IMPLIKASI FUNGSIONALISASI JABATAN
PENGAWAS SEKOLAH TERHADAP POLA PENGEMBANGAN
PENGAWAS SEKOLAH TK, SD, SDLB
Dl PROPINSI JAWA BARAT
( Studi DeskripiifAnalHis tentang Pengelolaan Pengembangan Pengawas
Sekolah TK, SD, SDLB di Lingkungan Kanwil Depdikbud
Propinsi Jawa Barat)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
s 1 ^ - .
\
V •
Oleh
EV1 SYAEFINI SHALEHA
NIM 979602
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
DISETUJUI DAN DISAHKAN UNTUK MENGIKUTI UJIAN TAHAP I:
Pembimbing I
Prof. DR. H. Djam'an Satori, MA
Pembimbing II
Prof. DR. H. Moch. Idochi Anwar, M.Pd.
^
MENGETAHUI-or_ PENGELOLA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
,,m,w£R°GRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Implikasi Fungsionalisasi Jabatan Penqawas Sekolah
terhadap Pola Pengembangan Pengawas Sekolah TK, SD SDLB di p'opinsi
XwaTWko^T^
Pen9e,0,aan Pen—Tan1
Jawa Barat
'
d' l,n9kun9an Kanwil Depdikbud Propinsi
Penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan salah satu aspek penting dalam
adm.nistras. pendidikan, yakni pengawasan pendidikan yang menjadi salah sa\u
faktor penentu untuk mewujudkan efisiensi dan efektiS penge^aan
pendidikan pada tataran sekolah. Kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas
sekolah merupakan upaya profesionalisasi pengawas sekolah sebagai Sat
pelaksana pengawasan pendidikan. Karena itu fokus peneHtL in? dlarahkan
pada permasalahan pokok: Bagaimana implikasi kebijakan fungsSS
?18a/T9VT9hWHaS Sek,°,ah me,alui imP,ementasi Keputusan Menp^Nomo
118/1996 terhadap pola pengembangan pengawas sekolah sebaqai uoava
SaraS
93WaS Sek°lah TK' SD' SDLB yang P^siona. dfProphsl
Landasan teoritik sebagai upaya pemahaman terhadap masalah yanq diteliti
SS^u1""^ k6ilmUan' meliPuti:<1) Fungsi dan Peran Pengawas
"erta n^Tint anajeHenoMUtU TerpadU Dalam Praktik Pengawasan SekJah
>erta (3) Tantangan dan Perspektif Pengawasan Pendidikan.2 ^ ^ ? " dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis
-Pnnln m^V PJ memahami masalah yang diteliti dilakukan eksplorasi
iengan melakukan komun.kas. yang intensif dengan sumber data secara
rfSSt,n 'h5^^^ Pene'itian yanS Utama adalah Pe^ffi wrS?('S
nstrument) dengan menggunakan teknik dan alat pengumpul data yana
liperlukan sesua. dengan sifat data yang dikumpulkan. Tahap penelttan tert"ri
jtas tahap or,entasi(o^w), tahap eksplorasi terfokus(focLS exploral^
an tahap member check'. Sumber data menggunakan sampel purpos f
SSS^(SSSSS' ^T^T ^ ^ diper°leh dihimPUn i S
S T (fieldnotes)- Sedangkan pengolahan dan analisis data dilakukan
at"? H.n73
contenJ^alyS''S'' me,alui unitisasi • kategorisasi dan deskripsi
ata dengan memperhatikan hubungan di antara unit dan kategori data.
lasil penelitian mengungkapkan bahwa pola pengembangan pengawas sekolah
K, SD SDLB di Propinsi Jawa Barat baik sebelum maupun sesudah
.berlakukannya kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah tidak
itetapkan dalam bentuk kebijakan khusus oleh Kepala Kanwil DeDdikbud
ulairikan dilaksanakan oleh bagian dan bidang terkait sebagai aplfasi dari
fT^^Ln*r\6T f-gsi masing-masing bagian d'alamTeSntuan
ang telah ditetapkan. Perbedaan mendasar dalam pelaksanaan pengembangan
Dengan kondisi faktual pengawas sekolah TK, SD, SDLB di Propinsi Jawa Barat
dewasa ,n, yang secara kuantitatif maupun kua itatif kuLg memada? maka
upaya profesionalisasi pengawas sekolah TK, SD, SDLB dTprolsTjawa Barat
masih perlu dikembangkan lebih lanjut secara lebih^ terk^Snasi dan Ibfh
^^SX^^ yan9 berta^ungjawa^
meiaiui kegiatan pengembangan kemampuan profesional yanq inisiatif kreatif^tTnatli 3?ar tmgkat keter9antungan pelaksanaan pengembangan pada
diklat yang d.selenggarakan proyek secara bertahap dapat dikuranqi
P
Has.1 anahs.3 posisi mengenai tahap implementasi kebi^kanTabatan fungsional
sengawas sekolah mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktoS
Sa'rdS SDM3?: ^ ^ ^ **** ^^^^^ZZ
>tandardisasi SDM pengawas sekolah TK, SD SDLB sesuai ketentuan iihitanungsional pengawas sekolah dalam perspektifda^SSJS^r^S
edfn'tan" ff^Sl^ "^ «
«"** and ^^SSSS?
sedangkan, faktor dominan yang menjadi kelemahan dan meniadi tantanaanmtuk keberhas.lan pelaksanaannya, disebabkan kaSJ^ kondis^i faS
>engawas sekolah baik secara kuantitatif maupun kuaLtif serta beum
neratanya sosialisasi mengenai ketentuan tersebut Disamping itu penvebab
mnya karena, tidak adanya stimulan berupa kesejahtlSan yanq se^mbana
lengan be.um d.ber.akukannya ketentuan tunjangan jabatar^l7o?^al'
jelanjutnya, penelitian ini merekomendasikan hal-hal sebaqai berikuf m
^V3h^-!ffi? PAn9embangan yang d**S£ o'eh Kepa i
.antor Wilayah Depdikbud (Depdiknas) pada tataran propinsi vana disusnnersama-sama oleh bagian dan bidang terkait, mengacu pada ketenlan San
ingsional pengawas sekolah, dan dapat diberlakukanad^ masa transti
lenjelang pelaksanaan otonomi daerah;(2) P^unya pe^^pSZ'
3? fT" yang 3ktUal dengan me^Perhatikan prinsip» danTngtehSSSSh
anZmTalu^r T^' Untuk Pen9en*angan p'ersonil dalam onfeks
lanajemen sumber daya manusia;(3) Perlunya perumusan mortal
angembangan kemampuan profesional pengawas seko'ah TK SD ToLB yanq
Brtumpu pada tataran kabupaten/kotamadya dengan fokus utama oaSa
3mberdayaan pengawas sekolah baik secara individual maupun ketomook
jrte rancangan model eva.uasi dan tindak lanjutnya sebagai upaya perbXn
ogram yang terus menerus('quality control circle).
Perba.kan
ABSTRACT
"The implications of the implementation of 'Keputusan Menpan No118/199&
management of education, and the superintendents are in a ve^ st ateoic
r^gem^^^
°f "
manage-nt, » S
thine?inth/^nf f retsourfs+manaSement (PHRM) is the most important
Itul ?« rt IL
of funct.onal.zat.on of the superintendents. So the focus of this
lul
Vhe ,mP|,cat,ons of the implementation of the policy towards the
development, especially the training and development of pn^L^sSool's
superintendents done by the officials of Kanwil Depdikbud Tn WesTjL Akiv
subject of the efforts that must be noticed is the real and latest conditionof
^^r'T18 f ,a SUbjeCt °f the development, that is all of the bacCunds 0
.hem (educational, latest duty and places where they work).
DacK9rounas ot
ntL!!"dy KUS6d "aturalistic inciuiry. The researcher collected data throuoh
nterv.ew, observation, and document for which she was the key instrument To
t^^H^6 *"? ?°"eCted' She emP'°yed 'fie|dnotes'. And to ana^Hhem
>he used the constant comparative method with content anlysis.
