• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI KEBIJAKSANAAN FUNGSIONALISASI JABATAN PENGAWAS SEKOLAH TERHADAP PENINGKATAN KINERJANYA : Suatu Studi Deskriptif Analitis Terhadap Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah Rumpun Mata Pelajaran pada SMU di lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Ba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLIKASI KEBIJAKSANAAN FUNGSIONALISASI JABATAN PENGAWAS SEKOLAH TERHADAP PENINGKATAN KINERJANYA : Suatu Studi Deskriptif Analitis Terhadap Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah Rumpun Mata Pelajaran pada SMU di lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Ba"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

y

IMPLIKASI KEBIJAKSANAAN FUNGSIONALISASl JABATAN PENGAWAS SEKOLAH TERHADAP

PENINGKATAN KINERJANYA

( Suatu Studi Deskriptif Analitis Terhadap Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah Rumpun Mata Pelajaran pada SMU di

lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Administrasi PendicU

Disusun Oleh:

DAHMAN DARJAT NIM.999647

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

DISETUJIII DAN DISAHKAN

Pembimbing

1^7

Prof. DR. H. Djam'an Satori, MA

Pembimbintj II

(3)

MENGETAHUI

KETUA

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PEMMDIKAN INDONESIA

^

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Implikasi kebijaksanaan Fungsionalisasi Jabatan Pengawas

Sekolah terhadap Peningkatan Kinerjanya, suatu studi deskriptif analitis terhadap

peningkatan kinerja Pengawas Sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran pada

SMU dilingkungan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.

Fokus penelitian diarahkan pada permasalahan pokok yaitu : Bagaimana implikasi

jabatan fungsional Pengawas Sekolah terhadap peningkatan kinerja Pengawas rumpun

mata pelajaran/mata pelajaran pada tingkat SMU di JawaBarat

Penelitian ini berlandaskan teori yang sesuai konsep keilmuan yang dijadikan dasar

pemahaman terhadap masalah meliputi (1), Tugas dan fungsi pokok pengawas sekolah,

(2).Audit jaminan mutu dan manajemen mutu terpadu dalam pelaksanaan

kepengawasan, dan (3).Upaya peningkatan kinerja pengawas sekolah.Penelitian

dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis kualitatif, dengan

menggunakan teknik dan alat pengumpul data,wawancara, studi dokumentasi dan

observasi. Sumber data terdiri dari; Wakadinas, Kasubdin dikmenti, KasubdinDikdas,

Kasubag Kepegawaian, Kasi TentisDikmenti Dinaas Pendidikan Propinsi JawaBarat'

Korwas Propinsi dan Kabupaten/Kota, Kepala SMU dan Guru SMU.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa baik secara kuantitatif maupun secara

kualitatif Pengawas Sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran belum memadai, hal

ini berpengaruh terhadap pelaksanaan kinerjanya. Standar kinereja yang sudah

ditetapkan berdasarkan ketentuan jabatan fungsional pengawas sekolah merupakan

upaya pengembangan kinerja pengawas sebelumnya.Dari data lapangan kinerja

pengawas sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran di SMU masih lebih banyak

berorientasi pada subtansi administrasi pengelolaan sekolah dari pada subtansi

akademik dan proses pembelajaran.Oleh karena itu fungsi pengawas sekolah sebagai

"quality assurance auditor", belum terlaksana sepenuhnya.

Dalam rangka peningkatan kinerja pengawas sekolah rumpun mata pelajaran/mata

pelajaran di SMU terungkap adanya beberapa faktor dominan yang menjadi kekuatan

untuk dimanfaatkan sebagai peluang dalam meningkatkan kinerja pengawas sekolah,

misalnya kenaikan pangkat dengan sistem angka kredit. Selain itu didapat pula faktor

kelemahan yang menjadi tantangan dalam peningkatan kinerja Pengawas Sekolah

rumpun mata pelajaran/mata pelajaran di SMU, misalnya belum dihargainya tunjangan

jabatan sesuai jenjang jabatan fungsional pengawas.

Selanjutnya penelitian ini merekomendasikan hal-hal sebagai berikut ;(l).Perlu

adanya program yang terencana dari tataran Dinas Pendidikan Propinsi dan Diiias

Pendidikan Kabupaten/Kota dalam memenuhi kebutuhan dan kekurangan Pengawas

Sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran dengan sistem seleksi yang akurat sesuai

ketentuan jabatan fungsional pengawas sekolah,(2).Pengawas sekolah hasil rekrutmen

itu hendaknya memiliki,wawasan pendidikan dan KBM,keterampilan supervisi dan

kualitas pribadi yang baik, (3).Perlunya pembenahan sistem kerja Pengawas

Sekolah,misalnya semua pengawas sekolah di SMU menjadi pengawas sekolah mata

pelajaran, pemisahan tugas pengawas sekolah mata pelajaran dengan pengawas sekolah

subtansi pengelolaan sekolah, pelaksanaan tugas

kepengawasan mengembangkan

suasana diskusi dan hubungan kolegial, (4).Perlunya program tindak lanjut dan hasil

setiap pelatihan sehingga menjadi umpanbalik bagi pelatihan selanjutnya dan perbaikan

(5)

KATA PENG ATA R DAFTARISI

DAFT ART A BEL DAFTARGAMBAR ABSTRAK

DAF TAR IS!

1 v

viii

ix

x

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah dan pertanyaan Penelitian 8

C. Tujuan Penelitian 10

D. Manfat dan Pentingnya Penelitian 11

E. Anggapan Dasar 12

F. Paradigma Penelitian 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17

A. Tugas dan Fungsi Pengawas Sekolah 17

1. Esensi Supervisi Pendidikan 17

2. Keberadaan Pengawas Pendidikan dan Pengawas Sekolah

SMU 22

3. Rincian Tugas dan Fungsi Pengawas Sekolah sesuai Jabatan

fungsional 30

B. Kinerja Pengawas Sekolah Dalam Kontek Audit Jaminan Mutu 39 1. Kinerja Pengawas Sekolah Sesuai Jabatan Fungsional 39

2. Audit Jaminan Mutu Dalam Kerangka Pengawasan Sekolah 44 C. Pengembangan Pengawas Sekolah dalam Upaya Peningkatan

Kinerjanya 54

1. Penilaian Kinerja Pengawas Sekolah 58

2. Pelatihan Kepengawasan 62

(6)

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian 74

B. Sumber data penelitian 77

C. Teknik dan Alat pengumpulan data 79

D. Pelaksanaan pengumpulan data 84

E. Prosedur analisis data 87

F. Keabsahan Hasil Penelitian 90

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBASANNYA

A. Hasil Penelitian 94

1. Profil Pengawas Sekolah rumpun mata pelajaran/mata

Pelajaran SMU di Jawab Barat saat ini 94

2. Tugas dan Fungsi Pokok Pengawas Sekolah Rumpun Mata Pelajaran SMU Sebagai Standar Kinerja

Berdasarkan Ketentuan Jabatan Fungsional Pengawas

Sekolah 114

3. Analisis Terhadap Implementasi Jabatan Fungsional

Pengawas Sekolah Dalam Upaya Peningkatan Kinerja ... 108

4. Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah Rumpun Mata

Pelajaran SMU Melalui Pendidikan

Dan Pelatihan (Diklat) Dan Sistem Angka Kredit Jabatan

Fungsional Pengawas 122

B. Pembahasan Hasil Penelitian 127

1. Kondisi Faktual Pengawas Sekolah Rumpun Mata

Pelajaran/Mata Pelajaran SMU 132

2. Tugas dan Fungsi pokok Pengawas Sekolah Dan Perannya

Dimasa Mendatang 132

3. Upaya Peningkatan Kinerja Pengawas ,Sekolah Rumpun

Mata/Mata Pelajaran SMU 142

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan 146

B. Implikasi 151

C. Rekomendasi is"

(7)

DAFTAR PUSTAKA 159

LAMPIRAN

Panduan Pengumpulan Data 163

Pedoman Wawancara 164

Ihktisar Analisis Data Kualitatif 172

Matrik Gambaran Seluruh Penelitian Yang Diperoleh 175

(8)
[image:8.595.82.447.148.560.2]

DAFTARTABEL

Tabel No. Halaman

III. Rincian tugas pokok pengawas sekolah berdasarkan jenjang

jabatan pengawas 34

IV. 1 Gambaran pengawas sekolah rumpun mata pelajaran/ mata

pelajaran SMU berdasarkan jenjang pendidikan 96 IV.2. Gambaran Latar Belakang jurusan pendidikan pengawas

sekolah rumpun mata pelajaran /mata pelajaran SMU di Jawa Barat berserta kebutuhan sesuai jumlah SMU

sebanyak 816 sekolah 98

IV.3. Gambaran pengawas sekolah rumpun mata pelajaran / mata ^el^aran berdasarkan iatar belakang pengalaman pekerjaan

/jabatan 101

IV.4. Gambaran penyebaran dan kebutuhan pengawas rumpun mata pelajaran berdasarkan daerah kabupaten/kota di

propinsi Jawa Barat 106

(9)
[image:9.595.83.460.140.574.2]

DAFTAR GAMBAR

Gambar No. Halaman

1.1. Paradigma Penelitian 16

2.1. Supervisi Pendidikan di sekolah 25

2.2. Kepegawasndi sekolah 28

2.3. Keterkaitan antar komponen - komponen pendidikan dalam

pelaksanaan supervisi pendidikan 29

2.4. Penerapan QAA dalam kerangka pengawasan sekolah 49 2.5. Tahap-tahap mengembangkan suatu system manajemen

kinerja 61

2.6. Paradigma pengembangan pengawasan akademik untuk

penjamin mutu pendidikan 66

2.7. Kegiatan pendahuluan sebelum dilaksanakan pelatihan dan

pengembangan 68

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tugas manajemen pendidikan adalah menangani mutu pendidikan secara

menyeluruh, dengan melibatkan semua pihak yang terkait dari mulai perencanaan sampai ke pengendalian.

