• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TENTANG TENUN TRADISIONAL DUSUN SADE DESA RAMBITAN KECAMATAN PUJUT KABUPATEN LOMBOK TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN TENTANG TENUN TRADISIONAL DUSUN SADE DESA RAMBITAN KECAMATAN PUJUT KABUPATEN LOMBOK TENGAH"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN TENTANG TENUN TRADISIONAL DUSUN SADE DESA RAMBITAN KECAMATAN PUJUT KABUPATEN LOMBOK TENGAH

Trisna Nurmeisarah, I Gede Sudirtha1, Made Diah Angendari2 Jurusan Pendidikan Kesejahteraan keluarga,

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Email: {nina.meisa@gmail.com, sudirtha_gede@yahoo.com, dekdiahku@yahoo.com}

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui proses pembuatan kain tenun di Dusun Sade. 2) mengetahui ragam hias serta makna masing-masing ragam hias tenun Dusun Sade.

3) mengetahui perkembangan ragam hias tenun Dusun Sade.Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah. Subjek penelitian adalah pengerajin tenun Dusun Sade sebanyak 6 orang dan informan kunci 1 orang yaitu Kepala Dusun Sade. Objek penelitian adalah proses pembuatan, ragam hias tenun beserta maknanya dan perkembangan tenun. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi, dan pencatatan dokumen. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) proses pembuatan tenun adalah: a) Proses Pemintalan Benang, b) Pewarnaan Pada Benang, c) Penenunan. 2) Ragam Hias tenun Dusun Sade antara lain a) Ragam Hias Selolot, b) Ragam Hias Kelungkung, c) Ragam Hias Tapok Kemalo, d) Ragam Hias Batang Empat, e) Ragam Hias Ragi Genep, f) Ragam Hias Kembang Komak, g) Ragam Hias Berang, h) Ragam Hias bebesak, i) Ragam Hias Tuntang Balik, j) Ragam Hias Sabuk Antang, k) Ragam Hias Umbak. 3) Perkembangan ragam hias tenun Dusun Sade antara lain dalam segi perkembangan motif, perkembangan warna, serta proses pembuatan kain tenun.

Kata Kunci: Ragam Hias, Perkembangan, Tenun Sade

Abstract

This research has: 1) To know, how to make the woven product at Sade village. 2) to know, various kind adorned and also each meaning from woven cloths at Sade village. 3) to kow the progress the woven products cloths at Sade village.This research has done at Sade, Rambitan Village Pujut resort at Central Lombok. The subject this reseach were 6 people of sade village be weavers and one of them be key informan. the object this reseach were how to made many kinds of woven product and also meaning and it progress. Collecting data by interview ,observation, and document reports. The analsis metode by deskriptif.

The result of this research show as follow : 1) The woven cloths proses as : a) spinning of yarn process. b) coloration of yarn. c) woving. 2) Many kinds of woven cloths at sade village namely : a) selolot woven cloths. b) kelungkung woven cloths. c) Tapok kemalo woven cloths. d) batang empat woven cloths.e) ragi genep woven cloths. f) kembang komak woven cloths g) berang woven cloths. h) bebesak woven cloths. i) tuntang balik woven cloths. j) sabuk antang woven cloths. k) umbak woven cloths. 3) the progress of this woven product at sade village that we can see on motif , color and also how to make the woven products.

The key word : many kind of various adorned, the progress, the woven products at Sade .

(2)

LATAR BELAKANG

Bangsa Indonesia kaya akan warisan budaya yang menjadi salah satu kebanggaan bangsa dan masyarakat. Salah satu dari warisan budaya yakni keragaman kain dan tenunan tradisional. Beberapa kain dan tenunan tradisional tersebut antara lain: kain Ulos dari Sumatera Utara, kain Limar dari Sumatera Selatan, kain Batik dan Lurik dari Yogyakarta, kain Gringsing dan Endek dari Bali, kain Hinggi dari Sumba, kain Sarung Ende dari Flores, kain Buna dari Timor, kain tenun Kisar dari Maluku, kain Ulap Doyo dari Kalimantan Timur, dan kain Sasirangan dari Sulawesi Selatan (Ensiklopedi,1990 : 243).

Melalui kain tradisional tersebut dapat kita lihat kekayaan warisan budaya yang tidak saja terlihat dari teknik, aneka ragam corak serta jenis kain yang dibuat. Akan tetapi, dapat juga dikenal berbagai fungsi dan arti kain dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang mencerminkan adat istiadat, kebudayaan, dan kebiasaan budaya (culturalhabit), yang bermuara pada jati diri masyarakat Indonesia (Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai- nilai Budaya NTB, 1992 : 332).