The study indicates that the existing development programs has not been
eveloped in the right way, according to the concept of "Human Resources and
Development' management. There are no much difference Z^rtS^of
C t S r T ^
implementation ofT^Ket
S
fa 118m^)- The real condition of superintendents in primary schools
West Java nowadays, both quantitatively and qualitatively, is not salfactory
/lost superintendents should enhance their education, and many of them do not
ecaeu e6 oTtnt? VTV^ ^t' eSpeda"y in «"atn^ wp^rj
ecause of their latest duty. Whereas, the performance standard ofXmTftn KepMe"Pan "0.118/1996 assumes as a^sufficientstandard
nnt^oAh d2 Xhei[ JC?b 3S the 'quaiity auditor and baching controller' in the
ontext of the decentralization in educational management policy.
he outcome of this study gives some recommendations^) As the main
Jsponsibil,ty in developing the superintendents is the officios in KandepD^bud
loltn/rKOtradYa, the Pr°gramS deve,°Ped bv the «Tf KanwH
epdikbud can be used as a reference for them. The programs should be pu
into effect in the transitional period before the decentralization policy is put fully
into effect in year of 2001; (2) The officials of Kanwil Depdikbud in West Java
who also have a responsibility in developing the program of functionalization
superintendents nowadays, must rearrange the programs in a sinergic way among all sections who have the same responsibility. In developing the
programs, firstly they should do preliminery steps in training and development as
Werther and Davis say (1996). The step can be done through some activities They should evaluate the programs done before, analyze the superintendents
performance standard in Kep. Menpan No. 118/1996, and consider the
conditions of the superintendents which includes both quantitative and qualitative
way. All aspects mentioned above will determine the success of the training and development; and (3) They also should develop the evaluation and follow up
programs, based on the criteria of the success of the developing programs.
D A F T A R ISI
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR j
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTARGAMBAR ix
ABSTRAK x
BAB IPENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 9
C. Tujuan Penelitian 12
D. Manfaat dan Pentingnya Penelitian 14
E. Anggapan Dasar 15
F. Paradigma Penelitian 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 27
A. Fungsi dan Peran Pengawas Sekolah 27
1. Konsep Supervisi Pendidikan 27
2. Posisi dan Eksistensi Pengawasan Pendidikan dan
Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB 30
B. Manajemen Mutu Terpadu dalam Praktik Pengawasan Sekolah 40 1. Konsep Manajemen Mutu Terpadu (MMT) dalam Pendidikan 40 2. Aplikasi MMT dalam Pelaksanaan Pengawasan Sekolah 48 C. Tantangan dan Perspektif Pengawasan Pendidikan 55 1. Kebijaksanaan Fungsionalisasi Jabatan Pengawas Sekolah 56 2. Pengawasan Pendidikan dalam Konteks Desentralisasi
Pengelolaan Pendidikan 63
3. Pengembangan Pengawas Sekolah dalam Konteks
Manajemen Sumber Daya Manusia 77
BAB III PROSEDUR PENELITIAN 87
A. Metode dan Pendekatan Penelitian 87
B. Sumber Data Penelitian 91
D. Pelaksanaan Pengumpulan Data
99
E. Prosedur Analisa Data
102
F. Keabsahan Hasil Penelitian
105
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
109
A. Hasil Penelitian
109
1' ?^mo^rao Pelaksanaan Pengembangan Pengawas Sekolah
IK, SD, SDLB di Propinsi Jawa Baratsebelum
diberlakukannya Keputusan Menpan No. 118/1996 109
2. Profil Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB di Propinsi
Jawa Barat dewasa ini 128
3. Esensi dan Orientasi Tugas Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB Berdasarkan Ketentuan Jabatan Fungsional
Pengawas Sekolah 140
4. Perspektif Peran Pengawas Sekolah Masa Depan
dalam Konteks Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan 154
5. Analisis Posisi terhadap Implementasi Kebijakan Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya 160
6. Pola Pengembangan Pengawas Sekolah TK, SD,
SDLB dalam Upaya Profesionalisasi Pengawas Sekolah
di Propinsi Jawa Barat 167
B. Pembahasan Hasil Penelitian 190
1. Kondisi Faktual Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB 190
2. Esensi Tugas Pengawas Sekolah dan Perspektif
Perannya di Masa yang akan Datang 194
3. Upaya Profesionalisasi Pengawas Sekolah TK, SD,
SDLB melalui Program Pengembangan di Propinsi'Jawa Barat . 199
— —,»., wun, unit i\U(\uiVICI1UttOI 206
A. Kesimpulan 20
B. Rekomendasi 0„c
216
)AFTAR PUSTAKA
AMPIRAN :
Matrik Gambaran Seluruh Penelitian Yang Diperoleh 227
2. Panduan Pengumpulan Data 233
3. Pedoman Wawancara 235
4. Analisis Data Kualitatif 240
DAFTAR TAB EL
Tabel
Halaman
4.1
Rincian tugas yang berkaitan dengan kegiatan Pengem- 114
bangan Penilik TK/SD
4.2
Data Jumlah Pengawas Sekolah TK , SD, SDLB berdasarkan 131
jenjang pendidikannya
4.3
Jumlah Pengawas TK, SD, SDLB berdasarkan latar belakang 135
tugas dan jabatan sebelumnya
4.4
Gambaran Penyebaran dan Rasio antara Pengawas Sekolah 138
dengan Jumlah Sekolah Berdasarkan Daerah Kabupaten/
Kotamadya se-Propinsi Jawa Barat
4.5 Variasi rasio jumlah Pengawas Sekolah antara daerah 140
Kabupaten dan Kotamadya dan analisisnya
Tugas Pokok Pengawas Sekolah Taman Kanak-kanak, 147
Sekolah Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Pengawas
Sekolah Rumpun Mata Pelajaran, Pengawas Sekolah
Pendidikan Luar Biasa, dan Pengawas Sekolah Bimbingan
dan Konseling
16
Gambar
DAFTAR GAMBAR
Halaman
11. Paradigma Penelitian 26
2. 1. Sumber, Arah, dan Tujuan Supervisi Pendidikan 28
2.2. Diagram Tata Hubungan dan Peranan Komponen 35
Pendidikan dalam Proses Pembelajaran
2.3. Keterkaitan antara Komponen-komponen Pendidikan 38 dalam Pelaksanaan Supervisi Akademik
2.4. Total Quality Service Management 47
2.5. Tahap Pendahuluan dalam Mempersiapkan Program 82
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengawasan pendidikan sebagai suatu kegiatan yang tidak
terpisahkan dari kegiatan manajemen pendidikan, perlu diupayakan
secara, terus menerus untuk ditingkatkan kualitas pelaksanaannya.
Dengan demikian, manajemen pendidikan yang mengutamakan efisiensi
dan efektivitas pengelolaan pendidikan dapat diwujudkan. Efisiensi dan
efektifitas pengelolaan pendidikan mendesak untuk segera diwujudkan
karena akan menjadi daya dukung dalam pelaksanaan misi dan visi pendidikan nasional menghadapi era globalisasi, yaitu peningkatan
produktivitas pendidikan.
Bukti yang menunjukkan pentingnya pengawasan serta menjadi
bagian dari siklus dan dinarhika manajemen pendidikan nasional adalah terdapatnya bab khusus mengenai pengawasan dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan nasional ( UU No.2 Tahun 1989 ) dan peraturan
pemerintah yang menjelaskan UU tersebut.
Ruang lingkup pengawasan pendidikan meliputi segala kegiatan yang
bertujuan untuk mengidentifikasi, memantau, menilai, dan melakukan
diagnosis terhadap apa yang terjadi dalam proses pendidikan, mulai dari lingkup sekolah (mikro) sampai lingkup nasional ( makro), ( Dedi Supriadi,
Oleh karena pengawasan pendidikan mempunyai kedudukan yang
sangat strategis dan penting dalam manajemen pendidikan pada semua
tingkatan ( Makro, Meso, dan Mikro ), maka sudah menjadi keharusan
bagi pemerintah untuk berupaya secara terus menerus menjadikan para
pelaksana pengawasan pendidikan tersebut sebagai tenaga kependidikan
yang profesional.
Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk mewujudkan hal
tersebut, khususnya pada manajemen dan proses pendidikan dalam
lingkup mikro atau sekolah adalah melalui kebijakan fungsionalisasi
jabatan pengawas sekolah. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
118/1996 tanggal 30 Oktober 1996.
Dengan kebijakan tersebut, maka terhitung mulai tanggal 1 Nopember
1996 Pengawas Sekolah ditetapkan sebagai pejabat fungsional yang
memiliki standar kinerja tertentu berdasarkan jenjang jabatan. Semakin
tinggi jenjang jabatan semakin banyak kewajiban yang harus
dilaksanakan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Standar kinerja
dalam jabatan fungsional pengawas sekolah, diarahkan pada peningkatan
kualitas pengawasan pendidikan ('quality control) di sekolah dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya pada satuan pendidikan
dasar dan menengah.
Hal tersebut sejalan dengan rekomendasi untuk pemberdayaan guru
Kependidikan pada Konferensi Pendidikan yang diselenggarakan Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jakarta pada bulan
Februari 1999, sebagai berikut:
"Fungsi-fungsi kepengawasan/kepenilikan pada semua jenjang
pendidikan dioptimalkan sebagai sarana untuk memacu mutu pendidikan.
