• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

133 IMPLEMENTASI PENDEKATAN RESOURCE-BASED LEARNING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

SMP

Uba Umbara

STKIP Muhammadiyah Kuningan uba1985bara@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang belajar menggunakan pendekatan Resource-Based Learning dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.. Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “non randomized pretest-posttest control group design. Desain penelitian ini dipilih karena penelitian ini menggunakan kelompok kontrol, adanya dua perlakuan yang berbeda, dan pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan data yang ditawarkan oleh pihak sekolah. Berdasarkan hasil analisis data dan temuan selama penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar dengan menggunakan pendekatan Resource-Based Learning lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

Kata Kunci : Pendekatan Resource-Based Learning, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis.

A. PENDAHULUAN

Salah satu fenomena yang terjadi dalam pembelajaran di kelas sampai saat ini adalah pembelajaran matematika yang masih berpusat kepada guru.

Fenomena ini ditandai oleh aktivitas guru yang mendominasi aktivitas siswa, guru di kelas hanya menyajikan materi dengan memberikan contoh saja, sedangkan siswa hanya duduk rapi, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat apa yang dijelaskan oleh guru. Matematika harus dipahami sebagai ilmu yang tersusun secara deduktif aksiomatik, menekankan kepada adanya hierarkis dan sistematisasi konsep-konsep dasar.

Seorang siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar matematika apabila konsep-konsep yang mendasari pelajarannya tidak dikuasai dengan baik.

Matematika berangkat dari prinsip-prinsip dasar yang mudah kemudian membentuk konsep yang lebih kompleks (sukar), sehingga penguasaan materi pada tingkat sekolah menengah menjadi penting sebagai pijakan yang akan menuntun siswa untuk masuk pada wilayah matematika yang lebih tinggi. Karena karakternya yang hierarkis, matematika dapat menjadi ilmu yang membentuk kerangka berpikir sistematis, sekaligus kemampuannya menyederhanakan masalah dapat dijadikan alat bantu dalam memecahkan persoalan dalam kehidupan nyata.

(2)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

134 Pengembangan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis maupun bekerja sama sudah lama menjadi fokus dan perhatian pendidik matematika di kelas, karena hal itu berkaitan dengan sifat dan karakteristik keilmuan matematika. Namun sampai saat ini, pembelajaran matematika belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa terdapat anak-anak yang setelah belajar matematika yang sederhanapun banyak yang tidak dipahami, banyak konsep yang dipahami secara keliru. Dari tahun ke tahun prestasi matematika siswa diberbagai tingkatan sekolah selalu sulit untuk dikatakan meningkat secara signifikan.

Matematika sangat penting, karena banyak ilmu pengetahuan yang memerlukan matematika sebagai pengembangnya. Hal ini seperti yang dikatakan Sumarmo (2002), menyatakan bahwa matematika dari bentuknya yang paling sederhana sampai dengan bentuk yang komplek memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya, dan kehidupan sehari-hari.

Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa diperlukan untuk keberhasilan siswa pada berbagai level lembaga pendidikan. Menurut Wahyudin (1999), salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu karena siswa kurang menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan matematika yang diberikan.

Pengembangan kemampuan berpikir, perlu mendapat perhatian yang serius, karena sejumlah hasil studi yang diungkapkan oleh (Suryadi, 2005) menunjukkan bahwa pembelajaran matematika pada umumnya masih berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah yang bersifat prosedural. Siswa masih mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada permasalahan yang menuntut kemampuan penalaran maupun kemampuan pemecahan masalah (Suherman, 2004). Agar kesulitan yang dihadapi siswa dapat diatasi dan kemampuan pemecahan masalah matematik dapat ditingkatkan, tentu dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang mampu memberikan kebermaknaan belajar bagi siswa, karena menurut Madnesen dan Sheal dalam Suherman (2004) bahwa kebermaknaan belajar tergantung bagaimana cara siswa belajar. Jika belajar hanya dengan membaca kebermaknaan bisa mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%, mendengar dan melihat 50%, mengatakan-komunikasi mencapai 70%, dan belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan bisa mencapai 90%.

