• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAYAGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK MENGAWASI BEKERJANYA SISTEM PERADILAN PIDANA DI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDAYAGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK MENGAWASI BEKERJANYA SISTEM PERADILAN PIDANA DI JAWA TENGAH"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAYAGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT UNTUK MENGAWASI BEKERJANYA

SISTEM PERADILAN PIDANA DI JAWA TENGAH

Agus Raharj o dan Sunaryo

Fakult as Hukum Universit as Jenderal Soedirman Purwokert o E-mail: agus. raharj o007@gmail. com

Nurul Hidayat

Program St udi Teknik Inf ormat ika Fakult as Sains dan Teknik Unsoed E-mail: nurul_unsoed@yahoo. com

Abst r act

Cr i mi nal Just i ce Syst em di d an appr oach of syst em. Focus of t his r esear ch i s ef f or t t o make a soci et y par t i ci pat ion model i n obser vat i on t o t he wor ki ng of cr i mi nal j ust i ce syst em. Met hod whi ch used i n t hi s r esear ch i s l aw as act ion i s soci al science st udy whi ch i s non-doct r i nal and hake t he char act er of empi r i c. Exper i ment at i on t est t o made sof t war e t o be done t o f i nd r eal l y exact l y model . Cr imi nal Just i ce Syst em has cr i mi nogen char act er i st i c, and t his i s one of t he f act or causi ng soci et y par t i ci pat ion l evel t o enf or cement of l aw i n Indonesi a l ower . Ef f or t t o i mpr ove societ y par t i ci pat ion in t his case use i nf or mat ion t echnol ogy whi ch i n t he f or m of r eady of sof t war e abl e t o be accessed by whosoever and wher ever . Thi s ef f or t expect al so can i mpr ove image of enf or cement of l aw whi ch t i l l now i s bad.

Keywor d : Cr i mi nal j ust i ce syst em, communit y empower ment , communit y par t i ci pat ion, i nf or mat ion t echnology

Abst rak

Sist em peradilan pidana dilakukan melalui sebuah pendekat an sist em, at au lebih dikenal dengan nama Criminal Just ice Syst em (CJS). Penelit ian ini menit ikberat kan pada upaya unt uk membuat model part isipasi masyarakat dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em peradilan pidana. Met ode yang digunakan dalam penelit ian ini adalah penelit ian t erhadap hukum sebagai law in act ion, merupakan st udi ilmu sosial yang non-dokt rinal dan bersif at empiris. Uj i eksperiment asi t erhadap sof t ware yang dibuat dilakukan unt uk menemukan model yang benar-benar t epat . Sist em peradilan pidana memiliki sif at kriminogen, dan ini merupakan salah sat u f akt or yang menyebabkan t ingkat part isipasi masyarakat t erhadap penegakan hukum di Indonesia rendah. Upaya unt uk meningkat kan part isipasi masyarakat , dalam hal ini dengan mendayagunakan t eknologi inf ormasi yang berupa penyediaan sof t ware yang dapat diakses oleh siapa saj a dan di mana saj a. Diharapkan pula dapat meningkat kan cit ra penegakan hukum yang sampai saat ini masih t erpuruk.

Kat a kunci : Sist em peradilan pidana, pemberdayaan masyarakat , part isipasi masyarakat , t eknologi inf ormasi

Pendahuluan

Penegakan hukum pidana dilaksanakan dalam suat u sist em yang dinamakan Sist em Peradilan Pidana/ SPP (Cr imi nal Just i ce Sys-t em/ CJS). Dalam SPP t ersebut , t erdapat lem-

Art ikel ini merupakan hasil penel i t i an Hi bah Kompet i t if Penel i t i an Sesuai Prior it as Nasional Bat ch II yang di bi ayai ol eh Anggaran DIKTI 2009-2010

(2)

Salah sat u penyebab reput asi it u buruk adalah kinerj a aparat penegak hukum yang kurang baik, dilihat dari segi et ika at au moral maupun dari segi int egrit as dalam bekerj a. Akibat yang muncul asas peradilan yang cepat , sederhana dan biaya ringan t idak t ercapai hingga t erj adilah penumpukan perkara di se-mua t ingkat peradilan. Akibat lainnya muncul put usan yang diambil baik oleh kepolisian, kej aksaan maupun pengadilan t erkadang hanya memberikan keadilan birokrat is yang hanya menerapkan undang-undang saj a, bukan ke-adilan subst ansial.

Gambaran mengenai cit ra penegakan hukum dan kinerj a t ersebut menyebabkan Sis-t em Peradilan Pidana memiliki sif aSis-t krimino-gen, apabila t erj adi prakt ik-prakt ik yang t idak konsist en dengan melihat sist em peradilan baik sebagai sist em f isik (physi cal syst em) maupun sebagai sist em abst rak (abst r act syst em). Kon-disi ini dilat ar belakangi pula oleh suat u kenya-t aan inkenya-t eraksi, inkenya-t erkoneksi dan inkenya-t erdependen-si merupakan karakt erist ik ut ama dari suat u sist em.1

Fakt or kriminogen Sist em Peradilan Pida-na (SPP) dapat disebabkan oleh beberapa persoalan. Per t ama, berkait an dengan perun-dang-undangan pidana yang mencipt akan l egi s-l at ed envi r onment . Masalah yang t imbul di sini menyangkut kecermat an dalam melakukan kriminalisasi sebagai suat u proses unt uk men-j adikan suat u perbuat an yang semula bukan t indak pidana menj adi t indak pidana.2 Kecer-mat an dalam kriminalisasi dan penggunaan asas subsidiarit as yang t epat dapat menghindari

over cr imi nal i zat ion maupun deval uasi hukum

1

Mul adi , 1995, Kapi t a Sel ekt a Si st em Per adi l an Pi dana, BP Undip, Semar ang, hl m. 24.

2 Tidak mudah unt uk mel akukan kri mi nal i sasi , art inya harus dil akukan kaj ian komprehensif mengenai t uj uan hukum pidana it u sendiri, penet apan perbuat an yang t idak dikehendaki, perbandingan ant ar a sar ana dan hasil dan kemampuan badan penegak hukum. Lihat dal am Sudart o, 1986, Hukum dan Hukum Pi dana, Al umni, Bandung, hl m 32 dan 151. Berkait an dengan kri minal i-sasi i ni, Simposiun Hukum Pidana Nasional pada Agust us 1980 j uga t el ah menet apkan kri t eri a kri minal isasi dan dekri minal i sasi. Li hat l ebih l engkap dal am Laporan Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional 1980 di Semar ang sebagai mana dikut ip ol eh Bar da Nawaw i Ar ief , 1994, Kebi j akan Legi sl at i f Dal am Penanggul angan Hukum Pi dana, BP Undip, Semarang, hl m. 36.

pi dana. Kedua, berkait an secara langsung de-ngan SPP adalah kenyat aan ef ekt ivit asnya yang t erbat as. Persoalan ini berkait an dengan ke-mampuan inf rast rukt ur pendukung sepert i sara-na dan prasarasara-na, kemampuan prof esiosara-nal apa-rat penegak hukum sert a budaya hukum masya-rakat . Ket i ga, persoalan yang secara t idak lang-sung t imbul dari disparit as pidana (di spar it y of sent encing), yang dianggap sebagai t he di st ur b-i ng b-i ssue dalam SPP.3

Prakt ik peradilan pidana yang menj urus pencarian keunt ungan sehingga memperkecil peluang masyarakat unt uk berpart isipasi me-nyebabkan peradilan pidana bersif at krimino-gen. Ini bisa dicegah dengan adanya part isipasi masyarakat dengan pendayagunaan t eknologi inf ormasi dalam pengawasan t erhadap bekerj a-nya SPP. Pengawasan bukan haa-nya dilakukan ket ika proses peradilan at au di dalam ruang sidang, karena pot ensi penyelewengan at au kriminogen it u j ust ru berada di luar sidang. Lembaga pengawasan negara (Komisi Kepolisi-an, Komisi Kej aksaKepolisi-an, Komisi Yudisial) belum dapat menj angkau secara keseluruhan t erhadap prakt ik-prakt ik yang demikian it u.

Kurangnya akses dan minimnya inf ormasi bekerj anya SPP menyebabkan masyarakat sulit unt uk mendapat kan keadilan, sekaligus sulit unt uk mengungkap kej ahat an yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Melihat hal t er-sebut , perbaikan at as kinerj a SPP t ak dapat dilakukan t anpa pemberdayaan masyarakat . Tanpa pemberdayaan masyarakat , t uj uan hukum berupa keadilan akan semakin j auh dari j angkauan,4 dan upaya unt uk mewuj udkan

3

Persoal an per t ama berkait an dengan kecer mat an krimi nal i sasi dan penggunaan asas subsi di arit as, ini menunj ukkan f ungsi hukum pi dana sebagai ul t imum remi di um, at au al at t erakhir ar t inya j ika penyel esaian at au sanksi l ain sudah t ak mampu maka baru sanksi pi dana yang digunakan. Persoal an kedua menyebabkan t erj adinya kej ahat an yang t ak t erungkap (hi ddne cr i mi nal) ol eh karena ket er bat asan dal am SPP. Persoal an ket iga t erkai t dengan put usan yang berbeda t erhadap perkara yang sama yang dapat menimbul kan kecurigaan t erhadap kinerj a SPP ol eh pel aku kej ahat an maupun kor ban. Mul adi, op. ci t , hl m. 24-26.

