• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI FUNGSIONALISASI JABATAN PENGAWAS SEKOLAH TERHADAP POLA PENGEMBANGAN PENGAWAS SEKOLAH TK, SD, SDLB DI PROPINSI JAWA BARAT : Studi Deskriptif Analitis tentang Pengelolaan Pengembangan Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB di Lingkungan Kanwil Depdikbud Pr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLIKASI FUNGSIONALISASI JABATAN PENGAWAS SEKOLAH TERHADAP POLA PENGEMBANGAN PENGAWAS SEKOLAH TK, SD, SDLB DI PROPINSI JAWA BARAT : Studi Deskriptif Analitis tentang Pengelolaan Pengembangan Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB di Lingkungan Kanwil Depdikbud Pr"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLIKASI FUNGSIONALISASI JABATAN

PENGAWAS SEKOLAH TERHADAP POLA PENGEMBANGAN

PENGAWAS SEKOLAH TK, SD, SDLB

Dl PROPINSI JAWA BARAT

( Studi DeskripiifAnalHis tentang Pengelolaan Pengembangan Pengawas

Sekolah TK, SD, SDLB di Lingkungan Kanwil Depdikbud

Propinsi Jawa Barat)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Administrasi Pendidikan

s 1 ^ - .

\

V •

Oleh

EV1 SYAEFINI SHALEHA

NIM 979602

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN UNTUK MENGIKUTI UJIAN TAHAP I:

Pembimbing I

Prof. DR. H. Djam'an Satori, MA

Pembimbing II

Prof. DR. H. Moch. Idochi Anwar, M.Pd.

^

(3)

MENGETAHUI-or_ PENGELOLA

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

,,m,w£R°GRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Implikasi Fungsionalisasi Jabatan Penqawas Sekolah

terhadap Pola Pengembangan Pengawas Sekolah TK, SD SDLB di p'opinsi

XwaTWko^T^

Pen9e,0,aan Pen—Tan1

Jawa Barat

'

d' l,n9kun9an Kanwil Depdikbud Propinsi

Penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan salah satu aspek penting dalam

adm.nistras. pendidikan, yakni pengawasan pendidikan yang menjadi salah sa\u

faktor penentu untuk mewujudkan efisiensi dan efektiS penge^aan

pendidikan pada tataran sekolah. Kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas

sekolah merupakan upaya profesionalisasi pengawas sekolah sebagai Sat

pelaksana pengawasan pendidikan. Karena itu fokus peneHtL in? dlarahkan

pada permasalahan pokok: Bagaimana implikasi kebijakan fungsSS

?18a/T9VT9hWHaS Sek,°,ah me,alui imP,ementasi Keputusan Menp^Nomo

118/1996 terhadap pola pengembangan pengawas sekolah sebaqai uoava

SaraS

93WaS Sek°lah TK' SD' SDLB yang P^siona. dfProphsl

Landasan teoritik sebagai upaya pemahaman terhadap masalah yanq diteliti

SS^u1""^ k6ilmUan' meliPuti:<1) Fungsi dan Peran Pengawas

"erta n^Tint anajeHenoMUtU TerpadU Dalam Praktik Pengawasan SekJah

>erta (3) Tantangan dan Perspektif Pengawasan Pendidikan.

2 ^ ^ ? " dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis

-Pnnln m^V PJ memahami masalah yang diteliti dilakukan eksplorasi

iengan melakukan komun.kas. yang intensif dengan sumber data secara

rfSSt,n 'h5^^^ Pene'itian yanS Utama adalah Pe^ffi wrS?('S

nstrument) dengan menggunakan teknik dan alat pengumpul data yana

liperlukan sesua. dengan sifat data yang dikumpulkan. Tahap penelttan tert"ri

jtas tahap or,entasi(o^w), tahap eksplorasi terfokus(focLS exploral^

an tahap member check'. Sumber data menggunakan sampel purpos f

SSS^(SSSSS' ^T^T ^ ^ diper°leh dihimPUn i S

S T (fieldnotes)- Sedangkan pengolahan dan analisis data dilakukan

at"? H.n73

contenJ^alyS''S'' me,alui unitisasi • kategorisasi dan deskripsi

ata dengan memperhatikan hubungan di antara unit dan kategori data.

lasil penelitian mengungkapkan bahwa pola pengembangan pengawas sekolah

K, SD SDLB di Propinsi Jawa Barat baik sebelum maupun sesudah

.berlakukannya kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah tidak

itetapkan dalam bentuk kebijakan khusus oleh Kepala Kanwil DeDdikbud

ulairikan dilaksanakan oleh bagian dan bidang terkait sebagai aplfasi dari

fT^^Ln*r\6T f-gsi masing-masing bagian d'alamTeSntuan

ang telah ditetapkan. Perbedaan mendasar dalam pelaksanaan pengembangan

(5)

Dengan kondisi faktual pengawas sekolah TK, SD, SDLB di Propinsi Jawa Barat

dewasa ,n, yang secara kuantitatif maupun kua itatif kuLg memada? maka

upaya profesionalisasi pengawas sekolah TK, SD, SDLB dTprolsTjawa Barat

masih perlu dikembangkan lebih lanjut secara lebih^ terk^Snasi dan Ibfh

^^SX^^ yan9 berta^ungjawa^

meiaiui kegiatan pengembangan kemampuan profesional yanq inisiatif kreatif

^tTnatli 3?ar tmgkat keter9antungan pelaksanaan pengembangan pada

diklat yang d.selenggarakan proyek secara bertahap dapat dikuranqi

P

Has.1 anahs.3 posisi mengenai tahap implementasi kebi^kanTabatan fungsional

sengawas sekolah mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktoS

Sa'rdS SDM3?: ^ ^ ^ **** ^^^^^ZZ

>tandardisasi SDM pengawas sekolah TK, SD SDLB sesuai ketentuan iihitan

ungsional pengawas sekolah dalam perspektifda^SSJS^r^S

edfn'tan" ff^Sl^ "^ «

«"** and ^^SSSS?

sedangkan, faktor dominan yang menjadi kelemahan dan meniadi tantanaan

mtuk keberhas.lan pelaksanaannya, disebabkan kaSJ^ kondis^i faS

>engawas sekolah baik secara kuantitatif maupun kuaLtif serta beum

neratanya sosialisasi mengenai ketentuan tersebut Disamping itu penvebab

mnya karena, tidak adanya stimulan berupa kesejahtlSan yanq se^mbana

lengan be.um d.ber.akukannya ketentuan tunjangan jabatar^l7o?^al'

jelanjutnya, penelitian ini merekomendasikan hal-hal sebaqai berikuf m

^V3h^-!ffi? PAn9embangan yang d**S£ o'eh Kepa i

.antor Wilayah Depdikbud (Depdiknas) pada tataran propinsi vana disusnn

ersama-sama oleh bagian dan bidang terkait, mengacu pada ketenlan San

ingsional pengawas sekolah, dan dapat diberlakukanad^ masa transti

lenjelang pelaksanaan otonomi daerah;(2) P^unya pe^^pSZ'

3? fT" yang 3ktUal dengan me^Perhatikan prinsip» danTngtehSSSSh

anZmTalu^r T^' Untuk Pen9en*angan p'ersonil dalam onfeks

lanajemen sumber daya manusia;(3) Perlunya perumusan mortal

angembangan kemampuan profesional pengawas seko'ah TK SD ToLB yanq

Brtumpu pada tataran kabupaten/kotamadya dengan fokus utama oaSa

3mberdayaan pengawas sekolah baik secara individual maupun ketomook

jrte rancangan model eva.uasi dan tindak lanjutnya sebagai upaya perbXn

ogram yang terus menerus('quality control circle).

Perba.kan

(6)

ABSTRACT

"The implications of the implementation of 'Keputusan Menpan No118/199&

management of education, and the superintendents are in a ve^ st ateoic

r^gem^^^

°f "

manage-nt, » S

thine?inth/^nf f retsourfs+manaSement (PHRM) is the most important

Itul ?« rt IL

of funct.onal.zat.on of the superintendents. So the focus of this

lul

Vhe ,mP|,cat,ons of the implementation of the policy towards the

development, especially the training and development of pn^L^sSool's

superintendents done by the officials of Kanwil Depdikbud Tn WesTjL Akiv

subject of the efforts that must be noticed is the real and latest conditionof

^^r'T18 f ,a SUbjeCt °f the development, that is all of the bacCunds 0

.hem (educational, latest duty and places where they work).

DacK9rounas ot

ntL!!"dy KUS6d "aturalistic inciuiry. The researcher collected data throuoh

nterv.ew, observation, and document for which she was the key instrument To

t^^H^6 *"? ?°"eCted' She emP'°yed 'fie|dnotes'. And to ana^Hhem

>he used the constant comparative method with content anlysis.

