• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN SEBAGAI BIOPESTISIDA PADA TAMAN NASIONAL BATANG GADIS SEKSI PTN WILAYAH III MUARA SOMA RESORT 5 DESA HUTA BARINGIN JULU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN SEBAGAI BIOPESTISIDA PADA TAMAN NASIONAL BATANG GADIS SEKSI PTN WILAYAH III MUARA SOMA RESORT 5 DESA HUTA BARINGIN JULU"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

DESA HUTA BARINGIN JULU

SKRIPSI

Oleh :

SYALFIANI LUBIS

131201061/Teknologi Hasil Hutan

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(2)

i

ABSTRAK

SYALFIANI LUBIS: Eksplorasi Tumbuhan Beracun Pada Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan LAMEK MARPAUNG

Keanekaragaman tumbuhan di Taman Nasional Batang Gadis menjadi peluang melakukan eksplorasi khususnya tumbuhan beracun yang dapat digunakan sebagai biopestisida. Penelitian dilakukan pada September – Desember 2016, di Taman Nasional Batang Gadis, Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu dan Laboratoium Kimia Pasca Sarjana, Fakutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Aspek yang diamati adalah aspek pengetahuan lokal, aspek keanekaragaman, dan pengujan metabolit sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tumbuhan beracun yang ditemukan ada 8 jenis yaitu Dong – dong (Laportea stimulans Gaud), Langge (Homalonema propinqua Ridl.), Latong (Litsea grandis), Monton (Antidesma bunius), Sanduduk (Clidemia hirta D. Don), Suat Arangan/Talas Hutan (Colocasia esculenta), Supi (Rubus moluccanus), Tampar badak (Pogonanthera pulverulenta Blume) dengan indeks keragaman tertinggi terdapat pada tingkat tiang. Kandungan metabolit sekunder pada tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai biopestisida adalah golongan flavonoid, terpen, alkaloid dan saponin.

Kata Kunci: Tumbuhan Beracun, Metabolit Sekunder, Biopestisida

(3)

ii

ABSTRACT

SYALFIANI LUBIS: Exploration of Poisonous Plants in Batang Gadis National Park, Section of Region III Muara Soma Resort 5 Huta Baringin Julu Village.

Supervised by YUNUS AFIFUDDIN and LAMEK MARPAUNG

Plant diversity in Batang Gadis National Park became an opportunity to exploration especially poisonous plants which can be used to biopesticides. The research did in September to December 2016, in Batang Gadis National Park, section of region III Muara Soma Resort 5, Huta Baringin Julu village and at the Chemistry Postgraduate Laboratory, Faculty of Mathematics and Science, University of North Sumatera. The aspects that observed were local knowledge aspect, diversity aspect and test of secondary metabolit.

The result showed that there are 8 spesie of poisonous plans that found,

they are Dong – dong (Laportea stimulans Gaud), Langge (Homalonema propinqua Ridl.), Latong (Litsea grandis), Monton (Antidesma bunius), Sanduduk (Clidemia hirta D. Don), Suat Arangan/Talas Hutan (Colocasia esculenta), Supi (Rubus moluccanus), Tampar badak (Pogonanthera pulverulenta Blume) with the highest diversity is at the pole level.

The content of secondary metabolit in plants that can be used as biopesticide is a group of flavonoids, terpens, alkaloids and saponins.

Keywords: Poisonous Plant, Secondary Metabolit, Biopesticide

(4)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 26 Juni 1995 dari pasangan Armansyah Lubis dan Sumiati. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar di SD Swasta Yayasan Perguruan Keluarga Pematangsiantar (2001-2007), Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 4 Pematangsiantar (2007-2010), dan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 4 Pematangsiantar (2010-2013). Pada tahun 2013, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif dalam organisasi Badan Kenaziran Mushola Baytul Asyjaar sebagai anggota divisi kaderisasi (2014-2015), anggota Rain Forest (2015-2016). Penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan kampus, penulis pernah menjadi Sekrtaris dalam kegiatan penanaman pohon yang diadakan oleh JIMMKI USU (2015), Bendahara buka bersama keluarga besar Fakultas Kehutanan (2015), dan Sekretaris Panitia Kegiatan Kampus Mahasiswa Baru Fakultas Kehutanan (2016).

Penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli dari tanggal 3-12 Agustus 2015 dan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Taman Nasional Batang Gadis dari tanggal 25 Januari sampai 25 Februari 2017.

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida pada Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yunus Afifuddin, S.Hut., M.Si dan Bapak Dr. Lamek Marpaung, M.Phil., P.hD selaku komisi pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak Taman Nasional Batang Gadis dan pemandu selama di lapangan yang telah melancarkan serangkaian kegiatan penelitian di Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu. Teristimewa ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada kedua orangtua yang telah memberikan dukungan moril maupun materil, semangat dan motivasi kepada penulis, sekaligus teman- teman yang telah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan oleh penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberi kontribusi yang baru khususnya dalam bidang kehutanan dan bidang penelitian-penelitian ilmiah.

Medan, Juni 2017 Syalfiani Lubis

(6)

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Eksplorasi ... 3

Tumbuhan Beracun ... 4

Metabolit Sekunder ... 5

Biopestisida ... 6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 7

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 9

Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat dan Bahan Analisis Vegetasi ... 9

2. Alat dan Bahan Pengujian Fitokimia ... 9

Prosedur Penelitian Aspek Pengetahuan Lokal ... 10

Aspek Keanekaragaman ... 10

Pengujian Metabolit Sekunder ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Pengetahuan Lokal ... 15

Aspek Keanekaragaman ... 17

Deskripsi Tumbuhan Beracun ... 19

Analisis Metabolit Sekunder ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31

Saran ... 32 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(7)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil Wawancara dengan Narasumber Mengenai Tumbuhan Beracun di Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu ... 16 Tabel 2.Hasil Pengujian Metabolit Sekunder Tumbuhan Beracun di Laboratorium Kimia Pasca Sarjana, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara ... 17 Tabel 3. Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu18 Tabel 4. Data Hasil Pengujian Metabolit Sekunder Tumbuhan Beracun di Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu ... 27

(8)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Peta Lokasi Penelitian ... 8

Desain Plot Tumbuhan Beracun ... 11

Dong – dong (Laportea stumulans Gaud) ... 20

Langge (Homalonema propinqua Ridl) ... 21

Latong (Litsea grandis) ... 22

Monton (Antidesma bunius) ... 22

Sanduduk (Clidemia hirta D. Don) ... 23

Suat Arangan (Colacasia esculenta) ... 24

Supi (Rubus moluccanus) ... 24

Tampar Badak (Pogonanthera pulverulenta Blume)... 25

(9)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Keanekaragaman Tumbuhan Bawah pada Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu

Keanekaragaman Tumbuhan Tingkat Semai pada Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu Keanekaragaman Tumbuhan Tingkat Pancang pada Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu Keanekaragaman Tumbuhan Tingkat Tiang pada Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu Keanekaragaman Tumbuhan Tingkat Pohon pada Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu

(10)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tumbuhan beracun adalah tumbuhan yang mengandung sejumlah besar zat kimia apabila terjadi kontak langsung dengan manusia dan hewan baik dimakan atau dihirup melebihi kadar yang ditentukan, berakibat sakit atau mematikan (Widodo, 2010).

