KOMITMEN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PEMBANGUNAN
DI BIDANG PENDIDIKAN DALAM ERA OTONOMI DAERAH
(Studi Kasus Kebijakan Publik di Kabupaten dan Kota Bekasi)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan dalam
Program Studi Aministrasi Pendidikan
4&
Oleh AGUS ENAP NIM. 009787
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNGDISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
PEMBIMBING I
PROF DR. H. ABDUL AZIS WAHAB, MA
PEMBIMBING II
\rK
Mengetahui,
Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan
Program Rasjcasarjana S2
ABSTRACT
Agus Enap : Commitment of The Regional Goverenment to The Education
Development Sector in Era Regional Authonomy (The Case
study in Publik Policy to Regencial goverenment
and
Bekasi Town )
The paradigm of the educational management in a decentralization
appears systemic changes to the available institutions. The design of the
educational organization
constitutes an implementation
of various
perceptionts of the authority submitted by the cental goverenment. In the
level of the educational problem concepts by the regional goverenment has
become a serious attention, nevertheless in the implementation level has
not been balancing or still for from the hope. For it still occurs inefficiency
and ineffectivity in the management of education like too fat in the
organisation of educational management. The competencies of the
goverenment apparattur are still low, this case is caused by the placement
and appointment of the staff to place the structural positions has not owned
the working prames with the measured indicators about the working
achievement and the placement of the staf has not wholly used a concept to
fulpill the skill requirements and their fields. Besides it is not based on the
clear rewards become the rewards themseloes in the management of the
civil sevants' officialdom have not existed clearly. About the budget of
education becomes the responsibility of the regional goverenment. The
budget support to conduct the education has not shown the fair and
efficient budget. This is caused not to be existed a standardized
formulation and agreed to account the amount of the budget allocation to
the educational sector which reflects the real needs. The budget for
education commulatively showed a significant increasement but the
incerasement has not shown the real needs, for the increasement of budget
is nearly 90% to pay the salaries of the staff. Whereas to spend for the
educational sector development has not achieved the first rank but it is still
in the third rank, nomely around 6 - 17% from the
number of the
development budget or around
3 - 7% from the amount ofthe regional
budget (APBD). Rather directly or indirectly the aboved condition much
effects to the working ability ofthe educational sector in wich it can imply
to the educational quality incerasement itself.
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
„•
PERNYATAAN
iv
ABSTRAKSI
v
KATA PENGANTAR
vi
DAFTAR ISI
k
DAFTAR TABEL
x
DAFTARGAMBAR
xi
BAB I PENDAHULUAN
j
A. LatarBelakangMasalah
1
B. Batasan Masalah
9
C. Tujuan Penelitian
12
D. Mantaat Penelitian
13
E. Hipotesis
13
F. Kerangka Pemikiran
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
17
A. Konsep Administrasi Pendidikan dan Pengertian Komitmen
17
1. Konsep Administrasi Pendidikan
17
2. Pengertian Komitmen
20
B. Organisasi dan Kompetensi Sumber Daya Manusia
24
1. Pengertian Organisasi
24
2. Bentuk Organisasi
29
3. Struktur Organisasi
32
4. Visi dan Misi Organisasi
35
5. Kompetensi Sumber Daya Manusia
38
C. Otonomi Daerah dan Kebijakan Pembiayaan Pendidikan
46
1. Pengertian Otonomi dan Desentralisasi
46
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Otonomi Daerah dan
Bentuk-Benmk Otonomi
59
3. Pengertian Kebijakan
65
4. Benfuk-benftik Biaya Pendidikan
69
5. Penetapan Biaya Pendidikan
72
D. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
76
Rangkuman
79
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
81
A. Metode Penelitian
81
B. Definisi Konsep
g4
C. Instrumen Penelitian
84
D. Tehnik Pengumpulan Data
85
E. Subyek Penelitian
86
F. Pelaksanaan Pengumpulan Data
90
G. Analisa Data 91
H. Validasi Temuan Penelitian 91
BAB IV HASIL PENELITIAN 94
A. Deskripsi Obyek Penelitian
94
B. Desain Organisasi Kompetensi Aparatur Dinas Pendidikan
108
NonGuru 108
1. Visi dan Misi 108
2. Bentuk Hubungan Kerja dan Job Discription
114
3. Kesesuaian antara Pendidikan dengan Tugas
144
4. Kesesuaian antara Pendidikan yang Diikuti dengan Tugas dan
Jabatan 148
5. Penentuan Penempatan dalam Jabatan Struktural dan
Pengembangan Karier
150
C. Kebijakan Anggaran Pendidikan
153
1. Proses Penetapan APBD
153
2. Sumber-sumber Penerimaan Pemerintah Daerah 156
3. Alokasi Anggaran dalam APBD
162
Rangkuman
167
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 168
BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 193
A. Kesimpulan
193
B. Implikasi
198
C. Rekomendasi 199
DAFTAR PUSTAKA 202
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
2.1.
Teori Motivasi
46
4.1.
Penggunaan Lahan di Kota Bekasi
95
4.2.
Kepadatan Penduduk
"5
4.3.
Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
96
4.4.
Mata Pencaharian Penduduk
96
4.5.
Penggunaan Lahan di Kabupaten Bekasi
104
4.6.
Struktur Perekonomian di Kabupaten Bekasi
107
4.7.
Keadaan Karyawan
145
4.8.
Keadaan Karyawan Menurut Jenjang Pendidikan
146
4.9.
Data Pegawai Menurut Klasifikasi Pendidikan
147
4.10. Data Pegawai yang menduduki Jabatan Struktural
148
4.11. Data Pejabat yang sudah Mengikuti Diklat
149
4.12. Data Pegawai Menurut Pangkat/Golongan
151
4.13. APBD dan PAD Kabupaten Bekasi
158
4.14. Sumber Pendapatan APBD Kabupaten Bekasi
159
4.15. Pendapatan PAD Kabupaten Bekasi
159
4.16.
APBD dan PAD Kota Bekasi
160
4.17. Sumber Pendapatan APBD Kota Bekasi Tahun 2000
161
4.17. Sumber Pendapatan APBD Kota Bekasi Anggaran 2001 - 2002
161
4.18.
Sumber PAD Kota Bekasi Anggaran 2000 - 2002
162
4.19. Pengeluaran Rutin APBD Kabupaten Bekasi
163
4.20. Pengeluaran Belanja pembangunan APBD kabupaten Bekasi
164
4.21. Pengeluaran Rutin APBD Kota Bekasi
'65
4.22. Pengeluaran Belanja Pembangunan APBD Kota Bekasi
166
4.24. Matrik Pembahasan 192
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1.
Kerangka Hipotesis
'2
1.1. Alur Fikir Penelitian 17
2.1.
Ruanglingkup Administrasi Pendidikan
19
2.1.
Sikap
21
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan
ekonomi suatu bangsa. Hal ini bukan saja pendidikan akan berpengaruh terhadap
produktivitas tetapi juga berpengaruh terhadap fertilitas masyarakat. Pendidikan
menjadikan sumber daya manusia lebih bias cepat mengerti dan siap akan menghadapi perubahan. Pendidikan diartikan secara luas merupakan suatu proses pembelajaran yang dapat dilakukan dimana saja.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 masalah pendidikan secara tersirat telah dinyatakan dalam pembukaan, bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa kemudian diperkuat dalam pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa setoap warga negara berhak memperoleh pengajaran. Sementara pada ayat 2 menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang system Pendidikan Nasional. Lahirnya Undang-Undang Nomor 2 merupakan pengejawantahan dari Undang-Undang Dasar 1945 dan selain itu merupakan salah satu komitmen pemerintah untuk meningkatkan kecerdasan kehidupan masyarakat.
Kalau kita telaah pertimbangan yang dijadikan alasan bagi lahirnya
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 ditentukan oleh rumusan tentang hakekat pembangunan
nasional dibidang pendidikan, bahwa pendidikan adalah upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kuahtas manusia Indonesia dalam mewujudkan
masyarakat yang maju, adil dan makmur serta memungkinkan para warganya
mengembangkan diri baik berkenaan dengan dengan aspek jasmaniah maupun
rohaniali.
Seiring dengan semakin maju perkembangan dunia ditandai era globalisasi
dan informasi yang berkembang dengan begitu cepat. Dampak dari perkembangan era
ini tidakmungkin dapat dihindarkan oleh setiap bangsa di dunia. la akan berpengaruh
teerhadap semua aspek kehidupan masyarakat termasuk di dalamnya bangsa
Indonesia. Perubaahan-perubahan ini juga berpengaruh terhadap penyelenggaraan
pendidikan. Sehingga dalam pengelolaan pendidikan pemerintah harus memberikan
perhatiankhususnya dalam hal pembiayaan pendidikan.