Dalam kontek pendidikan sekolah, secara umum dapat dinyatakan bahwa kunci mutu pendidikan nasional terietak pada mutu sekolah. Kunci mutu sekolah terietak pada mutu kegiatan belajar mengajar yang terjadi dikelas. Untuk

keberhasilan kegiatan belajar mengajar perlu dilakukan pembinaan dan penilaian,

baik terhadap kemampuan mengajar guru dan belajar siswa.

Untuk kepentingan hal tersebut pengawas pendidikan mempunyai

kedudukan yang strategis dan penting. Hal ini disesuaikan dengan ruang lingkup

pengawas pendidikan: "Meliputi segala kegiatan yang bertujuan untuk

mengidentifikasi, mamantau, menilai, dan melakukan diagnosa apa yang terjadi dalam proses pendidikan mulai dari lingkup sekolah (mikro) dan dengan lingkup

nasional (makro) ". ( DediSupriadi 1997 )

(11)

SD Inti di Kotamadya Banda Aceh. Penelitian tersebut membuktian bahwa profil

pembinaan profesional guru oleh para pembina, dalam hal ini pengawas sekolah,

masih merupakan kegiatan pengawasan dan bimbingan rutin.

Maksud pengawasan dan bimbingan rutin adalah kegiatan yang dilakukan

untuk mengawasi pelaksanaan administrasi sekolah, tugas rutin oleh guru-guru

kebersihan,ketertiban dan keindahan sekolah serta menasehati agar guru-guru

selalu siap menerima dan melaksanakan setiap kebijakan dari atas sesuai dengan

kemampuan.

Hal ini ditunjang kondisi faktual pengawas sekolah TK, SD di Jawa Barat

seperti kesimpulan hasil penelitian Evi Syaefini Shaleha ( 2000 ), menunjukan "

Baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif belum memadai" Indikatornya dilihat

dari, tingkat pendidikan akhir, latar belakang pengalaman tugas dan jabatan

sebelumnya, rasio antar jumlah pengawas sekolah dan jumlah sekolah, serta perbandingan penyebaran berdasarkan kebutuhan daerah Kabupaten/Kota.

Kesimpulan yang diambil berdasarkan penelitian tersebut salah satu menyebutkan

bahwa faktor yang diindikasikan sebagai faktor penghambat dalam efektifitas pemberdayaan guru, pengembangan sekolah sebagai organisasi belajar dan

penataan manajemen sumber daya pendidikan, adalah faktor personal yakni

ketidak mampuan para pembina pendidikan dalam melaksanakan pembinaan profesional guru secara efektif, karena keterbatasan pengetahuan, ketrampilan,

tentang kepengawasan dan bahkan kepribadiannya.

(12)

diatas, tidak hanya terjadi pada pengawas sekolah Taman kanak-kanak dan SD

tetapi termasuk juga pada pengawas sekolah rumpun mata pelajaran tingkat SMU

di Jawa Barat. Sejalan dengan kesimpulan penelitian tersebut adalah pernyataan

Kelompok Kerja Tenaga Kependidikan Pada Konferensi Pendidikan, bahwa yang

memperburuk citra dan kinerja pengawas sekolah adalah latar belakang pengawas

yang tidak menguasai bidangnya, serta tidak cukup memiliki motivasi yang tinggi

dalam menjalankan tugasnya (Bappenas, 1999)

Padahal pengawasan pada hakekatnya " upaya melaksanakan pelaksanaan tugas yang bermakna positif dan konstruktif, tidak menghambat tetapi sebaliknya memperlancar pelaksanaan tugas ( DirDikmenum, Depdikbud, 1993;2 )

Sejak tanggal 1 November 1996 sesuai dengan SK MENPAN

No. 118/1996, jabatan pengawas berubah dari jabatan struktural menjadi jabatan fungsional. Konsekwensi perubahan jabatan tersebut menimbulkan perubahan esensi tugas pengawas sekolah dan kegiatan pengawas. Sebagai pejabat

fungsional memiliki standar kinerja tertentu berdasarkan jenjang jabatan, semakin tinggi jenjang jabatan semakin banyak kewajiban yang harus dilaksanakan. Standar kinerja dalam jabatan fungsional pengawasa sekolah, diarahkan pada peningkatan kualitas pengawasan pendidikan di sekolah dalam upaya peningkatan

kualitas pendidikan . Pengawas sekolah diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan pendidikan di sekolah, dengan melakukan penilaian dan pembinaan

(13)

sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya.

Berdasarkan tugas pokok tersebut, kegiatan pengawasan sekolah meliputi :

a. Menyusun program pengawas sekolah

b. Menilai hasil belajar / bimbingan siswa dan kemampaun guru

c. Mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses

belajar mengajar/bimbingan dan lingkungan sekolah

d. Menganalisis hasil belajar /bimbingan siswa, guru dan sumber daya

pendidikan

e. Melaksanakan pembinaan kepada guru dan tenaga lainya di sekolah f. Menyusun laporan dan evaluasi hasil pengawasan

g. Melaksanakan pembinaan lainya di sekolah, selain proses belajar

mengajar/bimbingan siswa

h. Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan dari seluruh sekolah yang ada di

lingkungan Kabupaten/ Kota.

Perubahan kebijaksanaan yang berhubungan dengan pengawasan sekolah dalam pelaksanaannya, tentu akan menghadapi berbagai konsekwensi dan

hambatan. Meluasnya struktur tugas, menuntut adanya peningkatan kemampuan

pengawas sekolah sesuai standar kinerja,beidasarkan ketentuan jabatan fungsional. Pengembangan karir pangkat dan jabatan fungsional pengawas

sekolah melalui kenaikan pangkat dan jabatan, dengan perhitungan dan penetapan angka kredit.

(14)

Implikasi adanya perubahan serta hambatan tersebut tentu akan mendorong

para pembina administratif struktural tingkat regional ( Meso ) sebagai pengelola

pengawas sekolah, untuk berupaya meningkatkan kemampuan para pengawas sekolah agar memiliki kemampuan profesional sebagai pejabat fungsional untuk dapat memenuhi tuntutan tugas pengawas sekolah. Hal ini sesuai dengan

keputusan MENDIKNAS Nomor 205/U/T999, tentang kebijaksanaan tahunan Depdiknas awal perencanaan tahun 2000/2001 butir ke5, tentang kepengawasan ;

"Perlu dilanjutkan kemampuan profesional aparat kepengawsan yang semakin

komplek "

Sejalan dengan perubahan serta kondisi faktual pengawas sekolah seperti telah dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian. Tujuan untuk memperoleh gambaran pelaksanaan tugas pengawas sekolah, sebagai jabatan fungsional terhadap peningkatan kinerja. Untuk tujuan tersebut penulis melaksanakan penelitian dalam operasional tugas kepengawasan SMU di Propinsi Jawa Barat, yang dihubungkan dengan kriteria kinerja berdasarkan perilaku artinya:" Bagaimana pe! ;riaan dilaksanakan ?(Randall S Sehuller 1996,;] I)

Sebagai gambaran dari studi pendahuluan berupa analisis kondisi

berkenaan dengan implementasi fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah,

khususnya pengawas sekolah pada SMU di Jawa Barat, dapat dijelaskan di bawah

ini

(15)

pada sistem pelaksanaan tugas, yakni lebih banyak dengan

pembinaan proses belajar mengajar. Hal ini membawa konsekwensi

bahwa pengawas sekolah hams benar-benar menguasai ketrampilan

dalam proses belajar mengajar. Artinya pengawas harus menguasai

tentang kemampuan dasar mengajar dan kinerja guru, karena tugas

pokok pengawas sekolah sesuai pasal (3) Kep. Men PAN

No. 118/1996 adalah menilai dan membina penyelenggaraan pada sejumlah sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi

tanggung j awabnya.

Melaksanakan Penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan

dan administrasi pada satuan pendidikan.

Kedua : Tuntutan profesional bagi setiap pengawas yang berhubungan dengan

teknis pendidikan dan administrasi Pendidikan, belum ditunjang oleh latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran atau bimbingan konseling yang ada di sekolah. Kalaupun ada yang sesuai;

namun sudah lama bekerja pada jabatan strukturaL sehingga timbul pandangan jabatan untuk memperpanjang masa jabatan kerja menjelang pensiun. Dihubun5kan dengan kondisi factual pengawas sekolah terkesan memiliki citra yang kurang baik, pelaksanaan tugas

(16)

bimbingan, contoh dan saran, dalam pelaksanaan pendidikan disekolah

misalnya dalam kegiatan belajar mengajar.

