1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tantangan dan peluang industri 4.0 mendorong inovasi dan kreasi pendidikan kejuruan. Pemerintah perlu meninjau relevansi antara pendidikan kejuruan dan pekerjaan untuk merespon perubahan, tantangan, dan peluang era revolusi industri 4.0 dengan tetap memperhatikan aspek kemanusiaan (humanities). Tantangan pendidikan kejuruan semakin kompleks dengan industri 4.0.
Menjawab tantangan industri 4.0, Bukit (2014) menjelaskan bahwa pendidikan kejuruan sebagai pendidikan yang berbeda dari jenis pendidikan lainnya harus memiliki karakteristik sebagai berikut; 1) berorientasi pada kinerja individu dalam dunia kerja; 2) justifikasi khusus pada kebutuhan nyata di lapangan; 3) fokus kurikulum pada aspek-aspek psikomotorik, afektif, dan kognitif; 4) tolok ukur keberhasilan tidak hanya terbatas di sekolah; 5) kepekaan terhadap perkembangan dunia kerja; 6) memerlukan sarana dan prasarana yang memadai; dan 7) adanya dukungan masyarakat.
Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita- cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Usaha untuk meningkatkan pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan perlu mendapatkan perhatian khusus. Undang-Undang Pendidikan No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu, kreatif dan mandiri terhadap perkembangan zaman. Keberhasilan pembelajaran di sekolah akan terwujud dari keberhasilan belajar siswa. Keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam individu maupun dari luar individu.
Hasil belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari dalam diri (faktor internal) maupun
2 dari luar diri (faktor eksternal) individu. Faktor dari dalam diri individu meliputi faktor psikis dan fisik, diantaranya adalah sikap dan minat dan motivasi (Siagian, 2013).
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dimaksud pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik (siswa) secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi siswa semaksimal mungkin. Suatu hal yang tentu sangat diharapkan oleh semua orang. Setiap orang tua yang menitipkan anaknya di sekolah tentu menaruh harapan besar pada sekolah beserta guru-gurunya untuk membantu mereka mendidik putra- putrinya.
Namun kenyataan di lapangan tidaklah seperti kondisi ideal yang diinginkan. Sebagai contoh, kondisi belajar di kelas yang kurang kondusif untuk belajar. Dalam hal ini bukan berarti ributnya kelas ketika belajar.
Apabila siswa agak bersuara saat proses pembelajaran maka hal tersebut bukanlah masalah. Yang menjadi masalah adalah jika siswa tidak fokus selama pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Smartphone Dalam Meningkatkan Minat Belajar Di SMK Negeri 3 Makassar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah yang diangkat dalam peneltian ini adalah bagaimana pemanfaatan smartphone dalam meningkatkan minat belajar di SMK Negeri 3 Makassar?
3 C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan smartphone dalam meningkatkan minat belajar di SMK Negeri 3 Makassar.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan Smartphone dalam proses peningkatan minat belajar di era milenial saat ini. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi untuk penelitian berikutnya dengan topik yang sama.
2. Manfaat Praktis
Bagi peneliti, dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai peningkatan minat belajar siswa/i dengan memanfaatkan smartphone. Bagi objek penelitian, dapat bermanfaat sebagai bahan informasi pelengkap atau masukan sekaligus pertimbangan bagi pihak-pihak yang berwenang yang berhubungan dengan penelitian ini yang akan berdampak terhadap peningkatan kualitas lulusan yang terdapat pada sekolah SMK Negeri 3 Makassar.
4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka 1. Smartphone
Smartphone adalah telepon genggam yang dapat dikategorikan alat elektronik komunikasi yang masuk dalam kategori tingkat tinggi sehingga pemanfaatan telepon ini seringkali digunakan untuk memberikan kemudahan, tidak hanya dalam bentuk kemudahan komunikasi lewat telepon, pesan singkat dan berselancar di dunia maya (browsing), tetapi dapat digunakan menyerupai komputer. Saat ini, smartphone sudah dilengkapi dengan berbagai fitur canggih yang memudahkan dalam aktivitas sehari-hari, seperti surel (surat elektronik), internet, perpustakaan buku elektronik (e-book).
Dengan berbagai fitur yang ada maka dapat dikatakan smartphone merupakan komputer mini yang memiliki kemampuan komunikasi oleh sebuah telepon.
Smartphone dalam penelitian Augusta (2018) menyatakan bahwa ponsel yang didalamnya terdapat berbagai fitur pendukung dan akses internet.
Dalam hal fitur, kebanyakan smartphone mendukung fitur pengaturan nama, suara digital, alarm, jam dunia, stopwatch, kalkulator, pesan teks, email, web browsing, kamera, navigasi, kemampuan membaca dokumen (MS.Word, MS.Excel, MS.Power Point), pemutar musik atau MP3, menjelajah dokumentasi pengguna dalam galeri foto maupun video, penjelajah internet, games, dan masih banyak lagi. Hal lain adalah pada computer yang disambungkan dengan printer scanner, dapat membantu aktivitas pengguna untuk menyimpan berkas dengan melakukan scan. Hal yang mengejutkan lainnya pada smartphone saat ini telah dapat ditambahkan fitur scanner yang dapat digunakan secara cepat, simple dan dimanapun dapat dilakukan dengan bantuan kamera smartphone.
Dengan berbagai pemaparan yang ada di atas maka dapat disimpulkan bahwa smartphone merupakan komputer mini yang memudahkan pengguna dengan berbagai fitur pendukung serta membantu dalam kehidupan sehari-
5 hari dan memiliki kemampuan menyerupai komputer yang dapat dibawa kemana saja karena ukuran kecil sehingga perolehan informasi lebih mudah.