Sekarangdiakui bahwa pendidikan merupakan suatu bentuk investasi sumber
daya manusia yang mungkin lebih penting dari investasi modal. Ditemukan dalam
berbagai penelitian disejumlah negara, pendidikan memberikan sumbangan amat
besar bagi pertumbuhan ekonomi. Dampak pendidikan terhadap pertumbuhan
ekonomi diantaranya adalah semakin berkembangnya kesempatan masyarakat untuk
meningkatkan kesehatan,pengetahuan, keterampilan, keahlian dan wawasan agar
mereka mampu bekerja secara produktif.Globalisasi yangmelanda dunia dengan ditandai mengglobalnya informasi dan
tehnologi, dapat dipahami sebagai salah satu sumbangan dari dunia pendidikan
Munculnya runtutan pemberdayaan daerah serta didasarkan kepada luasnya
wilayah Republik Indonesia dengan karakteristik yang beragam menjadi factor
pendorong untuk melakukan otonomi. Kebijkan otonomi mengisyaratkan akan
keyakinan pemerintah bahwa kebijakan ini sangat kecil resikonya terhadap
disintegrasi bangsa. Pemberian otonomi merupakan salah satu bentuk upaya untuk
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Selain didasarkan kepada alas an tersebut.
pemberian otonomi juga mempertimbangkan dari aspek politik, ekonomi, teknis
menajemen pemerintahan.Dalam konteks otonomi birokrasi pemerintah sebagai alat penyelenggara
negara haras mampu menelaah dan membaca situasi kedepan yang akan dihadapi.
Bagaimana wajah pemerintahan dimasa yang akan dating belum banyak tergambar
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, sebagai landasan dalam penerapan
otonomi daerah. Tujuan utama dalam kebijakan otonomi daerah, disatu pihak
membebaskan pemerintah dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani
urusan domestik, sehingga berkesempatan mempelajari, memahami, merespon
berbagai kecenderungan global. Di lain pihak, dengan otonomi daerah memberikan
kewenangan kepada pemerintah daerah kabupaten atau kota mengalami proses
pemberdayaan yang signifikan. Dalam undang-undang tersebut, otonomi dipahami
sebagai kewenangan daerah sebagaimana dikemukakan dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 pasal 7 yang berbunyi :
1. Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang
pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeii
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta
kewenangan bidang lain.
2. Kewenangan bidang lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1, meliputi
kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan
sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan
standarisasi nasional.
Kewenangan yang dimaksud dalam pasal tersebut mencakup kewenangan provinsi ,
daerah kabupaten dan kota. Dalam pasal 9 dikemukakan bahwa kewenangan daerah
daerah provinsi adalah:
1. Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota serta
kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu.
2. Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom termasuk juga kewenangan
yang tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah kabupaten dan kota. 3. Kewenangan provinsi sebagai wilayah administrasi mencakup
kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah.
Sementara yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten atau kota sebagaimana dikemukana dalam pasal 11 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
1. Kewenangan daerah kabupaten dan kota mencakup semua kewenangan yang dikecualikan dalam pasal 7 yang diatur adalam pasal 9
2. Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja.
Dengan demikian masalah pendidikan merupakan salah satu urusan yang didesentralisasikan, sehingga daerah wajib melaksnakannya. Namun dalam implementasinya masalah pendidikan tidak selumhnya menjadi kewenangan daerah ada beberapa urusan yang masih menjadi kewenangan pemerintah pusat sebagaimana dikemukakan dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 seperti masalah
satndarisasi nasional.
yang akan dating. Pelaksanaan otonomi membawa konsekwensi logis terhadap
kebijakan perampingan organisasi pemerintahan, kebijakan pembangunan ekonomi
yang secara optimal mampumem buka kesempatan kerja. melakukan investasi yang besar dalam bidang pendidikan. Dalam kontek ini pendidikan dipahami sebagai landasan utama dalam membangun sumberdaya manusia. Oleh karena itu semua. hanya dengan keberanian dan kreatifitas seperti inilah yang dapat membuat pemerintahan mampu secara efektif dan legitimate mengantarkan rakyat daerah masuk kedalam era kompetisi global.
Dalam implementasi otonomi khususnya masalah pendidikan belum menjadi perhatian serius oleh pemerintah daerah dengan menempatkan pembangunan pendidikan sebagai bagian dari permasalahan, bukan menjadikan pendidikan sebagai isu sentral dalam pembangunan jangka panjang. Hal ini tercermin dari dana untuk pendidikan dalam APBN masih sangat kecil bila dibandingkan dengan negara lain. Kondisi ini sudah barang tentu akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan dalam era otonomi yang sebagian besar dibiayai oleh pemerintah daerah (APBD). Sehingga menimbulkan pertanyaan apakah pendidikan akan lebih maju atau malah sebaliknya, untuk itu kunci keberhasilan pelaksanaan otonomi pendidikan yaini adanya dukungan semua pihak (stakeholders) khususnya pemerintah daerah sebagai penangungjawab masalah pendidikan di daerah. Dalam kaitan ini perlu ada political will yang konsisten terhadap masalah pendidikan. Sebab persoalan desentrahsasi pendidikan bukan terletak pada gagasan atau teorinya yang menjanjikan harapan yang lebih besar untuk terjadi perubahan, melainkan implementasinya.
Impelementasi manajemen desentrahsasi pendidikan semakin tidak mudah
karena tidak semata-mata menyangkut isu teknis melainkan juga isu politis seperti
pendidikan sebagai penjabaran dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yaitu
peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Kewenangan pemerintah pusat dalam
peraturan pemerintah ini khususnya dalam masalah pendidikan sebagaimana
dikemukakan dalam pasal 2 ayat 11 yang berbunyi sebagai berikut:
a. Penerapan standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan
kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta
pedoman pelaksanaannya.
b. Penetapan standar materi pelajaran pokok.
c. Penetapan persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akademik.
d. Penetapan pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.
e. Penetapan persyaratan penerimaan, perpindahan, sertivikasi siswa, warga
belajar dan mahasiswa.
f.
Peneetapan persyaratan permintaan/zoning.
pencarian, pemanfaatan,
perpindahan, pengadaan, system pengamanan dan kepemilikan benda cagarbudaya serta persyaratanpenelitianarkeologi.
g. Pemanfaatan hasil penelitian arkeologi nasional serta pengelolaan musium
nasional, galeri nasional, pemanfaatan naskah arsip dan monumen yang
diakui secara internasional.
h. Penetapan kalender pendidikan danjumlah jam belajar efektifsetiap tahun
bagi pendidikan dasar, menengah dan luar sekolah.
i. Pengaturan dan pengembangan pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh
serta pengaturan sekolah internasional.j. Pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia.
Sementara yang menjadi kewenangan provinsi sebagai daerah otonom khususnya
dalam masalah pendidikan sebagaimana dikemukakan dalam pasal 3 sebagai berikut:
a. Penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa dan mahasiswa darimasyarakat minoritas, terbelakang dan atau tidak mampu.
b. Penyediaan bantuan pengadaan buku pelajaran pokok/modul pendidikan
untuk taman kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan luar sekolah.c. Mendukung/membantu
penyelenggaraan
pendidikan
tinggi
selain
pengaturan kurikulum, akreditasi dan pengangkatan tenaga akademis.
d. Peryimbangan pembukaan dan penutupan perguruan tinggi.
e. Penyelenggaraan sekolah luar biasa dan balai pelatihan dan atau penataran
guru.
Berdasarkan peraturan tersebut diatas maka kewenangan daerah kabupaten dan Kota cukup besar dengan segala konsekwensinya. Oleh karena itu dalam rangka melaksanakan kewenangan masalah pendidikan dibutuhkan suatu pemahaman tentang
kekhasan masalah pendidikan. Sehingga masalha pendidikan harus dipahami sebagai
suatu masalah yang sangat komplek dan tidak dipandang pelayanan umum biasa. Kewenangan tersebut membawa konsekwensi kepada daerah kabupaten dan kota untuk membiayai pendidikan sesuai dengan kewenangannya. Untuk dapat melaksanakan kewenangan itu diperlukan dukungan biayai yang cukup, organisasi
pengelola yang mencerminkan ramping struktur kaya fungsi atau dengan kata lain
organisasi yang lebih mengedepankan profesionahsme serta yang tidak kalah
pentingnya adalah dukungan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam
bidangnya. Apabila ini semua mendapat perhatian yang cukup serius dari pemerintah
kabupatend dan kota, maka kualitas pendidikan akan semakin meningkat.