4

(3)

adilan yang bersih, berwibawa dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepot isme sulit t erwuj ud.

Pemberdayaan merupakan suat u kekuat -an unt uk dapat mengaakses sumber-sumber daya yang ada sehingga merupakan pembagian kekuasaan yang adil, yang dapat meningkat kan kesadaran masyarakat akan eksist ensinya. Pemberdayaan hanya dapat dilakukan melalui proses part isipasi, yang merupakan prakt ik ke-adilan. Oleh karena it u, perlu dilakukan pema-haman part isipasi sebagai pemberdayaan rakyat yang meliput i prakt ik keadilan dan hak unt uk menikmat i hasil pembangunan yang mungkin dapat menimbulkan konf lik ant ara pihak-pihak yang berkepent ingan.

Pemanf aat an sumber daya yang ada dalam proses pemberdayaan masyarakat mut lak diperlukan, di ant aranya pemanf aat an t ekno-logi inf ormasi. Pemerint ah t elah menet apkan pemberdayaan t eknologi inf ormasi menuj u t er-wuj udnya masyarakat berbudaya inf ormasi. Jika kesadaran akan inf ormasi disadari oleh seluruh komponen bangsa ini, maka bangsa ini akan bangkit menuj u kej ayaan. Berdasarkan hal t ersebut , inisiat if unt uk membuat komuni-t as inf ormasi menj adi kebukomuni-t uhan mendesak yang perlu diwuj udkan.

Sehubungan dengan hal t ersebut , di-susunlah model part isipasi masyarakat dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em peradilan pidana dengan mendayagunakan t ek-nologi inf ormasi. Model ini nant inya bukan ha-nya merupakan f eedback at au umpan balik kepada inst it usi peradilan pidana, yang di dalamnya proses perkara it u berj alan, t et api sekaligus t erhubung ke komisi negara yang berkait an dengan pengawasan t erhadap be-kerj anya SPP. Model ini memberi ruang kepada masyarakat unt uk berpart isipasi melalui pem-berian inf ormasi mengenai perkara pidana mau-pun bekerj anya aparat penegak hukum se-hingga ket erlibat an masyarakat dalam proses penegakan hukum bukan menj adi suat u ut opia belaka. Oleh karena t eknologi inf ormasi diguna-kan, maka part isipasi masyarakat dapat me-lint asi bat as wilayah kerj a inst it usi yang di awasi, sehingga kendala j arak, wakt u dan biaya dapat diat asi. Apabila kendala t ersebut dapat

diat asi, maka perbaikan kinerj a SPP dan pe-menuhan kebut uhan masyarakat akan inf ormasi publik mengenai perkara yang diselesaikan maupun kinerj a aparat nya menj adi t unt ut an unt uk dit ingkat kan prof esionalismenya.

Tulisan ini didasarkan pada penelit ian yang dilakukan di Jawa Tengah mengenai pen-dayagunaan t eknologi inf ormasi sebagai upaya meningkat kan part isipasi masyarakat dalam meningkat kan pengawasan bekerj anya sist em peradilan pidana. Pengawasan oleh masyarakat menj adi pent ing mengingat pihak yang ber-singgungan langsung dengan t ugas-t ugas inst i-t usi penegak hukum adalah masyarakai-t . Ma-syarakat lah yang merasakan puas at au t idak puas t erhadap pelayanan mereka, dan masya-rakat pula yang dapat memberikan inf ormasi yang akurat , baik sebagai pihak dalam perkara maupun sebagai pengamat . Hasil penelusuran t ent ang part isipasi masyarakat dalam pene-gakan hukum dan pengawasan bekerj anya sis-t em peradilan pidana merupakan bahan unsis-t uk membuat sebuah model part isipasi masyarakat dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em peradilan pidana yang diharapkan dapat menj awab kelemahan dan kekurangan yang ada pada model pengawasan yang selama ini kurang memuaskan.

Permasalahan

Ada 3 (t iga) permasalahan yang diaj ukan dalam penelit ian dan disaj ikan dalam art ikel ini. Per t ama, f akt or-f akt or apa saj akah yang menghambat part isipasi masyarakat dalam pe-negakan hukum? Kedua, langkah apakah yang harus dit empuh unt uk meningkat kan pengawas-an oleh masyarakat t erhadap bekerj pengawas-anya sist em peradilan pidana? Ket i ga, model part isipasi masyarakat yang sepert i apakah yang dapat meningkat kan pengawasan masyarakat t er-hadap bekerj anya sist em peradilan pidana?

Met ode Penelitian

(4)

peneli-t ian non dokpeneli-t rinal, perhapeneli-t ian penelipeneli-t i akan peneli-t er-f okus pada akt ivit as pelaku kej ahat an (t ersang-ka), korban kej ahat an (at au keluarganya) dan aparat penegak hukum (polisi, j aksa, hakim dan advokat ), sert a masyarakat dalam parisipasinya mengawasi bekerj anya sist em peradilan pidana. Spesif ikasi penelit ian ini bersif at deskript if de-ngan sumber dat a berupa manusia dede-ngan t ingkah lakunya, perist iwa, dokumen, arsip dan benda-benda lain. Lokasi penelit ian adalah Pro-pinsi Jawa Tengah dengan penent uan sampel lokasi dan inf orman penelit ian secara pur posive sampl i ng. Dat a dikumpulkan dengan met ode

Penyelesaian perkara pidana dapat di-lakukan melalui j alur lit igasi dan non-lit igasi. Jalur non lit igasi merupakan j alur alt ernat if yang sebenarnya t idak diakui keberadaannya oleh at uran pokok hukum acara pidana, yait u KUHAP. Akan t et api keberadaannya ada dan di-akui oleh masyarakat sehingga digunakan seba-gai salah sat u cara menyelesaikan perkara pida-na. KUHAP menent ukan model penyelesaian perkara pidana sebagaimana nampak dalam ragaan di bawah ini.

Bagan 1

Model Penyelesaian Perkara Pidana Menurut KUHAP

KUHAP menganut due pr ocess of l aw

(proses hukum yang adil) yang pengert iannya lebih luas dari sekadar penerapan hukum at au perat uran perundang-undangan secara f ormil. Menurut Mardj ono Reksodiput ro, seharunya pe-mahaman t ent ang proses hukum yang adil me-ngandung pula sikap bat in penghormat an t erha-dap hak-hak yang dipunyai warga masyarakat , meskipun menj adi pelaku suat u kej ahat an.5

Sist em yang diat ur dalam KUHAP menurut Mardj ono Reskodiput ro, secara garis besar da-ngadilanlah t erdakwa dan pembelanya dapat berdiri t egak sebagai pihak yang benar-benar bersamaan deraj at nya berhadapan dengan pe-nunt ut umum.7

Pada t ahap aj udikasi t erdapat j aminan sepenuhnya hak-hak kedua belah pihak, hak penunt ut umum adalah mendakwa dan hak t erdakwa adalah membela dirinya t erhadap

(5)

dakwaan. Jaminan yang penuh ini harus diberi-kan oleh pengadilan dan dalam kenyat aannya hanya dapat berlangsung apabila kit a selalu dapat meyakini kenet ralan dan kebebasan hakim-hakimnya. Suat u proses hukum yang adil di mana t erdapat keyakinan akan adanya pengadilan yang bebas adalah sangat pent ing bagi rasa aman masyarakat , t idak kalah pent ing dari usaha menanggulangi kej ahat an.8

Pendapat Mardj ono ini dit ent ang oleh Romli At masasmit a. Romli t idak menyangkal bahwa t ahap aj udikasi adalah t ahap yang pen-t ing dalam SPP, akan pen-t epen-t api bukan pen-t ahap yang dominan. Menurut nya, dilihat dari sudut krimi-nologi dan vikt imologi, proses st igmat isasi su-dah berj alan bahkan sej ak t ahap pra-aj udikasi yait u pada t ahap penangkapan dan penahanan. Pada t ahap aj udikasi t erj adi proses st igmat isasi dan vikt imisasi st rukt ural, bahkan proses ini berj alan sej ak t ahap penyidikan.9

Semua perkara yang t elah masuk ke ke-polisian, akan diproses oleh kepolisian dan se-lanj ut nya dibuat kan Berit a Acara Pemeriksaan (P-21) sebagai bahan bagi j aksa unt uk menyu-sun dakwaan, pelaksanaan proses persidangan sert a penunt ut an. Semua proses ini kemudian oleh pengadilan diberikan put usan, baik put us-an penghukumus-an (yus-ang berart i harus segera masuk ke lembaga pemasyarakat an) at aupun put usan bebas at au lepas dari segala t unt ut an hukum (yang berart i dikembalikan ke masya-rakat ).