Pengawasan dimaksud dengan mengutamakan aspek-aspek akademik
daripada administratif sebagaimana berlaku selama ini" (Bappenas, 1999)
Untuk implementasi kebijakan jabatan fungsional pengawas sekolah,
telah diterbitkan petunjuk pelaksanaan yang tertuang dalam Keputusan
Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Rl dan Kepala BAKN
Nomor 0322/O/1996 dan Nomor 38 tahun 1996 tanggal 30 Oktober 1996.
Sedangkan petunjuk teknisnya tertuang dalam Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Rl Nomor 020/U/1998 tanggal 6 Februari
1998.
Dengan diterbitkannya ketentuan pelaksanaan kebijakan tersebut,
secara hierarki dan struktural akan memaksa para pejabat birokrasi yang
menangani pengelolaan tenaga kependidikan, khususnya pengelolaan pengawas sekolah untuk bempaya mengimplementasikan kebijakan
tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Sanusi dan Supandi (1988;36-39)
menyatakan bahwa selalu ada kaitan atau linkage antara perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, dengan salah satu ciri adanya unsur -unsur
penting dalam pelaksanaan kebijakan yang akan menentukan corak,
aktor pelaksana kebijakan, dalam hal ini adalah pelaksana struktural yaitu
pejabat formal yang secara hukum atau peraturan telah dilimpahi
kewenangan, tanggung jawab dan sumber-sumber untuk melaksanakan
kebijakan tersebut. Mereka terdiri atas para administrator mulai dari
tingkat nasional sampai pada tingkat lokal.
Perubahan kebijakan yang berkaitan dengan pengawasan pendidikan
tersebut dalam pelaksanaannya di lapangan tentu tidak akan dapat
menghindarkan diri dari berbagai konsekuensi dan hambatan. Misalnya,
bagi penilik TK/SD sebagai pengawas pendidikan pada jenjang
pendidikan pra sekolah dan sekolah dasar, salah satu implikasi perubahan
adalah adanya perubahan narna menjadi Pengawas Sekolah TK, SD,
SDLB. Perubahan nama tersebut menimbulkan perubahan esensi tugas
pengawas sekolah. Perubahan tersebut ditandai dengan meluasnya
struktur tugas , adanya tuntutan peningkatan kemampuan sesuai standar
kinerja, serta diberlakukannya pola pengembangan karir jabatan
fungsional melalui kenaikan pangkat dengan perhitungan dan penetapan
angka kredit.
Hambatan yang dihadapi terutama berkaitan dengan kondisi faktual
pengawas sekolah dewasa ini yang terkesan memiliki citra dan imej yang
kurang baik. Hal tersebut sebagai akibat dari pelaksanaan tugas
kepenilikan/ kepengawasan selama ini, yakni lebih menekankan
pengawasan pada segi prosedural dan administratif daripada substansi
Realita mengenai kondisi pengawas sekolah seperti tersebut di atas,
diperkuat oleh beberapa hasil penelitian. Salah satunya yang telah
dilakukan oleh Djailani (1998 )pada Gugus SD Inti di Kotamadya Banda
Aceh, yang menjadi salah satu daerah ujicoba proyek peningkatan mutu
pendidikan dasar ( PEQIP= 'Primary Educational Quality improvement
Project' ). Penelitian tersebut membuktikan bahwa profil pembinaan
profesional guru oleh para pembina, dalam hal ini Pengawas Sekolah
masih merupakan kegiatan pengawasan dan bimbingan rutin. Yang
dimaksud dengan pengawasan dan bimbingan rutin adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mengawasi pelaksanaan administrasi sekolah, tugas rutin
oleh guru-guru, kebbrsihah, ketertiban dan keindahan sekolah, serta
menasihati agar guru-duru 'selalu siap' menerima dan melaksanakan
setiap kebijakan dari atas ^fesuai dengan kemampuannya.
Kesimpulan yand diambil berdasarkan penelitian tersebut salah
satunya menyebutkan b^hwa faktor yang diindikasikan sebagai faktor
penghambat dalam efektifitas pemberdayaan guru,
pengembangan
sekolah sebagai orgsiriisasi belajar dan penataan manajemen sumber
daya pendidikan, adalah faktor personal; yakni ketidakmampuan para
pembina pendidikan uhtuk melaksanakan pembinaan profesional guru
secara efektif karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dan
bahkan kepribadiannya.
Dari hasil pengamatan serta perbincangan mengenai kegiatan
diuraikan di atas, tidak hanya terjadi di Kotamadya Banda Aceh tetapi juga
dimungkinkan terja'di di dderah lainnya, termasuk di Propinsi Jawa Barat.
Sejalan dengan kesimpulan penelitian tersebut adalah pemyataan
'Kelompok Kerja Tenaga Kependidikan' pada Konferensi Pendidikan ,
bahwa yang mempferburuk citra dan kinerja pengawas sekolah adalah
latar belakang perigawas stekdlah yang tidak menguasai bidangnya serta
tidak cukup memiliki motivasi yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.
(Bappenas, 1999).
Implikasi adanya perubahan serta hambatan tersebut tentu akan
mendorong para pembina administratif struktural pada tingkat regional
(Meso) sebagai pengdoJa pengawas sekolah untuk berupaya
meningkatkan kemampuah para pengawas sekolah agar
memiliki
kemampuan generik yarig diperlukan, yakni kemampuan profesional
sebagai pejabat fungsiohal untuk dapat memenuhi tuntutan
tugas
pengawas sekolah sesual ketentuan.
Sejalan dengan perub&han serta kondisi faktual pengawas sekolah
sebagaimana tersebut di at^s , penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang
bertujuan
memperoleh
gambaran
pelaksanaan
kebijakan
fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah serta bagaimana implikasinya
terhadap komponen-komponen yang terkait. Untuk tujuan tersebut penulis
akan mencoba melakukan penelitian pada pengelolaan pengawas sekolah
dengan fokus pada pola pengembangan Pengawas TK, SD, SDLB di
Sebagai gambaran dfiri studi pendahuluan berupa analisis kondisi
berkenaan dengan imblementasi kebijakan fungsionalisasi jabatan
pengawas sekolah, khususnya pada Pengawas TK, SD, SDLB di Jawa
Barat, dijelaskan dalam uraidn di bawah ini.
Pertama, Fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah menuntut
peningkatan kemampuan profesional dan penyesuaian tugas bagi
pengawas sekolah yarid sudah ada. Melalui fungsionalisasi jabatan
pengawas sekolah ada perubahan pada sistem pembinaan karir, yakni
diberlakukahnya kenaikari pangkat dan atau jabatan dengan
menggunakan angka kredit. Dengan demikian Pengawas TK, SD, SDLB
sebagai salah satu jenis pehgawas sekolah, dituntut untuk melaksanakan
tugas sesuai standar kinferjM yang ditentukan secara mandiri, kreatif serta
inovatif.
Disamping
\{u,
mereka
juga
dituntut
untuk
selalu
mendokumentasikan pelaksanaan tugasnya sebagai bukti fisik yang akan
dijadikan dasar untuk menefltukan kenaikan pangkat dan atau jabatannya.
Dengan sistem tersebut, terdapat tugas tambahan yang tidak pernah
dikerjakan sebelumnya, yang memerlukan kemampuan khusus, yakni
kemampuan manajemen yang tepat, sesuai prinsip-prinsip dalam konsep
manajemen stratejik.
Ketentuan mengenai kenaikan pangkat dan jabatan Pengawas
Sekolah dengan mekanisme Penetapan Angka Kredit sebagai dasar
Mendikbud Rl No. 020/U/1998, yaitu untuk kenaikan pangkat periode
Oktober 1998.
Dari kajian dokumentasi pada pelaksanaan
tiga kali sidang
penetapan angka kredit pada bulan Juni 1998 ( Periode Oktober 1998),
Nopember 1998 (Periode April 1999) dan Juni 1999 ( Periode Oktober
1999 ), terlihat adanya kesenjangan antara kemampuan yang
dipersyaratkan dengan kemampuan faktual. Hal ini menjadikan bukti
bahwa belum semua pengawas sekolah yang ada sekarang memiliki
kemampuan minimal uhtuk dapat memenuhi tuntutan fungsionalisasi
jabatan pengawas sekblah.