Keriga : Karena kurang berorientasi pada pembinaan subtansi pengajaran,

membuat kesenjangan antara pengawas dengan guru. Pengawas lebih banyak berhubungan dengan Kepala Sekolah dari pada dengan

guru . Sasaran pengawas lebih banyak pada aspek administrasi. Keempat : Rasio jumlah pengawas dan jumlah sekolah belum memenuhi

ketentuan standar minimal. Pengawas sekolah rumpun mata pelajaran dan bimbingan konseling di propinsi Jawa Barat sampai dengan Desember 2000 sebanyak 47 orang, jumlah SMU Negeri dan

swasta sebanyak 816 unit. Jumlah sekolah harus diawasi oleh

seorang pengawas sekolah untuk pengawas rumpun mata pelajaran 20 sekolah, pengawas bimbingan konseling 30 orang, kenyataan yang ada dari 47 orang, pengawas bimbingan konseling 4 orang. 43 orang rumpun mata pelajaran dan mata pelajaran. Untuk pengawas

bimbingan konseling perlu (816 : 30) = 27 orang. pengawas

rumpun mata pelajaran ( 816 :20 ) 3 rumpun mata pelajaran, perlu 120 orang,pengawas mata pelajaran (816:30)4 =108 orang.

Belum lagi letak geografis sekolah yang tersebar di seluruh Jawa Barat, banyak yang berjauhan, tentunya merupakan kendala dalam pelakasanaan tugas kepengawasan.

Tentunya masih banyak faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan tugas

(17)

kekuatan dan kelemahan

peluang dan tantangan untuk l3Jtb%^SSfla5^J

pengembangan kinerja pengawas. Kondisi seperti itulah yang menarik perh

penulis untuk melaksanakan penelitian.

B. Rumusan Masalah dan Pcrtanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka fokus

penelitian ini adalah implikasi fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah terhadap peningkatan kinerjanya dimaksudkan, apakah rincian tugas pokok tugas sesuai SK MENPAN No. 118/1996, dapat meningkatkan kinerja pengawas sekolah pada jenjang SMU dalam proses p?ncapaian tujuan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan.

A.tas dasar hal tersebut j>:-rmlis menetapkan rumusuan masalah penelitian sebagai berikut ;" Bagaimana implikasi jabatan fungsional pengawas sekolah

terhadap peningkatan kinerjanya pada tingkat Sekolah Menengah Umum ( SMU )

di propinsi Jawa Barat.

Rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian

sebagai berikut:

1. Bagaiman profil pengawas sekolah rumpun mata pelajaran di Jawa Barat

berdasarkan

a. Latar belakang pendidikanjurusannya dan kualifikasinya b. Latarbelakang Penf»alaman kerja dan jabatan

(18)

2. Apakah tugas dan fungsi pokok pengawas sekolah berdasarkan ketentuan

jabatan fungsional pengawas dapat meningkatkan kinerjanya ?

a. Apa tugas pokok dan peran pengawas sekolah ?

b. Bagaiman standar kinerja pengawas sekolah, sesuai jabatan fungsional c. Bagaimana jaminan kualitas dan akuntabilitas kinerja pengawas

sekolah ?

3. Apakah kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas pengawas untuk meningkatkan kinerjanya ?

a. Factor-faktor apakah yang menjadi kekuatan dan peluang dalam pelaksanaan kebijakan fungsionalisasi jabatan tersebut yang dapat meningkatkan kinerja pengawas ?

b. Faktor -faktor apakah yang menjadi kelemahan dan tantangan, dalam pelaksanaan kebijakan fungsionalisasi jabatan tersebut yang akan

mempengaruhi kinerja pengawas ?

4. Bagaimanakah pola pengembangan pengawas sekolah disusun dalam upaya menjadikan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran SMU di Propinsi Jawa Barat sebagai pengawas sekolah yang profesional ?

a. Bagaiman kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan tingkat propinsi Jawa Barat dalam pengembangan pengawas sekolah ?

b. Siapakah yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya ?

c. Apakah materi pengembangan mengacu pada struktur tugas dan

stand-r kinerja sesuai jabatan fungsional

(19)

e. Apakah system penilaian angka kredit jabatan fungsional

Sekolah dapat mendorong peningkatan kinerjanya ?

x*555^Vst»^ ^

C. Tujuan Penelitian /. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi deskriptif mengenai keadaan pengawas dan implikasi kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah melalui implementasi keputusan MENPAN No.118/1996 terhadap peningkatan kinerjanya dalam rangka membina penyelenggaraan pendidikan pada tingkat SMU di Jawa Barat

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskrifsikan, dan mencari makna

dari implikasi kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah terhadap peningkatan kinerja pengawas tingkat SMU di Jawa Barat; Tujuan pokok yang ingin di capai melalui penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Memperoleh data mengenai profil pengawas sekolah rumpun mata pelajaran SMU, yang melaksanakan implementasi Kep MtNPAN

No. 118/1996

b. Memperoleh gambaran mengenai tugas pokok dan fungsi pengawas sekolah, standar kinerja yang ditetapkan, serta jaminan kualitas dan

(20)

c. Memperoleh gambaran faktor dominan yang menjadi pendukung dan

penghambat dalam peningkatan kinerja pengawas sekolah, sesuai

jabatan fungsional

d. Memperoleh gambaran mengenai pola pengembangan pengawas

sekolah rumpun mata pelajaran SMU di Jawa Barat, setelah

diberlakukannya kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah

D. Manfaat dan Pentingnya Penelitian

Penelitian ini bersifat analisis deskriptif, dengan sasarannya implikasi kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah, terhadap peningkatan kinerja

pengawas rumpun mata pelajaran pada tingkat SMU di propinsi Jawa Barat.

Lahirnya kebijakan tersebut akan menimbulkan konsekwensi terhadap kinerja

para pengawas sekolah di lapangan. Secara konseptual tugas dan fungsi pengawas

sekolah semakin berat bila dibandingkan dengan sebelumnya.

1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapakan bermanfaat dalam upaya pengembangan ilmu administrasi pendidikan, khususnya pengembangan sumber daya pendidikan.

Hasil penelitian ini pun diharapakan dapat memberi manfaat bagi penelitian lebih lanjut, terutama yang berkenaan dengan peningkatan kinerja pengawas sekolah dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah

2. Aspek Operasional

(21)

12

penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan kinerja pengawas sekolah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Hal lain dari penlitian ini dapat menempatkan kedudukan pengawas ,sesuai dengan tugas dan fungsi pengawas sebagai " Quality

Assurance" berdasarkan standar kinerja jabatan fungsional

E. Anggapan dasar

Agar proses pendidikan berkualitas, perlu dilakukan intervensi yang sistematis sehingga memberikan jaminan kualitas yang meyakinkan (Manaf Somantri, 1998). Salah satu upaya intervensi sistematis adalah melalui peningkatan supervisi oleh pengawas sekolah. Dalam hal pembinaan sekolah, khususnya pengendalian mutu kegiatan belajar mengajar, pengawas hendaknya berperan sebagai

katalisator ( Hamid Hasan, 2000. 4 )

Melalui supervisi pengajaran, pengawas sekolah akan mampu mempengaruhi perilaku guru dalam melaksanakan tugas dalam proses pembelajaran. Sergiovani dan Starrat ( 1983 . 13 ) menyatakan bahwa, Supervision is a set of activities and role specifications, specifically designed to influence intruction"

Untuk mampu mewujudkan tanggung jawab pengawas yang berkaitan dengan

proses pembelajaran dan peningkatan mutu, para pengawas sekolah dituntut

kemampuan profesioal pengawas, guna meningkatkan kinerja ( performance ) Performance diterjemahkan menjadi kinerja juga berarti prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau pencapaian kerja /hasil kerja/unjuk kerja /penampilan kerja

(22)

suatu kegiatan. Augus Smith ( 1981 ; 393 ), menyatakan bahwa kinerja : "output

drivefrom processes human or otherwise"

Kualitas kinerja dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pengawas. Apakah itu berdasarkan landasan teoritis atau sesuai nonnatif yang ada seperti Kep MENPAN No. 118/1996.

F. Paradigma Penelitian

Paradigma merupakan dasar pemikiran yang digunakan atau ditempuh dalam menyoroti dan mengkaji permasalahan penelitian. Moh Surya ( 1997; 18 ). Menyatakan bahwa paradigma " Sebagai suatu kesatuan persepsi, gagasan, konsep dan nilai-nilai yang menentukan pola berfikir dan berperilaku manusia dalam waktu dan tempat tertentu". Sedangkan apabila dikaitkan dengan kegiatan penelitian, maka paradigma dapat diartikan sebagai kerangka konseptual dalam melihat persoalan secara tersetruktur. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Biklen ( 1982 P; 32 ), dalam Moleong ( 2000 ; 30 ) " paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang

mengartikan cara berfikir dan penelitian".

