• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) NEWSLETTER PUSDATIN. Kunjungan Tim Single Data System Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) NEWSLETTER PUSDATIN. Kunjungan Tim Single Data System Pemerintah Provinsi Jawa Tengah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Kunjungan Tim Single Data System Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

BERITA UTAMA

Nugroho Setyabudi Daftar Isi :

Kunjungan Tim Single Data System Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

Halaman 1

Prospek Komoditas Cabai Merah

Halaman 4

Info Data Pertanian Halaman 12

atau klik : Scan QR Code Memahami Tantangan Berbagi Data

Halaman 9

N E W S L E T T E R P U S D A T I N

VOLUME 17 No. 12, EDISI DESEMBER 2020 ISSN : 1411-9196

P

usat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) mendapat kehormatan menerima kunjungan Tim Single Data System Pemprov Jawa Tengah pada hari Rabu 11 November 2020. Kunjungan tersebut dalam rangka konsultasi dan koordinasi pengembangan Single Data System Provinsi Jawa Tengah, khususnya terkait permintaan integrasi data Kementerian Pertanian dengan Sistem Logistik Daerah (SISLOGDA) Jawa Tengah. Rombongan berjumlah 12 orang berasal dari 3 satker yaitu Biro Infrastruktur dan Sumberdaya Alam Sekretariat Daerah, Dinas Kominfo dan Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah serta Tim IT dari GRMS (Government Resources Management System).

Rombongan dipimpin oleh Defrancisco Dasilva Tavares, SP,M.

Si yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bagian Ketahanan Pangan, Kelautan Perikanan dan Pertanian (KPKPP) di Biro Infrastruktur dan SDA.

(2)

Redaksi Tim

BERITA UTAMA

Penanggung jawab Kapusdatin Redaktur Kepala Bagian Umum Editor Aulia Azhar Abdurachman, S.Si

Dra. P. Hanny Muliany, MM Andry Polos, S.Kom Hani Hanifah R, S. Kom

Fotografer Budi Setiono

Iswadi

Sekretariat Eli David, S.Sos, MM Apriadi Setiawan, S.Kom, MT Cahyani Wartianingsih, S.Kom Sri Lestari, SE Hotlanis Mangatur S, S.Kom Musdino Priatna Sari Didik Pratama Saputra, S.Kom

Desain Grafis Dhanang Susatyo, SE Rizky Purnama R, S.Kom

Alamat Redaksi

PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN Jl. Harsono RM No.3 Gd D Lantai IV

Pasar Minggu - Jakarta 12550 Telp : 021- 7805305, 7816384

Fax : 021 - 7822638

e-mail : newsletter@pertanian.go.id Dalam rangka kunjungan tersebut Pusdatin mengundang rapat

10 satker Eselon II lingkup Kementerian Pertanian yang berasal dari 4 Eselon I yaitu Ditjen PKH (Peternakan dan Kesehatan Hewan), Ditjen PSP (Prasarana dan Sarana Pertanian), BKP (Badan Ketahanan Pangan) dan Barantan (Badan Karantina Pertanian) yaitu Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Direktur Kesehatan Hewan-Ditjen PKH, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan- Ditjen PKH, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Direktur Pupuk dan Pestisida-Ditjen PSP, Sekretaris Badan Ketahanan Pangan, Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan-BKP, Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan-BKP, Sekretaris Badan Karantina Pertanian dan Kepala Pusat KKIP (Kepatuhan, Kerjasama dan Informasi Perkarantinaan). Rapat dipimpin oleh Kepala Bidang Pengembangan Sistem Informasi (PSI) Pusdatin, Ir. Bayu Mulyana, MM.

Pengembangan Satu Data Jawa Tengah mengacu pada Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 52 Tahun 2016 Tentang Single Data System Untuk Pembangunan Daerah di Jawa Tengah, dalam hal ini Provinsi Jawa Tengah selangkah lebih maju untuk tingkat nasional yang menjadi dasar regulasi Satu Data adalah Perpres Nomor 39 Tahun 2019 Tentang Satu Data Indonesia.