The study indicates that the existing development programs has not been

eveloped in the right way, according to the concept of "Human Resources and

Development' management. There are no much difference Z^rtS^of

C t S r T ^

implementation ofT^Ket

S

fa 118m^)- The real condition of superintendents in primary schools

West Java nowadays, both quantitatively and qualitatively, is not salfactory

/lost superintendents should enhance their education, and many of them do not

ecaeu e6 oTtnt? VTV^ ^t' eSpeda"y in «"atn^ wp^rj

ecause of their latest duty. Whereas, the performance standard of

XmTftn KepMe"Pan "0.118/1996 assumes as a^sufficientstandard

nnt^oAh d2 Xhei[ JC?b 3S the 'quaiity auditor and baching controller' in the

ontext of the decentralization in educational management policy.

he outcome of this study gives some recommendations^) As the main

Jsponsibil,ty in developing the superintendents is the officios in KandepD^bud

loltn/rKOtradYa, the Pr°gramS deve,°Ped bv the «Tf KanwH

epdikbud can be used as a reference for them. The programs should be pu

(7)

into effect in the transitional period before the decentralization policy is put fully

into effect in year of 2001; (2) The officials of Kanwil Depdikbud in West Java

who also have a responsibility in developing the program of functionalization

superintendents nowadays, must rearrange the programs in a sinergic way among all sections who have the same responsibility. In developing the

programs, firstly they should do preliminery steps in training and development as

Werther and Davis say (1996). The step can be done through some activities They should evaluate the programs done before, analyze the superintendents

performance standard in Kep. Menpan No. 118/1996, and consider the

conditions of the superintendents which includes both quantitative and qualitative

way. All aspects mentioned above will determine the success of the training and development; and (3) They also should develop the evaluation and follow up

programs, based on the criteria of the success of the developing programs.

(8)

D A F T A R ISI

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR j

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTARGAMBAR ix

ABSTRAK x

BAB IPENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 9

C. Tujuan Penelitian 12

D. Manfaat dan Pentingnya Penelitian 14

E. Anggapan Dasar 15

F. Paradigma Penelitian 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 27

A. Fungsi dan Peran Pengawas Sekolah 27

1. Konsep Supervisi Pendidikan 27

2. Posisi dan Eksistensi Pengawasan Pendidikan dan

Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB 30

B. Manajemen Mutu Terpadu dalam Praktik Pengawasan Sekolah 40 1. Konsep Manajemen Mutu Terpadu (MMT) dalam Pendidikan 40 2. Aplikasi MMT dalam Pelaksanaan Pengawasan Sekolah 48 C. Tantangan dan Perspektif Pengawasan Pendidikan 55 1. Kebijaksanaan Fungsionalisasi Jabatan Pengawas Sekolah 56 2. Pengawasan Pendidikan dalam Konteks Desentralisasi

Pengelolaan Pendidikan 63

3. Pengembangan Pengawas Sekolah dalam Konteks

Manajemen Sumber Daya Manusia 77

BAB III PROSEDUR PENELITIAN 87

A. Metode dan Pendekatan Penelitian 87

B. Sumber Data Penelitian 91

(9)

D. Pelaksanaan Pengumpulan Data

99

E. Prosedur Analisa Data

102

F. Keabsahan Hasil Penelitian

105

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

109

A. Hasil Penelitian

109

1' ?^mo^rao Pelaksanaan Pengembangan Pengawas Sekolah

IK, SD, SDLB di Propinsi Jawa Baratsebelum

diberlakukannya Keputusan Menpan No. 118/1996 109

2. Profil Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB di Propinsi

Jawa Barat dewasa ini 128

3. Esensi dan Orientasi Tugas Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB Berdasarkan Ketentuan Jabatan Fungsional

Pengawas Sekolah 140

4. Perspektif Peran Pengawas Sekolah Masa Depan

dalam Konteks Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan 154

5. Analisis Posisi terhadap Implementasi Kebijakan Jabatan

Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya 160

6. Pola Pengembangan Pengawas Sekolah TK, SD,

SDLB dalam Upaya Profesionalisasi Pengawas Sekolah

di Propinsi Jawa Barat 167

B. Pembahasan Hasil Penelitian 190

1. Kondisi Faktual Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB 190

2. Esensi Tugas Pengawas Sekolah dan Perspektif

Perannya di Masa yang akan Datang 194

3. Upaya Profesionalisasi Pengawas Sekolah TK, SD,

SDLB melalui Program Pengembangan di Propinsi'Jawa Barat . 199

— —,»., wun, unit i\U(\uiVICI1UttOI 206

A. Kesimpulan 20

B. Rekomendasi 0„c

216

)AFTAR PUSTAKA

AMPIRAN :

Matrik Gambaran Seluruh Penelitian Yang Diperoleh 227

(10)

2. Panduan Pengumpulan Data 233

3. Pedoman Wawancara 235

4. Analisis Data Kualitatif 240

(11)

DAFTAR TAB EL

Tabel

Halaman

4.1

Rincian tugas yang berkaitan dengan kegiatan Pengem- 114

bangan Penilik TK/SD

4.2

Data Jumlah Pengawas Sekolah TK , SD, SDLB berdasarkan 131

jenjang pendidikannya

4.3

Jumlah Pengawas TK, SD, SDLB berdasarkan latar belakang 135

tugas dan jabatan sebelumnya

4.4

Gambaran Penyebaran dan Rasio antara Pengawas Sekolah 138

dengan Jumlah Sekolah Berdasarkan Daerah Kabupaten/

Kotamadya se-Propinsi Jawa Barat

4.5 Variasi rasio jumlah Pengawas Sekolah antara daerah 140

Kabupaten dan Kotamadya dan analisisnya

Tugas Pokok Pengawas Sekolah Taman Kanak-kanak, 147

Sekolah Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Pengawas

Sekolah Rumpun Mata Pelajaran, Pengawas Sekolah

Pendidikan Luar Biasa, dan Pengawas Sekolah Bimbingan

dan Konseling

16

(12)

Gambar

DAFTAR GAMBAR

Halaman

11. Paradigma Penelitian 26

2. 1. Sumber, Arah, dan Tujuan Supervisi Pendidikan 28

2.2. Diagram Tata Hubungan dan Peranan Komponen 35

Pendidikan dalam Proses Pembelajaran

2.3. Keterkaitan antara Komponen-komponen Pendidikan 38 dalam Pelaksanaan Supervisi Akademik

2.4. Total Quality Service Management 47

2.5. Tahap Pendahuluan dalam Mempersiapkan Program 82

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengawasan pendidikan sebagai suatu kegiatan yang tidak

terpisahkan dari kegiatan manajemen pendidikan, perlu diupayakan

secara, terus menerus untuk ditingkatkan kualitas pelaksanaannya.

Dengan demikian, manajemen pendidikan yang mengutamakan efisiensi

dan efektivitas pengelolaan pendidikan dapat diwujudkan. Efisiensi dan

efektifitas pengelolaan pendidikan mendesak untuk segera diwujudkan

karena akan menjadi daya dukung dalam pelaksanaan misi dan visi pendidikan nasional menghadapi era globalisasi, yaitu peningkatan

produktivitas pendidikan.

Bukti yang menunjukkan pentingnya pengawasan serta menjadi

bagian dari siklus dan dinarhika manajemen pendidikan nasional adalah terdapatnya bab khusus mengenai pengawasan dalam Undang-Undang

Sistem Pendidikan nasional ( UU No.2 Tahun 1989 ) dan peraturan

pemerintah yang menjelaskan UU tersebut.

Ruang lingkup pengawasan pendidikan meliputi segala kegiatan yang

bertujuan untuk mengidentifikasi, memantau, menilai, dan melakukan

diagnosis terhadap apa yang terjadi dalam proses pendidikan, mulai dari lingkup sekolah (mikro) sampai lingkup nasional ( makro), ( Dedi Supriadi,

(14)

Oleh karena pengawasan pendidikan mempunyai kedudukan yang

sangat strategis dan penting dalam manajemen pendidikan pada semua

tingkatan ( Makro, Meso, dan Mikro ), maka sudah menjadi keharusan

bagi pemerintah untuk berupaya secara terus menerus menjadikan para

pelaksana pengawasan pendidikan tersebut sebagai tenaga kependidikan

yang profesional.

Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk mewujudkan hal

tersebut, khususnya pada manajemen dan proses pendidikan dalam

lingkup mikro atau sekolah adalah melalui kebijakan fungsionalisasi

jabatan pengawas sekolah. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

118/1996 tanggal 30 Oktober 1996.

Dengan kebijakan tersebut, maka terhitung mulai tanggal 1 Nopember

1996 Pengawas Sekolah ditetapkan sebagai pejabat fungsional yang

memiliki standar kinerja tertentu berdasarkan jenjang jabatan. Semakin

tinggi jenjang jabatan semakin banyak kewajiban yang harus

dilaksanakan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Standar kinerja

dalam jabatan fungsional pengawas sekolah, diarahkan pada peningkatan

kualitas pengawasan pendidikan ('quality control) di sekolah dalam upaya

meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya pada satuan pendidikan

dasar dan menengah.

Hal tersebut sejalan dengan rekomendasi untuk pemberdayaan guru

(15)

Kependidikan pada Konferensi Pendidikan yang diselenggarakan Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jakarta pada bulan

Februari 1999, sebagai berikut:

"Fungsi-fungsi kepengawasan/kepenilikan pada semua jenjang

pendidikan dioptimalkan sebagai sarana untuk memacu mutu pendidikan.