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa paradigma penelitian.adalah suatu model yang dijadikan acuan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitiannya. Paradigma penelitian sebagai kerangka berfikir yang diambil oleh peneliti dalam meneliti atau memahami realitas objek yang diteliti dan disampaikan oleh peneliti

(23)

Penelitian ini mempersoalkan mengenai implikasi adanya kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah, terhadap kinerjanya. Kebijakan fungsionalisai jabatan pengawas sekolah, maksudnya adalah kebijakan pemerintah untuk menjadikan pengawas sekolah SMU menjadi pejabat fungsional. Sebab pada mulanya pengawas sekolah untuk tingkat SMU merupakan pejabat struktural dengan eselon III/B. Kebijakan dimaksud dituangkan dalam keputusan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118/1996, tentangjabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya.

Analisis kualitatif pertama diarahkan pada kajian pelaksanaan kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah. Kajian pertama meliputi kegiatan invetarisasi dan identifikasi perubahan dengan diberlakukannya kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah. Tiga hal yang menjadi sorotan dalam kajian pertama yaitu kondisi factual atau profil pengawas sekolah, tugas dan

pokok pengawas dan standar kinerja pengawas sekolah.

Kajian terhadap kondisi factual dan profil pengawas sekolah SMU dilihat dari data jumlah, latar belakang pendidikan, lata belakang pengalaman kerja dan

jabatan, penyebaran dan ratio kebutuhan jumlah pengawas berdasarkan rumpun mata pelajaran ,mata pelajaran dan jumlah sekolah

Kajian mengenai tugas dan fungsi pengawas sekolah diarahkan pada analisis standar kinerja pengawas sesuai dengan ketentuan fungsionalisasi jabatan

pengawas sekolah, kajian ini akan meliputi kajian terhadap petunjuk teknis

(24)

15

akuntabilitas pengawas sekolah. Sebagai bahan perbandingan akan dikaitkan peraturan lama sebelum SK MENPAN No. 118/1996, yaitu SK Mendikbud No. 0304/UT984. Hal ini dimaksudkan untuk menganalisis ada tidaknya upaya peningkatan kinerja secara normatif dengan diberlakukannya fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah padajenjang SMU.

Analisis kedua diarahkan pada kegiatan untuk mengetahui factor-faktor

dominan dalam peningkatan kinerja pengawas, apakah itu faktor pendukung atau

pengahambat terhadap upaya peningkatan kinerja pengawas sekolah, sehubungan dengan fungsionalisasi jabatan pengawas di SMU, untuk analisis tahap kedua ini

melalui analisis SWOT.

Analisis tahap ketiga dilakukan melalui kajian terhadap pola pengembangan

profesionalisme pengawas sekolah dalam upaya peningkatan kinerja. Materi apa

saja yang diperlukan, siapa yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pengembangan, bagaimana metode dan teknik pelaksanaannya, bagaimana penilaian terhadap hasil kinerjanya. Diharapkan dari pola pengembangan pengawas sekolah SMU yang tepat, akan terwujud pengawas yang professional sebagai pengaudit jaminan mutu atau quality assurance auditor.

Secara skematis, paradigma penelitian dapat digambarkan dalam gambar 1.1

(25)

W U I f ! l l

FUNGSIONALISASI JABATAN PENGAWAS SEKOLAH

( Kep. Men Pan No.118/1996 )

KEADAAN SEKARANG

- Kuantitas Pengawas sekolah

- Kualitas Pengawas sekolah

- Kualifikasi

T

Tugas pokok dan fungsi

pengawas sekolah

Standar kinerja

pengawas sekolah

T

ANALISIS SWOT

- Kekuatan Peluang dan, - Kelemahan, tantangan

peningkatan kinerja

Gambar

PROSPEKTIF

PENGAWAS SEKOLAH - Pengawas Sekolah

Pejabat Fungsional

yang profesional

- Pengembangan

Profesional Pengawas

PARADIGMA PENELi'I IAN

Peningkatan Kinerja Pengawas

[image:25.842.84.827.35.537.2]
(26)
(27)

BAB !!I

PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dan fokus penelitian yang telah dijelaskan

pada BAB I, penelitian yang akan dilakukan peneliti bersifat deskriptif analisis

dengan menggunakan pendeketan kualitatif. Penggunaan pendekatan kualitatif

dengan pertimbangan sebagaimana diungkapkan oleh Nasution ( 1988 ), bahwa

pendekatan ini, 1) memiliki kelenturan untuk menyesuaikan dengan hal-hal yang

ganda; 2) menyajikan langsung hakekat dari hubungan antara peneliti dengan

responden; dan 3) lebih peka terhadap adanya penajaman nilai yang ditemui

Penelitian kualitattif mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi

dengan mereka dan bemsaha memahami dan menafsirkan pikiran meraka tentang

dunia mereka.

Disamping itu penggunaan penelitian deskriptif lebih tepat digunakan,

untuk menjawab permasalahan dalam penelitian, dengan pertimbangan sesuai

dengan situasi dan kondisi sekarang, Nana sudjana dan Ibrahim ( 1989 )

mengemukakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bemsaha

mendeskripsikan suatu gejala atau peristiwa dan kejadian yang telah terjadi saat

sekarang, dimana peneliti bemsaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi

pusat perhatiannya untuk kemudian dituangkan dan digambarican sebagaimana

adanya, Sedangkan sifat analisis dari penelitian ini mempakan kegiatan lanjutan

dan deskripsi gejala dan peristiwa. Analisis secara mendalam dilakukan

(28)

berdasarkan kajian teori,setelah didapat gambaran yang jelas dan lengkap tentang

aspek-aspek yang diteliti.

Bogdan dan Taylor ( 1975 ; 5 ) yang dikutip Moleong(2000:3)

mendefinisikan mengenai " Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang dapat diamati. "

Sedangkan Bogdan dan Biklen ( 1982 ) menjelaskan bahwa " Qualitative

research " mempakan istilah yang luas ( " as an umbrella term " ) yang

menerangkan dan yang mencakup segala bentuk penelitian yang memiliki

ciri-cin yang bersamaan. Data yang didapat biasanya yang bempa uraian yang kaya

akan deskripsi mengenai kegiatan subjek yang diteliti, pendapatnya dan

aspek-aspek yang berkaitan yang diperoleh melalui wawancara observasi dan studi dokumentasi.Dengan penelitian kualaitatif peneliti bemsaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa dan interaksi perilaku manusia dalam suatu

situasi tertentu menumt persepsi sendiri.

Penggunaan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode kualitatif

dengan beberapa pertimbangan

seperti yang dikemukakan oleh Moleong

(2000 ;5), pertama menyesuaiakan metode kualitatif lebih mudah apabila

berhadapan dengan kegiatan ganda; kedua , metode ini menyajikan secara

•• langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden; dan ketiga, metode ini

lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh

(29)

Pertimbangan-pertimbangan tersebut sesuai dengan

pendekatan atau metode kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh sWa^tt^**^^

Biklen ( 1982 ) sebagai berikut:

/. Qualitative research has the natural setting as the direct source of

data and the researcher is the key instrument.

2. Qualitative research is descriptive

3. Qualitative research are concerned with process rather than simply

with outcomes orproducts

-I. Qualitative research tend to analyze their data inductively

5. "Meaning "is ofessential concern to the qualitative approach

Karatenstik pertama bahwa penelitian kualitatif meiliki latar alamiah

sebagai sumber data langsung, serta peneliti menjadi instrumen kunci atau

instrmuen utama. Karakter kedua

mengimplikasikan bahwa data yang

dikumpulkan dalam penelitian kualitatif lebih cenderung dalam bentuk kata-kata

dari pada angka-angka sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Hasil

analisisnya akan bempa uaraian yang kaya akan deskripsi dan penjelasan tentang

aspek-aspek masalah yang menjadi fokus penelitian.

Karakteristik ketiga menyatakan bahwa penelitian kualitatif lebih

menekankan pada segi proses dari pada hasil. Hal ini disebabkan oleh hubungan

bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses. Dalam per.Mitian ini data dan informasi yang dikumpulkan lebih terpokus

pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan, bukan dari hasil semata-mata.

Karakteristik keempat dan kelima menegaskan mengenai analisis yang digunakan

oleh peneliti kualitatif serta pemaknaannya. Melalui analisis induktif peneliti akan

berupaya mengungkapkan makna dari keadaan yang diamatinya.

(30)

pertama proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda

sebagaimana terdapat dalam data; kedua analisis induktif lebih dapat membuat

hubungan peneliti - responden menjadi ekspilisit, dapat dikenal dan akuntabel;

ketiga, analisis demikian lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat

membuat keputusan - keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan kepada suatu

latar lainnya, keempat, analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh

bersamaan yang mempertajam hubungan-hubungan.

Melalui analisis induktif peneliti akan bempaya mengungkapkan makna

dari keadaan yang diamatinya, peneliti akan menjadi pengumpul data utama

dalam penelitian ini, dan memiliki adaptability yang tinggi.

B. Sumber data Penelitan

Menumt Loflan ( 1984 ; 47 ) dalam Moleong ( 2000 ; 112 ) menyatakan

bahwa " Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain".Berkaitan dengan hal tersebut diatas jenis datanya terdiri dari kata-kata dan tindakan, serta serta sumber data tertulis.

Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan

orang-orang yang diamati dan diwawancarai, serta sumber tertulis dari dokumen yang

dapat memberikan informasi dan data mengenai

Implikasi kebijaksanaan

fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran

terhadap

(31)

Selanjutnya mengenai sumber data

atau populasi dalam penelitian

kualitatif Goetz dan Le Comte(1984) yang dikutif Djam'an Satori ( 1989 )

menyatakan bahwa : " Whatever the population or populations are determined to

be, their categories must be discovered and refined into specific units ofanalysis

thatfacilitate data reduction and processing ".

Berdasarkan paradigma penelitian dan fokus masalah yang diteliti dalam

penelitian ini, yang menjadi sumber data penelitian, adalah para pejabat struktural

dinas pendidikan tingkat propinsi, antara lain Wakil Kepala Dinas, Kepala Subdin

Dikmenti, Subdin Dikdas, Kasubag Kepegawaian,Kasi Tentis Subdin Dikmenti,

Koordinator pengawas Propinsi, Koordinator pengawas Kabupaten/Kota,

Pengawas mmpun mata pelajaran SMU , Kepala SMU dan Gum-gum mata

pelajaran SMU.

Penentuan sumber data dilakukan secara purposif ( Purposive sampling )

disesuaikan dengan tujuan penelitian, Sampel tidak dapat ditentukan atau tidak

dapat dibatasi sedemikian rupa sebelumnya, tetapi tergantung pada pertimbangan

kelengkapan data dan informasi yang dikumpulkan.

Nasution (1988)

menyatakan bahwa penetuan unit sampel atau responden

dianggap telah memadai apabila telah, sampai pada " redudancy " atau kejenuhan.

Berhubungan dengan sampel ini Lincoln dan Guba ( 1985 ) menyatakan ciri-ciri

sampel purposif; " (I) Emergent sampling design; (2) Serial selection ofsample

units, (3) Continuous adjusment or" focusing "ofthe sample; (4) Selection to the

(32)

Sesuai dengan hal-hal tersebut diatas maka penentuan sumber data dalam

penelitian ini dilakukan sementara penelitian berlangsung. Adapun caranya adalah

sebagai berikut:

- Peneliti memilih unit sample tertentu

yang dipertimbangkan akan

memberikan data dan infomiasi yang diperlukan

- Selanjutnya berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, peneliti

menetapkan unit sample atau sumber data berikutnya yang memungkinkan

- untuk dapat memberikan data dan informasi yang lebih lengkap

Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution(1988) ;bahwa penentuan unit

sampel atau responden dianggap telah memadai apabila telah sampai pada taraf

"redundancy" atau kejenuhan. Artinya bahwa dengan menggunakan sumber data

atau responden selanjucnya,boleh dikatakan tidak akan ada lagi tambahan

informasi dan data yang berarti.

Peneliti (sebagai "human instrument") akan mempertimbangkan

kebutuhan data dan informasi yang diperlukan dalam memilih sumber data

penelitian .Tentunya sumber data yang dianggap akan memberikan informasi

maksimum mengenai peningkatan kinerja pengawas sekolah mmpun mata

pelajaran di SMU.

C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat diperlukan teknik

pengumpulan

data sesuai dengan karakteristik pendekatan kualitatif. Untuk membantu

melaksanakan fungsinya sebagai instrumen utama penelitian, peneliti akan

(33)

studi dokumentasi. Teknik tersebut diharapkan dapat menghasilkan data dan

informasi

yang saling menunjang dan melengkapi mengenai implikasi

kebijaknsaaan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran

/mata pelajaran pada jenjang SMU terhadap peningkatan kinerjanya di propinsi

Jawa Barat.

Bogdan Dan Biklen ( 1982 ) menyatakan bahwa keberhasilan suata

penelitian naturalistik sangat tergantung pada ketelitian dan kelengkapan catatan

lapangan ("filed notes" ) yang disusun oleh peneliti. Data dan iformasi yang

telah dikumpulkan akan disusun dalam catatan lapangan, agar tujuan penelitian

yang telah ditetapkan dapat tercapai sesuai harapan. Agar data dan informasi yang

diperlukan dapat direkam dan disimpan selengkap mungkin, maka peneliti

menggunakan pedoman wawancara, dan kajian dokumentasi, buku catatan dan

tape recorder.

Berikut ini akan diuraikan tentang penggunaan teknik pengumpulan data

yang dilakukan dalam penelitian ini.

1. Wawancara

Menumt Bogdan dan Biklen ( 1982) wawancara selain merupakan teknik

mengumpulkan data yang berdiri sendiri, juga dapat menjadi teknik

penyerta pada saat observasi dan analisis dokumentasi. Wawancara adalah

teknik pengumpulan data yang paling tinggi. Wawancara merupakan

proses komunikasi antara peneliti dengan sumber data dalam rangka

menggali data yang bersifat "overview" untuk mengungkapkan makna

(34)

Dalam pengumpulan data pada peneltian ini, penejtiI Wi3mM$ f //

wawancara bersifat " unstructured " yaitu wawancara yang M^^Juatu

masalah tertentu ( "focused interview" ) dan wawancara bebas (" free

interview" ) yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang beralih dari satu

pokok ke pokok yang lain, sepanjang berkaitan dengan masalah yang

diteliti serta menjelaskan aspek-aspeknya ( Koentjaraningrat, 1986 )

Pertimbangan digunakannya wawancara karena memiliki beberapa

kelebihan seperti dikemukakan oleh Sudjana dan Ibrahim ( 1989 ; 102 ),

sebagai berikut:

a. Peneliti dapat melakukan kontak secara langsung dengan responden

sehingga memungkinkan didapatkannya jawaban secara bebas dan

mendalam

b. Hubungan dapat dibina lebih baik sehingga memungkinkan responden

bisa mengemukakan pendapat secara bebas c. Data dapat diperoleh secara lebih, komprehensip

d. Sifat data primer

e. Untuk pertanyaan - pertanyaan yang kurang jelas dari kedua belah pihak dapat diulang kembali.

Data yang dikumpulkan melalui teknik wawancara dalampenelitian ini

dengan menggunakan pedoman wawancara dalam bentuk wawancara

bebas. Cara ini dipilih mengingat peneliti memiliki hubungan sosial yang

cukup baik dengan responden. Sejalan dengan hal tersebut Kerlinger (

1982 ;771 ), mengemukakan bahwa wawancara tak berstruktur bersifat

luwes dan terbuka, dimana memungkinkan pertanyaan yang diajukan,

muatannya dan rumusan kata-katanya disusun sendiri oleh peneliti sesuai

dengan maksud dan tujuan penelitian. Oleh karena itu pedoman

(35)

dengan keadaan dan tidak terialu mengikat. Data yang dikumpulkan

melalui teknik wawancara, meliputi data sebagai berikut:

a. Data yang meyangkut kondisi faktual pengawas sekolah rumpun mata

pelajaran/mata pelajaran SMU, standar kinerja pengawas sekolah

sebelum berubah menjadi jabatan fungsional dari aspek :

1. Dasar hukum

2. Rincian tugas

b. Data yang menyangkut standar kinerja Pengawas sekolah rumpun

mata pelajaran sesuai SK MENPAN No.118 /1996, tentang jabatan

fungsional Pengawas sekolah yang berkaitan dengan :

1. Tugas pokok dan fungsi pengawas sekolah

2. Peningkatan hasil belajar siswa dan kemampuan gum daiam

proses belajar mengajar.

c. Data yang berhubungan dengan faktor pendukung dan penghambat

dalam upaya peningkatan kinerja pengawas sekolah rumpun mata

pelajaran /mata pelajaran SMUdi Jawa Barat.

d. Data yang berhubungan dengan upaya pengembangan profesionalisme

pengawas sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran di SMU

1. Kompetensi pengawas sekolah mmpun mata pelajaran dan

pengembangan kemampuan profesional

2. Program pelatihan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran

(36)

4. Pola kerja pengawas sekolah mmpun mata pelajaran, dalam

pendekatan, komunikasi dan pengolahan hasil kerja.

2. Observasi

Teknik obeservasi dilakukan peneliti untuk memperoleh sejumlah

informasi dalam kaitannya dengan kontek masalah yang berhubungan

dengan peningkatan kinerja pengawas sekolah. Dikaitkan dengan

paradigma penelitian, maka data dan informasi yang dikumpulkan melalui

observasi, adalah

a. Data yang menyangkut pelaksanaan pengawasan, pembinaan di sekolah, oleh pengawas sekolah mmpun mata pelajaran di SMU b. Teknik/ metode pengawasan ,materi pengawasan.

c. Hubungan antara pengawas sekolah mmpun mata pelajaran dengan

guru, kepala sekolah dan tata usaha,pelaksanaan pembinaan pada

kegiatan MGMP. 3. Studi Dokumentasi

Studi dokumntasi mempakan kajian terhadap peristiwa, objek dan

tindakan yang direkam dalam bentuk tulisan, slide atau media lainya,

Sumber data yang bukan manusia dalam penelitian kuaiilitatif adalah

dokumen, sebagai sumber data dokumen juga dapat dijadikan bahan

triangulasi untuk mencek kesesuaian data. Pemilihan dokumen untuk

dijadikan sumber data didasarkan pada beberapa kriteria seperti diajukan

(37)

kesesuaian data untuk menambah pengertian tentang gejala dan masalah

yang diteliti.