SISLOGDA dikembangkan oleh Divisi Aplikasi GRMS. GRMS adalah bangunan sistem aplikasi terintegrasi pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Sistem aplikasi yang terdiri atas system e-budgeting, e-project planning, e-SHB (Standarisasi Harga Barang), e-penatausahaan, e-delivery, e-controlling, e-monev dan GPH (Governoor Planning Handbook), muara dalam sistem ini adalah integrasi antar data di dalam proses bisnis internal birokrasi yang notabene merupakan system pengelolaan keuangan pemerintah dalam menyokong pelayanan publik dan pembangunan sehingga tercipta monitoring dan evaluasi kinerja birokrasi secara real-time. GRMS terbentuk melalui SK Gubernur No 489 tahun 2014, juga bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surabaya, yang terlebih dahulu mengimplementasikan sistem ini.

(3)

Untuk melengkapi data di SISLOGDA, Pemprov Jawa Tengah mengajukan permohonan untuk dapat menarik dari data pertanian yang dibutuhkan dari database Kementerian Pertanian melalui API (Application Programming Interface) webservice. Data yang dibutuhkan adalah data harga komoditi pertanian dari Aplikasi PanelHarga (milik BKP), data harga komoditi peternakan dari Aplikasi SIMPONI- TERNAK (Ditjen PKH), data stok pangan dari Aplikasi SIMONSTOK (BKP), data peternakan dari Aplikasi ISIKHNAS (Ditjen PKH), data ekspor-impor dari Aplikasi iQFast (Barantan) dan data penyaluran pupuk dari Aplikasi e-RDKK (Ditjen PSP).

Rapat koordinasi ini merupakan tindak lanjut dari beberapa rapat sebelumnya yang diadakan secara daring, sehingga rapat ini berjalan lancar dan tidak makan waktu lama, karena bersifat finalisasi terkait progres API yang sudah dikembangkan dan konfirmasi mengenai prosedur/aturan validasi data.

Hampir semua API sudah siap, kecuali API dari Aplikasi SIMONSTOK karena aplikasi tersebut juga masih dalam tahap pengembangan.

Pihak Kementerian Pertanian pada dasarnya menyambut baik dan mendukung adanya integrasi data dengan Provinsi Jawa Tengah.

Dalam sambutan oleh Kepala Bidang PSI mengatakan bahwa ‘’sepanjang pemilik data (Ditjen PKH, Ditjen PSP, BKP dan Barantan) memperbolehkan maka data itu bisa digunakan Pusdatin hanya sebagai jembatan, jika data sudah dipublikasikan maka bisa langsung digunakan”. Pada kesempatan mengawali rapat, pimpinan rombongan dari Jateng menyatakan, “adanya pergub Single Data

System adalah untuk membangun perencanaan dan pengendalian pembangunan, agar data terintegrasi, sehingga kebijakan selaras dengan yang ada di pusat”. Harapan dari Single Data System ini bisa berjalan dengan lancar sehingga memenuhi target untuk presentasi dihadapan Gubernur Jawa Tengah pada akhir November ini.

Rapat yang berjalan selama hampir 3 jam yang dimulai pukul 09.00 WIB dengan menerapkan protokol kesehatan berjalan lancar, penuh diskusi yang bersifat membangun dan akrab.

Pihak Kementerian Pertanian sangat apresiasi terhadap inisiatif integrasi satu data pertanian dari Provinsi Jawa Tengah, dan berharap inisiatif dan kerjasama ini dapat dijadikan contoh oleh provinsi lain. Rombongan Jawa Tengah selanjutnya meninjau fasilitas Data Center Pusdatin dan kunjungan ke eselon satu terkait di Kementerian Pertanian.

(4)

Prospek Komoditas Cabai Merah

Retno Suryani

K

omoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan, dari sisi penawaran atau produksi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaan agroklimatnya memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura yang mencakup 80 jenis komoditas sayuran.