Setiawati et al. (2008) menjelaskan bahwa lebih dari 1.500 spesies tumbuhan dari berbagai penjuru dunia diketahui dapat digunakan sebagai racun untuk hama tanaman. Di Filipina, tidak kurang dari 100 spesies tumbuhan telah diketahui mengandung bahan aktif insektisida. Di Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan penghasil racun. Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial racun untuk serangga pengganggu bagi tanaman antara lain Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae. Spesies-spesies tumbuhan

beracun memiliki manfaat sebagai insektisida nabati, fungisida nabati, moluskasida nabati, nematisida nabati, bakterisida nabati, dan rodentisida nabati.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, flora di kawasan Taman Nasional Batang Gadis teridentifikasi sekitar 240 jenis yang terdiri dari 47 suku atau sekitar 0,9% dari flora yang ada di Indonesia. Keanekaragaman tumbuhan di Taman Nasional Batang Gadis yang melimpah serta perlunya mencari tumbuhan yang dapat digunakan sebagai biopestisida menjadi dasar penulis melakukan eksplorasi tumbuhan beracun yang terdapat di hutan tersebut agar nantinya dapat dihindari bahaya racunnya atau mungkin dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat (Balai TNBG, 2013).

(11)

Tumbuhan beracun yang ditemukan sangat penting untuk diketahui kandungan metabolit sekundernya. Pengujian metabolit sekunder merupakan suatu metode pengujian awal untuk mengetahui kandungan senyawa aktif dalam tumbuhan yang berperan sebagai antimikroba atau antibakteri. Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan dapat menemukan suatu senyawa kimia organik yang berfungsi sebagai antimikroba atau antibakteri yang dapat dijadikan sebagai biopestisida yang berasal dari keragaman jenis tumbuhan lokal.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilaksanakan di Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu yaitu:

1. Analisis pengetahuan lokal jenis tumbuhan beracun 2. Identifikasi jenis tumbuhan beracun

3. Analisis keanekaragaman tumbuhan beracun

4. Analisis metabolit sekunder dari jenis – jenis tumbuhan beracun

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi dan pengetahuan baru tentang jenis - jenis tumbuhan beracun yang terdapat di Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu untuk dijadikan petunjuk praktis agar lebih berhati - hati dalam pemanfaatan

tumbuhan beracun.

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Eksplorasi

Eksplorasi merupakan kegiatan mencari, menemukan, dan mengumpulkan Sumber Daya Genetik (SDG) tertentu untuk mengamankannya dari kepunahan.

Plasma nutfah yang ditemukan perlu diamati sifat dan asalnya kemudian dilakukan upaya - upaya pelestarian. Eksplorasi plasma nutfah dilakukan secara purposive pada daerah – daerah sentra produksi, daerah produksi tradisional,

daerah terisolir, daerah pertanian lereng - lereng gunung, pulau terpencil, daerah suku asli, daerah dengan sistem pertanian tradisional belum maju, dan daerah yang masyarakatnya menggunakan komoditas yang bersangkutan sebagai bahan makanan pokok utama. Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil, maka perlu dilakukan inventarisasi, koleksi, karakterisasi dan evaluasi tumbuhan yang sudah ada untuk mencegah adanya erosi genetik yang berakibat pada hilangnya sumber daya genetik (Suryani et al., 2009).

Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan, penjelajahan, mencari dan mengumpulkan jenis - jenis sumber daya genetik tertentu untuk dimanfaatkan dan mengamankannya dari kepunahan (Kusumo et al., 2002). Eksplorasi dilaksanakan di daerah - daerah yang relatif jauh dari perkotaan atau desa – desa yang belum banyak tersentuh teknologi, atau desa dengan petani yang mengerti teknologi tetapi mereka sangat fanatik atau berusaha untuk mempertahankan varietas lokalnya. Kegiatan eksplorasi diperlukan guna menyelamatkan varietas - varietas lokal dan kerabat liar yang semakin terdesak keberadaannya, akibat semakin intensifnya penggunaan varietas unggul baru, perusakan habitat sumber daya genetik tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, dan penyempitan

(13)

lahan kehidupan tanaman akibat perluasan pembangunan industri - industri besar.

Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan eksplorasi untuk mencatat, melindungi, dan melestarikan tanaman yang ada, sebagai pengetahuan tradisional dan kekayaan intelektual masyarakat, sehingga pada suatu saat dibutuhkan dapat digunakan sebagai referensi untuk melahirkan fitofarmaka.

Tumbuhan Beracun

Tumbuhan beracun merupakan tumbuhan yang mengandung racun yang dapat menyebabkan rasa sakit ataupun kematian. Tumbuhan beracun dari hutan kurang mendapat perhatian khusus padahal memiliki potensi yang cukup besar.

Pemanfaatan tanaman beracun masih sangat kurang menyebabkan tumbuhan beracun tertinggal dari pemanfaatan tanaman obat. Tumbuhan beracun jika dimanfaatkan oleh masyarakat dengan baik akan dapat menggantikan penggunaan pestisida yang berbahaya bagi lingkungan kita. Penggunaan tumbuhan beracun menjadi pestisida alami tidak akan mengganggu pertumbuhan tanaman pangan yang ditanam karena pestisida alami dari tumbuhan beracun mudah menguap sehingga tidak mengganggu bagi kesehatan (Hamid et al., 1992).

Tanaman yang mempunyai racun atau anti nutrisi dapat juga dibagi berdasarkan tingkat ketoksikannya. Beberapa tanaman sangat toksik, sementara lainnya hanya mempunyai tingkat ketoksikan yang sedang dan ringan. Tanaman yang mempunyai racun ringan umumnya digunakan sebagai makanan pokok manusia atau bahan pangan manusia. Konsentrasi racun dalam tanaman dapat bervariasi dari tahun ke tahun, bergantung pada musim pertumbuhan tanaman dan faktor lingkungan seperti kekeringan. Sebagai contoh, akumulasi konsentrasi

(14)

racun potensial dari nitrat dalam pakan ternak sangat sering terjadi selama periode kekeringan yang menghalangi pertumbuhan normal tanaman (Widodo, 2010).

Metabolit Sekunder

Metabolit diklasifikasikan menjadi dua, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer yang dibentuk dalam jumlah terbatas penting untuk pertumbuhan dan kehidupan mahluk hidup. Metabolit sekunder tidak digunakan untuk pertumbuhan dan dibentuk dari metabolit primer pada kondisi stress. Contoh metabolit sekunder adalah antibiotik, pigmen, toksin, efektor kompetisi ekologi dan simbiosis, feromon, inhibitor enzim, agen immunomodulasi, pestisida, agen antitumor, dan promotor pertumbuhan binatang dan tumbuhan (Nofiani, 2008).

Metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis oleh tumbuhan, mikrobia atau hewan melewati proses biosintesis yang digunakan untuk menunjang kehidupan namun tidak vital (jika tidak ada tidak mati) sebagaimana gula, asam amino dan asam lemak. Metabolit ini memiliki aktifitas farmakologi dan biologi. Di bidang farmasi secara khusus, metabolit sekunder digunakan dan dipelajari sebagai kandidat obat atau senyawa penuntun (lead compound).

Metabolit sekunder memiliki ciri – ciri sebagai berikut: (1) Tidak terlibat langsung dalam metabolisme/kehidupan dasar pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi.

(2) Tidak esensial, ketiadaan jangka pendek tidak berakibat kematian. Ketiadaan jangka panjang mengakibatkan kelemahan dalam pertahanan diri, survival, estetika, menarik serangga. (3) Golongan metabolit sekunder distribusi hanya pada spesies filogenetik/familia tertentu. (4) Seringkali berperan di dalam

(15)

pertahanan terhadap musuh. (5) Senyawa organik dengan berat molekul 50-1500 Dalton, sehingga disebut mikro molekul. (6) Penggolongan utama: terpenoid, fenil propanoid, polipeptida, dan alkaloid adalah metabolit sekunder. (7) Pemanfaatan oleh manusia: untuk obat, parfum, aroma, bumbu, bahan relaksasi (Saifudin, 2014).