Dititik beratkannya kepada pemerintah kabupaten dan kota dimaksudkan
untuk memberdayakan daerah dan meningkatkan komitmen pemerintah kabupaten
dan kota terhadap pendidikan. Lahirnya desentrahsasi pendidikan seidaknya dilandasi
oleh prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta
memperhatikan potensi dan keragaman daerah.
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi setiap warga negara,
karenanya penyelenggaraan pendidikan tergolong kepada kepentingan nasional
sebagai upaya mewujudkan salah satu tujuan nasional sebagaimana diramuskan
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa. Desentrahsasi pendidikan secara konsep dapat diterima, dengan desentrahsasi
pendidikan akan dapat memenuhi kebutuhan aspirasi masyarakat, pelayanan dan
penanganan masalah pendidikan diharapkan akan lebih cepat efektif dan efisien.
Semua ini disebabkan aparat yang menangani lebih denkat dengan
sehingga akan dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas dan
kebangsaanserta tercipta pula aparat yang bersih, terpercaya dan berwibawa.
Desentralisasi pendidikan sedikit banyak membawa kekhawatiran di kalangan
masyarakat pendidikan yaitu dalam hal apakah dapat menjamin setiap warganegara
akan memperoleh hak pengajaran. Hal ini dikarenakan potensi sumber biaya
masing-masing daerah berbeda satu sama lain. Namun dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan daerah, diharapkan masalah kesenjangan dapat diatasi. Undang-undang
Otonomi daerah tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya kewenangan dalam
masalah keuangan. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 sumber-sumber
keuangan daerah sebagaimana dikemukakan dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa:
Sumber-sumber keuangan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentrahsasi
adalah:
a Pendapatan Asli Daerah b. Dana Perimbangan c. Pinjaman Daerah
d. Lain-lain penerimaan yang salt
Persoalan yang mungkin timbul secara operasional adalah bagaimana komitmen pemerintah daerah terhadap pendidikan. Komitmen disini dipahami sebagai kesungguhan pemerintah terhadap masalah pendidikan yaitu dengan menempatkan masalah pendidikan sebagai isu senrral dalam pembangunan oleh pemerintah kabupaten dan kota. Selama ini pendidikan belum menjadi prioritas pembangunan karena pendidikan masih dianggap sebagai pelayanan umum biasa bukan sebagai human invesment. Padahal dampak dari pendidikan sangat besar terhadap seluruh sendi kehiduan. Oleh karena itu komitmen pemerintah daerah terhadap pendidikan sangat penting yang diimplementasikan melalui pembiayaan, struktur organisasi serta
dukungan dari aparat yang kompeten sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan organisasi.
Kebijakan pemerintah kabupaten atau kota untuk mengedepankan pendidikan memerlukan dukungan dari semua pihak, baik dari kalangan legislatif, eksekutif maupun masyarakat sebagai konsumen pendidikan. Berdasarkan dari latar belakang tersebut penulis mencoba meneliti " KOMITMEN PEMERINTAH DAERAH
TERHADAP PENDIDIKAN DALAM ERA OTONOMI". Komitmen pemerintah
daerah sangat penting karena daerah memiliki kewenangan yang luas dalam
mengelola pemerintahan termasuk didalammnya masalah pendidikan guna
mensejahterakan masyarakat. Secara structural daerah kabupaten atau kota merupakan
institusi yang paling dekat dengan masyarakat.
B. Batasan Masalah
Dalam konteks Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang memberikan
kewenangan
luas
kepada
pemerintah daerah
kabupaten
atau kota untuk
menyelenggarakan pemerintahan mencakup kewenangan semua bidang kecuali
kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter dan fiscal, agama serta kewenangan lain yang ditetapkan oleh peraturan
pemerintah.
Lahirnya undang-undang tersebut membawa implikasi terhadap
perubahan dalam pengelolaan pendidikan yang tadinya bersifat sentralistis ke
desentrahsasi. Undang-undang ini mau tidak mau menuntut dilakukannya perubahan
khususnya dalam pengelolaan pendidikan
diberbagai aspek. Dalam bidang
pendidikan pemerintah daerah bukan saja memiliki kewenangan dalam mengelolla
yang bersifat administrative akan tetapi juga memiliki kewenangan dalam membiayai
Otonomi pendidikan bagi pemerintah daerah merupakan peningkai
yang mempunyai dua dimensi pengertian selain menjadi momentum juga
tantangan bagi daerah membuktikan komitmennya dalam meningkatkan kuahtas sumber daya manusia melalui pendidikan. Dalam era otonomi maju mundumya kuahtas pendidikan sangat tergantung kepada sebaerapa besar perhatian pemerintah kabupaten atau kota terhadap sector pendidikan.
Secara umum dalam pelaksanaan desentrahsasi mulai dari tingkatan sekolah sampai pemerintah daerah, mensyaratkan adanya informasi berkenaan dengan kemampuan guru, kepala sekolah, aparat daerah termasuk dalam hal pembiayaan pendidikan serta kemampuan aparat dalam semua tingkatan akan menentukan sampai tingkat mana desentralisasi sudah berjalan. Semakin lemah kemampuan aparat di tingkatbawah, maka akan semakin tinggi tingkat pengambilan keputusan keputusan. Desentrahsasi pendidikan tanpa ditunjang oleh kemampuan aparat pelaksana di tingkat bawah tidak akan mempunyai arti bagi kemajuan pendidikan. Dalam konteks otonomi daerah salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan meningkatkan komitmen pemerintah daerah pendidikan. Dalam kondisi ini permasalahan yang menjadi bahasan adalah :
1. Bagaimana Desain Organisasi Dinas Pendidikan meliputi:
a. Bagaimana visi dan misi dinas pendidikan kaitannya visi dan misi pemerintah Kabupaten dan Kota Bekasi ?
b. Bagaimana bentuk hubungan kerja dalamorganisasi dinas pendidikan ? c. Bagaimana job discription dalam organisasi dinas pendidikan ?
2. Kompetensi Aparatur Dinas Pendidikan Non Guru yang meliputi:
a. Bagaimana kesesuaian antara disiplin ilmu dengan tugas atau jabatan aparatur dinas pendidikan ?
b. Jenis dan tingkat pendidikan serta penjenjangan karier apakah telah sesuai
dengan prinsip profesionalisme ?
c.
Ketentuan penempatan tugas dan jabatan apakah telah sesuai dengan disiplin
ilmuyangdimiliki?
3. Bagaimana kebijakan Pembiayaan pendidikan yang didasarkan kepada APBD
meliputi:
a. Bagaimana proses penetapan kebijakan tentang alokasi anggaran dalam APBD?
b. Berapa besar realisasi penerimaan pemerintah daerah ?
c. Berapa besar yang dialokasikan untuk membiayai rutin dan pembangunan
termasuk pendidikan ?
C. Tujuan Penelitian
Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui desain organisasi Dinas Pendidikan setelah diberlakukannya
otonomi daerah.
2. Untuk mengetahui kompetensi aparatur Dinas Pendidikan Non guru yang meliputi
Kepala Dinas, Kasubdin, Kasi dan Staf pelaksana.
3. Untuk mengetahui anggaran pembiayaan sektor pendidikan dalam APBD
Kabupaten dan Kota Bekasi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat antara lain :
1. Untuk menambah informasi atau pengetahuan mengenai masalali pendidikan
dalam era otonomi dalam upaya perbaikan kebijakan lebih efektif dan efisien
dalam meningkatkan komitmen pemerintah sehingga dapat meningkatkan mutu
pendidikan.
2. Untuk memberikan masukan dalam upaya meningkatkan komitmen pemerintah
daerah terhadap pendidikan di masa yang akan dating.
3. Untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan melalui pengungkapan suatu masalah yang dihadapi.
4. Dari aspek akademis berkepentingan untuk mengkaji konsep ekonomi pendidikan berkaitan dengan pemilihan kebijakan mengenai pengembangan sumber daya
manusia.
E. Hipotesis
Berdasarkan dari masalah dan rujuan tersebut diatas maka dapat dilakukan hipotesis dengan asumsi bahwa desain organisasi dan kompetensi aparatur pemerintah yang baik serta pembiayaan pendidikan yang memenuhi amanat undang-undang akan meningkatkan komitmen komitmen pemerintah terhadap pendidikan. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam bagan berikut:
XI.