Salah satu komoditas hortikultura yang berpotensi untuk dikembangkan adalah komoditas cabai, terutama cabai merah besar dan cabai merah keriting. Beberapa alasan penting pengembangan komoditas cabai merah adalah karena bernilai ekonomis tinggi, gejala pergeseran permintaan konsumen dari komoditas bernilai rendah ke arah komoditas bernilai ekonomi tinggi, sebagai komoditas unggulan nasional dan daerah serta menduduki posisi penting dalam konsumsi sehari-hari penduduk Indonesia (Saptana, et al 2012).

Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan produksi komoditas hortikultura dapat meningkat hingga 7% setiap tahun.

Kenaikan produksi tersebut antara lain menyasar sejumlah komoditas hortikultura unggulan, seperti cabai dan bawang merah. Cabai dan bawang merah merupakan komoditas yang rentan mengalami kenaikan harga, khususnya jika terjadi gangguan cuaca atau pasokan.

Alhasil, naiknya harga bahan pangan ini pun tak jarang mempengaruhi daya beli dan menyebabkan inflasi (Rizky A, 2020).

Untuk mengetahui sejauh mana prospek komoditi cabai dalam mendukung sektor pertanian di Indonesia, berikut ini akan disajikan perkembangan komoditi cabai serta proyeksi penawaran dan permintaan cabai besar dan cabai rawit untuk beberapa tahun ke depan.

Komoditas hortikultura terutama cabai mengalami perkembangan yang cukup baik dari tahun ke tahun, baik dari segi luasan panen, produktivitas, dan produksi. Peningkatan luas panen disebabkan karena harga cabai yang cukup menjanjikan dan dibutuhkan oleh masyarakat secara luas, baik untuk dikonsumsi rumah tangga maupun industri makanan.

Perkembangan luas panen cabai dari tahun 2000-2019 terlihat semakin naik dari 237,11 ribu hektar di tahun 2000 hingga 300,38 ribu hektar di tahun 2019 atau rata-rata pertumbuhan 2,85% per tahun. Kenaikan yang cukup besar terjadi di tahun 2017 sebesar 19,19% atau mencapai 310,15 ribu hektar dengan kontribusi terbesar di pulau Jawa sebesar 172,39 ribu ton atau 55,58%.

Jika ditinjau berdasarkan wilayah pertanaman, maka luas panen cabai di luar Jawa lebih rendah dibandingkan di Jawa, yaitu sebesar 2,51%

berada di luar Jawa dan 3,17% di Jawa, dengan kecenderungan mengalami peningkatan.

Kontribusi luas panen di Jawa lebih besar yaitu 53,78% sedangkan di luar Jawa sedikit lebih rendah atau 46,22%.

Produksi cabai biasanya berlimpah pada musim kemarau atau musim pancaroba hal ini karena

(5)

namun cenderung meningkat (Gambar 2). Jika pada tahun 2000 produktivitas cabai sebesar 4,17 ton/ha, maka pada tahun 2019 telah mencapai 8,62 ton/ha. Rata-rata pertumbuhan produktivitas cabai pada periode tersebut sebesar 4,38% per tahun. Produktivitas cabai tertinggi dicapai pada tahun 2019 sebesar 8,62 ton/ha, namun demikian secara umum laju pertumbuhan produktivitas cabai di Jawa lebih rendah yaitu sebesar 4,09% dibandingkan di luar Jawa hanya mencapai 5,50%. Kondisi 5 tahun terakhir periode peningkatan produktivitas cabai di Jawa cenderung naik sebesar 5,59%

namun produktivitas di luar Jawa turun 4,54%

per tahun.