Pengawasan dimaksud dengan mengutamakan aspek-aspek akademik

daripada administratif sebagaimana berlaku selama ini" (Bappenas, 1999)

Untuk implementasi kebijakan jabatan fungsional pengawas sekolah,

telah diterbitkan petunjuk pelaksanaan yang tertuang dalam Keputusan

Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Rl dan Kepala BAKN

Nomor 0322/O/1996 dan Nomor 38 tahun 1996 tanggal 30 Oktober 1996.

Sedangkan petunjuk teknisnya tertuang dalam Keputusan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Rl Nomor 020/U/1998 tanggal 6 Februari

1998.

Dengan diterbitkannya ketentuan pelaksanaan kebijakan tersebut,

secara hierarki dan struktural akan memaksa para pejabat birokrasi yang

menangani pengelolaan tenaga kependidikan, khususnya pengelolaan pengawas sekolah untuk bempaya mengimplementasikan kebijakan

tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Sanusi dan Supandi (1988;36-39)

menyatakan bahwa selalu ada kaitan atau linkage antara perumusan dan

pelaksanaan kebijakan, dengan salah satu ciri adanya unsur -unsur

penting dalam pelaksanaan kebijakan yang akan menentukan corak,

(16)

aktor pelaksana kebijakan, dalam hal ini adalah pelaksana struktural yaitu

pejabat formal yang secara hukum atau peraturan telah dilimpahi

kewenangan, tanggung jawab dan sumber-sumber untuk melaksanakan

kebijakan tersebut. Mereka terdiri atas para administrator mulai dari

tingkat nasional sampai pada tingkat lokal.

Perubahan kebijakan yang berkaitan dengan pengawasan pendidikan

tersebut dalam pelaksanaannya di lapangan tentu tidak akan dapat

menghindarkan diri dari berbagai konsekuensi dan hambatan. Misalnya,

bagi penilik TK/SD sebagai pengawas pendidikan pada jenjang

pendidikan pra sekolah dan sekolah dasar, salah satu implikasi perubahan

adalah adanya perubahan narna menjadi Pengawas Sekolah TK, SD,

SDLB. Perubahan nama tersebut menimbulkan perubahan esensi tugas

pengawas sekolah. Perubahan tersebut ditandai dengan meluasnya

struktur tugas , adanya tuntutan peningkatan kemampuan sesuai standar

kinerja, serta diberlakukannya pola pengembangan karir jabatan

fungsional melalui kenaikan pangkat dengan perhitungan dan penetapan

angka kredit.

Hambatan yang dihadapi terutama berkaitan dengan kondisi faktual

pengawas sekolah dewasa ini yang terkesan memiliki citra dan imej yang

kurang baik. Hal tersebut sebagai akibat dari pelaksanaan tugas

kepenilikan/ kepengawasan selama ini, yakni lebih menekankan

pengawasan pada segi prosedural dan administratif daripada substansi

(17)

Realita mengenai kondisi pengawas sekolah seperti tersebut di atas,

diperkuat oleh beberapa hasil penelitian. Salah satunya yang telah

dilakukan oleh Djailani (1998 )pada Gugus SD Inti di Kotamadya Banda

Aceh, yang menjadi salah satu daerah ujicoba proyek peningkatan mutu

pendidikan dasar ( PEQIP= 'Primary Educational Quality improvement

Project' ). Penelitian tersebut membuktikan bahwa profil pembinaan

profesional guru oleh para pembina, dalam hal ini Pengawas Sekolah

masih merupakan kegiatan pengawasan dan bimbingan rutin. Yang

dimaksud dengan pengawasan dan bimbingan rutin adalah kegiatan yang

dilakukan untuk mengawasi pelaksanaan administrasi sekolah, tugas rutin

oleh guru-guru, kebbrsihah, ketertiban dan keindahan sekolah, serta

menasihati agar guru-duru 'selalu siap' menerima dan melaksanakan

setiap kebijakan dari atas ^fesuai dengan kemampuannya.

Kesimpulan yand diambil berdasarkan penelitian tersebut salah

satunya menyebutkan b^hwa faktor yang diindikasikan sebagai faktor

penghambat dalam efektifitas pemberdayaan guru,

pengembangan

sekolah sebagai orgsiriisasi belajar dan penataan manajemen sumber

daya pendidikan, adalah faktor personal; yakni ketidakmampuan para

pembina pendidikan uhtuk melaksanakan pembinaan profesional guru

secara efektif karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dan

bahkan kepribadiannya.

Dari hasil pengamatan serta perbincangan mengenai kegiatan

(18)

diuraikan di atas, tidak hanya terjadi di Kotamadya Banda Aceh tetapi juga

dimungkinkan terja'di di dderah lainnya, termasuk di Propinsi Jawa Barat.

Sejalan dengan kesimpulan penelitian tersebut adalah pemyataan

'Kelompok Kerja Tenaga Kependidikan' pada Konferensi Pendidikan ,

bahwa yang mempferburuk citra dan kinerja pengawas sekolah adalah

latar belakang perigawas stekdlah yang tidak menguasai bidangnya serta

tidak cukup memiliki motivasi yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.

(Bappenas, 1999).

Implikasi adanya perubahan serta hambatan tersebut tentu akan

mendorong para pembina administratif struktural pada tingkat regional

(Meso) sebagai pengdoJa pengawas sekolah untuk berupaya

meningkatkan kemampuah para pengawas sekolah agar

memiliki

kemampuan generik yarig diperlukan, yakni kemampuan profesional

sebagai pejabat fungsiohal untuk dapat memenuhi tuntutan

tugas

pengawas sekolah sesual ketentuan.

Sejalan dengan perub&han serta kondisi faktual pengawas sekolah

sebagaimana tersebut di at^s , penulis tertarik untuk melakukan penelitian

yang

bertujuan

memperoleh

gambaran

pelaksanaan

kebijakan

fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah serta bagaimana implikasinya

terhadap komponen-komponen yang terkait. Untuk tujuan tersebut penulis

akan mencoba melakukan penelitian pada pengelolaan pengawas sekolah

dengan fokus pada pola pengembangan Pengawas TK, SD, SDLB di

(19)

Sebagai gambaran dfiri studi pendahuluan berupa analisis kondisi

berkenaan dengan imblementasi kebijakan fungsionalisasi jabatan

pengawas sekolah, khususnya pada Pengawas TK, SD, SDLB di Jawa

Barat, dijelaskan dalam uraidn di bawah ini.

Pertama, Fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah menuntut

peningkatan kemampuan profesional dan penyesuaian tugas bagi

pengawas sekolah yarid sudah ada. Melalui fungsionalisasi jabatan

pengawas sekolah ada perubahan pada sistem pembinaan karir, yakni

diberlakukahnya kenaikari pangkat dan atau jabatan dengan

menggunakan angka kredit. Dengan demikian Pengawas TK, SD, SDLB

sebagai salah satu jenis pehgawas sekolah, dituntut untuk melaksanakan

tugas sesuai standar kinferjM yang ditentukan secara mandiri, kreatif serta

inovatif.

Disamping

\{u,

mereka

juga

dituntut

untuk

selalu

mendokumentasikan pelaksanaan tugasnya sebagai bukti fisik yang akan

dijadikan dasar untuk menefltukan kenaikan pangkat dan atau jabatannya.

Dengan sistem tersebut, terdapat tugas tambahan yang tidak pernah

dikerjakan sebelumnya, yang memerlukan kemampuan khusus, yakni

kemampuan manajemen yang tepat, sesuai prinsip-prinsip dalam konsep

manajemen stratejik.

Ketentuan mengenai kenaikan pangkat dan jabatan Pengawas

Sekolah dengan mekanisme Penetapan Angka Kredit sebagai dasar

(20)

Mendikbud Rl No. 020/U/1998, yaitu untuk kenaikan pangkat periode

Oktober 1998.

Dari kajian dokumentasi pada pelaksanaan

tiga kali sidang

penetapan angka kredit pada bulan Juni 1998 ( Periode Oktober 1998),

Nopember 1998 (Periode April 1999) dan Juni 1999 ( Periode Oktober

1999 ), terlihat adanya kesenjangan antara kemampuan yang

dipersyaratkan dengan kemampuan faktual. Hal ini menjadikan bukti

bahwa belum semua pengawas sekolah yang ada sekarang memiliki

kemampuan minimal uhtuk dapat memenuhi tuntutan fungsionalisasi

jabatan pengawas sekblah.