Apakah proses ini menj amin t erungkap-nya kebenaran dan keadilan. Pert aerungkap-nyaan ini bagi inst it usi dalam SPP bukan ukuran mut lak, karena dasar kerj a dari SPP adalah undang-undang dan bekerj anya lembaga it u melalui sebuah birokrasi, yang dinamakan birokrasi peradilan. Selama birokrasi peradilan it u di-t empuh, prosedur dij alankan dengan benar, put usannya pun dianggap sebagai adil. Sebe-narnya keadilan yang dihasilkan bukan keadilan dalam art i subst ansial melainkan keadilan pro-sedural, yait u keadilan yang diperoleh set elah melakukan serangkaian prosedur t ert ent u at au

8

Ibi d, hl m. 13 9

Roml i At masasmit a, Si st em Per adi l an …, op. ci t, hl m. 43

dapat dikat akan pula sebagai keadilan biro-krasi.

Nilai yang dit onj olkan dari t uj uan sist em peradilan pidana sebagaimana dikemukakan oleh Mardj ono Reksodiput ro adalah menyelesai-kan kasus kej ahat an yang t erj adi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan t elah dit egak-kan dan yang bersalah dipidana.10 Unt uk mene-mukan kebenaran dan keadilan, sist em per-adilan pidana bekerj a melalui sebuah birokrasi yang dinamakan birokrasi peradilan. SPP yang bekerj a dengan cara t ersebut menggunakan pendekat an hukum yang posit ivist is-analit is, yang memberi perhat ian yang berlebihan pada asas, dokt rin dan perundang-undangan yang mengat ur SPP.

Pemecahan masalah, penemuan kebenar-an dkebenar-an keadilkebenar-an sert a sarkebenar-ana kont rol akt ivit as masyarakat , hukum bukanlah sat u-sat unya alat dan it upun bukan yang t erampuh. Rakyat at au masyarakat berhak unt uk mendapat kan dan memperoleh kebenaran dan keadilan, peme-cahan masalah yang t idak menimbulkan masa-lah lagi di kemudian hari. Sist em peradilan pidana merupakan sarana f ormal sebagai hasil perkembangan hukum moderen unt uk mencapai hal t ersebut , akan t et api di luar SPP, masih t erdapat sarana lain yang dapat memberikan keadilan yang lebih memuaskan at au dengan ist ilah Hart dikat akan sebagai pr i mar y r ul es of obl i gat ion, yait u kaidah-kaidah dalam masya-rakat yang dibent uk secara spont an oleh para anggot a masyarakat sepenuhnya.11

Selain persoalan t ersebut , SPP dij alankan oleh manusia, sehingga kecepat an dan ket epat -an dalam penyelesai-an perkara pid-ana t ak hanya dit ent ukan oleh prosedur at au at uran belaka. Manusia memiliki berbagai macam

10 Mar dj ono Reksodiput ro, 1993, Si st em Per adi l an Pi dana,

Mel i hat … op. ci t , hl m. 1. Dal am Kesempat an l ain, Mar dj ono mengemukakan bahwa CJS/ SPP adal ah sist em dal am suat u masyarakat unt uk menanggul nagi masal ah kej ahat an. Menanggul angi di art ikan sebagai mengendal ikan kej ahat an agar berada dal am bat as-bat as t ol eransi masyarakat . Lihat dal am Mardj ono Reksodiput ro, 1994, Si st em Per adi l an Pi dana (Per an Penegak Hukum Mel awan Kej ahat an), dal am Hak Asasi Manusi a Dal am Si st em Per adi l an Pi dana, Jakart a: Pusat Pel ayanan Keadil an dan Pengabdi an Hukum UI, hl m. 84-85.

11

(6)

pleksit as dan dengan kompleksit as yang di-milikinya it u dapat mempengaruhi kinerj anya dalam penyelesaian perkara pidana yang dit angani. Perilaku aparat penegak hukum se-ringkali menj adi f akt or yang memperburuk kinerj a inst it usinya. Fakt or perilaku ini mem-bent uk cit ra dari kinerj a lembaga at au inst it usi dan j ika cit ra it u buruk maka orang at au badan hukum t ak memiliki minat unt uk menyerahkan masalahnya kepada aparat penegak hukum.

Ada banyak cara dan t empat unt uk men-dapat kan keadilan, peradilan pidana hanya salah sat u cara dan t empat yang dapat dit em-puh. Keadilan dapat dit emukan di mana saj a, di ruang mana saj a, “j ust i ce i n many r oom” ,

kat a Marc Galant er.12 Ket ika SPP t ak dapat memberikan keadilan yang harapkan, maka mereka yang bermasalah dapat mencari alt er-nat if lain yang dapat memberikan harapan it u. Bagi masyarakat yang masih memegang kuat hukum adat , dapat mencarinya di peradilan adat dan bagi masyarakat yang memiliki re-ligiusit as yang t inggi dapat mencari melalui hukum agamanya.

Hukum pidana di masa yang akan dat ang hendaklah memperhat ikan aspek-aspek yang berkait an dengan kondisi manusia, alam dan t radisi yang sudah mengakar dalam budaya bangsa Indonesia.13 Pada masa kini, di mana hukum yang diprakt ekkan di peradilan adalah hukum modern, perlu memperhat ikan sarana kont rol sosial lain yang ada di masyarakat dan mempert imbangkan apa yang dikat akan oleh Muladi di at as. Pemut lakan penyelesaian per-kara pidana melalui j alur lit igasi akan t ak akan mendukung f ungsi hukum pidana sebagai ul -t i mum r emi di um. Indonesia yang berkeadaan serbaneka hendaknya pula memperhat ikan kebhinekaan it u, dan t ak mengandalkan semat a pada kinerj a SPP unt uk mendapat kan keadilan, karena keadilan ada di banyak ruang.

12 Mar c Gal ant er, 1981, Just i ce i n Many Rooms: Cour t s,

Pr i vat e Or der i ng, and Indegenous Law , Journal of Legal Pl ural i sm, No. 19, hl m. 1-47. Lihat j uga Roger Cot t errel l , 2001, Soci ol ogi cal Per spect i ve on Law, Vol . II,

Burl ingt on: Ashgat e Publ ishing Co, hl m. 235-282. 13

Mul adi , Mul adi, 1990, Pr oyeksi Hukum Pi dana Mat er i i l Indonesi a Di Masa Mendat ang, Pi dat o Pengukuhan Jabat an Guru Besar Undi p, Semarang,hl m. 15.

Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengawas-an Bekerj Pengawas-anya Sist em PeradilPengawas-an PidPengawas-ana

Berdasarkan mekanisme yang t erdapat dalam UU No. 8 Tahun 1981, sebenarnya set iap perkara pidana yang t elah masuk at au dit angani oleh Polisi, seharusnya dilanj ut kan unt uk di-sidangkan di muka pengadilan, kecuali ada alasan-alasan t ert ent u yang menyebabkan per-kara pidana t ersebut hanya sampai di ke-polisian at au kej aksaan. Akan t et api sering kali t erj adi, perkara pidana yang berpot ensi unt uk disidangkan di muka pengadilan dapat disele-saikan oleh polisi. Persoalan ini mencuat ket i-ka muncul indii-kasi bahwa dalam t ubuh polisi t erdapat “ permainan” yang menyebabkan per-kara pidana dapat dihent ikan penyidikannya. Ini dapat t erj adi karena t erdapat diskriminasi hukum dalam penegakan hukum pidana. Do-nald Black14 mengint rodusir adanya lima aspek yang menyebabkan t erj adinya diskriminasi hukum. Kelima aspek it u adalah st rat if ikasi, morf ologi, kult ur, organisasi dan pengendalian sosial.

Proses peradilan pidana yang panj ang it u t ernyat a hanya menit ikberat kan pada pelaku kej ahat an saj a, sedangkan korban berada dalam posisi yang t idak mengunt ungkan. Hasil penelit ian Angkasa dkk, membukt ikan posisi korban dalam peradilan pidana belum menj adi perhat ian sehingga penderit aannya t et ap di-t anggung sendiri di-t anpa ada upaya undi-t uk me-lakukan rest it usi at au kompensasi baik oleh negara maupun pelaku kej ahat an.15

Fakt or lain yang menent ukan cit ra pene-gakan hukum di Indonesia adalah perilaku apa-rat penegak hukum, yang seringkali membuat cit ra penegakan hukum memburuk. Seorang f ilosof Taverne pernah mengungkapkan “ Beri-kanlah saya seorang j aksa yang j uj ur dan cer-das, berikanlah saya seorang hakim yang j uj ur dan cerdas, maka dengan undang-undang yang paling burukpun, saya akan menghasilkan

14 Donal d Bl ack, 1976, Soci ol ogi cal Just i ce, New York: Oxf ord Uni versit y Press, hl m. 1-2.

15 Angkasa dkk, 2006, Kedudukan Kor ban Ti ndak Pi dana

(7)

t usan yang baik” .16 Dengan melihat pada ung-kapan ini sebet ulnya persoalan pada aparat penegak hukum bukan pada perat uran hukum-nya, akan t et api lebih kepada hat i nuranihukum-nya, dan berbicara t ent ang hat i nurani t ent unya kit a akan berbicara t ent ang et ika at au moral penegakan hukum.