Gambar 2. Perkembangan Produktivitas Cabai di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, Tahun 2000-2019

Sentra produksi cabai besar di Indonesia terdapat di beberapa provinsi di Jawa dan luar Jawa. Total kontribusi di beberapa provinsi tersebut sebesar 73,64% dari total produksi cabai besar Indonesia, berdasarkan rata- rata produksi tahun 2015-2019, Jawa Barat memberikan kontribusi sebesar 22,65%

terhadap total produksi cabai besar Indonesia, Jawa Tengah 15,14%, Sumatera Utara 14,16%, Jawa Timur 8,47%, Sumatera Barat 8,27%, dan Aceh 4,95%. Menurut data Angka Tetap (ATAP) sifat tumbuh tanaman cabai tidak banyak

memerlukan air. Sejalan dengan perkembangan luas panennya, produksi cabai selama tahun 2000-2019 berfluktuasi cenderung meningkat rata-rata 7,84% (Gambar 1). Pada tahun 2000 produksi cabai Indonesia sebesar 727,75 ribu ton dan pada tahun 2019 produksi cabai telah mencapai 2.588,63 juta ton. Pola perkembangan produksi cabai sepuluh tahun terakhir di pulau Jawa dan luar memiliki pola yang sama dengan pertumbuhan cabai Indonesia, dengan pertumbuhan per tahun selama 2010–2019 mengalami peningkatan sebesar 8,56% per tahun di Jawa dan 7,14% per tahun di luar Jawa, sementara bila di lihat perkembangan lima tahun terakhir di Jawa lebih kecil (7,64%

per tahun) dari pada di luar Jawa (8,67% per tahun).

Gambar 1. Perkembangan Produksi Cabai di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, Tahun 2000-2019

Seiring dengan luas panen, kontribusi produksi cabai Indonesia lebih didominasi oleh provinsi- provinsi di Jawa. Pada tahun 2000-2019 produksi cabai di Jawa mencapai 54,94% dari total produksi cabai Indonesia, sedangkan luar Jawa sebesar 45,06%.

Perkembangan produktivitas cabai Indonesia dari tahun 2000-2019 sangat berfluktuasi

(6)

Hortikultura tahun 2019, sebaran kabupaten/

kota sentra produksi cabai besar di Jawa Barat yaitu Kabupaten Garut merupakan sentra produksi utama cabai besar di Provinsi Jawa Barat dengan produksi rata-rata tahun 2015- 2019 sebesar 88,51 ribu ton atau 34,17% dari total produksi cabai besar Jawa Barat, diikuti oleh Kabupaten Cianjur sebesar 17,88% dan Kabupaten Bandung 13,57%. Kabupaten/kota lainnya hanya memberikan kontribusi di bawah 10%.

Fluktuasi harga cabai akan mempengaruhi efektivitas kebijakan stabilisasi harga komoditas pertanian. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, maka pemerintah wajib melakukan upaya-upaya untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan harga cabai sepanjang waktu (Nugrahapsari & Arsanti, 2019).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), perkembangan harga cabai merah di tingkat produsen dan konsumen di Indonesia selama tahun 2000–2019 menunjukkan kecenderungan meningkat. Pada periode tersebut harga cabai merah di tingkat produsen maupun konsumen mengalami pertumbuhan dengan rata-rata sebesar 9,54% dan 9,52%

per tahun. Pada periode 5 tahun terakhir (tahun 2015-2019), harga cabai merah di tingkat produsen maupun di tingkat konsumen mengalami peningkatan yang cukup tajam.

Harga cabai yang tinggi memberikan keuntungan bagi petani dimana umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya.

Tahun 2015 harga produsen cabai merah sebesar Rp 20.977,- per kg dan di tahun 2017 menjadi Rp 35.142,- per kg, sementara harga cabai merah tahun 2015 di tingkat konsumen sebesar Rp 44.206,- per kg sedangkan tahun 2017 menjadi Rp 37.015,- per kg. Tahun 2019 harga di tingkat produsen dan konsumen naik menjadi Rp. 26.849 di tingkat produsen dan di tingkat konsumen menjadi Rp. 39.571,-.

Margin terbesar terjadi pada tahun 2012 sebesar Rp. 35.712/kg, dimana harga cabai merah di tingkat produsen sebesar Rp. 19.207/

kg, sedangkan di tingkat konsumen mencapai Rp. 54.919/kg, namun kemudian margin harga turun hingga tahun 2019 sebesar Rp.12.722/kg.

Peningkatan harga cabai dari tahun ke tahun menggambarkan bahwa cabai sangat disenangi konsumen di Indonesia maupun mancanegara.

