• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "6. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

47

Universitas Kristen Petra

6.1. Perhitungan Waktu Baku Mesin Wayland

Setelah dilakukan pengumpulan data-data yang diperlukan, maka dilakukan perhitungan waktu baku dari keseluruhan operasi yang terjadi di dalamnya. Langkah- langkah dalam melakukan perhitungan waktu baku adalah sebagai berikut:

6.1.1. Uji Kenormalan Data

Pengujian kenormalan data ini bertujuan untuk menduga pola distribusi dari data pengukuran. Adapun uji kenormalan ini dilakukan dengan menggunakan software Minitab. Pengujian kenormalan dari masing-masing data yang berkaitan dengan mesin Wayland dapat dilihat pada lampiran 22.

6.1.2. Uji Keseragaman Data

Pengujian keseragaman data bertujuan untuk melihat apakah data yang diperoleh memiliki nilai yang seragam. Pengujian keseragaman dari masing-masing data yang berkaitan dengan mesin Wayland dapat dilihat pada lampiran 23.

6.1.3. Uji Kecukupan Data

Sebelum melakukan tes kecukupan data dari tiap-tiap elemen kerja maka perlu menetapkan tingkat kepercayaan dan derajat ketelitian. Pada penelitian ini diambil tingkat kepercayaan 95% dan derajat ketelitian 5%. Pada pengamatan awal dilakukan pengambilan data sebanyak 50 data. Adapun perhitungan uji kecukupan data-data yang berkaitan dengan mesin Wayland adalah sebagai berikut:

( )

2 2

/ 2

` ⎟⎟⎟

⎜⎜

⎛ −

=

∑ ∑ ∑

x

x x

N s N k

(2)

Universitas Kristen Petra

Tabel 6.1. Uji Kecukupan Data Wayland

No Operasi N N' Keterangan

1 Ganti Roll 50 0,38 Cukup

2 Ganti Tape 50 1,86 Cukup

Melalui hasil perhitungan diperoleh bahwa jumlah pengamatan untuk waktu-waktu operasi diatas diperoleh nilai N > N’. Hal ini berarti pengamatan yang dilakukan sudah mencukupi.

6.1.4. Waktu Siklus Pasang Bahan

Waktu siklus pasang bahan terdiri dari waktu siklus ganti roll dan waktu siklus ganti tape. Berikut ini merupakan perhitungan dari waktu siklus pasang bahan:

Waktu siklus rata-rata ganti roll = 4.421,2 / 50 = 88,42 detik.

Waktu siklus rata-rata ganti tape = 1.270,3 / 50 = 25,41 detik.

Waktu siklus rata-rata pasang bahan = 88,42 + 25,41 = 113,83 detik.

6.1.5. Penyesuaian

Penetapan penyesuaian untuk operator ini didasarkan pada metode Westinghouse System. Penyesuaian ini berguna untuk mendapatkan kewajaran kerja dari operator. Adapun penyesuaian dari operator mesin P adalah sebagai berikut:

Tabel 6.2. Penyesuaian Faktor Lambang Nilai

Skill B1 + 0,11

Effort B2 + 0,08

Condition E − 0,03 Consitency C + 0,01

Jumlah + 0,17

Jadi, harga penyesuaiannya adalah = 1 + (+ 0,17)

(3)

Universitas Kristen Petra

= 1,17

6.1.6. Waktu Normal

Waktu normal merupakan hasil perkalian antara waktu siklus dengan faktor penyesuaian yang telah ditetapkan. Waktu normal untuk suatu elemen kerja menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan bekerja untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kecepatan yang normal. Berikut ini merupakan perhitungan dari waktu normal:

Wn = 113,83 x 1,17 = 133,18 detik.

6.1.7. Kelonggaran

Kelonggaran diberikan karena pada kenyataan seorang operator tidak dapat diharapkan bekerja secara terus menerus sepanjang hari. Dalam hal ini, kelonggaran yang diberikan merupakan kelonggaran untuk hambatan yang tidak terhindarkan yaitu adanya breakdown mesin dalam jangka waktu yang lama. Besarnya persentase kelonggaran yang diberikan dapat dihitung dengan membagi total breakdown mesin selama 1 tahun (lampiran 8) dibagi dengan jumlah jam kerja selama 1 tahun (lampiran 9). Berikut ini merupakan perhitungan dari besarnya kelonggaran yang diberikan:

%Kelonggaran = (total breakdown / jumlah jam kerja) x 100%

%Kelonggaran = (1.750 / 119.880) x 100%

= 1,46%

6.1.8. Waktu Baku

Waktu baku pada dasarnya merupakan hasil penambahan waktu normal dengan persentase kelonggaran yang diberikan. Adapun perhitungan waktu baku pasang bahan adalah sebagai berikut:

Wb = 133,18 x (100% / 98,54%)

= 135,159 detik.

(4)

Universitas Kristen Petra

6.2. Perhitungan Kapasitas dan Selisih Kapasitas Wayland

Perhitungan kapasitas mesin disini bertujuan untuk membandingkan besarnya selisih antara target perusahaan dengan hasil perhitungan secara teoritis.

Berikut ini merupakan perhitungan dari kapasitas mesin Wayland:

Waktu produktif = waktu kerja − waktu baku pasang bahan − waktu spasi

• Waktu baku pasang bahan

Asumsi waktu baku pasang bahan terjadi 7 kali pada 7 jam kerja maka:

Total waktu baku pasang bahan = 7 x 135,159 detik = 946,113 detik

• Waktu spasi

Waktu output mesin/

lembar

= 0,422 detik

Asumsi waktu spasi terjadi setiap 100 lembar dan 1 kali spasi membutuhkan 1,4 detik

Asumsi waktu kerja normal = 7 jam = 25.200 detik

Banyak spasi mesin = (waktu kerja − waktu baku pasang bahan) / (waktu output mesin/

lembar

x 100)

= (25.200 − 946,113) / (0,422 x 100) = 574,737 ≈ 575 kali

Waktu total spasi mesin = banyak spasi x waktu spasi = 575 x 1,4 detik

= 805 detik

• Waktu produktif

Waktu produktif = waktu kerja – waktu baku pasang bahan – waktu spasi = 25.200 – 946,113 – 805

= 23.448,887 detik

• Kapasitas aktual

Diketahui waktu output mesin per lembar adalah 0,422 detik

Kapasitas aktual = waktu produktif / waktu output mesin per lembar = 23.448,887 / 0,422

= 55.566,083 ≈ 55.566 lembar.