Berdasarkan hasil penelit ian, inst it usi pe-negak hukum (t erut ama Kepolisian, Kej aksaan, dan Pengadilan) merasa sudah melaksanakan perint ah undang-undang unt uk melibat kan par-t isipasi masyarakapar-t dalam penegakan hukum. Unt uk Lembaga Pemasyarakat an yang sif at nya lebih t ert ut up, part isipasi belum dapat dilak-sanakan secara maksimal karena pembinaan bagi narapidana bersif at t ert ut up, t erut ama unt uk narapidana yang baru menj alani pidana (masa isolasi). Akan t et api bent uk part isipasi masyarakat pada ket iga inst it usi t ersebut masih dalam t at aran normat if , yait u mengadukan at au melaporkan kasus at au perkara pidana yang dihadapi, sedangkan part isipasi masya-rakat yang t idak menj adi korban at au pelaku kej ahat an belum dapat dilaksanakan secara maksimal, dan j alan alt ernat if adalah melalui media massa. Kesulit an yang dihadapi dalam menj alankan amanat undang-undang ini adalah t idak dit ent ukannya bent uk part isipasi masya-rakat , sehingga lembaga penegak hukum lebih banyak bersif at menunggu.

Part isipasi masyarakat dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em peradilan pidana sebenarnya t idak t erbat as pada melaporkan at au mengadukan saj a. Bagi pihak-pihak lain yang t idak menj adi korban at au pelaku ke-j ahat an (at au keluarganya) dapat mengawal j alannya proses perkara it u sampai pelaksanaan put usan pengadilan di lembaga pemasyarakat

16 Achmad Al i, 2002, Ket er pur ukan Hukum di Indonesi a

(Penyebab dan Sol usi nya), Jakart a: Ghal ia Indonesia, hl m 28; Bandi ngkan dengan Marc Gal ant er yang mengemukakan bahwa pandangan keadil an yang dicari merupakan produk yang dihasil kan at au didist ri busikan secara eksl usi f ol eh negara yang diber i l abel l egal cent r al ism, bukanl ah pendapat yang t i dak umum di kal angan orang-orang ber prof esi hukum. Pandangan l egal cent r al i sm memil iki banyak kel emahan, set i dak-t idaknya j ika dil ihadak-t dar i perspekdak-t if andak-t ropol ogis. Li hadak-t Mar c Gal ant er dal am T. O. Ihromi, (ed). 2003.

Ant r opol ogi Hukum Sebuah Bunga Rampai. Jakar t a: Yayasan Obor Indonesia hl m. 95.

an. Pemahaman penegak hukum yang mem-bat asi part isipasi masyarakat hanya semem-bat as proses penyidikan saj a menimbulkan resist ensi yang cukup besar t erhadap t erj adinya penya-lahgunaan wewenang oleh aparat penegak hu-kum. Misalkan saj a dalam upaya unt uk mene-mukan kebenaran mat eriil pada proses pe-nyidikan, seorang t ersangka dapat dipanggil sewakt u-wakt u unt uk diint erograsi t anpa ke-hadiran at au didampingi penasehat hukum at au ket ika int erogasi dilakukan pada t engah malam yang t idak memungkinkan bagi penasehat hu-kum unt uk dat ang. Kondisi yang demikian dapat menimbulkan pula penyalahgunaan wewenang selanj ut nya yait u brut alit as polisi, baik dalam skala yang kecil (kekerasan dengan mengguna-kan punt ung rokok at au t angan) maupun dalam skala besar yang menyebabkan luka berat .

Pemahaman penegak hukum yang mem-bat asi peran masyarakat (yang t ermem-bat as pada pihak yang berperkara saj a) menyebabkan t erj adinya j ual beli inf ormasi. Di t ingkat kej ak-saan, seseorang yang menginginkan inf ormasi t ent ang suat u perkara, seseorang – bahkan pi-hak yang berperkara dan penasehat hukumnya, apalagi orang yang t idak ada sangkut paut nya dengan perkara t ersebut t et api memiliki per-hat ian yang besar t erhadap j alannya perkara it u – harus membayar sej umlah uang t ert ent u unt uk mendapat kan inf ormasi. Rupanya kesem-pat an ini digunakan oleh aparat penegak hukum unt uk mendapat kan keunt ungan dengan menya-lahgunakan wewenang at au j abat annya. Jika kondisi yang demikian t et ap dipelihara, akan semakin memperburuk cit ra penegak dan pe-negakan hukum di Indonesia yang sudah t er-puruk ini hingga ke dasar j urang, menuj u kepada kebusukan hukum.

(8)

dihadirkan dalam persidangan. Akan t et api t er-ungkap bahwa t erhadap kasus-kasus yang me-libat kan masyarakat dengan st at us sosial eko-nomi t inggi, j alannya persidangan sudah diat ur sedemikian rupa at au dengan kat a lain sudah “ dikondisikan” oleh penasehat hukum, sehingga penasehat hukum dalam hal ini layaknya se-orang event or ganizer. Inilah yang menyubur-kan maf ia peradilan di bumi Indonesia.

Demikian pula di lembaga pemasyarakat -an, part isipasi masyarakat j uga t ak dapat dilaksanakan secara maksimal. Pembinaan bagi t erpidana bersif at t ert ut up dan t idak ada cam-pur t angan masyarakat di dalam proses pembinaan it u. Meski dalam pempembinaan it u melibat -kan ulama/ pemuka agama unt uk pembinaan kerohanian, akan t et api unt uk pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakat an t ak dapat diawasi secara langsung oleh masyarakat . St andar pembinaan dalam lembaga pemasyara-kat an memang t elah dit et apkan oleh Dit j en Pemasyarakat an, akan t et api dalam prakt eknya t ak t erelakkan pula t erj adinya penyalahgunaan kekuasaan oleh pet ugas sehingga kekerasan oleh pet ugas t erhadap t erpidana menj adi hal yang biasa.

Ket idakt erbukaan inf ormasi penegak hu-kum yang disebabkan karena sikap at au kult ur inst it usi yang t idak mengij inkan masyarakat t erlibat t erlalu j auh dalam pengawasan t er-hadap bekerj anya sist em peradilan pidana me-nyebabkan orang enggan unt uk t erlibat di da-lamnya. Keengganan ini menyebabkan prakt ik-prakt ik penyalahgunaan wewenang menj adi subur dan t ak dapat dikont rol. Jika masyarakat di sekit ar t ak dapat mengont rol j alanya per-adilan, apalagi orang-orang yang berada di luar lingkaran perkara pidana, t ent u akan lebih sulit . Ket erbukaan inf ormasi publik merupakan amanat undang-undang yang mest i dij alankan dan ini membut uhkan sist em dan mekanisme yang mendukung ke arah t erbent uknya masya-rakat yang berbudaya inf ormasi.

Ket erbat asan sarana dan prasarana inf or-masi menyebabkan perolehan inf oror-masi t er-hadap j alannya peradilan menempuh j alan yang berliku. Bagi mereka yang t erlibat dalam per-kara pidana (korban, pelaku at au keluarganya)

dapat secara langsung menanyakan kepada inst ansi penegak hukum di mana perkara it u sedang diperiksa. Bagi masyarakat umum yang ingin menget ahui perkara yang menj adi per-hat iannya dapat menghadiri persidangan. Ma-salah yang t imbul adalah j ika pihak yang t er-libat (korban, pelaku at au keluarganya) mau pun masyarakat umum yang ingin menget ahui j alannya peradilan t et api berada di luar kot a, t ak dapat mengikut i perkembangan dan meng-awasi j alannya perkara/ peradilan yang sedang dilaksanakan.

Kekhawat iran besar penegak hukum t er-hadap ket erlibat an masyarakat dalam proses peradilan adalah ket akut an akan t erj adinya bias pada perkara yang dihadapi. Ket erlibat an masyarakat sebenarnya bukan dalam art i ke-t erlibake-t an langsung dan mencampuri proses peradilan, akan t et api lebih dari it u adalah mengawasi j alannya peradilan, sehingga peng-gunaan kewenangan at au kekuasaan yang di miliki penegak hukum dapat dikont rol agar t i-dak sampai pada t ingkat yang membahayakan.

Permasalahan mendasar yang menyebab-kan rendahnya t ingkat part isipasi masyarakat dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em peradilan pidana adalah komunikasi. Bagai-mana inst ansi dalam SPP mengkomunikasikan apa yang dilakukan kepada masyarakat merupa-kan suat u kendala yang harus segera di at asi. Slogan kepolisian misalnya yang menyat akan bahwa “ kami siap melayani” j angan sampai hanya menj adi mit os yang t erus t erbukt i ke-bohongannya. Jika slogan it u dipegang t eguh sebagai et os kerj a, maka masalah komunikasi dengan masyarakat bukan menj adi penghalang. Jadi pada t at aran ini permasalahan komunikasi t erlet ak pada kemauan inst it usi unt uk bersif at t erbuka pada masyarakat dalam perolehan dan pemberian inf ormasi kepada publik. Masalah ini dapat diperparah oleh kemampuan sumber daya manusia yang t ak dapat mengaplikasikan kemauan inst it usi t ersebut .

