• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah sumber utama pendanaan negara dalam rangka pembangunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah sumber utama pendanaan negara dalam rangka pembangunan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pajak adalah sumber utama pendanaan negara dalam rangka pembangunan karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. Pajak telah menjadi tulang punggung penggerak roda pembangunan yang sangat dominan. Kita tidak dapat memungkiri bahwa Wajib Pajak merupakan kontributor dalam rangka pembangunan negara.

Sementara itu, ototritas perpajakan sebagai aparat yang bertugas melakukan pemungutan pajak pun telah memberikan andil yang tidak sedikit dalam proses pengumpulan dana pembangunan. Tujuan pemungutan pajak adalah dalam mewujudkan cita-cita bangsa yang dtertuang dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu Tercapainya masyarakat Indonesia adil, makmur dan sejahtera. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan bangsa ini tidak terlepas dari sumber dana yang membiayai setiap program pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Diyakini hingga sekarang bahwa sumber dana negara yang terbesar bersumber dari sektor perpajakan, bahkan dapat dikatakan bahwa tanpa pajak negara bisa lumpuh / negara tidak bisa beraktivitas. Sehingga pemungutan pajak berfungsi essensial, terpenting dan harus dilaksanakan oleh negara. Membayar pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan. Kewajiban ini adalah kewajiban seluruh bangsa. Membayar pajak berarti mengikatkan diri terhadap pembangunan negara. Membayar pajak berarti pula ada kerelaan berkorban untuk

(2)

tanah air. Karena itu perlu diberikan kebanggaan dan pelayanan kepada para pembayar pajak. Perlu diberikan kemudahan-kemudahan membayar pajak agar semangat dan kepatuhan membayar pajak dapat dipelihara bahkan bila mungkin ditingkatkan. Besarnya peran pajak sebagai sumber dana dalam pembangunan nasional, mendorong Pemerintah menggali lagi potensi pajak yang ada dalam masyarakat. Salah satu sumber potensi pajak yang mempunyai peranan besar dalam penerimaan Pemerintah adalah Pajak Penghasilan. Menurut Pasal 4 ayat 1 huruf d Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Hal tersebut berkaitan dengan transaksi keuangan yang dilakukan perusahaan Dalam rangka pengembangan usahanya, sebab tentu saja dibutuhkan pendanaan yang sangat besar, terdapat beberapa cara bagi pelaku usaha untuk mendapatkan sumber pendanaan yaitu melalui Pendanaan melalui bank independen, melakukan Initial Public Offering (IPO), atau menerbitkan surat utang perusahaan/obligasi. Seiring dengan berkembangnya ilmu keuangan dan perkembangan ekonomi muncul cara baru yang dapat menjadi alternatif bagi pelaku usaha khususnya bagi pelaku usaha yang bergerak dalam suatu grup usaha guna mendapatkan pendanaan, cara tersebut adalah dengan menerapkan skema keuangan cashpooling, cashpooling merupakan sebuah skema keuangan dengan tujuan pengelolaan dan pengumpulan kas dari

(3)