Simboliknya tersebut dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang bersangkutan sejak dikenalnya kain tenun tradisional, baik dalam hubungan secara vertikal maupun horisontal, dan selalu dikaitkan dengan pelaksanaan konsep sosio religi, seperti busana adat, upacara inisasi, alat tukar menukar, hadiah dan lain-lainnya.

Salah satu kelompok masyarakat yang mewariskan budaya tenun di Indonesia khususnya di pulau Lombok yang disebut suku sasak. Suku sasak memiliki populasi kurang- lebih 90% dari keseluruhan penduduk Lombok. Kelompok-kelompok lain, seperti Bali, Sumbawa, Jawa, Arab, dan Cina, merupakan kelompok pendatang. Hingga saat ini di Lombok yang terkenal suku Sasaknya terdapat berbagai macam budaya daerah, yang merupakan aset daerah yang perlu dilestarikan sebagai peninggalan nenek moyang. Kebudayaan Sasak bukan hanya milik Lombok, melainkan sudah termasuk ke dalam kebudayaan Indonesia (Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya NTB, 1992:332).

Dusun Sade bisa dikatakan sebagai sisa-sisa kebudayaan Sasak lama yang

mencoba bertahan sejak zaman Kerajaan Penjanggik di Praya Kabupaten Lombok Tengah, sebagai salah satu desa tradisional, Dusun Sade memang sengaja diberdayakan dan didorong oleh pemerintah setempat untuk terus menjaga warisan tradisi leluhur mereka salah satunya hasil tenun (Nur Alam MN, 2013).

Pelaku utama kerajinan ini adalah para wanita, mereka tekun menenun dengan menggunakan alat sederhana dan tradisional sehingga menghasilkan kain yang indah.

Bahan-bahan membuat kain tenun biasanya didapat di lingkungan sekitar dan kemudian diracik sendiri tanpa campuran dari hasil industri melalui proses yang lumayan lama sehingga menghasilkan sebuah kain tenun ikat yang menarik (Nur Alam MN, 2013).

Mayoritas perempuan dewasa penduduk Sade, sangat piawai menenun dengan menggunakan alat tenun tradisional.

Sebab sejak umur 10 tahun, mereka diajari cara menenun. Ada suatu filosofi atau tradisi yang dianut di suku Sasak, perempuan Sasak jika belum piawai menenun, maka perempuan tersebut secara adat, belum boleh di nikahkan.

Karena dianggap belum baligh, atau dewasa.

Tenun asal Dusun Sade pada umumnya sangat menarik, baik secara warna maupun produknya, akan tetapi keunikan kain tenun Dusun Sade dengan kain tenun lainnya di daerah Lombok sangat berbeda karna bahan-bahan yang digunakan untuk menghasilkan kain tenun berasal dari alam tidak ada campuran bahan kimia seperti benang yang mereka gunakan berasal dari kapas, yang kemudian mereka pintal sendiri dengan menggunakan alat yang masih tradisional. Sedangkan dalam segi warna, kain tenun Dusun Sade terkenal tidak akan pudar walaupun sering dicuci (Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya, 1991).

Kain tenun di Dusun Sade mempunyai motif garis dan menarik. Pada awalnya ragam hias tenun Dusun Sade hanya berbentuk lurik saja, namun dengan berkembangnya zaman , ragam hias tenun Dusun Sade mengalami perkembangan dengan adanya pengaruh dari hasil pengerajin tenun dari daerah lain yang ada di wilayah Lombok yang mereka pasarkan di Dusun Sade tersebut. Tenun Dusun Sade juga dikenal dengan ragam hiasnya yang memiliki arti simbolik tersendiri di masing-masing ragam hias sesuai kepercayaan penduduk

(3)

setempat,yang melibatkan sebuah harapan bagi pembuat dan pemakainya (Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya, 1991).

Dapat kita lihat bahwa Dusun Sade memiliki ciri khas dalam kain tenunnya baik dari bahan yang digunakan yaitu bersumber dari alam, serta memiliki makna dimasing- masing ragam hias tenunnya Namun disayangkan tidak sepenuhnya masyarakat Dusun Sade yang mengetahui secara rinci tentang kain tenun Dusun Sade tersebut, karena mereka kebanyakan hanya mengikuti dari orang tua mereka saja tanpa tau makna dari tiap-tiap ragam hias serta perkembangannya dan prses pembuatan yang lebih rincinyapun mereka tidak sepenuhnya mengetahui, mereka hanya mengetahui inti- inti dari proses pembuatan yang mereka lakukan saja.