(9)

in-f ormasi) pada masing-masing inst it usi penegak hukum. Berdasarkan hasil pengamat an (obser-vasi) penelit i, keadaan masing-masing inst it usi penegak hukum dalam inf rast rukt ur komunikasi bervariasi, akan t et api secara umum dapat dikat akan bahwa mereka t elah memanf aat kan t eknologi inf ormasi. Komput er misalnya, t elah menj adi hal yang umum dan dapat dij umpai dengan mudah pada inst ansi penegak hukum, demikian pula dengan modem yang menghu-bungkan komput er t ersebut ke j aringan int er-net . Akan t et api ket erbat asan akses dan orang yang boleh mengakses menyebabkan komput er dan j aringan int ernet hanya unt uk mencari inf ormasi saj a. Komput er lebih banyak diguna-kan sebagai penggant i mesin ket ik. Belum ada upaya dari masing-masing inst ansi unt uk mem-buat websit e t ersendiri yang memungkinkan penyampaian inf ormasi dapat disaj ikan secara cepat .

Inst ansi yang sudah menggunakan t ek-nologi inf ormasi unt uk meningkat kan part isipasi masyarakat dalam penegakan hukum adalah kepolisian. Inst it usi ini menggunakan Shor t Message Ser vi ce (SMS) unt uk menampung as-pirasi dan inf ormasi masyarakat t ent ang pene-gakan hukum baik laporan t ent ang t erj adinya t indak pidana maupun keperluan lain yang berkait an dengan t ugas-t ugas kepolisian. Ins-t ansi lain belum Ins-t erlihaIns-t menggunakan f asiliIns-t as ini unt uk kepent ingan inst it usi. Websit e yang t ersedia unt uk kepolisian baru ada di t ingkat Polda, sehingga inf ormasi yang t ersedia baru sebat as akt ivit as di Polda Jawa Tengah, belum mencakup seluruh Polres di Jawa Tengah.

Segala ket erbat asan inf rast rukt ur t ekno-logi inf ormasi it u t ak membuat pesimis. Ada semacam opt imisme dari para penegak hukum bahwa part isipasi masyarakat dapat dit ingkat -kan j ika mereka diberi-kan f asilit as yang me-madai. Kecepat an dalam penanganan perkara akan lebih dit ingkat kan dan inf ormasi yang di but uhkan masyarakat akan dapat t ersaj i dengan cepat . Akan t et api ini membawa konsekuensi berupa ket ersediaan sumber daya manusia yang menguasai t eknologi inf ormasi. Selain it u koor-dinasi di ant ara berbagai elemen (bagian at au sub bagian) dalam inst it usi penegak hukum

memerlukan koordinasi yang t epat dan cepat agar inf ormasi yang disaj ikan merupakan inf ormasi yang akurat .

Part isipasi masyarakat dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em peradilan pidana dapat menj adi beban sekaligus anugrah. Men-j adi beban, yang berart i ada kewaMen-j iban bagi penegak hukum unt uk memberikan inf ormasi dan mempert anggungj awabkan kebenaran in-f ormasi t ersebut , dan menj adi anugerah apa-bila part isipasi masyarakat it u dapat mengung-kap kebenaran dari sebuah perkara yang sedang dit anganinya. Tant angan yang saat ini dihadapi dalam upaya meningkat kan kinerj a penegak hukum t erut ama t erhadap pendapat yang t idak menyenangkan at as kinerj a SPP adalah persoal-an prof esionalisme. Penegak hukum ypersoal-ang prof e-sional t ent u akan menghasilkan put usan yang berkualit as, demikian pula sebaliknya. Ter-hadap kemungkinan adanya prot es at au keluh-an dari masyarakat mengenai kinerj a SPP, menurut responden harus dikemukaka lewat prosedur yang resmi dan waj ar. Inst it usi dalam SPP bersikap t erbuka t erhadap set iap krit ik dan saran unt uk perbaikan kinerj anya.

Berdasarkan kaj ian t eorit is mengenai per-undang-undangan yang mengandung amanat part isipasi masyarakat dalam peradilan pidana ant ara lain dapat disebut kan sebagai berikut : UU No. 25 Tahun 2004 t ent ang Sist em Peren-canaan Pembangunan Nasional; UU No. 8 Tahun 1981 t ent ang Kit ab Undang-undang Hukum Acara Pidana; UU No. 2 Tahun 2002 t ent ang Ke-polisian; UU No. 5 Tahun 2004 j o UU No. 14 Tahun 1985 t ent ang Mahkamah Agung; UU No. 8 Tahun 2004 t ent ang Kej aksaan; UU No. 2 Tahun 1986 t ent ang Peradilan Umum; UU No. 39 Ta-hun 1999 t ent ang Hak Asasi Manusia; UU No. 28 Tahun 1999 t ent ang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepot isme; UU No. 31 Tahun 1999 t ent ang Pemberant arasan Tindak Pidana Korupsi; UU No. 11 Tahun 2008 t ent ang Inf ormasi dan Tran-saksi Elekt ronik; dan UU No. 14 Tahun 2008 t ent ang Ket erbukaan Inf ormasi Publik; sert a berbagai perundang-undangan lainnya

(10)

seringkali keluar dari mainst ream penyelesaian perkara pidana. Penelit ian Agus Raharj o, dkk (2008) membukt ikan hal t ersebut , demikian pula penelit ian dari Angkasa, dkk (2007) mem-bukt ikan proses peradilan pidana selama ini berat sebelah, sehingga korban t indak pidana menj adi korban unt uk yang kedua kalinya ket ika perkara pidana t ersebut berproses di peradilan pidana. Dari hasil penelit ian it u mem-bukt ikan bahwa part isipasi masyarakat dalam pengawasan t erhadap bekerj anya SPP diperlu-kan unt uk mengawal j alanya perkara pidana sekaligus mengawasi kinerj a apara penegak hukum agar t idak t erj adi penyalagunaan wewe-nang at au kekuasaan yang dapat memperburuk cit ra penegakan hukum di Indonesia.

Prakt ik peradilan pidana yang menj urus kepada mencari keunt ungan sehingga mem-perkecil peluang masyarakat unt uk berpart isi-pasi menyebabkan peradilan pidana bersif at kriminogen. Hal ini bisa dicegah dengan ada-nya part isipasi masyarakat dengan pendaya-gunaan t eknologi inf ormasi dalam pengawasan t erhadap bekerj anya SPP. Pengawasan bukan hanya dilakukan ket ika proses peradilan at au di dalam ruang sidang, karena pot ensi penyele-wengan at au kriminogen it u j ust ru berada di luar sidang. Lembaga pengawasan negara (Ko-misi Kepolisian, Ko(Ko-misi Kej aksaan, Ko(Ko-misi Kepo-lisian) belum dapat menj angkau secara ke-seluruhan t erhadap prakt ik yang sedemikian.

Kurangnya akses dan minimnya inf ormasi dari bekerj anya SPP menyebabkan masyarakat sulit unt uk mendapat kan keadilan, sekaligus sulit unt uk mengungkap kej ahat an yang di-lakukan oleh aparat penegak hukum. Melihat hal t ersebut , maka perbaikan at as kinerj a SPP t ak dapat dilakukan t anpa pemberdayaan masyarakat . Pemberdayaan masyarakat dalam upaya memperbaiki kinerj a SPP mut lak diperlu-kan. Pemberdayaan merupakan suat u kekuat an unt uk dapat akses t erhadap sumber-sumber daya yang ada sehingga merupakan pembagian kekuasaan yang dapat meningkat kan kesadaran masyarakat akan eksist ensinya. Dikat akan oleh Kriesberg bahwa “empower ment i nvolves i ndi vi dual gai ni ng cont r ol of t hei r l ives and f ul f i l l -i ng t he-i r needs -i n par t , as a r esul t of

deve-l opi ng compet enci es, ski deve-l deve-l s and abi deve-l it ies neces-sar y t o ef f ect ivel y par t i ci pat e in t heir soci al and pol i t i cal wor l ds” .17

Pemberdayaan hanya dapat dilakukan melalui proses part isipasi mengingat par t i -ci pat i on means shi f t i n de-ci sion-maki ng power f r om mor e power f ul t o poor , di sadvant aged, and l ess i nf l uent i al gr oups.18 Part isipasi me-rupakan prakt ek dari keadilan, oleh karena it u pemahaman part isipasi sebagai pemberdayaan rakyat at au empowering people meliput i prakt ek keadilan dan hak unt uk menikmat i hasil pembangunan yang mungkin dapat menimbul-kan konf lik ant ara pihak-pihak yang berkepen-t ingan.19

Kart asasmit a mengemukakan memberda-yakan rakyat harus dilakukan melalui t iga cara.