Kedua, rasio jumlah pengawas sekolah dan jumlah sekolah secara

kuantitatif telah memenuhi ketentuan standar minimal mengenai jumlah

sekolah yang harus diawasi sebagaimana yang tercantum dalam

kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah. Jumlah pengawas

sekolah TK, SD, SDLB pada bulan Februari 1999 sebanyak 1712 orang,

tersebar di 24 Kabupaten/Kotamadya dengan rasio rata-rata antara

pengawas dengan sekdlah 1:20. Namun, secara kualitatif bila dikaitkan

dengan kondisi geografis wilayah binaan yang sangat beragam, akan

mempengaruhi rasio jumlah tersebut. ( Bidang Dikdas, Kata dan Angka,

1998/1999). Selain itu, latar belakang pendidikan dan pengalaman jabatan

terakhir yang sangat bervariasi, menunjukkan beragamnya kemampuan

serta motivasi kinerja pengawas TK, SD, SDLB. Hal tersebut perlu

(21)

meningkatkan kemampuan para pengawas sekolah sebagaimana yang

dituntut oleh kebijakan dimaksud.

Tentu, banyak faktor lainnya yang mempengaruhi pelaksanaan

kebijakan tersebut, meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Keduanya

memiliki kekuatan dan kelemahan yang akan menjadi peluang dan

tantangan untuk keberhasilan implementasi kebijakan dimaksud. Kondisi

itulah yang

menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian

sehingga dapat diketahui sampai sejauhmana kedua faktor tersebut dapat

mendukung implementasi kebijakan secara optimal.

B. Rumusan Masaldh dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka fokus

penelitian ini adalah implikasi fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah

terhadap pengelolaan pengembangan Pengawas Sekolah TK,SD,SDLB di

Propinsi Jawa Barat dengan sasaran akhir terwujudnya Pengawas

Sekolah yang profesional.

Yang dimaksud dengan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah

»

adalah mulai diberlakukannya ketentuan mengenai jabatan fungsional

pengawas sekolah dan angka kreditnya melalui penerbitan dan

pemberlakuan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor 118/1996.

Pengelolaan pengembangan difokuskan pada Pola Pengembangan

yang ditetapkan oleh para pembina struktural pada tingkat Kantor Wilayah

(22)

10

makna kata poja dalam konteks ini, penulis merujuk pada kata 'pattern'

dalam bahasa Inggris. Menurut Oxford Advanced Learner's Dictionary of

Current English: ". . . pattern is a way in which something happened,

develops, is arranged, etc". Jadi, pola pengembangan Pengawas Sekolah

dimaksudkan sebagai suatu sistem atau cara kerja

dalam konteks

manajemen sumber daya manusia, khususnya pengembangan Pengawas

Sekolah TK,SD,SDLB.

Oleh karena itu, penulis menetapkan rumusan masalah penelitian ini

sebagai berikut: "Bagaimana implikasi fungsionalisasi jabatan pengawas

sekolah terhadap pola pengembangan Pengawas Sekolah dalam upaya

mewujudkan Pengawas TK,SD,SDLB yang profesional di Propinsi Jawa

Barat".

Rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran pelaksanaan pengembangan Pengawas

Sekolah

TK, SD, SDLB sebelum diberiakukannya kebijakan

fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah ?

2. Bagaimanakah profil Pengawas Sekolah TK,SD,SDLB di Propinsi

Jawa Barat dewasa ini?

a. Bagaimanakah gambaran Pengawas Sekolah berdasarkan latar

belakang pendidikan ?

b. Bagaimanakah gambaran Pengawas Sekolah berdasarkan latar

(23)

11

c Bagaimanakah gambaran penyebaran dan rasio Pengawas Sekolah

berdasarkan daerah Kabupaten/Kotamadya?

3. Apakah esensi dan orientasi tugas Pengawas Sekolah berdasarkan

ketentuan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah?

a. Apa peran dan tugas pokok Pengawas Sekolah?

b. Seperti apakah standar kinerja ( Performance standard ') Pengawas

Sekolah?

c. Bagaimanakah jaminan kualitas dan akuntabilitas kinerja Pengawas ,

Sekolah ?

4. Bagaimanakah perspektif peran Pengawas Sekolah TK,SD,SDLB

masa depan dalam konteks desentralisasi pengelolaan pendidikan?

5. Bagaimanakah kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang

dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan Jabatan Fungsional Pengawas

Sekolah melalui implementasi Keputusan Menpan No. 118/1996?

a. Apa faktor dominan yang menjadi kekuatan dan peluang dalam

pelaksanaan kebijakan fungsionalisasi jabatan tersebut?

b. Apa faktor dominan yang menjadi kelemahan dan tantangan dalam

pelaksanaan kebijakan fungsionalisasi jabatan tersebut?

6. Bagaimanakah pola pengembangan pengawas sekolah disusun

dalam upaya menjadikan Pengawas Sekolah TK,SD,SDLB di Propinsi

(24)

12

a. Bagaimanakah kebijakan pengembangan yang ditetapkan oleh

pejabat struktural pada tingkat Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi

Jawa Barat?

b. Siapdkah pihak yang terlibat dan bertanggung jawab untuk

melaksanakan kebijakan pengembangan dimaksud?

c. Apakah materi pengembangan mengacu pada struktur tugas dan

standar kinerja sesuai ketentuan jabatan fungsional?

d. Bagaimanakah metode^ dan teknik pelaksanaannya?

e. Bagaimanakah peran dan pemanfaatan organisasi Kelompok Kerja

Pengawas

Sekolah

(KKPS)

sebagai

wadah

pelaksanaan

pengembangan?

f. Bagaimanakah

evaluasi

dan

tindak

lanjut

pelaksanaan

pengembangan Pengawas TK,SD,SDLB tersebut?

C. Tujuan Peheiltiatt

1. Tujuan Umum

Penelitian ihi b^rtujuan untuk memperoleh informasi deskriptif

tentang pengernbangan Pengawas Sekolah TK/SD/SDLB, serta

implikasi kebijakan fungsionalisasi jabatan Pengawas Sekolah melalui

implementasi Keputusan Menpan No. 118/1996 terhadap pola

pengembangan tersebut dalam upaya mewujudkan Pengawas

Sekolah TK,SD,SDLB yang profesional di Propinsi Jawa Barat.

(25)

13

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan, mendeskripsikan

dan mencari makna dari implikasi kebijakan fungsionalisasi jabatan

pengawas sekolah terhadap pengelolaan dan pengembangan Pengawas

TK, SD, SDLB di Propinsi Jawa Barat. Oleh karena itu, tujuan pokok yang

ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan pengembangan

Pengawas Sekolah yang dilaksanakan sebelum diberiakukannya

kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah.

b. Memperoleh data mengenai profil pengawas sekolah TK,SD,SDLB di

Jawa Barat sebagai sumber daya tenaga kependidikan yang akan

menjadi subyek pengembangan pengawas sekolah.

c. Memperoleh gambaran mengenai ketentuan jabatan fungsional

Pengawas Sekolah, mencakup esensi dan orientasi tugas serta peran

Pengawas Sekolah, standar kinerja yang ditetapkan serta jaminan

kualitas dan akuntabilitas kinerja Pengawas Sekolah.

d. Memperoleh gambaran mengenai perspektif Pengawas Sekolah masa

»

depan dalam konteks desentralisasi pengelolaan pendidikan.

e. Memperoleh gambaran mengenai faktor dominan, baik yang menjadi

pendukung maupun penghambat, dalam pelaksanaan kebijakan

fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah serta pengembangan

sumber daya pengawas sekolah TK/SD/SDLB di Jawa Barat.

(26)

14

struktural di tingkat Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Jawa Barat

setelah diberiakukannya kebijakan fungsionalisasi Jabatan Pengawas

Sekolah.

D. Manfaat dan Pentingnya Penelitian

Penelitian ini bersifat analisis deskriptif, sasarannya adalah implikasi

kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah terhadap upaya

pengembangah Pengawas TK/SD/SDLB di Propinsi Jawa Barat.

Kebijakan tersebut secara realistis akan memunculkan konsekuensi di

lapangan, karena secara konseptual tuntutan terhadap profesi pengawas

sekolah ini semakin berat dibandingkan dengan sebelumnya. Oleh karena

itu dipandang perlu dilakukan penelitian dengan menekankan pentingnya

penelitian ditinjau dari dua aspek, yakni:

1• Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi upaya

pengembangan ilmu administrasi pendidikan, khususnya pengelolaan

sumber daya pendidikan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberi manfaat bagi penelitian lebih lanjut, terutama yang berkenaan

dengan pengembangan sumber daya pendidikan pada jenjang pendidikan

prasekolah dan pendidikan dasar di lingkungan Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan.

2. Aspek Praktis Operasional

Dipandang dari aspek ini, penelitian ini dapat memberikan informasi

(27)

15

berkenaan dengan pengembangan pengawas sekolah sebagai implikasi

kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah, khususnya

pengawas sekolah TK, SD, SDLB di Propinsi Jawa Barat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam pengembangan sumber daya pengawas sekolah di masa

yang akan datang, khususnya bagi pihak pembina struktural administratif

pada Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi

Jawa

Barat,

sebagai

pertimbangan

dalam

perencanaan

dan

pemberdayaan pengawas sekolah.