Melihat latar belakang tersebut, maka diperlukan penelitian proses pembuatan kain ttenun tradisional, ragam hias serta makna masing-masing ragam hias, dan perkembangan kain tenun yang terdapat di Dusun Sade Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah untuk mengetahui tentang tenun tradisional yang ada di Lombok khususnya Dusun Sade agar dapat menambah pengetahuan terhadap budaya tenunan yang ada di Indonesia kepada masyarakat khususnya para mahasiswa PKK/Tata Busana Universitas Pendidikan Ganesha.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan utama penelitian deskriptif kualitatif adalah untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses pembuatan, ragam hias,makna masing-masing ragam hias serta perkembangan tenun tradisional Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten

Lombok Tengah Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab lisan secara sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Metode ini digunakan untuk mencari data tentang proses pembuatan, ragam hias, makna

masing-masing ragam hias serta perkembangan tenun Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah. Kemudian menggunakan Metode Observasi adalah pengamatan dan pencatatan sesuatu objek dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Metode ini digunakan untuk mengamati dan memperhatikan proses pembuatan serta ragam hias pada tenun Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah. , dan yang terakhir menggunakan Metode Pencatatan Dokumen Sebagai suatu cara pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang ada atau catatan-catatan yang tersimpan, baik itu berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, dan lain sebagainya terkait proses pembuatan serta ragam hias pada tenun ikat serta maknanya dan perkembangan tenun Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.

Instrumen penelitian adalah alat pengumpul data untuk memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti sudah menginjak pada langkah pengumpulan data (Sukardi, 2012). Pedoman wawancara adalah lembar yang berisi pertanyaan- pertanyaan yang terkait dengan permasalahan penelitian mengenai proses pembuatan, ragam hias, makna masing-masing ragam hias serta perkembangan tenun Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah

Lembar observasi adalah lembar yang digunakan untuk mengetahui batasan-batasan pengamatan tentang proses pembuatan, ragam hias, serta perkembangan tenun Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.

Pencatatan dokumen adalah sejumlah dokumentasi untuk menjaring data terkait proses pembuatan, ragam hias, makna masing – masing ragam hias serta perkembangan tenun Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.

HASIL PENELITIAN

Proses Pembuatan Kain Tenun Tradisional Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah

Kain tenun yang dihasilkan oleh pengerajin di Dusun Sade adalah kain

(4)

tenunan sederhana karena alat yang digunakan masih sangat sederhana dan bahan yang digunakan untuk menghasilkan kain tenun yang indahpun mereka dapat dari sekeliling lingkungan mereka. Dari hasil wawancara dan observasi yang penulis lakukan tahap pertama yang harus diketahui adalah mengenai alat-alat yang digunakan, proses pembuatan benang, proses pewarnaan sampai dengan proses menenun serta bahan- bahan yang mereka gunakan dalam menciptakan suatu kain tenun.

a. Alat-alat dalam Pembuatan Kain Tenun Adapun alat-alat yang digunakan dalam pembuatan kain tenun antara lain:

1. Golong, yaitu alat yang digunakan untuk melepaskan biji kapas yang akan dipintal menjadi benang tenun.

Gambar 1. Golong

2. Pebetuk, yaitu alat yang digunakan untuk melenbutkan kapas yang akan dipintal.

Gambar 2. Pebetuk

3. Pelusut, yaitu alat yang digunakan untuk memisah-misahkan kapas agar pada saat dipintal tidak menggumpal.

Gambar 3. Pelusut

4. Pintal, yaitu alat pemintal benang yang terdiri dari anak isi dan arah

Gambar 4. Pintal

5. Ajung, yaitu alat yang digunakan untuk meratakan benang yang sudah dipintal..

Gambar 5. Ajung

6. Alat tenun gedogan, yaitu alat tenun tradisional yang penggunaannya dengan cara pengerajin duduk selojor kemudian alat tenun dipangku dipaha.

Gambar 6. Tenun Gedogan b. Proses Pembuatan Tenun Dusun Sade

Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.

Tahap awal dalam proses pembuatan kain tenun yaitu pembuatan benang tenun dengan cara memintal benang, yang terdiri dari pemanenan kapas, penjemuran kapas, pemisahan kapas dari bijinya menggunakan alat tradisional (golong), proses penghalusan kapas dengan menggunakan (pebetuk), persiapan pemintalan dengan membuat kapas dalam bentuk rol (pelusut).

1. Proses Pemintalan Benang

Proses awal dari pemintalan benang yaitu kapas dipisahkan dengan bijinya menggunakan alat golong, kemudian setelah kapas dipisahkan dengan bijinya, kapas dihaluskan dengan menggunakan alat pebetuk lalu setelah kapas dihaluskan kemudian kapas digulung pada pelusut agar kapas mudah dipintal, setelah kapas telah digulung kemudian kapas mulai dipintal menjadi benang dengan alat pintal. Kapas yang telah dipintal dan siap diwarnai terlebih dahulu di ratakan dengan alat ajung.

(5)

Gambar 7. Melepaskan Biji Kapas dengan Golong

Gambar 8. Menghaluskan Kapas dengan Pebetuk

Gambar 9. Memintal Benang dengan pintal

Gambar 10. Penyusunan Benang dengan Ajung

Gambar 11. Hasil Pintalan 2. Proses Pewarnaan

Pada tahap proses pewarnaan, warna benang sangat menentukan desain dari kain.