(5)

Universitas Kristen Petra

Selisih kapasitas disini merupakan selisih antara kapasitas aktual dengan kapasitas target. Untuk mengoptimalkan waktu kerja yang ada, maka selisih kapasitas harus ditekan seminimal mungkin. Berikut ini merupakan perhitungan persentase selisih kapasitas yang terjadi:

%Selisih kapasitas = (kapasitas aktual − kapasitas target) x 100%

kapasitas aktual

Diketahui:

Kapasitas target = 52.000 lembar/

7 jam

Kapasitas aktual = 55.566 lembar/

7 jam

Selisih kapasitas = kapasitas aktual − kapasitas target = 55.566 − 52.000

= 3.566 lembar

%Selisih kapasitas = (3.566 / 55.566) x 100%

= 6,42%

6.3. Diagram Sebab Akibat Wayland

Berdasarkan hasil perhitungan selisih kapasitas diatas diketahui adanya output yang hilang sejumlah 3.566 lembar pada setiap 7 jam kerja. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab adanya selisih kapasitas tersebut, maka dilakukan analisa dengan diagram sebab akibat (gambar 6.5). Berikut ini merupakan faktor- faktor penyebab selisih kapasitas pada mesin Wayland:

1. Manusia

Kurangnya jiwa kompetisi antar sesama pekerja dikarenakan tidak adanya

penilaian atas kinerja masing-masing. Besarnya pemberian insentif pada pekerja

bernilai sama. Akibatnya, seringkali pekerja yang terampil mengurangi kontribusinya

terhadap perusahaan melalui hal-hal seperti memperlambat kecepatan mesin,

memberhentikan mesin sebelum jam kerja berakhir.

(6)

Universitas Kristen Petra

2. Bahan

Faktor bahan seringkali menimbulkan masalah yang mendorong terjadinya selisih kapasitas. Sebagai contoh, kualitas bahan yang kurang memenuhi standar sering menyebabkan bahan lengket ketika dipotong. Disamping itu, keterlambatan bahan hasil lipatan menyebabkan mesin potong harus berhenti untuk menunggu bahan yang telah dilipat.

3. Lingkungan

Tingginya temperatur lingkungan kerja (> 33°C) menyebabkan mudah timbulnya fatique pada pekerja sehingga tanpa disadari memperlambat gerakan- gerakan pekerja dalam melakukan operasi tertentu. Pada akhirnya, hal ini akan memperpanjang waktu-waktu operasi yang ada.

Gambar 6.1. Diagram Sebab Akibat Wayland

6.4. Alternatif Solusi Perbaikan

Berdasarkan hasil perhitungan, terdapat nilai selisih kapasitas sebesar 6,42%. Dimana hal ini merupakan suatu peluang untuk dapat dioptimalkan sehingga produktivitas perusahaan dapat lebih meningkat. Berikut ini merupakan alternatif solusi perbaikan yang memungkinkan:

Lingkungan Manusia

Kurangnya jiwa kompetisi Kurangnya rasa loyalitas

Selisih kapasitas

Rendahnya kualitas bahan baku

Bahan Metode

Penetapan target yang rendah Tingginya temperatur

(7)

Universitas Kristen Petra

6.4.1. Perubahan Sistem Gaji dan Insentif

Berdasarkan pengamatan, rendahnya rasa loyalitas pekerja terhadap perusahaan menjadi salah satu penyebab terjadinya selisih kapasitas. Hal ini disebabkan, kurangnya penghargaan perusahaan terhadap operator karena pemberian insentif target bukan berdasarkan kinerja masing-masing individu melainkan kinerja rata-rata. Hal ini akan memicu kecenderungan operator untuk memberhentikan mesin ketika target telah dicapai. Disini jumlah output yang dicapai tidak akan mengubah besar nilai insentif yang diperoleh. Berikut ini merupakan perbandingan antara sistem gaji lama dan sistem gaji usulan:

Tabel 6.3. Sistem Gaji Lama

Struktur Jumlah (Rp)

Gaji Pokok 578.250

Insentif mesin 1.000 Insentif target 1.400

Total gaji 580.650

Astek (-)11.600

Jumlah yang diterima 569.050

Sumber: Departemen Produksi PT X, Mei 2005

Beberapa keterangan tambahan dari tabel 6.3 diatas adalah:

• Gaji pokok diasumsikan standar Upah Minimum Regional (UMR) kabupaten Sidoarjo.

• 1 jam lembur pertama dibayar 1,5 kali upah per jam dan jam selanjutnya dibayar 2 kali upah per jam.

• Insentif mesin dan target diatas berlaku untuk 1 mesin.

• Perhitungan berlaku untuk untuk jam kerja normal.

(8)

Universitas Kristen Petra

Tabel 6.4. Sistem Gaji Usulan

Struktur Jumlah (Rp)

Gaji tetap 578.250

Insentif mesin 1.000 Insentif target 1.400 Insentif kinerja 1.511

Penalty

Total Gaji 582.155

Astek (-)11.600

Jumlah yang diterima 570.555

Penentuan besarnya nilai insentif kinerja didasarkan atas perhitungan sebagai berikut:

• Pada jam kerja normal 1 bulan = 160 jam = 576.000 detik sehingga dengan memakai standar UMR kabupaten Sidoarjo maka:

Upah Pekerja/

detik

= Besar upah / jam kerja = 578.250 / 576.000 = Rp 1,004

Diketahui:

Selisih kapasitas = 3.566 lembar

Waktu pengerjaaan = jumlah selisih kapasitas x waktu output mesin/

lembar

= 3.566 lembar x 0,422 detik

= 1504,85 detik

Besar insentif yang diberikan = waktu pengerjaan x upah/

detik

= 1504,85 x 1,004

= Rp 1510,87

• Penalty diberikan jika operator tidak mampu memenuhi standar target yang telah dibuat dalam kondisi selector ada (kecuali ada pertimbangan khusus dari pihak manajemen). Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi slow down effect yang dilakukan pekerja dengan perhitungan:

Output minimum = (waktu produktif – waktu breakdown mesin) / 0,422

Penalty = (output minimum – output aktual) x 0,422 x Rp 1,004

(9)

Universitas Kristen Petra

6.4.1. Pemasangan Exhaust Tambahan di Atap.

Untuk mengurangi tingginya temperatur dalam lingkungan kerja, maka diusulkan pemasangan exhaust tambahan di atap. Diharapkan melalui penambahan exhaust, udara panas di dalam ruangan dapat berkurang sehingga pekerja berada dalam kondisi yang lebih nyaman. Adapun biaya yang dibutuhkan untuk pemasangan exhaust adalah:

Pembelian dan pemasangan 6 buah exhaust @ Rp 432.500 = Rp 2.595.000

6.5. Perhitungan Efisiensi Wayland

Pengukuran efisiensi merupakan salah satu tolak ukur dalam menilai sampai sejauh mana pendayagunaan dari suatu sumber daya. Lampiran 11 merupakan salah satu bentuk dokumentasi perusahaan terhadap efisiensi mesin-mesin yang ada.

Melalui lampiran 11 tersebut, dapat dilakukan analisa bahwa adanya suatu kesalahan konsep dari perusahaan terhadap aspek efisiensi karena sebenarnya efisiensi merupakan rasio pembagian antara output aktual dengan output standar, sedangkan dokumentasi perusahaan memakai rasio pembagian antara output aktual dengan output target (output yang ditargetkan pihak perusahaan). Hasil pembagian ini lebih tepat disebut efektivitas karena merupakan derajat pemenuhan suatu tujuan.