Biopestisida

Biopestisida adalah bahan yang berasal dari alam, seperti tumbuh- tumbuhan yang digunakan untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman atau juga disebut dengan pestisida hayati. Biopestisida merupakan salah satu solusi ramah lingkungan dalam rangka menekan dampak negatif akibat penggunaan pestisida non hayati yang berlebihan. Saat ini biopestisida telah banyak dikembangkan di masyarakat khususnya para petani. Namun belum banyak petani yang menjadikan biopestisida sebagai penangkal dan pengedali hama penyakit untuk tujuan mempertahankan produksi. Biopestisida tidak terlalu beracun seperti pestisida kimia sehingga aman untuk lingkungan (Kartimi, 2015).

Biopestisida merupakan pestisida yang menggunakan bahan alami atau kandungan senyawa kimia dari tumbuhan yang bersifat racun terhadap suatu jenis hama. Tumbuhan mengandung sejumlah besar zat kimia yang aktif secara biologis. Beberapa zat pada tumbuhan dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang menimpa ternak maupun manusia (contohnya digitoksin, kolsisin dan atropin). Kehadiran zat kimia tertentu dalam tanaman dipercaya untuk memberi beberapa tingkat perlindungan dari predator tanaman seperti serangga dan ruminan (Silitonga, 2015).

(16)

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Desa Huta Baringin Julu merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis desa ini terletak pada titik koordinat N 00o 40’

50,3” dan E 99o 35’ 15,9”. Pada posisi koordinat N 00o 39’ 58,3” dan E 99o 34’

54,4” merupakan batas alam yaitu Sungai Roburan.

Desa Huta Baringin Julu terdiri dari satu wilayah pemukiman, dengan jumlah penduduk 142 kepala keluarga dan jumlah jiwa 715. Dari rata – rata jumlah penduduk hampir 274 jiwa tidak tamat sekolah SD. Masyarakat desa Huta Baringin Julu seluruhnya beragama Islam dan pada umumnya bermarga Rangkuti, Lubis dan Nasution.

Desa Huta Baringin Julu merupakan desa yang memiliki lahan usaha tani bersebelahan dengan kawasan Hutan Lindung dan Taman Nasional. Sebagian besar warga bekerja sebagai petani dan buruh tani, ada juga yang memelihara hewan dalam skala kecil yang digunakan untuk investasi jangka pendek. Potensi sumber daya alam di wilayah ini melimpah, tetapi pemanfaatannya tidak memadai (Balai TNBG, 2013).

(17)

Gambar 1. Peta Lokasi Peneliti

(18)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari September - Desember 2016.

Penelitian ini dilakukan di kawasan Taman Nasional Batang Gadis, Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu, Kecamatan

Puncak Sorik Merapi, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara.

Analisis metabolit sekunder dilaksanakan di Laboratorium Kimia Pasca Sarjana, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat dan Bahan Analisis Vegetasi

Alat yang digunakan untuk analisis vegetasi adalah kamera digital untuk dokumentasi, pita ukur untuk mengukur diameter, parang untuk membuka jalan hutan, tali tambang untuk membuat plot, kompas untuk menentuan azimuth, kalkulator untuk menghitung INP, kantung plastik untuk membawa sampel daun, alat tulis untuk menulis data. Alat yang digunakan untuk pengkoleksian dan pengawetan jenis yang belum dikenali guna identifikasi lebih lanjut adalah gunting, kertas koran, dan kertas label.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tally sheet untuk menulis data jenis tumbuhan, peta lokasi penelitian, dan buku identifikasi tanaman.

2. Alat dan Bahan Pengujian Metabolit Sekunder

Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah pipet tetes untuk mengambil larutan, tabung reaksi untuk pengujian, erlenmeyer untuk ekstraksi sampel, plat kromatografi lapis tipis (KLT) untuk pengujian asam sulfat, hot plate

(19)

untuk memanaskan kaca KLT dan sprayer untuk menyemprotkan larutan CeSO4 pada kaca KLT.

Bahan yang digunakan dalam pengujian adalah Methanol untuk mengekstraksi sampel daun yang akan diuji dan sebagai reagensianya adalah Pereaksi Bouchardart, Pereaksi Maeyer, Pereaksi Dragendorff untuk uji alkaloid, Cerium Sulfat (CeSO4) 1% untuk uji terpen, FeCl3 1% untuk uji fenolik, dan aquades untuk uji saponin.

Prosedur Penelitian

1. Aspek Pengetahuan Lokal

Survei pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui informasi tumbuhan beracun dari masyarakat yang diperoleh dari hasil wawancara.

Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah Bapak Asbi yang merupakan masyarakat lokal dan mengetahui jenis tumbuhan yang ada di lokasi penelitian. Data yang diperoleh dari hasil wawancara bersama informan kunci ditabulasikan dan dianalisa secara deskriptif.

2. Aspek Keanekaragaman

Pengumpulan data tumbuhan beracun dilakukan dengan menggunakan metode kombinasi jalur dan garis berpetak, dimana metode ini dianggap sebagai modifikasi metode petak ganda atau metode jalur. Plot dibuat dengan ukuran 2 x 2m untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah, 5 x 5m untuk tingkat pancang, 10 x 10m untuk tingkat tiang, dan 20 x 20m untuk tingkat pohon, kemudian dilakukan pengamatan langsung di lapangan. Jumlah plot yang diambil adalah 112 plot. Plot yang di buat di lapangan memotong garis kontur, sehingga ketinggian tempat pada

(20)

setiap plot berbeda (Kusmana, 1997). Apabila ada jenis tertentu yang tidak diketahui maka sampel diherbariumkan dan diidentifikasi dengan buku panduan tanaman.

Gambar 2. Desain plot kombinasi jalur dan garis berpetak

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus:

a. Kerapatan suatu jenis (K)

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

c. Frekuensi suatu jenis (F)

(21)

d. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)

e. Dominansi (D)

f. Dominansi Relatif (DR)

Indeks Nilai Penting (INP) dihitung dengan rumus:

INP = KR + FR + DR

Memperkirakan keanekaragaman spesies ada indeks keanekaragaman yang dapat digunakan dalam analisis komunitas tumbuhan adalah indeks Shanon atau Shanon Indeks of General Diversity (H’) (Indriyanto, 2006). Rumus Indeks Keanekaragaman Shanon-Wienner atau Shanon Indeks of General Diversity (H’) :

H’ = - Σ (ni/N) ln (ni/N) Keterangan :

H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wienner Ni = jumlah individu dari suatu jenis i

N = jumlah total individu seluruh jenis

Besarnya indeks keanekaragaman jenis menurut Shannon-Wiener didefinisikan sebagai berikut :

a. Nilai H’ > 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah melimpah tinggi

(22)

b. Nilai H’ 2- 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedang

c. Nilai H’ < 2 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedikit atau rendah

3. Pengujian Metabolit Sekunder

Pengujian metabolit sekunder dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada tumbuhan beracun yang berpotensi sebagai biopestisida.