Per t ama, mencipt akan suasana at au iklim yang memungkinkan pot ensi masyarakat unt uk be-rkembang. Kedua, memperkuat pot ensi at au daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menerap-kan langkah-langkah nyat a, menampung berba-gai masukan, menyediakan prasarana dan sara-na, baik f isik maupun sosial yang dapat diakses oleh masyarakat dari berbagai lapisan. Ket i ga, memberdayakan rakyat dalam art i melindungi dan membela kepent ingan masyarakat lemah.20

Pengawasan dengan melibat kan semua anggot a masyarakat t erhadap bekerj anya sis-t em peradilan pidana membusis-t uhkan sarana dan prasarana. Dalam era t eknologi inf ormasi ini, pendayagunaan t eknologi inf ormasi yang beru-pa program komput er (sof t war e) unt uk hal t er-sebut merupakan kebut uhan yang mendesak yang dapat menj angkau semua lapisan masya-rakat .

Mencermat i hal t ersebut , semua pot ensi sumber daya yang ada perlu didayagunakan

17 Kriesberg dal am Onny S Pr iyono dan A. M. W. Pranarka, 1996. Pember dayaan, Konsep, Kebi j akan dan Impl ement asi. Jakart a: CSIS, hl m. 72; l ihat pul a Esmi Warassih Puj irahayu, op. ci t, hl m. 8.

18 El dridge dal am Onny S. Pr iyono dan A. M. W. Pranarka,

i bi d, hl m 105; Esmi Warassih Puj ir ahayu, i bi d.

19 Yosef P. Wi dyaat madj a, 1992, Per anan Par t i si pasi Rakyat

dal am Pembangunan. Dal am UPKM FE UKSW, Yang Ter desak yang Ber kumpul, Semarang: Percet akan Sat ya Wacana, hl m. 7

20

(11)

unt uk meningkat kan part isipasi masyarakat dalam penyelenggaraan negara, khususnya pengawasan t erhadap bekerj anya sist em per-adilan pidana. Teknologi inf ormasi dikat akan t elah membawa kit a kepada ambang revolusi keempat dalam pemikiran manusia yang di-cirikan dengan cara berf ikir yang t anpa bat as (bor der l ess way of t hi nki ng).21

Revolusi t eknologi inf ormasi it u dalam kont eks keindonesiaan t elah direspon dengan t elah dibent uknya Kerangka Dasar Sist em In-f ormasi Nasional (SISFONAS). Visi yang ingin di raih dengan menggelar konsep Sisf onas ini adalah t erwuj udnya masyarakat berbudaya in-f ormasi menuj u bangsa yang mandiri, demo-krat is dan sej aht era dalam wadah Negara Kesat uan Republik Indonesia.22

Masyarakat inf ormasi yang dicit a-cit akan sebagaimana dit ent ukan dalam visi Sisf onas 2010 mengedepankan aspek kemampuan ber-f ikir yang menj adi pembeda manusia dengan mahluk lain sekaligus sebagai puncak kebu-dayaan dan peradabannya. Jika kesadaran akan inf ormasi disadari oleh seluruh komponen bang-sa, maka bangsa ini akan bangkit menuj u ke-j ayaan. Dengan penguasaan inf ormasi yang

21 Revol usi pert ama t erj adi ket ika bahasa muncul unt uk pert ama kal inya r ibuan t ahun yang l al u, revol usi kedua berupa dit emukannya t ul isan. Gut t enberg dengan mesin cet aknya memul ai revol usi ket iga dal am sej arah t ool

konst ruksi penget ahuan manusia. Kini kit a memasuki revol usi keempat di mana t ul isan dapat didist ri busikan dengan kecepat an amat l uar bi asa. Uraian l ihat l ebih l engkap dan j el as mengenai sej arah pemikiran manusia dapat di baca pada St even Harnad, Post -Gut enber g Gal axy: The Four t h Revol ut i on i n t he Means of Pr oduct i on of Knowl edge, Publ ic-Access Comput er Syst em Review 2 (1): 39-53, versi el ekt ronik dapat

di baca pada

ht t p: / / cogpr int s. org/ 1580/ 00/ harnad91. post gut enberg. h t ml , akses t anggal 23 Agust us 2003. Lihat j uga Dimit ri Mahayana, 2000, Menj emput Masa Depan, Fut ur i st i k dan Rekayasa Masyar akat Menuj u Er a Gl obal , Bandung: Rosda, hl m. 24 – 25. Bandingkan dengan sikl us il mu penget ahuan dan t eknol ogi dar i T. Jacob, yang di sebut nya sikl us kondr at i ef f , di mana masa sekarang merupakan sikl us kel i ma yang dit andai dengan perkembangan mikro el ekt ronika dan biot eknol ogi. T. Jacob (a), 1986, Menuj u Teknol ogi Ber per i kemanusi aan,

Jakart a: Yayasan Obor Indonesia, hl m. 15 22

Lihat dal am Si st em Inf or masi Nasi onal Sebagai Tul ang Punggung Impl ement asi E-Gover nment , Deput i Bi dang Jaringan Kominf o, Kement ri an Komunikasi dan Inf or masi, Jakart a, 2002.

t epat , sebuah bangsa akan mengenal j at i dirinya.23

Sehubungan dengan hal t ersebut , inisia-t if uninisia-t uk membuainisia-t komuniinisia-t as inf ormasi men-j adi kebut uhan mendesak yang perlu diwumen-j ud-kan. Tit ik berat seluruh gerak bangsa harus dikonsent rasikan pada inf ormasi. Pendaya-gunaan t eknologi inf ormasi sebagai upaya meningkat kan part isipasi masyarakat dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em per-adilan pidana, pada masyarakat inf ormasi yang dicit a-cit akan dalam visi Sisf onas merupakan sesuat u yang perlu diwuj udkan.

Model part isipasi masyarakat perlu di susun dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em peradilan pidana dengan mendayaguna-kan t eknologi inf ormasi. Model ini nant inya bukan hanya merupakan f eedback at au umpan balik kepada inst it usi peradilan pidana di mana proses perkara it u berj alan, akan t et api se-kaligus t erhubung ke komisi negara yang ber-kait an dengan pengawasan t erhadap bekerj a-nya SPP. Model ini memberi ruang kepada ma-syarakat unt uk berpart isipasi melalui pem-berian inf ormasi mengenai perkara pidana mau pun bekerj anya aparat penegak hukum sehing-ga ket erlibat an masyarakat dalam proses pene-gakan hukum bukan menj adi suat u ut opia belaka. Oleh karena t eknologi inf ormasi diguna-kan dalam hal ini, maka part isipasi masyarakat dapat melint asi bat as wilayah kerj a inst it usi yang diawasi, sehingga kendala j arak, wakt u dan biaya dapat diat asi. Apabila kendala t er-sebut dapat diat asi, maka perbaikan kinerj a SPP dan pemenuhan kebut uhan masyarakat akan inf ormasi publik t ent ang perkara yang diselesaikan maupun kinerj a aparat nya menj adi t unt ut an unt uk dit ingkat kan prof esionalisme-nya.

Model Partisipasi Masyarakat dalam Pe-ngawasan t erhadap Bekerj anya Sist em Per-adilan Pidana di Jawa Tengah

23 Lihat dal am Al exander Rusl i (ed), 2003, Teknol ogi

(12)

Berikut ini akan dipaparkan model part i-sipasi masyarakat dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em peradilan pidana. Penger-t ian model pada dasarnya menunj uk pada Penger-t iga hal, per t ama, model dengan pengert ian cont oh at au t eladan, sesuat u yang perlu dit iru; kedua,

model dalam pengert ian bent uk, pola, ran-cangan, dan ket i ga, model dalam art i cerminan at au gambaran (abst raksi) kenyat aan. Dalam kait annya dengan t eori syst em, ist ilah model diart ikan sebagai “ t iruan” dari kenyat aan yang sebenarnya, t iruan realit a (t iruan bukan dalam art i “ imit asi” ), at au sepert i yang dikat akan oleh Elias M. Awad bahwa “A model i s ar e pr esent at ion of r eal or a pl anned syst em” .24

Model dalam penelit ian ini meliput i dua pengert ian, yait u model sebagai (dalam art i) “ abt raksi f akt ual/ realit a” dan model sebagai (dalam art i) “ abst raksi ideal” . Pengert ian mo-del sebagai (dalam art i) “ abst raksi f akt ual/ realit a” dipakai dalam pembahasan t ent ang model part isipasi masyarakat saat ini. Pe-ngert ian model sebagai suat u yang perlu dit iru, dan model dalam pengert ian bent uk, pola, rancangan, dipakai pada pengert ian rancangan at au konsep model at as hasil kaj ian t ulisan ini yang direkomendasikan unt uk direalisasikan dalam pengawasan t erhadap bekerj anya sist em peradilan pidana pada t at aran norma t ert ulis maupun pelaksanaan.