seluruh anak perusahaan untuk di alokasikan kepada anak perusahaan lain yang sedang membutuhkan dana , hal tersebut dilakukan baik melalui bank sebagai fasilitator (notional pooling) maupun dilakukan secara langsung oleh suatu induk perusahaan kepadakumpulan suatu anak perusahaan (physical pooling), Dalam praktek perusahaan seringkali lebih memilih menggunakan notional pooling yaitu bank sebagai fasilitator dalam pengumpulan kas, dari hasil dari penyatuan kas, metode penghitungan bunga lebih disukai untuk grup (dioptimalkan), Hal ini disebabkan fakta bahwa pada langkah pertama bank mengkonsolidasikan saldo semua akun perusahaan grup menjadi satu saldo dan baru kemudian bank membebankan bunga. Dengan kata lain, surplus kas (saldo positif) dari akun masing-masing perusahaan diinvestasikan dalam kekurangan kas akun yang memiliki saldo negatif (overdraft) pada saat itu. Dari praktek tersebut timbul lah efek perpajakan didalam nya. Semakin bertumbuh dan berkembangnya ekonomi dalam bidang bisnis dan investasi tersebut tidak selalu memberikan manfaat yang bagus bagi negara tetapi juga menimbulkan suatu permasalahan baru bagi otoritas pajak dalam usahanya mengamankan penerimaan negara dari sektor perpajakan, mendasar pada laporan Organization for Economic Co-Operation and Development, faktor pajak merupakan pemicu perusahaan melakukan transfer pricing, tujuan mereka adalah memfokuskan pada jumlah total laba setelah pajak daripada bentuk dari mana mereka mendapatkan laba tersebut (apakah berbentuk royalti, biaya, imbalan jasa, keuntungan penjualan antar divisi atau dividen dari afiliasinya, dll).

(4)

“Tax factors may effect the nature and theamount of the payments since it is likely that MNEs will be more concerned withthe total of their net earnings after tax than with the forms which these earnings take – whether for example they are received as royalties, cost charges, servicefees, profits from intra-group sales or dividends from their affiliates, etc”.1

Fenomena masalah baru dalam upaya penghindaran pajak dengan menerapkan skema cashpooling ini adalah dalam praktek penerapan cashpooling ini seringkali terjadi penyimpangan oleh perusahaan dari tujuan penerapan skema keuangan cashpooling, hal ini terjadi akibat penetapan bunga yang tinggi yang diberikan oleh bank /atau induk perusahaan sebagai cashpooling leader. Ini adalah akibat dari perbedaan perlakuan pajak akibat pendanaan antara Bunga dan Dividen memicu pengusaha untuk mendapatkan pendanaan lebih besar melalui pinjaman daripada modal melalui saham hal tersebut bukan dilakukan bukan tanpa alasan, hal tersbut didasari boleh dikurangkan nya penghasilan berdasar pasal 6 ayat (1) huruf a angka 3 Undang-Undang No 36 tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

“ Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain bunga, sewa, royalty. ”

1 OECD Committee on Fiscal Affairs. Transfer Pricing and Multinational Enterprises.

OECD : Paris , 1979. h 7.

(5)

Dalam penerapan cashpooling juga terdapat adanya hubugan antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa diantara para pihak yang terjadi pada penerapan skema cashpooling, hubungan istimewa yang dimaksud disebutkan dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan pasal tersebut disebutkan:

(1) “Hubungan diantara pihak-pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang pajak penghasilan dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain secara langsung atau tidak langsung berkenaan dengan:

a. Usaha;

b. Pekerjaan; atau

c. Kepemilikan atau pengusaan

(2) Hubungan diantara para pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara wajib pajak pemberi dengan wajib pajak penerima dapat terjadi apabila terdapat transaksi yang bersifat rutin antara kedua belah pihak.

(3) Hubungan diantara para pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara wajib pajak pemberi dengan wajib pajak penerima terjadi apabila terdapat hubungan yang berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan secara langsung atau tidak langsung antara kedua pihak tersebut.

(6)

(4) Hubungan diantara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan kepemilikan atau penguasaan antara wajib pajak pemberi denganwajib pajak penerima sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c terjadi apabila terdapat:

a. Penyertaan modal secara langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) huruf a Undang-Undang pajak penghasilan; atau

b. Hubungan penguasaan secara langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) huruf b Undang- Undang Pajak Penghasilan.”