Jenis - jenis tumbuhan beracun dideteksi kandungan senyawanya yang tergolong metabolit sekunder yaitu senyawa alkaloid, terpen, tanin dan saponin. Prosedur pengujian fitokimia yang dilakukan berdasarkan Penuntun Praktikum Kimia Bahan Alam (2010) adalah sebagai berikut:

a. Pengujian Alkaloid

Sampel diiris halus lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya direndam dengan methanol dan biarkan selama 24 jam. Kemudian masukkan larutan ke dalam gelas ukur dan tambahkan reagen Bouchardart, reagen Maeyer, dan reagen Dragendorff.

b. Pengujian Terpen

Sampel diiris halus lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya direndam dengan methanol dan biarkan selama 24 jam. Kemudian masukkan larutan ke dalam gelas ukur dan tambahkan Cerium Sulfat (CeSO4) 1 %.

c. Pengujian Flavonoid/Tanin

Sampel yang telah kering ditimbang sebanyak 2-4 gram, kemudian diekstraksi dengan metanol sebanyak 20 ml, ekstraksi dapat dilakukan pada

(23)

suasana panas atau dingin, lalu disaring. Kemudian ekstraksi ditetesi dengan pereaksi FeCl3 1% kemudian amati hasil reaksinya.

d. Pengujian Saponin

Sampel diekstraksi dengan aquades di atas penangas air. Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu dibiarkan hingga suhu semula. Hasilnya dikocok selama 2-3 menit kemudian busa yang terbentuk didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan pengujian busa permanen dengan penambahan 1-3 tetes HCl 10%.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Aspek Pengetahuan Lokal

Survei pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui adanya jenis - jenis tumbuhan beracun pada kawasan Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah 3 Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu. Informan kunci yang dipilih adalah Bapak Asbi yang merupakan masyarakat sekitar hutan yang mengetahui jenis – jenis tumbuhan yang ada di Taman Nasional Batang Gadis.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, ditemukan tiga jenis tumbuhan beracun pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon yaitu Ayu Alak, Dong – dong (Liportea stumulands Gaud), dan Latong (Litsea grandis) dan satu jenis tumbuhan beracun pada tumbuhan bawah yaitu Suat Arangan (Colocasia esculenta). Narasumber mengetahui tumbuhan beracun jika memiliki efek samping langsung dengan tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nuryani et al., (1992) yang menyatakan bahwa tumbuhan beracun merupakan tumbuhan

yang mengandung racun yang dapat menyebabkan rasa sakit ataupun kematian.

Narasumber hanya mengetahui tumbuhan beracun dari pengalaman masyarakat di sekitar kawasan.

Jenis tumbuhan yang diketahui mengandung racun memiliki ciri yang berbeda. Bagian yang beracun pada masing – masing tumbuhan juga berbeda.

Jenis Ayu Alak bagian yang mengandung racun adalah getahnya, yang apabila terkena kulit maka kulit akan berwarna merah seperti iritasi dan lama – kelamaan akan membusuk. Jenis Dong – dong (L. stumulands Gaud), Latong (L. grandis), dan Suat Arangan (C. esculenta) bagian yang mengandung racun adalah daunnya,

(25)

yang apabila terkena kulit maka kulit akan terasa gatal. Jenis tumbuhan beracun berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Wawancara dengan Narasumber Mengenai Tumbuhan Beracun di Kawasan Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu

No. Nama Lokal Nama Latin Ciri Khusus Efek

Samping

Bagian yang Beracun

1. Ayu Alak Permukaan kulit

batang kasar, bergetah putih, permukaan daun berbulu

Kulit merah Getah

2. Dong - dong Liportea stumulands Gaud

Buah dominan berada di batang bawah dan buah berbulu

Gatal - gatal Daun

3. Latong Litsea grandis Tepi daun bergerigi dan permukaan daun ada bulu halus

Gatal - gatal Daun

4. Suat Arangan

Colocasia esculenta Daun berbentuk hati, permukaan daun mengandung lilin, dan bergetah susu

Gatal - gatal Daun

Tumbuhan lain yang dicurigai mengandung racun akan dijadikan sampel untuk selanjutnya diuji di Laboratorium Kimia Pasca Sarjana, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Selain itu, dilakukan studi pustaka mengenai tumbuhan yang sudah pernah diuji pada penelitian sebelumnya. Ada 3 tumbuhan yang ditemukan diduga tumbuhan beracun walaupun menurut narasumber tumbuhan tidak termasuk tumbuhan beracun. Tumbuhan yang diduga tumbuhan beracun adalah Langge (Homalonema propinqua Ridl), Monton (Antidesma bunius) dan Supi (Rubus moluccanus). Tumbuhan yang diduga tumbuhan beracun diambil sampel daunnya, kemudian dibawa ke laboratorium dan dilakukan pengujian metabolit sekunder. Tumbuhan beracun lain yang sudah pernah dilakukan pengujian adalah Sanduduk (Clidemia hirta) dan Tampar Badak (Pogonanthera pulverulenta).

(26)

Tumbuhan beracun berdasarkan hasil pengujian metabolit sekunder di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengujian Metabolit Sekunder Tumbuhan Beracun di Laboratorium Kimia Pasca Sarjana, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara

No. Nama Lokal Nama Latin Ciri Khusus Analisis

Laboratorium 1. Dong - dong Laportea stimulans

Gaud

Buah dominan berada di batang bawah dan buah berbulu

Beracun

2. Langge Homalonema propinqua Ridl

Jenis talas - talasan, daun lebar dan berwarna hijau muda

Beracun

3. Latong Litsea grandis Tepi daun bergerigi dan permukaan daun ada bulu halus

Beracun

4. Monton Antidesma bunius Daun berbentuk bulat telur dan pertulangan menyirip

Beracun

5. Supi Rubus moluccanus Batang berduri dan buah beri berwarna merah

Beracun

2. Aspek Keanekaragaman

Survei keanekaragaman dilakukan dengan membuat petak berukuran 20 x 20m, kemudian analisis setiap jenis yang ada di dalam petak. Di dalam petak tersebut dibuat petak berukuran 2 x 2m untuk analisis tumbuhan bawah dan semai, 5 x 5m untuk pancang, 10 x 10m untuk tiang, dan 20 x 20m untuk pohon.

Arah jalur yan dilalui memotong garis kontur, sehingga setiap plot berada ada ketinggan yang berbeda.

Tumbuhan beracun yang ditemukan di Kawasan Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 ada 8 jenis, 5 jenis diantaranya adalah tumbuhan bawah. Jenis tumbuhan beracun pada tumbuhan bawah adalah Langge (H. propinqua Ridl), Sanduduk (C. hirta), Suat Arangan (C. esculenta), Supi (R. moluccanus) dan Tampar Badak (P. pulverulenta). Jenis

(27)

Dong – dong (L. stumulands Gaud) dan Latong (L. grandis) ditemukan pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon, sedangkan Monton (A. bunius) hanya ditemukan pada tingkat pohon. Keanekaragaman tumbuhan beracun dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Kawasan Taman Nasional Batang Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu

No. Tingkatan Nama Lokal Nama Ilmiah INP

(%) H’

1 Tumbuhan Bawah Langge Homalonema propinqua 2,17 2,75 Sanduduk Clidemia hirta D. Don 3,04

Suat Arangan Colocasia esculenta 8,43

Supi Rubus moluccanus 5,04

Tampar badak Pogonanthera pulverulenta Blume 2,08

2 Semai Dong-dong Laportea stimulans Gaud 1,99 2,72

Latong Litsea grandis 4,05

3 Pancang Dong-dong Laportea stimulans Gaud 4,58 3,05

Latong Litsea grandis 1,33

4 Tiang Dong-dong Laportea stimulans Gaud 7,08 3,18

Latong Litsea grandis 1,93

5 Pohon Dong-dong Laportea stimulans Gaud 3,13 3,02

Latong Litsea grandis 1,62

Monton Antidesma bunius 0,53

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa tumbuhan beracun yang memiliki indeks nilai penting tertinggi adalah Suat Arangan (C. esculenta), yaitu 8,43% dan yang terendah adalah Monton (A. bunius) yaitu 0,53%. Tingginya nilai INP menunjukkan bahwa Suat Arangan telah mendominasi di kawasan penelitian.