Pada saat musim tertentu (musim hujan dan musim hajatan/perayaan hari besar) biasanya harga cabai meningkat tajam sehingga mempengaruhi tingkat inflasi (Saptana et al., 2012; Julianto, 2014). Upaya untuk mengurangi lonjakan harga cabai adalah dengan tetap menyediakan pasokan cabai yang cukup di pasar melalui penanaman cabai sepanjang musim.

Data konsumsi cabai di Indonesia diperoleh dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Menurut hasil SUSENAS, konsumsi cabai di Indonesia dibedakan atas konsumsi cabai merah, cabai hijau dan cabai rawit.

Konsumsi cabai per kapita per tahun relatif stabil dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,71%

per tahun. Konsumsi cabai merah secara

(7)

meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan selama periode 2000-2019 sebesar 7,42% per tahun.Volume ekspor cabai segar mencapai puncaknya pada tahun 2010 sebesar 1,50 ribu ton, tetapi kemudian turun hingga tahun 2019 hanya sebesar 156,33 ton. Hal ini disebabkan oleh pasokan cabai yang fluktuatif, tetapi di sisi permintaan terus terjadi sepanjang tahun.

Volume ekspor cabai olahan lebih tinggi dibandingkan volume ekspor cabai segar. Pada periode yang sama terjadi peningkatan volume ekspor sebesar 28,10% per tahun, lebih besar dibandingkan peningkatan volume ekspor cabai segar. Volume ekspor cabai olahan tertinggi terjadi tahun 2015 yang mencapai 14,35 ribu ton. Saus cabai menempati urutan pertama dalam daftar ekspor cabai olahan. Tahun 2019 ekspor saus cabai mencapai 6,89 ribu ton dari total volume ekspor cabai olahan.

Volume impor cabai Indonesia dalam wujud segar pada tahun 2000-2019 lebih kecil dari pada volume ekspor cabai segar. Sejak tahun 2009 terjadi peningkatan volume impor cabai segar yang sangat signifikan sehingga volume impor melebihi volume ekspornya. Volume impor cabai segar tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 7,50 ribu ton atau naik 305,51%

dibandingkan tahun sebelumnya. Penerapan kebijakan pembatasan impor cabai segar melalui Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) berdampak pada penurunan volume impor secara drastis menjadi 3,22 ribu ton, namun konsumsi cabai di dalam negeri belum mampu dipenuhi oleh produksi domestik, sehingga mengakibatkan peningkatan harga cabai di tingkat konsumen, sementara volume impor umum lebih tinggi dibandingkan konsumsi cabai

hijau dan cabai rawit. Pertumbuhan konsumsi cabai 5 tahun terakhir mengalami penurunan sebesar 2,03%, hal ini dikarenakan penurunan di tahun 2016 dan tahun 2017 sebesar 6,62%

dan 7,82% dari tahun sebelumnya. Tahun 2019 perkembangan konsumsi naik 3,17% atau sebesar 4,35 kg/kapita.

Ditinjau dari sisi ketersediaan untuk konsumsi cabai berdasarkan perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM), pada periode tahun 2002- 2019 menunjukkan indikasi peningkatan. Pada tahun 2002-2019 penggunaan cabai untuk bahan makanan cenderung meningkat, yaitu dari 2,77 ribu ton pada tahun 2002 menjadi 4,35 juta ton pada tahun 2019 atau meningkat 3,42% per tahun, selain untuk bahan makanan, cabai juga digunakan untuk bibit (0,82%) dan untuk olahan non makanan (0,03%), namun data penggunaan cabai untuk olahan non makanan hanya sampai dengan tahun 2007.

Ketersediaan cabai Indonesia masih ada yang tercecer sebanyak 6,13%. Jumlah cabai yang tercecer meningkat setiap tahun, bahkan tahun 2019 mencapai 36 ribu ton. Kehilangan hasil panen disebabkan kurangnya penanganan pasca panen.