2. Minat Belajar
Setiap orang memiliki keinginan untuk memiliki rasa senang dan kebahagiaan. Dan perasaan tersebut akan memotivasi untuk mengembangkan apa yang membuatnya merasa bahagia. Liliawati (Sandjaja, 2005) mengartikan minat membaca adalah suatu perhatian yang kuat dan memdalam disertai dengan perasaan senang tarhadap kegiaan membaca sehingga dapat mengarakan seseorang untuk membaca dengan kemauannya sendiri.
Sinambela (sandjaja,2005) mengartikan minat membaca sebagai sikap positif dan adanya rasa keterikatan dalam diri terhadap aktivitas membaca dan tertarik terhadap buku bacaan.
Ginting (2005) mendefinisikan minat membaca adalah bentuk-bentuk prilaku yang terarah guna melakukan kegiatan membaca sebagai tingkat kesenangan yang kuat dalam melakukan kegiatan membaca karena menyenangkan dan memberikan nilai.
Cole, 1963; Eliot dkk, 2000; Sugiarto. mengartikan Minat membaca merupakan karakteristik tetap dari proses pembelajaran sepanjang hayat (life- long learning) yang berkontribusi pada perkembangan, seperti memecahkan persoalan, memahami karakter orang lain, meenimbulkan rasa aman, hubungan interpersonal yang baik serta penghargaan yang bertambah terhadap aktivitas keseharian.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Sistem Perbukuan menjelaskan bahwa Pemerintah mulai dari Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah kabupaten/kota bertanggung jawab untuk melaksanakan program peningkatan minat membaca dan minat menulis.
Dari beberapa defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa minat membaca merupakan aktivitas yang dilakukan dengan tekun dan cenderung menetap dalam rangka menbangun pola komunikasi dengan diri sendiri sehingga dapat menemukan makna tulisan dan memperoleh informasi sebagai
6 transformasi pemikiran untuk mengembangkan intelektualitas dan pembelajaran.
3. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar. Model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi peserta didik, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya.
Model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.
Model Pembelajaran Discovery Learning
- Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning
Model Discovery Learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive
7 process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry). Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan di mana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi
8 verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol.
Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 2001:85).
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan.
- Manfaat Model Pembelajaran Discovery Learning
Manfaat diterapkannya metode inquiry discovery learning sebagai berikut:
1. Merupakan suatu cara belajar siswa aktif.
2. Melalui penemuan sendiri, dan menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan, tak mudah dilupakan.
9 3. Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-
betul dikuasai dan mudah ditransfer dalam situasi lain.
4. Anak belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.
5. Metode ini akan meningkatkan potensi intelektual siswa. Melalui metode ini siswa diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan hal- hal yang saling berhubungan melalui pengamatan dan pengalamannya sendiri.
6. Jika siswa telah berhasil dalam penemuannya, ia akan memperoleh kepuasan intelektual yang datang dari diri siswa sendiri yang merupakan suatu hadiah intrinsic.
7. Belajar bagaimana melakukan penemuan hanya dapat dicapai secara efektif melalui proses melakukan penemuan.
- Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning
Sund dan Trow Bridge (1973) mengemukakan tiga macam metode inquiry Discovery Learning, sebagai berikut:
1) Inquiry terpimpin (Guide inquiry)
Siswa memperoleh pedoman sesuai dengan yang dibutuhkan. Pedoman- pedoman tersebut biasanya berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing.
Metode ini digunakan terutama bagi siswa yang belum berpengalaman belajar dengan metode inquiry discovery learning, dalam hal ini guru memberikan bimbingan dan pengarahan yang cukup luas. Tahap awal pembelajaran, bimbingan lebih banyak diberikan, dan sedikit demi sedikit dikurangi sesuai dengan pengembangan pengalaman siswa. Pelaksanaannya, sebagian besar perencanaan dibuat oleh guru. Siswa tidak merumuskan permasalahan.
Petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat data diberikan oleh guru.
2) Inquiry bebas (Free inquiry)
Pada inquiry discovery learning bebas, siswa melakukan penelitian sendiri bagaikan seorang ilmuwan. Siswa harus dapat mengidentifikasi dan
10 merumuskan berbagai topik permasalahan yang hendak diselidiki.
Pelaksanaannya, melibatkan siswa dalam kelompok tertentu. Setiap anggota kelompok memiliki tugas, misalnya koordinator, pembimbing teknis, pencatatan data dan mengevaluasi proses.
3) Inquiry bebas yang dimodifikasi (Modified free inquiry)
Pada inquiry discovery learning ini guru memberikan permasalahan atau problem, selanjutnya siswa diminta untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, dan prosedur penelitian.
Mengingat belajar merupakan proses bagi siswa dalam membangun pemahaman atau gagasan sendiri, maka kegiatan pembelajaran hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan hal itu secara lancar dan termotivasi. Suasana belajar yang diciptakan guru harus melibatkan siswa secara aktif: mengamati, bertanya, mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Situasi seperti itu sangat cocok dengan metode inquiry discovery learning yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk mencari dan menemukan konsep-konsep sendiri. Pembelajaran inquiry discovery learning merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pada penelitian ini tahapan pembelajaran yang digunakan mengadaptasi dari tahapan pembelajaran inquiry discovery learning yang dikemukakan oleh Eggen &
Kauchak (1996). Adapun tahapan pembelajaran inquiry discovery learning sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tahap pembelajaran inquiry discovery learning.
Fase Perilaku Guru
Menyajikan pertanyaan atau masalah
Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok.
Membuat hipotesis Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membentuk
11 hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan
memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas pendidikan.