Struktur tumbuhan dapat dilihat dari indeks nilai pentingnya, menurut Fachrul (2012), Indeks Nilai Penting (INP) atau importantant value index merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu spesies vegetasi dalam ekosistemnya. Apabila INP suatu spesies vegetasi bernilai tinggi, maka spesies itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut. INP ini digunakan untuk menentukan dominansi spesies tumbuhan terhadap spesies tumbuhan lainnya.

(28)

Nilai indeks keragaman Shannon–Wienner (H’) dihitung untuk mengetahui keanekaragaman jenis yang ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indriyatno (2006) yang menyatakan bahwa memperkirakan keanekaragaman spesies ada indeks keanekaragaman yang dapat digunakan dalam analisis komunitas tumbuhan adalah indeks Shanon atau Shanon Indeks of General Diversity (H’). Berdasarkan Tabel 3, nilai indeks keragaman Shannon–Wienner

(H’) tumbuhan bawah adalah 2,75, tingkat semai adalah 2,72, tingkat pancang adalah 3,05, tingkat tiang adalah 3,18, dan tingkat pohon adalah 3,02.

Menurut Indriyatno (2006), nilai (H’) kurang dari 2 menunjukkan keragaman jenis yang rendah, nilai (H’) 2 – 3 menunjukkan keragaman jenis yang sedang, dan nilai (H’) lebih dari 3 menunjukkan keragaman jenis yang tinggi.

Berdasarkan Tabel 3 keanekaragaman jenis pada tumbuhan bawah dan semai adalah sedang dan keanekaragaman jenis untuk tingkat pancang, tiang dan pohon adalah tinggi.

3. Deskripsi Tumbuhan Beracun

Tumbuhan beracun yang ditemukan di Kawasan Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu ada 8 jenis. Berikut ini deskripsi tumbuhan yang mengandung racun dan dapat dijadikan sebagai biopestisida.

a. Dong – dong (Laportea stimulans Gaud)

Dong - dong merupakan tumbuhan beracun tingkat pohon yang memiliki tinggi mencapai 40 meter, cabang batangnya banyak, bentuk batang bulat, kayu rapuh dan mudah patah dan kulit batang berwarna kehijauan. Dong - dong

(29)

memiliki daun tunggal, bentuk daun bulat telur, tangkai daun panjang dengan permukaan daun bagian bawah dan bagian atas kasar dan tata daun alternate.

Daun memiliki warna hijau terang. Memiliki tulang dan urat daun yang tampak jelas. Pinggir daun mudanya berbentuk gerigi dengan jarak gerigi tidak terlalu rapat. Semakin tua daun, gerigi semakin menghilang. Bagian atas dan pinggir daun terdapat bulu halus yang hanya nampak bila dilihat dari jarak dekat. Apabila bulu ini tersentuh bagian kulit yang sensitif dapat menimbulkan rasa gatal, perih dan panas. Dong - dong tumbuh pada daerah lembab dan ternaungi, seringkali ditemukan di pinggir jalan setapak.

Kandungan kimia yang terkandung adalah dari golongan flavanoid, terpen, alkaloid, dan saponin. Daun mengandung racun dan apabila terkena kulit manusia bisa mengakibatkan gatal - gatal.

Gambar 3. Dong-dong (Laportea stimulans Gaud) b. Langge (Homalonema propinqua Ridl.)

Langge merupakan tumbuhan bawah jenis talas - talasan. Tumbuhan ini memiliki tinggi antara 50-80 cm, batang berwarna hijau dan beralur. Daun berbentuk jantung, dengan ujung runcing dan tepi daun rata. Panjang daun 82 cm,

(30)

lebar daun 18 cm, da panjang tangkai daun 62 cm. Permukaan daun halus dan terdapat gelombang berwarna hijau mengkilap. Umbi batang/rimpang tersimpan di dalam tanah dan terdapat akar halus (Kinho et al., 2011). Kandungan metabolit sekunder yang terkandung adalah terpen.

Gambar 4. Langge (Homalonema propinqua Ridl.) c. Latong (Litsea grandis)

Latong merupakan tumbuhan beracun tingkat pohon. Litsea adalah marga tumbuhan anggota suku Lauraceae berupa pohon atau semak. L. grandis adalah pohon berukuran sedang dengan tinggi mencapai 15 m dan diameter 30 cm. Kulit batang berwarna coklat tua, permukaan halus hingga retak dan bersisik. Kulit dalam berwarna coklat pucat dan sangat aromatik, sementara ranting muda berwarna coklat beludru. Daun berbentuk spiral. Permukaan atas daun berwarna hijau terang dan bagian bawah berwarna hijau muda. Pada pelepah daun terdapat bulu halus (Sulaiman et al., 2010).

Kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan ini adalah flavonoid, alkaloid dan saponin. Latong juga memiliki getah di bagian batang dan tangkai daun, apabila kena kulit maka akan terasa gatal.

(31)

Gambar 5. Latong ( Litsea grandis) d. Monton (Antidesma bunius)

Salah satu jenis berry dan merupakan buah lokal adalah A. bunius (L.) Spreng yang dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan nama buni. Tanaman ini berupa pohon yang tingginya dapat mencapai 15-30 m, garis tengah batang sekitar 20-25 cm. Warna buah buni mula-mula hijau terang, setelah dewasa menjadi merah (Lembaga Biologi Nasional 1977). Berdasarkan informasi yang didapatkan dari pemandu, apabila getah pada kulit kayu monton terkena pada kulit maka kulit akan terasa gatal. Kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan ini adalah golongan terpen.

Gambar 6. Monton (Antidesma bunius)

(32)

e. Sanduduk (Clidemia hirta D. Don)

Sanduduk memiliki kandungan metabolit sekunder berupa tanin dan saponin. Beberapa bahan aktif diketahui memiliki spesifisitas sebagai agen antibakteri. Senyawa fenol yang terdapat dalam sampel berdasarkan uji fitokimia adalah tanin. Senyawa tanin diduga memiliki sifat antimikroba karena kemampuannya dalam menginaktif protein enzim, dan lapisan protein transport.

Senyawa saponin membentuk busa sabun dalam air dan merupakan bahan aktif permukaan. Saponin dapat mengganggu permeabilitas membran sel bakteri, sehingga sel tersebut akan lisis (Murphy, 1999).

Gambar 7. Sanduduk (Clidemia hirta D. Don) f. Suat Arangan/Talas Hutan (Colocasia esculenta)

Suat Arangan merupakan tumbuhan bawah jenis talas – talasan termasuk suku Araceae. Pada umumnya tumbuhan ini hidup berkelompok dan dapat tumbuh baik pada daerah yang lembab dan intensitas cahaya kurang.

Kandungan kimia yang terkandung adalah dari golongan flavanoid, terpen, alkaloid, dan saponin. Getah Suat Arangan mengandung racun dan apabila terkena tubuh manusia berakibat gatal, sedangkan apabila getahnya dioleskan pada luka

(33)

menjadi obat. Menurut Selfia (2009), getah Suat Arangan menyebabkan gatal dan bengkak. Suat Arangan mengandung kristal oksalat di batang dan daun.