Indonesia saat ini sudah surplus cabai dengan kebutuhan hanya 800 ribu ton/tahun namun, produksi mencapai 2 juta ton/tahun. Selisih tersebut atau sekitar 1,2 juta ton merupakan surplus sehingga kita bisa ekspor lagi cabai (Sekertaris Balitbangtan Kementan, 2019).

Ekspor dan impor cabai dilakukan dalam wujud segar dan olahan. Perkembangan volume ekspor cabai segar tahun 2000-2019 cenderung

(8)

untuk produk olahan cabai pada tahun 2000- 2019 juga cenderung meningkat, namun volume impor lebih kecil dari pada volume ekspornya.

Rata-rata pertumbuhan volume impor cabai olahan pada periode tersebut sebesar 12,38%

per tahun.

Proyeksi permintaan dan penawaran periode 2020-2024 diperkirakan surplus. Pasokan cabai Indonesia akan terus meningkat rata-rata 1,97 juta ton, setelah menghitung angka kebutuhan dan mempertimbangkan kemampuan produksi cabai dalam negeri. Pada tahun 2020 diperkirakan persediaan cabai naik 13,31%

atau pasokan cabai akan mencapai 1,61 juta ton di tahun 2020 dari 1,42 juta ton di tahun 2019. Peningkatan produksi atau surplus ini diperkirakan akan berlanjut sampai tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 12,76% atau menjadi 2,59 juta ton di tahun 2024. Pasokan cabai naik dengan laju pertumbuhan dari tahun 2019-2024 sebesar 8,96% hal ini masih bisa mengimbangi laju pertumbuhan konsumsi cabai nasional sebesar 3,47% atau selisih tipis 5,49%. Produksi cabai masih dapat mencukupi kebutuhan konsumsi nasional hingga tahun 2024 dengan rata-rata surplus sebesar 1,97 juta ton per tahun. Kelebihan produksi cabai di Indonesia berpeluang untuk dapat diekspor, sehingga dapat menambah devisa untuk negara khususnya petani cabai. Adanya program ekspor cabai maka akan berdampak positif terhadap petani cabai untuk meningkatkan produksi. Untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kontribusi subsektor hortikultura ke depan diperlukan dukungan semua pihak secara terintegrasi dan bersinergi sesuai tugas

dan fungsinya, selain itu yang tidak kalah penting adalah pengaturan penyelenggaraan sistem pembangunan hortikultura yang menuntut kejelasan kewajiban dan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta hak dan kewajiban pelaku usaha dan masyarakat.

(9)

Memahami Tantangan Berbagi Data

Paulus B.K. Santoso

P

usdatin Kementerian Pertanian, sebagai institusi yang salah satu tupoksinya menyediakan data sektor pertanian, dan melayani institusi lain baik lingkup Kementerian Pertanian maupun K/L lain. Bayangkan, andaikata Pusdatin harus melayani banyak pengguna dalam hal penyediaan data, maka tidak terbayangkan bagaimana kerepotan petugas yang ditunjuk oleh pimpinan dalam memenuhi permintaan pengguna. Upaya mengantisipasi berbagi data dengan puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan konsumen data sektor pertanian baik internal maupun eksternal akan melahirkan pemikiran, bagaimana caranya Pusdatin akan sukses melewati tantangan tersebut? Bagaimana Pusdatin mendukung pertumbuhan data tanpa terus-menerus membangun lebih banyak kluster penyimpanan, mengelola perangkat lunak yang kompleks, dan bertahan melalui kebiasaan untuk tidak berubah atau bertahan pada latensi yang berkepanjangan. Kinerja institusi dipertaruhkan sebagai penyedia dan pelayan data. Pusdatin harus merevolusi pengelolaan data untuk menghilangkan inkonsistensi dengan berbagi salinan data yang mengikuti perkembangan teknologi. Sederhananya, platform penyimpanan data secara tradisional saat ini disarankan untuk tidak dibangun, melainkan harus memikirkan bagaimana kinerja Pusdatin mampu mendukung berbagi data secara real- time dan berkesinambungan.