Berikut ini merupakan perhitungan efisiensi dari mesin P

(10)

Universitas Kristen Petra

Tabel 6.5. Perhitungan Efisiensi

Tanggal Waktu Kerja (jam) Output Aktual Output Standar Efisiensi (%) Keterangan

3 Januari 9 65.000 74.230 87,57 1 jalur

4 Januari 9 64.652 74.230 87,10 1 jalur

5 Januari 9 58.040 74.230 78,19 1 jalur

6 Januari 9 94.140 148.460 63,41 2 jalur

7 Januari 7 71.730 115.469 62,12 2 jalur

8 Januari 5 49.436 82.478 59,94 2 jalur

10 Januari 7 57.996 115.469 50,23 2 jalur

11 Januari 7 50.900 57.735 88,16 1 jalur

12 Januari 7 58.080 115.469 50,30 2 jalur

13 Januari 5 41.080 82.478 49,81 2 jalur

14 Januari 7 34.100 57.735 59,06 1 jalur

15 Januari 5 35.700 41.239 86,57 1 jalur

17 Januari 7 6.000 57.735 10,39 Listrik mati

18 Januari 9 64.170 74.230 86,45 1 jalur

19 Januari 9 65.094 74.230 87,69 1 jalur

20 Januari 7 51.900 57.735 89,89 1 jalur

24 Januari 7 52.620 57.735 91,14 1 jalur

25 Januari 9 76.800 148.460 51,73 2 jalur

26 Januari 9 80.000 148.460 53,89 2 jalur

27 Januari 9 64.600 74.230 87,03 1 jalur

28 Januari 9 64.100 74.230 86,35 1 jalur

29 Januari 5 37.000 41.239 89,72 1 jalur

30 Januari 7 68.900 115.469 59,67 2 jalur

31 Januari 9 50.800 74.230 68,44 1 jalur

Total 182 1.362.838 2.037.205 1.684,84

Berikut ini merupakan keterangan dari tabel 6.5:

• Output standar merupakan output mesin tanpa memperhitungkan waktu-waktu operasi kerja dan waktu breakdown yang terjadi.

• Perhitungan output standar = (waktu kerja – total waktu spasi) / waktu output mesin per lembar.

Contoh:

Asumsi waktu kerja = 7 jam = 25.200 detik dan 1 kali spasi = 1,4 detik Asumsi waktu output mesin per lembar = 0,422 detik/

100 lembar

Banyak spasi = (waktu kerja / waktu output mesin per lembar x 100) = (25.200 / 0,422 x 100)

= 597,16 ≈ 597 kali

(11)

Universitas Kristen Petra

Waktu spasi total = banyak spasi x waktu spasi = 597 x 1,4 detik

= 835,8 detik

Output standar = (25.200 – 835,8) / 0,422 = 57.735,07 ≈ 57.735 lembar/

7jam

• Perhitungan efisiensi = (output aktual / output standar) x 100%.

Contoh pada tanggal 11 Januari Efisiensi = (50.900 / 57.735) x 100%

= 88,16%

• Rata-rata efisiensi mesin P selama 1 periode tertentu dapat dihitung dengan cara total efisiensi dibagi dengan banyak data yang ada. Sebagai contoh, perhitungan rata-rata efisiensi mesin P pada bulan Januari adalah sebagai berikut:

Rata-rata efisiensi mesin P = total efisiensi / banyak data = 1.684,84 / 24

= 70,20%

Melalui hasil perhitungan pada tabel 6.5 dapat dilakukan analisa bahwa nilai efisiensi masih tergolong rendah untuk penggunaan 2 jalur. Hal ini merupakan suatu peluang, dimana penggunaan mesin untuk 2 jalur dapat lebih dioptimalkan melalui peningkatan output target. Disamping itu, penggunaan mesin untuk 2 jalur lebih efisien karena dengan biaya yang sama dapat dihasilkan output yang lebih banyak.

6.6. Produktivitas Wayland

Produktivitas merupakan salah satu alat bagi pihak manajemen untuk mengukur rasio antara output yang diterima dengan input yang dikeluarkan. Berbagai macam tolak ukur input dapat digunakan salah satunya faktor tenaga kerja.

Perhitungan dengan memperhitungkan salah satu aspek ini disebut produktivitas parsial. Sebagai contoh, pihak manajemen ingin mengetahui nilai dari jam kerja tenaga kerja yang ada dibandingkan dengan output yang dihasilkan pekerja. Berikut ini merupakan contoh perhitungan produktivitas parsial untuk bulan Januari 2005:

Partial productivity = hasil produksi / jam kerja

= 1.356.838 / 175

(12)

Universitas Kristen Petra

= 7.753,36 lembar/

jam

.

Perhitungan partial productivity diatas mengabaikan hasil pada tanggal 17 Januari karena adanya keadaan khusus yaitu listrik mati. Jika perhitungan diatas hanya untuk potongan 1 jalur saja maka akan mengalami perubahan sebagai berikut:

Partial productivity = hasil produksi / jam kerja = 1.072.632 / 147

= 7.298,82 lembar/

jam

.

Dengan membandingkan dua nilai hasil perhitungan produktivitas diatas kita dapat menyimpulkan bahwa nilai produktivitas akan lebih besar jika mesin banyak digunakan untuk pembuatan order potongan kecil dengan 2 jalur. Hal ini dikarenakan dengan input jam kerja yang sama dapat dihasilkan output yang lebih besar.

6.7. Perhitungan Waktu Baku Mesin TAM

Pada dasarnya, mesin TAM memiliki karakteristik yang berbeda dari mesin Wayland. Perbedaan utama diantara kedua mesin tersebut adalah mesin TAM tidak memiliki variabel kecepatan yang dapat diubah-ubah seperti halnya mesin Wayland.

Disamping itu, mesin TAM merupakan mesin potong untuk order jenis khasit sehingga tidak memerlukan proses lipat.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan perhitungan waktu baku adalah sebagai berikut:

6.7.1. Uji Kenormalan Data

Pengujian kenormalan data ini bertujuan untuk menduga pola distribusi dari data pengukuran. Adapun uji kenormalan ini dilakukan dengan menggunakan software Minitab. Pengujian kenormalan dari masing-masing data yang berkaitan dengan mesin TAM terdapat pada lampiran 24.

6.7.2. Uji Keseragaman Data

Pengujian keseragaman data bertujuan untuk melihat apakah data yang

diperoleh memiliki nilai yang seragam. Pengujian dilakukan dengan menggunakan

(13)

Universitas Kristen Petra

software Minitab. Pengujian keseragaman dari masing-masing data yang berkaitan dengan mesin TAM dapat dilihat pada lampiran 25:

6.7.3. Uji Kecukupan Data

Sama halnya dengan mesin Wayland, pada penelitian ini perlu dilakukan uji kecukupan data dengan tingkat kepercayaan 95% dan derajat ketelitian 5%. Pada pengamatan awal dilakukan pengambilan data sebanyak 30 data. Adapun, perhitungan uji kecukupan data-data yang berkaitan dengan mesin TAM adalah sebagai berikut:

( )

2 2

/ 2

` ⎟⎟⎟

⎜⎜

⎛ −

=

∑ ∑ ∑

x

x x

N s k N

Tabel 6.6. Uji Kecukupan Data TAM

No Operasi N N' Keterangan

1 Ganti Roll 30 0,22 Cukup

2 Ganti Tape 30 2,56 Cukup

3 Ganti Kertas Roller 30 0,81 Cukup

4 Asah Cutter 30 0,07 Cukup

5 Ganti Cutter 30 0,02 Cukup

6 Ganti Ukuran 30 0,03 Cukup

6.7.4. Waktu Siklus

Waktu siklus rata-rata merupakan hasil pembagian antara waktu siklus total dibagi dengan banyaknya pengamatan yang dilakukan. Waktu siklus total merupakan penjumlahan dari keseluruhan waktu operasi. Dalam hal ini waktu siklus dapat dirumuskan sebagai berikut:

Waktu siklus rata-rata ganti roll = 1.983 / 30 = 66,1 detik.