Kandungan kristal oksalat inilah yang menyebabkan gatal pada kulit (Knight, 2007).

Gambar 8. Suat Arangan/Talas Hutan (Colocasia esculenta) g. Supi (Rubus moluccanus)

R. moluccanus memiliki varietas terbanyak diantara jenis Rubus yang lain.

Beberapa varietasnya antara lain var. moluccanus, var. discolor (Blume) Kalkman,

var. obtusangulus (Miq) dan var angulosus Kalkman. Secara umum, R. moluccanus memiliki panjang batang 6-10 cm, panjang daun 6-20 cm dan lebar

daun 4-15 cm, buah berwarna merah (Imam, 2009). Kandungan kimia yang terdapat pada tumbuhan ini adalah jenis terpen.

Gambar 9. Supi (Rubus moluccanus)

(34)

h. Tampar badak (Pogonanthera pulverulenta Blume)

Tumbuhan ini adalah jenis tumbuhan bawah yang tumbuh di daerah kering dan bebatuan. Jenis ini tersebar di daerah Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Thailand, Semenanjung Malaysia, Filipina, Moluccas dan New Guinea. Jumlah bijinya sekitar 40-60 per buah, mampu hidup pada habitat bertanah kapur, di perbukitan bahkan di tanah berlumut dan di tanah bebatuan. Tumbuhan ini juga dapat di temui daerah yang gelap yang intensitas cahaya kurang.. Tata daun opposite (sessile), berdaun tunggal, bentuk daun oval, ujung daun obtuse, pangkal

daun obtuse, tepi daun entire, permukaan daun rugose (kasar). Tumbuhan ini mengandung senyawa golongan flavonoid dan alkaloid.

Gambar 10.Tampar badak (Pogonanthera pulverulenta Blume)

4. Analisis Metabolit Sekunder

Analisis metabolit sekunder dilaksanakan di Laboratorium Kimia Pasca Sarjana, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Kandungan senyawa metabolit sekunder yang diuji pada tumbuhan sebagai indikator adanya racun di dalam tubuh tumbuhan ada 4 golongan yang umum diuji yaitu senyawa alkaloid, terpen, flavonoid/tannin, dan saponin.

(35)

Pengujian metabolit sekunder adalah suatu teknis analisis kandungan kimia pada tumbuhan. Analisis ini bersifat kualitatif sehingga data yang dihasilkan adalah data kualitatif. Secara umum, kandungan metabolit sekunder tumbuhan dapat dikelompokan kedalam golongan senyawa alkaloid, saponin, flavanoid, tanin, polifenol dan kuinon. Senyawa-senyawa tersebut tersebar luas didalam tumbuhan. Untuk menentukan golongan senyawa tersebut dapat digunakan pereaksi khusus dan spesifik, misalnya pereaksi Dragendorf, Maeyer, Wagner, Liebermenn-Bouchard, CeSO4. Pereaksi Liebermenn-Bouchard untuk terpenoid, FeCl3 untuk mengidentifikasi flavanoid dan larutan gelatin untuk senyawa tannin, pereaksi Dragendorf, Maeyer, Wagner, Bouchardart untuk mengidentifikasi alkaloid, dan aquades untuk identifikasi saponin. Metabolit sekunder dihasilkan melalui tahap-tahap reaksi dalam jaringan tumbuhan yang disebut biosintesis. Alkaloid, terpenoid, steroid, dan flavonoid merupakan beberapa contoh senyawa yang dihasilkan dari biosintesis tersebut. Dari hasil pengujian metabolit sekunder diperoleh bahwa tumbuhan beracun pada kawasan Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 mengandung senyawa alkaloid, tepen, flavonoid/tanin, dan saponin. Hasil analisis fitokimia disajikan pada tabel berikut

(36)

Tabel 4. Data Hasil Pengujian Metabolit Sekunder Tumbuhan Beracun di Kawasan Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Huta Baringin Julu

Nama Tumbuhan Nama Latin

Metabolit Sekunder Fenolik/

Flavonoid/Tanin

Terpen/Steroid Alkaloid Saponin

FeCl3

CeSO4

TLC Bouchardart Maeyer Dragendorf Aquades

Dong – dong Laportea stumulans Gaud +++ +++ - - ++ +++

Langge Homalonema propinqua Ridl. - ++ - - - -

Latong Litsea grandis + - - - + ++

Monton Antidesma bunius - +++ - - - -

Sanduduk Clidemia hirta ++ - - - - +

Suat Arangan Colocasia esculenta ++ + - - + ++

Supi Rubus moluccanus - ++ - - - -

Tampar Badak Pogonanthera pulverulenta +++ - - - +++ -

Keterangan :

+ : Cukup reaktif terhadap pereaksi ++ : Reaktif terhadap pereaksi +++ : Sangat reaktif terhadap pereaksi

- : Bereaksi negatif terhadap pereaksi (tidak mengandung senyawa metabolit sekunder)

(37)

Pengujian metabolit sekunder digunakan untuk mengetahui adanya golongan senyawa metabolit sekunder seperti flavanoid, terpen, alkaloid, dan saponin. Dari tabel 6 dapat dilihat kandungan metabolit sekunder dari setiap jenis tumbuhan.

Kandungan metabolit sekunder pada setiap jenis berbeda – beda.

a. Kandungan Fenolik/Flavonoid/Tanin

Berdasarkan hasil pengujian metabolit sekunder, tumbuhan yang

mengandung flavonoid adalah Dong – dong (L. stimulans Gaud), Latong (L. grandis), Sanduduk (C. hirta), Suat Arangan (C. esculenta), dan Tamparbadak

(P. pulverulenta). Pengujian flavonoid dengan menambahkan larutan FeCl3 pada tumbuhan yang sudah diekstrak. Senyawa flavonoid adalah suatu senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa flavonoid terdapat pada bagian daun, biji, batang dan akar tumbuhan. Senyawa – senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh – tumbuhan. Selain berperan dalam kesuburan, senyawa flavonoid juga memiliki peran sebagai antimikroba.

b. Kandungan Terpen/Steroid

Hasil penelitian Ningsih (2016) diperoleh bahwa adanya senyawa steroid ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau dan adanya senyawa terpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna ungu. Steroid banyak terdapat di alam sebagai fraksi lipid dari tanaman atau hewan. Zat ini penting sebagai pengatur aktivitas biologis dalam organisme hidup. Steroid dibentuk oleh bahan alam yang disebut sterol. Sterol merupakan senyawa yang terdapat pada lapisan malam (lilin) daun dan buah yang berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan

(38)

serangan mikroba. Berdasarkan hasil pengujian, sampel yang mengandung

terpen/steroid adalah Dong – dong (L. stimulans Gaud), Langge (H. propinqua Ridl.), Monton (A. bunius), Suat Arangan (C. esculenta) dan Supi

(R. moluccanus).

c. Kandungan Alkaloid

Setiap tumbuhan mengandung senyawa fitokimia, namun tidak semua tumbuhan mengandung alkaloid. Pengujian metabolit sekunder yang positif mengandung alkaloid ditandai dengan adanya endapan putih (Restuati, 2004).

Untuk pengujian alkaloid menggunakan pereaksi Bouchardart, Meyer dan Dragendorff. Perubahan warna larutan yang ditunjukkan oleh pereaksi Bouchardart adalah coklat sedangkan untuk pereaksi Meyer, perubahan warna larutan menjadi putih kekuningan dan dengan pereaksi Dragendorff ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna jingga.