Dari uraian di atas implikasi terhadap pembelajaran adalah bahwa kegiatan pembelajaran identik dengan aktivitas siswa secara optimal, tidak cukup dengan mendengar dan melihat, tetapi harus dengan hands-on activity, minds- on, konstruksivisme, dan daily life (kontekstual). Oleh karena itu guru mesti menghadirkan metode pembelajaran yang dapat mendukung cara belajar siswa secara aktif. Menyadari pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis, maka diperlukan model atau pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Namun, jika dilihat pembelajaran yang berlangsung disebagian besar sekolah selama ini memberikan dampak yang sebaliknya dari yang diharapkan.

(3)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

135 Unsur yang paling penting dalam proses pembelajaran adalah metode pengajaran dan sumber belajar yang tersedia. Pemilihan salah satu pendekatan dalam pembelajaran akan mempengaruhi hasil pembelajaran matematika.

Pendekatan Resource-Based Learning adalah salah satu pendekatan yang dianggap penulis dapat berdampak positif dalam meningkatkan penalaran dan pemecahan masalah siswa terhadap suatu materi. Pembelajaran berbasis sumber menekankan pada pentingnya peran sumber-sumber pembelajaran dalam kegiatan pendidikan yang aktif. Di sisi lain bahwa pentingnya keberaksaraan informasi menjadi hal yang sangat potensial untuk semua siswa dan hal itu dapat diraih dengan pembelajaran yang berbasis sumber-sumber infromasi. Penekanan pada siswa yang berinteraksi dengan dan pengolahan informasi ini menuntut adanya restrukturisasi proses pendidikan dari pembelajaran pasif ke pembelajaran aktif.

Program pembelajaran aktif mengharuskan guru mengadopsi sebuah peran kemitraan dengan siswa. Guru membantu siswa dalam mengidentifikasi hal-hal yang diinginkan oleh pelajar dan kemudian membimbing mereka menuju sumber-sumber yang berisi hal-hal atau hasil yang diinginkan tersebut. Siswa menjadi pelajar yang aktif melalui interaksi dengan informasi dari berbagai sumber untuk memperoleh pengetahuan dengan upaya mereka sendiri. Hasilnya, guru menjadi seorang pengarah (director) dan pelatih, sedangkan siswa menjadi pemain dalam pendidikan mereka. Program semacam itu sering dirujuk sebagai pembelajaran-berbasis sumber.

Dengan demikian, peran guru dan pustakawan adalah sebagai motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran, selain itu mereka juga berperan untuk menyediakan materi dasar yang dapat memicu siswa untuk mencari informasi dan memecahkan masalah, secara efektif. Tujuan akhirnya adalah tercapainya suatu budaya belajar, learning culture. Budaya belajar akan terwujud dengan sendirinya jika lingkungan pendidikan dan pengajaran secara aktif diterapkan dalam lingkungan sekolah. Penulis memandang Resource-Based Learning merupakan salah satu solusi yang diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang baik dalam upaya meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran.

Dari uraian masalah dan pendapat-pendapat yang telah diungkapkan di atas, penulis mengajukan suatu penelitian yang berjudul “Implementasi Pendekatan Resource-Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP” dengan harapan dapat berguna sebagai usaha perbaikan pembelajaran matematika sekolah. Selanjutnya, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pembelajaran dengan pendekatan Resource-Based Learning terhadap kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematik siswa. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang belajar menggunakan pendekatan Resource-Based Learning dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

(4)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

136 B. KAJIAN TEORITIS

1. Resource-Based Learning

Menurut Rohani (2004), dalam pengertian yang sederhana, sumber belajar (learning resources) adalah guru dan bahan-bahan pelajaran/ bahan pengajaran baik buku-buku bacaan atau semacamnya. Namun pengertian sumber belajar sesungguhnya tidak sesempit atau sesederhana itu, bahwa segala daya yang dapat dipergunakan untuk kepentingan proses / aktivitas pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, di luar diri peserta didik (lingkungan) yang melengkapi diri mereka pada saat pengajaran berlangsung disebut sebagai sumber belajar, jadi pengertian sumber belajar itu sangat luas.