Waktu siklus rata-rata ganti tape = 973,1 / 30 = 32,4 detik.

Waktu siklus rata-rata ganti kertas roller = 2.301,7 / 30

(14)

Universitas Kristen Petra

= 76,7 detik.

Waktu siklus rata-rata asah cutter = 12.633,9 / 30 = 421,1 detik.

Waktu sikus rata-rata ganti cutter = 67.492,1 / 30 = 2.249,7 detik.

Waktu siklus rata-rata ganti ukuran = 68.497 / 30 = 2.283,2 detik.

6.7.5. Penyesuaian

Penetapan penyesuaian untuk operator ini didasarkan pada metode Westinghouse System. Penyesuaian ini berguna untuk mendapatkan kewajaran kerja dari operator. Adapun penyesuaian dari operator mesin 36 adalah sebagai berikut:

Tabel 6.7. Penyesuaian Faktor Lambang Nilai

Skill C1 + 0,06

Effort C1 + 0,05

Condition E − 0,03 Consitency C + 0,01

Jumlah + 0,09

Jadi harga penyesuaiannya adalah = 1 + (+ 0,09) = 1,09

6.7.6. Waktu Normal

Waktu normal merupakan hasil perkalian antara waktu siklus dengan faktor penyesuaian yang telah ditetapkan. Waktu normal untuk suatu elemen kerja menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan bekerja untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kecepatan yang normal. Berikut ini merupakan perhitungan dari waktu normal masing-masing operasi:

Waktu normal ganti roll = 66,1 x 1,09 = 72,05 detik.

Waktu normal ganti tape = 32,4 x 1,09

(15)

Universitas Kristen Petra

= 35,32 detik.

Waktu normal ganti kertas roller = 76,7 x 1,09 = 83,60 detik.

Waktu normal asah cutter = 421,1 x 1,09 = 459 detik.

Waktu normal ganti cutter = 2.249,7 x 1,09 = 2.452,17 detik.

Waktu normal ganti ukuran = 2.283,2 x 1,09 = 2.488,69 detik.

6.7.7. Kelonggaran

Kelonggaran diberikan karena pada kenyataan seorang operator tidak dapat diharapkan bekerja secara terus menerus sepanjang hari. Dalam hal ini, kelonggaran yang diberikan merupakan kelonggaran untuk hambatan yang tidak terhindarkan yaitu adanya breakdown mesin dalam jangka waktu yang lama. Besarnya persentase kelonggaran yang diberikan dapat dihitung dengan membagi total breakdown mesin selama 1 tahun (lampiran 19) dibagi dengan jumlah jam kerja selama 1 tahun (lampiran 9). Berikut ini merupakan perhitungan dari besarnya kelonggaran yang diberikan:

%Kelonggaran = (total breakdown / jumlah jam kerja) x 100%

%Kelonggaran = ( 145 / 119.880) x 100%

= 0,12%

6.7.8. Waktu Baku

Waktu baku pada dasarnya merupakan hasil penambahan waktu normal dengan persentase kelonggaran yang diberikan. Adapun perhitungan waktu baku dari masing-masing operasi adalah sebagai berikut:

Waktu baku ganti roll = 72,05 x 1,0012 = 72,14 detik.

Waktu baku ganti tape = 35,32 x 1,0012

= 35,36 detik.

(16)

Universitas Kristen Petra

Waktu baku ganti kertas roller = 83,6 x 1,0012 = 83,7 detik.

Waktu baku asah cutter = 459 x 1,0012 = 459,55 detik.

Waktu baku ganti cutter = 2.452,17 x 1,00 = 2.455,11 detik.

Waktu baku ganti ukuran = 2.488,69 x 1,0012 = 2.491,68 detik.

6.8. Perhitungan Kapasitas dan Selisih kapasitas TAM

Berdasarkan hasil pengamatan, maka secara umum variabel yang mempengaruhi kapasitas mesin TAM dapat dibedakan menjadi dua yaitu: variabel utama dan variabel tambahan. Variabel utama meliputi waktu ganti roll, waktu ganti tape dan waktu ganti ukuran. Variabel tambahan meliputi waktu ganti cutter, waktu asah cutter, waktu ganti kertas roller. Untuk membandingkan pengaruh dari variabel utama dan tambahan terhadap kapasitas maka dilakukan perhitungan dengan mempertimbangkan variabel utama saja dan kedua variabel. Berikut ini merupakan perhitungan dari kapasitas mesin TAM:

Waktu-waktu operasi yang ada meliputi:

• Waktu ganti roll (asumsi terjadi 4 kali/

7jam

) Waktu ganti roll = 4 x waktu baku ganti roll = 4 x 72,14

= 288,56 detik/

7 jam

.

• Waktu ganti tape (asumsi terjadi 2 kali/

7 jam

) Waktu ganti tape = 2 x waktu baku ganti tape

= 2 x 35,36

= 70,72 detik/

7 jam

.

• Waktu ganti kertas roller (asumsi terjadi 2 kali/

7 jam

)

Waktu ganti kertas roller = 2 x waktu baku ganti kertas roller

= 2 x 83,7

(17)

Universitas Kristen Petra

= 167,4 detik/

7 jam.

• Waktu asah cutter (asumsi terjadi 1 kali/

21jam

) Waktu asah cutter = 0,33 x 459,55

= 151,65 detik/

7 jam.

• Waktu ganti cutter (asumsi terjadi 1 kali/

120jam

) Waktu ganti cutter = 0,058 x waktu baku ganti cutter = 0,058 x 2.455,11

= 142,4 detik/

7 jam.

• Waktu ganti ukuran (asumsi terjadi 1 kali/

14 jam

) Waktu ganti ukuran = 0,5 x waktu baku ganti ukuran

= 0,5 x 2.491,68 = 1.245,84 detik/

7 jam.