Dalam penelitian ini dokumen yang diteliti dan data yang diharapkan

diperoleh dari dokumen tersebut antara lain

a. Ketentuan, peraturan - peraturan yang berkaitan dengan jabatan

fungsional pengawas sekolah

b. Bukti fisik hasil kinerja pengawas sekolah yang akan dijadikan dasar

dalam penilaian angka kredit sebagai bahan dalam menentukan kenaikan pangkat danjabatannya.

D. Pelaksanaan Pengumpulan Data

Dalam prosedur pengumpulan data pada penelitian kualitatif , tidak ada

satu pola yang pasti, maka efektivitasnya akan ditentukan oleh peranan peneliti

sebagai " Human Instrumen " Berkaitan dengan hal tersebut, Nasution ( 1988 )

menyatakan sebagai berikut:

" Masing-masing peneliti dapat memberi sejumlah petunjuk dan saran

berdasarkan pengalaman masing-masing, namun rasanya penelitian kualitatif

hanya dapat dikuasai dengan melakukan sendiri sambil mempelajari cara-cara

yang diikuti oleh para peneliti yang mendahuluinya. Dan akhimya ia menemukan caranya sendiri dalam masalah -masalah khususnya yang dihadapinya".

Sesuai dengan pernyataan tersebut di atas, maka pengumpulan data dalam

(38)

Guba ( 1985 ) yang terdiri dari tiga tahap yaitu ; tahap orientasi dan "overview",

tahap eksplorasi ( "focused exploration" ); dan tahap" member check".

1. Tahap I: Tahap orientasi dan " Overview"

Pada tahap ini, peneliti telah memiliki gambaran umum tentang masalah yang

akan diteliti sambil memikirkan fokus penelitian. Pada tahap ini peneliti

melakukan kegiatan yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang

dilakukan untuk menetapkan fokus penelitian. Kegiatan tersebut dilakukan

dengan cara mempelajari dokumen-dokumen termasuk teoritis, melakukan

wawancara dan observasi yang masih bersifat umum serta melakukan

pengkajian informasi yang diperoleh untuk menemukan hal-hal yang menarik

dan berguna untuk diteliti selanjutnya secara mendalam melalui penetapan

fokus penelitian. Kegiatan tahap I dilakukan peneliti dalam kumn waktu

empat bulan, sejak Desember 2000 sampai dengan Maret 2001.

Selanjutnya, dalam rangka mengumpulkan informasi yang relevan serta dalam

upaya memahami fokus penelitian, peneliti mengembangkan

paradigma

penelitian yang akan menjadi pedoman dalam kegiatan tahap II, yaitu

eksplorasi fokus penelitian.

2. Tahap II: "Focused exploration"

Pada tahap ini penelitian dimulai dengan mengumpulkan data sesuai dengan

fokus penelitian yang telah ditetapkan. "Fokus penelitian yang

dikembangkan dalam paradigma peneliti menuntun peneliti untuk

melakukan pengumpulan data yang lebih terarah dan spesifik" ( Djam'an

(39)

memperoleh infomiasi mendalam mengenai aspek-aspek dalam fokus

penelitian. Sedangkan observasi ditujukan kepada hal-hal yang dianggap ada hubungan dengan fokus penelitian. Sementara itu dokumen yang dipelajari

adalah memiliki makna terhadap fokus penelitian.

Peneliti juga memerlukan informasi yang berkemampuan dan memiliki pengetahuan yang cukup banyak mengani aspek-aspek tertentu dari fokus penelitian, untuk memperoleh data dan informasi yang lebih mendalam. Oleh karena itu, dasar tesebut menjadi salah satu alasan mengenai

penggunaan sampel purposif dalam penelitian ini.

Kegiatan tahap II ini dilakukan peneliti dalam kurun waktu bulan April 2001

sampai dengan Mei 2001.

3. Tahap III: tahap "Member check"

Tahap "member check" dimaksudkan untuk mengecek kebenaran dari data atau informasi yang dikumpulkna dan diperoleh oleh peneliti. Dengan kata lain, tahap ini mempakan tahap untuk memperoleh kredebelitas hasil penelitian. Seperti yang disampaikan oleh S. Nasution ( 1988 ) bahwa "Data itu hams diakui dan diterima kebenarannya oleh sumber informasi, dan selain data juga hams dibenarkan oleh sumber atau informan lainya. Maka

ukuran kebenaran dalam penelitian naturalistik adalah kredibelitas"

Untuk tahap ini, peneliti melakukan beberapa hal berikut ini:

a. Konfirmasi hasil wawancara

(40)

mengetahui kesesuaian dan ketidak sesuaian antara infomiasi yang

diberikan dengan yang dicatat oleh peneliti.

b. Koreksi hasil yang dicatat dari observasi kepada sumber data

c. Meminta pendapat kepada responden atau sumber data lainya yang

kompeten, serta kajian ulang terhadap dokumen tertulis yang relevan.

Kegiatan tahap III ini dilakukan pada bulan Juni 2001

E. Prosedur Analisis Data

Nasution ( 1988 ) menyatakan bahwa persoalan yang dihadapi oleh

peneliti kualitatif dalam menganalisis data adalah tidak adanya prosedur yang

baku yang dapat dijadikan pedoman atau pola analisis data. Ia menyatakan

bahwa. " Analisis data memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual

yang tinggi. Lagi pula tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk

mengadakan analisis, sehingga tiap peneliti harus mencari sendiri metode

yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya.

Sedangkan Moleong ( 2000; 190 ) menyatakan bahwa " Proses analisa data

dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagi sumber,

yaitu dari wawancara dan pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan

lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya.

Setelah dibaca,dipelajari dan ditelaah makalangkah

berikutnya ialah

mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi.

Langkah selanjutnya adalah menyusun dalamsatuan-satuan kemudian

dikatagonsasikan dengan membuat pengkodean(coding).Tahap akhir dan

(41)

analisis data ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data "S

tahap ini,mulailah tahap penafsiran data dalam mengolah has

menjadi teori subtantif dengan menggunakan metode tertentu.Ber

keterangan tersebut di atas,maka prosedur pengolahan dan analisa data yang

dilakukan peneliti didasarkan pada paradigma

dan metodologi

penelitian,yaitu teknik berpikir kritis induktif. Prosesnya dilakukan sejak awal

ketika peneliti berupaya memahami data sampai selumh data terkumpul.

Kegiatan tersebut dilakukan melalui kegiatan reduksi data dan katagorisasi

data..

/. Reduksi data

Reduksi data dilakukan dengan cara memilah data yang sudah disusun

dalam laporan lapangan, dengan meyusun kembali dalam bentuk uraian

atau laporan yang lebih terperinci. Selanjutnya laporan yang direduksi

dirangkum dan dipilih berdasarkan hal-hal pokok serta difokuskan pada

hal-hal yang penting dan relevan dengan fokus penlitian. Sesuai dengan

langkah tersebut peneliti berharap akan memperoleh gambaran yang lebih

tajam tentang hasil pengumpulan data, serta memberikan kemudahan

kepada peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan

2. Katagorisasi Data

Djam'an Satori ( 1989 ) menyatakan bahwa anlisis data kualitatif adalah

proses menyusun data agar dapat ditafsirkan dan diketahui maknanya. Menyusun data jenis ini berati menggolongkannya ke dalam pola ,tema,

(42)

yang diperoleh diseleksi dan dibanding-bandingkan agar dapat

dimasukkan kedalam salah satu unit atau katagori. Tafsiran atau

interprestasi menggambarkan perspektif atau pandangan peneliti dalam

menyusun dan menjelaskan unit atau katagori, mencari hubungan diantara

berbagi konsep, dan memberikan makna kepada analisis unit atau katagori

itu ( Bogdan dan Biklen, dalam Djam'an Satori, 1989 ).

Berdasarkan keterangan di atas, langkah katagorisasi yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Melakukan proses unitisasi.Langkah pertama dengan menetapkan unit analisis, yaitu " issue " atau peristiwa yang berulang-ulang terjadi

dengan berdasarkan pada data yang dikumpulkan. Berikutnya,

melakukan pengkodean data ( coding ) sehingga data mentah yang

telah diperoleh dapat ditranspormasikan secara sistematis menjadi

unit-unit yang dapat dicandrakan menurut karakteristik yang terkait.

Proses unitisasi dilakukan bukan hanya setelah data terkumpul

seluruhnya, melainkan selama proses pengumpulan data berlangsung.

b. Melakukan katagorisasi.

Menurut Subino Hadisubroto ( 1988 ) pada dasarnya proses kategorisasi ini tidak lain dari pada memilah-milah sejumlah unit

(43)

didalamnya. Dalam penguraiannya peneliti berupaya untuk

menjelaskan hubungan antara satu sama lainnya sehingga tidak

kehilangan konteksnya.

c. Memberikan tafsiran terhadap unit dan katagori yang menggambarkan

perspektif untuk memberikan makna terhadap analisis unit dan

katagori itu.

Keseluruhan kegiatan kategorisasi menghasilkan kumpulan analisis data dalam bentuk ikhtisar analisis data kualitatif, seperti dapat dilihat dalam lampiran.