Resource-based learning adalah metode pembelajaran yang dibuat agar siswa menjadi aktif dalam pembelajaran, dengan menggunakan berbagai macam sumber belajar, dari buku sampai web maupun multimedia Hunt (2003). Menurut Suryosubroto (Chaeruman, 2008), Resource-Based Learning adalah suatu pendekatan yang dirancang untuk memudahkan siswa dalam mengatasi keterampilan siswa tantang luas dan keanekaragaman sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar.

Menurut Nasution (2005) Resource-Based learning adalah segala bentuk belajar yang langsung menghadapkan murid dengan sesuatu atau sejumlah individu atau kelompok dengan segala kegiatan belajar yang berkaitan dengan itu, bukan dengan cara konvensional dimana guru menyampaikan beban pelajaran kepada murid. Menurut Baswick (Chaeruman, 2008) pembelajaran berdasarkan sumber ”Resource-Based Learning” melibatkan keikutsertaan secara aktif dengan berbagai sumber (orang, buku, jurnal, surat kabar, multi media, web, dan masyarakat), dimana para siswa di dorong untuk termotivasi belajar dengan berusaha meneruskan informasi sebanyak mungkin.

Dari berbagai pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan Resource-Based Learning merupakan berbagai sarana atau alat yang digunakan guru dalam proses pembelajaran sebagai perantara komunikasi dalam menyampaikan isi materi pelajaran. Sumber belajar menurut Association for Educational Communications and Technology (AECT), meliputi semua sumber yang dapat digunakan oleh pelajar baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, biasanya dalam situasi informasi, untuk memberikan fasilitas belajar. Sumber itu meliputi pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan tata tempat.

Sumber belajar dibedakan menjadi 2 jenis: (a) sumber belajar yang direncanakan, yaitu semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen system instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal; (b) sumber belajar karena dimanfaatkan, yaitu sumber-sumber yang tidak secara khusus didisain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan dan digunakan untuk keperluan belajar.

Sudjana (1989), menuliskan bahwa pengertian Sumber Belajar bisa diartikan secara sempit dan secara luas. Pengertian secara sempit diarahakan pada bahan-bahan cetak. Sedangkan secara luas tidak lain adalah daya yang

(5)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

137 bisa dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Dictionary of Instructional Technology (1986), any resources (people, instructional materials, instructional hardware, etc) which may be used by a learner to bring about or facilitate learning.

Percival & Ellington (1988) mengatakan bahwa sumber belajar yang dipakai dalam pendidikan atau latihan adalah suatu system yang terdiri dari sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan dibuat agar memungkinkan siswa belajar secara individual. Sumber belajar inilah yang disebut media pendidikan atau media instruksional. Untuk menjamin bahwa sumber belajar adalah sebagai sumber belajar yang cocok, harus memenuhi 3 peryaratan sebagai berikut:

a. harus dapat tersedia dengan cepat

b. harus dapat memungkinkan siswa untuk memacu diri sendiri

c. harus bersifat individual, misalnya harus dapat memenuhi berbagi kebutuhan para siswa dalam belajar mandiri.