Merancang percobaan Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkahlangkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing Siswa mengurutkan langkah-langkah pemecahan masalah.
Melakukan diskusi untuk memperoleh informasi
Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui diskusi.
Mengumpulkan dan menganalisis data
Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul
Membuat kesimpulan Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan
4. Belajar dan Hasil Belajar
Belajar merupakan sebuah kata yang setiap hari terdengar. Terlebih lagi dalam dunia pendidikan. Ini merupakan kata kunci yang menjadikan proses pendidikan itu berjalan.
Menurut undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Menurut B. F. Skinner (Lentera Pendidikan, Vol 17 No. 1 Juni 2014:
66-79) belajar adalah menciptakan kondisi peluang dengan penguatan (reinforcement), sehingga individu akan bersungguh-sungguh dan lebih giat belajar dengan adanya ganjaran dan pujian guru atas hasil belajarnya.
12 Jean Piaget (Lentera Pendidikan, Vol 17 No. 1 Juni 2014: 66-79) memandang belajar sebagai suatu proses asimilasi dan akomodasi dari hasil assosiasi dengan lingkungan dan pengamatan yang tidak sesuai antara informasi baru yang diperoleh dengan informasi yang telah diketahui sebelumnya.
Menurut Bloom (Supriono,2009:6-7) definisi hasil belajar mencakup kemampuan kognitf, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai).
Domain efektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organitation (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Menurut Suprijono (2013:7) Pengertian hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.
Menurut Nawawi (dalam Susanto, 2013: 5) hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
Dari beberapa pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi yang telah dipelajari disekolah. Hasil belajar diukur menurut instrument tertentu.
Ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yang akan dijabarkan sebagai berikut.
1) Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Diantara faktor-faktor
13 intern yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seorang antara lain:
kecerdasan/ intelegensi, bakat, minat dan motivasi.
a) Faktor Fisiologis
Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran.
b) Psikologis
Setiap individu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang yang sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut. Yang termasuk faktor-faktor eksternal antara lain: keadaan lingkungan keluarga, keadaan lingkungan sekolah dan keadaan lingkungan masyarakat.
a) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar.Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial.Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.
b) Faktor Instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan.Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan pembelajar.
14 B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis didefinisikan sebagai asumsi awal atau hubungan yang diperkirakan secara logis antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan kerangka pemikiran yang sebelumnya telah dijelaskan oleh peneliti. Perumusan dan pengujian hipotesis bertujuan untuk menemukan solusi atas masalah yang dirumuskan dalam penelitian (Sekaran dan Bougie, 2010:87).
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir, maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas ini adalah Pemanfaatan Smartphone Dalam Meningkatkan Minat Belajar Peserta Didik di SMK Negeri 3 Makassar.
.
15 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah ex-post facto. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi hasil belajar motivasi dan sikap. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif. Menurut Sugiyono (2017:25) Metode penelitian kualitatif sering disebut penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), disebut juga sebagai metode etnografi.
Metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian anthropology budaya pada awalnya. Disebutkan sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.
Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) merupakan suatu penelitian yang mencermati kegiatan belajar siswa dengan memberikan sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan (Suharsimi Arikunto dkk, 2006:
3). Kegiatan mengamati suatu objek untuk memperoleh data yang bermanfaat bagi kepentingan bersama. PTK dilaksanakan dalam beberapa periode atau siklus.
Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang sengaja dimunculkan pada suatu masalah di kelas untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang terjadi di kelas.
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan LKPD dan fitur smartphone, baik berupa WPS maupun google form, dalam meningkatkan minat belajar peserta didik kelas X TKJ 1 di SMK Negeri 3 Makassar pada mata pelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital.
16 B. Subjek Penelitian
Data-data yang terkumpul dari sumber ini disebut dengan data primer.
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara pada responden yang menjadi sampel untuk mengetahui bagaimana tanggapan peserta didik dengan adanya pemanfaatan Smartphone dalam peningkatan minat dalam proses belajar mengajar.
Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X TKJ 1 di SMK Negeri 3 Makassar, semester ganjil tahun ajaran 2019/2020. Objek penelitian adalah peningkatan minat belajar peserta didik pada mata pelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dengan memanfaatkan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang pengerjaannya diaplikasikan dengan bantuan fitur pada smartphone.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X TKJ 1, SMK Negeri 3 Makassar, mata pelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital pada semester ganjil tahun ajaran 2019-2020 dan berlangsung selama kurang lebih 4 minggu yaitu dari bulan Juli minggu ke-4 hingga Agustus minggu ke-3 tahun 2019. Berikut adalah tabel jadwal penelitian:
Tabel 3.1 Jadwal penelitian No Kegiatan
Waktu
Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Penetapan judul
2 Penyusunan Proposal 3 Pengumpulan
data/Informasi 4 Pengolahan Data 5 Penyusunan Hasil
Penelitian
17 D. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart. Pada perencanaan Kemmis dan Mc Taggart satu siklus atau putaran terdiri dari beberapa tahap yang meliputi perencanaan, aksi/tindakan, observasi, dan refleksi (Zainal Aqib, 2007: 22).
Gambar 3.1 Model Penelitian Spiralling Cyclus dari Kemmis dan Mc Taggart Suharsimi Arikunto (2010: 137)
Berdasarkan gambar siklus, setiap siklus terdiri dari empat kegiatan sebagai berikut:
a. Perencanaan (planning). Sebelum melakukan tindakan, peneliti terlebih dahulu menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan.
b. Pelaksanaan (acting) dan Pengamatan (observing). Setelah rencana disusun, peneliti kemudian melakukan tindakan penelitian yang
18 didalamnya terdapat kegiatan pengamatan yang dilakukan secara bersamaan.
c. Refleksi (reflecting). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, kemudian peneliti bersama kolaborator melakukan refleksi. Refleksi dilakukan untuk mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah dilakukan apakah sudah mencapai target. Jika belum mencapai target yang diinginkan maka dilakukan siklus berikutnya.