Afasan pentingnya penelitian ini sehingga menarik minat penulis

untuk melakukan penelitian adalah karena masalah ini merupakan

masalah yang berkaitan dengan implementasi kebijakan mutakhir yang

berkaitan dengan pengelolaan sumber daya tenaga kependidikan,

khususnya Pengawas Sekolah TK.SD.SDLB di Propinsi Jawa Barat.

E. Anggapan Dasar

Landasan berpijak yang dijadikan titik tolak penelitian ini didasarkan

pada pemikiran bahwa upaya peningkatan kualitas pendidikan dasar tidak

bisa dilakukan secara parsial dan sesaat. Upaya perbaikan pada bagian

atau komponen dalam sistem pendidikan dalam upaya peningkatan

kualitas pendidikan dasar perlu dilakukan secara terus menerus, bertahap,

berkelanjutan dan dilakukan oleh semua bagian sesuai dengan prinsip

"Continuous Circle Improvement dalam konsep "Total Quality

(28)

16

Hal tersebut sejalan dengan pemikiran yang disampaikan oleh

Ahmad Sanusi (1998;45 ), bahwa tingkat keberhasilan dari pelaksanaan

kebijakan pemerintah di bidang pendidikan dasar dan menengah tidak

lepas dari model hierarki struktur birokrasi, metode berfikir dan perilaku

administratif para pengelola, teknologi informasi dan telekomunikasi,

proses mengajar oleh guru, dan kegiatan belajar para siswa.

Peningkatan kualitas pendidikan dasar itu sendiri dapat dilihat dari

dua dimensi, yakni kualitas proses dan kualitas hasil. Suatu pendidikan

dikatakan berkualitas dari segi proses, bila

proses pembelajaran

beriangsung efektif dan bermakna serta ditunjang oleh sumber daya

pendidikan yang memadai. Proses pendidikan yang berkualitas

memberikan jaminan mengenai kualitas produk yang dihasilkan.

Agar proses pendidikan berkualitas, perlu dilakukan intervensi yang

sistematis sehingga memberikan jaminan kualitas yang meyakinkan

(Manap Somantri, 1998). Salah satu upaya intervensi sistematis adalah

melalui peningkatan supervisi pengajaran oleh Pengawas Sekolah

sebagai supervisor pendidikan.

Melalui supervisi pengajaran, Pengawas Sekolah akan mampu

(29)

17

tujuan sekolah yang berkualitas tinggi. Alfonso menyatakan sebagai

berikut:

o%lza^9%ritate ^ leaming ^ aCNeVe <*££7Z

Sedangkan Sergiovanni dan Starrat (1983;, mengemukakan definisi

supervisi pengajaran sebagai berikut: • Supervision is a set of activities

and role specifications specially designed to influence instruction "

Kegiatan supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah sebagai

upaya intervensi sistematis dalam proses pembelajaran sejalan pula

dengan konsep supervisi yang dikemukakan oleh Ben Harris (1985:10 )

sebagai berikut:

S?T/S/°n °linstructlon is wh*t school personnel do with adults and

in?,nL Tna'\°r Change the sch00' °Perati°» i" ways thTdleX

influence the teaching processes employed to promote pupil learnino

Superv,s,on ,s highly instruction-related but not highly pupi^TatS

2K» aJTlUTn °f ^ SCh°01 °pera«°" n7Lstorda

specific job or a set of a techniques. Supervision of instruction is directed

Te'choT mamtain'mg ^ imPmVin9 thG tGaChi"9 laming P%%7s of

Ada tiga hal penting yang terkandung dalam konsep yang

dikemukakan Harris di atas, yaitu: (1) supervisi berhubungan erat dengan

kegiatan pengajaran, namun tidak berhubungan langsung dengan murid;

(2) supervisi merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam

pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah untuk mencapai hasil yang

(30)

pemeliharaan dan perbaikan dalam proses pembelajaran dengan cara

mempengaruhi perilaku tenaga pengajarnya.

Agar kegiatan supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah bisa

efektif, maka perlu diperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi

pelaksanaannya. Aspek utama yang mempengaruhi efektivitas pelayanan

dalam supervisi pengajaran adalah aspek kemampuan profesional

pelaksana supervisi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Glickman

(1985:5) : "Effective supervision requires knowledge, interpersonal skills,

and technical skills". Oleh karena itu, tuntutan untuk melakukan upaya

peningkatan kemampuan profesional para pelaksana supervisi

pengajaran, dalam hal ini pengawas sekolah sebagai salah satu

komponen dari tenaga kependidikan, tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Untuk mewujudkan Pengawas Sekolah yang handal dan berkualitas,

seyogyanya dapat dilakukan pengelolaan tenaga kependidikan dengan

penerapan prinsip-prinsip manajemen sumber daya manusia ('Human

Resource Management).

Manajemen Sumber Daya Manusia ( MSDM ) adalah fungsi dan

aktivitas manajemen dalam suatu organisasi yang dicirikan dengan

pengakuan pada pentingnya tenaga kerja sebagai SDM yang vital dan

memberikan kontribusi terhadap tercapainya tujuan organisasi serta

terjaminnya pemanfaatan SDM secara efektif dan adil demi kemaslahatan

(31)

19

Schuler ( 1987; 6-10 ) menyatakan bahwa terdapat lima fungsi dan

aktivitas manajemen SDM, yaitu: (a) Perencanaan kebutuhan SDM; (b)

Pengangkatan SDM; (c) Penilaian dan Imbalan penghargaan;(d)

Pembinaan SDM dan Lingkungan kerja; serta (e) Pembinaan dan

Pemeliharaan Hubungan kerja yang efektif. Kelima fungsi dan aktivitas

manajemen tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya untuk

mencapai tujuan yakni meningkatkan produktivitas, kualitas kehidupan

pekerjaan dan pemenuhan aspek hukum dalam organisasi atau lembaga

tersebut.

Pembinaan, pengembangan dan rekruitasi Pengawas Sekolah TK,

SD, SDLB sebagai SDM tenaga kependidikan dalam bidang pendidikan

dasar, harus mengacu pada struktur tugas bukan kepentingan individual

atau kelompok. Struktur tugas tersebut pada umumnya berbentuk

deskripsi dan spesifikasi tugas yang dapat diwujudkan melalui proses

analisis pekerjaan. Hasil kegiatan analisis pekerjaan, sebagai salah satu

komponen dari fungsi dan aktivitas MSDM, akan menjadi bahan untuk

fungsi dan aktivitas MSDM yang lain yang diperlukan, yaitu Pelatihan dan

Pengembangan.

Menurut Schuler ( 1987 ) tujuan utama pelatihan dan pengembangan

adalah untuk meningkatkan produktivitas kinerja karyawan, pelatihan

pengembangan karir, serta memberikan motivasi dalam rangka

meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi. Untuk

(32)

20

langkah awal berupa penaksiran kebutuhan ("need assessment").

Penaksiran kebutuhan adalah diagnosa masalah sekarang dan tantangan

masa depan yang harus diatasi oleh pelatihan dan pengembangan. Salah

satu cara mengidentifikasi masalah sekarang adalah dengan

memperhatikan deskripsi dan spesifikasi tugas atau jabatan, serta hasil

penilaian kinerja ("workperformance appraisal").

F. Paradigma Penelitian

Penge'rtian paradigma

secara sederhana dinyatakan sebagai

kerangka berpikir. Moh. Surya (1997:18 )mengartikan paradigma sebagai

suatu kesatuan persepsi, gagasan, konsep, dan nilai-nilai yang

menentukan pola berpikir dan berperilaku manusia dalam waktu dan

tempat tertentu. Sedangkan bila dikaitkan dengan kegiatan penelitian,

maka paradigma dapat diartikan sebagai kerangka konseptual dalam

melihat persoalan secara terstruktur. Dalam hal ini paradigma merupakan

pernyataan perspektif teoritis yang akan menggiring dan menjadi panduan

dalam aktivitas 'inquiry', juga merupakan representasi, model suatu teori,

idea atau prinsip. Pernyataan tersebut dirangkum dari Lincoln dan Guba

(1985 :223), dan Carter V. Good (1973:407) dalam Djam'an Satori

(1989:27-29) sebagai berikut: "Paradigm is a statement of theoretical

perspective that will guide the inquiry and a representation, a model of

theory, an idea, or aprinciple". Bogdan dan Biklen (1982 : 32 ) dalam

Moleong (1998:30 ) menyatakan bahwa paradigma adalah kumpulan

longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau

(33)

21

Jadi dapat disimpulkan, bahwa paradigma penelitian atau kerangka

berpikir penelitian adalah suatu model yang dijadikan acuan oleh peneliti

dalam melaksanakan penelitiannya. Penjelasan mengenai paradigma

penelitian biasanya dalam bentuk narasi yang disampaikan oleh peneliti,

dan dalam bentuk gambar atau skema sebagai penjelas secara grafikal.

Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman ( 1984:28) menyatakan bahwa

dalam.suatu penelitian diperlukan adanya conceptual frame work, yaitu ".

. . explains either grafically or in narrative form, the main dimentions to be

studied". Dengan demikian, paradigma penelitian merupakan kerangka

berpikir yang diambil peneliti dalam melihat atau memahami realitas obyek

yang ditelitinya, dan disampaikan atau disosialisasikan oleh peneliti dalam

narasi maupun gambar atau skema.