(Desain organisasi dan Kompetensi aparatur
Dinas Pendidikan)
Y (Komitmen Pemerintah)
[image:20.595.81.482.274.675.2]
X2-(Pembiayaan Pendidikan)
Gambar 1.1 Kerangka Hipotesis
F. Kerangka Pemikiran
Berbicara mengenai undang-undang tentang pemerintahan daerah seperti telah
diketahui, sudah berkali-kali mengalami perubahan dan penyempurnaan. Pada saat
sekarang ini otonomi daerah merupakan salah satu solusi untuk memberdayakan
daerah menjadi mandiri, karena selama ini daerah menjadi kurang memiliki
kemandirian sebagai akibat dari system pemerintahan selalu menunggu dari
pemerintah pusat. Dampak yang ditimbulkan dari system pemerintahan yang
sentralistis mendorong tumbuhnya birokrasi yang panjang dan pelayananan kepada
masyarakat kurang optimal.Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 sepenuhnya didasarkan pada prinsip
yang terkandung dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu suatu bentuk
rumusan untuk menghadapi perkembangan keadaan baik di dalam negeri mapun di
luar negeri serta tantangan persaingan global. Maka kebijakan memberikan otonomi
kepada daerah kabupaten dan kota merupakan langkah yang sangat strategis untuk
kemajuan bangsa dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia. Perubahan
kebijakan khususnya dalam masalah otonomi daerah secara signifikan berpengaruh
terhadap perubahan kewenangan dalam mengelola pemerintahan.Otonomi daerah termasuk masalah pendidikan yang dijabarkan melalui peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2000 merupakan upaya untuk pemangkasan birokrasi, pendelegasian wewenang, pelayanan yang lebih baik, pemberdayaan daerah, menumbubkan kemandirian daerah dalam mengelola pemerintahan guna
mensejahterakan masyarakat. Perubahan paradigma pengelolaan pemerintahan juga
berpengaruh terhadap pengelolaan pendidikan karena pendidikan merupakan salah
satu urusan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten atau kota.
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kulaitas sumber daya
manusia yang berperan sangat penting bagi kesuksesan dan kesinambungan
pembangunan suatu bangsa. Oleh karena itu pembangunan dan peningkatan kuahtas
sumber daya manusia mutlak diperlukan. Degan demikian pendidikan memiliki posisi
yang strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya.
Pembangunan sumber daya manusia sudah sepanrasnya menjadi prioritas dan
haras dilakukan inovasi-inovasi untuk menciptakan system pendidikan yang mampumeningkatkan kualitas kehidupan bangsa. Peningkatan kuahtas sumber daya manusia
sangat berkaitan langsung dengan peningkatan kualitas pendidikan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya dicirikan dengan tingginya tingkat pendidikan masyarakat.
Sekarang ini pembangunan pendidikan di negara lata dihadapkan kepada masalah peningkatan kualitas, pemerataan kesempatan, ketentuan anggaran yang memadai serta belum terpenuhinya sumber dalam diri masyarakat secara professional sesuai dengan tanggung jawab pendidikan. Oleh karena itu salah satu upaya penting dan mendesak yang haras ditempuh adalah membangun dan memperkuat system pendidikan dengan segala jalur dan jenjangnya sehingga percepatan pembangunan dapat dipacu dengan akselerasi yang tinggi. Tuntutan yang paling mendasar untuk memperkuat system pendidikan dengan akselerasi yang tinggidibutuhkan perubahan paradigma dalam pengelolaan pendidikan dengan memberdayakan seluruh
stakeholdes.
Selama ini pengelolaan pendidikan bersifat sentralisasi dengan segala kekurangan dan kelebihannva. Sejalan dengan perkembangan zaman dan tuntutan kompetisi global, lahirnya Undang-Ungadang Nomor 22 dan 25 tahun 1999 serta peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2000 merupakan secercah harapan untuk
memasuki babak baru dalam pengelolaan pendidikan. Namun adanya undang-undang
tersebut akan kurang berarti tanpa adanya political will pemerintah daerah terhadap
pendidikan dengan meningkatkan komitmen yang tinggi terhdap masalah pendidikan.
Karena pendidikan merupakan salah satu bentuk pembangunan yang sangat komplek
dan memiliki kekhasan tersendiri bila dibandingkan dengan pembangunan lain.
Desentralsiasi pendidikan menuntut semua komponen masyarakat haras bahu
membahu meningkatkan kemampuan sumber daya manusia sebagai syarat mutlak
kemandirian daerah. Masalah pendidikan kemajuannya sangat terkait erat dengan
dukungan selurah aspek kehidupan masyarakat. Berdasarkan pengalaman yang ada
desentraslisasi pendidikan tidak selamanya berdampak pada kemajuan pendidikan
akan tetapi desentrahsasi juga bias berdampak pada kemunduruan pendidikan sebagai
contoh terjadi dinegara Amerika Latin. Oleh karena itu desentrahsasi pendidikan
kesuksesannya sangat ditentukan oleh pemerintah komitmen daerah.
Besarnya anggaran pendidikan memang bukan satu-sarunya factor yang dapat meningkatkan kuahtas pendidikan. Akan tetapi masalah yang timbul dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan tidak akan teriepas dari dukungan dana. Kesemua factor tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan. Komitmen pemerintah terhadap pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari administrasi pendidikan karena komitmen pemerintah daerah merupakan penjabaran dari fungsi manajemen secara umum. Dengan demikian kualitas pendidikan akan meningkat apabila adanya komitmen yang tinggi terhadap pendidiian. Secara umum kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Konsekuensi UU No 22 Th 1999
PP No. 25 Tahun 2000
UU No 2 Th. 1989
< <
V
Kewenangan
Pemerintah
r**-UU No. 25 Th. 1999
^ V
Pembiayaan pembangunan
Administrasi
Pendidikan
lA,
Politik
s.
Sosial
Desain Organisasi dan Kompetensi Aparatur
Dinas Pendidikan
Komitmen Pemerintah Daerah
Terhadap pendidikan
Peningkatan Kualitas Pendidikan
Hankam
Ekonomi
1
Pembiayaan
[image:24.595.84.465.45.604.2]Pendidikan
Gambar: 1.1 Alur Fikir Penelitian
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Pemditian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif, yaita dengan mengemukakan kenyataan yang ada dari subyek
penelitian yang ditehti. Dilihat dari pengertian, penelitian deskriptif mengambil
masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual, sebagaimana
adanya pada saat penelitian dilaksanakan (Nana Sudjana : 1989 : 64). Daripandangan
ini secara umum ada dua tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian yang bersifat
deskriftifyaita,:
a. Mengetahuiperkembangan terjadinya suatu aspek sosial tertentu
b. Mendeskripsikan secara terperinci suatu fenomena sosial.
Penelitian dengan menggunakan metode tersebut biasanya tanpa
menggunakan hipotesis yang telah dirumuskan secara ketat, namun adakalanya, juga
menggunakan hipotesis tetapi bukan untuk diuji secara statistik. Dengan kata lain
penelitian deskriftif tidak bermaksud untuk mengidentifikasikan hubungan antar
variabel melalui studi korelasi atau regresi untuk menguji hipotesis tertentu. Oleh
karena ita dalam penelitian kajiannya lebih difokuskan kepada kajian mengenai
manajemen dalam hal ini masalah kebijakan, maka metode penelitian yang dianggap
lebih tepat adalah metode deskriptif.Metode penelitian deskriftif tidak terbatas pada pengumpulan data tetapijuga
meliputi anahsis dan interpretasi data. Taylor dan Bongdan (Maleong 2001 : 5)
mengemukakan pendekatan kualitatif merajuk pada pengertian yang luas terhadap
penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berapa kata-kata dan prilaku orang
yang dapat diobservasi dari lisan maupun talisan. Dengan demikian bahwa penelitian
kualitatif berakar pada latar belakang alamiah dan yang menjadi alat dalam penelitian
dengan mengandalkan manusia. Lexy J Moleong (2001 : 4) mengemukan terdapat
sepuluh ciri penelitian kualitatif seperti:
1. Penelitiannya berlatar belakang alamiah atau pada kontak dari suatu kebutuhan.
2. Alat pengumpulan data yang utama adalah peneliti sendiri atau dengan bantuan
orang lain, sehingga setiap saat dapat menyesuaikan terhadap kenyataan yang ada
dilapangan.