Maka, jika dilakukan perhitungan besarnya kapasitas aktual tanpa memperhitungkan nilai variabel tambahan didapatkan:

Total waktu variabel utama = waktu baku ganti roll + waktu baku ganti tape + waktu baku ganti ukuran

= 288,56 + 70,72 + 1.245,84

= 1.605,12 detik

Besarnya perbandingan dari tiap-tiap elemen pada variabel utama terdapat pada gambar 6.2 berikut:

% Wkt Variabel Utama

17,98%

4,41%

77,62%

Ganti Roll Ganti Tape Ganti Ukuran

Gambar 6.2. Perbandingan Elemen-Elemen Variabel Utama

(18)

Universitas Kristen Petra

Waktu produktif = waktu kerja – total waktu variabel utama = 25.200 – 1.605,12

= 23.594,88 detik

Diketahui waktu output mesin per lembar = 0,31 detik

Kapasitas aktual = waktu produktif / waktu output mesin per lembar = 23.594,88 / 0,31

= 76.112,52 ≈ 76.113 lembar

%Selisih kapasitas = (kapasitas aktual − kapasitas target) x 100%

kapasitas aktual

Diketahui:

Kapasitas target = 65.000 lembar/

7 jam

Kapasitas aktual = 76.113 lembar/

7 jam

Selisih kapasitas = kapasitas aktual − kapasitas target = 76.113 − 65.000

= 11.113 lembar

%Selisih kapasitas = (11.113 / 76.113) x 100%

= 14,6%

Selanjutnya, dilakukan perhitungan selisih kapasitas dengan memperhitungkan variabel utama dan tambahan didapatkan:

Total waktu variabel tambahan = waktu baku ganti kertas roller + waktu baku asah cutter + waktu baku ganti cutter

= 167,4 + 151,65 + 142,4 = 461,45 detik

Besarnya perbandingan dari tiap-tiap elemen pada variabel tambahan terdapat pada

gambar 6.3 berikut:

(19)

Universitas Kristen Petra

% Wkt Variabel Tambahan

36,27%

32,86%

30,87%

Ganti Cutter Asah Cutter Ganti Kertas Roller

Gambar 6.3. Perbandingan Elemen-Elemen Variabel Tambahan

Waktu produktif = waktu kerja – variabel utama – variabel tambahan

= 25.200 – 288,56 – 70,72 – 1.245,84 – 143,22 – 153,18 – 167,4 = 23.133,43 detik

Kapasitas aktual = waktu produktif / waktu output mesin per lembar = 23.133,43 / 0,31

= 74.623,97 ≈ 74.624 lembar

%Selisih kapasitas = (kapasitas aktual – kapasitas target) x 100%

kapasitas aktual = (9.624 / 74.624) x 100%

= 12,90 %

6.9. Diagram Sebab Akibat TAM

Berdasarkan hasil perhitungan selisih kapasitas diatas, diketahui adanya

output yang hilang sejumlah 9.624 lembar pada setiap 7 jam kerja. Untuk

mengetahui faktor-faktor penyebab adanya selisih kapasitas tersebut maka dilakukan

analisa dengan diagram sebab akibat berikut:

(20)
(21)

Universitas Kristen Petra

3. Mesin

Tidak adanya aktivitas maintenance yang bersifat preventif menimbulkan masalah tersendiri yaitu seringnya terjadi kerusakan secara tiba-tiba yang mengakibatkan berhentinya mesin. Disamping itu, rendahnya kualitas komponen dari mesin (misal cutter U, V) menimbulkan tingginya aktivitas penggantian komponen yang mengakibatkan mesin berhenti untuk sementara.

4. Metode

Pembebanan tanggung jawab mesin terhadap setiap operator yang terlalu banyak (1 operator bertanggung jawab atas 9 mesin) mengakibatkan sulitnya penanganan mesin ketika terjadi kerusakan atau proses operasi (ganti roll, ganti tape, ganti ukuran) pada saat bersamaan. Pada akhirnya, hal ini akan memperpanjang waktu proses. Penyebab lain adalah sistem insentif yang terlalu ketat sehingga ada kecenderungan adanya slow down effect ketika target sulit untuk dipenuhi sebagai akibat terjadinya kerusakan mesin yang cukup lama.

5. Lingkungan

Tingginya temperatur tempat kerja (> 33°C) menyebabkan timbulnya fatique yang berlebih. Hal ini akan berdampak pada melambatnya gerakan pekerja dan adanya kecenderungan mencari tempat yang sejuk untuk mengurangi rasa fatique itu, dimana hal ini akhirnya akan memperpanjang waktu proses yang ada.

6.10. Alternatif Solusi Perbaikan

Berdasarkan hasil perhitungan terdapat nilai selisih kapasitas sebesar 12,89%. Hal ini merupakan suatu peluang untuk dapat dioptimalkan sehingga produktivitas perusahaan dapat lebih meningkat. Berikut ini merupakan alternatif solusi perbaikan yang memungkinkan:

6.10.1. Faktor Manusia a. Stand by action

Stand by action yang dimaksud adalah kegiatan penertiban agar setiap

operator bersiap di posisi masing-masing sehingga dapat terus menerus melakukan

(22)

Universitas Kristen Petra

pemantauan terhadap mesin-mesinnya. Hal ini untuk mempercepat proses penanganan mesin jika terjadi kerusakan.

b. Replacement position

Replacement position yang dimaksud adalah pergantian posisi untuk sementara pada saat selector ingin meninggalkan tempat kerjanya untuk melakukan aktivitas biologis atau aktivitas agama. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan pekerja lain (misal maintenance, QC ataupun kepala operator).

c. Pembuatan jalur alternatif ke WC

Aktivitas biologis merupakan salah satu bentuk kelonggaran yang tidak dapat dihindarkan. Berdasarkan pengamatan, jarak WC yang jauh dari lokasi kerja menyebabkan lamanya waktu yang diperlukan oleh pekerja untuk kembali ke tempat kerjanya. Hal ini mengakibatkan berkurangnya nilai produktivitas yang ada karena ketika pekerja melakukan aktivitas biologis tersebut mesin yang menjadi tanggung jawabnya menjadi berhenti. Untuk mengurangi waktu berhentinya mesin, diusulkan pembuatan jalur alternatif (misal tangga alternatif) sehingga mampu mengurangi waktu berhentinya mesin tersebut.

d. Cleaning activity

Cleaning activity merupakan aktivitas menjaga kebersihan peralatan kerja dan lokasi kerja. Jadi, setiap individu bertanggung jawab atas area kerjanya masing- masing. Pada lampiran 26 merupakan contoh check list untuk kebersihan mesin dan area kerja. Dampak langsung yang dapat dilihat antara lain mengurangi waktu untuk pembersihan di area kerja masing-masing pada akhir jam kerja dan terjaganya kebersihan mesin.

e. Neatness Activity

Neatness activity adalah aktivitas yang memfokuskan pada kerapian,

keteraturan, dan efisiensi. Diharapkan dengan adanya keteraturan di lantai kerja

maka akan tercipta kondisi dimana kita dapat mendapatkan sesuatu yang kita

butuhkan secara cepat. Hal ini dilakukan untuk mengurangi aktivitas mencari

ataupun meminjam toolkit operator lain. Untuk menghindari keteledoran yang

dilakukan operator sehingga menyebabkan terjadinya kehilangan toolkit dapat dibuat

(23)

Universitas Kristen Petra

form pemeliharaan toolkit (lampiran 27) yang diawasi oleh kepala operator mesin dan dikendalikan oleh pihak purchasing.

Adapun perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk implementasi dari alternatif solusi perbaikan untuk faktor manusia adalah :

• Kertas untuk form cleaning dan neatness activity.