Kerangka berpikir atau paradigma penelitian ini, disusun berdasarkan

anggapan dasar dan fendmena yang diamati, sebagaimana yang telah

dikemukakan dalam bagian terdahulu.

Penelitian ini mempersoalkan mengenai implikasi adanya kebijakan

fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah, terhadap pengelolaan tenaga

kependidikan di Jawa Barat, khususnya pola pengembangan Pengawas

TK, SD, SDLB. Yang dimaksud dengan fungsionalisasi jabatan pengawas

sekolah adalah kebijakan pemerintah yang diberlakukan untuk menjadikan

penilik TK/SD dan Pengawas SLTP/SLTA menjadi pejabat fungsional.

Kebijakan dimaksud dituangkan dalam bentuk penerbitan dan

(34)

22

Nomor 118/1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan

Angka Kreditnya.

Beberapa pemikiran teoritik yang dikembangkan dalam paradigma

penelitian ini sebagai berikut: pertama, paradigma yang digunakan dalam

penelitian ini tidak lepas dari paradigma umum ilmu administrasi

pendidikan, dalam hal ini paradigma modern yang ditandai dengan

penggunaan pendekatan sistem; kedua, analisa permasalahan tidak

terlepas dari paradigma penelitian kualitatif secara keseluruhan, sehingga

analisis permasalahan penelitian ini dilakukan secara bertahap.

Analisis kualitatif tahap pertama, diarahkan pada kajian terhadap

pelaksanaan atau implementasi kebijakan fungsionalisasi jabatan

pengawas sekolah. Analisis tersebut tidak terlepas dari konsep

implementasi

kebijakan

yang

meliputi

proses

menjalankan,

menyelenggarakan, atau mengupayakan agar alternatif yang telah

diputuskan hukum berlaku dalam praktek (Sanusi dan Supandi,

1988:36-39). Karena selalu ada kaitan atau linkage antara perumusan dan

pelaksanaan kebijakan, maka unsur-unsur penting dalam pelaksanaan

kebijakan harus mendapat perhatian. Unsur-unsur penting tersebut

meliputi peserta atau aktor dan arena, proses administrasi, komunikasi

dan kepatuhan. Aktor pelaksana kebijakan yang sangat menentukan

corak, gaya, dan keberhasilan pelaksanaan adalah pelaksana struktural

yaitu pejabat formal yang secara hukum atau peraturan telah dilimpahi

(35)

23

kebijakan tersebut. Mereka terdiri dari para administrator mulai dari tingkat

nasional sampai pada tingkat lokal. Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB

sebagai salah satu aktor pelaksana kebijakan juga akan berhubungan

dengan aktor perumus kebijakan berdasarkan hierarhikal.

Pembuat

kebijakan

merancang dan

membangun struktur komando dan

melimpahkan kewenangan teknikal kepada pelaksana, sedangkan

pelaksana mendukung gagasan tersebut dengan melaksanakannya

berdasarkan kemampuan teknikalnya. Agar kebijakan ini dapat

dilaksanakan maka pelaksana harus mampu menterjemahkan tujuan

kebijakan. Perumus kebijakan secara jelas telah menyusun struktur

komando melalui penerbitan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis

pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya,

sebagai dasar bagi para pelaksana menterjemahkan tujuan kebijakan

dimaksud.

Analisis tahap pertama ini, meliputi kegiatan inventarisasi dan

identifikasi perubahan dehgan diberiakukannya kebijakan fungsionalisasi

jabatan pengawas sekolah. Ada tiga dimensi yang akan menjadi kajian

pada tahap pertama ini. Yaitu kondisi faktual Pengawas Sekolah; esensi

tugas pokok pengawas sekolah berdasarkan Kep. Menpan 118/1996; dan

perspektif Pengawas Sekolah masa depan.

Kajian terhadap kondisi faktual meliputi kajian pada pelaksanaan

pengembangan yang telah dilakukan oleh para pejabat struktural di tingkat

(36)

24

fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah, serta data mengenai profil

pengawas sekoldh dewdsa ini meliputi data jumlah Pengawas Sekolah

TK.SD.SDLB berdasaikan latar belakang pendidikan, latar belakang

pengalaman kSrja ddn jabatan, serta penyebaran dan rasio jumlah

pengawas berdasarkan daerah Kabupaten/Kotamadya.

Kajian mengenai esensi tugas pengawas sekolah diarahkan pada

analisis ketentuan mengehai fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah

meliputi kajian terhadab petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis

pelaksanaan jabatah fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya.

Dari kajian tersebui diharapkan dapat memperoleh gambaran mengenai

peran dan tugas pbkbk, standar kinerja, serta jaminan kualitas dan

akuntabilitas kinerja' Pengawas Sekolah.

Kajian mengehai perspektif peran pengawas sekolah di masa depan

diarahkan pada kajian yang dikaitkan dengan peran pengawas sekolah

dalam konteks deSentralisasi pengelolaan pendidikan, khususnya

pengelolaan pendidikan dasar.

Analisis kualitatif tahap kedua dilakukan melalui kegiatan analisis

SWOT terhadap hasil kegiatan analisis tahap pertama. Tujuannya untuk

mengetahui faktor dominan, baik pendukung maupun penghambat

terhadap pelaksanaan kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas

sekolah tersebut, yang akan menjadi materi masukan terhadap analisis

(37)

25

Analisis tahap ketiga dilakukan melalui kajian terhadap pola

pengembangan pengawas sekolah dewasa ini setelah diberiakukannya

jabatan fungsional meliputi:(a) kebijakan pengembangan yang ditetapkan

pejabat pembina administratif; (b) pihak-pihak yang bertanggung jawab

untuk melaksanakan pengembangan;(c) materi, metode dan teknik

pelaksanaan;(d) peran wadah pembinaan profesional pengawas sekolah

yang sudah ada selama ini yaitu Kelompok Kerja Pengawas Sekolah

(KKPS ); serta (e) evaluasi dan tindak lanjut dari pelaksanaannya.

Diharapkan, dengan pola pengembangan pengawas sekolah

TK,SD,SDLB yang tepat, akan terwujud pengawas sekolah yang

profesional atau paling tidak yang memiliki kualifikasi minimal menjadi

pengawas sekolah {'qualified supervisors). Pengawas sekolah yang

profesional adalah pengawas sekolah yang memiliki kemampuan

profesional. Kemampuan profesional pengawas sekolah meliputi

pengetahuan, keterampilan hubungan interpersonal dan keterampilan

teknis (Glickman, 1985 : 5-7 ) sebagai indikator dari kemampuan generik

yang memenuhi kualifikasi sebagai seorang 'quality auditor dan teaching

controller1.

Secara skematis, paradigma penelitian tersebut divisualisasikan

(38)

Fungsionalisasi Jabatan Pengawas Sekolah (Keputusan Menpan No.118/1996)

t

Profil Pengawas Sekolah Pelaksanaan Pengembangan Pengawas Sekolah Sebelumnya

iffK i'K Ti^i'ii./'ilU'ltTITT

Esensi & Orientasi

Tugas Tugas Pokok Peng. Sekolah Standar Kinerja Jaminan Kualitas dan Akuntabilitas .V(ilr|JiIlij!l„lliHJ'iil|(mr Perspektif Peran Pengawas Sekolah Masa Depan Jabatan

Fungsional P. S.

Desentralisasi Pendidikan ™SSSiI^

POLA

PENGEMBANGAN PENGA WAS SEKOLAH

TK,SD,SDLB - Kebijakan Pengembangan • Pihakyang bertanggungjawab melaksanakan Materi Pengembangan

Metode dan Teknik

Pelaksanaan

Pengembangan

Wadah

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian

(39)
(40)

87

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

Rumusan masalah dan fokus penelitian yang telah dijelaskan pada

Bab. I menuntut peneliti untuk melakukan penelitian yang bersifat

deskriptif - analitis dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Dengan penelitian ini, peneliti mengharapkan akan memperoleh

gambaran utuh mengenai masalah yang diteliti. Nana Sudjana dan Ibrahim (1989) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif adalah

penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala atau peristiwa dan kejadian yang telah terjadi saat sekarang, dimana peneliti berusaha

memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatiannya untuk

kemudian dituangkan dan digambarkan sebagaimana adanya. Sedangkan

sifat analitis dari penelitian ini merupakan kegiatan lanjutan dari deskripsi

gejala dan peristiwa. Analisis secara mendalam dilakukan berdasarkan

kajian teori, setelah didapat gambaran yang jelas dan lengkap tentang

aspek-aspek yang diteliti.