3. Penelitian
kualitatif
menggunakan
metode
kualitatif dengan
beberapa
pertimbangan seperti metode kualitatif lebih mudah bila berhadapan dengan
kenyataan lain, menyajikan secara langsung hakikat hubungan peneliti dengan
responden, lebihpeka dan lebih dapat menyesuaikan diri.
4. Menggunakan analisis data secara induktif, dipergunakannya analisis ini karena
dapat menemukan kenyataan-kenyataan yang terdapat dalam data, dapat
menemukan pengarah bersama dan dapat memperhitungkan nilai-nilai secara
eksphsit sebagai bagian struktur anahtik.
5. Lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari
data.
6. Mempercayai apa yang dilihat secara netral dan teori dasar lebih responsif
terhadap nilai-nilai kontekstual.
7. Lebih mementingkan proses dari pada hasil.
8. Adanya penetapan batas atas dasar fokus yargmenjadi masalah penelitian.
9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data
10. Menyusun desain teras menerus menyesuaikan kenyataan dengan lapangan,
desainnya tidak ketat dan tidak kaku.
Metode kualitatif sering digunakan untuk menghasilkan grounded theory,
yaitu teori yang timbul dari data bukan dari hipotesis-hipotesis sebagaimana metode
kuantitatif. Sementara menurat pandangan lain (Nana Sudjana 1989 : 197) terdapat
beberapa ciri pokok yaitu :
1. Penelitian kuualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data
2. Penelitian kualitatif sifatnya deskriftif analitik dan bersifat induktif
3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses bukan pada hasil.
4. Penelitiankualitatifmengutamakan makna.
Selain hal tersebut di atas metode penelitian deskriftif tidak hanya terbatas
pada pengumpulan data semata tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi data.
Dengan demikian sasaran penelitian diarahkan pada usaha penguasaan teori dasar
penelitian yang bersifat deskriftif dengan mementingkan penguasan proses penelitian,
membatasi studi dengan fokus kajian, menentukan kriteria untuk memeriksa
keabsahan data dan hasil penelitian.
Sesuai dengan ciri-ciri yang dikemukakan di atas mendasari penulis
menggunakan metode ini. Penulis berasaha mendeskrifsikan secara sistematis dan
akurat dengan dukungan data-data yang diperoleh di lapangan, dokumen dan
buku-buku tentang bagaimana komitmen pemerintah daerah terhadap pendidikan
dalam eraotonomi ditinjau dari sudut desain organisasi dinas pendidikan, kompetensi
aparatur pemerintah yang menangani masalah pendidikan serta anggaran yang
disediakan untuk pendidikan di Kabupaten dan Kota Bekasi.
Dengan mengambil pengertian dan ciri-ciri tersebut, penelitian yang
dilaksanakan berasaha mempelajari fakta-fakta yang ada, dan relevan dengan masalah
penelitian serta menggambarkan dan menghubungkannya dengan teori yang ada.
Sehingga, diharapkan melahirkan temuan atau pemikiran guna membantu
memecahkan masalah yang dihadapi oleh pemerintah berkaitan dengan peningkatan
kualitas pendidikan melalui kebijakan pemerintah daerah terhadap pendidikan.
B. Definisi Konsep
Agar penelitian terarah dan memiliki visi yang jelas maka, masalah penelitian
ini secara konsep didefinisikan sebagai berikut:
a. Yang dimaksud dengan struktur organisasi adalah suatu sub sistem dari
lingkungan yang luas meliputi sistem teknik, sistem struktur dan sistem
manajemen.
b. Yang dimaksud dengan kemampuan aparat adalah disiplin ilmu atau kuahtas
sumber daya manusia yang terlibat dalam organisasi yang mengelola pendidikan.
c. Sedangkan yang dimaksud dengan komitmen pemerintah dalam konteks
penelitian ini adalah kesungguhan pemerintah daerah melalui implementasi
kebijakan untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pendidikan.
C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif peneliti sendiri atau melalui bantuan orang lain
merapakan instrumen yang utama dalam penelitian kualitatif. Karena jika
menggunakan alat yang bukan manusia dan mempersiapkannya terlebih dahulu
sebagaimana dalam penielitian klasik, sangat tidak mungkin untuk mengadakan
penyesuaian terhadap kenyataan di lapangan. Selain itu dalam penelitian ini hanya
manusialah yang dapat berhubungan dengan responden atau obyek lainnya dan hanya
manusia pulalah yang mampu memahami kaitan kenyataan dilapangan. Oleh karena
itu peneliti sebagai alat penelitian sangatlah penting dalam menentukan hasil
penelitian. Dalam proses penehtian peneliti harus mampu berinteraksi dan beradaptasi
dengan obyek yang sedang diteliti. Hal ini sangatlah penting mengingat peneliti haras
mampu mengumpulkan data secara obyekltif
D. Tehnik Pengumpulan Data
Pelaksanaan penelitian untuk mengumpulkan data digunakan tehnik
wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Ketiga alat ini digunakan untuk
meperoleh infomasi berkaitan dengan masalah yang diteliti:
a. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman yang telah disusun
berdasarkan kebutuhan informasi berkaitan dengan penelitian. Pedoman
wawancara dibuat dan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan terbuka dan tertutup.
Pedoman wawancara sangat penting dalam proses berjalannya wawancara,
sehingga wawancara yang dilakukan tetap berada dalam koridor atau dalam
konteks pennasalahan yang diteliti. Hal ini dimaksudkan untak menjaga agar
informasi yang diinginkan tidak bias. Data atau informasi yang diharapkan dan
wawancara im* berkaitan dengan komitmen pemerintah daerah terhadap
pendidikan dilihat dari:
•
Struktur organisasi dan tatakerja Dinas Pendidikan
• Kemampuan aparatur pemerintah yang mengelola pendidikan dalam hal ini
Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota Bekasi.
•
Implementasi kebijakan pembiayaan pendidikan
b. Observasi
Observasi digunakan dalam rangka melengkapi data dan informasi yang
diperoleh melalui wawancara. Selain itu juga dengan menggunakan observasi
dilakukan
reckhek.
Observasi
dilakukan
sebelum
atau
sesudah
wawancaradilakukan, baik untuk memperoleh gambaran awal tentang materi yang
diteliti, maupun untuk melengkapai data hasil wawancara dan dokumentasi.
Instrumen observasi digunakan untuk mengamati secara langsung obyek yang
diteliti untuk mencocokan di lapangan dengan apa yang diperoleh baik melalui
wawancara maupun dokumentasi.
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi berapa data-data, peraturan-peraturan atau catatan-catatab
digunakan untak melengkapi data dan informasi yang diperoleh melalui dua
instrumen yang telah disebutkan di atas. Salah satu caranya adalah dengan
mempelajari berbagai dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Dengan menggunakan teknik ini diharapkan diperoleh data trtulis berapa
peraturan, perundang-undangn atay dokumen lainnya.
E. Subyek Penelitian
Subyek penehtian adalah orang, sumber atau informasi yang dapat
memberikan data kepada peneliti. Penentaan subyek penelitian dilakukan secara
purposiv, halinididasarkan padaciri-cirinya yaita:
• Rancangan subyek penelitian yang timbul tidak ditentukan terlebih dahulu.
•
Penentaan subyek secara beruratan untuk memperoleh informasi yang telah
diperoleh terlebih dahuta, sehingga dapat dipertentangkan atau ada
kesenjangan informasi
•
Penyesuaian berkelanjutan dari subyek
•
Pemilihan terakhir jika terjadi pengulangan infomasi atau sudah terjadi
ketantasan dan tidak diperoleh tambahan infomasi yang berarti (Maleong
2001 : 165-166)
Berdasarkan ketegasan mengenal subyek penelitian tersebut maka subyek atau
responden utama dalam penelitian ini adalah:
a. Bupati Kabupaten Bekasi dan Walikota Bekasi dengan pedoman pertanyaan yang
telah disiapkan maka didapat jawaban secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Dalam menentukan visi dan misi yang akan ditetapkan dibentuk suata tun
yang melibatkan seluruh komponen masyarakat. Tim ini berupaya menggali
dan mencari masukan-masukan dari berbagai komponen masyarakat. Setelah
visi dan misi diramuskan maka diajukan kepada DPRD untuk ditetapkan.
2. Setelah visi dan misi ditetapkan maka dilakukan sosiahsasi baik melalui
media masa maupun berapa pamplet yang disebarkan kepada seluruh wilayah
yang ada, melalui spanduk atau melalui penyuluhan-penyuluhan baik yang
dilakukan oleh tingkat desa/kelurahan, kecamatan, dinas/instansi untak dapat
mengetahui dan mengamankan kebijakan tersebut dengan sebaik-baiknya.