Kedua, rasio jumlah pengawas sekolah dan jumlah sekolah secara
kuantitatif telah memenuhi ketentuan standar minimal mengenai jumlah
sekolah yang harus diawasi sebagaimana yang tercantum dalam
kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah. Jumlah pengawas
sekolah TK, SD, SDLB pada bulan Februari 1999 sebanyak 1712 orang,
tersebar di 24 Kabupaten/Kotamadya dengan rasio rata-rata antara
pengawas dengan sekdlah 1:20. Namun, secara kualitatif bila dikaitkan
dengan kondisi geografis wilayah binaan yang sangat beragam, akan
mempengaruhi rasio jumlah tersebut. ( Bidang Dikdas, Kata dan Angka,
1998/1999). Selain itu, latar belakang pendidikan dan pengalaman jabatan
terakhir yang sangat bervariasi, menunjukkan beragamnya kemampuan
serta motivasi kinerja pengawas TK, SD, SDLB. Hal tersebut perlu
meningkatkan kemampuan para pengawas sekolah sebagaimana yang
dituntut oleh kebijakan dimaksud.
Tentu, banyak faktor lainnya yang mempengaruhi pelaksanaan
kebijakan tersebut, meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Keduanya
memiliki kekuatan dan kelemahan yang akan menjadi peluang dan
tantangan untuk keberhasilan implementasi kebijakan dimaksud. Kondisi
itulah yang
menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian
sehingga dapat diketahui sampai sejauhmana kedua faktor tersebut dapat
mendukung implementasi kebijakan secara optimal.
B. Rumusan Masaldh dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka fokus
penelitian ini adalah implikasi fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah
terhadap pengelolaan pengembangan Pengawas Sekolah TK,SD,SDLB di
Propinsi Jawa Barat dengan sasaran akhir terwujudnya Pengawas
Sekolah yang profesional.
Yang dimaksud dengan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah
»
adalah mulai diberlakukannya ketentuan mengenai jabatan fungsional
pengawas sekolah dan angka kreditnya melalui penerbitan dan
pemberlakuan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 118/1996.
Pengelolaan pengembangan difokuskan pada Pola Pengembangan
yang ditetapkan oleh para pembina struktural pada tingkat Kantor Wilayah
10
makna kata poja dalam konteks ini, penulis merujuk pada kata 'pattern'
dalam bahasa Inggris. Menurut Oxford Advanced Learner's Dictionary of
Current English: ". . . pattern is a way in which something happened,
develops, is arranged, etc". Jadi, pola pengembangan Pengawas Sekolah
dimaksudkan sebagai suatu sistem atau cara kerja
dalam konteks
manajemen sumber daya manusia, khususnya pengembangan Pengawas
Sekolah TK,SD,SDLB.
Oleh karena itu, penulis menetapkan rumusan masalah penelitian ini
sebagai berikut: "Bagaimana implikasi fungsionalisasi jabatan pengawas
sekolah terhadap pola pengembangan Pengawas Sekolah dalam upaya
mewujudkan Pengawas TK,SD,SDLB yang profesional di Propinsi Jawa
Barat".
Rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gambaran pelaksanaan pengembangan Pengawas
Sekolah
TK, SD, SDLB sebelum diberiakukannya kebijakan
fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah ?
2. Bagaimanakah profil Pengawas Sekolah TK,SD,SDLB di Propinsi
Jawa Barat dewasa ini?
a. Bagaimanakah gambaran Pengawas Sekolah berdasarkan latar
belakang pendidikan ?
b. Bagaimanakah gambaran Pengawas Sekolah berdasarkan latar
11
c Bagaimanakah gambaran penyebaran dan rasio Pengawas Sekolah
berdasarkan daerah Kabupaten/Kotamadya?
3. Apakah esensi dan orientasi tugas Pengawas Sekolah berdasarkan
ketentuan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah?
a. Apa peran dan tugas pokok Pengawas Sekolah?
b. Seperti apakah standar kinerja ( Performance standard ') Pengawas
Sekolah?
c. Bagaimanakah jaminan kualitas dan akuntabilitas kinerja Pengawas ,
Sekolah ?
4. Bagaimanakah perspektif peran Pengawas Sekolah TK,SD,SDLB
masa depan dalam konteks desentralisasi pengelolaan pendidikan?
5. Bagaimanakah kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang
dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan Jabatan Fungsional Pengawas
Sekolah melalui implementasi Keputusan Menpan No. 118/1996?
a. Apa faktor dominan yang menjadi kekuatan dan peluang dalam
pelaksanaan kebijakan fungsionalisasi jabatan tersebut?
b. Apa faktor dominan yang menjadi kelemahan dan tantangan dalam
pelaksanaan kebijakan fungsionalisasi jabatan tersebut?
6. Bagaimanakah pola pengembangan pengawas sekolah disusun
dalam upaya menjadikan Pengawas Sekolah TK,SD,SDLB di Propinsi
12
a. Bagaimanakah kebijakan pengembangan yang ditetapkan oleh
pejabat struktural pada tingkat Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi
Jawa Barat?
b. Siapdkah pihak yang terlibat dan bertanggung jawab untuk
melaksanakan kebijakan pengembangan dimaksud?
c. Apakah materi pengembangan mengacu pada struktur tugas dan
standar kinerja sesuai ketentuan jabatan fungsional?
d. Bagaimanakah metode^ dan teknik pelaksanaannya?
e. Bagaimanakah peran dan pemanfaatan organisasi Kelompok Kerja
Pengawas
Sekolah
(KKPS)
sebagai
wadah
pelaksanaan
pengembangan?
f. Bagaimanakah
evaluasi
dan
tindak
lanjut
pelaksanaan
pengembangan Pengawas TK,SD,SDLB tersebut?
C. Tujuan Peheiltiatt
1. Tujuan Umum
Penelitian ihi b^rtujuan untuk memperoleh informasi deskriptif
tentang pengernbangan Pengawas Sekolah TK/SD/SDLB, serta
implikasi kebijakan fungsionalisasi jabatan Pengawas Sekolah melalui
implementasi Keputusan Menpan No. 118/1996 terhadap pola
pengembangan tersebut dalam upaya mewujudkan Pengawas
Sekolah TK,SD,SDLB yang profesional di Propinsi Jawa Barat.
13
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan, mendeskripsikan
dan mencari makna dari implikasi kebijakan fungsionalisasi jabatan
pengawas sekolah terhadap pengelolaan dan pengembangan Pengawas
TK, SD, SDLB di Propinsi Jawa Barat. Oleh karena itu, tujuan pokok yang
ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan pengembangan
Pengawas Sekolah yang dilaksanakan sebelum diberiakukannya
kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah.b. Memperoleh data mengenai profil pengawas sekolah TK,SD,SDLB di
Jawa Barat sebagai sumber daya tenaga kependidikan yang akan
menjadi subyek pengembangan pengawas sekolah.
c. Memperoleh gambaran mengenai ketentuan jabatan fungsional
Pengawas Sekolah, mencakup esensi dan orientasi tugas serta peran
Pengawas Sekolah, standar kinerja yang ditetapkan serta jaminan
kualitas dan akuntabilitas kinerja Pengawas Sekolah.d. Memperoleh gambaran mengenai perspektif Pengawas Sekolah masa
»depan dalam konteks desentralisasi pengelolaan pendidikan.
e. Memperoleh gambaran mengenai faktor dominan, baik yang menjadi
pendukung maupun penghambat, dalam pelaksanaan kebijakan
fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah serta pengembangan
sumber daya pengawas sekolah TK/SD/SDLB di Jawa Barat.
14
struktural di tingkat Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Jawa Barat
setelah diberiakukannya kebijakan fungsionalisasi Jabatan Pengawas
Sekolah.
D. Manfaat dan Pentingnya Penelitian
Penelitian ini bersifat analisis deskriptif, sasarannya adalah implikasi
kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah terhadap upaya
pengembangah Pengawas TK/SD/SDLB di Propinsi Jawa Barat.
Kebijakan tersebut secara realistis akan memunculkan konsekuensi di
lapangan, karena secara konseptual tuntutan terhadap profesi pengawas
sekolah ini semakin berat dibandingkan dengan sebelumnya. Oleh karena
itu dipandang perlu dilakukan penelitian dengan menekankan pentingnya
penelitian ditinjau dari dua aspek, yakni:
1• Aspek Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi upaya
pengembangan ilmu administrasi pendidikan, khususnya pengelolaan
sumber daya pendidikan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberi manfaat bagi penelitian lebih lanjut, terutama yang berkenaan
dengan pengembangan sumber daya pendidikan pada jenjang pendidikan
prasekolah dan pendidikan dasar di lingkungan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
2. Aspek Praktis Operasional
Dipandang dari aspek ini, penelitian ini dapat memberikan informasi
15
berkenaan dengan pengembangan pengawas sekolah sebagai implikasi
kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah, khususnya
pengawas sekolah TK, SD, SDLB di Propinsi Jawa Barat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam pengembangan sumber daya pengawas sekolah di masa
yang akan datang, khususnya bagi pihak pembina struktural administratif
pada Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi
Jawa
Barat,
sebagai
pertimbangan
dalam
perencanaan
dan
pemberdayaan pengawas sekolah.