Proses pewarnaan adalah sebagai berikut:

a. Proses Pewarnaan Merah (Mengkudu) dengan teknik dingin antara lain

a) Bahan-bahan yang disiapkan adalah:

1. Benang yang sudah siap diwarnai

2. Kulit Akar mengkudu 3. Daun Emarik Gugur

4. Air

Gambar 12. Daun Emarik Gugur b)Proses Celup

1 Langkah pertama untuk proses pewarnaa dengan akar mengkudu terlebih dahulu akar mengkudu ditumbuk hingga halus kemudian hasil tumbukan tersebut dicampur dengan air lalu diperas untuk mengambil sari dari akar mengkudu tersebut.

2 Langkah kedua yaitu daun emarikpun ditumbuk hingga halus kemudian dicampurkan kedalam air perasan akar mengkudu lalu diaduk rata.

3 Langkah ketiga yaitu setelah bahan tercampur rata lalu benang yang telah siap diberi warna dimasukkan kedalam larutan warna tersebut sambil diremas- remas dan diaduk agar rata.

Perendaman benang dilakukan selama 24 jam (1 hari) untuk satu sisi benang kemudian dibalik ke sisi berikutnya dan perendamanpun dilakukan selama 24 jam (1 hari).

b. Proses Pewarnaan Merah (Mengkudu) dengan teknik Panas antara lain:

a) Bahan yang dibutuhkan adalah:

1. Benang yang sudah siap diwarnai

2. Kulit Akar Mengkudu kering atau basah

3. Kulit Jangau

Gambar 13. Kulit Jangau 4. Kapur sirih

(6)

5. Daun Gambir b) Proses pencelupan

1. Langkah pertama untuk proses pewrnaan mengkudu dengan teknik panas yaitu terlebih dahulu kulit akar mengkudu dan kulit jangau dibersihkan kemudian dijemur sampai kering lalu ditumbuk hingga halus.

2. Langkah kedua yaitu, bahan yang telah ditumbuk halus dicampur dengan air mendidih dengan perbandingan 1 genggam kulit jangau: 3 genggam kulit akar mengkudu:

3 gayung air panas untuk ukuran 1 emeber sedang.

3. Langkah ketiga yaitu, setelah bahan-bahan dicampur rata kemudian benang yang telah siap diberi warna dimasukkan dalam larutan warna tersebut kemudian dijemur pada panas matahari (pada malam hari benang diangkat, dan hari berikutnya dijemur lagi sampai larutan warna benar-benar meresap pada benang).

Gambar 14. Proses Pencelupan Benang

Gambar 15. Benang yang telah diwarnai c. Proses pewarnaa Hitam (tarum) antara

lain:

a) Bahan yang digunakan adalah:

1. Daun tarum tua

Gambar 16. Daun Nila (Tarum) 2. Kapur sirih

3. Benang b) Proses pencelupan

1. Langkah pertama yaitu Daun Tarum dimasak terlebih dahulu sampai warna daun berubah menjadi hitam atau biru setelah itu daun diangkat.

2. Langkah kedua yaitu air daunt arum tersebut dicampur dengan kapur sirih sambil diaduk hingga warna air berubah menjadi hitam.

3. Langkah ketigayaitu setelah air warna dau tarum tersebut berubah menjadi hitam, benangpun siap dicelupkan pada larutan tersebut untuk proses pewarnaan benang, pencelupan benang harus dilakukan berulang-ulang sampai mendapatkan warna yang baik (biasanya sampai tujuh kali ulangan).

Gambar 17. Pencelupan Benang Pada Warna d. Proses pewarnaan Kuning (kunyit) antara

lain:

a) Bahan yang digunakan adalah:

1. Benang yang sudah dingaos 2. Kunyit

3. Kulit Kayu Gandis 4. Air

Gambar 18. Kunyit

Gambar 19. Pohon Gendis b) Proses pencelupan

1. Langkah pertama yaitu kunyit yang telah dibersihkan diparut atau ditumbuk hingga halus dan kulit kayu gandis diris tipis atau dapat juga ditumbuk hingga halus.

2. Langkah kedua hasil tumbukkan kunyit dan kulit kayu gandis dimasukkan menjadi satu dalam

(7)

panic yang telah berisi air kemudian dimasak hingga mendidih.

3. Langkah ketiga setelah larutan mendidih benangpun dapat dimasukkan kedalam larutan pewarna tersebut dan diamkan selama 20 menit hingga mendidih kembali sambil diaduk agar warna pada benang rata. Setelah itu benang diangkat dan dijemur sampai kering.

Proses Penenunan

Pekerjaan menenun dilakukan oleh kaum wanita. Berdasarkan jenis alat yang dipakai, proses penenunan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: tenun gedog dan tenun ATBM.