Rancangan penelitian yang akan ditempuh dalam penelitian tindakan ini secara lebih rinci akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Siklus I
Penelitian tindakan kelas dilakukan berdasarkan rencana tindakan awal yang dibuat oleh peneliti dan kolaborator. Rencana tindakan awal yang dibuat berdasarkan pada permasalahan dasar yang ditemui dalam kegiatan pembelajaran.
Pada tahap pelaksanaan, tindakan yang telah direncanakan seperti pada tabel 1 dilakukan oleh peneliti seperti yang direncanakan.
Pertama-tama memberikan tes pemahaman awal kepada siswa untuk mengetahui sejauhmana pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan, kemudian dilakukan pemetaan terhadap kemampuan siswa.
Selanjutnya, melaksanakan pembelajaran model Discovery Learning dengan bantuan LKPD dan memberikan tes pemahaman
secara lisan setelah kegiatan pembelajaran. Dampak dari tindakan yang diberikan dimonitor dengan teknik observasi selama proses pembelajaran oleh kolaborator.
19 Data hasil monitoring berupa catatan lapangan dan wawancara dianalisis secara deskriptif, sedangkan data hasil tes siswa dianalisis dengan statistik deskriptif untuk melihat perkembangan peningkatan hasil belajar dan pemahaman siswa.
Tabel 3.2 Rencana Tindakan Awal (Siklus I)
Permasalahan Dasar Gejala Yang Teridentifikasi Rencana Tindakan Hasil belajar
mempelajari materi Fungsi Gerbang Logika
Siswa kurang
memperhatikan materi pelajaran yang
disampaikan guru.
Siswa kurang bersemangat dalam mengerjkaan soal setelah pemberian materi ajar.
Metode Discovery Learning dengan bantuan
memberikan LKPD untuk menarik
perhatian siswa dalam menerima pelajaran.
Memberikan materi ajar
sebagai pengantar untuk
mengerjakan LKPD.
Pemahaman materi Gerbang Logika
Cara menjabarkan Gerbang Logika
Menjelaskan kembali Fungsi Gerbang Logika
Mengerjakan soal latihan setelah pemberian materi ajar.
20 Indikator keberhasilan tindakan ditentukan untuk menentukan berhasil dan tidaknya tindakan. Ditentukan sebagai berikut: (1) penggunaan model belajar Discovery Learning dengan bantuan LKPD untuk meningkatkan hasil belajar siswa; (2) penggunaan media simulasi untuk meningkatkan pemahaman siswa; (3) penggunaan model belajar Discovery Learning dengan bantuan LKPD meningkatkan jumlah siswa yang mencapai nilai KKM 75.
2. Siklus II
Desain penelitian pada siklus II sama seperti desain penelitian pada siklus I. Hanya saja, pada siklus II menggunakan model belajar Discovery Learning dengan bantuan LKPD dan berdasarkan pada perbaikan dan evaluasi pada siklus I. Penelitian dilanjutkan ke siklus berikutnya bila peningkatan belum tercapainya indikator keberhasilan.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yang valid. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Soal Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar merupakan soal evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa terhadap hasil dari proses pembelajaran.
Tes hasil belajar tersebut digunakan untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning dengan menggunakan LKPD yang penyelesaiannya memanfaatkan smartphone (untuk mengantisipasi peserta didik yang tidak membawa laptop).
21 2. Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan catatan yang menggambarkan tingkat aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kegiatan observasi dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan mengenai kegiatan guru dan siswa selama mengikuti pembelajaran sistem komputer menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dengan memanfaatkan LKPD dalam pengukurannya.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah:
1. Kuantitatif
Data kuantitatif berupa hasil belajar teknik kontrol dapat dianalisis menggunakan teknik analisis dengan menentukan mean atau rata-rata.
Adapun rumus untuk menentukan rata-rata (Zainal Aqib, dkk (2009:40-41) adalah:
𝑋̅Σ𝑥 ΣΝ
Keterangan :
𝑋 ̅̅̅̅ : Nilai rata-rata
Σ𝑥 : Jumlah semua nilai siswa Σ𝑁 : Jumlah siswa
Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut Zainal Aqib, dkk (2009:205):
𝑃 = Σ Siswa yang tuntas belajar
Σ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑥 100 %
22 Analisis ini dilakukan pada tahap refleksi untuk digunakan dalam perencanaan selanjutnya. Hasil analisis dijadikan sebagai bahan refleksi dalam memperbaiki rancangan pembelajaran selanjutnya.
Menurut Suharsimi Arikunto (1998: 246) hasil perhitungan persentase diinterpretasikan ke dalam empat tingkatan, sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa Dalam %
Tingkat Keberhasilan Kategori
76%-100% Tinggi
56%-75% Cukup
40%-55% Kurang
<40% Rendah
2. Kualitatif
Data kualitatif diperoleh melalui analisis lembar observasi yang telah diisi selama proses pembelajaran berlangsung. Rumus untuk menghitung hasil observasi Suharsimi Arikunto (2002: 183) sebagai berikut:
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 ∶ Σ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
Σ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑥 100%
Melalui lembar observasi peneliti dapat melihat kegiatan guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran menggunakan model Project dengan bantuan jobsheet yang kemudian dideskripsikan pada pembahasan.