Setelah visi dan misi ini disosiahsasikan sebagai upaya untuk mencapainya
dengan cepat dan tepat maka ditetapkan rencana strategik dan propeda. Untuk
menyusun rencana strategik dibentuk pula tim yang mehbatkan seluruh
komponen masyarakat yang terdiri dari unsur legislative, unsur eksekutif
(dinas/instansi). unsur masyarakat.
3. Dalam proses penetapan APBD langkah awal yang dilakukan adalah melalui
kegiatan yang disebut pra rakorbang yang menghimpun usulan-usulan dari
desa/kelurahan. kecamatan dan dinas/instansi. Dari usulan usulan yang masuk
kemudian dibahas pada rakorbang untuk menetapkan skala prioritas yang
didasarkan pada RAPBD. Upaya lain yang dilakukan untuk meningkatkan
PAD dilakukan melalui intensivikasi dan ekstensivikasi berbagai pajak dan
retribusi, yang ditenggarai dilakukan belum maksimal. dari hasil wawancara
ini juga diketahui jumlah APBD mulai dari tahun 2000 - 2002 dan ditunjang
oleh data-data keuangan.
b. Ketua DPRD Kabupaten dan Kota Bekasi didapat jawaban atas pertanyaan yang
diajukan secara umum sebagai berikut:
1. Proses penetapan visi, misi dan rencana strategik anggota DPRD selalu
dilibatkan baik dalam tim maupun dalam melakukan sosiahsasi serta selalu
melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja pemerintah berkaitan
kebijakan yang telah ditetapkan bersama. Semua rumusan tersebut dikaji
ulang dalam rapat paripurna DPRD untuk ditetapkan. Selain itu juga dalam
proses penetapan kelembagaan berikut SOTK dilakukan melalui usulan
pemerintah yang kemudian dibahas bersama-sama untuk ditetapkan.
2. Dalam proses penetapan APBD diawali dengan usulan nota keuangan oleh
pemerintah yang kemudian dibahas bersama antar komisi yang selanjutnya
untuk ditetapkan sebagai suatu keputusan dilakukan melalui rapat paripurna.
c. Sekwilda Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi didapat jawaban sebagai berikut:
1. Untuk mengisi jabatan pada dinas/instansi yang dibentuk dilakukan melalui
Baperjakat yang diketuai oleh Sekwilda atau Sekot dengan melalui berbagai
pertimbangan baik pertimbangan administrative, kompetensi, moral dan
prestasi kerja.
2. Diklat-diklat yang dilakukan khususnya untuk penjenjangan diawali dengan
seleksi mengingat anggaran yang terbatas. Untuk tingkat eselon HI sampai
dengan eselon IV selain didasarkan pada pertimbangan administrative,
kompetensi, moral, prestasi kerja juga didasarkan pada pertimbangan
rekomendasi dari Kepala Dinas. Diklat-diklat fungsional juga dilakukan baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah maupun dari pemerintah
propinsi atau pusat sebagai upaya untuk meningkatkan profesionalisme.
d. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi didapat jawaban
sebagi berikut:
1. Proses penetapan visi dan misi Dinas Pendidikan mehbatkan seluruh kasubdin,
dan kasi juga staf yaita dengan dibentuk tim perumus visi dan misi dengan
landasan utama adalah visi dan misi kabupaten atau kota dengan
mempertimbangkan pennasalahan pendidikan sesuai dengan kondisi yang
adasetelah visi dan misi ini ditetapkan dilakukan sosiahsasi kepada seluruh
staf melalui kasubdin masing-masing.
2. Untuk meningkatkan profesionalisme selalu diberikan kesempatan yang luas
kepada seluruh staf, kasubdin, kasi untuk mengikuti diklat-diklat yang
diselenggarakan baik penjenjangan maupun fungsional. Untuk staf
beradasrkan pertimbangan kasi dan untuk kasi berdasarkan pertimbangan
kasubdin.
3. Untuk melakukan promosi bagi staf dilakukan rapat yang melibatkan seluruh
kasubdin untuk memberikan masukan. Penilaian prestasi kerja dilakukan
melalui diberikannya buku penilaian kepada kasubdin untuk menilai kinerja
kasi dan para staf.
Dilakukannya penelitian di Kabupaten dan Kota Bekasi dilator belakangi
oleh kondisi Bekasi sebagai salah satu daerah penyangga Ibu Kota Jakarta. Sehingga
kebijakan Pemerintah DKI Jakarta akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan
Pemerintah Bekasi. Pembangunan Jakarta dengan segala permasalahannya sedikit
banyak akan mempengarahi konsep pembangunan yang akan dikembangkan oleh
pemerintah Kabupaten dan Kota Bekasi.
F. Pelaksanaan Pengumpulan Data
Penelitian dengan menggunakan pendekatan deskriftif menurut Bondan
dan Biklen (Maleong 2001 : 85) menyatankan ada tiga tahapan yang harus dilalui
yaita:
a. Pra lapangan b. Kegiatan lapangan c. Analisis intensip
Sementara menurut Nasution (1996 : 33) mengelompokan kegiatan penehtian dalam
beberapa kegiatan yaitu:
a. Tanap orientasi, merupakan penelitian awal untuk memperoleh gambaran
pennasalahan yang lebih lengkap dan terfokus. Setelah mengadakan konsultasi
dengan pembimbing dan desain telah disetujui, penulis mengadakan studi
pendahuluan dengan melakukan serangkaian wawancara secara informal,
observasi dan mengumpulkan dokumen yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
b. Tahap eksplorasi, yaitu melakukan penehtian yang sebenamya dengan
mengumpulkan data yang berkenaan dengan fokus dan pertanyaan masalah serta
selaras dengan tajuan penelitian.
c. Tahap member check, memverifikasikan dengan mengecek keabasahan atau
validitas data. Tahap ini dimaksudkan untuk mengecek kebenaran informasi yang
telah dikumpulkan agar hasil penelitian dapat dipercaya. Pengecekan informasi
dilakukan setiap selesai mengadakan wawancara. Dalam pelaksanaan wawancara
dimungkinkan juga menarik kesimpulan bersama-sama dengan responden. Hal ini
dimaksudkan untuk menyamakan interpretasi sehingga kesalahpaharnan dalam
menafsirkan informasi dapat dihindarkan.
G. Analisisi Data
Data dan informasi yang telah dikumpulkan atau telah diperoleh oleh peneliti
akan dianalisis dan diinterpretasikan mulai dari awal penehtian sampai berakhir
penelitian. Analisis dan interprestasi data didasarkan kepada teoritis yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Nasution (1996 : 129 -130) bahwa prosedur analisis data didasarkan pada tiga tahapan
yaita reduksi data, display data dan verifikasi data.
Reduksi data dilakukan dengan menelaah kembali seluruh catatan dan
rekaman lapangan yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan studi
dokumentasi. Telah dilakukan untuk menemukan hal-hal pokok atau penting
berkenaan dengan fokus penelitian.Display data, yakni mensistematiskan pokok-pokok informasi sesuai dngan
thema dan polanya. Pola yang nampak ditarik kesimpulan sehingga data yang
dikumpulkan mempunyai makna tertenta. Untuk menetapkan kesimpulan maka
dilakukan verifikasi data melalui member ckeck maupun triagulasi. Oleh sebab itu
verifikasi kesimpulan berlangsung selama dan sesudah data dikumpulkan.
H. Validasi Temuan Penelitian
Menurat Nasution (1996 : 114 -124) dan Moleong (2001 : 173) bahwa untak
menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan atau pengujian tingkat
kepercayaan hasil penelitian kualitatif ditentukan oleh kriteria-kriteria :
a. Kredibihtas (derajat kepercayaan)
Merupakan salah satu ukuran tentang kebenaran data yang terkumpul,
dimaksudkan untuk mencocokan konsep penelitian dengan konsep yang ada pada
responden. Untuk mencapai derajat kepercayaan dilakukan hal-hal sebagai berikut:
• Tianggulasi, yaita mengecek kebenaran data dengan membandingkan data dan
sumber lain.
• Penggunaan bahan referensi untuk mengamankan berbagai informasi yang didapat
di lapangan.