Peralatan tenun gedog sepenuhnya terbuat dari kayu dan masih bersifat tradisional. Pada saat menenun, penenun harus duduk dengan kedua kaki selonjor sejajar ke depan, sementara alat ini dipangku di atas paha si penenun. Disebut tenun gedog karena setiap penenun merapatkan benang melintang ke jajaran benang membujur terdengar bunyi

”dog, dog - dog”, yang dihasilkan dari benturan kayu alat tenun. Perajin tenun gedog melakukan pekerjaannya di rumahnya masing- masing. Dibawah ini akan dijelaskan tahap menenun antara lain:

a. Ngelos yaitu mengkelos benang kedalam sebuah pelenting. Dengan cara benang digulung pada pelenting, kemudian dipindahkan kembali pada sebuah alat pengatur benang. Pada proses ini juga benang diberi penguat menggunakan nasi hangat pengganti kanji agar benang lebih mudah pada saat ditenun

b. Menghani yaitu proses menentukan ragam hias, serta panjang dan lebar kain. Dengan cara melilitkan benang pada alat menghani, sesuai dengan ukurang yang telah ditentukan.

c. Nyujuk atau Nyusek suri yaitu menyusun benang lungsin dan gun bandulnya proses pemasukan benang lungsin kedalam sisir alat tenun dengan memasukkan tiap helai benang di celah-celah serat dengan alat penyuntik sesuai dengan yang telah ditentukan.

d. Gulung yaitu benang yang telah melewati tahap-tahap sebelumnya kemudian di gulung. Setelah itu dapat

dilakukan proses menenun untuk menghasilkan sebuah kain.

Gambar 20. Proses Menenun

Ragam Hias serta Makna Masing-Masing Ragam Hias Kain Tenun Tradisional Dusun Sade Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah

Kain Tenun Dusun Sade memiliki ragam hias tenun yang berupa variasi garis yang merupakan khas tenun Dusun Sade. Adapun kain tenun Dusun Sade diantaranya adalah:

a. Ragam Hias Selolot

Ragam Hias selolot memiliki motif garis berwarna hijau yang melambangkan kesejukan, kain ini digunakan untuk alas pada mayat, mereka percaya bahwa kain selolot akan memberikan rasa sejuk dan nyaman kepada seseorang yang meninggal tersebut.

Gambar 21. Ragam Hias Selolot b. Ragam Hias Kelungkung

Ragam Hias Kelungkung memiliki motif garis berwarna merah yang melambangkan berani, kain ini digunakan untuk ikat pinggang pada acara kematian. Mereka percaya bahwa kain tersebut dapat memberikan keteguhan kepada keluarga yang ditinggalkan.

Gambar 22. Ragam Hias Kelungkung c. Ragam Hias Tapok Kemalo

Ragam Hias Tapok Kemalo memiliki motif garis putih dan warna dasar hitam serta pinggiran kain berwarna merah, dipercaya dapat menyampaikan rasa simpati kepada orang. Kain tersebut dapat digunakan sebagai kain pada saat upacara kematian dan dipadukan dengan kain kelungkung sebagai ikat pinggangnya.

(8)

Gambar 23. Ragam Hias Tapok Kemalo d. Ragam Hias Batang Empat

Kain Tenun Batang Empat memiliki motif garis berwarna hijau tua dan berwarna dasar hitam, kain ini dipercaya dapat memberikan rasa sejuk pada mayat pada saat dimandikan.

Gambar 24. Ragam Hias Batang Emapat e. Ragam Hias Ragi Genep

Ragam Hias Ragi Genep ini memiliki warna garis putih dan berwarna dasar merah marun. Kain tenun ini memiliki dua kata yaitu ragi yang artinya bumbu sedangkan genep yang artinya lengkap, jadi yang disebut dengan ragam hias ragi genep adalah ragam hias yang melambangkan kelengkapan jiwa spiritual karena kain tenun ini hanya digunakan pada saat upacara bengkung.

Gambar 25. Ragam Hias Ragi Genep f. Ragam Hias Kembang Komak Batang

Empat

Ragam Hias Kembang Komak Batang Empat ini terdiri dari memiliki makna seseorang wanita yang selalu membuat lelaki ingin memilikinya. Fungsi dari kain tenun ini yaitu: digunakan untuk sorong serah pada saat melamar seorang gadis.

Gambar 26. Ragam Hias Kembang Komak Batang Empat

g. Kain Tenun Berang (Hitam)

Ragam Hias Berang ini adalah kain tenun yang berwarna hitam polos yang melambangkan ketangguhan seseorang. Kain

ini digunakan pada saat upacara prisaian oleh para lelaki.