23 G. Indikator Keberhasilan
Penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan LKPD yang penyelesaiannya memanfaatkan smartphone dapat meningkatkan minat belajar yang secara tidak langsung akan memicu kenaikan hasil belajar siswa kelas X TKJ 1 di SMK Negeri 3 Makassar pada mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital dengan indikator sebagai berikut:
1. Sebanyak >75% siswa kelas X TKJ 1 mengalami ketuntasan belajar individual sebesar ≥75 dalam pembelajaran simulasi dan komunikasi digital.
2. Terdapat peningkatan pada kegiatan guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran simulasi dan komunikasi digital dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan LKPD yang dikombinasikan dengan pemanfaatan smartphone dalam prosen pembelajaran.
24 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data
a. Deskripsi Kondisi Awal Sebelum Tindakan
Dari hasil observasi yang dilakukan oleh penulis di SMK Negeri 3 Makassar yang beralamat di Jl. Bonto Te’ne No.6 Kota Makassar, yang dilakukan sebelum memberikan tindakan di kelas X TKJ di SMK Negeri 3 Makassar, penulis mendapatkan informasi bahwa kegiatan belajar mengajar yang berlangsung selama ini lebih cenderung menggunakan metode ceramah dan pemberian soal latihan kepada peserta didik sehingga kurangnya minat peserta didik terhadap materi ajar yang telah diberikan karena bersifat formal dan kurang menarik minat peserta didik yang memiliki kebiasaan bermain dengan smartphone.
Kondisi lain dalam proses pembelajaran peserta didik kelas X TKJ 1 adalah tidak membawa laptop sendiri ke sekolah, sedangkan kita ketahui bahwa laptop merupakan perangkat utama dalam mempelajari Teknik Komputer dan Jaringan. Oleh karena itu, peneliti berinisiatif untuk memanfaatkan smartphone sebagai media pembelajaran dalam memicu minat belajar peserta didik. Contoh, pada saat mempelajari Microsoft office peneliti menggunakan alternative fitur yang berada di smartphone yaitu WPS. Hal lain yang dapat digunakan juga adalah ketika memberikan kuis dapat melalui Kahoot dan google form. Ini akan memberikan semangat kepada peserta didik karena menemukan hal baru dalam proses pembelajaran yang kompetitif.
Terutama pada peserta didik Teknik Komputer dan Jaringan yang memang berada pada lingkungan yang mewajibkan mereka untuk lebih memahami mekanisme jaringan computer dan perkembangan teknologi.
Pemberian soal latihan setelah menjabarkan materi pembelajaran sangat dibutuhkan siswa tidak hanya cukup dijelaskan dengan informasi verbal dengan menggunakan LKPD tetapi juga dijelaskan dengan praktik yang
25 memanfaatkan Jobsheet. Pengerjaan LKPD dan Jobsheet dibuat semenarik mungkin dan dikaitkan dengan kesenangan peserta didik yaitu pemanfaatan smartphone dalam pengerjaannya. Mengamati hal tersebut penulis dan guru mata pelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital menyimpulkan bahwa pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dengan bantuan LKPD, dengan tetap mempertimbangkan minat peserta didik terhadap gadget atau smartphone. Sehingga mampu menciptakan kondisi yang kondusif dalam proses belajar mengajar peserta didik dalam kelas.
b. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas X TKJ 1 di SMK Negeri 3 Makassar. Subyek penelitian adalah peserta didik kelas X TKJ 1 di SMK Negeri 3 Makassar tahun ajaran 2019 – 2020 yang berjumlah 34 peserta didik yang terdiri dari 12 peserta didik laki-laki dan 22 peserta didik perempuan.
Penelitian ini difokuskan pada pemanfaatan smartphone dalam meningkatkan minat belajar peserta didik pada mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital. Tahap penelitian ini dengan melakukan dua tes yaitu pre tes yang dilakukan sebelum peserta didik mempelajari materi dan post test dilakukan di akhir pembelajaran tiap siklus.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I a. Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini adalah penyusunan rencana pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan LKPD pada mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital dengan materi Microsoft Office. Rencana pembelajaran yang akan dilakukan pada siklus pertama ini dilakukan dalam dua kali pertemuan.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada siklus 1 dengan melakukan pre test sebelum penyampaian materi pada peserta didik dengan mengerjakan soal pre test terdiri dari 1 soal yaitu
26 menguji pengetahuan peserta didik terkait shortcut yang sering digunakan pada Microsoft word, dengan waktu 15 menit pengerjaannya.
Setelah melakukan pre test maka penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan LKPD, selanjutnya guru menyampaikan materi. Usai menyampaikan materi, guru menginstruksikan peserta didik untuk mengerjakan soal dengan mengikuti instruksi pada LKPD. Di akhir pembelajaran, guru memberi penguatan dengan tes lisan terhadap LKPD yang telah dikerjakan peserta didik.