Faktor hubungan istimewa akan menjadi penting dalam menentukan besarnya penghasilan dan/atau biaya yang akan dibebankan untuk menghitung penghasilan kena pajak.2 Ketentuan anti penghindaran pajak yang ada sekarang hanya bertumpu pada rasio hutang terhadap ekuitas saja, tanpa menghiraukan kelaziman dan kewajaran pada suatu transaksi keuangan. Hal ini lah yang menjadi dasar koreksi bagi otoritas perpajakan dalam menentukan pungutan penghasilan kena pajak dari bunga yang timbul dari penerapan skema cashpooling yang menimbulkan sengketa bagi bagi para pihak,dan menjadikan ketidakpastian hukum diantara para pihak ini akibat ketiadaan peraturan yang mengatur penerapan skema cashpooling.

2 Yenny Mangoting, Aspek Perpajakan Dalam Praktek Transfer Pricing, Jurnal Akuntansi

& Keuangan Vol. 2, 2000, h. 69 - 82

(7)

1.2. Rumusan Masalah

1. Potensi penghindaran pajak penghasilan pasal 23 melalui skema cashpooling.

2. Akibat penerapan skema cashpooling terhadap pajak penghasilan di Indonesia.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis apa saja potensi penghindaran pajak penghasilan pasal 23 akibat skema cashpooling di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat dari skema cashpooling terhadap hukum pajak.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Dari penulisan penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, sumbangan pemikiran serta saran yang positif dalam perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan pada khususnya bagi hukum pajak, berkaitan dengan penghindaran pajak akibat penerapan skema cashpooling wajib pajak badan dalam negeri.

1.4.2. Manfaat Praktis

Dari penulisan penelitian ini penulis memiliki harapan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang positif sehingga dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian-penelitian berikutnya, serta penelitian ini diharapkan bisa memberi manfaat bagi praktisi dibidang perpajakan dan

(8)

perusahaan di Indonesia guna memahami praktik-praktik penghindaran pajak akibat penerapan skema cashpooling wajib pajak badan dalam negeri.

1.5 Kajian Pustaka 1.5.1. Konsep Pajak

Definisi pajak menurut Undang-Undng Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 Ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keerluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Soemitro”Pajak adalah peralihan kekayaan dan pihak rakyat kepada kas negara untukmembiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk simpanan public (public saving) yang merupakan sumber utama untuk membiayai inivestasi pubilk (public investment)”. 3

Menurut Adriani ”Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang menurut ketentuan perUndang-Undangan tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk yang tujuannya untuk digunakan membiayai pengeluaran publik sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.4

3 Untung Sukardji, “Pajak Pertambahan Nilai”, Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2015, h. 1-2

4 Ibid., h. 1-2

(9)

Menurut Soeparman Soemohamijaya “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”5

Beberapa pengertian tentang pajak yang di kemukakan oleh para ahli perpajakan diatas, dapat di simpulkan bahwa 6:

1. Peralihan kekayaan dari orang/badan kepada pemerintah;

2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang, sehingga dapat dipaksakan;

3. Tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh Pemerintah;

4. Dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah;

5. Diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran Pemerintah, dan bila terdapat surplus dipergunakan untuk mernbiayai Investasi publik;

6. Dapat digunakan oleh Pemerintah sebagal alat untuk mencapai tujuan tertentu;

7. Pemungutannya dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.

5 Diana Sari, “Konsep Dasar Perpajakan”, Refika Aditama : Bandung, 2013, h.34-35

6 Suandy Erly, Hukum Pajak, Salemba Empat : Jakarta, 2005, h.8

(10)

1.5.2. Konsep Wajib Pajak

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang – undang No. 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan menjelaskan bahwa wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Berdasarkan UU tersebut wajib pajak dibagi menjadi dua yaitu : 1. Wajib Pajak Orang Pribadi

Bedasarkan UU PPH wajib pajak orang pribadi adalah Orang pribadi yang merupakan subjek pajak yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun diluar Indonesia.

2. Wajib Pajak Badan

Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap

(11)

1.5.3. Konsep Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan kepada orang pribadi, badan atau Bentuk Usaha Tetap terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Menurut Undang-undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan selanjutnya disebut (UU PPh), yang di tuangkan dalam Pasal 1 ayat 1 yang termasuk pajak penghasilan adalah:

“Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.”