Dorrel (1993), menyatakan bahwa “learning resources is the phrase that will be used to describe learning materials which includes videos, books, audio cassettes, CBT and IV programs, together with learning packages which combine any of these media". Menurut Seels & Richey (1994), sumber belajar adalah manifestasi fisik dari teknologi perangkat keras, perangkat lunak dan bahan pembelajaran. Dapat dikategorikan dalam 4 jenis teknologi yaitu teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berazaskan komputer, dan teknologi terpadu.

a. Teknologi cetak : cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan seperti buku-buku dan bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis.

b. Teknologi Audiovisual : cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan mekanis dan elektronis untuk menyampaikan pesan- pesan audio dan visual.

c. Teknologi berbasis komputer: cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor.

d. Teknologi terpadu : cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan computer.

2. Pemecahan Masalah Matematis

Masalah dalam matematika terjadi apabila siswa dihadapkan pada persoalan, sehingga siswa belum mempunyai metode tertentu untuk menyelesaikannya, siswa dituntut untuk mampu menyelesaikannya dan siswa merasa tertantang untuk menyelesaikan soal atau pertanyaan tersebut. Dalam hal ini pemecahan masalah sebagai alasan utama untuk belajar matematika.

Kedua, jika pemecahan masalah pandang sebagai suatu proses maka penekanannya bukan semata-mata pada hasil, melainkan bagaimana metode, prosedur, strategi dan langkah-langkah tersebut dikembangkan melalui penalaran dan komunikasi untuk memecahkan masalah. Ketiga, pemecahan masalah sebagai ketrampilan dasar atau kecakapan hidup (life skill), karena

(6)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

138 setiap manusia harus mampu memecahkan masalahnya sendiri. Jadi pemecahan masalah merupakan ketrampilan dasar yang harus dimiliki setiap siswa.

Pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai. Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah adalah salah satu hasil yang ingin dicapai dan merupakan kemampuan yang diharapkan dapat diperoleh oleh siswa. Pemecahan masalah adalah suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan (Sumarmo : 2000) Pemecahan masalah dalam matematika melibatkan metode dan cara penyelesaian yang tidak standar dan tidak diketahui sebelumnya (Turmudi, 2008).

Menurut Branca (Sumarmo, 1994) pemecahan masalah dapat diartikan dengan menggunakan interpretasi umum yaitu: pemecahan masalah sebagai tujuan, pemecahan masalah sebagai proses dan pemecahan masalah sebagai keterampilan dasar. Pemecahan masalah sebagai tujuan menyangkut alasan mengapa matematika itu diajarkan. Jadi dalam interprestasi ini pemecahan masalah bebas dari soal, prosedur, metode atau isi khusus, yang menjadi pertimbangan utama adalah bagaimana cara menyelesaikan masalah yang merupakan alasan mengapa matematika itu diajarkan.

Sebagai cara mengajar, pemecahan masalah tidak sekedar menyajikan masalah/soal cerita dan mendapatkan jawaban namun termasuk memberi situasi yang mendorong siswa belajar matematika. Guru menyajikan masalah lalu mengajukan pertanyaan atau situasi yang mendorong siswa untuk berfikir bagaimana menemukan solusi. Sejalan dengan itu, Sumarmo (Noornia, 2007) menyatakan bahwa pemecahan masalah dapat dipandang sebagai pendekatan pembelajaran artinya pemecahan masalah digunakan untuk menemukan dan memahami materi.

NCTM merekomendasikan pemecahan masalah, termasuk manipulasi materi, sebagai aktivitas utama dalam pembelajaran matematika, sebab ini merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan peguasaan konsep dan pemahaman matematika dibalik algoritma perhitungan (NCTM, 2000). Lebih lanjut, NCTM (2000) menyatakan dalam pembelajaran matematika diharapkan siswa mampu: (1) membangun pengetahuan baru melalui pemecahan masalah;

(2) memecahkan masalah matematika maupun dalam konteks lain; (3) menerapkan dan menggunakan berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan masalah; (4) mengamati dan merefleksikan dalam proses pemecahan masalah matematis.