Faktanya, masih banyak pendapat yang menginginkan cara-cara tradisional untuk

mempertahankan cara berbagi data. Hal ini terjadi dikarenakan adanya pertimbangan baik secara teknis maupun politis yang mengharuskan untuk tetap mempertahankan cara tradisional. Namun demikian, tidak kalah banyaknya pendapat yang menginginkan untuk meninggalkan cara tradisional dan beralih ke teknologi yang lebih mendukung praktek berbagi data.

Berbagi Data Secara Tradisional

Penulis mencoba untuk mengurai tentang adanya keunggulan dan kelemahan praktek berbagi data secara tradisional. Hal ini merupakan pemahaman besarnya tantangan praktek berbagi data tradisional. Penulis mengajak pembaca untuk turut memikirkan praktek berbagi data secara tradisional yang

(10)

beberapa dari sekian banyaknya kelebihan dan kekurangan terangkum pada Tabel 1.

Berbagi Data Secara Konvensional

Metode berbagi data konvensional dapat menciptakan tantangan lain yang menyebabkan

lebih banyak keterlambatan dan memerlukan lebih banyak bantuan dari tim TI Pusdatin, termasuk: (a) menangani ukuran data yang meningkat: kumpulan data bersama seringkali jauh lebih besar daripada cakupan awal, yang menjadi masalah pada proses ekstraksi data.

Tabel 1. Pendekatan Berbagi Data Secara Tradisional, Kelebihan dan Kekurangan

(11)

Programer mungkin memerlukan bahasa skrip untuk mengotomatiskan proses perincian dan ekstraksi, yang mungkin memerlukan bantuan TI tambahan. Proses sebaliknya juga harus terjadi bagi konsumen data; (b) mendekripsi data sensitif: jika kumpulan data menyertakan informasi sensitif, berkas hasil kemungkinan akan perlu dienkripsi, disembunyikan, atau disunting, yang mungkin memerlukan bantuan TI tambahan. Jika kumpulan data telah dienkripsi, kunci enkripsi harus dibagi secara aman antara para pihak melalui proses terpisah, dan konsumen data harus mendekripsi data bersama; (c) mengubah format dan skema berkas: mungkin perlu mengubah format berkas beberapa kali jika atribut database tambahan harus dibagikan. Ketika atribut tabel berubah oleh penyedia data, perubahan yang sesuai juga harus terjadi pada konsumen data.

Akumulasi semua langkah ini menghasilkan proses yang lambat dan merepotkan bagi penyedia data dan konsumen data. Semua ini harus terjadi sebelum upaya untuk menganalisis dan mengembangkan pengetahuan tentang data. Keterlambatan dan kesulitan tidak berakhir hanya dengan upaya transfer data, sebagai contoh: (a) berbagi data secara real- time: bila data dibagikan secara real-time maka kebutuhan lebih banyak bantuan TI; (b) membersihkan data: terjadi kesulitan pada proses impor data, dan data tidak sebersih yang diinginkan (misalnya: ekstraksi data dapat berisi karakter khusus yang seharusnya diabaikan). Ini berarti penyedia data harus membangun proses ekstraksi data yang sesuai dengan format yang diinginkan, melibatkan bantuan TI.

Penyedia dan konsumen data harus memasukkan kode perangkat lunak atau skrip khusus untuk melindungi proses transfer data dari kegagalan baik pada saat ekstraksi dan atau impor data, agar proses transfer terpantau dan secara otomatis dapat memulai kembali proses saat terjadi kegagalan. Artinya ada upaya lebih besar dan penundaan yang lebih lama untuk mengembangkan pengetahuan dalam memperoleh suatu nilai dari data.

Terakhir, ketika kelompok-kelompok fungsional dalam suatu organisasi tidak saling berbagi data secara efektif, hasil silo data, dan kolaborasi kinenerja organisasi akan menurun. Setiap kelompok akan memelihara penyimpanan data masing-masing atau data-mart salinan dari beberapa data dari penyimpanan data perusahaan. Silo data dan penyebaran data- mart berakibat data terpencar dan menciptakan beban yang sulit disatukan.