Afasan pentingnya penelitian ini sehingga menarik minat penulis
untuk melakukan penelitian adalah karena masalah ini merupakan
masalah yang berkaitan dengan implementasi kebijakan mutakhir yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya tenaga kependidikan,
khususnya Pengawas Sekolah TK.SD.SDLB di Propinsi Jawa Barat.
E. Anggapan Dasar
Landasan berpijak yang dijadikan titik tolak penelitian ini didasarkan
pada pemikiran bahwa upaya peningkatan kualitas pendidikan dasar tidak
bisa dilakukan secara parsial dan sesaat. Upaya perbaikan pada bagian
atau komponen dalam sistem pendidikan dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan dasar perlu dilakukan secara terus menerus, bertahap,
berkelanjutan dan dilakukan oleh semua bagian sesuai dengan prinsip
"Continuous Circle Improvement dalam konsep "Total Quality
16
Hal tersebut sejalan dengan pemikiran yang disampaikan oleh
Ahmad Sanusi (1998;45 ), bahwa tingkat keberhasilan dari pelaksanaan
kebijakan pemerintah di bidang pendidikan dasar dan menengah tidak
lepas dari model hierarki struktur birokrasi, metode berfikir dan perilaku
administratif para pengelola, teknologi informasi dan telekomunikasi,
proses mengajar oleh guru, dan kegiatan belajar para siswa.
Peningkatan kualitas pendidikan dasar itu sendiri dapat dilihat dari
dua dimensi, yakni kualitas proses dan kualitas hasil. Suatu pendidikan
dikatakan berkualitas dari segi proses, bila
proses pembelajaran
beriangsung efektif dan bermakna serta ditunjang oleh sumber daya
pendidikan yang memadai. Proses pendidikan yang berkualitas
memberikan jaminan mengenai kualitas produk yang dihasilkan.
Agar proses pendidikan berkualitas, perlu dilakukan intervensi yang
sistematis sehingga memberikan jaminan kualitas yang meyakinkan
(Manap Somantri, 1998). Salah satu upaya intervensi sistematis adalah
melalui peningkatan supervisi pengajaran oleh Pengawas Sekolah
sebagai supervisor pendidikan.
Melalui supervisi pengajaran, Pengawas Sekolah akan mampu
17
tujuan sekolah yang berkualitas tinggi. Alfonso menyatakan sebagai
berikut:o%lza^9%ritate ^ leaming ^ aCNeVe <*££7Z
Sedangkan Sergiovanni dan Starrat (1983;, mengemukakan definisi
supervisi pengajaran sebagai berikut: • Supervision is a set of activities
and role specifications specially designed to influence instruction "
Kegiatan supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah sebagai
upaya intervensi sistematis dalam proses pembelajaran sejalan pula
dengan konsep supervisi yang dikemukakan oleh Ben Harris (1985:10 )
sebagai berikut:
S?T/S/°n °linstructlon is wh*t school personnel do with adults and
in?,nL Tna'\°r Change the sch00' °Perati°» i" ways thTdleX
influence the teaching processes employed to promote pupil learnino
Superv,s,on ,s highly instruction-related but not highly pupi^TatS
2K» aJTlUTn °f ^ SCh°01 °pera«°" n7Lstorda
specific job or a set of a techniques. Supervision of instruction is directed
Te'choT mamtain'mg ^ imPmVin9 thG tGaChi"9 laming P%%7s of
Ada tiga hal penting yang terkandung dalam konsep yang
dikemukakan Harris di atas, yaitu: (1) supervisi berhubungan erat dengan
kegiatan pengajaran, namun tidak berhubungan langsung dengan murid;
(2) supervisi merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam
pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah untuk mencapai hasil yang
pemeliharaan dan perbaikan dalam proses pembelajaran dengan cara
mempengaruhi perilaku tenaga pengajarnya.
Agar kegiatan supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah bisa
efektif, maka perlu diperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi
pelaksanaannya. Aspek utama yang mempengaruhi efektivitas pelayanan
dalam supervisi pengajaran adalah aspek kemampuan profesional
pelaksana supervisi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Glickman
(1985:5) : "Effective supervision requires knowledge, interpersonal skills,
and technical skills". Oleh karena itu, tuntutan untuk melakukan upaya
peningkatan kemampuan profesional para pelaksana supervisi
pengajaran, dalam hal ini pengawas sekolah sebagai salah satu
komponen dari tenaga kependidikan, tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Untuk mewujudkan Pengawas Sekolah yang handal dan berkualitas,
seyogyanya dapat dilakukan pengelolaan tenaga kependidikan dengan
penerapan prinsip-prinsip manajemen sumber daya manusia ('Human
Resource Management).
Manajemen Sumber Daya Manusia ( MSDM ) adalah fungsi dan
aktivitas manajemen dalam suatu organisasi yang dicirikan dengan
pengakuan pada pentingnya tenaga kerja sebagai SDM yang vital dan
memberikan kontribusi terhadap tercapainya tujuan organisasi serta
terjaminnya pemanfaatan SDM secara efektif dan adil demi kemaslahatan
19
Schuler ( 1987; 6-10 ) menyatakan bahwa terdapat lima fungsi dan
aktivitas manajemen SDM, yaitu: (a) Perencanaan kebutuhan SDM; (b)
Pengangkatan SDM; (c) Penilaian dan Imbalan penghargaan;(d)
Pembinaan SDM dan Lingkungan kerja; serta (e) Pembinaan dan
Pemeliharaan Hubungan kerja yang efektif. Kelima fungsi dan aktivitas
manajemen tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya untuk
mencapai tujuan yakni meningkatkan produktivitas, kualitas kehidupan
pekerjaan dan pemenuhan aspek hukum dalam organisasi atau lembaga
tersebut.
Pembinaan, pengembangan dan rekruitasi Pengawas Sekolah TK,
SD, SDLB sebagai SDM tenaga kependidikan dalam bidang pendidikan
dasar, harus mengacu pada struktur tugas bukan kepentingan individual
atau kelompok. Struktur tugas tersebut pada umumnya berbentuk
deskripsi dan spesifikasi tugas yang dapat diwujudkan melalui proses
analisis pekerjaan. Hasil kegiatan analisis pekerjaan, sebagai salah satu
komponen dari fungsi dan aktivitas MSDM, akan menjadi bahan untuk
fungsi dan aktivitas MSDM yang lain yang diperlukan, yaitu Pelatihan dan
Pengembangan.
Menurut Schuler ( 1987 ) tujuan utama pelatihan dan pengembangan
adalah untuk meningkatkan produktivitas kinerja karyawan, pelatihan
pengembangan karir, serta memberikan motivasi dalam rangka
meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi. Untuk
20
langkah awal berupa penaksiran kebutuhan ("need assessment").
Penaksiran kebutuhan adalah diagnosa masalah sekarang dan tantangan
masa depan yang harus diatasi oleh pelatihan dan pengembangan. Salah
satu cara mengidentifikasi masalah sekarang adalah dengan
memperhatikan deskripsi dan spesifikasi tugas atau jabatan, serta hasil
penilaian kinerja ("workperformance appraisal").
F. Paradigma Penelitian
Penge'rtian paradigma
secara sederhana dinyatakan sebagai
kerangka berpikir. Moh. Surya (1997:18 )mengartikan paradigma sebagai
suatu kesatuan persepsi, gagasan, konsep, dan nilai-nilai yang
menentukan pola berpikir dan berperilaku manusia dalam waktu dan
tempat tertentu. Sedangkan bila dikaitkan dengan kegiatan penelitian,
maka paradigma dapat diartikan sebagai kerangka konseptual dalam
melihat persoalan secara terstruktur. Dalam hal ini paradigma merupakan
pernyataan perspektif teoritis yang akan menggiring dan menjadi panduan
dalam aktivitas 'inquiry', juga merupakan representasi, model suatu teori,
idea atau prinsip. Pernyataan tersebut dirangkum dari Lincoln dan Guba
(1985 :223), dan Carter V. Good (1973:407) dalam Djam'an Satori
(1989:27-29) sebagai berikut: "Paradigm is a statement of theoretical
perspective that will guide the inquiry and a representation, a model of
theory, an idea, or aprinciple". Bogdan dan Biklen (1982 : 32 ) dalam
Moleong (1998:30 ) menyatakan bahwa paradigma adalah kumpulan
longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau
21
Jadi dapat disimpulkan, bahwa paradigma penelitian atau kerangka
berpikir penelitian adalah suatu model yang dijadikan acuan oleh peneliti
dalam melaksanakan penelitiannya. Penjelasan mengenai paradigma
penelitian biasanya dalam bentuk narasi yang disampaikan oleh peneliti,
dan dalam bentuk gambar atau skema sebagai penjelas secara grafikal.
Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman ( 1984:28) menyatakan bahwa
dalam.suatu penelitian diperlukan adanya conceptual frame work, yaitu ".
. . explains either grafically or in narrative form, the main dimentions to be
studied". Dengan demikian, paradigma penelitian merupakan kerangka
berpikir yang diambil peneliti dalam melihat atau memahami realitas obyek
yang ditelitinya, dan disampaikan atau disosialisasikan oleh peneliti dalam
narasi maupun gambar atau skema.
Kerangka berpikir atau paradigma penelitian ini, disusun berdasarkan
anggapan dasar dan fendmena yang diamati, sebagaimana yang telah
dikemukakan dalam bagian terdahulu.
Penelitian ini mempersoalkan mengenai implikasi adanya kebijakan
fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah, terhadap pengelolaan tenaga
kependidikan di Jawa Barat, khususnya pola pengembangan Pengawas
TK, SD, SDLB. Yang dimaksud dengan fungsionalisasi jabatan pengawas
sekolah adalah kebijakan pemerintah yang diberlakukan untuk menjadikan
penilik TK/SD dan Pengawas SLTP/SLTA menjadi pejabat fungsional.
Kebijakan dimaksud dituangkan dalam bentuk penerbitan dan
22
Nomor 118/1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan
Angka Kreditnya.
Beberapa pemikiran teoritik yang dikembangkan dalam paradigma
penelitian ini sebagai berikut: pertama, paradigma yang digunakan dalam
penelitian ini tidak lepas dari paradigma umum ilmu administrasi
pendidikan, dalam hal ini paradigma modern yang ditandai dengan
penggunaan pendekatan sistem; kedua, analisa permasalahan tidak
terlepas dari paradigma penelitian kualitatif secara keseluruhan, sehingga
analisis permasalahan penelitian ini dilakukan secara bertahap.
Analisis kualitatif tahap pertama, diarahkan pada kajian terhadap
pelaksanaan atau implementasi kebijakan fungsionalisasi jabatan
pengawas sekolah. Analisis tersebut tidak terlepas dari konsep
implementasi
kebijakan
yang
meliputi
proses
menjalankan,
menyelenggarakan, atau mengupayakan agar alternatif yang telah
diputuskan hukum berlaku dalam praktek (Sanusi dan Supandi,
1988:36-39). Karena selalu ada kaitan atau linkage antara perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, maka unsur-unsur penting dalam pelaksanaan
kebijakan harus mendapat perhatian. Unsur-unsur penting tersebut
meliputi peserta atau aktor dan arena, proses administrasi, komunikasi
dan kepatuhan. Aktor pelaksana kebijakan yang sangat menentukan
corak, gaya, dan keberhasilan pelaksanaan adalah pelaksana struktural
yaitu pejabat formal yang secara hukum atau peraturan telah dilimpahi
23
kebijakan tersebut. Mereka terdiri dari para administrator mulai dari tingkat
nasional sampai pada tingkat lokal. Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB
sebagai salah satu aktor pelaksana kebijakan juga akan berhubungan
dengan aktor perumus kebijakan berdasarkan hierarhikal.
Pembuat
kebijakan
merancang dan
membangun struktur komando dan
melimpahkan kewenangan teknikal kepada pelaksana, sedangkan
pelaksana mendukung gagasan tersebut dengan melaksanakannya
berdasarkan kemampuan teknikalnya. Agar kebijakan ini dapat
dilaksanakan maka pelaksana harus mampu menterjemahkan tujuan
kebijakan. Perumus kebijakan secara jelas telah menyusun struktur
komando melalui penerbitan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis
pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya,
sebagai dasar bagi para pelaksana menterjemahkan tujuan kebijakan
dimaksud.
Analisis tahap pertama ini, meliputi kegiatan inventarisasi dan
identifikasi perubahan dehgan diberiakukannya kebijakan fungsionalisasi
jabatan pengawas sekolah. Ada tiga dimensi yang akan menjadi kajian
pada tahap pertama ini. Yaitu kondisi faktual Pengawas Sekolah; esensi
tugas pokok pengawas sekolah berdasarkan Kep. Menpan 118/1996; dan
perspektif Pengawas Sekolah masa depan.
Kajian terhadap kondisi faktual meliputi kajian pada pelaksanaan
pengembangan yang telah dilakukan oleh para pejabat struktural di tingkat
24
fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah, serta data mengenai profil
pengawas sekoldh dewdsa ini meliputi data jumlah Pengawas Sekolah
TK.SD.SDLB berdasaikan latar belakang pendidikan, latar belakang
pengalaman kSrja ddn jabatan, serta penyebaran dan rasio jumlah
pengawas berdasarkan daerah Kabupaten/Kotamadya.
Kajian mengenai esensi tugas pengawas sekolah diarahkan pada
analisis ketentuan mengehai fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah
meliputi kajian terhadab petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis
pelaksanaan jabatah fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya.
Dari kajian tersebui diharapkan dapat memperoleh gambaran mengenai
peran dan tugas pbkbk, standar kinerja, serta jaminan kualitas dan
akuntabilitas kinerja' Pengawas Sekolah.
Kajian mengehai perspektif peran pengawas sekolah di masa depan
diarahkan pada kajian yang dikaitkan dengan peran pengawas sekolah
dalam konteks deSentralisasi pengelolaan pendidikan, khususnya
pengelolaan pendidikan dasar.
Analisis kualitatif tahap kedua dilakukan melalui kegiatan analisis
SWOT terhadap hasil kegiatan analisis tahap pertama. Tujuannya untuk
mengetahui faktor dominan, baik pendukung maupun penghambat
terhadap pelaksanaan kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas
sekolah tersebut, yang akan menjadi materi masukan terhadap analisis
25
Analisis tahap ketiga dilakukan melalui kajian terhadap pola
pengembangan pengawas sekolah dewasa ini setelah diberiakukannya
jabatan fungsional meliputi:(a) kebijakan pengembangan yang ditetapkan
pejabat pembina administratif; (b) pihak-pihak yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan pengembangan;(c) materi, metode dan teknik
pelaksanaan;(d) peran wadah pembinaan profesional pengawas sekolah
yang sudah ada selama ini yaitu Kelompok Kerja Pengawas Sekolah
(KKPS ); serta (e) evaluasi dan tindak lanjut dari pelaksanaannya.
Diharapkan, dengan pola pengembangan pengawas sekolah
TK,SD,SDLB yang tepat, akan terwujud pengawas sekolah yang
profesional atau paling tidak yang memiliki kualifikasi minimal menjadi
pengawas sekolah {'qualified supervisors). Pengawas sekolah yang
profesional adalah pengawas sekolah yang memiliki kemampuan
profesional. Kemampuan profesional pengawas sekolah meliputi
pengetahuan, keterampilan hubungan interpersonal dan keterampilan
teknis (Glickman, 1985 : 5-7 ) sebagai indikator dari kemampuan generik
yang memenuhi kualifikasi sebagai seorang 'quality auditor dan teaching
controller1.
Secara skematis, paradigma penelitian tersebut divisualisasikan
Fungsionalisasi Jabatan Pengawas Sekolah (Keputusan Menpan No.118/1996)
t
Profil Pengawas Sekolah Pelaksanaan Pengembangan Pengawas Sekolah SebelumnyaiffK i'K Ti^i'ii./'ilU'ltTITT
Esensi & Orientasi
Tugas Tugas Pokok Peng. Sekolah Standar Kinerja Jaminan Kualitas dan Akuntabilitas .V(ilr|JiIlij!l„lliHJ'iil|(mr Perspektif Peran Pengawas Sekolah Masa Depan Jabatan
Fungsional P. S.
Desentralisasi Pendidikan ™SSSiI^
POLA
PENGEMBANGAN PENGA WAS SEKOLAH
TK,SD,SDLB - Kebijakan Pengembangan • Pihakyang bertanggungjawab melaksanakan Materi Pengembangan
Metode dan Teknik
Pelaksanaan
Pengembangan
Wadah
Gambar 1.1 Paradigma Penelitian
87
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
Rumusan masalah dan fokus penelitian yang telah dijelaskan pada
Bab. I menuntut peneliti untuk melakukan penelitian yang bersifat
deskriptif - analitis dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Dengan penelitian ini, peneliti mengharapkan akan memperoleh
gambaran utuh mengenai masalah yang diteliti. Nana Sudjana dan Ibrahim (1989) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif adalah
penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala atau peristiwa dan kejadian yang telah terjadi saat sekarang, dimana peneliti berusaha
memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatiannya untuk
kemudian dituangkan dan digambarkan sebagaimana adanya. Sedangkan
sifat analitis dari penelitian ini merupakan kegiatan lanjutan dari deskripsi
gejala dan peristiwa. Analisis secara mendalam dilakukan berdasarkan
kajian teori, setelah didapat gambaran yang jelas dan lengkap tentang
aspek-aspek yang diteliti.