• Pembelian toolkit untuk operator sebanyak 6 buah.

• Pembuatan tangga alternatif

6.10.2. Faktor Bahan a. Supplier Guarantee

Bahan yang lengket juga menimbulkan masalah pada mesin sehingga hasil potongan kurang sempurna dan cenderung berbelit pada roller. Hal ini akan menyebabkan mesin harus dimatikan terlebih dahulu untuk dilakukan penyetelan kembali. Usulan penggunaan incoming material inspection dengan sejumlah prosedur dapat mengurangi deviasi dari kualitas bahan, tetapi akan menghabiskan waktu cukup lama dan kurang efisien dari segi biaya sehingga akan sulit diterapkan.

Untuk mengurangi deviasi kualitas bahan, maka dapat dilakukan supplier guarantee sehingga memungkinkan untuk terjadinya retur apabila kualitas bahan tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta.

6.10.3. Faktor Mesin a. Preventif Maintenance

Preventif maintenance yang dimaksud adalah aktivitas perawatan mesin yang bersifat berkala sehingga dapat mengurangi terjadinya kerusakan yang berat dan memperpanjang umur mesin. Apabila kerusakan dari mesin dapat diminimumkan, maka secara tidak langsung produktivitas akan ikut meningkat.

Contoh dari form preventif maintenance dapat dilihat pada lampiran 28.

b. Pembelian cutter yang lebih berkualitas dan penyediaan cutter cadangan

Berdasarkan gambar 6.3 terlihat bahwa dari total waktu variabel tambahan

sebesar 63,73% digunakan untuk mengasah dan mengganti cutter. Tingginya nilai

tersebut menyebabkan kurang optimalnya produktivitas sehingga diperlukan suatu

(24)

Universitas Kristen Petra

usaha untuk meminumkan waktu tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa fungsi cutter di mesin adalah untuk membuat potongan pada tepi khasit yang dalam prosesnya selalu bergesekan dengan roller penumpu. Untuk itu semakin keras bahan cutter, maka proses keausan dari cutter semakin berkurang. Disamping itu, untuk menekan waktu dapat disediakan cutter cadangan yang sudah dibentuk sehingga siap untuk dipakai ketika terjadi kerusakan.

c. Penyediaan mesin cadangan

Berdasarkan pengamatan, seringnya terjadinya kerusakan mesin dalam jangka waktu yang lama menyebabkan hilangnya output yang seharusnya didapat oleh perusahaan. Hal ini disebabkan karena menunggu pihak purchasing melakukan pembelian komponen yang rusak atau perbaikan dari pihak maintenance.

Mengantisipasi hal ini, maka dapat dilakukan usaha perbaikan mesin cadangan sehingga berada dalam kondisi siap digunakan ketika terjadi kerusakan mesin yang lama.

Adapun perkiraan biaya yang dibutukan untuk implementasi alternatif solusi perbaikan dari faktor manusia adalah :

• Kertas untuk form preventif maintenance.

• Pembelian cutter dengan kualitas yang lebih baik.

• Pembelian komponen spare part untuk mesin cadangan.

6.10.4. Faktor Metode a. Team Work Compensation

Pembebanan tanggung jawab 9 mesin pada 1 operator sering menimbulkan

masalah tersendiri ketika terjadinya kerusakan mesin atau proses operasi yang

bersamaan. Bertolak belakang dengan hal tersebut, pada saat yang sama

dimungkinkan operator lain tidak melakukan aktivitas karena mesin yang menjadi

tanggung jawabnya berjalan lancar. Mengantisipasi hal ini, maka dapat dilakukan

suatu usaha kerjasama antara sesama operator, QC, dan kepala operator sehingga

ketika salah satu operator mengalami kerusakan mesin yang bersamaan maka pihak

yang sedang tidak beraktivitas dapat membantu perbaikan atau menangani proses

(25)

Universitas Kristen Petra

operasi yang sedang berlangsung. Sebagai bentuk kompensasi, maka akan diberikan team work compensation dengan rumus perhitungan sebagai berikut:

Compensation Ratio x Output Tambahan 0,173 x Output Tambahan

Beberapa ketentuan lain yang berlaku yaitu:

• Minimal Team Work Output berjumlah 54.000 dengan asumsi berjalan 36 mesin sehingga rata-rata setiap mesin menghasilkan tambahan 1.500 lembar.

• Berlaku ketika order sedang tinggi sehingga dapat menekan biaya lembur.

Dasar yang digunakan untuk melakukan perhitungan Compensation Ratio adalah sebagai berikut :

• Gaji UMR per selector Rp 578.250

/bulan

dimana setiap selector memegang 3 mesin sehingga biaya selector

/mesin

adalah Rp 192.750

/bulan

.

• Gaji UMR per operator Rp 578.250

/bulan

dimana setiap operator memegang 9 mesin sehingga biaya operator

/mesin

adalah Rp 64.250

/bulan

.

• Total Biaya Gaji untuk mesin TAM = Rp 192.750 + Rp 64.250 = Rp 257.000

/bulan

Asumsi waktu kerja normal 160 jam/

bulan

= Rp 11.243,75/

7 jam

• Compensation Ratio = total biaya gaji / target produksi Diketahui target produksi = 65.000 lembar/

7 jam

= 11.243,75 / 65.000 = 0,173/

lembar

b. Hire pekerja baru

Penambahan jumlah pekerja merupakan salah satu alternatif untuk

meningkatkan efisiensi mesin, dimana ketika terjadi kerusakan mesin atau proses

operasi yang bersamaan, maka dimungkinkan penanganan lebih cepat. Semakin

cepat penanganan mesin, maka waktu berhentinya mesin juga semakin berkurang

sehingga dapat terjadi penambahan output. Walaupun demikian, penambahan jumlah

(26)

Universitas Kristen Petra

pekerja akan berdampak adanya penambahan biaya pekerja yang cukup besar lain ketika tingkat pesanan konsumen sepi.

c. Single Machine Insentif

Pemberlakuan sistem insentif yang terlalu ketat dapat menjadi masalah tersendiri ketika terjadi kerusakan mesin atau proses operasi yang panjang yaitu adanya kecenderungan slow down effect dari pekerja. Hal ini disebabkan berdasarkan pengalaman, pekerja sudah mampu memperhitungkan output yang bakal didapat dari waktu yang tersisa. Pada akhirnya, waktu kerja yang ada kurang dioptimalkan sehingga produktivitas cenderung rendah. Sistem insentif lama yang diberlakukan di perusahaan terdapat pada tabel 6.8.

Tabel 6.8. Sistem Insentif Perusahaan No Jenis Pekerja Jenis Insentif Nilai Insentif (Rp)

1 Selector Mesin 500

Target 800

2 Operator Mesin 1.000

Target 700

Sumber: Departemen Produksi PT X, Maret 2005 (telah diolah kembali)

Keterangan tambahan dari tabel 6.8 adalah:

• Insentif mesin untuk selector berlaku setiap 3 mesin.

• Insentif target untuk selector berlaku jika 3 mesin memenuhi target semua.

• Insentif mesin untuk operator berlaku jika > 6 mesin.