Menurut Erly Suandy, “pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.”7 Pengertian yang sama di ungkapkan oleh Waluyo, Menurut Waluyo “pajak penghasilan adalah pajak

7Suandy, Erly. Perpajakan: Pembahasan Pph Pasal 21 Sesuai PTKP tahun 2006. Salemba Empat, Jakarta.2006. h. 81

(12)

yang dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak”8 dengan demikian secara garis besar bahwa Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak yaitu orang pribadi, badan, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

Mendasar pada Pasal 2 ayat 1 UU PPh, yang disebut sebagai “subjek pajak penghasilan adalah:

1. Subjek Pajak Orang Pribadi

Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.

2. Subjek Pajak warisan

Subjek pajak warisan adalah warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak Pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.

3. Subjek Pajak Badan

Subjek pajak badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun

8 Waluyo, Perpajakan Indonesia Buku 1, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta.2010

(13)

yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah.

4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Bentuk usaha tetap merupakan subjek yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Pegawai termasuk dalam subjek pajak orang pribadi.”

Menurut UU No 36 Tahun 2008 pasal 2 tentang Pajak Penghasilan yang telah di ubah dengan UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja pasal 111, Subjek pajak penghasilan dibagi menjadi 2 yaitu Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak dalam negeri. Subjek pajak dalam negeri diatur dalam UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja pasal 111 yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah:

(14)

a. orang pribadi, baik yang merlrpakan Warga Negara Indonesia maupun warga negara asing yang:

1. bertempat tinggal di Indonesia;

2. berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau;

3. dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undang;

2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Sedangkan subjek pajak luar negeri diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 2 ayat (4) yang telah diubah dalam

(15)

pasal 111 UU Nomor 11 tentang cipta kerja mendefinisikan subjek pajak luar negeri adalah:

a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;

b. warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

c. Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta memenuhi persyaratan:

1. tempat tinggal;

2. pusat kegiatan utama;

3. tempat menjalankan kebiasaan;

4. status subjek pajak; dan/atau 5. persyaratan tertentu lainnya

yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan; dan

d. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia atau yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia ”

(16)

Menurut Pasal 4 ayat 1 UU PPh, yang menjadi objek pajak adalah

“ Penghasilan yang setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan WP yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Yang termasuk dalam Objek Pajak:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang- undang.

b. Hadiah dari undian, pekerjaan, atau kegiatan dan penghargaan.

c. Laba usaha

d. Keuntungan Karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya.

(17)

3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun.

4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan Pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil dengan ketentuan yang diatur PMK- 245/PMK.03/2008.

5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau pemodalan dalam perusahaan pertambangan.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

f. Bunga ternasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang

g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koprasi

h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

(18)

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing

m. Selisih lebih karena penilaian kembali asset n. Premi asuransi, termasuk premi reasuransi

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang

belum dikenakan pajak

q. Penghasilan dari usaha yang berbasis Syariah

r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undangundang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata acara perpajakan s. Surplus Bank Indonesia.”

1.5.4. Konsep Skema Keuangan Cashpooling Menurut Antonio Colangelo :

“Cash pooling is a bank service that allows corporates to externalise the intra-group cash management, and thus manage their global liquidity effectively with lower costs.”9

Menurut Prety Mantysaari :

9 Colangelo, Antonio : The statistical classification of cash pooling activities, ECB Statistics Paper, No. 16, European Central Bank (ECB) : Frankfurt 2016. h. 1

(19)

“Cash pooling is form of cash management used by the parent company and it’s subsidiaries.”

The firm may prefer to introduce cash pooling for two main reasons : 1. The firm may want to reduce its external financing needs and reduce

its balance sheet. Each company in a group usually has its own bank accounts. If the bank accounts of group companies are managed as one net account (“pooled”), the group needs less cash and can decrease its working capital.