Model part isipasi ini didasarkan pada pe-nyediaan sof t ware yang sederhana dan aplikat if sert a dapat diakses oleh siapa saj a yang dinamakan SIPP (Sist em Inf ormasi Peradilan Pidana). Sof t ware yang digunakan berbasis

open sour ce, sehingga dapat diperoleh dan di-kembangkan dengan mudah. Dalam model ini, rangkaian kegiat an pada penanganan suat u kasus at au perkara pidana dapat dipant ai dari awal sampai akhir, dari penanganan perkara di Kepolisian hingga pembebasan dari Lembaga Pemasyarakat an (dalam keadaan normal). Da-lam keadaan yang t idak normalpun, inf ormasi dapat diberikan dengan menelusuri perkara it u melalui sof t ware ini pada t ampilan pada

24

El ias M. Awad, 1979, Syst em Anal ysi s and Desi gn, Il l ionis: Homewood, hl m. 10; l ihat j uga Angkasa, op. ci t , hl m. 125.

sing-masing inst it usi penegak hukum (di Kepo-lisian maupun Kej aksaan).

Sof t ware ini berbasis inst it usi penegak hukum di Kabupat en at au Kot a di Jawa Tengah (Kepolisian Resort (Polres/ Polt abes, Kej aksaan Negeri, Pengadilan Negeri dan Lembaga Pema-syarakat an (LapasMaPema-syarakat yang akan ber-part isipasi dalam penegakan hukum dapat ma-suk ke websit e Polres yang diinginkan, t empat di mana si pelaku kej ahat an melakukan per-buat annya. Dari websit e it u dapat dit elusuri j alannya perkara sampai di mana penyelesaian perkara t ersebut . Tent u saj a apabila perkara it u masih berada pada t ingkat kepolisian, maka perkara it u hanya dapat diakses pada t ingkat kepolisian saj a, dan apabila perkara it u sudah sampai ke pengadilan at au bahkan sudah di pu-t us dan si pelaku kej ahapu-t an pu-t elah apu-t au sedang menj alani hukuman, maka perkara it u dapat dit elusuri sampai websit e yang disediakan oleh pengadilan dan lembaga pemasyarakat an. Jadi t ampilan yang ada pada websit e t ergant ung pa-da input pa-dat a pa-dan j alannya perkara yang dikelo-la oleh Polres, Kej ari, Pengadidikelo-lan, maupun Lembaga Pemasyarakat an yang berada di dae-rah t empat si pelaku kej ahat an melakukan ke-j ahat an at au di mana dia diadili dan melak-sanakan hukuman.

Gambar 1: Tampilan Muka SIPP

(13)

Secara ringkas, gambaran isi websit e dapat dij elaskan pada bagian di bawah ini.

Pada websit e Kepolisian sebagai garda t erdepan penegakan hukum, berisi ident it as dari pelaku kej ahat an (nama, alamat , t empat t anggal lahir/ umur, pekerj aan, j enis kelamin, agama, sat us perkawinan, alamat ), t indak pi-dana yang dilakukan, Pasal-pasal yang dapat dikenakan at au disangkakan, alat bukt i yang dit emukan/ didapat / diperoleh, dasar hukum pe-net apan st at us t ersangka pada si pelaku ke-j ahat an, st at us t ahanan (t ahanan kot a, t ahanan rumah, at au t ahanan di Rut an), dasar pene-t apan pene-t ahanan bagi pene-t ersangka, j angka wakpene-t u penahanan (dari mulai sampai berakhirnya dan perpanj angan masa t ahanan), penyerahan ber-kas perkara (P-21) ke Kej aksaan (t anggal pe-nyerahan, subj ek yang menyerahkan dan mene-rima berkas t ersebut ). Pada akhir t ampilan websit e, t erdapat ruang part isipasi masyarakat , di mana masyarakat dapat berpart isipasi de-ngan memberikan saran, krit ik, at aupun pen-dapat pada penanganan perkara t ersebut . Ruang part isipasi ini hanya dapat diakses j ika masyarakat mengisi kolom ident it as sebagai bent uk pert anggungj awaban t erhadap inf ormasi yang disampaikan. Ruang part isipasi ini t er-hubung ke Komisi Kepolisian Nasional. Semua inf ormasi dari masyarakat dapat masuk dan t erpant au oleh Kompolnas.

Gambar 2: Dat a Isian SIPP pada Kepolisian

Pada websit e Kej aksaan Negeri, disaj ikan inf ormasi mengenai ident it as t ersangka, t indak pidana yang dilakukan, pasal-pasal yang di dakwaan, st at us penahanan t ersangka, wakt u

dan t empat penyerahan at au pendaf t aran per-kara ke pengadilan dan dapat pula diakses secara lengkap surat dakwaan yang diaj ukan ke pengadilan. Pada akhir t ampilan websit e, t er-dapat ruang part isipasi masyarakat , di mana masyarakat dapat berpart isipasi dengan mem-berikan saran, krit ik, at aupun pendapat pada penanganan perkara t ersebut . Ruang part i-sipasi ini hanya dapat diakses j ika masyarakat mengisi kolom ident it as sebagai bent uk per-t anggungj awaban per-t erhadap inf ormasi yang disampaikan. Ruang part isipasi ini t erhubung ke Komisi Kej aksaan. Semua inf ormasi dari masya-rakat dapat masuk dan t erpant au oleh Komisi Kej aksaan.

Gambar 3: Dat a Isian SIPP pada Kej aksaan Negeri

(14)

er-hubung ke Komisi Yudisial. Semua inf ormasi dari masyarakat dapat masuk dan t erpant au oleh Komisi Yudisial.

Gambar 4: Dat a Isian SIPP pada Pengadilan Negeri

Pada websit e Lembaga Pemasyarakat an, t ersaj i inf ormasi mengenai ident it as t erpidana, dasar penet apan st at us t erpidana/ menj alankan hukuman, t indak pidana yang dilakukan, pasal-pasal yang dilanggar, wakt u dan t empat pe-nyerahan t erpidana dari Pengadilan, kondisi kesehat an t erpidana (yang dit unj ukkan dengan pemeriksaan dokt er dan laborat orium), masa penahanan, t ahap pembinaan yang sedang di-j alani, pelaksanaan hak-hak t erpidana, dan wakt u pembebasan. Pada akhir t ampilan web-sit e, t erdapat ruang part isipasi masyarakat , di mana masyarakat dapat berpart isipasi dengan memberikan saran, krit ik, at aupun pendapat pada penanganan perkara t ersebut . Ruang par-t isipasi ini hanya dapapar-t diakses j ika masyarakapar-t mengisi kolom ident it as sebagai bent uk per-t anggungj awaban per-t erhadap inf ormasi yang di-sampaikan. Ruang part isipasi ini t erhubung ke Direkt orat Jenderal Pemasyarakat an. Semua inf ormasi dari masyarakat dapat masuk dan t erpant au oleh Direkt orat Jenderal Pemasya-rakat an.

Unt uk mengint egrasikan penyaj ian dat a, server dapat berada di Kepolisian Daerah Jawa Tengah unt uk menampung inf ormasi dari Ke-polisian Resort di Kabupat en/ Kot a, Kej aksaan Tinggi unt uk inst it usi Kej aksaan Negeri di Jawa Tengah, Pengadilan Tinggi unt uk Pengadilan Negeri se-Jawa Tengah dan Kant or Wilayah Hu-kum dan Perundang-undangan Jawa Tengah

Gambar 5: Dat a Isian SIPP pada Lembaga Pemasyara- kat an

unt uk Lembaga Pemasyarakat an. Meski demi-kian, Kepolisian Resort , Kej aksaan Negeri, Pe-ngadilan Negeri maupun Lembaga Pemasya-rakat an di Kabupat en/ Kot a dapat memiliki ser-ver t ersendiri. Sebagai sebuah sist em, masing-masing inst it usi t ersebut saling t erhubung, se-hingga apabila seseorang meninginkan inf orma-si t ent ang sebuah perkara pidana dapat lang-sung memilih t empat at au lokasi di mana si pe-laku it u mepe-lakukan perbuat an at au pengadilan mana yang mengadilinya at aupun pelaksanaan hukuman dari put usan pengadilan it u.

Pemanf aat an model part isipasi ini perlu didukung dengan pemut akhiran dan keakurat an dat a yang selalu harus dipelihara dan t erbuka-nya peluang bagi siapa saj a unt uk memberikan krit ik, saran, sumbangan pemikiran maupun in-f ormasi lain yang berhubungan dengan peng-ungkapan perkara pidana maupun penegakan hukum lainnya. Tent u saj a keamanan sist em in-f ormasi harus pula dipelihara, mengingat dalam int ernet (cyber space) t idak ada j aminan ke-amanan. Perlindungan dat a perlu dilakukan dan ant isipasi t erhadap risiko yang t imbul akibat penyaj ian inf ormasi harus dilakukan. Kuncinya adalah pada kebij akan (pol i cy) keamanan sist em inf ormasi oleh pemegang keput usan dan pengelola websit e.