Pemecahan masalah sebagai proses suatu kegiatan yang lebih mengutamakan pentingnya prosedur, langkah-langkah strategi yang ditempuh oleh siswa dalam menyelesaikan masalah, dan akhirnya dapat menemukan jawaban soal bukan hanya pada jawaban itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Ruseffendi (2006) bahwa pemecahan masalah adalah suatu pendekatan yang bersifat umum yang lebih mengutamakan kepada proses daripada hasilnya (output). Jadi pemecahan masalah dalam matematika dipandang sebagai proses

(7)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

139 dimana siswa menemukan kombinasi prinsip-prinsip atau aturan-aturan matematika yang telah dipelajari sebelumnya dan digunakan untuk memecahkan masalah dengan memperhatikan langkah-langkah tertentu. Adapun indikator pemecahan masalah matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi kecukupan unsure dari suatu masalah dan menyelesaikan masalah matematika.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Fraenkel et.al (1993) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang melihat pengaruh-pengaruh dari variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan pendekatan Resourse-Based Learning, sedangkan variabel terikatnya yaitu kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis siswa.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis siswa pada materi Geometri yang meliputi kubus dan balok. Pertimbangan pemilihan materi dilakukan setelah melakukan survey dan melakukan konsultasi dengan guru bidang studi matematika tempat penulis akan melakukan penelitian, serta ketepatan materi tersebut dengan waktu pelaksanaan penelitian.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “non randomized pretest-posttest control group design (Fraenkel et.al, 1993). Desain penelitian ini dipilih karena penelitian ini menggunakan kelompok kontrol, adanya dua perlakuan yang berbeda, dan pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan data yang ditawarkan oleh pihak sekolah. Tes matematika dilakukan dua kali yaitu sebelum proses pembelajaran, yang disebut pretes dan sesudah proses pembelajaran, yang disebut postes. Secara singkat, disain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kelas Eksperimen O X O

Kelas Kontrol O O

Dimana :

O : Pretes dan postes

X : Perlakuan pembelajaran dengan pendekatan Resource-Based Learning.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Kuningan Tahun Ajaran 2015/2016. Level sekolah yang dipilih adalah sekolah level menengah. Hal ini dikarenakan siswa pada level menengah memiliki kemampuan akademik yang heterogen. Dari delapan buah kelas VIII yang ada di SMP Negeri 6 Kuningan setiap kelompok kelasnya memiliki karakteristik yang sama, dipilih dua kelas yang untuk dijadikan sampel penelitian. Dari pertimbangan guru,maka kelas VIII A dan VIII B dipilih sebagai sampel penelitian,

(8)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

140 Pemilihan kelompok tersebut diperoleh berdasarkan pertimbangan guru matematika di sekolah tersebut, satu kelas digunakan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi digunakan sebagai kelas kontrol.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian dan Analisa Data

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis peningkatan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematik siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang belajar melalui pembelajaran dengan pendekatan Resource-Based Learning dan siswa yang belajar dengan pendekatan konvensional (PK). Data yang diperoleh dan dianalisis dalam penelitian ini meliputi skor pretes dan postes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelompok eksperimen dan kontrol.

Deskripsi kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan gambaran peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa baik secara keseluruhan maupun berdasarakan jenis pendekatan pembelajaran (pendekatan pembelajaran Resource-Based Learning dan konvensional). Kemampuan siswa sebelum diberi perlakuan tercermin dari hasil pretes, dan kemampuan siswa setelah diberi perlakuan tercermin dari hasil postes. Peningkatan dalam penelitian ini diperoleh dari selisih antara skor pretes dan postes serta skor ideal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang dinyatakan dalam skor gain ternormalisasi. Berikut ini disajikan statistik deskriptif skor pretes, postes, dan gain ternormalisasi (g) dalam bentuk tabel 1.