2. The second reason is that the firm may want to improve the group’s net interest position and pay less for its external funding; Master account and sub-accounts.10

Menurut Susan hillman:

“Pooling is usually accomplished through an arranged bank account structure that mimics corporate accounting treatment and offsets cash deficits with cash surpluses between different legal entities in a corporate group There are generally two types of pooling arrangements, notional pooling and physical pooling.” 11

10 P.Mantysaari, The Law Of Corporate Finance: General Principles And EU Law Volume III : Funding, Exit, Takeovers. Springer-Verlag Berlin Heidelberg : New York, 2010, h.70-71

11 S.Hillman, Notional vs. Physical Cash Pooling Revisited, International Treasurer, 2011, at 1

(20)

Vikram Chand menjelaskan terdapat dua tipe dalam penerapan skema keuangan cash pooling yaitu :

1. Physical cashpooling

Physical cash pooling can be on either a zero balancing method or a target balancing method. Under the zero balancing approach, cash pool participants transfer their entire cash to a cash pool leader. Similarly, under a target balancing approach the cash pool participants transfer their entire cash that exceeds a certain balance to the cash pool leader. However, if the cash pool participants have a negative balance, the cash pool leader transfers funds to them. In essence, the arrangement ensures that the credit balances are moved (swept) into, and debit balances are covered (swept) out of a single master account.

2. Notional cash pooling

Under a notional cash pooling arrangement, cash is not physically transferred to any bank account. This type of arrangement does not lead to any intra-group loans. Under the arrangement, the cash pool participants operate accounts directly with the bank. The bank calculates the debit and credit interest rates on each participant’s individual bank account and then subsequently

(21)

calculates the combined notional balance of all bank accounts (for instance on a daily, weekly or monthly basis).12

1.5.5. Hubungan Istimewa

Pasal 18 ayat (4) UU PPh Menyatakan bahwa hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:

Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tida langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain;

hubungan antara Wjib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;

1. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau

2. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Penjelasan Pasal 18 ayat (4) UU PPh dinyatakan bahwa hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan:

12 Vikram.Chand , Transfer Pricing Aspects of Cash Pooling Arrangements in Light of the BEPS Action Plan, International Transfer Pricing Journal, 2016, h.38

(22)

1. Kepemilikan atau penyertaan modal; atau

2. Adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.

Selain karena hal-hal tersebut, hubungan istimewa di antara Wajib Pajak Orang Pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau perkawinan

1.5.6. Konsep Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pengaturan hukum atas urusan wajib pajak, sehingga dapat mengurangi kewajiban pajaknya. Misalnya digunakan untuk menggambarkan penghindaran pajak yang dicapai oleh kepentingan pribadi atau bisnis untuk mengambil keuntungan dari celah, ambiguitas, anomali atau kekurangan lain dari hukum pajak. 13

Menurut Harry Graham penghindaran pajak memiliki definisi yaitu usaha yang dilakukan dengan cara tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.14

Menurut Sibarani penghindaran pajak adalah bagian dari perlawanan pajak aktif dalam bentuk perbuatan secara langsung yang ditujukan kepada aparat pajak dengan tujuan untuk mengurangi pajak

13 Suandy, Erly. Perencanaan Pajak. Edisi 3. Salemba Empat : Jakarta. 2006. h. 7

14 Rahayu, Siti Kurnia. Perpajakan Indonesia. Graha Ilmu : Yogyakarta. 2010. h. 147

(23)

melalui cara tertentu tanpa melanggar undang-undang perpajakan yang berlaku.15

Susyanti dan Dahlan mengemukakan hal senada bahwa, penghindaran pajak adalah perlawanan pajak yang dilakukan melalui berbagai cara yang masih dapat dibenarkan secara hukum, memanfaatkan celah, dan kelemahan perundang- undangan.16