Penut up Simpulan

(15)

berbagai perundang-undangan mengamanat kan adanya part isipasi masyarakat dalam pene-gakan hukumnya. Akan t et api ada beberapa f akt or yang menghambat part isipasi masyarakat t ersebut , yait u: kurang t erbukanya inst it usi penegak hukum dalam memberikan inf ormasi mengenai suat u perkara pidana, seolah-olah perkara pidana yang dihadapi merupakan hal yang t ert ut up bagi dunia luar; akibat kurang t erbukanya inst it usi penegak hukum, menye-babkan masyarakat umum enggan berhubungan at au berpart isipasi dalam penegakan hukum; t indak lanj ut dari part isipasi masyarakat dalam penegakan hukum t ak dapat diinf ormasikan se-cara langsung kepada masyarakat , sehingga t imbul kesan part isipasi masyarakat it u di-abaikan; dan belum ada f ormula yang t epat mengenai bent uk part isipasi yang dapat di-gunakan oleh masyarakat unt uk ikut sert a da-lam penegakan hukum, t erut ama bagi masya-rakat yang t idak berkait an langsung dengan suat u perkara pidana.

Kedua, unt uk meningkat kan part isipasi masyarakat dalam penegakan hukum, harus ada perubahan budaya kerj a masing-masing pene-gak hukum. Fakt or-f akt or penghambat part isi-pasi perlu dipecahkan, yang akan membawa konsekuensi yang besar mengingat mengubah budaya kerj a yang sedemikian t idak mudah. Perlu ada kesadaran para penegak hukum dan masyarakat unt uk mau berubah dan menj adikan budaya inf ormasi sebagai basis dalam penye-lenggaraan peradilan menuj u peradilan yang bersih dan berwibawa.

Saran

Salah sat u cara unt uk meningkat kan par-t isipasi masyarakapar-t dalam pengawasan beker-j anya sist em peradilan pidana dengan meman-f aat kan t eknologi inmeman-f ormasi. Melalui penyedia-an sof t ware ypenyedia-ang berbasis pada inst it usi gak hukum di Kabupat en/ Kot a, inst it usi pene-gak hukum dapat menyaj ikan dat a yang diingin-kan oleh masyarakat mengenai suat u perkara pidana t ert ent u. Pada sof t ware ini t ersedia ruang unt uk part isipasi masyarakat . Masyara-kat dapat berpart isipasi dengan log in ke salah sat u inst it usi penegak hukum, memberikan

saran, pendapat , maupun krit ik yang dit uj ukan unt uk memperj elas penyelesaian perkara, krit ik t erhadap kinerj a inst it usi penegak hukum mau pun bent uk part isipasi yang lain. Ruang par-t isipasi ini par-t erhubung dengan (link) ke websipar-t e Lembaga Pengawasan yang disediakan oleh negara (misal Komisi Kepolisian Nasional, Ko-misi Kej aksaan, KoKo-misi Yudisial, dan khusus un-t uk Lapas ke Direkun-t oraun-t Pemasyarakaun-t an Depar-t emen Hukum dan Perundang-undangan). Ke-t erhubungan parKe-t isipasi masyarakaKe-t ini ke Lembaga Pengawasan dalam ruang lingkup yang lebih besar merupakan wuj ud part isipsi masya-rakat penegakan hukum dan peningkat an cit ra sert a wibawa hukum di mat a masyakarat na-sional maupun int ernana-sional.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Achmad. 2002. Ket er pur ukan Hukum di In-donesi a (Penyebab dan Sol usi nya), Jakar-t a: Ghalia Indonesia;

Angkasa dkk. 2006. Kedudukan Kor ban Ti ndak Pi dana dal am Si st em Per adi l an Pi dana (Kaj i an t ent ang Model Per l i ndungan Hu-kum Bagi Kor ban ser t a Pengembangan Model Pemi danaan dengan Memper t im-bangkan Per anan Kor ban). Laporan Hasil Penelit ian Hibah Bersaing XIII/ 1, 1. Pur-wokert o: FH Unsoed

Anonim. 2002. Si st em Inf or masi Nasional Se-bagai Tul ang Punggung Impl ement asi E-Gover nment , Jakart a: Deput i Bidang Jari-ngan Kominf o, Kement rian Komunikasi dan Inf ormasi;

Arief , Barda Nawawi. 1994. Kebi j akan Legi sl at i f Dal am Penanggul angan Hukum Pi dana.

Semarang: BP Undip;

Awad, Elias M. 1979. Syst em Anal ysis and De-si gn. Illionis: Homewood;

Black, Donald. 1976. Sociol ogi cal Just i ce. New York: Oxf ord Universit y Press;

Cot t errell, Roger . 2001. Sociol ogi cal Per spec-t i ve on Law. Vol. II, Burlingt on: Ashgat e Publishing Co;

Galant er, Marc. “ Just ice in Many Rooms: Court s, Privat e Ordering, and Indegenous Law” . Jour nal of Legal Pl ur al i sm No. 19. 1981;

(16)

Pro-duct ion of Knowledge” . Publ i c-Access Comput er Syst em Revi ew. Vol. 2 No. 1; Hart , H. L. A. 1972. The Concept of Law.

Lon-don: Oxf ord Universit y Press;

Ihromi, T. O. (ed). 2003. Ant r opologi Hukum Se-buah Bunga Rampai. Jakart a: Yayasan Obor Indonesia;

Jacob, T. 1986. Menuj u Teknologi Ber per i ke-manusi aan. Jakart a: Yayasan Obor Indo-nesia;

Kart asasmit a. Ginanj ar. 1995. “ Pemberdayaan Masyarakat : Sebuah Tinj auan Adminis-t rasi” . Bul l et i n Al umni SESPA;

Mahayana, Dimit ri. 2000. Menj emput Masa De-pan, Fut ur i st i k dan Rekayasa Masyar akat Menuj u Er a Gl obal . Bandung: Rosda; Muladi. 1990. Pr oyeksi Hukum Pi dana Mat er i i l

Indonesi a Di Masa Mendat ang. Pidat o Pengukuhan Jabat an Guru Besar Undip, Semarang: Undip;

Muladi. 1995. Kapit a Sel ekt a Si st em Per adi l an Pi dana, Semarang: BP Undip;

Priyono, Onny S dan A. M.W. Pranarka. 1996.

Pember dayaan, Konsep, Kebi j akan dan Impl ement asi. Jakart a: CSIS;

Puj irahayu, Esmi Warassih. 1991. Pember daya-an Masyar akat dal am Mewuj udkdaya-an Tuj u-an Hukum (Pr oses Penegaku-an Hukum du-an Per soal an Keadi l an). Pidat o Pengukuhan dalam Jabat an Guru Besar Madya dalam Ilmu Hukum, Semarang: FH Undip;

Reksodiput ro, Mardj ono. 1993. Si st em Per a-di l an Pi dana, Mel i hat Kepada Kej ahat an dan Penegakan Hukum Dal am Bat as-bat as Tol er ansi . Pidat o Pengukuhan Penerima-an Jabat Penerima-an Guru Besar Tet ap Dalam Ilmu Hukum Pada FH UI, Jakart a: UI

---. 1994. Si st em Per adi l an Pi dana (Per an Penegak Hukum Mel awan Kej ahat an),

dalam Hak Asasi Manusi a Dal am Si st em Per adi l an Pi dana. Jakart a: Pusat Pela-yanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI;

Rusli, Alexander (ed). 2003. Teknol ogi Inf or -masi , Pi l ar Bangsa Indonesi a Bangkit ,

Jakart a: Kement erian Komunikasi dan Inf ormasi RI

SISFONAS 2010. 2003. Konesp Pengembangan Si st em Inf or masi Nasional . Jakart a: Ke-ment erian Komunikasi dan Inf ormasi RI

Sudart o. 1986. Hukum dan Hukum Pi dana. Ban-dung: Alumni;

Gambar

Gambar 1: Tampilan Muka SIPP
Gambar 3: Data Isian SIPP pada Kejaksaan Negeri
Gambar 5: Data Isian SIPP pada Lembaga Pemasyara-

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan “asas otonomi dan tugas pembantuan” dalam ayat ini adalah bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat

Orang yang mengemukkan teori bahwa makhluk hidup yang pertama terjadi berasal dari reaksi kimia antara metana, ammonia, hidrogen, dan uap air adalah ..... Molekul organik

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian menurut ketentuan yang berlaku oleh Pejabat Pengadaan Barang/ Jasa, maka ditetapkan sebagai Penyedia

[r]

- Stationary++ ini menjual alat tulis lengkap dengan harga yang sesuai dengan uang saku para mahasiswa serta menyediakan makanan café yang memiliki cita rasa tinggi namun

[r]

Complexity analysis and playing strategies for ludo and its variant race game.. IEEE Conference on Computational Intelligence and Games

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah persepsi gaya kepemimpinan dan iklim organisasi secara bersama-sama mampu memberikan kontribusi terhadap job crafting pada