(12)

2. Nilai Tukar Petani (NTP) & Nilai Tukar Usaha Rumah

Tangga Pertanian (NTUP)

• NTP nasional November 2020 sebesar 102,86 atau naik 0,60 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 1,00 persen, lebih tinggi dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,40 persen.

• Secara nasional, NTP Januari–November 2020 sebesar 101,50 dengan nilai It sebesar 107,22 sedangkan Ib sebesar 105,64.

• Pada November 2020, NTP Provinsi Riau mengalami kenaikan tertinggi (3,00 persen) dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Sulawesi Tengah mengalami penurunan terbesar (0,59 persen) dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya.

• Pada November 2020 terjadi kenaikan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) di Indonesia sebesar 0,51 persen yang disebabkan oleh kenaikan indeks pada sepuluh kelompok pengeluaran.

• Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional November 2020 sebesar 103,28 atau naik 0,84 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya.

1. Inflasi

• Pada November 2020 terjadi inflasi sebesar 0,28 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,21. Dari 90 kota IHK, 83 kota mengalami inflasi dan 7 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tual sebesar 1,15 persen dengan IHK sebesar 106,83 dan terendah terjadi di Bima sebesar 0,01 persen dengan IHK sebesar 104,48.

Sementara deflasi tertinggi terjadi di Kendari sebesar 0,22 persen dengan IHK sebesar 104,81 dan terendah terjadi di Meulaboh dan Palopo masing-masing sebesar 0,01 persen dengan IHK masing-masing sebesar 108,02 dan 104,21.

• Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu:

kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,86 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,14 persen; kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,08 persen;

kelompok kesehatan sebesar 0,32 persen;

kelompok transportasi sebesar 0,30 persen;

kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,02 persen; kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,04 persen; kelompok pendidikan sebesar 0,12 persen; dan kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,11 persen. Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks, yaitu:

kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,04 persen dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,23 persen.

• Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–

November) 2020 sebesar 1,23 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (November 2020 terhadap November 2019) sebesar 1,59 persen.

• Komponen inti pada November 2020 mengalami inflasi sebesar 0,06 persen.

Tingkat inflasi komponen inti tahun kalender (Januari– November) 2020 sebesar 1,55 persen dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun (November 2020 terhadap November 2019) sebesar 1,67 persen.

Info Data Pertanian

Gambar

Gambar 1. Perkembangan Produksi Cabai           di Jawa, Luar Jawa dan  Indonesia,         Tahun 2000-2019
Tabel 1. Pendekatan Berbagi Data Secara Tradisional, Kelebihan dan Kekurangan

Referensi

Dokumen terkait

Percobaan kemampuan individu predator menekan populasi mangsa yang berbeda selama 3 hari menunjukkan bahwa jumlah predator yang digunakan memiliki korelasi positif

Memperbaiki kinerja dengan menggunakan teknologi terbaru untuk meningkatkan kapasitas produksi dari 1,00 juta ton menjadi 1,20 juta ton per tahun dan menurunkan

Sangat disarankan juga dalam setiap bulan ada SATU HARI yang digunakan untuk MUROJA‟AH LATIHAN yang ada di setiap materi yang sudah dipelajari selama sebulan.. Waktu

a) Mengupayakan renovasi dan atau pembangunan gedung baru untuk melengkapi sarana dan prasarana yang memadai seperti ruang perkuliahan, perpustakaan, laboratorium,

Aplikasi multimedia untuk budidaya dan penanggulangan hama dan penyakit tanaman Adenium merupakan program yang terdiri dua lingkungan kerja yaitu lingkungan

Menurut Edward Djamaris dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Filologi, metode landasan dipakai apabila menurut tafsiran, nilai naskah jelas berbeda sehingga ada satu

Tiap kelompok melakukan praktikum yang berbeda, Tugas pendahuluan diberikan untuk dikerjakan dalam waktu 1 minggu pada tiap mahasiswa dan harus dikumpulkan

Dengan demikian petani belum mema- hami tentang sistim tanam legowo, hal ini ditandai dari garis continuum yang me- nunjukkan bahwa hasil evaluasi awal ter- hadap