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menerapkan tipe penelitian yuridis normatif, tipe penelitian yuridis normatif merupakan penelitian yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan atau norma-norma hukum yang bersifat mengikat yang memiliki relevansi terhadap materi yang dibahas.17 Yuridis normatif adalah suatu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan Pustaka atau yang disebut dengan bahan primer, penelitian berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang telah ada untuk menganalisa serta merumuskan gejala hukum yang timbul, kemudian dikaitkan dengan isu hukum pada penelitian. Disinilah kemampuan peneliti hukum untuk memahami substansi ilmu hukum yang

15 Sibarani, P. Penuntun Praktis dan Terkini dalam Memahami Perpajakan Indonesia.

Andi Publisher : Yogyakarta. 2012. h. 13

16 Susyanti, J., & Dahlan, A. Perpajakan: Untuk Praktisi dan Akademisi. Empat Dua Media : Malang. 2015. h. 12

17 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, edisi revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. 2016. h. 142

(24)

benar benar diperlukan.18 menggunakan penelitian yuridis normatif ditujukan dengan melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang- undangan dan teori-teori serta doktrin-doktrin hukum yang berkaitan dengan isu hukum yang ada pada penelitian ini, sehingga berdasarkan pada hal tersebut kemudian penulis dapat menemukan hasil analisis serta rumusan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga sesuai dengan isu hukum yang diangkat oleh penulis.

1.6.2. Pendekatan Penelitian

Terdapat beberapa Pendekatan yang digunakan penulis dalam pelaksanaan penelitian, macam-macam pendekatan penelitian tersebut dilakukan dengan melakukan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) Pendekatan masalah yang yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan:

1. Pendekatan perundang-undangan (statute approach), adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah seluruh Undang- Undang dari aturan yang memiliki sangkut paut dengan isu hukum yang sedang diteliti. Hasil dari telaah tersebut kemudian digunakan oleh penulis sebagai argumen dalam menjawab dan memecahkan isu hukum yang sedang dihadapi atau diteliti.19 Penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan ini bertujuan untuk menelaah

18Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenanda Media Group: Jakarta.

2010. h. 137

19 Ibid, h. 93.

(25)

peraturan perundang-undangan yang berkaitan konsep skema keuangan cashpooling yang diterapkan oleh perusahaan, yang menimbulkan adanya potensi penghindaran pajak.

2. Pendekatan konseptual (conceptual approach), adalah pendekatan yang didasarkan atas berbagai pandangan dan doktrin yang berkembang didalam ilmu hukum. Dengan mempelajari berbagai pandangan dan doktrin tersebut penulis akan menemukan ide serta gagasan yang kemudian akan dirumuskan menjadi pengertian- pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang memiliki keterkaitan dengan isu hukum yang sedang diteliti.20 Pendekatan digunakan oleh penulis dalam rangka membantu dalam melakukan penelusuran dan pemahaman dari berbagai pandangan berkaitan doktrin-doktrin yang terkait megenai Penghindaran Pajak Pasal 23 Akibat Penerapan Skema Keuangan Cashpooling sehingga untuk selanjutnya penulis dapat menciptakan pendapatnya sendiri dalam memberikan jawaban-jawaban serta pemecahan atas permasalahan hukum yang sedang diteliti oleh penulis, selain itu dengan menimbang dari berbagai teori-teori yang muncul dari sisi baik dari sisi negatif dan positif maupun dari sisi kekuatan dan kelemahannya, sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis.

20 Ibid, h. 95.

(26)

1.6.3. Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan yang masih berlaku serta berkaitan dengan judul dan permasalahan yang dibahas yaitu:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 2. Undang-Undang No 36 tahun 2008 perubahan Undang-Undang

Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan

3. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2008 perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.