c. Pengamatan
1) Analisis Deskriptif Pretes dan Posttest Siklus I
Pada tahap ini adalah hasil dari proses pembelajaran yang telah dilakukan dengan menjalankan siklus I. Hasil yang didapat dari siklus satu adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Daftar Nilai Pretest dan Posttest Siklus I
No NIS Nama
Siklus 1 Pretest Posttest
1 19200316
A FIQRAM
TEMMASSONGE 56 72
2 19200317 A TENRI BATARI 36 44
3 19200318 AHMAD FUAD
YULHAIDIR 0 0
4 19200319 AMELIA RAMADANI 56 64
5 19200320 ANDI SRI PUTRI
WULANDARI 0 0
6 19200321 ANNUAR S 68 78
7 19200322
BAMBANG 45 50
27 KURNIAWAN ACHMAD
8 19200323 DICKY MARVELIN 48 64
9 19200324 EIN HARD GRANDFIZ
BLAIZE PASCAL 32 52
10 19200325 FANDY Z 74 80
11 19200327 FERTIWI 40 64
12 19200328 GILANG NUR HIDAYAT 44 76
13 19200329 HAROLD MENDELSON
LANGBILA 36 68
14 19200330 HELMY AHMED 56 72
15 19200331 HENRIAN 69 78
16 19200332 IRDA INDRIANI 56 72
17 19200333 MAHDI ILGATAN 0 0
18 19200334 MEYVA DENIA FATWA 36 44
19 19200335 MUH AKBAR NURSYAM 40 64
20 19200336 MUH AKRAM AL AFGA 44 72
21 19200337 MUH FAHMI ZAKY
ASYAM 0 0
22 19200338 MUH FARHAN
RAMADHAN 72 76
23 19200339 MUH HEDIR RAIHAN
QASSIRAN 0 0
24 19200340 MUH RIFAT PRAWARA 74 78
25 19200341 MUH RYAN ANUGRAH S 52 40
28 26 19200342 MUH WARDANA
AGUNG PRIANTO 0 0
27 19200343 MUHAMMAD ALIF
SYAFAN 44 72
28 19200344 MUHAMMAD FITRA
ADISURYA 0 0
29 19200345 RATU FARADYBA 40 64
30 19200346 RESTU RAMADHAN
JAMALUDDIN 0 0
31 19200347 SITI HIJRIANTI 73 72
32 19200348 SITTI FATIMAH 72 80
33 19200349 SUCI RAMADHANI
IHTIAR 56 72
34 19200350 SURIANI 0 0
Rata-rata nilai 38,8 49,1
Jumlah peserta didik yang memenuhi KKM Tidak ada 7 orang Jumlah peserta didik yang tidak memenuhi
KKM 34 orang 27 orang
Tabel 4.2. Data Deskriptif Pretest dan Posttest Siklus I.
N Range Minimum Maximum Mean
Pretest 34 74 0 74 38,8
Posttest 34 80 0 80 49,1
Valid N (listwise) 34
29 Berdasarkan pada tabel 4.2, hasil analisis deskriptif pretest dan posttest dapat diketahui untuk data nilai pretest bahwa jumlah data (N) sebanyak 34, nilai minimum 0, nilai maximum 74, dengan nilai mean 38.8 dan nilai range 74. Sedangkan untuk data nilai posttest jumlah data (N) sebanyak 34, nilai minimum 0, nilai maximum 80, dengan nilai mean 49.1 dan range sebesar 80.
Gambar 4.1 Grafik Nilai Pretest Dan Posttest Siklus I
d. Refleksi
Berdasarkan observasi selama tindakan selanjutnya penulis berkolaborasi dengan guru pengampu untuk melakukan refleksi. Refleksi dilakukan dengan melihat proses, hasil dan dampak tindakan yang telah dilakukan kemudian dilakukan evaluasi tindakan terhadap pembelajaran.
Prinsip pokok yang dilaksanakan dalam refleksi adalah evaluasi. Hal ini dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan dan pencapaian tujuan tindakan.
Dengan melakukan kolaborasi, hasil refleksi akan dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk menentukan perencanaan tindakan selanjutnya.
Pada siklus pertama ini, minat belajar yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital masih kurang, hal ini dapat dilihat dari hasil nilai rata-rata (means) pretest dan posttest siswa yang belum mencapai nilai KKM pada mata pelajaran Simulasi
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Pretest Posttest
Axis Title
Axis Title
Siklus I
Minimum Maximum Mean
30 dan Komunikasi Digital. Untuk itu perlu dilakukan siklus II untuk melihat lagi perkembangan minat belajar yang mempengaruhi hasil belajar siswa dengan menerapkan model Discovery Learning dalam pemanfaatan LKPD yang dikombinasikan penggunaan smartphone dalam penyelesaiannya.
3. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II a. Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini disusun rencana pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan LKPD dikombinasikan pemanfaatan smartphone dalam pengerjaannya pada mata pelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital dengan materi pengenalan dan penggunaan Microsoft Word. Rencana pembelajaran yang akan dilakukan pada siklus kedua ini dilakukan dalam 2 kali pertemuan dan menggunakan smartphone dalam proses pembelajaran dan pengerjaan tugas yang diberikan di kelas. Smartphone digunakan dengan bantuan fitur yang menyerupai word yaitu WPS Office. Aplikasi ini memiliki fitur yang kurang lebih memiliki fitur yang sama dengan Microsoft Office.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada siklus II dengan melakukan pre test sebelum penyampaian materi pada peserta didik dengan mengerjakan soal pre test dengan waktu 15 menit pengerjaannya.
Setelah melakukan pre test maka penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan LKPD, selanjutnya guru menyampaikan materi. Usai menyampaikan materi, guru menginstruksikan peserta didik untuk mengerjakan soal dengan mengikuti instruksi pada LKPD dapat menggunakan WPS Office pada smartphone maupun Microsoft Office pada komputer. Diakhir pembelajaran, guru memberi penguatan dengan tes lisan terhadap LKPD yang telah dikerjakan peserta didik.