Gambar 27. Ragam Hias berang h. Ragam Hias Bebasak

Ragam Hias Bebasak ini memiliki makna ketulusan, kesucian, dan keikhlasan hati yang dapat di tampakkan oleh kain tersebut. Ada 2 fungsi yang dimiliki oleh kain tenun ini yaitu:

penyerahan untuk memberi tahukan kepada pihak cewek bahwa anaknya diculik untuk dinikahkan dan fungsi tenun ini juga digunakan untuk membungkus mayat, yang kita kenal sebagai kain kafan.

Gambar 28. Ragam Hia Bebasak i. Ragam Hias Tuntang Balik

Ragam Hias ini memiliki makna bahwa seseorang tidak akan sukses jika tidak ada masa lalu. Kain ini digunakan untuk menghadiri upacara pernikahan.

Gambar 29. Ragam Hias Tuntang Balik

j. Ragam Hias Sabuk Antang

Ragam Hias Sabuk Antang ini digunakan khusus untuk para wanita karena dipercaya dapat memberi efek pelurusan jiwa bagi para wanita yang menggunakannya agar pada saat mereka dihadapkan dengan suatu masalah dapat dituntaskan dengan bijak. Sabuk antang ini juga menjadi salah satu khas tenun Sade yang dijadikan cindera mata oleh para wisatawan yang berkunjung di Dusun Sade tersebut karena memiliki motif yang menuliskan “SADE” pada tenun.

(9)

Gambar 30. Kain Tenun Sabuk Antang k. Ragam Hias Umbak

Umbak yang artinya gendong, kain tenun ini adalah kain tenun yang paling dianggap sacral karena kain tenun ini dibuat hanya pada saat upacara mosan selama 3 minggu dan proses pembuatannya hanya dikerjakan pada saat hari sabtu selama upacara. Kain ini digunakan untuk lempot dan dipercaya membuat seorang anak tidak cengeng pada saat dipakaikan umbak ini.

Gambar 31. Ragam Hias Umbak Perkembangan Kain Tenun Tradisional Dusun Sade Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah

a. Perkembangan Ragam Hias Kain Tenun Tradisional Dusun Sade Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci dapat dikemukakan bahawa kain tenun Dusun Sade awalnya hanya tenun polos saja yaitu tenun berang dan tenun bebasak, kemudian salah seorang warga Dusun Sade diberi petunjuk oleh leluhur mereka melalui mimpi untuk membuat tenun bermotif lurik yaitu yang hanya dibuat pada saat upacara mosan yaitu upacara yang hanya dilakukan jika ada keluarga yang memiliki anak dan akan dihitan, upacara tersebut memakan waktu 3 minggu dan selama itu akan dilakukan pembuatan tenun yang pengerjaannya pada tiap hari sabtu selama upacara yang diberi nama kain Tenun Umbak yang kegunaannya dipercaya hingga saat ini yaitu untuk menggendong anak kecil agar tidak cengeng. Adapun hasil tenun Dusun Sade pada awal dimulainya kerajinan tenun Dusun Sade dapat dilihat pada Gambar 4.32 dan Gambar 4.33 kemudian menjadi kain Tenun Umbak yang memiliki motif Garis Lurik dapat dilihat pada Gambar 4.34.

Gambar 32 Ragam Hias berang

Gambar 4.33 Ragam Hia Bebasak

Gambar 34 Ragam Hias Umbak Kemudian penduduk Dusun Sade yang sekaligus menjadi pengerajin tenun mulai mengembangkan tenun yang tidak hanya dikerjakan pada saat upacara akan tetapi dapat dikerjakan sesuai keinginan. Motif kain tenun yang mereka buat tetap sama yaitu motif lurik seperti tenun Umbak yang mereka beri nama Kain Tenun Sabuk Antang yang digunakan ikat pinggang oleh para wanita Dusun Sade dan Kain Tenun Tapok Kemalo untuk kereng pria ataupun wanita.

Gambar 35 Kain Tenun Sabuk Antang

Gambar 36 Ragam Hias Tapok Kemalo Kemudian setelah Tenun Sabuk Antang dan Kain Tenun Tapok Kemalo dirasa oleh penduduk Dusun Sade belum sempurna karena hanya motif garis dengan satu arah saja yang kita kenal dengan motif lurik, maka tenun tersebut dikembangkan menjadi sebuah kain tenun yang dapat digunakan sebagai kain atau sarung dengan motif garis yang berbeda yang memiliki kombinasi dua arah garis hingga membentuk sebuah motif kotak dan memiliki makna yang berbeda pula pada setiap kain tenun. Mereka membuat motif garis dua arah ini terinspirasi dari kain tenun dari daerah lain yang terlebih dahulu telah mengalami perkembangan motif yang beraneka ragam yang dipasarkan di Dusun Sade dan penduduk Dusun Sadepun berhasil menciptakan kain tenun yang berbeda

(10)

dengan motif kotak besar dan motif kotak kecil yaitu Kain Tenun Selolot, Kain Tenun Kelungkung, Kain Tenun Batang Empat, Kain Tenun Ragi Genep, dan Kain Tenun Kembang Komak Batang Empat.Motif dari kain tenun semua hampir sama yaitu motif garis namun yang membedakan adalah warna dari kain tenun tersebut. Warga Dusun Sade hanya menghasilkan motif tersebut karena warga Dusun Sade ingin mempertahankan ciri khas tenun Dusun Sade yaitu tenunan yang memiliki motif garis.