5. Peraturan Menteri keuangan nomor 169/PMK.010/2015 Tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang Dan Modal Pweusahaan Untuk Keperluan Pajak Penghasilan

Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku,

(27)

teks, kamus-kamus hukum dan jurnal hukum.21 Penelitian berupa tulisan- tulisan hukum baik dalam bentuk buku maupun artikel jurnal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

1.6.4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Metode yang dilakukan oleh penulis dalam rangka pengumpulan bahan hukum yaitu dengan cara melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian yang akan diteliti. Setelahnya penulis melakukan studi kepustakaan terhadap bahan hukum tersebut untuk di aplikasikan berdasarkan keterkaitannya dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan dan diaplikasikan sesuai dengan keterkaitannya tersebut digunakan untuk perumusan secara sistematis sesuai dengan tiap-tiap pokok bahasan terkait penghindaran pajak pasal 23 akibat penerapan skema keuangan cashpooling.

1.6.5. Analisis Bahan Hukum

Analisa terhadap bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Metode ini dilakukan dengan melakukan pemusatan perhatian terhadap rumusan masalah yang sedang penulis teliti dengan menggunakan sumber bahan hukum untuk kemudian di analisis, dengan mengindentifikasi secara mendalam melalui studi kepustakaan dengan

21 Ibid, h.131

(28)

menguraikan setiap permasalahan-permasalahan dengan melakukan pemilahan mana yang sesuai dan dapat diaplikasikan dengan rumusan masalah. Dalam pembahasan, setiap permasalahan dibahas dan diuraikan secara sistematis dan teratur dalam rangka medapatkan jawaban dan kesimpulan atas permasalahan dalam penulisan tesis ini. Penggunaan metode ini diharapkan dapat diketahui ketentuan- ketentuan mana yang dapat digunakan dan dihubungkan dengan permasalahan yang akan dibahas.

1.7. Sistematika Penulisan

Dalam rangka memudahkan dalam mendapatkan pemahaman substantif dari penulisan tesis ini, dan dapat tersaji secara sistematis, sistematika penulisan tesis ini terdiri dari 4 bab yaitu:

Bab Pertama, berisi pendahuluan, bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penulis dalam melakukan penelitian terhadap penghindaran pajak pasal 23 akibat skema keuangan cashpooling, yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sumber bahan hukum, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab Kedua, berisi pembahasan yang dirincikan dalam beberapa sub bab- sub bab terkait pembahasan rumusan masalah pertama, menjelaskan Potensi Penghindaran Pajak Pasal 23 Akibat Penerapan Skema Keuangan Cashpooling.

Bab Ketiga, berisi pembahasan rumusan masalah yang kedua, akibat penerapan skema keuangan cashpooling terhadap hukum pajak, Pembahasan diawali dengan melihat isi dan menganalisis pada rumusan masalah pertama.

(29)

Bab Keempat, merupakan Bab Penutup, yang berisi kesimpulan yang disimpulkan berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran kepada stakeholder perpajakan di Indonesia sebagai masukan yang membangun hukum yang ada di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Adapun tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan membaca nyaring siswa kelas 1 SDN 1 Batudaa Pantai Kabupaten Gorontalo, melalui model Round Teble .Penelitian

Mata pelajaran Ekonomi merupakan mata pelajaran yang menarik dan penting dipelajari karena memiliki keterkaitan yang erat dengan permasalahan kehidupan masyarakat

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 117 tahun 2008 tentang Nomor Kode Lokasi Satuan Kerja Perangkat Daerah Dan

Ketepatan (akurasi) passing adalah kemampuan dalam menempatkan atau mengoper bola ke sasaran sesuai dengan tujuan (Soedjono 1983). Passing yang baik dan benar sangat

Model ini memiliki langkah-langkah pengembangan yang sesuai dengan penelitian pengembangan yaitu penelitian yang menghasilkan produk tertentu dengan melakukan uji

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel komunikasi atasan bawahan, hubungan interpersonal dan kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja

Penggunaan telur dalam pembuatan kue kering hanya dibutuhkan bagian kuningnya saja karena kuning telur membuat kue kering lebih renyah, empuk dan menambah warna pada kue kering,