F. Keabsahan Hasil Penelitian

Maksud keabsahan hasil penelitian adalah cara-cara memperoleh tingkat

kepercayaan dari hasil peneltian. Menumt Lincoln dan Guba ( 1985 ) tingkat

kepercayaan suatu penelitian naturalistik diukur berdasarkan kriteria berikut: Kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas ; dan kofirmabilitas.

/. Kredibilitas

Kredibilitas hasil penelitian akan menunjukan seberapa jauh kebenaran hasil

penelitian dapat dipercaya. Untuk memenuhi kredibilitas dilakukan kegiatan

triangulasi, penggunaan bahan referensi dan mengadakan member check.

a) Triangulasi

Kegiatan ini dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperolah dari satu sumber dengan data yang diperoleh dari sumber lainya tentang

(44)

1988 ). Sejalan dengan hal tersebut Moleong(2000:178) mengemukakan

bahwa "triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keprluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu" Misalnya ;

membandingkan

data

hasil

pengamatan

dengan

data

hasil

wawancara(Patton 1987:33l.dalamMoleong 2000; 178).Sebagai contoh

dalam penelitian ini, informasi mengenai kinerja

pengawas sekolah

mmpun mata pelajaran di SMU sebelum diberiakukan Kep. Menpan

No. 118 / 1996 yang diperoleh melalui wawancara dengan Kepala Sub

Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi dan Subdin Dikdas

dibandingkan dengan informasi yang sama yang diperoleh dari

Koordinator pengawas sekolah Propinsi dan Kooidinator Pengawas

Kabupaten/Kota ,dan informasi setelah

Kep.Menpan tersebut

diberiakukan .Cara seperti ini dilakukan peneliti untuk informasi lainnya

, yang berhubungan dengan kinerja pengawas sekolah mmpun mata

pelajaran di SMU selama penelitian dilaksanakan.. b. Penggunaan bahan reperensi

Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan hasil rekaman wawancara,

mengkaji hasil studi teoritis dan dokumentasi yang relevan, serta hasil

observasi

c. Mengadakan "membercheck"

Kegiatan ini dilakukan untuk membenkan kayakinan kepada peneliti

(45)

sebagai sumber data. Cara pelaksanaan "member check" telah dijelaskan

dalam bagian sebelumnya, pada prosedure pengumpulan data.

2. Transferabilitas

Tingkat transferabilitas suatu penelitian berkaitan dengan pertanyaan sampai

sejauh manakah hasil penelitian ini dapat di aplikasikan atau dimanfaatkan

dalam situasi lain.Untuk memahami hal ini, peneliti merujuk pada apa yang

disampaikan oleh S. Nasution ( 1988 ) sebagai berikut:

"Bagi peneliti naturalistik transferability bergantung pada si pemakai, yakni

hmgga sejauh manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam

konteks dan situasi tertentu. Peneliti sendiri tidak dapat menjamin "

Validitas externaF ini. Ia hanya melihat "transferabilty" sebagi suatu

kemungkinan.Ia telah memberikan deskripsi yang terinci bagaiman sa

mencapai hasil penelitiannya. Apakah hasil penelitian itu dapat diterapkan,

diserahkan kepada para pembaca dan pemakai. Bila pemakai melihat ada

dalam penelitian itu yang serasi bagi situasi yang dihadapinya maka disilu

tampak adanya transfer, walaupun dapac diduga bahwa tidak ada dua situasi

yang sama sehingga masih perlu penyesuaian menumt keadaan

masinp-masing". "

Dari penjelasan diatas, tingkat transferabilitas penelitian ini akan dapat

dihhat dari tujuan dan manfaat penelitian yang telah diuaraikan pada bah J

Tujuan penelitian iniadalah mengungkapkan, menddeskripsikan dan mencari

makna dari implikasi kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah

terhadap peningkatan kinerja pengawas sekolah rumpun mata pelajaran pada

SMU di propinsi Jawa barat Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan

sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan kinerja pengawas sekolah

rumpun mata pelajaran SMU di propinsi Jawa barat, yang bertujuan mewujudkai.

(46)

3. Dependabilitas dan Konfimiabilitas

Nilai "dependabilitas" berkaitan dengan seberapa jauh hasil penelitian

bergantung pada kehandalan serta obyektivitasnya untuk dibuktikan

kebenarannya. Konsep "dependability" meninjau hasil

penelitian dan

konsistenitas dalam pengumpulan data, pembentukan dan penggunaan

konsep-konsep dalam membuat tafsiran dan pengambilan kesimpulan (

Nasution, 1988 ) Dependabilitas dan konfimiabilitas penelitian ini dilakukan

dengan melaksanakan proses " audit traiF ( Lincoln dan Guba, 1985 ) yaitu

dengan mempelajari laporan lapangan secara lebih seksama serta laporan

lainya, samapi laporan penelitian selesai. Sedangkan konfimiabilitas

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a) Mencatat selengkap mungkin hasil wawancara, observasi, maupun studi

dokumentasi sebagai data mentah untuk kepentingan analisa selanjutnya;

b) Menyusun hasil analisa dengan cara menyeleksi data mentah diatas,

kemudian dirangkum dan disusun kembali dalam bentuk deskripsi yang

lebih sistematis:

c) Membuat penafsiran atau kesimpulan sebagai sintesa data:

d) Menyusun laporan yang menggambarkan sJuruh proses penelitian,

sejak pra survey, penyususnan desain penelitian, sampai pengolahan dan

(47)
(48)

BAB V ^

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI &** 1 * ^ X \

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari deskripsi ha^jr^len^itiap dan

pembahasannya adalah sebagai berikut:

Pertama, kondisi faktual Pengawas Sekolah mmpun mata pelajaran saat ini,

baik dan segi kuantitatif maupun dari segi kualitatif dianggap belum

memadai.Indikatornya dilihat dari spesialisasi latar belakang pendidikan dan

pelaksanaan tugas propesinya, rasio antara jumlah Pengawas Sekolah dengan

jumlah sekolah serta penyebaran Pengawas Sekolah berdasarkan daerah

Kabupaten/Kota. Jumlah Pengawas Sekolah rumpun mata pelajaran saat ini 194

orang harus mengawasi 816 SMU.Dilihat dari jenjang pendidikan sudah

memenuhi syarat (Sl= 94,42%, S2=5,58% ), namun dilihat dari spesialisasinya

belum seluruhnya sesuai dengan mata pelajaran yang ada di SMU (10,82%).

Mengenai rasio jumlah Pengawas Sekolah dengan jumlah sekolah yang hams

diawasi beserta penyebarannya, bervariasi antara satu Kabupaten/Kota lainnya,

temtama untuk pengawas mmpun mata pelajaran. Kondisi tersebut lebih

memprihatinkan untuk kebutuhan pengawas mata pelajaran untuk diselumh Kabupaten/kota masih kekurangan.Belum lagi untuk setiap tahun ada Pengawas

Sekolah yang pensiun.Untuk mengatasi kekurangan jumlah Pengawas Sekolah

rumpun mata pelajaran , sebenamya banyak guru/instmktur guru, Kepala Sekolah yang potensial untuk diangkat menjadi Pengawas Sekolah. Pertimbangan yang

A. KESIMPULAN H

146

(49)

147

harus diperhatikan agar pengangkatannya,tidak menimbulkan kekurangan guru,

artinya harus diimbangi dengan pengangkatan guru baru setiap tahunnya.

Berdasarkan berbagai fakta mengenai kondisi faktual Pengawas Sekolah

tersebut, akan menjadi hambatan dalam upaya peningkatan kinerja gum dan hasil

belajar siswa, sebagai hasil dari kinerja Pengawas sekolah.Demikian pula

hambatan tersebut akan menjadikan tantangan

dalam upaya menjadikan

pengawas profesional sebagai penjamin kualitas.

Kedua, rincian tugas Pengawas Sekolah sesuai jabatan fungsional pengawas

sekolah dan angka kreditnyatelah memadai dan memenuhi standar kinerja bagi

pengawas sekolah tipe "objective based standars".Bahkan kalau dikaji secara

lebih mendalam bahwa standar kinerja tersebut mempakan sesuatu yang sangat

ideal. Oleh karena itu standar kinerja yang ada sesuai dengan ketentuan jabatan

fungsional pengawas sekolah mempakan upaya peningkatan kinerja pengawas

sekolah, bagi pelaksanaan tugas dilapangan. Dihubungkan dengan kondisi faktual

pengawas sekolah mmpun mata pelajaran , belum selumh butir standar kinerja,

dapat dilaksanakan baik oieh Pengawas Sekolah Muda maupun Pengawas

Sekolah Madya.

Masih dominan kinerja yang bersifat administratif dibandingkan dengan

subtantif akademik, proses belajar mengajar, hasil belajar siswa dan kemampuar

guru. Padahal hal ini berkaitan sekali dengan upaya meningkatkan kualitas proses

belajar mengajar dan hasil belajar siswa sebagai upaya peningkatan mutu

pendidikan.Oleh karena itu fungsi Pengawas Sekolah sebagai "Quality Assurance

(50)

148

terutama dalam penilaian kinerja Pengawas Sekolah,oleh Tim Penilai Angka

Kredit dalam Penetapan Angka Kredit (PAK) dalam upaya menampilkan kinerja

profesional, serta memiliki keunggulan kompetitif, dan keunggulan komparatif

untuk melaksanakan perannya yang semakin komplek dalam konteks

desentralisasi. Dimana Pengawas Sekolah akan berperan dan bertugas sebagai "

Quality Assurance and Quality auditor" dari layanan jasa pendidikan yang

diberikan sekolah pada masayarakat.