• Insentif target untuk operator berlaku untuk setiap selector yang mencapai target.

Usulan perbaikan sistem insentif dapat dilihat pada tabel 6.9 dimana pembagian insentif didasarkan atas setiap mesin yang mencapai target.

Tabel 6.9. Sistem Insentif Usulan

No Jenis Pekerja Jenis Insentif Nilai Insentif (Rp)

1 Selector Mesin 500

Target 266,67

2 Operator Mesin 1.000

Target 233,33

(27)

Universitas Kristen Petra

Keterangan tambahan dari tabel 6.9 adalah:

• Apabila bukan insentif 1 grup mesin (3 mesin) maka besarnya target bernilai 66.000/

mesin

.

• Insentif 1 grup mesin bernilai sama dengan sistem yang lama yaitu Rp 800 untuk selector dan Rp 700 untuk operator.

• Insentif target untuk selector untuk setiap mesin yang memenuhi target.

• Insentif target untuk operator berlaku untuk setiap mesin yang mencapai target.

Dasar untuk perhitungan pemberlakuan besarnya insentif yang diberikan adalah:

• Insentif target untuk selector pada sistem lama bernilai Rp 800/

3 mesin

jadi nilai untuk 1 mesin adalah Rp 266,66.

• Insentif target untuk operator pada sistem lama bernilai Rp 700/

3 mesin

jadi nilai untuk 1 mesin adalah Rp 233,33

d. Combine Machine Type

Pada mesin TAM terdapat 2 jenis dari mesin yaitu jenis built up dan jenis

lokal. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala operator, observasi di lapangan

dan dokumentasi pencapaian target selama 12 bulan (lampiran 29). Melalui gambar

6.5 diketahui bahwa ada kecenderungan operator mesin lokal lebih sulit untuk

mencapai target. Terjadinya kecenderungan ini tentu berakibat pada rendahnya nilai

produktivitas dari grup mesin lokal. Saat ini terdapat 36 mesin TAM dengan

perbandingan 18 jenis built up dan 18 jenis lokal, dimana 2 operator memegang 18

mesin jenis built up dan 2 operator lainnya memegang 18 mesin jenis lokal. Usulan

pengkombinasian mesin dapat dilihat pada tabel 6.10.

(28)

Universitas Kristen Petra

Perbandingan Perolehan Target

542

864 795

602

0 500 1000

Rahmad Bambang Maman Subagio Nama Operator

Perolehan Target

Gambar 6.5 Jumlah Pencapaian Target Operator Pada 12 Bulan

Sumber: Departemen Produksi PT X, Tahun 2004-2005 (telah diolah kembali)

Tabel 6.10. Usulan Pengkombinasian Mesin No Nama Operator Tanggung Jawab

1 Rahmad 5 tipe lokal

4 tipe built up

2 Bambang 4 tipelokal

5 tipe built up

3 Maman 4 tipelokal

5 tipe built up

4 Subagio 5 tipe lokal

4 tipe built up

Adapun perkiraan biaya implementasi yang dibutuhkan untuk alternatif solusi perbaikan faktor metode adalah :

• Pemberian sejumlah insentif sesuai dengan target output yang telah ditetapkan.

6.10.4. Faktor Lingkungan a. Pemasangan Kipas Angin

Faktor lingkungan mempunyai peran terhadap kinerja seseorang. Tingginya

temperatur pada suatu lokasi kerja akan menyebabkan timbulnya rasa fatique lebih

cepat. Berdasarkan pengamatan dari perusahaan, tingginya temperatur menyebabkan

gerakan pekerja melambat dalam melakukan proses-proses operasi. Melambatnya

gerakan pekerja ini pada akhirnya akan berpengaruh terhadap output yang dihasilkan.

(29)

Universitas Kristen Petra

Untuk mengurangi rasa panas dari temperatur dan menciptakan kenyamanan diusulkan pemasangan kipas angin untuk setiap 9 mesin.

Adapun perkiraan biaya implementasi yang dibutuhkan untuk alternatif solusi perbaikan faktor lingkungan adalah :

• Biaya 4 kipas angin @ Rp 65.000.

6.11. Implementasi dan Hasil

Untuk mengoptimumkan selisih kapasitas dari mesin Wayland, pihak perusahaan menyetujui pemakaian alternatif usulan berupa perubahan terhadap sistem insentif yang ada, walaupun dalam penerapannya melakukan modifikasi pada besarnya nilai insentif yang diberikan (tabel 6.11). Pada tabel 6.12 merupakan tambahan output yang didapat setelah dilakukan perubahan pada sistem insentif:

Tabel 6.11. Sistem Insentif Tambahan No Tambahan output (lbr) Besar Insentif (Rp)

1 10.000-15.000 1.000

2 15.001-25.000 2.000

3 25.001-35.000 3.000

4 35.001-45.000 4.000

5 45.001-50.000 5.000

6 > 50.001 Mengikuti Perhitungan Sumber: Departemen Produksi PT X, Mei 2005

Tabel 6.12. Nilai Output Setelah Implementasi

Periode Awal Tambahan output/

bulan

Akhir Biaya Insentif

Maret 05 45.089.568 84.915 45.174.483 1.500

April 05 51.347.014 179.380 51.526.394 16.000

Mei 05 48.128.479 287.300 48.415.779 29.000

Sumber: Departemen Produksi PT X

Melalui tabel 6.12 dapat dilakukan analisa bahwa pada awal penerapannya

di periode Maret 2005 tambahan output yang didapatkan tidak terlalu signifikan. Hal

ini dikarenakan pihak perusahaan belum menentukan dan mensosialisasikan

(30)

Universitas Kristen Petra

besarnya nilai insentif yang diberikan atas setiap tambahan output yang diberikan pekerja. Pada periode April 2005 telah dilakukan sosialisasi kepada pekerja atas nilai insentif yang diberikan untuk tambahan output yang diberikan pekerja, maka terjadi peningkatan yang cukup signifikan.

Adanya nilai selisih kapasitas sebesar 12,90% dari mesin TAM membuat pihak perusahaan menerapkan beberapa alternatif usulan untuk mengoptimalkan waktu yang ada antara lain:

• Pembangunan toilet baru yang layak dengan letak lebih strategis.

• Pembelian toolkit baru.

• Penyiapan mesin cadangan.

• Pembelian cutter dengan kualitas yang lebih baik dan penyiapan cutter cadangan.

• Replacement position.

• Standby action.

Besarnya peningkatan produktivitas belum sempat diukur dikarenakan keterbatasan waktu dan turunnya nilai order pesanan dari konsumen pada periode Mei dan Juni. Melalui penerapan sejumlah alternatif usulan tersebut, diharapkan perusahaan mampu beroperasi lebih produktif ketika terjadi order dengan nilai yang cukup tinggi.

6.12. Perancangan Final Inspection

Final inspection (lampiran 30) merupakan inspeksi yang akan diterapkan perusahaan pada akhir proses. Diharapkan, hal ini akan mengurangi resiko terkirimnya produk cacat ke customer. Metode yang akan digunakan pada perancangan final inspection ini adalah Military Standard 105E. Berikut ini merupakan tahap-tahap perancangannya:

• Pendefinisian karakteristik kualitas

Pada tabel 4.4 diketahui bahwa perusahaan telah mendefinisikan karakteristik kualitas untuk produk bag, namun terdapat perbedaan dalam aktualnya.