31 c. Pengamatan
1) Analisis Deskriptif Pretes dan Posttest Siklus II
Pada tahap ini adalah hasil dari proses pembelajaran yang telah dilakukan dengan menjalankan siklus II. Hasil yang didapat dari siklus dua adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Daftar Nilai Pretest dan Posttest Siklus II
No NIS Nama
Siklus 1 Pretest Posttest
1
19200316
A FIQRAM
TEMMASSONGE 78 84
2 19200317 A TENRI BATARI 78 84
3 19200318 AHMAD FUAD
YULHAIDIR 0 72
4 19200319 AMELIA RAMADANI 80 83
5 19200320 ANDI SRI PUTRI
WULANDARI 0 74
6 19200321 ANNUAR S 84 86
7 19200322 BAMBANG
KURNIAWAN ACHMAD 82 84
8 19200323 DICKY MARVELIN 78 80
9 19200324 EIN HARD GRANDFIZ
BLAIZE PASCAL 74 80
10 19200325 FANDY Z 89 100
11 19200327 FERTIWI 82 83
12 19200328 GILANG NUR HIDAYAT 82 83
32 13 19200329 HAROLD MENDELSON
LANGBILA 84 85
14 19200330 HELMY AHMED 82 81
15 19200331 HENRIAN 92 94
16 19200332 IRDA INDRIANI 84 81
17 19200333 MAHDI ILGATAN 0 74
18 19200334 MEYVA DENIA FATWA 78 83
19 19200335 MUH AKBAR NURSYAM 80 86
20 19200336 MUH AKRAM AL AFGA 80 84
21 19200337 MUH FAHMI ZAKY
ASYAM 0 72
22 19200338 MUH FARHAN
RAMADHAN 90 98
23 19200339 MUH HEDIR RAIHAN
QASSIRAN 0 70
24 19200340 MUH RIFAT PRAWARA 89 96
25 19200341 MUH RYAN ANUGRAH S 86 84
26 19200342 MUH WARDANA
AGUNG PRIANTO 0 74
27 19200343 MUHAMMAD ALIF
SYAFAN 84 84
28 19200344 MUHAMMAD FITRA
ADISURYA 0 72
29 19200345 RATU FARADYBA 82 86
30 19200346
RESTU RAMADHAN 0 76
33 JAMALUDDIN
31 19200347 SITI HIJRIANTI 89 99
32 19200348 SITTI FATIMAH 84 86
33 19200349 SUCI RAMADHANI
IHTIAR 84 88
34 19200350 SURIANI 0 76
Rata-rata nilai 61 83
Jumlah peserta didik yang memenuhi KKM 24 orang 27 orang Jumlah peserta didik yang tidak memenuhi
KKM 10 orang 7 orang
Tabel 4.4. Data Deskriptif Pretest dan Posttest Siklus II
N Range Minimum Maximum Mean
Pretest 34 92 0 92 61
Posttest 34 30 70 100 83
Valid N (listwise) 34
Berdasarkan pada tabel 4.4, hasil analisis deskriptif pretest dan posttest dapat diketahui untuk data nilai pretest bahwa jumlah data (N) sebanyak 34, nilai minimum 0, nilai maximum 92, dengan nilai mean 61 dan nilai range 92.
Sedangkan untuk data nilai posttest jumlah data (N) sebanyak 34, nilai minimum 70, nilai maximum 100, dengan nilai mean 83 dan range sebesar 30.
34 Gambar 4.2 Grafik Nilai Pretest Dan Posttest Siklus II
d. Refleksi
Berdasarkan observasi selama tindakan selanjutnya penulis berkolaborasi dengan guru pengampu untuk melakukan refleksi. Refleksi dilakukan dengan melihat proses, hasil dan dampak tindakan yang telah dilakukan kemudian dilakukan evaluasi tindakan terhadap pembelajaran.
Prinsip pokok yang dilaksanakan dalam refleksi adalah evaluasi. Hal ini dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan dan pencapaian tujuan tindakan.
Dengan melakukan kolaborasi, hasil refleksi akan dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk menentukan perencanaan tindakan selanjutnya.
Pada siklus kedua ini, minat belajar tinggi yang mempengaruhi hasil belajar siswa dengan memanfaatkan smartphone dalam poses belajar mengajar pada mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital sudah baik, hal ini dapat dilihat dari hasil pretest dan posttest siswa yang sudah mencapai nilai KKM pada mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital.
4. Analisa Data
Berdasarkan proses pembelajaran yang telah dilakukan maka untuk mengetahui hasil antara siklus 1 dan siklus 2 dengan menggunakan uji gain.
Uji gain dilakukan untuk mengetahui hasil keberhasilan antara siklus 1 dan siklus 2.
0 20 40 60 80 100
Pretest Posttest
Axis Title
Axis Title
Siklus II
Minimum Maximum Mean
35 Analisis data gain dilakukan untuk melihat efek dari penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan LKPD yang dikombinasikan penggunaan smartphone dalam penyelesaiannya.pada mata pelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan rumus uji gain menurut Meltzer (2002:183) sebagai berikut:
𝑔 = 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 − 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 − 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
Hasil perhitungan diinterprestasikan dengan menggunakan gain ternormalisasi menurut klasifikasi Meltzer (2002:184) sebagai berikut:
Tabel 4.5. Indeks Nilai Gain Ternormalisasi
Nilai g Interprestasi 0,7 < g < 1 Tinggi
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang
0 < g < 0,3 Rendah
a. Siklus I
Rumus uji gain pada siklus 1 adalah
𝑔 = 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 − 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 − 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑔 =49,1 − 38,8
100 − 38,8 =10,3
61,2= 0,2
Hasil perhitungan uji gain pada siklus 1 adalah 0,2 indeks nilai tersebut termasuk pada interprestasi “rendah” dengan nilai 0 < g < 0,3. Data nilai yang dimasudkan “rendah” adalah penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan LKPD pada mata pelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital pada siklus I, hanya mengalami peningkatan dalam kategori “rendah”, hal ini perlu diperkuat pada siklus II.