Ketiga, dari analisis terhadap upaya peningkatan kinerja sesuai dengan

jabatan fungsional pengawas sekolah, terungkap bahwa terdapat fator-faktor

dominan, baik yang menjadi kekuatan dan peluang, maupun yang menjadi

kelemahan dan tantangannya.Hal ini diperoleh dari analisis terhadap profil

pengawas sekolah rumpun mata pelajaran dan upaya peningkatan kinerjanya. Faktor dominan yang menjadi kekuatan dan peluang adalah; (l).pembahan sistem kenaikan pangkat dan jabatan Pengawas Sekolah dengan sistem

angkakredit, (2).kesempatan mengikuti diklat dan melakukan pengembangan

profesi dalam bidang pendidikan dihargai sebagai prestasi, (3).pengangkatan

Pengawas Sekolah dari guru, (4).penempatan Pengawas Sekolah yang baru langsung berkedudukan di Kabupaten/Kota,(5). pemberdayaan dan berfungsinya

kegiatan Musyawarah Gum Mata Pelajaran (MGMP) ditingkat Kabupaten/Kota, (6).masih adanya pelatihan kepengawasan yang dilaksanakan melalui proyek dari

tingkat pusat, tentang kepengawasan sekolah, (7). Adanya semangan beberapa

(51)

149

lainnya, (8).adanya kegiatan pertemuan rutin setiap awal bulan di tingkat Propinsi

yang dikoordinasikan oleh Korwas tingkat Propinsi, yang dihadiri oleh perwakilan

setiap Kabupaten/Kota.

Melalui faktor dominan tersebut di atas terdapat peluang, untuk meningkatkan jumlah pengawas sekolah mmpun mata pelajaran , meningkatkan profesional/kinerja pengawas dalam rangka meningkatkan kinerja guru dan tenaga

pendidik lainnya di sekolah. Melalui pelaksanaan rincian tugas pengawas sekolah sebagai standar kinerja seperti tercantum dalam ketentuan jabatan fungsional

pengawas sekolah, secara proporsional dan akuntabel, maka standarisasi Sumber Daya Manusia (SDM) pengawas sekolah akan dapat diwujudkan.

Faktor dominan yang menjadi kelemahan dan tantangan untuk meningkatkan

kinerja Pengawas Sekolah mmpun mata pelajaran di SMU,sesuai ketentuan

jabatan fungsional pengawas sekolah adalah; (l).kondisi faktual Pengawas

Sekolah mmpun mata pelajaran baik kuantitas maupun kualitas belum memadai,

(2).implementasi kebijakan jabatan fungsional pengawas sekolah, tidak diikuti

dengan pemberlakuan tunjangan jabatan yang proporsional,(3).belum layaknya

dan proporsionalnya fasilitas dan biaya yang tersedia,(4) adanya beberapa sekolah

yang jaraknya sangat jauh ,(5) belum adanya tindak lanjut dari pihak

terkait/berwenang terhadap hsil kinerja pengaws sekolah,(6) Pola kerja pengawas sekolah yang terialu berorientasi kepada administrasi pengelolaan sekolah, sesuai tuntutan birokrasi, (7)belum dimilikinya keterampilan teknis oleh seluruh Pengawas Sekolah rumpun mata pelajaran/mata pelajaran dalam

(52)

guru, (8) masih terdapat sejumlah Pengawas Sekolah rumpun mata pelajaran

yang dalam pelaksanaan tugasnya menggunakan pendekatan "otoritas" dari pada

"kolegial", (9). Tidak ada program terencana di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengadakan program pengembangan kompetensi

pengawas sekolah melalui pelatihan.

Adanya beberapa faktor dominan yang menjadi kelemahan tentunya

menimbulkan beberapa tantangan yang harus dihadapi, dalam upaya

meningkatkan kinerja Pengawas Sekolah rumpun mata pelajaran .Hal ini penting

karena dengan peningkatan kinerja pengawas sekolah diharapkan dapat

meningkatkan kinrja guru dan hasil belajar siswa yang pada akhimya untuk

meningkatkan mutu pendidikan.

Keempat, perlunya dikembangkan lebih lanjut upaya propesionalisasi

Pengawas Sekolah mmpun mata pelajaran yang disusun dan dilaksanakan di

tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota. Pola penyelenggaraan pendidikan latihan sebagai aplikasi dari kegiatan "training and development" terialu

menggantungkan pada dana proyek bantuan dari pusat yang dilaksanakan

ditingkat regional atau nasional.Pelaksanaan pelatihan pengawas sekolah yang

selama ini dilaksanakan lebih bersifat teoritis akademik dan kurang berorientasi kepada pengembangan keterampilan praktis dan pemecahan masalah-masalah pelaksanaan tugas dilapangan sesuai standar kinerja yang ditentukan dalam

jabatan fungsional pengawas sekolah.Tidak ada upaya tindak lanjut setelah

pelatihan,akibatnya platihan tersebut belum memberikan banyak pengaruh baik

(53)

sekolah.Sampai saat ini belum ada program yang dikembangkan scara inisiatif,

inovatif, dan kreatif untuk menyikapi ketentuan tersebut melalui pengembangan

kegiatan mtm sesuai tugas dan fungsi bagian/bidang yang terkait pada dinas

Propinsi dan Kabupaten/Kota.

Penilaian angka kredit yang sesuai dengan bukti fisik prestasi kerja

berdasarkan standar kinerja jabatan fungsional pengawas sekolah,secara

kompetitif dari setiap Pengawas Sekolah mmpun mata pelajaran,dapat mendorong

atau membangkitkan kinerja pengawas sekolah.Sebab angka kredit merupakan

suatu angka yang diberikan berdasarkan penilaian atas prestasi yang telah dicapai

oleh seorang Pengawas Sekolah mmpun mata pelajaran ,dalam mengerjakan butir

rincian kegiatan yang meliputi:

a. kegiatan pendidikan dan latihan

b. kegiatan pengawasan sekolah c. kegiatan pengembangan profesi

d. kegiatan penunjang pengawasan sekolah.

Untuk itu perlu adanya pemahaman yang mendalam dan persefsi yang sama

mengenai ketentuan dalam penilaian prestasi kerja pengawas sekolah, dalam

mengajukan Penetapan Angka Kredit (PAK), dengan pembuatan laporan

pelaksanaan tugas kepengawasan yang benar.

B. IMPLIKASI

Bertolak dari kesimpulan yang telah dikemukakan,implikasinya terhadap

(54)

152

pada SMU berdasarkan jabatan fungsional pengawas sekolah di lingkungan Dinas

Pendidikan Propinsi Jawa Barat adalah:

Pertama :Kondisi faktual pengawas sekolah rumpun mata pelajaran,baik kuantitas

maupun kualitas belum memadai,oleh karena itu perlu adanya pengangkatan

pengawas sekolah bam sesuai kebutuhan yang diimbangi dengan pengangkatan

gum,agar tidak terjadi dilematis antara kebutuhan pengawas dengan kekurangan

gum, serta sesuai dengan kualifikasi yang diharapkan

Kedua :Rincian tugas pengawas sekolah sesuai jabatan fungsional pengawas

sekolah telah memenuhi standar kinerja sebagai upaya peningkatan kinerja

sebelumnya,membutuhkan pelaksanaan penilaian yang sistematis dan operasional

oleh pejabat yang ditugaskan ,untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan tugas

pengawas sekolah.

Ketiga : Dalam upaya peningkatan kinerja pengawas sekolah sesuai jabatan

fungsional

pengawas,terdapat

faktor

dominan

baik

yang

menjadi

kekuatan,peluang maupun kelemahan dan tantangan.Dari faktor-faktor tersebut

implikasinya perlu dengan segera pemberlakuan tunjangan jabatan sesuai jenjang

jabatan pengawas secara proforsional,serta adanya dukungan sarana prasarana

daiam pelaksanaan tugas

Keempat : Berkenaan dengan pengembangan profesional pengawas sekolah

rumpun mata pelajaran,selain hams timbul dari diri pengawas sekolah sendirijuga

perlu penyempumaan

pengembangan

program,strategi

melalui

berbagai

(55)

153

kepengawasan dan pemecahan masalah sesuai standar jabatan fungsional

pengawas.

Kelima : Penilaian angka kredit sesuai dengan bukti fisik prestasi kerja

berdasarkan standar kinerja jabatan fungsional pengawas,dapat membangkitkan

kinerja

pengawas

sekolah,untuk

tidak

terjadi

penyimpangan

dalam

pelaksanaannya perlu diantisipasi oleh pejabat terkait yang bertanggungjawab

mengenai kebijakan tersebut.

Gambar

Tabel No.Halaman
Gambar No.Halaman
PARADIGMAGambar PENELi'I IAN

Referensi

Dokumen terkait