Gambar 37 Ragam Hias Selolot

Gambar 38 Ragam Hias Kelungkung Perkembangan Warna Pada Kain Tenun Tradisional Dusun Sade

Dari zaman dahulu sampai saat ini pewarna yang digunakan untuk mewarnai kain tenun Dusun Sade adalah berbahan dasar alami yang diambil dari sekitar tempat mereka.

Sumber bahan pewarna mereka yaitu dari tumbuhan berupa daun, buah, akar, maupun kulit pohon. Pewarna alam yang pertama diketahui oleh masyarakat Dusun Sade untuk mewarnai kain tenun mereka adalah daun Nila (Taum) yang terdapat di sekitaran sawah mereka. Daun Nila menghasilkan warna hitam.

Kemudian seiring dengan berjalannya waktu masyarakat Dusun Sade mencari bahan alami yang lainnya yang dapat memperoleh warna yang berbeda agar mereka dapat membuat kain tenun dengan warna-warna yang sesuai keinginan namun tetap berbahan dasar dari alam.

Setelah memncoba berbagai tumbuh- tumbuhan yang mereka rasa dapat menghasilkan warna yang awet pada kain dan pada akhirnya mereka menemukan beberapa bahan alami yang menghasilkan warna-warna yang berbeda yaitu warna kuning yang dihasilkan dari Kunyit, warna merah yang berasal dari tumbuhan Mengkudu, warna hijau berasal dari daun Kecipir, dan warna merah muda berasal dari Serabut Kelapa. Sampai saat ini Dusun Sade masih mempertahankan

kealamian Tenunan mereka dengan berbagai warna.

b. Perkembangan Proses Pembuatan Kain Tenun Tradisional Dusun Sade Pada abad 19 tenun Dusun Sade mulai menghasilkan tenunan yang diproses secara alami mulai dari pemintalan benang, pewarnaan benang, dan menenun benang menjadi selembar kain yang menggunakan alat tenun tradisional. Pada saat itu tenun yang dihasilkan hanya tenun hitam polos dan putih polos saja karena benang yang digunakan hasil pintalan sendiri. Untuk proses pemintalan benang dari dahulu sampai sekarang masih tetap dipertahankan kealamiannya yaitu berbahan kapas walaupun saat ini telah tersedia benang siap pakai yang diproduksi oleh pabrik.

Dalam proses pewarnaan benang inilah yang mengalami perkembangan yaitu pada segi teknik pewarnaan yaitu teknik pewarnaan pada bahan dasar mengkudu yang zaman dahulu para pengerajin tenun di Dusun Sade hanya mengetahui teknik pewarnaan panas saja dengan cara merebus seluruh bahan pewarna benang. seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi para pengerajin mendapatkan teknik baru dari Mahasiswa Universitas Jakarata yang pada saat itu melakukan riset untuk mewarnai benang tanpa merebus bahan pewarna yang berbahan dasar mengkudu yaitu dengan menumbuk halus seluruh bahan kemudian dimasukkan ke dalam ember yang telah berisi air lalu benangpun siap untuk dimasukkan ke dalam ember yang telah berisi bahan pewarna tersebut. Hasil percobaan mahasiswa tersebut akhirnya berhasil dan pengerajin tertarik untuk menggunakan teknik tersebut untuk pewarnaan benang hingga saat ini.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Proses pembuatan tenun di Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah adalah: a) Proses Pemintalan Benang, b) Pewarnaan pada benang-benang sesuai yang diinginkan, c) Penenunan.

2. Ragam Hias tenun Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah antara

(11)

lain a) Ragam Hias Selolot, b) Ragam Hias Kelungkung, c) Ragam Hias Tapok Kemalo, d) Ragam Hias Batang Empat, e) Ragam Hias Ragi Genep, f) Ragam Hias Kembang Komak, g) Ragam Hias Berang, h) Ragam Hias bebesak, i) Ragam Hias Tuntang Balik, j) Ragam Hias Sabuk Antang, k) Ragam Hias Umbak.

3. Perkembangan ragam hias tenun Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah antara lain dalam segi perkembangan motif, perkembangan warna, serta proses pembuatan kain tenun.