Dengan melakukan komunikasi yang intensif dengan sumber data, peneliti berupaya melakukan eksplorasi untuk dapat memahami dan
menjelaskan masalah yang diteliti yang telah dirumuskan melalui
pertanyaan penelitian. Dengan merumuskan pertanyaan penelitian peneliti
bermaksud memahami gejala subyek penelitian yang kompleks dalam
Bogdan dan Taylor (1975) menjelaskan mengenai definisi metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Sedangkan Bogdan dan Biklen (1982) menjelaskan bahwa
'qualitative research' merupakan istilah yang luas ("as an umbrella term")
yang menerangkan dan mencakup segala bentuk penelitian yang memiliki
ciri-ciri yang bersamaan. Data yang dikumpulkan biasanya berupa uraian
yang kaya akan deskripsi mengenai kegiatan subyek yang diteliti,
pendapatnya dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan yang diperoleh
melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
Nasution (1988) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah
mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan
mereka dan berusaha memahami dan menafsirkan pikiran mereka tentang
dunia mereka. Sedangkan Bogdan dan Biklen (1982) mengatakan bahwa
dengan pendekatan kualitatif peneliti berusaha memahami dan
menafsirkan makna suatu peristiwa dan interaksi perilaku manusia dalam
suatu situasi tertentu menurut persepsi sendiri.
Dalam bidang pendidikan, penelitian kualitatif lebih populer dikenal
sebagai pendekatan "naturalistic" . Djam'an Satori (1989) mengutip
pendapat Guba dan Wolf dalam Bogdan dan Biklen ( 1982) sebagai
berikut: "In education, qualitative research is frequently called naturalistic,
89
interested in naturally occur. And the data is gathered by people engaging
in natural behaviour: talking, visiting, looking, hearing, and so on".
Selanjutnya, Lexy J. Moleong (1996) menjelaskan mengenai
pendekatan kualitatif, sebagai berikut:
" Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan
mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode
kualitatif, mengadakan analisis data secara induktif, mengarahkan
sasaran penehtiannya pada usaha menemukan teori dari dasar bersifat
deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan
data, rancangan penelitiannya bersifat sementara, dan hasil penelitiannya
disepakati oleh kedua belah fihak: peneliti dan subjek penelitian"
Dari definisi di atas, secara implisit tergambarkan mengenai
karakteristik
pendekatan atau metode kualitatif sebagaimana yang
dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen (1982), sebagai berikut:
1. Qualitative research has th6 natural setting as the direct source
ofdata and the researcher is the key instrument.
2. Qualitative research is descriptive.
3. Qualitative researchers are cohcemed with process rather than
simply with outcomes or products.
4. Qualitative researchers tend to analyze their data inductively.
5. "Meaning" is of essential concern to the qualitative approach.
Karakteristik pertama menunjukkan bahwa penelitian kualitatif
memiliki latar alamiah sebagai sumber data langsung serta peneliti
menjadi instrumen kunci atau instrumen utama. Artinya, peneliti kualitatif
akan menuju pada latar khusus("particular setting") penelitiannya, karena
mereka memiliki perhatian dengan konteks keseluruhannya.
Karakteristik kedua mengimplikasikan bahwa data yang dikumpulkan
dalam penelitian kualitatif lebih cenderung dalam bentuk kata-kata
90
demikian, hasil analisisnya akan berupa uraian yang kaya akan deskripsi
dan penjelasan tentang aspek-aspek masalah yang menjadi fokus
penelitian.
Karakteristik ketiga menyatakan bahwa penelitian ini lebih
menekankan pada proses daripada hasil. Dalam penelitian ini data dan
informasi yang dikumpulkan lebih terfokus pada kegiatan-kegiatan yang
dilakukan, bukan dari hasil semata.
Karakteristik keempat dan kelima menegaskan mengenai analisis
yang digunakan oleh peneliti kualitatif serta pemaknaannya. Melalui
analisis induktif peneliti akan berupaya mengungkapkan makna dari
keadaan yang diamatinya.
Berdasarkan karakteristik penelitian kualitatif di atas, menjadi jelaslah
bahwa sebagai instrumen penelitian, peneliti menjadi pengumpul data
utama dalam penelitian ini. Nasution (1982) menjelaskan tentang rasional
yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai penempatan peneliti
sebagai instrumen penelitian kualitatif, yaitu bahwa peneliti memiliki
adaptabilitas yang tinggi sehingga mampu menyesuaikan diri dengan
situasi yang berubah-ubah yang dihadapi dalam penelitian tersebut. Sebagai contoh, peneliti akan dapat memperhalus atau memodifikasi
pertanyaan untuk bisa memperoleh data yang lebih terinci menurut
91
B. Sumber Data Penelitian
Lofland dalam buku karangan Moleong(1990) menyatakan bahwa
sumber data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata.
Sedangkan tindakan dan dokumen lainnya merupakan sumber data
tambahan. Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini
adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dan
diwawancarai serta sumber tertulis dari dokumen yang dapat memberikan
informasi dan data mengenai implikasi fungsionalisasi jabatan Pengawas
Sekolah terhadap pola pengembangan Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB
di Propinsi Jawa Barat.
Selanjutnya, mengenai sumber data atau populasi dalam penelitian
kualitatif dinyatakan oleh Judith P. Goetz dan Margaret D. Le Compte
(1981) sebagai berikut: "The content of theories determines which
elements, objects, or people in the empirical world constitute the
researcher's populations or data sources". Pernyataan tersebut
mengimplikasikan bahwa penentuan sumber data penelitian akan tergantung pada isi teori atau konsep yang digunakan.
Dalam buku "Ethnography and Qualitative Design in Educational Research" seperti dikutip Djam'an Satori (1989), Goetz dan LeComte
(1984) menyatakan bahwa " Whatever the population or populations are
determined to be, their categories must be discovered and refined into
92
Sesuai dengan paradigma penelitian dan fokus masalah yang diteliti,
dalam penelitian ini yang menjadi sumber data penelitian atau kategori
populasinya adalah para pejabat struktural yang berkaitan erat dengan
pengelolaan Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB di lingkungan Kantor
Wilayah Depdikbud Propinsi Jawa Barat, serta Pengawas Sekolah TK,
SD, SDLB baik secara individual maupun sebagai anggota kelompok
dalam Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS).Penentuan sumber data dilakukan secara purposif ("purposive
sampling') yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Jumlah sumber
data tidak dibatasi se'demikian rupa atau ditentukan sebelumnya tetapi
tergantung pada pertimbangan kelengkapan data dan informasi yang
dikumpulkan. Lincoln dan Guba (1985) menyatakan ciri-ciri sampel
purposif sebagai berikut: "(1) Emergent sampling design, (2) Serial
selection of sample units, (3) Continuous adjustment or 'focusing' of the
sample, (4) Selection to the point ofredundancy"
Sejalan dengan pernyataan tersebut di atas, maka penentuan sumber
data dalam penelitian ini dilakukan sementara penelitian beriangsung,
dengan cara sebagai berikut: peneliti memilih unit sampel tertentu yang
dipertimbangkan akan memberikan data dan informasi yang diperlukan;
selanjutnya berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, peneliti
menetapkan unit sampel atau sumber data berikutnya yang
memungkinkan untuk dapat memberikan data dan informasi yang lebih
93
Nasution (1988) menyatakan bahwa penentuan unit sampel atau
responden dianggap telah memadai apabila telah sampai pada taraf
"redundancy" atau kejenuhan. Artinya,
bahwa dengan menggunakan
sumber data atau responden selanjutnya, boleh dikatakan tidak akan ada
lagi tambahan informasi dan data yang berarti. Oleh karena itu, peneliti
(sebagai 'human instrument') akan mempertimbangkan kebutuhan
informasi dan data yang diperlukan dalam memilih sumber data penelitian
ini, yaitu yang dianggap akan memberikan informasi maksimum mengenai
segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan, khususnya
pengembangan Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB.
C. teknik dan Alat Pengumpulan Data
Untuk membantu peneliti melaksanakan fungsinya sebagai instrumen
utama penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan data
meliputi wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Sebagai alat
pengumpul data dan informasi yang diperlukan, teknik tersebut
diharapkan dapat menghasilkan data dan informasi yang saling
menunjang dan melengkapi mengenai implikasi fungsionalisasi jabatan
pengawas sekolah terhadap pola pengembangan Pengawas Sekolah TK,
SD, SDLB di Propinsi Jawa Barat.