36 b. Siklus II
Rumus uji gain pada siklus II adalah
𝑔 = 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 − 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 − 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
𝑔 = 83 − 61 100 − 61=22
39= 0,6
Hasil perhitungan uji gain pada siklus 2 adalah 0,6 indeks nilai tersebut termasuk pada interprestasi “sedang” dengan nilai 0,3 ≤ g ≤ 0,7. Data nilai yang dimaksudkan “sedang”, adalah penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan LKPD yang dikombinasikan penggunaan smartphone dalam penyelesaiannya pada mata pelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital pada siklus II, mengalami peningkatan dalam kategori
“sedang”. Maka minat belajar yang secara tidak langsung mempengaruhi hasil belajar peserta didik meningkat menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan LKPD yang dikombinasikan penggunaan smartphone dalam penyelesaiannya, memanfaatkan fitur WPS Office.
B. Pembahasan
Model Pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan LKPD yang dikombinasikan pemanfaatan smartphone dalam penyelesaiannya, memanfaatkan fitur WPS Office dapat meningkatkan minat belajar peserta didik dalam pembelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital. Peningkatan minat belajar yang terjadi dengan memanfaatkan smartphone secara tidak langsung mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang terjadi setelah model Discovery Learning dilakukan.
37 Kemampuan model pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan LKPD dengan kombinasi pemanfaatan alat aelektronik di era revolusi industri 4.0 (smartphone) memberikan gambaran yang jelas mengenai materi yang sedang dipelajari, membuat peserta didik tertarik untuk menyimak materi yang disampaikan dan proses pembelajaran juga terstruktur, sehingga tidak lagi melakukan kegiatan selain fokus terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung dan menjawab soal-soal dari materi yang telah dipelajari dengan baik.
Model pembelajaran Discovery Learning yang telah dilakukan selama dua siklus, dimana pada siklus pertama belum terjadi peningkatan hasil belajar karena minat peserta didik masih dalam kategori kurang karena ketertarikan pada gadget (smartphonre) lebih besar di dalam kelas, sedangkan pada siklus kedua telah terjadi peningkatan dengan kategori sedang. Peningkatan yang terjadi pada siklus kedua karena dalam proses pembelajaran peserta didik diijinkan memanfaatkan smartphone dalam pengerjaan LKPD dan kuis, dengan memanfaatkan fitur pada smartphone yaitu WPS Office, Kahoot dan lainnya.
Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Selain itu menurut teori belajar Gagne, hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara dengan tetap mempertimbangkan minat belajar peserta didik, agar guru dan peserta didik itu sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu sebaiknya guru tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin
38 pada peserta didik untuk memperlihatkan minat belajar yang mempengaruhi hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar. Cara-cara yang dilakukan adalah pemberian tes atau mengamati perilaku peserta didik, memberikan umpan balik bila bersifat positif menjadi pertanda bagi peserta didik bahwa mereka telah mencapai tujuan belajar.
Dari proses analisis secara menyeluruh, dapat terlihat dengan jelas bahwa teori-teori dalam komunikasi khususnya pada teori yang berkaitan dengan penggunaan media atau perangkat TIK memiliki kaitan yang erat dengan teori-teori pembelajaran. Dengan demikian, temuan ini juga semakin menegaskan bahwasanya pembelajaran merupakan proses komunikasi dan komunikasi merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran.
39 BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan berupa peningkatan minat belajar peserta didik pada saat melakukan proses pembelajaran dengan memanfaatkan smartphone. Hal ini memberikan peluang akan terjadi peningkatan hasil belajar di akhir semester berjalan pada peserta didik yang melakukan pembelajaran dengan memanfaatkan smartphone dalam proses belajar mengajar di lingkungan sekolah.
Pemanfaatan smartphone tidak hanya berfokus pada browsing materi pelajaran saja, tetapi siswa sangat terbantu dalam proses belajar dengan adanya pemanfaatan smartphone dengan mengaplikasikan beberapa fitur seperti WPS (pada saat belajar terkait Microsoft office) dan Kahoot (ketika melakukan kuis) di kelas dalam rangka menarik minat siswa belajar dengan memanfaatkan smartphone yang bisa dikatakan bagian hidup peserta didik (kebutuhan primer pada era revolusi industri 4.0).
Pengaplikasian pemanfaatan smartphone mampu memotivasi minat belajar pada mata pelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital di SMK Negeri 3 Makassar, dengan adanya peningkatan hasil belajar yang signifikan.
Pemanfaatan smartphone telah teruji secara signifikan dapat meningkatkan minat dan hasil belajar, sehingga disarankan kepada guru mata pelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital untuk mencoba memanfaatkan WPS (pada saat belajar terkait Microsoft office) dan Kahoot (ketika melakukan kuis) di dalam pembelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital kelas X agar peserta didik kelas X juga lebih termotivasi dalam belajar dan memperoleh hasil belajar yang maksimal. Ini juga dapat dijadikan sebagai alternatif untuk mengatasi masalah kurangnya minat belajar peserta didik dan rendahnya hasil belajar yang diperoleh.
40 B. Saran
Diharapkan dalam proses pembelajaran yang dilakukan pendidik dalam lingkup sekolah, terutama untuk jurusan TKJ lebih spesifik pada mata pelajaran simulasi dan komunikasi digital, mempertimbangkan kondisi minat siswa saat ini yang dimana menggandrungi dunia teknologi terutama gadget atau smartphone sesuai jaman mereka berkembang yaitu era revolusi industry 4.0. Sehingga peserta didik lebih tertarik dalam proses belajar mengajar yang lebih variatif karena memanfaatkan berbagai fitur yang terdapat dalam perangkat yang mereka senangi. Baik berupa WPS Office, Kahoot, Zoom, dan aplikasi sejenisnya yang digunakan dalam pembelajaran dan pemberian kuis yang lebih menarik.