Saran

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan simpulan, maka diajukan saran sebagai berikut :

1. Untuk memperkaya ragam hias tenun di Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah pengerajin perlu menggali, mempelajari dan lebih kreatif dalam membuat ragam hias baru tanpa meninggalkan cirri khas ragam hias yang telah diwariskan oleh nenek moyang serta memahami arti dan makna dari ragam hias tersebut.

2. Tentunya masih banyak kekurangan dan informasi yang masih belum lengkap dalam penelitian ini karena hanya terbatas pada satu tempat, yaitu di Dusun Sade. Karena itu disarankan bagi peneliti lain agar meneliti hal-hal yang belum terungkap dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alam MN,Nur .2013.”Sade Desa Asli Suku

Sasak”.tersedia pada

https://alanmn.wordpress.com.

(Diakses tanggal 22 Pebruari 2013).

Agustien dan Endang

Subandi.1980.Pengetahuan Barang Tekstil. Jakarta:Departemen

Pendidikan Dan Kebudayaan

.Budiwanti, Erni. 2000. Islam Sasak: Wetu Telu Versus Waktu Lima. Yogyakarta:

PT LKiS Pelangi Aksara

Budiyono,dkk. 2008. Krya Tekstil Untuk SMK Jilid 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Darmika,dkk.1988.Pengetahuan Tekstil Untuk SMTK.Departemen Pendidikan Dan Kebuadayaan.

Ensiklopedi Indonesia.1990. Pameran Kerajinan Nasional di Jakarta 1985

terdapat di

http://www.karangasemkab.go.id.

Diakses tanggal 22 Pebruari 2013.

Fisher,Joseph.2000. Threads of Tradition : textiles of Indonesia and Serawak.

Jakarta.

Gustami,SP.1980.Nukilan Seni Ornamen Indonesia.Jakarta.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Reseach (Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas UGM, 1987), terdapat di

http://social-

sciences/2165626-metode observasi / HooyRm8. ( diakses tanggal 22 Februari 2013)

Hamzuri.2000.Warisan Tradisional itu Indahdan Unik.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Jumeri,et.al.1997.Pengetahuan Barang Tekstil.Bandung: Institut Teknologi Tekstil

Leni.2010.Tenun Indonesia.tersedia pada, http://www.indonesiaberprestasi.web.i d

(diakses tanggal 20 Februari 2013).

Mi’raj,Nurul.2013.Perkembangan Tenun Bima.

Skripsi (tidak diterbitkan).Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga,UNDIKSHA Singaraja Pasek Antara, Komang. 2013. Kain Tenun

Nusantara Dan Simboliknya. Tersedia pada

http://www.karangasemkab.go.id.

(diakses tanggal 22 Pebruari 2013).

(12)

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Botosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Sika,Wayan.1983.Ragam

Hias.Denpasar:Pendidikan Dan Kebudayaan.

Sufiati,Evi.2012.Tenun Gedogan Pinggasela Kecamatan Pringgasela KAbupaten Lombok Timur. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga,FTK UNDIKSHA.

Suhersono,Hery.2004.Desain Motif.Jakarta:Puspa Swara.

Toekio M Soegeng. 1990. Mengenal Ragam Hias Indonesia. Bandung.

Penerbit:Angkasa

Zyehan.2013. Kain

Tradisional Indonesia.tersedia pada http//:

isnainifatimah16.wordpress.com.(diak ses tanggal 19 Desember 2014).

.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penganalisaan dan pembahasan masalah dapat disimpulkan bahwa Desa Sade sebagai desa wisata tradisional memiliki potensi wisata yang sangat besar,

Tenun troso merupakan salah satu produk unggulan Jawa Tengah setelah batik. Tenun troso kain tradisional khas Jepara yang perlu dilestarikan kerena belum dikenal banyak

digunakan pada saat ada acara pernikahan masyarakat dan di Dusun Sade.. biasanya juga digunakan untuk menyambut tamu yang datang berkunjung. Adapun tamu yang disambut dengan

Ditinjau dari fiqih muamalah terhadap cara menyelesaikan sebuah masalah antara pemilik modal dengan buruh pengerajin kain tenun termasuk sesuai dengan fiqih muamalah

Perlindungan hukum yang diberikan bagi anak perempuan dalam mendapatkan hak waris berdasarkan hukum adat Dusun Sade ialah hanya dalam bentuk warisan perabotan rumah

Kalau kita mendirikan rumah pada waktu yang kurang baik maka dalam proses pembangunan rumah itu tidak akan lancar, ada saja sesuatu yang kurang dan ada juga

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat partisipasi kelompok masyarakat dalam pelestarian kain tenun ikat tradisional di Desa Rindi, Kecamatan

Berdasarkan hasil penelitian, kasus di Dusun Sade memiliki beberapa kendala dalam proses pengembangan desa wisata, antara lain; Pertama, kurangnya Sumber Daya Manusia SDM; Kedua,