Data dan informasi yang telah dikumpulkan akan disusun dalam
catatan lapangan, agar tujuan penelitian yang telah ditetapkan dapat
tercapai sesuai harapan. Bogdan dan Biklen (1982) menyatakan bahwa
94
ketelitian dan kelengkapan catatan lapangan ("field-notes') yang disusun
oleh peneliti. Agar data dan informasi yang diperlukan dapat direkam dan
disimpan selengkap mungkin, maka peneliti juga menggunakan instrumen
pembantu berupa pedoman wawancara, pedoman observasi dan kajian
dokumentasi, buku catatan, serta tape recorder. Berikut ini akan diuraikan
secara sepintas tentang penggunaan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini.
1. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang paling penting.
Menurut Bogdan dan Biklen (1982), wawancara selain merupakan teknik
pengumpul data yang berdiri sendiri, juga dapat menjadi teknik penyerta
pada saat observasi dan analisis dokumentasi. Dalam pengumpulan data
pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara yang bersifat
"unstructured", yaitu wawancara yang terfokus pada suatu masalah
tertentu (focused interview) dan wawancara1 bebas (free interview) yang
berisi pertanyaan-pertahyaan yang beralih-alih dari satu pokok ke pokok
yang lain, sepanjang berkaitan dengan masalah yang diteliti serta menjelaskan aspek-aspeknya (Koentjaraningrat, 1986).
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini melalui teknik wawancara
dengan menggunakan pedoman wawancara (meskipun dalam
pelaksanaannya tidak terialu terikat pada pedoman tersebut) meliputi
95
a. Data yang menyangkut pelaksanaan pengembangan Pengawas
Sekolah TK, SD, SDLB sebelum berlakunya Kep. Menpan 118/1996:
1) Dasar hukum pelaksanaan pengembangan dan Pejabat yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaannya, baik di tingkat Propinsi
maupun di tingkat Kabupaten/ Kotamadya.
2) Model pelaksanaan pengembangan Penilik TK/SD yang telah
ditetapkan.
b. Data yang menyangkut implementasi kebijakan fungsionalisasi jabatan
Pengawas Sekolah melalui pelaksanaan Kep. Menpan 118/1996
tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya:
1) Tahap implementasi yang telah dilaksanakan di Propinsi Jawa Barat.
2) Kekuatan dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk kelancaran
implementasi kebijakan tersebut.
3) Kelemahan dan hambatan yang dihadapi dalam implementasi
kebijakan tersebut.
c. Data yang menyangkut perspektif peran Pengawas Sekolah masa depan dalam konteks otonomi daerah melalui desentralisasi
pengelolaan pendidikan dasar:
1) Pengaruh pelaksanaan desentralisasi pengelolaan pendidikan dalam
konteks otonomi daerah terhadap eksistensi dan peran Pengawas
Sekolah.
2) Model pelaksanaan pengawasan sekolah dalam konteks otonomi
96
d. Data yang menyangkut pola pengembangan Pengawas Sekolah TK,
SD, SDLB sejak diberiakukannya kebijakan Jabatan Fungsional
Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya:1) Kebijakan pengembangan yang ditetapkan oleh Kantor Wilayah
Depdikbud Propinsi Jawa Barat.
2) Pejabat yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut di
tingkat Propinsi dan di tingkat Kabupaten/Kotamadya serta keterkaitan
antara bidang dan bagian yang ada di tingkelt Propinsi.3) Keteriibatan wadah pembinaan profesional Kelorhpok Kerja Pengawas
Sekolah (KKPS) dalam pelaksanaan pengembangan tersebut.
4) Materi, teknik, dan metode pengembangan Pengawas Sekolah TK,
SD, SDLB.
5) Model evaluasi perigembangan yang telah ditetapkan dan kegiatan
tiridak lanjutnya.
Untuk mencapai efektivitas wawancara, peneliti berupaya melakukan
tahapan utama wawancara naturalistik seperti yang dikemukakan
Spradley (1980) dalam Djam'an Satori (1989) yakni "developing
rapport-dan "eliciting information".
"Developing rapport" dilakukan peneliti dengan mengembangkan
hubungan yang harmonis antara peneliti dan responden sehingga terjadi
komunikasi yang bebas. Sedangkan "eliciting information" dilakukan
97
dituangkan ke dalam "field-notes" yang disusun lebih terperinci untuk
memudahkan analisis selanjutnya.
2. Observasi.
Teknik observasi dilakukan peneliti untuk memperoleh sejumlah
informasi dalam kaitannya dengan konteks masalah yang berhubungan
dengan kegiatan pengembangan profesi dalam wadah pembinaan
profesional KKPS dan kegiatan pendidikan dan latihan yang dilaksanakan
bagi pengembangan Pengawas Sekolah.
Dikaitkan dengan paradigma penelitian, maka data dan informasi
yang dikumpulkan melalui observasi dirinci sebagai berikut:
a. Data yang menyangkut pelaksanaan pengembangan Pengawas
Sekolah TK, SD, SDLB melalui kegiatan Pendidikan dan Latihan:
1) Pelaksanaan pendidikan dan latihan di tingkat Propinsi setelah
diberiakukannya kebijakan fungsionalisasi jabatan pengawas sekolah.
2) Perilaku pengawas sekolah dalam mengikuti kegiatan pendidikan
latihan.
3) Teknik dan metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan dan
latihan.
b. Data yang menyangkut kegiatan dalam wadah pembinaan profesional
Kelompok Kerja Pengawas Sekolah ( KKPS ):
1) Model kegiatan yang dikembangkan dalam Kelompok Kerja Pengawas
Sekolah.
98
3) Produk yang dihasilkan dalam kegiatan KKPS tersebut.
3. Studi Dokumentasi
Sumber data yang bukan manusia dalam penelitian kualitatif adalah
dokumen. Sebagai sumber data, dokumen juga dapat dijadikan bahan
triangulasi untuk mencek kesesuaian data.
Pemilihan dokumen untuk dijadikan sumber data didasarkan pada
beberapa kriteria seperti yang diajukan Sartono Kartodirdjo (1986)
sebagai berikut: keotentikan dokumen; isi dokumen dapat diterima
sebagai suatu kenyataan; dan kecocokan atau kesesuaian data untuk
menambah pengertian tentang gejala atau masalah yang diteliti. Dalam
penelitian ini, dokumen yang diteliti dan data yang diharapkan diperoleh
dari dokumen tersebut antara lain:
a. Ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah, untuk memperoleh data tentang
esensi tugas dan peran Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB.
b. Ketentuan perundang-undangan tentang dasar hukum pelaksanaan
»
kegiatan pengembangan/pembinaan Pengawas Sekolah.
c. Program Koordinator KKPS Propinsi beserta catatan/notula kegiatan
untuk memperoleh data mengenai kegiatan dan keteriibatan wadah
pembinaan profesional KKPS dalam pengembangan Pengawas
99
d. Hasil kegiatan KKPS tingkat Propinsi untuk mengetahui produk tertulis
yang dihasilkannya serta relevansinya dengan kegiatan
pengembangan Pengawas Sekolah TK, SD, SDLB.
e. Silabi pendidikan dan latihan yang diperuntukkan bagi Pengawas
Sekolah, baik sebelum diberiakukannya kebijakan jabatan fungsional
Pengawas Sekolah maupun sesudahnya.
f. Bahan tertulis laihnya yang terkait dengan permasalahan
pengembangan Pengawas Sekolah untuk melengkapi serta melakukan
cek silang terhadap data yang diperoleh sebelumnya.
D. Pelaksanaan Pengurripulan Data.
Dengan tidak adanya satu pola yang pasti dalam prosedur
pengumpulan data pada penelitian kualitatif, maka efektivitesnya akan
ditentukan oleh peranan peneliti sebagai "human instrument". Berkaitan
dengan hal tersebut, Ndsution (1988) menyatakan sebagai berikut:
"Masing-masing peneliti dapat memberi sejumlah petunjuk dan saran berdasarkan pengalaman masing-masing, namun rasanya penelitian
kualitatif hanya dapat dikuasai dengan melakukan sendiri sambil
mempelajan cara-cara yang diikuti oleh para peneliti yang mendahuluinya
Dan akhirnya ia harus menemukan caranya sendiri dalam masalah-masalah khusus yang dihadapinya"
Dengan memperhatikan pernyataan tersebut di atas, maka
pengumpulan data dalam penelitian ini mengikuti prosedur seperti yang
dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (1