurnian, menghilangkan ban, dan warna 7. Pelarut yang
digunakan kembali
Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa metanol, etil acetat dan lain-lain
III. Lain - Lain
1. Pengolahan Pulp Pemurnian dan menghilangkan bau 2. Pengolahan Pupuk Pemurnian
3. Penyaringan minyak makan dan glukosa
Menghilangkan bau, warna, dan rasa tidak enak Sumber : PDII-LIPI, 1998
10
Dalam pembuatan karbon aktif, tidak hanya bahan bakunya saja yang perlu diperhatikan, juga proses aktivasinya. Karena merupakan hal penting yang turut berpengaruh dalam pembuatan karbonaktif. Proses aktivasi merupakan suatu perlakuan terhadap karbon agar karbon mengalami perubahan sifilt, baik fisik maupun kimia, dimana luas permukaannya meningkat tajam akibat terjadinya penghilangan senyawa tar dan senyawa sisa-sisa pengarangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses karbonasi :
a. Waktu karbonisasi, bila waktu karbonisasi diperpanjang maka reaksi pirolisis semakin sempurna sehingga hasil arang semakin turun tetapi cairan dan gas makin meningkat.Waktu karbonisasi berbeda-beda tergantung pada jenis-jenis dan jumlah bahan yang diolah. Misalnya : tempurung kelapa memerlukan waktu 3 jam (BPPI Bogor, 1980), sekam padi kira-kira 2 jam (Joni TL dkk,1995) dan tempurung kemiri 1 jam (Bardi M dan A Mun’im,1999).
b. Suhu karbonisasi, suhu karbonisasi yang berpengaruh terhadap hasil arang karena semakin tinggi suhu, arang yang diperoleh makin berkurang tapi hasil cairan dan gas semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh makin banyaknya zat-zat terurai dan yang teruapkan. Untuk tempurung kemiri suhu karbonisasi 400oC (Bardi M dan A Mun’im, 1999), dan tempurung kelapa suhu karbonisasi 600oC (BPPI Bogor, 1980).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses aktivasi:
a. Lama waktu perendaman
Pada saat perendaman dengan bahan aktivasi ini bertujuan untuk menghilangkan atau membatasi pembentukan lignin, karena adanya lignin dapat membentuk senyawa tar. Waktu perendaman untuk bermacam- macam zat tidak sama. Misalnya sekam padi dengan activator NaCl direndam selama 24 jam (Majalah kulit, karet dan plastik, 2003) dan tempurung kelapa dengan aktifator ZnCl2 direndam selama 20 jam (Tutik
11
M dan Faizah H, 2001). H3PO4 lamanya perendaman sekitar 12-24 jam (R.
Sudrajat dkk, 1994). Menurut penelitian dari Cornellius aktivasi diatas 30 menit tidak optimum karena semakin lama aktivasi yang dilakukan semakin berkurang jumlah karbon yang terbentuk.(Cornelius, 1997) b. Ukuran bahan baku
Semakin kecil ukuran bahan baku yang diaktifkan maka akan semakin baik karbon aktif yang dihasilkan karena luas kontak antara bahan baku dengan larutan aktivasi semakin besar.
c. Konsentrasi aktivator/larutan kimia
Semakin tinggi konsentrasi larutan kimia aktifasi maka semakin kuat pengaruh larutan tersebut mengikat senyawa-senyawa tar sisa karbonisasi untuk keluar melewati mikro pori-pori dari karbon sehingga permukaan karbon semakin porous yang mengakibatkan semakin besar daya adsorpsi karbon aktif tersebut.
Faktor yang mempengaruhi daya serap arang aktif adalah:
a. Sifat fisika dan kimia dari arang antara lain luas permukaannya dan ukuran lubang
b. Sifat fisika dan kimia dari adsorbant ( gas / larutan yang akan diberi arang aktif ) antara lain ukuran molekul, muatan molekul susunan komposisi kimia
c. Konsentrasi adsorbant dalam fase liquid
d. Sifat karakteristik dalam keadaan liquid antara lain pH dan temperature e. Waktu tinggal( Cheremisinoff, 1978)
Arang atau karbon semakin banyak mempunyai mikropori setelah dilakukan aktivasi, hal ini terjadi karena activator telahmengikat senyawa-senyawa tar sisa karbonisasi keluar dari mikropori arang, sehingga permukaannya semakin porous.
12
Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/g dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan (Tryana dan Sarma 2003). Dengan semakin luasnya permukaan arang aktif maka daya adsorpsinya juga semakin meningkat (Baker et al, 1997). Menurut Solovyov et al,(2002), arang aktif berbentuk amorf, dan sebagian besar kandungannya terdiri dari unsur karbon. Karbon ini terdiri dari pelat - pelat datar yang atom karbonnya terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagonal yang mirip dengan grafit. Pelat – pelat ini terkumpul satu sama lain membentuk kristal dengan susunan tidak beraturan dan jarak antar pelatnya acak.
Menurut Tryana dan Sarma (2003), berdasarkan penggunaannya arang aktif terbagi menjadi dua tipe yaitu arang aktif sebagai pemucat dan arang aktif sebagai penyerap uap. Karena hal tersebut maka karbon aktif banyak digunakan oleh kalangan industri dan hampir 60% produksi arang aktif di dunia dimanfaatkan oleh industri gula, pembersihan minyak dan lemak, industri kimia dan farmasi.