Tabel 1

Deskripsi Statistik Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Tes Kelas eksperimen Kelas Kontrol

N 𝑿𝒎𝒊𝒏 𝑿𝒎𝒂𝒌𝒔 𝑿� 𝑺 N 𝑿𝒎𝒊𝒏 𝑿𝒎𝒂𝒌𝒔 𝑿� 𝑺 Pretes 43 0 8 2,880 1,854 43 2 11

2,790 1.582 Postes 43 0 8 7,023 2,650 43 2 11

6,136 2.482 Gain 43 0,09 0,89 0,475 0,235 43 0 0,88

0,397 0,216

Tabel 1 memperlihatkan bahwa rataan skor kemampuan penalaran matematis siswa kelompok eksperimen sebelum pembelajaran lebih kecil dibandingkan kelompok kontrol, perbedaannya sekitar 0,180. Hal ini menunjukkan perbedaan yang kecil, sedangkan setelah pembelajaran dilaksanakan terjadi perbedaan rataan skor kemampuan penalaran antara kelompok eksperimen dan kontrol sekitar 0.887. Proses selanjutnya yang dilakukan adalah analisis uji kesamaan rataan hasil pretes bertujuan untuk memperlihatkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan awal antara kelompok eksperimen dan kontrol sebelum pembelajaran. Jenis

(9)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

141 statistik uji kesamaan rataan yang digunakan dapat diketahui dengan terlebih dahulu melakukan uji normalitas sebaran data dan homogenitas varians. Jika data memenuhi syarat normalitas dan homogenitas, maka uji kesamaan rataan menggunakan Uji- 𝑡, sedangkan jika data normal tapi tidak homogen menggunakan Uji-𝑡′, dan untuk data yang tidak memenuhi syarat normalitas, menggunakan uji non-parametrik, Uji Mann-Whitney. Untuk menguji normalitas sebaran populasi skor pretes digunakan uji kenormalan Shapiro-Wilk melalui SPSS 20 pada taraf signifikansi 𝛼 = 0,05.

Tabel 2

Uji Normalitas Skor Pretest

Kelas

Shapiro-Wilk

Kesimpulan Ket Statisti

c Sig.

Kontrol 0,938 0,072 Terima H0 Normal Eksperimen 0,965 0,209 Terima H0 Normal

Dari tabel 2 di atas terlihat bahwa hasil perhitungan skor pretes kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis siswa kelompok eksperimen Resource-Based Learning dan kelompok kontrol (PK) memiliki nilai signifikan yang lebih besar dari α = 0,05, sehingga H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa data skor pretes kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal. Langkah selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians skor data pretes digunakan uji Homogeneity of Variances (Levene Statistic). Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

Tabel 3

Uji Homogenitas Skor Pretest Levene

Statistic df1 Df2 Sig.

Pretes_KP

M 5,569 2 83 0,210

Dari Tabel 3 terlihat bahwa variansi skor pretes kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis siswa kelompok eksperimen Resource- Based Learning dan kelompok kontrol (PK) memiliki nilai signifikan yang lebih besar dari α = 0,05, sehingga H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa data skor pretes dan postes kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berasal dari varians yang homogen. Sehingga untuk pengujian kesamaan rataan skor pretes menggunakan uji statistik parametrik, yaitu Uji-t. hasil uji kesamaan dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini :

(10)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

142 Tabel 4

Uji Kesamaan Rata-rata Skor Pretest

t-test for Equality of Means

t Df Sig. (2-tailed) Pretes_KPM Based on Mean 0,250 84 0,803

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa signifikan sebesar 0,803 untuk kemampuan pemecahan masalah matematik yang berarti lebih dari α = 0,05.