• Mengadakan membercek, yaitu dengan berasaha menyimpulkan suatu bahasan
secara bersama-sama sehingga perbedaan suata persepsi dalam suatu masalah
dapat dihindarkan, juga dilakukan konfirmasi dengan nara sumber terhadap hasil
laporan wawancara untuk menghindari tejadinya kekeliruan dan apabila hal ini
terjadi dapat diperbaiki dan apabila informasi kurang dapat ditambah.
b. Transferabilitas (keteralihan)
Merupakan validitas esktenal hasil penehtian sehingga hasilnya dapat diterapkan
atau diaplikasikan dalam konteks atau situasi lain. Transferabilitas hasil
penelitian, baru dapat diterapkan jika dalam situasi yang identik dan memiliki
keserasian antara hasil penelitian dengan pennasalahan. Meskipun diakui tidak
ada situasi yang sama pada tempat dan kondisi yang lain Transferabilitas
merapakan suatu kemungkinan, akan tetapi peneliti tidak memiliki keyakinan
akan menjamin validitas ekstenal.c. Dependabilitas (ketergantungan)
Adalah suata kriteria kebenaran dan penelitian kuahtatif, yang pengertiannya sejajar
dengan rehabilitas dalam penehtian kuantitatif, yakni mengupas tentang konsistensi
hasil penelitian.
d. Kompirmabilitas (objektivitas)
Berasal dari konsep objektivitas menurat penelitian non kualitatif, agar
dan objektivitas hasil penehtian dapat dipertanggungjawabkan dilakukan audit trail,
yakni dengan melakukan pemeriksaan ulang sekaUgus dilakukan konfinnasi untuk
meyakinkan bahwa hal-hal yang dilaporkan dapat dipercaya sesuai dengan situasi
yang nyata, maka peneliti melakukan upaya :
• Data mentah yang diperoleh melatui wawancara, observasi maupun studi
dokumentasi direkapitualasi dalam laporan lapangan yang lengkap dan cermat.
. Data mentah disusun berdasarkan hasil analisis dengan cara menyeleksi, yang
seianjutnya dirangkum dalam bentuk diskripsi yang sistematis.
• Membuat hasil sintesi data berapa kesesuaian tema dengan tujuan penelitian,
penafsiran dan kesimpulan,
• Melaporkan seluruh proses penelitian sejak pra survey dan penyusunan
desain.pengolahan data hingga penulisan laporan akhir.
M m KB
A
BAB VI
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Pendidikan merapakan salah sata sarana untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia yang berperan sangat penting bagi kesuksesan dan kesinambungan
pembangunan suata bangsa. Oleh karena ita pembangunan dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia mutlak diperlukan. Degan demikian pendidikan memiliki posisi
yang strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutahnya. Dalam kerangka desentrahsasi pendidikan upaya yang perlu
dilakukan oleh pemerintah daerah yaita dengan memngkatkan komitmennya terhadap
pendidikan.
Sebagai suatu ilmu ruanglingkup kerja dari administrasi pendidikan meliputi
sumber daya manusia, sumber belajar dan sumber fasilitas dan dana. Ruang lingkup
tersebut dalam pelaksanaannya agar berjalan dengan baik untuk mencapai tajuan
yang telah ditetapkan diperlukan komitmen. Dilihat dari sisi pengertian, maka
komitmen adalah suata bentuk sikap, prilaku dan persepsi yang menggambarkan
suatu kerangka strategis mengenai suatu obyek dengan dipengarahi oleh berbagai
factor. Dalam konteks komitmen pemerintah adalah kesungguhan pemerintah
terhadap suatu bidang pembangunan yang diimplementasikan melalui kebijakan yang
mendukung terhadap kemajuan bidang pembangunan tertenta, untak meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Diadakanya organisasi pada dasamya untuk memungkinkan setiap anggotanya
mempunyai tagas, wewenang dan tanggung jawab tertenta bagi pencapaian tajuan
organisaasi secara keseluruhan. Oleh karena ita organisasi hanyalah suata alat untak
mencapai tajuan dan bukan merapakan tajuan. Kemampuan sumber daya manusia
merupakan salah sata faktor yang dapat mendorong terhadap pengembangan
organisasi/lembaga kearah yang lebih maju. Kemampuan atau kualitas sumber daya
manusia dipengarahi oleh berbagai faktor diantaranya, pendidikan dan latihan, motivasi,
etos kerja dan kemampuan fisik lcaryawantenaga kerja ditinjau dari sudut intern sumber
daya manusia ita sendiri.
Pembiayaan pendidikan tidak pemah teriepas dari anggaran pemerintah yang
dialokasikan untuk pendidikan. Penganggaran (budgeting) merupakan suata bentuk
perencanaan dan koordinasi dari berbagai kegiatan untuk mencapai suata tajuan dalam
suata periode tertenta dengan melakukan perkiraan kebutahan yang diperlukan dan hasil
yang ingin dicapai serta pengawasan pelaksanaannya.
Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian sebagaimana yang
telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka peneliti mencoba menarik beberapa
kesimpulan dari penelitiannya sebagai berikut
1. Desain organisasi yang meliputi visi dan misi dalam proses penetapannya
melibatkan seluruh komponen masyarakat merapakan.. Dalam rumusan visi dan
misi Pemerintah Kabupaten Bekasi telah menempatkan kualitas sumber daya
manusia dalam hal ini pendidikan baik dalam visi, misi maupun dalam strategi
pembangunan menjadi isu sentral, sehingga sasaran pembangunan diarahkan
untuk menunjang pencapaian visi dan misi tersebut. Sementara Pemerintah Kota
Bekasi pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini pendidikan baik dalam
visi, misi serta kebijakan strategis belum menempatkan masalah pendidikan
sebagai isu sentral. Sementara dalam visi Dinas masih bersifat luas dilihat dari
sisi batasan wakta untuk mencapai visi. Selain itajuga misi yang diemban belum
mendukung pencapaian visi. Padahal Visi dipandang sebagai suatu inovasi dalam
proses manajemen, karena visi amat dominan peranannya dalam proses
pembuatan keputusan termasuk dalam setiap pembuatan kebijakan dan
penyusunan strategik. Kalau dilihat dari sudut konsep visi dan misi Permerintah
Kabupaten Bekasi dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaannya sudah melangkah
lebih maju yang dicerminkan melalui komitmen terhadap pendidikan cukup
tinggi, hal ini cukup dimengerti karena Pemerintah Kabupaten memiliki
pengalaman yang cukup. Sementara Pemerintah Kota Bekasi dan Dinas
Pendidikannya masih haras meningkatkan komitmen terhadap pendidikan
melalui penempatan pendidikan sebagai isu sentral. Hal ini dimulai dengan
pencanangan kebangkitan pendidikan di Kota Bekasi. Bentuk hubungan kerja
dalam organisasi pengelola pendidikan dalam hal ini Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan. Struktur organisasi yang dikembangkan adalah struktur lini dan staf
sebagaimana organisasi birokrasi lainnya. Dalam tataran implementasi tingkat
koordinasi masih menunjukan kelemahan diantara subdin. Selain Ita juga pola
hubungan kerja masih memperhhatkan masih panjangnva rantai birokrasi
tercermin rnasih gemuknva struktur organisasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
hal ini diterapkannya pola maksimal sesuai dengan peraturan Pemerintah nomor
84 tahun 2000 tentang Pedoman Organisasil Perangkat Daerali. Sedangkan Job
discription yang ada belum secara maksimal berdasarkan hasil analisis jabatan
(job analysis) yaita berdasarkan hasil penyelidikan secara mendalam tentang
tagas dan tanggungjawab dari suata Jabatan. Sehingga masih banyak terjadi
tampang tindih dalam kewenangan antara satu bagian dengan bagian lain.
Apabila job analysis digunakan secara maksimal, pekerjaan itu diteliti secara
kritis dan mendalam guna menentukan segala macam pekejaan dan
tagas-tagasnya sehingga inefektifitas dan inefisiensi dapat dihindarkan balikan
dapat ditingkatkan produktifitas. Job discrition yang ada masih memperhhatkan
adanya inefektifitas dan inefisiensi yang menimbulkan rendahnya etos kerja.
2. Jenjang pendidikan karyawan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan didominasi oleh
jenjang strata sata, namun kesesuaian dan profesionalisme yang diharapkan.
Selain Ita Juga karyawan dengan tingkat pendidikan setara SLTA hampir
mengimbangi karyawan yang memiliki jenjang pendidikan strata sata. Diklat
fungsional belum dijadikan bahan pertimbangan ketika seorang karyawan akan
dipomosikan untuk menduduki suata jabatan. Dalam proses penetapan pegawai
untuk menduduki suata jabatan adalah melalui Baperjakat dengan sistem
penilaian sebagian besar kerangka yang ada untuk menilai prestasi kerja masih
bersifat subyektif dan proses persaingan diantara karyawan belum
memperhhatkan adanya nilai-nilai kompetisi dengan indikator intelektualitas.