Hal ini menyebabkan tidak adanya standar yang jelas dalam pendokumentasian

pengendalian kualitas dalam prosesnya.

(31)

Universitas Kristen Petra

Tabel 6.13. Perbandingan Karakteristik Kualitas Karakteristik Kualitas

No Perencanaan No Aktual

1 Posisi cetakan tidak pas 1 Panjang 2 Jumlah kurang/lebih 2 Lebar 3 Ukuran tidak sesuai 3 Lidah 4 Hasil tidak kuat 4 Jarak tape 5 Hasil gelombang 5 Hasil tidak kuat 6 Hasil buram 6 Kekuatan tape 7 Hasil keriput 7 Kekuatan gusset

8 Kekuatan gerigi

9 Kotor

10 Lubang

11 Serabut

12 Printing

13 Posisi plong

14 Kasar

15 Koakan/gores

16 Buram

17 Blocking

18 Keriput

19 Miring

20 Kuning

Melalui tabel 6.13 kita dapat melihat terdapat beberapa perbedaan antara

karakteristik kualitas perencanaan dengan aktualnya. Hal ini, menyebabkan harus

dilakukan penyesuaian berupa pendefinisian dan penggolongan karakteristik kualitas

yang baru. Tabel 6.14 merupakan hasil penyesuaian terhadap karakteristik kualitas

yang ada. Penyesuaian ini dapat juga digunakan untuk pengendalian kualitas pada

saat proses potong berlangsung.

(32)

Universitas Kristen Petra

Tabel 6.14. Hasil Penyesuaian Karakteristik Kualitas No Kategori Jenis Kecacatan

1 Ukuran Ketebalan Jumlah Panjang Lebar Lidah Jarak Tape 2 Kekuatan Las Potongan

Kelengketan Tape Gusset

Las Gerigi 3 Visual Kotor

Lubang Serabut

Printing/Sablon Posisi Plong Kasar

4 Bahan Koakan/Gores Gelombang

Buram

Blocking Keriput Miring Kuning

• Penentuan besarnya nilai AQL

Penggunaan Military Standard 105E sangat bergantung pada nilai AQL.

Besarnya nilai AQL biasanya ditentukan berdasarkan keinginan supplier atau standar

perusahaan. Perusahaan menetapkan standar nilai AQL dengan membaginya menjadi

2 jenis yaitu kategori kecacatan mayor dan kategori kecacatan minor, seperti pada

tabel 6.13. Penetapan ini dilakukan dengan mempertimbangkan dokumentasi

customer complaint yang terdapat pada lampiran 21.

(33)

Universitas Kristen Petra

Tabel 6.15. Penggolongan Nilai AQL

No Kategori Kecacatan Klasifikasi Kecacatan Nilai AQL

1 Ukuran Mayor 0,65%

2 Kekuatan Mayor 0,65%

3 Visual Mayor 0,65%

4 Bahan Minor 1%

• Memilih level inspeksi yang digunakan

Pemilihan level inspeksi yang digunakan ditentukan berdasarkan standar dari customer atau standar perusahaan. Untuk standar perusahaan ditetapkan inspeksi umum dengan level normal untuk semua kecacatan produknya, sedangkan pada pengujian karakteristik yang bersifat destruktif digunakan inspeksi dengan level S-2.

• Menentukan ukuran lot

Besarnya ukuran lot yang digunakan berguna untuk menentukan kode yang diperoleh pada level inspeksi tertentu. Kode inilah yang dipakai acuan dalam penentuan ukuran sampel yang digunakan. Ukuran lot yang digunakan perusahaan untuk produk bag sebesar 100 lembar sedangkan pada produk khasit digunakan 500 lembar. Hal ini ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa pengikatan dilakukan pada ukuran-ukuran tersebut.

6.12.1. Aplikasi Penggunaan Military Standar 105E

Military Standard 105E disini digunakan pada produk hasil pemotongan untuk menjamin kualitas produk jadi sebelum dikirim ke customer. Tabel-tabel yang dibutuhkan untuk aplikasi penggunaan Military Standar 105E terdapat pada lampiran 31. Berikut ini merupakan contoh penerapan dalam produk khasit:

Diketahui ada order khasit sebesar 100.000 lembar dan diikat setiap 500.

Karakteristik kecacatan yang diminta oleh supplier adalah kelengketan tape, gelombang, dan adanya koakan. Nilai AQL yang diminta oleh supplier adalah sebesar 1,5% untuk kecacatannya. Perusahaan memutuskan untuk memakai inspeksi normal untuk general inspection dan S-2 untuk special inspection. Maka penerapannya adalah sebagai berikut:

Ukuran lotnya = 100.000 / 500 = 200

(34)

Universitas Kristen Petra

Dari tabel 13.4 didapatkan kode G untuk general inspection dan kode C untuk special inspection.

Dengan tabel 13.5 (inspeksi normal) didapatkan G dengan n = 32, Ac = 1, Re = 2.

Dengan tabel 13.5 (S-2) didapatkan C terkena panah jadi digunakan kode D dengan n

= 8, Ac = 0, Re = 1.

Selanjutnya, dilakukan pengambilan sampel sebesar 32 pak untuk gelombang dan koakan, sedangkan kelengketan tape harus diuji secara destruktif sehingga dilakukan special inspection dengan pengambilan sampel sebesar 8 pak.

Apabila sampel yang diambil tidak ada yang melebihi nilai Ac maka keseluruhan lot

diterima, sebaliknya jika melebihi nilai Ac maka dilakukan inspeksi 100%

Referensi

Dokumen terkait

Ketegangan tersebut mengkristal menjadi perang Siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim (arbitrase). Sikap Ali menerima tipu muslihat Amr bin Al ash, utusan

Menurut (Henda W Sihaloho, dkk 2017) Keterkaitan inkuiri taining terhadap KPS yaitu keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa diajarkan oleh model pembelajaran

Pemodelan sistem pakar deteksi dini resiko HIV/AIDS menggunakan metode Dempster-Shafer ini dapat mengetahui keputusan dari pakar dengan cara menghitung nilai

melaksanakan proses pembelajaran memiliki skor rata-rata 111,87 dan tergolong dalam kategori sangat baik, (2) kinerja guru sesudah bersertifikasi dalam melaksanakan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya adaptasi, keragaman pertumbuhan sifat tinggi, diameter batang dan volume pohon serta taksiran nilai

PERU BAHAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN KONTRAK TAHUN JAMAK PEMBANGUNAN BAN DAR UDARA LONG APUNG KABUPATEN

1) Minat dan antusiasme peserta selama kegiatan pelatihan yang luar biasa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil angket yang menyatakan 100% peserta merasa perlu untuk mengikuti

Sampel pada penelitian eksperimental ini adalah ekstrak bawang putih ( Allium sativum Linn ) yang dibuat dengan cara maserasi.. Hasil : Hasil untuk uji aktivitas antibakteri