Arang aktif komersial sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan penyerap (adsorben) dalam berbagai aplikasi seperti digunakan pada pembersihan tumpahan minyak, penyaring air minum, penyaring udara, dan perbaikan tanah. Selain itu arang aktif komersial juga telah digunakan sebagai penyaring kotoran organik dalam industri minuman keras, dan sebagai penyerap racun di dalam tubuh manusia. Dalam perkembangannya arang aktif komersial telah dimanfaatkan sebagai pengontrol kemurnian buah – buahan dan sayur yang dikonsumsi manusia, serta mampu menyerap emisi (Anonim 2008). Kualitas arang aktif dinilai berdasarkan persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 – 3730-1995 pada Tabel 2.3
13
Tabel 2.3 Standart Karbon Aktif (SNI) 06– 3730-1995
Jenis Persyaratan Parameter
Kadar Air Mak. 15 %
Kadar Abu Mak. 10 %
Kadar Zat Menguap Mak. 25 %
Kadar Karbon Terikat Min. 65 %
Daya Serap Terhadap Yodium Min. 750 mg/g Daya Serap Terhadap Benzena Min. 25 % Sumber : Anonim 1995
2.3.1 Aktivasi Kimia
Proses aktivasi kimia yaitu proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakaian bahan – bahan kimia. Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu, kemudian dibentuk menjadi batangan dan dikeringkan serta dipotong-potong.Proses aktivasi dilakukan dengan mempergunakan bahan kimia sebagai activating agent. Aktivasi arang ini dilakukan pada temperature 100°c. Arang aktif yang dihasilkan, dicuci dengan air.Larutan kimia, misalnya NaOH, NaCl,ZnCl2, HNO3, KCl dll.
Sehingga bahan kimia akan meresap dan membuka permukaan arang yang semula tertutup oleh deposit tar (Tutik dkk, 2001). Mutu arang aktif yang dihasilkan tergantung dari bahan baku, bahan pengaktif, dan cara pembuatannya. Untuk menaikkan aktifasi daya adsorbs arang banyak digunakan bahan kimia. Menurut Othmer, 1940, bahan kimia yang baik digunakan adalah Ca(OH)2, CaCl2, HNO3, ZnCl2, H2SO4, dll. (Jeanette M, dkk, 1996).
Proses aktivasi ini dilakukan dengan variasi lama waktu perendaman selama 12jam, 18jam, dan 24jam dengan konsentrasi larutan NaCl 9%.
Pemilihan variasi ini mengacu pada penelitian Rananda Vinsiah, dkk mengenai pembuatan karbon aktif dari cangkang kulit buah karet dimana
14
hasil tertinggi diperoleh hasil dari variasi suhu karbonisasi 300°C, 400°C, 500°C, dan 600°C dengan lama waktu perendaman 24jam dengan larutan H3PO4 dengan konsentrasi 7%. Dan (Elly Kurniawati 2008) mengenai pemanfaatan cangkang kelapa sawit sebagai karbon aktif dimana hasil tertinggi diperoleh hasil dari variasi konsentrasi activating agent 1%, 3%, 5%, 7%, 9% dengan lama waktu perendaman 12-24jam. Lama waktu perendaman pada saat proses aktivasi akan mempengaruhi pembentukan pori-pori pada karbon. Lama waktu yang terlalu rendah akan menyebabkan activating agent dengan karbon tidak bereaksi secara optimal, sedangkan lama waktu perendaman yang terlalu panjang juga akan menyebabkan karbon hilang atau habis bereaksi pada saat proses aktivasi.
Bahan dasar yang telah direndam kemudian disaring dan dikeringkan pada suhu 110 ºC selama 2 jam untuk menguapkan seluruh kandungan air pada bahan baku dan proses pengarangan dapat terjadi secara merata.
2.3.2 Aktivasi Fisika
Aktivasi fisika yaitu proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan panas, uap, dan CO2. Proses aktivasi yang mempergunakan garam mineral, asam dan basa sebagai activator, dimana activator ini ditambahkan pada bahan dasar sebelum dilakukan proses pembakaran atau karbonisasi. Maka pada saat proses karbonisasi dilakukan activator tersebut akn mengikat karbon yang baru berbentuk dengan gaya adhesi sehingga bila activator tersebut dicuci dengan air maka akan diperoleh karbon yang mempunyai permukaan lebih terbuka sehingga mempunyai gaya adhesi yang lebih besar. (Farid E dkk, 1981).Proses pengarangan terjadi melalui tahap pemutusan ikatan antara karbon dengan senyawa lain (Hidrogen), dimana karbon tersebut tidak mengalami proses oksidasi.
(Joni TL dkk, 1995).
15 2.4 RAL (Rancangan Acak Lengkap)
Rancangan Acak Lengkap (RAL) merupakan rancangan yang paling sederhana di antararancangan-rancangan yang baku. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen lapangan dalam bentuk faktorial dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), karena terdapat dua sumber keragaman (Kusriningrum,1990).Sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan dimana setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Dimana kombinasi tersebut adalah lama waktu perendaman 12jam, 18jam, dam 24jam dengan masing- masing suhu karbonisasi 400°C.
Beberapa keuntungan Rancang Acak Lengkap (RAL) antara lain:
a. Denah perancangan lebih mudah
b. Analisis statistika terhadap subjek percobaan sangat sederhana c. Fleksibel dalam penggunaan jumlah perlakuan dan jumlah ulangan.
( Wikipeedia,2012 )