Dengan melakukan komunikasi yang intensif dengan sumber data, peneliti berupaya melakukan eksplorasi untuk dapat memahami dan

menjelaskan masalah yang diteliti yang telah dirumuskan melalui

pertanyaan penelitian. Dengan merumuskan pertanyaan penelitian peneliti

bermaksud memahami gejala subyek penelitian yang kompleks dalam

(41)

Bogdan dan Taylor (1975) menjelaskan mengenai definisi metodologi

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati. Sedangkan Bogdan dan Biklen (1982) menjelaskan bahwa

'qualitative research' merupakan istilah yang luas ("as an umbrella term")

yang menerangkan dan mencakup segala bentuk penelitian yang memiliki

ciri-ciri yang bersamaan. Data yang dikumpulkan biasanya berupa uraian

yang kaya akan deskripsi mengenai kegiatan subyek yang diteliti,

pendapatnya dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan yang diperoleh

melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi.

Nasution (1988) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah

mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan

mereka dan berusaha memahami dan menafsirkan pikiran mereka tentang

dunia mereka. Sedangkan Bogdan dan Biklen (1982) mengatakan bahwa

dengan pendekatan kualitatif peneliti berusaha memahami dan

menafsirkan makna suatu peristiwa dan interaksi perilaku manusia dalam

suatu situasi tertentu menurut persepsi sendiri.

Dalam bidang pendidikan, penelitian kualitatif lebih populer dikenal

sebagai pendekatan "naturalistic" . Djam'an Satori (1989) mengutip

pendapat Guba dan Wolf dalam Bogdan dan Biklen ( 1982) sebagai

berikut: "In education, qualitative research is frequently called naturalistic,

(42)

89

interested in naturally occur. And the data is gathered by people engaging

in natural behaviour: talking, visiting, looking, hearing, and so on".

Selanjutnya, Lexy J. Moleong (1996) menjelaskan mengenai

pendekatan kualitatif, sebagai berikut:

" Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan

mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode

kualitatif, mengadakan analisis data secara induktif, mengarahkan

sasaran penehtiannya pada usaha menemukan teori dari dasar bersifat

deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan

data, rancangan penelitiannya bersifat sementara, dan hasil penelitiannya

disepakati oleh kedua belah fihak: peneliti dan subjek penelitian"

Dari definisi di atas, secara implisit tergambarkan mengenai

karakteristik

pendekatan atau metode kualitatif sebagaimana yang

dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen (1982), sebagai berikut:

1. Qualitative research has th6 natural setting as the direct source

ofdata and the researcher is the key instrument.

2. Qualitative research is descriptive.

3. Qualitative researchers are cohcemed with process rather than

simply with outcomes or products.

4. Qualitative researchers tend to analyze their data inductively.

5. "Meaning" is of essential concern to the qualitative approach.

Karakteristik pertama menunjukkan bahwa penelitian kualitatif

memiliki latar alamiah sebagai sumber data langsung serta peneliti

menjadi instrumen kunci atau instrumen utama. Artinya, peneliti kualitatif

akan menuju pada latar khusus("particular setting") penelitiannya, karena

mereka memiliki perhatian dengan konteks keseluruhannya.

Karakteristik kedua mengimplikasikan bahwa data yang dikumpulkan

dalam penelitian kualitatif lebih cenderung dalam bentuk kata-kata

(43)

90

demikian, hasil analisisnya akan berupa uraian yang kaya akan deskripsi

dan penjelasan tentang aspek-aspek masalah yang menjadi fokus

penelitian.

Karakteristik ketiga menyatakan bahwa penelitian ini lebih

menekankan pada proses daripada hasil. Dalam penelitian ini data dan

informasi yang dikumpulkan lebih terfokus pada kegiatan-kegiatan yang

dilakukan, bukan dari hasil semata.

Karakteristik keempat dan kelima menegaskan mengenai analisis

yang digunakan oleh peneliti kualitatif serta pemaknaannya. Melalui

analisis induktif peneliti akan berupaya mengungkapkan makna dari

keadaan yang diamatinya.

Berdasarkan karakteristik penelitian kualitatif di atas, menjadi jelaslah

bahwa sebagai instrumen penelitian, peneliti menjadi pengumpul data

utama dalam penelitian ini. Nasution (1982) menjelaskan tentang rasional

yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai penempatan peneliti

sebagai instrumen penelitian kualitatif, yaitu bahwa peneliti memiliki

adaptabilitas yang tinggi sehingga mampu menyesuaikan diri dengan

situasi yang berubah-ubah yang dihadapi dalam penelitian tersebut. Sebagai contoh, peneliti akan dapat memperhalus atau memodifikasi

pertanyaan untuk bisa memperoleh data yang lebih terinci menurut

(44)

91

B. Sumber Data Penelitian

Lofland dalam buku karangan Moleong(1990) menyatakan bahwa

sumber data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata.

Sedangkan tindakan dan dokumen lainnya merupakan sumber data

tambahan. Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini

adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dan

diwawancarai serta sumber tertulis dari dokumen yang dapat memberikan

informasi dan data mengenai implikasi fungsionalisasi jabatan Pengawas

Sekolah terhadap pola pengembangan Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB

di Propinsi Jawa Barat.

Selanjutnya, mengenai sumber data atau populasi dalam penelitian

kualitatif dinyatakan oleh Judith P. Goetz dan Margaret D. Le Compte

(1981) sebagai berikut: "The content of theories determines which

elements, objects, or people in the empirical world constitute the

researcher's populations or data sources". Pernyataan tersebut

mengimplikasikan bahwa penentuan sumber data penelitian akan tergantung pada isi teori atau konsep yang digunakan.

Dalam buku "Ethnography and Qualitative Design in Educational Research" seperti dikutip Djam'an Satori (1989), Goetz dan LeComte

(1984) menyatakan bahwa " Whatever the population or populations are

determined to be, their categories must be discovered and refined into

(45)

92

Sesuai dengan paradigma penelitian dan fokus masalah yang diteliti,

dalam penelitian ini yang menjadi sumber data penelitian atau kategori

populasinya adalah para pejabat struktural yang berkaitan erat dengan

pengelolaan Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB di lingkungan Kantor

Wilayah Depdikbud Propinsi Jawa Barat, serta Pengawas Sekolah TK,

SD, SDLB baik secara individual maupun sebagai anggota kelompok

dalam Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS).

Penentuan sumber data dilakukan secara purposif ("purposive

sampling') yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Jumlah sumber

data tidak dibatasi se'demikian rupa atau ditentukan sebelumnya tetapi

tergantung pada pertimbangan kelengkapan data dan informasi yang

dikumpulkan. Lincoln dan Guba (1985) menyatakan ciri-ciri sampel

purposif sebagai berikut: "(1) Emergent sampling design, (2) Serial

selection of sample units, (3) Continuous adjustment or 'focusing' of the

sample, (4) Selection to the point ofredundancy"

Sejalan dengan pernyataan tersebut di atas, maka penentuan sumber

data dalam penelitian ini dilakukan sementara penelitian beriangsung,

dengan cara sebagai berikut: peneliti memilih unit sampel tertentu yang

dipertimbangkan akan memberikan data dan informasi yang diperlukan;

selanjutnya berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, peneliti

menetapkan unit sampel atau sumber data berikutnya yang

memungkinkan untuk dapat memberikan data dan informasi yang lebih

(46)

93

Nasution (1988) menyatakan bahwa penentuan unit sampel atau

responden dianggap telah memadai apabila telah sampai pada taraf

"redundancy" atau kejenuhan. Artinya,

bahwa dengan menggunakan

sumber data atau responden selanjutnya, boleh dikatakan tidak akan ada

lagi tambahan informasi dan data yang berarti. Oleh karena itu, peneliti

(sebagai 'human instrument') akan mempertimbangkan kebutuhan

informasi dan data yang diperlukan dalam memilih sumber data penelitian

ini, yaitu yang dianggap akan memberikan informasi maksimum mengenai

segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan, khususnya

pengembangan Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB.

C. teknik dan Alat Pengumpulan Data

Untuk membantu peneliti melaksanakan fungsinya sebagai instrumen

utama penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan data

meliputi wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Sebagai alat

pengumpul data dan informasi yang diperlukan, teknik tersebut

diharapkan dapat menghasilkan data dan informasi yang saling

menunjang dan melengkapi mengenai implikasi fungsionalisasi jabatan

pengawas sekolah terhadap pola pengembangan Pengawas Sekolah TK,

SD, SDLB di Propinsi Jawa Barat.

Data dan informasi yang telah dikumpulkan akan disusun dalam

catatan lapangan, agar tujuan penelitian yang telah ditetapkan dapat

tercapai sesuai harapan. Bogdan dan Biklen (1982) menyatakan bahwa

(47)

94

ketelitian dan kelengkapan catatan lapangan ("field-notes') yang disusun

oleh peneliti. Agar data dan informasi yang diperlukan dapat direkam dan

disimpan selengkap mungkin, maka peneliti juga menggunakan instrumen

pembantu berupa pedoman wawancara, pedoman observasi dan kajian

dokumentasi, buku catatan, serta tape recorder. Berikut ini akan diuraikan

secara sepintas tentang penggunaan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dalam penelitian ini.

1. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang paling penting.