Berdasarkan hasil pengujian metabolit sekunder, tumbuhan yang

mengandung alkaloid adalah Dong – dong (L. stimulans Gaud), Latong (L. grandis), Suat Arangan (C. esculenta), dan Tampar badak (P. pulverulenta).

Pengujian senyawa alkaloid dengan menggunakan pereaksi Dragendorf.

Penambahan reaksi Dragendorf akan membentuk endapan berwarna jingga jika positif. Tumbuhan yang mengadung alkaloid berfungsi sebagai antibakteri.

Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel

tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Karou et al., 2005). Sukarsono (2010) meyatakan bahwa hampir semua alkaloid

(39)

yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloida yang terkenal dan mempunyai efek fisiologis dan psikologis. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang.

d. Kandungan Saponin

Pengujian kandungan saponin pada sampel dilakukan secara kualitatif dengan uji busa. Dasar reaksi uji busa adalah sifat senyawa saponin yang mudah larut dalam air dan menimbulkan busa ketika dikocok. Fungsi air adalah sebagai pelarut, sedangkan HCl 2 N berfungsi sebagai pereaksi (Suharto et al., 2012).

Sampel yang akan diuji ditambahkan dengan aquades dan dikocok dengan tabung reaksi. Sampel yang mengandung saponin akan membentuk busa yang stabil dengan ketinggian tertentu. Sampel yang mengandung saponin dapat dijadikan sebagai anti bakteri, anti mikroba, anti jamur, antivirus, insektisida, dan penolak serangga (Toyama, 1995). Berdasarkan hasil pengujian, sampel yang mengandung saponin adalah Dong – dong (L. stimulans Gaud), Latong (L. grandis), Sanduduk (C. hirta) dan Suat Arangan (C. esculenta).

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tumbuhan beracun berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal adalah Ayu Alak, Dong – dong (L. stumulands Gaud), dan Latong (L. grandis).

2. Tumbuhan beracun yang ditemukan di lapangan ada 8 jenis, yaitu Dong – dong (L. stumulands Gaud), Langge (H. propinqua Ridl), Latong (L. grandis), Monton (A. bunius), Sanduduk (C. hirta), Suat Arangan (C. esculenta), Supi (R. moluccanus) dan Tampar Badak (P. pulverulenta).

3. Nilai indeks keragaman Shannon–Wienner (H’) tumbuhan bawah adalah 2,75, tingkat semai adalah 2,72, tingkat pancang adalah 3,05, tingkat tiang adalah 3,18, dan tingkat pohon adalah 3,02.

4. Kandungan metabolit sekunder terbanyak terdapat pada jenis Dong – dong (L. stumulands Gaud) dan Suat Arangan (C. esculenta) yaitu flavonoid, terpen, alkaloid dan saponin.

Saran

Saran untuk penelitian ini adalah perlu dilakukan uji fitokimia terhadap kemampuan atau daya racun pada setiap spesies yang ditemukan agar penggunaannya tepat sasaran.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Balai Taman Nasional Batang Gadis. 2013. Laporan Kegiatan Identifikasi Potensi Tumbuhan Obat Seksi Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Sibanggor Julu dan Desa Hutabaringin Julu. Panyabungan.

Fachrul, M. F. 2012. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.

Hamid, A. Y. Nuryani. 1992. Kumpulan Abstrak Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani, Bogor. P.1. Dalam S. Riyadi, A. Kuncoro, dan A.D.P. Utami. Tumbuhan Beracun. Balittas. Malang.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Karou, D., Savadogo, A., Canini, A., Yameogo, S., Montesano, C., Simpore, J., Traore, A. S. 2005. Antibacterial Activity of Alkaloids from Sida acuta.

African Journal of Biotechnology, 4(12), 195-200.

Kartimi. 2015. Pemanfaatan Buah Bintaro Sebagai Biopestisida Dalam Penanggulangan Hama Pada Tanaman Padi Di Kawasan Pesisir Desa Bandengan Kabupaten Cirebon. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon. Cirebon.

Kinho, J., Arini, D.I.D., Halawane, J., Nurani, J., Halidah, Kafiar, Y., dan Karundeng, M.C. 2011. Tumbuhan Obat Tradisional Di Sulawesi Utara Jilid II. Balai Kehutanan Manado. Manado

Knight, A. P..2007. A Guide to Poisonous House and Garden Plant. Department of Clinical Sciences, College of Veterinary Medicine and Biomedical Sciences, Colorado State University, Fort, Collins, CO, USA.

Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegtasi. IPB Press. Bogor.

Kusumo, S., M. Hasanah, S. Moeljoprawiro, M. Thohari, Subandrijo, A.

Hardjamulia, A.Nurhadi, dan H. Kasim. 2002. Pedoman Pembentukan Komisi Daerah Plasma Nutfah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Komisi Nasional Plasma Nutfah. Bogor. Hlm. 18.

Lembaga Biologi Nasional. 1977. Buah-Buahan. Bogor: LIPI.

Murphy MC. 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents. Clin Microbiol Rev 12: 564–582.

Ningsih, D.R. Zusfahair. Kartika, D. 2016. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Serta Uji Akivitas Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Antibakteri.

Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.

(42)

Penuntun Praktikum Kimia Bahan Alam. 2010. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Saifudin, A. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep, dan Teknik Pemurnian. Yogyakarta: Deepublish

Selfia, A. 2009. Inventarisasi dan Kerapatan Tumbuhan Yang Mengandung Racun di Kawasan Wisata Air Terjun Hutan Gunung Lindung Desa Gedambaan Kecamatan Pulau Laut Utara Kabupaten Kotabaru. Skripsi S-1 Pendidikan Biologi FKIP Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin Setiawati, W., R. Murtiningsih, N. Gunaeni, dan T. Rubiati. 2008. Tumbuhan

Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung.

Silitonga, Y. 2015. Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Cagar Alam Martelu Purba Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. USU Press. Medan

Suharto, M. A. P., Edy, H. J., Dumanauw, J. M. 2012. Isolasi dan Identifikasi

Senyawa Saponin dari Ekstrak Methanol Batang Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum L.). Pharmacon Journal, 1(2), 86-92.

Sukarsono. 2010. Profil Kandungan Metabolit Sekunder Tumbuhan Obat Biophytum petersianuum dan Biophytumsensitivum. Universitas Muhammadiyah Malang.

Sulaiman, S. N., Awang, K., Hamid, A., Hadi, A., Mukhtar, M.R. 2010. Alkaloids Isolated From Litsea Grandis And Litsea Lancifolia (Lauraceae).

Departement of Chemistry, Faculty of Science, University Of Malaya.

Kuala Lumpur.

Suryani, E. dan Nurmansyah. 2009. Inventarisasi dan Karakterisasi Tanaman Kayu Manis Seilon (Cinnamomum zeylanicum Blume) di Kebun Percobaan Laing Solok. Buletin Penelitian Rempah dan Obat.20 (2): 100.