Paradigma yang berkembang sekarang ini yang menjadi dasar pengangkatan
seseorang dalam suata jabatan yang menjadi pertimbangan pertama dan utama
adalah jenjang kepangkatan. Semakin tinggi pangkat seseorang semakin besar
peluang untuk menduduki jabatan. Kerangka kerja untak menilai seseorang itu
berprestasi atau tidak dibarengi dengan reward.
3. Keteriibatan masyarakat dalam proses pemberian masukan dalam penyusunan
APBD sudah dilakukan namun masih bersifat terbatas dan lebih diberdayakan
keteriibatan masyarakat. APBD yang telah ditetapkan setiap tahunnya haras
dipertanggungjawabkan oleh pihak eksekutif kepada legislatif dalam bentuk
laporan pertanggungjawaban Bupati atau Walikota. Selain ita juga APBD yang
telah ditetapkan dalam perjalanannya akan direfisi sehingga akan timbul APBD
setelah perubahan. Perabahan ini berkaitan dengan meningkatnya anggaran
pendapatan. APBD Kabupaten dan Kota memiliki ketergantangan kepada
bantuan dari Pemerintah Pusat cukup tinggi antara 70 - 75%. Ketergantangan ini
disebabkan dalam aturan pembagian perimbangan keuangan antara pusat dan
daerah lebih banyak menguntangkan bagi daerah yang memiliki sumber daya
alam. Sementara dari Pendapatan Asli Daerah menyumbang APBD sekitar 15
-25%. Sumbangan PAD tersebut didapat dari sektor pajak sekitar 40% dan
retribusi sekitar 50%,. APBD dilihat dari sisi pengeluaran ada dua kelompok
pengeluaran yang cukup besar yaita pengeluaran ratin berkisar antara 55 - 60%
dari total APBD dan pengeluaran pembangunan berkisar antara 40 - 42%.
Anggaran untak pendidikan dilihat secara keseluruhan memang mengalami
peningkatan yang sangat besar bahkan lebih dari 100%, namun peningkatan ita
hampir 90% dipergunakan untuk gaji pegawai. Sementara dilihat dari anggaran
pembangunan menganggarkan untuk sektor pendidikan adalah sekitar 7 - 16%
dari belanja pembangunan pembangunan atau sekitr 3 - 7% dari total APBD,
Jumlah ini masih jauh bila dibandingkan dengan sektor lain seperti transportasi
yang berkisar antara 25 - 33%, sektor aparatar pemerintah sekitar 15 - 27%
perumahan dan pemukiman 17 - 26%. Anggaran pendidikan secara riil yang
dipergunakan dalam pembangunan masih jauh dari angka ideal untuk
penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah diamandemen dengan mensyaratkan anggaran
pendidikan minimal 20%.
B. Implikasi
Dari kesimpulan hasil penelitian ada beberapa implikasi antara lain
1. Dalam penetapan visi dan misi dibutahkan sosialisasi yang menyelurah seluruh
komponen. Implikasinya adalah segala kebijakan diarahkan untak mencapai visi
dan misi, sehingga pemahaman terhadap baik dalam jajaran pelaksana maupun
masyarakat luas perlu mendapat perhatian yang serius. Pola hubungan kerja dan
job discription yang memperhhatkan panjangnya rantai birokrasi dan terjadinya
tampang tindih dalam uraian jabatan dapat berimplikasi terhadap pelayanan
kepada masyarakat dan akan menjadi hambatan dalam perubahan paradigma
manajemen pelayanan. Selain ita juga melahirkan inefisiensi baik dalam
pembiayaan dan infektifitas dalam kerja yang berdampak pada rendahnya
produktivitas.
2. Ketersedian sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam bidangnya
merapakan syarat mutlak dalam pelaksanaan desentrahsasi. Pelaksanaan sistem
pendidikan yang desentralistik menuntat sumber daya manusia yang mampu serta
mumpuni di bidangnya. Kebutuhan ini perlu diantisipasi dengan arif, oleh karena
ita perlu disusun manajemen sumber daya manusia tertata dengan rapi sehingga
jumlah tenaga dan spesifikasi yang dibutahkan/diperiukan dapat didefinisikan
dengan kongkrit. Manajemen tersebut berimplikasi kepada iklim kerja yang tidak
kondusif, motivasi berprestasi, rendahnya terhadap institusi dan lain-lain.
3. Masalah dana merapakan masalali yang sangat krusial, dan sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan suata program. Rendahnya alokasi anggaran untuk
pendidikan dapat berdampak pada proses kegiatan belajar mengajar yang pada
gilirannya akan mempengarahi muta pendidikan. Oleh karena itu ketersediaan
dana yang cukup dengan akuntabilitas yang transparan akan dapat membantu
meningkatkan muta pendidikan. Implikasinya adalah penggalian sumber
pendapatan asli daerah dengan memperhatikan prinsip keadilan serta melakukan
optimalisasi dan meminimalisir kebocoran dalam pelaksanaan pungutan.
C. Rekomendasi
Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, peneliti merekomendasikan beberapa
hal antara lain:
1.
Perlu dilakukan perampingan struktur organisasi yang lebih mengedepankan
fungsional dan sebelum ditetapkannya SOTK disosialisasikan terlebih dahulu
untuk mendapatkan masukan dari masyarakat luas. Hal dimaksudkan untak
menghindari terjadinya tampang tindih kewenangan dan untuk meningkatkan
efisiensi, efektifitas dan meningkatnya produktivitas.
2.
perlu adanya sistem penilaan prestasi kerja dan reward dengan indikator yang
jelas dan penilaian prestasi kerja ini diketahui atau karyawan dapat mengukur
secara langsung prestasi kerja yang telah dicapai. Penilaian prestasi ini bukan
saja dinilai oleh baperjakat akan tetapi penilaian oleh rekan sekerja perlu menjadi
bahan pertimbangan dalam rangka promosi pegawai. Sistem reward ini sangat
penting guna meningkatkan kompetisi yang sehat di antara para karyawan untuk
meningkatkan kemampuan dan motivasi berprestasi lebih tinggi lagi.
3.
Perlu adanya kebijakan
untuk melahirkan kesadaran keberpihakan kongkrit
seluruh lapisan masyarakat khususnya dikalangan legislatif dan eksekuti terhadap
masalah pendidikan. Keberpihakan kongkrit ini disalurkan secara, politis menjadi
suata gerakan kolektif untuk membangun kondisi pendidikan termasuk
masyarakat yang bergerak dalam sektor swasta dan industri dengan memberikan
fasilitas untuk pelaksanaan pendidikan yang bermuta. Gerakan ini juga sebagai
upaya untuk mewujudkan alokasi dana. yang cukup.4.
Perlu adanya rumusan yang baku perhitangan besamya alokasi dana untuksektor
pendidikan yang mencerminkan kebutuhan rill sektor pendidikan dengan
indikator yang baku dengan didasarkan pada poin-poin pengeluaran, sub sektor
pendidikan menurat jenjang dan jenis pendidikan, sehingga diketahui kebutuhan
rill setiap jenjang pendidikan yang langsung menyentuh proses belajar mengajar. 5. Perlu adanya perabahan Paradigma pemberdayaan kontribusi masyarakat dalam
membiayai pendidikan yang selama ini dikenal dengan sebutan SPP, BP3. Kontribusi keluarga ini agar akuntabilitasnya jelas serta pengelolaannya efektif dan efisien, kontribust tersebut diubah menjadi pajak pendidikan atau sekolah dengan dilengkapi perangkat kontrol dan monitoring baku.
6. Perlu adanya upaya yang sistematis untuk mensosialisasikan pemahaman dikalangan para pengambil kebijakan bahwa pengeluaran untuk sektor pendidikan bukanlah pengeluaran yang sia-sia akan tetapi merapakan investasi yang produktif yang tidak jauh berbeda dengan investasi produktif lainnya. 7. Untuk meningkatkan komitmen pemerintah terhadap pendidikan perlu adanya
pemahaman dan menyadari dikalangan legislative dan eksekutif bahwa pendidikan ita sangat penting dan berpengaruh terhadap seluruh sendi kehidupan
juga melalui pendidikan dapat menunjang upaya pemberdayaan dan kemandirian
masyarakat. Salali satu kegiatannya adalah melalui sosialisasi dan melakukan