Menurut Bogdan dan Biklen (1982), wawancara selain merupakan teknik

pengumpul data yang berdiri sendiri, juga dapat menjadi teknik penyerta

pada saat observasi dan analisis dokumentasi. Dalam pengumpulan data

pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara yang bersifat

"unstructured", yaitu wawancara yang terfokus pada suatu masalah

tertentu (focused interview) dan wawancara1 bebas (free interview) yang

berisi pertanyaan-pertahyaan yang beralih-alih dari satu pokok ke pokok

yang lain, sepanjang berkaitan dengan masalah yang diteliti serta menjelaskan aspek-aspeknya (Koentjaraningrat, 1986).

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini melalui teknik wawancara

dengan menggunakan pedoman wawancara (meskipun dalam

pelaksanaannya tidak terialu terikat pada pedoman tersebut) meliputi

(48)

95

a. Data yang menyangkut pelaksanaan pengembangan Pengawas

Sekolah TK, SD, SDLB sebelum berlakunya Kep. Menpan 118/1996:

1) Dasar hukum pelaksanaan pengembangan dan Pejabat yang

bertanggung jawab dalam pelaksanaannya, baik di tingkat Propinsi

maupun di tingkat Kabupaten/ Kotamadya.

2) Model pelaksanaan pengembangan Penilik TK/SD yang telah

ditetapkan.

b. Data yang menyangkut implementasi kebijakan fungsionalisasi jabatan

Pengawas Sekolah melalui pelaksanaan Kep. Menpan 118/1996

tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya:

1) Tahap implementasi yang telah dilaksanakan di Propinsi Jawa Barat.

2) Kekuatan dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk kelancaran

implementasi kebijakan tersebut.

3) Kelemahan dan hambatan yang dihadapi dalam implementasi

kebijakan tersebut.

c. Data yang menyangkut perspektif peran Pengawas Sekolah masa depan dalam konteks otonomi daerah melalui desentralisasi

pengelolaan pendidikan dasar:

1) Pengaruh pelaksanaan desentralisasi pengelolaan pendidikan dalam

konteks otonomi daerah terhadap eksistensi dan peran Pengawas

Sekolah.

2) Model pelaksanaan pengawasan sekolah dalam konteks otonomi

(49)

96

d. Data yang menyangkut pola pengembangan Pengawas Sekolah TK,

SD, SDLB sejak diberiakukannya kebijakan Jabatan Fungsional

Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya:

1) Kebijakan pengembangan yang ditetapkan oleh Kantor Wilayah

Depdikbud Propinsi Jawa Barat.

2) Pejabat yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut di

tingkat Propinsi dan di tingkat Kabupaten/Kotamadya serta keterkaitan

antara bidang dan bagian yang ada di tingkelt Propinsi.

3) Keteriibatan wadah pembinaan profesional Kelorhpok Kerja Pengawas

Sekolah (KKPS) dalam pelaksanaan pengembangan tersebut.

4) Materi, teknik, dan metode pengembangan Pengawas Sekolah TK,

SD, SDLB.

5) Model evaluasi perigembangan yang telah ditetapkan dan kegiatan

tiridak lanjutnya.

Untuk mencapai efektivitas wawancara, peneliti berupaya melakukan

tahapan utama wawancara naturalistik seperti yang dikemukakan

Spradley (1980) dalam Djam'an Satori (1989) yakni "developing

rapport-dan "eliciting information".

"Developing rapport" dilakukan peneliti dengan mengembangkan

hubungan yang harmonis antara peneliti dan responden sehingga terjadi

komunikasi yang bebas. Sedangkan "eliciting information" dilakukan

(50)

97

dituangkan ke dalam "field-notes" yang disusun lebih terperinci untuk

memudahkan analisis selanjutnya.

2. Observasi.

Teknik observasi dilakukan peneliti untuk memperoleh sejumlah

informasi dalam kaitannya dengan konteks masalah yang berhubungan

dengan kegiatan pengembangan profesi dalam wadah pembinaan

profesional KKPS dan kegiatan pendidikan dan latihan yang dilaksanakan

bagi pengembangan Pengawas Sekolah.

Dikaitkan dengan paradigma penelitian, maka data dan informasi

yang dikumpulkan melalui observasi dirinci sebagai berikut:

a. Data yang menyangkut pelaksanaan pengembangan Pengawas

Sekolah TK, SD, SDLB melalui kegiatan Pendidikan dan Latihan:

1) Pelaksanaan pendidikan dan latihan di tingkat Propinsi setelah

diberiakukannya kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah.

2) Perilaku pengawas sekolah dalam mengikuti kegiatan pendidikan

latihan.

3) Teknik dan metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan dan

latihan.

b. Data yang menyangkut kegiatan dalam wadah pembinaan profesional

Kelompok Kerja Pengawas Sekolah ( KKPS ):

1) Model kegiatan yang dikembangkan dalam Kelompok Kerja Pengawas

Sekolah.

(51)

98

3) Produk yang dihasilkan dalam kegiatan KKPS tersebut.

3. Studi Dokumentasi

Sumber data yang bukan manusia dalam penelitian kualitatif adalah

dokumen. Sebagai sumber data, dokumen juga dapat dijadikan bahan

triangulasi untuk mencek kesesuaian data.

Pemilihan dokumen untuk dijadikan sumber data didasarkan pada

beberapa kriteria seperti yang diajukan Sartono Kartodirdjo (1986)

sebagai berikut: keotentikan dokumen; isi dokumen dapat diterima

sebagai suatu kenyataan; dan kecocokan atau kesesuaian data untuk

menambah pengertian tentang gejala atau masalah yang diteliti. Dalam

penelitian ini, dokumen yang diteliti dan data yang diharapkan diperoleh

dari dokumen tersebut antara lain:

a. Ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan Jabatan

Fungsional Pengawas Sekolah, untuk memperoleh data tentang

esensi tugas dan peran Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB.

b. Ketentuan perundang-undangan tentang dasar hukum pelaksanaan

»

kegiatan pengembangan/pembinaan Pengawas Sekolah.

c. Program Koordinator KKPS Propinsi beserta catatan/notula kegiatan

untuk memperoleh data mengenai kegiatan dan keteriibatan wadah

pembinaan profesional KKPS dalam pengembangan Pengawas

(52)

99

d. Hasil kegiatan KKPS tingkat Propinsi untuk mengetahui produk tertulis

yang dihasilkannya serta relevansinya dengan kegiatan

pengembangan Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB.

e. Silabi pendidikan dan latihan yang diperuntukkan bagi Pengawas

Sekolah, baik sebelum diberiakukannya kebijakan jabatan fungsional

Pengawas Sekolah maupun sesudahnya.

f. Bahan tertulis laihnya yang terkait dengan permasalahan

pengembangan Pengawas Sekolah untuk melengkapi serta melakukan

cek silang terhadap data yang diperoleh sebelumnya.

D. Pelaksanaan Pengurripulan Data.

Dengan tidak adanya satu pola yang pasti dalam prosedur

pengumpulan data pada penelitian kualitatif, maka efektivitesnya akan

ditentukan oleh peranan peneliti sebagai "human instrument". Berkaitan

dengan hal tersebut, Ndsution (1988) menyatakan sebagai berikut:

"Masing-masing peneliti dapat memberi sejumlah petunjuk dan saran berdasarkan pengalaman masing-masing, namun rasanya penelitian

kualitatif hanya dapat dikuasai dengan melakukan sendiri sambil

mempelajan cara-cara yang diikuti oleh para peneliti yang mendahuluinya

Dan akhirnya ia harus menemukan caranya sendiri dalam masalah-masalah khusus yang dihadapinya"

Dengan memperhatikan pernyataan tersebut di atas, maka

pengumpulan data dalam penelitian ini mengikuti prosedur seperti yang

dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (1

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Penetapan Pemenang Nomor : Pem.PLTMH/06/APBD-OTSUS/2015, tanggal 25 Juni 2015, Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (POKJA ULP) Otsus Kabupaten Gayo

Pembuktian Kualifikasi dilakukan oleh direktur atau penerima kuasa dari pimpinan perusahaaan yang nama nya tercantum dalam akte pendirian atau pegaw ai tetap dengan membaw a

If, for example, we are used to watching endless hours of television each night it will certainly be hard for us to win the battle of breaking that habit.. It will be even harder

merupakan iklan yang sering dijumpai oleh mayoritas responden penelitian ini. Sebanyak 76.5% responden menunjukan kecenderungan setuju terhadap pernyataan ini.. Dari tabel 3.19

Penelitian ini dikatakan berhasil jika telah memenuhi Indikator keberhasilan dalam penelitian ini yaitu (1) tindakan yang telah dilaksanakan sesuai pelaksanaan model

Pada penelitian ini diketahui bahwa perbedaan rata-rata pemahaman konsep matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan bahwa pembelajaran

Bangunan kolonial di Indonesia, terutama periode Belanda yang sangat panjang 1602 – 1945 ini sangat menarik untuk menjelajahi bagaimana silang budaya antara barat

31 Desember 2018, kecuali bagi penerapan beberapa PSAK yang telah direvisi. Seperti diungkapkan dalam catatan-catatan terkait atas laporan keuangan, beberapa standar akuntansi