Sehingga H0 diterima, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretes kemampuan matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Dapat ditarik simpulan, sebelum eksperimen dilakukan kedua kelompok memiliki kemampuan yang setara pada aspek kemampuan pemecahan masalah matematik. Jadi, syarat bahwa kedua kelompok harus memiliki kemampuan awal yang sama terpenuhi. Analisis selanjutnmya yang dilakukan adalah analisis mengenai peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis. Secara umum, seperti diperlihatkan pada tabel 1 bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelompok eksperimen menunjukkan kenaikan sekitar 2,36 lebihnya dari kelompok kontrol. Penyebaran kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen lebih besar sekitar 0,044. Namun demikian, untuk membuktikan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelompok eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol diperlukan uji statistik lanjut. Jenis statistik uji yang digunakan diketahui setelah terlebih dahulu dilakukan uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Hasil uji normalitas data gain ditunjukan pada tabel 5 berikut ini :

Tabel 5

Uji Normalitas Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelompok Shapiro-Wilk

Kesimpulan Keterangan Statistic Sig.

Eksperimen 0,980 0,634 Terima H0 Normal Kontrol 0,944 0,038 Terima H0 Normal

Dari tabel 5 Dari tabel terlihat bahwa nilai Sig. lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan, artinya data gain ternormalisasi untuk aspek kemampuan pemecahan masalah matematis berdistribusi normal. Selanjutnya akan dilakukan uji homogenitas varians untuk masing-masing kelompok.

Selanjutnya untuk menguji homogenitas varians gain ternormalisai digunakan uji Levene Statistic pada taraf signifikansi 𝛼 = 0,05. Rangkuman perhitungan uji homogenitas disajikan pada tabel di bawah ini.

(11)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

143 Tabel 6

Uji Homogenitas Varians Gain Levene

𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 Sig. Kesimpulan Keterangan 0,812 0.545 Terima H0 Homogen

Kemampuan pemecahan masalah matematis memiliki silai Sig. yang lebih besar dari taraf signifikansi yang dipilih, artinya varians gain ternormalisasi kemampuan pemecahan masalah matematis pada kedua kelompok tersebut adalah homogen. Setelah diketahui bahwa data tersebut berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata- rata gain dengan menggunakan uji-t, menggunakan Compare Mean Independent Samples Test, pada taraf signifikansi α = 0,05. Hasil uji perbedaan dua rata-rata gain ternormalisasi disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 7

Uji Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis t-test for Equality of Means

t df Sig.

Skor_gain_Pemaham

an Equal variances assumed 3,1

1 84 0,020

Dari tabel 7 nilai signifikan gain ternormalisai kemampuan pemahaman matematis sebesar 0,001 untuk sig (2-tailed). Sesuai dengan rumus, sig (1-tailed) memiliki nilai signifikan 0,020 lebih kecil dari α = 0,05 sehingga H0 ditolak dan Ha

diterima. Artinya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar menggunakan pendekatan Resource-Based Learning lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

2. Pembahasan

Perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan Resource-Based Learning (RBL) dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (PK), mengindikasikan bahwa pendekatan pembelajaran berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Permasalahan yang sering muncul dalam pembelajaran matematika biasanya terjadi pada siswa yang berkemampuan kurang (rendah). Mereka cenderung tidak dapat mengikuti pelajaran matematika secepat dan sebaik siswa berkemampuan sedang apalagi siswa yang berkemampuan tinggi.

Pembelajaran konvensional selama ini yang bersifat prosedural, memungkinkan sebagai penyebab rendahnya kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis siswa SMP selain membuat siswa merasa bosan

(12)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

144 dan tidak senang dengan matematika. Hal ini tentu saja berbeda dengan pembelajaran geometri melalui pendekatan Resource-Based Learning yang menekanan pada siswa yang berinteraksi dengan dan pengolahan informasi ini menuntut adanya restrukturisasi proses pendidikan dari pembelajaran pasif ke pembelajaran aktif.

Dari hasil pengolahan data menunjukkan bahwa pembelajaran geometri melalui pendekatan Resource-Based Learning dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis siswa. Ini berarti pembelajaran pada kelompok eksperimen lebih berhasil dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah daripada pembelajaran di kelas konvensional. Selama pengumpulan informasi terjadi kegiatan berpikir yang kemudian akan menimbulkan pemahaman yang mendalam dalam belajar (McFarlane, 1992). Mendorong terjadinya pemusatan perhatian terhadap topik sehingga membuat peserta didik menggali lebih banyak informasi dan menghasilkan hasil belajar yang lebih bermutu (Kulthan, 1993). Meningkatkan keterampilan berpikir seperti ketrampilan memecahkan, sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, sumber belajar semakin lama semakin bertambah banyak jenisnya, sehingga memungkinkan orang dapat belajar mandiri secara lebih baik.

E. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, antara siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan Resource-Based Learning dan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional, diperoleh kesimpulan bahwa : kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar dengan menggunakan pendekatan Resource-Based Learning lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

F. DAFTAR PUSTAKA

Chaeruman, Uwes A.(2008). Belajar Berbasis Aneka Sumber. dapat diakses di http://fakultasluarkampus.net/2008/09/belajar-berbasis-aneka-sumber/

Dorrell, J (1993), Resource Based Learning, London: Mc.Graw-Hill Book Company.

Ellington, Henry & Duncan Harrris (1986), Dictionary of Instructional Technology, London: Kogan Page.

Fraenkel,J.R. dan Wallen, N.E.(1993). Second Edition. How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: Mc-Graw Hill International Nasution. S. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.

Jakarta: Bumi Aksara.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Va.

Noornia, A. (2007). Meningkatkan Kemampuan Metakognitif melalui Pembelajaran Kooperatif yang Menggunakan Tugas-Tugas Matematika

(13)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

145 Otentink pada Kelas PMRI. Bandung: Prosiding Seminar Nasional, 8 Desember 2007 Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Percival, F & Ellington, E (1988), Teknologi Pendidikan, Jakarta: Penerbit Erlangga

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matemtika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung. Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:tarsito.

Seels, Barbara B, & Rita C.Richey (1994), Teknologi Pembelajaran, Definisi dan Kawasannya,Jakarta: Unit Percetakan UNJ.Sudjana (1989)

Suherman, E. (2004). Model-Model Pembelajaran Matematika Berorientasi Kompetensi Siswa. Makalah disajikan dalam acara Diklat Pembelajaran bagi Guru-guru Pengurus MGMP Matematika di LPMP Jawa Barat tanggal 10 Desember 2004: Tidak Diterbitkan.

Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Guru dan Siswa Sekolah Menengah Atas di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung.

Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2000). Pengembangan Model pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Penelitian UPI. Tidak diterbitkan

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi PPs UPI: Tidak diterbitkan.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (berparadigma Eksploratif dan Investigasi). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Pelajaran Matematika. Disertasi IKIP Bandung. Bandung:

Tidak Diterbitkan

Referensi

Dokumen terkait

Konsep pengembangan yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman pada materi Pneumatik dan hidrolik adalah memilh media pembelajaran yang komu- nikatif, interaktif

Dayak dan Daun Mangga Bacang terhadap S. Ini diduga zona hambat yang jernih telah terbentuk di bawah 24 jam waktu inkubasi, kemudian penilaian aktivitas antibakteri

Fungsi utama dari layer distribusi adalah menyediakan routing, filtering, dan akses WAN, dan untuk menentukan bagaimana paket dapat mengakses inti, jika diperlukan.. Lapisan

Dari penampang rekaman seismik dapat diketahui adanya alur sungai purba yang berada di permukaan dasar laut dan pada sekuen Kuarter (ditutupi oleh sedimen).. Pola alur

Akan tetapi hal tersebut tidak sepenuhnya mempengaruhi intensitas fluoresensi yang dihasilkan oleh suatu senyawa karena beberapa senyawa yang memiliki gugus amin

Perubahan tingkat imbal hasil berkisar antara 1 - 4 bps dimana Surat Utang Negara dengan tenor 1 - 6 tahun yang cenderung mengalami penurunan, sementara itu

1) Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.. 2) Gangguan pada jantung dan pembuluh

kualifikasi terhadap hasil evaluasi penawaran yang telah Saudara-saudara