Toyama.1995. Chemistry and Pharmacology of Natural Product. Pharm University. Jepang

Widodo, W. 2010. Tanaman Beracun dalan Kehidupan Ternak. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang

(43)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Keanekaragaman Tumbuhan Bawah pada Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Hutabaringin Julu

Keterangan: *Tumbuhan beracun No. Nama Lokal Nama Latin

K Suatu Jenis

KR

(%) Frek FR (%)

INP (%) H’

1 Andorbiadi 35.71 1.41 0.08 2.31 3.72 2.75

2 Andulpak Sapium baccatum 11.16 0.44 0.03 0.77 1.21

3 Bargot Arenga pinata 11.16 0.44 0.03 0.77 1.21

4 Batar - batar 24.55 0.97 0.05 1.54 2.51

5 Bining - bining 26.79 1.06 0.05 1.54 2.60

6 Bunga pancur Impatiens balsamina 102.68 4.06 0.17 4.87 8.94

7 Galunggung 29.02 1.15 0.04 1.03 2.17

8 Garingging 156.25 6.18 0.21 5.90 12.08

9 Kunyit hutan 8.93 0.35 0.04 1.03 1.38

10 Langge *

Homalonema

propinqua Ridl. 22.32 0.88 0.04 1.28 2.17 11 Otang Calamus manan 252.23 9.98 0.44 12.57 22.55

12 Pakis suplir 301.34 11.93 0.42 12.06 23.98

13 Pandan hutan 37.95 1.50 0.10 2.82 4.32

14 Pau gajah 20.09 0.80 0.04 1.03 1.82

15 Pau sormin 183.04 7.24 0.21 6.16 13.40

16 Pining arangan Areca catechu 2.23 0.09 0.01 0.26 0.34 17 Pisang arangan Musa sp. 6.70 0.27 0.02 0.51 0.78 18 Pisang sirimbor Musa sp. 4.46 0.18 0.01 0.26 0.43

19 Ria - ria 107.14 4.24 0.11 3.08 7.32

20 Sampilpil 60.27 2.39 0.12 3.34 5.72

21 Sanduduk * Clidemia hirta 37.95 1.50 0.05 1.54 3.04

22 Sarindan 33.48 1.33 0.07 2.05 3.38

23

Selembarsatu

bulan 2.23 0.09 0.01 0.26 0.34

24 Siasur 55.80 2.21 0.10 2.82 5.03

25 Silonggombanua 6.70 0.27 0.03 0.77 1.03

26 Simarjari - jari 13.39 0.53 0.03 0.77 1.30

27 Simarmata - mata 73.66 2.92 0.06 1.80 4.71

28 Simokmok 613.84 24.29 0.47 13.60 37.89

29 Singkut Curculigo latifolia 13.39 0.53 0.02 0.51 1.04 30 Suat arangan* Colocasia esculenta 102.68 4.06 0.15 4.36 8.43 31 Supi* Rubus moluccanus 62.50 2.47 0.09 2.57 5.04 32 Tamparbadak*

Pogonanthera

pulverulenta 20.09 0.80 0.04 1.28 2.08

33 Tandiang 87.05 3.45 0.16 4.62 8.06

Total 2526.79 100 3.48 100 200

(44)

Lampiran 2. Keanekaragaman Tumbuhan Tingkat Semai pada Taman Nasional Batang Gadis Seksi PTN Wilayah III Muara Soma Resort 5 Desa Hutabaringin Julu

No. Nama Lokal Nama Latin

K Suatu Jenis

KR

(%) Frek FR (%)

INP (%) H’

1 Alngit Cinchona sp. 6.70 0.60 0.03 1.00 1.59 2.72

2 Anturbung 17.86 1.59 0.04 1.33 2.92

3 Ayu ara Ficus benjamina 26.79 2.39 0.08 2.99 5.38

4 Ayu otang 13.39 1.19 0.04 1.33 2.52

5 Ayu alak 6.70 0.60 0.03 1.00 1.59

6 Ayu andolok 283.48 25.25 0.60 22.25 47.50

7 Balunijuk 11.16 0.99 0.03 1.00 1.99

8 Baruas 15.63 1.39 0.04 1.66 3.05

9 Damar Agathis damara 4.46 0.40 0.01 0.33 0.73 10 Dong – dong*

Laportea stumulans

Gaud 11.16 0.99 0.03 1.00 1.99

11 Galunggung 2.23 0.20 0.01 0.33 0.53

12 Ingul 11.16 0.99 0.02 0.66 1.66

13 Ingur – ingur 6.70 0.60 0.01 0.33 0.93

14

Jailan

karangan 11.16 0.99 0.03 1.00 1.99

15 Jalak - jalak 37.95 3.38 0.10 3.65 7.03

16 Jambu orsik Psidium guajava 4.46 0.40 0.01 0.33 0.73 17 Kulit monis

Cinnamomum

burmanii 2.23 0.20 0.01 0.33 0.53

18 Lancatbodi Shorea hopeifolia 42.41 3.78 0.12 4.32 8.10 19 Latong * Litsea grandis 26.79 2.39 0.04 1.66 4.05

20 Mayang 6.70 0.60 0.03 1.00 1.59

21 Meranti Shorea sp. 11.16 0.99 0.03 1.00 1.99

22 Modang Litsea sp. 198.66 17.69 0.41 15.28 32.97

23 Ondung 13.39 1.19 0.04 1.66 2.85

24 Oteng 113.84 10.14 0.24 8.97 19.11

25 Pau dolok 8.93 0.80 0.03 1.00 1.79

26 Pirontang 20.09 1.79 0.06 2.33 4.11

27 Simarancimun 11.16 0.99 0.03 1.00 1.99

28

Simarkopi –

kopi Canthium glabrum 15.63 1.39 0.05 1.99 3.38

29 Simarkumoyan 69.20 6.16 0.20 7.31 13.47

30

Simarsoda –

soda 2.23 0.20 0.01 0.33 0.53

31 Simartanaon 2.23 0.20 0.01 0.33 0.53

32

Tampuk

lawing 37.95 3.38 0.12 4.32 7.70

33 Tandiat 26.79 2.39 0.08 2.99 5.38

34 Tintin urat Litsea sp. 31.25 2.78 0.08 2.99 5.77

35 Tiolu 4.46 0.40 0.01 0.33 0.73

36 Umoyan Styrax benzoid 6.70 0.60 0.02 0.66 1.26

Total 1122.77 100 2.69 100 200

Keterangan: *Tumbuhan beracun

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Peneliti
Gambar 2. Desain plot kombinasi jalur dan garis berpetak
Gambar 3. Dong-dong (Laportea stimulans Gaud)  b.  Langge (Homalonema propinqua Ridl.)
Gambar 4. Langge (Homalonema propinqua Ridl.)  c.  Latong (Litsea grandis)
+5

Referensi

Dokumen terkait

When markets are imperfect, international financing can lower the firm’s cost of capital... One way to achieve this is to internationalize the firm’s ownership structure... !

Berdasarkan hasil evaluasi atas 27 (dua puluh tujuh) proposal Bantuan Fasilitasi Kerja Sama Internasional (BFKSI) Tahun Anggaran 2017 yang dilakukan Direktorat Pembinaan

Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menhyelesaikan Tugas Akhir ini serta menyelesaikan

Bagi Penyedia Barang yang berminat dan memiliki kemampuan dalam bidang / sub bidang yang sesuai serta mempunyai alamat tetap dan dapat dijangkau oleh jasa pengiriman,

Dalam skripsi ini akan diuraikan bagaimana pengawasan perbankan di Indonesia, bagaimana pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan di Indonesia, dan bagaimana penentuan

Dalam cerita yang terdapat dalam kidung Sunda tersebut dapat dilihat bahwa perang Bubat terjadi karena kesalahan yang dilakukan oleh patih Gajah Mada.. Gajah Mada merasa bahwa

Studipustakayaitupengumpulan data dansumberdengancaramembacabuku, internet, jurnaldanartikel-artikel yang terkaitdenganproyekini

Sistem Radio frequency identification (RFID) adalah sebuah teknologi yang menggunakan komunikasi via gelombang elektromagnetik untuk merubah data antara terminal dengan suatu